Anda di halaman 1dari 13

III.

SUMBER KEWENANGAN
1. Apa Itu Sumber Kewenangan
Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan
istilah Belanda bevoegdheid ( yang berarti wewenang atau berkuasa). Wewenang
merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan (Hukum
Administrasi), karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar
wewenang yang diperolehnya. Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan
sesuatu.
Beberapa pendapat ahli mengenai kewenangan dan wewenang dan sumbersumber kewenangan sangatlah beragam, ada yang mengaitkan kewenangan dengan
kekuasaan dan membedakannya serta membedakan antara atribusi, delegasi dan mandat.
1) Menurut Prajudi Atmosudirjo, kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan
formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh UndangUndang) atau dari kekuasaan eksekutif/administratif. Kewenangan merupakan
kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap
suatu bidang pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya
mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat
wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu
tindak hukum publik.
2) Indroharto, mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi,
dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut : Wewenang yang
diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru
oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini
dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi
terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan
TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif
kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului
oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu
pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau
Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.

3) S.F.Marbun, menyebutkan wewenang mengandung arti kemampuan untuk


melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan
bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan
hubungan-hubungan hukum. Wewenang itu dapat mempengaruhi terhadap
pergaulan hukum, setelah dinyatakan dengan tegas wewenang tersebut sah, baru
kemudian tindak pemerintahan mendapat kekuasaan hukum (rechtskracht).
Pengertian wewenang itu sendiri akan berkaitan dengan kekuasaan.
2. Kewenangan Atribusi
Kewenangan atribusi adalah pemberian kewenangan pemerintahan oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintahan tersebut. Artinya kewenangan itu bersifat
melekat terhadap pejabat yang dituju atas jabatan yang diembannya. Misalnya
berdasarkan Pasal 41 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 menegaskan DPR dapat
membentuk undang-undang untuk disetuji bersama dengan Presiden.
3. Kewenangan Delegasi
Kewenangan delegasi adalah pelimpahan kewenangan pemerintahan dari organ
pemerintahan yang satu kepada organ pemerintahan lainnya. Atau dengan kata lain terjadi
pelimpahan kewenangan. Jadi tanggung jawab / tanggung gugat berada pada penerima
delegasi / delegataris. Misalnya: pemerintah pusat memberi delegasi kepada semua
Pemda untuk membuat Perda (termasuk membuat besluit / keputusan) berdasarkan
daerahnya masing-masing.
4. Perbedaan Kewenangan Legislasi Dengan Kewenangan Pemerintah
Kewenangan legislasi adalah kewenangan yang diberikan kepada lembaga
legislatif untuk membuat dan merencanakan undang-undang. Sedangkan kewenangan
pemerintah disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 Pasal 1 ayat 3
yaitu : Kewenangan Pemerintah adalah hak dan kekuasaan Pemerintah untuk
IV.

menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.


SEJARAH PERUNDANG-UNDANGAN
1. Jaman Kolonial
Pada periode kekuasaan penjajah Pemerintah Belanda, dikenal tiga masa
perundang-undang, yakni:
1) Masa Besluiten Regerings (1800-1855)

Pada masa ini hanya raja yang berkuasa untuk mengurus dan mengatur
segala sesuatu di Belanda dan daerah jajahan, walaupun dalam praktek
dilaksanakan oleh Gubernur Jenderal. Hanya ada satu macam peraturan yang
dikenal pada masa itu yakni (Peraturan Pusat/Alegemene Verodering) yang
dikeluarkan oleh raja yang disebut Koninklijk Besluit (disingkat K.B). Isi dari
K.B mungkin berupa tindakan eksekutif dan merupakan ketetapan, maupun
tindakan legislative.
2) Masa Regerings Reglement (1855-1926)
Dinjau dari isinya dapatlah dikatakan bahwa R.R merupakan semacam
Undang-undang Dasar Pemerintah Jajahan Belanda. Lahirnya R.R sebagai akibat
dari adanya perubahan undang-undang dasar di negeri Belanda pada tahun 1848.
Parlemen dan raja pada masa R.R, bentuk perundang-undangan yang dikenal
disamping Wet (UU) dan K.B adalah bentuk Algemene Verordeninglain
yakni Ordonnatie dan Kroonordonantie. Dengan demikian pada masa itu ada
empat macam bentuk susunan AlegmeneVerordening yakni:
Wet lebih tinggi dari KB
KB lebih tinggi dari Kroon-Ordonantie
Kroon-Ordonantie lebih tinggi dari Ordonnantie.
3) Masa Indische Staats Regeling (1926-1942)
Sebagai akibat dari perubahan UU Belanda tahun 1922 tata hukum di
Hindia Belanda. Perubahan ini didahului oleh perubahan RR menjadi IS pada
tanggal 1 Januari 1926. Pada masa IS dimungkinkan adanya 3 macam bentuk
peraturan:

WET (UU)
KB (Peraturan yang dikeluarkan Raja)
Ordonantie (Peraturan yang dikeluarkan oleh Badan-badan di Hindia
Belanda).

