Anda di halaman 1dari 7

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA 

(KTUN)

Berdasarkan pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No.


9 Tahun 2004 merumuskan bahwasanya “Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata”.1

1. Elemen-Elemen Keputusan Tata Usaha Negara

Berdasarkan pengertian keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana terdapat dalam pasal 1
ayat 3 UU No. 5 Tahun 1986, jika diuraikan apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha
Negara tersebut, akan ditemukan unsur-unsurnya sebagai berikut:2

1. Penetapan tertulis;
2. Dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan;
4. Bersifat konkret, individual dan final;
5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Elemen-elemen tersebut bersifat komulatif, artinya untukdapat disebut Keputusan Tata Usaha
Negara yang dapat disengketakandi Pengadilan Tata Usaha Negara harus memenuhi keseluruhan
elementersebut.3

Unsur ini menentukan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 angka 3 harus merupakan penetapan tertulis. Penjelasan pasal 1 angka 3 menyebutkan
bahwa “istilah penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk
keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha
Negara itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukalah bentuk
formalnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebaliknya”.

Keputusan Tata Usaha Negara harus dalam bentuk tertulis dikarenakan untuk memudahkan
bagi pembuktian. Dari penjelasan Pasal 1 angka 3 dapat diketahui bahwa bentuk formal suatu
penetapan tertulis tidak menjadi syarat mutlak agar suatu penetapan tertulis dapat disebut atau
termasuk Keputusan tata Usaha Negara.

Oleh karena bentuk formal dari suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara tidak menjadi syarat mutlak agar penetapan tertulis tersebut dapat
disebut atau termasuk Keputusan tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
3, maka penjelasan pasal 1 angka 3 menyebutkan lebih lanjut bahwa sebuah memo atau nota

1
R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 17.
2
Ibid, hlm. 18
3
Ujang Abdullah, pdf, disampaikan ”Diklat Calon Hakim Angkatan IV Mahkamah Agung RI Tahun 2009”, di
PUSDIKLAT MA RI, Ciawi, Bogor, tanggal 7 Juli 2009.
akan merupakan suatu Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, apabila sudah jelas
dalam hal:

1. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang mengeluarkannya;


2. Maksud serta mengenai hal apa isi dari memo atau nota itu;
3. Kepada siapa memo atau nota itu ditunjukkan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.4

Pengertian Badan atau Pejabat tata usaha Negara dirumuskan dalam pasal 1 angka 2 bahwa
pada dasarnya Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara melakukan urusan pemerintahan.
Penjelasan atas Pasal 1 angka 1 menyatakan yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah
kegiatan yang bersifat eksekutif.5

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2
tersebut dapat diketahui bahwa suatu Badan atau Pejabat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, ukuran atau kriteria yang menentukan adalah Badan atau Pejabat tersebut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku mempunyai wewenang untuk melaksanakan urusan
pemerintahan.6

Oleh penjelasan Pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan “tindakan
hukum Tata Usaha Negara” adalah perbuatan hukum Badan atau Pejabat tata Usaha Negara
yang bersumber pada ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau
kewajiban pada orang lain.

Atau dengan perkataan lain, tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah tindakan dari Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang dilakukan atas dasar peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan terhadap seseorang
atau badan hukum perdata. Karena tindakan hukum dari Badan atau pejabat Tata Usaha Negara
tersebut atas dasar peraturan perundang-undangan menimbulkan akibat hukum mengenai urusan
pemerintahan, maka dapat dikatakan tindakan hukum dari Badan atau pejabat Tata Usaha Negara
itu selalu merupakan tindakan hukum publik sepihak.

Namun perlu diperhatikan bahwa tidak selalu tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara, tetapi hanya tindakan hukum dari
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan
pemerintahan saja yang merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara.7

Apa yang dimaksud dengan bersifat konkrit, individual, dan final adalah sebagai berikut:

1. Bersifat konkrit, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu
tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya keputusan
mengenai pembongkaran rumah si A, izin usaha bagi si B, pemberhentian si A sebagai
pegawai negeri.

