Anda di halaman 1dari 23

Beschikking (Keputusan Atau Penetapan)

Beschikking adalah salah satu bentuk kegiatan pemerintah dalam menjalankan peranannya yang
tergolong dalam perbuatan hukum pemerintah (Rechtshandelingen). Istilah beschikking berasal
dari Belanda,acte administrative (Prancis), verwaltunngsakt (Jerman). Pengertiannya adalah
suatu perbuatan hukum public yang bersegi satu yang dilakukan oleh alat alat pemerintahan
berdasarkan suatu kekuasaan istimewa (Utrecht), atau suatu tindakan hukum sepihak dalam
lapangan pemerintahan yang dilakukan oleh alat pemerintahan berdasarkan wewenang yang ada
pada organ tersebut (WF. Prins), atau didefiniskikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan
alat alat pemerintahan, pernyataan pernyataan kehendak alat alat pemerintahan itu dalam
menyelenggarakan hal hal istimewa dengan maksud mengadakan perubahan dalam lapangan
perhubungan perhubungan hukum (Van Der Pot). Dalam sumber lain beschiking diartikan
sebagai suatu keputusan yang diterbitkan oleh pejabat administrasi yang bersifat konkret dan
khusus (kamus hukum.com) ,atau keputusan dalam bidang administrasi negara dilakukan oleh
pejabat atau badan pemerintah yang berwenang dan berwajib khusus untuk itu
(hukumpedia.com).
Keputusan tata usaha negara (beschikking) oleh Utrecht disebut sebagai ketetapan, sedangkan
Prajudi Atmosudirdjo menyebutnya dengan penetapan .Utrecht, PRINS, dan Van der Pot, juga
menjelaskan bahwa beschikking merupakan perbuatan hukum publik yang bersegi satu atau
perbuatan sepihak dari pemerintah dan bukan merupakan hasil persetujuan dua belah pihak .
Beschiking Menurut UU No.5 Tahun 1986 jo. UU No.9 Tahun 2004
Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dari definisi menurut UU
Nomor 5 Tahun 1986 tersebut dapat dirumuskan unsur-unsur keputusan sebagai berikut, yaitu;
- penetapan tersebut tertulis dan dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,
- berisi tindakan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara,
- berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
- bersifat konkrit, individual, dan final,
- serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata .
Dalam UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No.5 Tahun 1986 tentang peradilan
tata usaha Negara, khususnya dalam pasal 2 menjelaskan secara tegas bahwa terdapat tujuh hal
yang tidak tergolong suatu keputusan Negara dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yaitu
:
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-
undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.

Delegasi Wewenang
PENGERTIAN DAN PENTINGNYA WEWENANG
Definisi wewenang :
1.Menurut Louis A. Allen dalam bukunya, Management and Organization : Wewenang adalah
jumlah kekuasaan (powers) dan hak (rights) yang didelegasikan pada
suatu jabatan.
2.Menurut Harold Koontz dan Cyril ODonnel dalam bukunya, The Principles of Management
Authority adalah suatu hak untuk memerintah / bertindak.
3.Menurut G. R. Terry : Wewenang adalah kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk
menyuruh pihak lain
supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu.
4.Menurut R. C. Davis dalam bukunya, Fundamentals of Management : Authority adalah hak
yang cukup, yang memungkinkan seseorang dapat menyelesaikan
suatu tugas/kewajiban tertentu.
Jadi, wewenang adalah dasar untuk bertindak, berbuat dan melakukan kegiatan/aktivitas
perusahaan. Tanpa wewenang orang-orang dalam perusahaan tidak dapat berbuat apa-apa.
Dengan kata lain wewenang adalah kekuasaan yang sah dan legal yang dimiliki seseorang untuk
memerintah orang lain agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Mengapa wewenang itu sangat penting bagi seseoarang?
1. Merupakan dasar hukum bagi seseorang untuk dapat melaksanakan tugas
2. Menciptakan power,right dan rensponbility
3. Menyebabkan perintah pimpinan dipatuhi
4. Menjadi batas apa yang boleh dan tidak dikerjakan

Wewenang terbagi atas 3 jenis :
1. Line Authority (wewenang lini), wewenang manajer yang bertanggung jawab langsung, di
seluruh rantai komando organisasi, untuk mencapai sasaran organisasi.
2. Staff Authority (wewenang staf), wewenang kelompok, individu yang menyediakan saran dan
jasa kepada manajer lini.
3. Functional Authority (wewenang fungsional), wewenang anggota staf departemen untuk
mengendalikan aktivitas departemen lain karena berkaitan dengan tanggung jawab staf spesifik.