Pada periode kolonial Jepang, peraturan-peraturan yang digunakan untuk


mengatur pemerintah di wilayah Hindia Belanda dibuat dengan dasar Gun Seirei melalaui
Osamu Seirei.
Dalam keadaan darurat pemerintah bala tentara Jepang di Hindia Belanda
menentukan hukum yang berlaku untuk mengatur pemerintahan dengan mengeluarkan
Osamu Seirei No. 1/1942. Pasal 3 Osamu Seirei No. 1/1942 menentukan bahwa semua

badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah dulu
tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan
pemerintah militer. Dari ketentuan pasal 3 Osamu seirei no. 1/1942 tersebut dapat
diketahui

bahwa

hukum

yang

mengatur

pemerintahan

dan

lain-lain

tetap

menggunakan IndiIndische staatregeling (IS). Hukum perdata, pidana, dan hukum acara
yang berlaku bagi semua golongan sama dengan yang ditentukan dalam pasal 131 IS, dan
golongan-golongan penduduk yang ada adalah sama dengan yang ditentukan dalam pasal
163 IS.l
Kemudian pemerintah bila tentara Jepang mengeluarkan Gun Seirei dengan
nomor istimewa 1942, Osamu Seirei No. 25 tahun 1944 dan Gun Seirei No. 14 tahun
1942, untuk melengkapi peraturan yang telah ada sebelumnya. Gun Seirei dengan nomor
istimewa tahun 1942 dan Osamu Seirei No. 25 tahun 1944 memuat tentang aturan-aturan
pidana yang umum dan aturan-aturan pidana yang khusus. Gun Seirei no. 14 tahun 1942
mengatur tentang pengadilan di Hindia Belanda.
2. Awal Proklamasi
Sejak merdeka 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bebas
dan tidak tergantung pada bangsa mana pun juga. Dengan demikian, bangsa Indonesia
bebas dalam menentukan nasibnya, mengatur negaranya dan menetapkan tata hukumnya.
Undang-undang Dasar yang menjadi dasar dalam penyelenggaran pemerintah ditetapkan
pada tanggal 18Agustus 1945. Undang-undang Dasar yang ditetapkan untuk itu adalah
UUD 1945. Bentuk tata hukum dan politik hukum yang akan berlaku pada masa itu dapat
dilihat pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan bahwa segala badan dan
negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang
baru menurut Undang-undang Dasar ini. Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa
hukum yang dikehendaki untuk mengatur penyelenggaraan negara adalah peraturanperaturan yang telah ada dan berlaku sejak masa sebelum Indonesia merdeka. Hal ini
berarti segala peraturan yang telah ada dan berlaku pada zaman penjajahan Belanda dan

masa pemerintah bala tentara Jepang, tetap diberlakukan. Pernyataan itu adalah untuk
mengisi kekosongan hukum, sambil menunggu produk peraturan yang dibentuk oleh
pemerintah negara Republik Indonesia. Dengan demikian jelaslah bahwa tata hukum
yang berlaku pada masa 1945-1949 adalah segala peraturan yang telah ada dan pernah
berlaku pada masa penjajahan Belanda, masa Jepang berkuasa dan produk-produk
peraturan baru yang dihasilkan oleh pemerintah negara Republik Indonesia dan19451949.
3. Jaman Demokrasi Parlementer
Era Undang Undang Dasar Sementara, 1950 1959 Pada tahun 1950 sampai
dengan tahun 1959, Indonesia menggunakan Undang Undang Dasar Sementara 1950
sebagai dasar negaranya. UUDS tersebut dumulai pada 17 Agustus 1950 sampai dengan
lahirnya dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno.
Pemberlakuan Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut dimulai pada saat
Republik Indonesia Serikat berakhir karena adanya demo besar-besaran dari rakyat yang
menuntut kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga
akhirnya pemerintah membubarkan Republik Indonesia Serikat dan kembali menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan Undang Undang Dasar
Sementara sejak 17 Agustus 1950, dengan menganut sistem kabinet parlementer.
Pada masa Undang Undang Dasar Sementara 1950 tersebut diberlakukan, gejolak
politik yang panas menimbulkan berbagai gerakan yang politik yang tidak stabil,
sehingga kabinet pemerintahanpun ikut kena imbasnya, tercatat pada periode 1950
hingga 1959 ada 7 kali pergantian kabinet, yaitu : 1950 1951 : Kabinet Natsir, 1951
1952 : Kabinet Sukiman Suwirjo, 1952 1953 : Kabinet Wilopo, 1953 1955 : Kabinet
Ali Sastroamidjojo I, 1955 1956 : Kabinet Burhanuddin Harahap, 1956 1957 :
Kabinet Ali Satroamidjojo II, 1957 1959 : Kabinet Djuanda.
Hingga puncaknya pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit
yang isinya seperti yang telah ditulis diatas, dan pada masa berakhirnya UUDS 1950 dan
kembali ke Undang Undang Dasar 45, sistem kabinet parlementer ikut juga berakhir