4
R. Wiyono, Op.Cit,hlm. 19
5
Ibid.
6
Ibid,  hlm. 20.
7
Ibid, hlm. 28
2. Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditunjukkan untuk
umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih
dari seorang, maka tiap tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan, misalnya
keputusan tentang pembuatan atau pelebaran jalan dengan lampiran yang menyebutkan
nama-nama yang terkena keputusan tersebut.
3. Bersifat final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.
Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum
bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak
yang bersangkutan, misalnya keputusan pengangkatan seorang pegawai negeri
memerlukan persetujuan dari Badan Kepegawaian Negara.

Yang dimaksud dengan “menimbulkan akibat hukum” adalah menimbulkan akibat hukum
Tata Usaha Negara, karena penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha yang menimbulkan akibat hukum tersebut adalah berisi tindakan hukum Tata Usaha
Negara. Akibat hukum Tata Usaha Negara tersebut dapat berupa:

1. Menguatkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada (declaratoir),
misalnya surat keterangan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah yang isinya menyebutkan
antara A dan B memang telah terjadi jual beli tanah atau surat keterangan dari Kepala
Desa yang isinya menyebutkan tentang asal-usul anak yang akan nikah.
2. Menimbulkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang baru (constitutief0,
misalnya Keputusan Jaksa Agung tentang pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil atau
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang sisinya menyebutkan suatu
Perseroan Terbatas diberikan izin mengimpor suatu jenis barang.
3. (1) Menolak untuk menguatkan hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada,
misalnya Keputusan Jaksa Agung tentang penolakan untuk mengangkat calon Pegawai
Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil atau Keputusan Badan Pertahanan Nasional
tentang penolakan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha; (2) menolak untuk
menimbulkan hubungan hukum atau keadaan hukum yang baru, misalnya Keputusan
Jaksa Agung tentang penolakan untuk mengangkat calon Pegawai Negeri Sipil atau
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang penolakan permohonan dari
suatu Perseroan Terbatas untuk mengimpor suatu jenis barang.8

2. Macam-Macam Keputusan Tata Usaha Negara

Mengenai macam-macam Keputusan Tata Usaha Negara terdapat berbagai doktrin atau
pendapat oleh beberapa ahli hukum. Diantaranya yaitu menurut Utrecht yang menyebut
keputusan Tata Usaha Negara sebagai ketetapan sedangkan Prajudi Atmosudirdjo dan sarjana
hukum lainnya menyebutnya sebagai penetapan.

Menurut Utrecht ketetapan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain sebagai
berikut:9

8
Ibid, hlm. 29
9
Titik Triwulan dan Ismu Gunadi Wahab, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011, Cet. I, hlm. 326.
 Ketetapan positif dan ketetapan negatif

Ketetapan positif menimbulkan hak dan/atau kewajiban bagi yang dikenai ketetapan.
Sedangkan ketetapan negatif tidak menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yang telah
ada. Ketetapan negatif tersebut dapat dibedakan menjadi pernyatan tidak berkuasa (onbevoegd
verklaring), pernyataan tidak diterima (neit ontvankelijk verklaring), atau suatu penolakan
(afwijzing).

 Ketetapan deklaratur versus ketetapan konstitutif

Ketetapan deklaratur hanya menyatakan bahwa hukumannya demikian. Sedangkan keputusan


konstitutif adalah membuat hukum.

 Ketetapan kilat dan ketetapan yang tetap (blijvende)

Menurut Prints ada empat macam ketetapan kilat yaitu:

 Ketetapan yang bermaksud mengubah redaksi (teks) ketetapan lama;


 Suatu ketetapan negatif yaitu ketetapan yang hanya mengandung suatu keputusan untuk
tidak berbuat sesuatu dan tidak ada halangan untuk masih melakukan tindakan;
 Penarikan atau pembatalan suatu ketetapan yaitu ketetapan yang tidak memberikan hasil
yang positif dan tidak menolak untuk mengambil suatu ketetapan;
 Suatu pernyataan pelaksanaan
 Ketetapan yang berisi dispensasi, izin (vergunning), licentie, dan konsesi

Menurut Prajudi Atmosudirdjo yang menyebut Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagai
penetapan ini membaginya menjadi dua macam yaitu:10

      Penetapan positif

Keputusan ini terdiri dari lima golongan penetapan yaitu: (a) yang menciptakan keadaan
hukum baru pada umumnya; (b) yang menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu
objek saja; (c) yang membentuk atau yang membubarkan suatu badan hukum; (d) yang
memberikan beban; (e) penetapan yang memberikan keuntungan yaitu dispensasi, izin, licentie
atau konsesi.