Batas-batas wewenang
1. Kemampuan Jasmani (Fisik) : Pemimpin tidak dapat memerintah bawahannya diluar
kemampuan manusia
Alamiah : Pemimpin tidak dapat memerintah bawahannya untuk menetang kodrat alam
2. Teknologi : Pemimpin tidak dapat memerintah bawahannya untuk melakukan tugas yang
belum tercapai teknologi
3. Keadaan Ekonomi : Pemimpin tidak dapat memerintah atau memaksakan kehendaknya
terhadap harga-harga pasar
4. Lembaga : Wewenang seorang pemimpin dibatasi oleh anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga,kebijakan dan prosedur
5. Hukum

PENGERTIAN DAN SIFAT PENDELEGASIAN WEWENANG
Definisi Delegasi menurut para ahli :
a. Menurut Ralph C. Davis : Pendelegasian wewenang hanyalah tahapan dari suatu proses ketika
penyerahan
wewenang berfungsi melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggung jawaban.
b. Menurut Louis A. Allen : Pendelegasian adalah proses yang diikuti oleh seorang manajer
dalam pembagian kerja yang ditimpakan padanya, sehingga ia dapat memperoleh orang-orang
lain untuk membantu pekerjaan yang tidak dapat ia kerjakan.
Jadi, delegasi adalah pemberian sebagian pekerjaan atau wewenang oleh delegator kepada
delegate untuk dikerjakan atas nama delegator.

Sifat pendelegasian wewenang Du characteristic artinya pihak bawahan menerima
wewenang, tetapi pada saat yang sama atasan yang bersangkutan masih tetap memiliki
wewenang tersebut.

Seorang pemimpin mutlak harus melakukan pedelegasian wewenang karena :
a. Memungkinkan atasan dapat mencapai lebih dari pada mereka menangani setiap tugas sendiri.
b. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien.
c. Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih diprioritaskan.
d. Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat pembelajaran dari kesalahan.
e. Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam pembuatan keputusan.
Dibawah ini adalah prinsip prinsip klasik yang dapat dijadikan dasar untuk delegasi yang
efektif :
1. Prinsip scalar.
2. Prinsip kesatuan perintah.
3. Tanggung jawab, wewenang, dan akuntabilitas.
Yang memungkinkan gagalnya delegasi, yaitu:
a. Atasan merasa lebih jika mereka tetap mempertahankan hak pembuatan keputusan.
b. Atasan tidak ingin ambil resiko kalau saja bawahannya salah ataupun gagal dalam
menjalankan wewenangnya.
c. Atasannya kurang atau tidak percaya kepada bawahannya.
d. Atasan takut apabila seorang bawahannya melakukan tugas dengan sangat baik dan efektif,
sehingga dapat mengancam posisinya sebagai atasan.
e. Bawahan tidak menerima dengan alasan dapat menambah tanggung jawab yang sudah
diterima.
f. Bawahan takut tidak dapat menjalankan tugas tugas dengan benar dan dikatakan gagal.
g. Bawahan merasa tertekan apabila dilimpahkan tanggung jawab yang lebih besar.

Cara agar delegasi yang dilakukan efektif
a. Tentukan tugas yang harus didelegasikan
b. Tentukan siapa yang akan menerima delegasi
c. Delegasikan pekerjaan
d. Informasi tentang pekerjaan yang didelegasikan harus diberikan secara lengkap
e. Komunikasi harus dibina baik antara pemberi dan penerima
f. Tetapkanlah alat-alat pengendali yang baik
g. Berikan insentif bagi delegate yang sukses

Pengertian

Pendelegasian (pelimpahan wewenang) merupakan salah satu elemen penting dalam
fungsi pembinaan. Sebagai manajer perawat dan bidan menerima prinsip-prinsip
delegasi agar menjadi lebih produktif dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen
lainnya. Delegasi wewenang adalah proses dimana manajer mengalokasikan
wewenang kepada bawahannya.