menjadi sistem Demokrasi Terpimpin dimana seluruh keputusan dan pemikiran hanya
terpusat pada Presiden.
4. Jaman Demokrasi Terpimpin
Masa demokrasi terpimpin dimulai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden 5 Juli
1959 yang menetapkan Undang Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan tidak berlakunya Undang- Undang
Dasar sementara. Alasan dikeluarkan dekrit presiden ini adalah bahwa konstituante tidak
mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya untuk
membuat Undang Undang Dasar: dan hal yang demikian menimbulkan keadaan
ketatanegaraan yang membahayakan perssatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan
Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur. Jalan itu terpaksa ditempuh ebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
Negara Proklamasi.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945 maka sistem pemerintahan yang dianut
adalah presidensiil, dimana presiden yang menjadi kepala negara juga menjadi kepala
Eksekutif dan tidak bertanggungjawab kepada MPR, dan dapay diberhentikan oleh MPR
dalm suatu sidang istimewa MPR atas permintaann DPR apabila DPR menganggap
Presiden telah melanggar GBHN.

5. Jaman Awal Demokrasi Pancasila


Memang kemudian timbul kontroversi yang luas berkenaan dengan status hukum
berlakunya Dekrit Presiden tersebut yang dituangkan dalam Keputusan Presiden itu
sebagai tindakan hukum yang sah untuk memberlakukan kembali UUD 1945. Professor
Djoko Soetono memberikan pembenaran dengan mengaitkan antara dasar hukum Dekrit
Presiden itu dengan prinsip staatsnoodrecht. Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim, prinsip tersebut pada pokoknya sama dengan pendapat yang dijadikan landasan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara masa Orde Baru untuk menetapkan

Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966. Adanya istilah Orde Baru saja menggambarkan
pendirian MPRS bahwa masa antara tahun 1959 sampai dengan 1966 adalah masa Orde
Lama yang mencerminkan tidak adanya pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Oleh karenanya, MPRS mengeluarkan TAP MPR No XX/MPRS/1966
dengan asumsi bahwa perubahan drastis perlu dilakukan karena adanya prinsip yang
sama, yaitu keadaan darurat (staatsnoodrecht).
Sejak Dekrit 5 Juli 1959 sampai sekarang, UUD 1945 terus berlaku dan
diberlakukan sebagai hukum dasar. Sifatnya masih sebagai UUD semenara. Akan tetapi,
karena konsolidasi kekuasaan yang makin lama makin terpusat di masa Orde Baru, dan
siklus kekuasaan mengalami stagnansi yang statis karena pucuk pemerintahan tidak
mengalami pergantian selama 32 tahun, akibatnya UUD 1945 mengalami proses
skaraklisasi yang irasional selama kurun masa Orde Baru itu. UUD 1945 tidak boleh
tersentuh dengan ide perubahan sama sekali. Padahal, UUD 1945 itu jelas merupakan
UUD 1945 yang bersifat sementara. Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Ternyata tidak.
Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih
terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama,
sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakankebijakan Presiden/pemerintah.
Selain itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya
singkat

dan

luwes

(fleksibel),

sehingga

memungkinkan

munculnya

berbagai

penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak


memperoleh

tanggapan,

bahkan

pemerintahan

Orde

Baru

bertekat

untuk

mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.


6. Jaman Reformasi
Pembaruan Undang-Undang Dasar yang baru saja dapat tercapai setelah bangsa
Indonesia memasuki era reformasi pada tahun 1998, yaitu setelah Presiden Soeharto
berhenti dan digantikan oleh Presiden B.J. Habibie, barulah pada tahun 1999 dapat

dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana mestinya. Perubahan konstitusi


Indonesia dilakukan dengan memisahkan naskah dari teks aslinya, yang kemudian
disebut sebagai amandemen. Perubahan seperti ini merupakan tradisi yang dipelopori
oleh Amerika Serikat, dan tidak ada salahnya jika negara demokrasi lain, seperti
Indonesia mengikuti prosedur yang baik seperti itu.
Perubahan pertama ditetapkan oleh Sidang Umum Majelis Perusyawaratan
Rakyat pada tahun 1999, disusul dengan Perubahan Kedua dalam Sidang Tahunan 2000
dan Perubahan Ketiga dalam Sidang Tahunan 2001. Pada Sidang Tahunan 2002
dilakukan pula naskah Perubahan Keempat yang melengkapi perubahan sebelumnya,
sehingga keseluruhan materi perubahan itu dapat disusun sekali secara lebih utuh dalam
satu naskah Undang-undang dasar yang mencakup keseluruhan hukum dasar yang
sistematis dan terpadu.
Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945 telah mengalami perubahan
yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum,
pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR,
pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.