      Penetapan negatif

Merupakan penetapan yang berlaku sekali saja sehingga seketika permintaannya boleh
diulangi lagi.

Menurut P. De Haan (Belanda) dalam bukunya Bestuursrecht in de Sociale Rechtsstaat, terdapat


pengelompokan beschikking atau KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara)sebagai berikut:11
10
Ibid, hlm. 327.
11
Philipus M. Dhajon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2002,
hlm. 143-145.
1. KTUN Perorangan dan KTUN Kebendaan (Persoonlijk en Zakelijk beschikkingen)

KTUN perorangan adalah keputusan yang diterbitkan kepada seseorang berdasarkan kualitas
pribadi tertentu, dimana hak yang timbul tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Contoh : SK
PNS, SIM, dsb.

Sedangkan KTUN kebendaan adalah keputusan yang diterbitkan berdasarkan kualitas kebendaan
atau status suatu benda sebagai obyek hak, dimana hak yang timbul dapat dialihkan kepada
orang lain. Contoh : Sertifikat Hak atas Tanah, BPKP/STNK kendaraan bermotor, dsb.

2. KTUN yang bersifat Deklaratif dan KTUN yang bersifat Konstitutif (Rechtsvastellend en
Rechtsscheppend beschikkingen)

KTUN deklaratif adalah keputusan yang sifatnya menyatakan atau menegaskan adanya
hubungan hukum yang secara riil sudah ada. Contoh : Akta Kelahiran, Akta Kematian, dsb.

KTUN konstitutif adalah keputusan yang menciptakan hubungan hukum baru yang
sebelumnya tidak ada, atau sebaliknya memutuskan hubungan hukum yang ada. Contoh : Akta
Perkawinan, Akta Perceraian, dsb .

3. KTUN Bebas dan KTUN Terikat (Vrij en Gebonden beschikkingen)

KTUN bebas adalah keputusan yang didasarkan atas kebebasan bertindak (Freis
Ermessen/Discretionary Power) dan memberikan kebebasan bagi pelaksananya untuk melakukan
penafsiran atau kebijaksanaan. Contoh : SK Pemberhentian PNS

4. KTUN yang memberi beban dan KTUN yang menguntungkan (Belastend en


Begunstigend beschikkingen)

KTUN yang memberi beban adalah keputusan yang memberikan kewajiban. Contoh : SK
tentang Pajak, Restribusi, dll.

Sedangkan KTUN yang menguntungkan adalah keputusan yang memberikan keuntungan


bagi pihak yang dituju. Contoh: SK pemutihan pembayaran pajak yang telah kadaluwarsa.

5. KTUN Seketika dan KTUN Permanen (Einmaligh en Voortdurend beschikkingen)

            KTUN seketika adalah keputusan yang masa berlakunya hanya sekali pakai. Contoh :
Surat ijin pertunjukan hiburan, music, olahraga, dsb.

KTUN pemanen adalah keputusan yang masa berlakunya untuk selama-lamanya, kecuali
ada perubahan atau peraturan baru. Contoh : Sertifikat Hak Miik.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun
2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, keputusan tata usaha Negara (KTUN) dapat
dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:12

1. Keputusan Tata Usaha Negara Positif

Yaitu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau Badan Hukum Perdata.

2. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif

Yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yang seharusnya dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata
Usaha Negara menurut kewajibannya tetapi ternyata tidak diterbitkan, sehingga menimbulkan
kerugian bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.

Contoh : Dalam kasus kepegawaian, seorang atasan berkewajiban membuat DP3 atau
mengusulkan kenaikan pangkat bawahannya, tetapi atasannya tidak melakukan.

3. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif (Pasal 3 ayat (2))

Yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yang dimohonkan seseorang atau Badan Hukum
Perdata, tetapi tidak ditanggapi atau tidak diterbitkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara
yang bersangkutan. Sehingga dianggap bahwa Badan/Pejabat Tata Usaha Negara telah
mengeluarkan keputusan penolakan (negatif).

Contoh : Pemohon IMB, KTP, dsb apabila dalam jangka waktu yang ditentukan tidak
dijawab/diterbitkan, maka dianggap jelas-jelas menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara yang
menolak.

12
Ujang Abdullah, Log. Cit.

Anda mungkin juga menyukai