Ada empat kegiatan dalam delegasi wewenang:
1. Manager menetapkan dan memberikan tugas dan tujuannya kepada orang yang
diberi pelimpahan;
2. Manajer melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
3. Manajer yang menerima delegasi baik eksplisit maupun implisit menimbulkan
kewajiban dan tanggung jawab.
4. Manajer menerima pertanggungjawaban (akontabilitas) atas hasil yang telah
dicapai.

Alasan pendelegasian :

Ada beberapa alasan mengapa pendelegasian diperlukan.
1. Pendelegasian memungkinkan manajer mencapai hasil yang lebih baik dari pada
semua kegiatan ditangani sendiri.
2. Agar organisasi berjalan lebih efisien.
3. Pendelegasian memungkinkan manajer dapat memusatkan perhatian terhadap
tugas-tugas prioritas yang lebih penting.
4. Dengan pendelegasian, memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan
berkembang, bahkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk belajar
dari kesalahan atau keberhasilan.
Manajer seharusnya lebih cermat dalam mendelegasikan tugas dan wewenangnya,
mengingat kegiatan perawat dan bidan berhubungan dengan keselamatan orang lain
(pasen). Oleh karena itu sebelum mendelegasikan tugas/wewenang hendaknya
dipahami benar tingkat kemampuan dari perawat/bidan yang akan diberikan delegasi.

Cara manajer dalam melakukan pendelegasian
1. Membuat perencanaan ke depan dan mencegah masalah.
2. Menetapkan tujuan dan sasaran yang realistis
3. Menyetujui standar kerja
4. Menyelaraskan tugas atau kewajiban dengan kemampuan bawahan
5. Melatih dan mengembangkan staf bawahan dengan memberikan tugas dan
wewenang baik secara tertulis maupun lisan.
6. Melakukan kontrol dan mengkoordinasikan pekerjaan bawahan dengan
mengukur pencapaian tujuan berdasarkan standar serta memberikan umpan
balik prestasi yang dicapai.
7. Kunjungi bawahan lebih sering dan dengarkan keluhan - keluhannya.
8. Bantu mereka untuk memecahkan masalahnya dengan memberikan ide ide baru
yang bermanfaat.
9. Memberikan reward atas hasil yang dicapai.
10. Jangan mengambil kembali tugas yang sudah didelegasikan.

Teknik pendelegasian

Manajer pada seluruh tingkatan dapat menyiapkan tugas-tugas yang dapat
didelegasikan dari eksekutif perawat sampai eksekutif departemen atau kepala unit,
dan dari kepala unit sampai perawat/bidan klinis. Delegasi mencakup kewenangan
untuk persetujuan, rekomendasi atau pelaksanaan. Tugas-tugas seharusnya dirangking
dengan waktu yang diperlukan untuk melaksanakannya dan sebaiknya satu kewajiban
didelegasikan pada satu waktu.

Kapan tidak perlu dilakukan delegasi ?

Hindari mendelegasikan kekuasaan dan tetap mempertahankan moral dalam
pelaksanaannya. Kontrol dilakukan khusus pada pekerjaan yang sangat teknis atau
tugas tugas yang melibatkan kepercayaan. Hal ini merupakan hal yang kompleks dalam
manajemen keperawatan/kebidanan, sehingga memerlukan pengetahuan dan
kemampuan yang khusus. Manajer perawat/bidan yang akan menangani hal tersebut
seharusnya memiliki kemampuan ilmu manajemen dan perilaku. Mendelegasikan tugas
dan tanggung jawab dapat menyebabkan perawat/bidan klinis berasumsi bahwa
manajer tidak mampu untuk menangani tanggung jawab kepemimpinannya terhadap
manajemen keperawatan/kebidanan.

Keengganan manajer melakukan delegasi karena mereka takut wewenang itu akan
disalahgunakan oleh bawahannya. Atau, bawahannya tidak akan mampu melakukan
sebaik yang ia lakukan. Oleh karena itu pilihlah secara cermat dan bijak bawahan yang
pantas menerima delegasi. Jangan pilih sembarang orang. Konsekuensi pendelegasian
wewenang adalah upaya untuk mengembangkan bawahan. Ini termasuk menuntut
bawahan untuk benar-benar bertanggung jawab atas wewenang yang diberikannya.