KESIMPULAN
1. Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah
Belanda bevoegdheid ( yang berarti wewenang atau berkuasa). Pengertian kewenangan
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan
kekuasaan untuk melakukan sesuatu.
2. Kewenangan atribusi adalah pemberian kewenangan pemerintahan oleh pembuat undangundang kepada organ pemerintahan tersebut.
3. Kewenangan delegasi adalah pelimpahan kewenangan pemerintahan dari organ
pemerintahan yang satu kepada organ pemerintahan lainnya.
4. Kewenangan legislasi adalah kewenangan untuk membuat undang-undang. Sedangkan
kewenangan pemerintah adalah kewenangan untuk menjalankan pemerintahan.
5. Pada jaman kolonial Belanda, dikenal tiga masa perundang-undangan, yakni : Masa
Besluiten Regerings (1800-1855), Masa Regerings Reglement (1855-1926), dan Masa
Indische Staats Regeling (1926-1942)
6. Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Republik Indonesia belum memiliki
undang-undang dasar. Undang-Undang Dasar atau Konstitusi Negara Republik Indonesia
disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada Sabtu 18 Agustus 1945, satu hari setelah
proklamasi.
7. Bentuk Negara Federasi dan Penerapan Undang Undang Dasar Republik Indonesia
Serikat (1949) hanyalah bersifat sementara, Karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak
17 Agustus 1945 menginginkan bentuk Negara Kesatuan. Hal ini terbukti dengan negara
Republik Indonesia Serikat yang tidak bertahan lama karena negara negara bagian
tersebut menggabungkan dengan Republik Indonesia, sehingga dari 16 negara bagian
menjadi hanya 3 negara, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan
Negara Sumatera Timur. Keadaan ini menambah semakin merosotnya wibawa Negara
Republik Indonesia Serikat.

8. Tanggal 5 Juli Tahun 1959, berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945 di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah Undang-Undang Dasar 1945 yang
menggunakan angka 1945 di belakang Undang-Undang Dasar, baru muncul pada awal
tahun 1959, ketika pada 19 Februari 1959 Kabinet Karya mengambil kesimpulan dengan
suara bulat mengenai pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke
Undang-Undang Dasar 1945. Keputusan pemerintah ini disampaikan kepada
Konstituante pada 22 April 1959.
9. Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga
menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan: Ketetapan
MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya,
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan
bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta
pendapat rakyat melalui referendum, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
10. Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden
setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang menandakan dimulainya era
reformasi di Indonesia. Proses reformasi yang sangat luas dan fundamental itu dilalui
dengan selamat dan aman. Negara kepulauan yang besar dan majemuk dengan
keanekaragaman suku, berhasil menjalani proses reformasi dengan utuh, tidak terpecahbelah, terhindar dari kekerasan dan perpecahan. UUD 1945 telah mengalami perubahan
yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut kelembagaan negara, pemilihan umum,
pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden, memperkuat kedudukan DPR,
pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci tentang hak-hak asasi manusia.
PENDAPAT
Menurut saya, kewenangan adalah hak untuk memerintahkan orang lain untuk melakukan
sesuatu untuk suatu tujuan tertentu. Kewenangan berbeda dengan kekuasaan. perbedaan dari

wewenang dengan kekuasaan ialah

wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu,

sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk melakukan hak tersebut. Selain itu perbedaanya
juga bahwa kewenangan bisa juga disebut sebagai kekuasaan yang memiliki keabsahan,
sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Tetapi kewenangan dan kekuasaan tidak
dapat dipisahkan dan membentuk suatu hal yang berkaitan satu sama lain, karna wewenang tanpa
kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik.
PERTANYAAN
1. Apakah Presiden juga memiliki kewenangan legislasi ?
2. Apakah sebelum Belanda datang ke Indonesia, Indonesia sudah memiliki suatu undangundang ?
3. Apakah amandemen itu penting untuk dilakukan ?

TUGAS MATA KULIAH


HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN
Pengampu : Prof. Dr. I Made Subawa, S.H., M.H.

Kelas E

Oleh :
Benitto Emanuelle Bevansara Here Bessie
NIM : 1303005258

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITA UDAYANA
DENPASAR

2015

Anda mungkin juga menyukai