Sumber dan cara memperoleh wewenang pemerintah bersumber dari undang-undang dasar dan undang-
undang. Secara teoretis kewenangan yang bersumber dari peraturan perundangan-undangan tersebut di
peroleh melalui 3 (tiga) cara yaitu Atribusi (Attributie), Delegasi (Delegatie), dan Mandat (Mandaat).
Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat Undang-undang kepada organ
pemerintah, Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintah kepada
organ pemerintah lainnya, dan Mandat adalah terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.
Tindakan Pemerintah
Tindakan pemerintah (Bestuurshandeling) yang dimaksud adalah setiap tindakan atau perbuatan
yang dilakukan oleh alat perlengkapan dalam menjalankan pemerintahan (bestuurs organ) dalam
menjalankan fungsi pemerintahan (bestuurs functie). Ada 2 (dua) bentuk tindakan pemerintah yakni:
1. Tindakan berdasarkan hukum (rechts handeling); dan
2. Tindakan berdasarkan fakta atau kenyataan dan bukan berdasarkan pada hukum (feitelijke
handeling).
Tindakan pemerintah berdasarkan hukum (rechts handeling) dapat dimaknai sebagai tindakan
yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu untuk menciptakan suatu hak dan
kewajiban. Tindakan ini lahir sebagai konsekuensi logis dalam kedudukannya pemerintah sebagai subjek
hukum, sehingga tindakan hukum yang dilakukan menimbulkan akibat hukum.
Tindakan pemerintah berdasarkan fakta atau kenyataan dan bukan berdasarkan pada hukum
(feitelijke handeling) adalah tindakan yang tidak ada hubungan langsung dengan kewenangannya dan
tidak menimbulkan akibat hukum.
Bahwa tindakan hukum administrasi adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul dan organ
administrasi dalam keadaan khusus dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum
administrasi. Jadi dapat dikatakan tindakan hukum pemerintah apabila tindakan yang dimaksud dilakukan
organ pemerintah (bestuurs orgaan) dan menimbulkan akibat hukum khususnya di bidang hukum
administrasi.
Akibat hukum yang timbul tersebut dapat berupa penciptaan hubungan hukum yang baru maupun
perubahan atau pengakhiran hubungan hukum yang ada. Dengan demikian tindakan hukum pemerintah di
maksud memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Tindakan tersebut dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa,
maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs organ);
b. Tindakan dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
c. Tindakan yang dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum (recht gevolgen) di
bidang hukum administrasi;
d. Tindakan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan umum;
e. Tindakan dilakukan berdasarkan norma wewenang pemerintah;
f. Tindakan tersebut berorientasi pada tujuan tertentu berdasarkan hukum; dan
g. Tindakan Hukum Pemerintah dapat berbentuk tindakan berdasarkan hukum publik dan berdasarkan
hukum privat.
Tindakan hukum publik adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam
menjalankan fungsi pemerintahan. Tindakan hukum publik ini dilakukan berdasarkan kewenangan
pemerintah yang bersifat hukum publik yang hanya dapat lahir dari kewenangan yang bersifat hukum
publik pula. Sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan
hukum keperdataan.
Tindakan Badan atau Pejabat dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian yakni:
a. Tindakan membuat Keputusan (beschikking)
b. Tindakan membuat Peraturan (regeling)
c. Tindakan Materiil (materiele daad)
ad. 1. Membuat Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking)
Pasal 1 angka (9) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan
kedua Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
merumuskan:
Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku yang bersifat konkrit, individual, dan tindakan yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.
Perumusan ini mengandung arti bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yang memenuhi
unsur-unsur tersebutlah sebagai syarat formal (kumulatif) yang dapat dimohonkan penyelesaiannya di
Peradilan Tata Usaha Negara.
Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan Tata Usaha Negara
yang tidak ada wujudnya tetapi merupakan suatu sikap diam atau tidak mengeluarkan keputusan yang
telah dimohonkan kepadanya sedangkan hal itu menjadi kewajibannya. Terhadap sikap Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dapat dijadikan objek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara
sebagaimana dalam Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986. Hal ini disebut
Keputusan Fiktif Negatif.[4]
Dengan demikian kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai ciri-ciri:
1. Yang bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara.
2. Objek sengketa adalah Keputusan Tata Usaha Negara berupa penetapan tertulis, termasuk yang
dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
3. Keputusan yang dijadikan objek sengketa bersifat konkrit, individual, final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
4. Bukan merupakan keputusan-keputusan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 49 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
ad. 2. Membuat Peraturan (Regeling)
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum tidak termasuk
Keputusan Tata Usaha Negara dalam arti beschikking, yang berarti terhadap perbuatan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang bersifat umum tidak dapat digugat di
Peradilan Tata Usaha Negara. Misalnya Keputusan Menteri, Keputusan Walikota, dan lain-lain.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh Lembaga Negara atau Pejabat berwenang dan mengikat secara
umum.
Perlu dijelaskan bahwa dengan keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2004 Keputusan tidak termasuk pada hierarkhi peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 7. Istilah keputusan diubah dengan sebutan Peraturan misalnya Peraturan Menteri,
Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota, Peraturan Bupati dan lain-lain.
Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945;
b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden; dan
e. Peraturan Daerah.
Bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Sesuai Pasal 56 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2004 dapat diketahui bahwa semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur,
Keputusan Bupati/Walikota atau Keputusan pejabat lainnya, harus dibaca sebagai peraturan sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006
tentang jenis dan bentuk produk hukum daerah menyebutkan jenis produk hukum daerah terdiri atas:
a. Peraturan Daerah;
b. Peraturan Kepala Daerah;
c. Peraturan Bersama Kepala Daerah;
d. Keputusan Kepala Daerah;
e. Instruksi Kepala Daerah;
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum termasuk perundang-undangan tidak merupakan
bagian dari perbuatan keputusan (beschikking) tetapi termasuk perbuatan tata usaha negara di bidang
pembuatan peraturan (Reglement Daad van De Administratie).
ad. 3. Tindakan Materiil (Materiele Daad)
Tindakan materiil adalah tindakan nyata yang tidak melahirkan akibat hukum (Recht Gevolg) dari
perbuatan pemerintah tersebut sedangkan tindakan hukum yaitu ada maksud untuk melahirkan akibat
hukum. Bentuk-bentuk konkrit dari tindakan materiil dapat dicontohkan sebagai berikut:
a. Perbuatan nyata Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam fungsi pelayanan. Dalam fungsi ini
perbuatan nyata dilihat dari:
- Fungsi pelayanan jasa misalnya pelayanan jasa pos dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan
penyediaan air minum, pelayanan jasa angkutan kereta api, pelayanan jasa angkutan laut (PELNI).
- Fungsi pelayanan pemerintahan misalnya:
1. Pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan.
2. Pihak Kelurahan mewajibkan bagi setiap warga yang membuat KTP untuk membuat pas
photo (wajib photo).
b. Fungsi Pembangunan misalnya pembangunan jembatan dan gedung pemerintah.
c. Dalam rangka penegakan hukum misalnya tindakan pengosongan dan penyegelan.



2. Unsur-unsur Tindak Pidana Penipuan
Menurut ahli hukum pidana Andi Zainal Abidin Farid (1961 : 135), bahwa unsur-
unsur tindak pidana penipiuan yang terkandung dalam Pasal 378 tesebut yaitu :
1. Membujuk (menggerakkan hati) orang lain untuk
2. Menyerahkan (afgifte) suatu barang atau supaya membuat suatu hutang atau
menghapuskan suatu hutang
3. Dengan menggunakan upaya-upaya atau cara-cara :
a. Memakai nama palsu
b. Memakai kedudukan palsu
c. Memakai tipu muslihat
d. Memakai rangkaian kata-kata bohong
4. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hukum.
Sedangkan unsur-unsur tindak pidana penipuan menurut Moeljatno (2002 : 70)
adalah sebagai berikut :
1. Ada seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk menyerahkan suatu
barang atau membuat hutang atau menghapus piutang. Barang itu
diserahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang
diserahkan itu tidak selamanya harus kepunyaan sendiri, tetapi juga
kepunyaan orang lain.
2. Penipu itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain
tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk
merugikan orang yang menyerahkan barang itu.
3. Yang menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan
barang itu dengan jalan :
a. Penyerahan barang itu harus akibat dari tindakan tipu daya.
b. Sipenipu harus memperdaya sikorban dengan satu akal yang tersebut
dalam Pasal 378 KUHP.
Sebagai akal penipuan dalam Pasal 378 KUHP mengatur bahwa :
1. Menggunakan akal palsu
Nama palsu adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya,
meskipun perbedaaan itu tampak kecil, misalnya orang yang sebenarnya
bernama Ancis, padahal yang sebenarnya adalah orang lain, yang hendak
menipu itu mengetahui, bahwa hanya kepada orang yang bernama Ancis
orang akan percaya untuk memberikan suatu barang. Supaya ia
mendapatkan barang itu, maka ia memalsukan namanya dari Anci menjadi
Ancis. Akan tetapi kalau sipenipu itu menggunakan nama orang lain yang
sama dengan namanya sendiri, maka ia tidak dikatakan menggunakan nama
palsu tetapi ia tetap dipersalahkan.
2. Menggunkan kedudukan palsu
Seseorang yang dapat dipersalahkan menipu dengan menggunakan
kedudukan palsu, misalnya : X menggunakan kedudukan sebagai pengusaha
dari perusahaan P, padahal ia sudah diberhentikan, kemudian mendatangi
sebuah toko untuk dipesan kepada toko tersebut, dengan mengatakan bahwa
ia X disuruh oleh majikannya untuk mengambil barang-barang itu. Jika toko
itu menyerahkan barang-barang itu kepada X yang dikenal sebagai kuasa
dari perusahaan P, sedangkan toko itu tidak mengetahuinya, bahwa X dapat
dipersalahkan setelah menipu toko itu dengan menggunakan kedudukan
palsu.
3. Menggunakan tipu muslihat
Yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang
dapat menimbulkan gambaran peristiwa yang sebenarnya dibuat-buat
sedemikian rupa sehingga kepalsuan itu dapat mengelabui orang yang
biasanya hati-hati.
4. Menggunakan susunan belit dusta
Kebohongan itu harus sedemikian rupa berbelit-belitnya sehingga merupakan
suatu atau seluruhnya yang nampaknya seperti benar dan tidak mudah
ditemukan di mana-mana.
Tipu muslihat yang digunakan oleh seorang penipu itu harus sedemikian rupa,
sehingga orang yang mempunyai taraf pengetahuan yang umum (wajar) dapat
dikelabui. Jadi selain kelicikan penipu, harus pula diperhatikan keadaan orang yang
kena tipu itu. Tiap-tiap kejahatan harus dipertimbangkan dan harus dibuktikan, bahwa
tipu muslihat yang digunakan adalah begitu menyerupai kebenaran, sehingga dapat
dimengerti bahwa orang yang ditipu sempat percaya. Suatu kebohongan saja belum
cukup untuk menetapkan adanya penipuan. Bohong itu harus disertai tipu muslihat atau
susunan belit dusta, sehingga orang percaya kepada cerita bohong itu.
Unsur-unsur tindak pidana penipuan juga dikemukakan oleh Togat (Moeljatno,
2002 : 72), sebagai berikut :
1. Unsur menggerakkan orang lain ialah tindakan-tindakan, baik berupa
perbuatan-perbuatan mupun perkataan-perkataa yang bersifat menipu.
2. Unsur menyerahkan suatu benda. Menyerahkan suatu benda tidaklah harus
dilakukan sendiri secara langsung oleh orang yang tertipu kepada orang yang
menipu. Dalam hal ini penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang
tertipu itu kepada orang suruhan dari orang yang menipu.
Hanya dalam hal ini, oleh karena unsur kesengajaan maka ini berarti unsur
penyerahan haruslah merupakan akibat langsung dari adanya daya upaya
yang dilakukan oleh si penipu.
3. Unsur memakai nama palsu. Pemakaian nama palsu ini akan terjadi apabila
seseorang menyebutkan sebagai nama suatu nama yang bukan namanya,
dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang
yang namanya disebutkan tadi.
4. Unsur memakai martabat palsu. Dengan martabat palsu dimaksudkan
menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang
mengakibatkan si korban percaya kepadanya, dn berdasarkan kepercayaan
itu ia menyerahkan suatu barang atau memberi hutang atau menghapus
piutang.
5. Unsur memakai tipu muslihat dan unsur rangkaian kebohongan. Unsur tipu
muslihat adalah rangkaian kata-kata, melainkan dari suatu perbuatan yang
sedemikian rupa, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan keprcayaan
terhadap orang lain.
Sedangkan rangkaian kebohongan adalah rangkaian kata-kata dusta atau
kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran yang memberikan kesan
seolah-olah apa yang dikatakan itu adalah benar adanya.
Berdasarkan semua pendapat yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka
seseorang baru dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana penipuan sebagai
mana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP, apabila unsur-unsur yang disebut di dalam
pasal tersebut telah terpenuhi, maka pelaku tindak pidana penipuan tersebut dapat
dijatuhi pidana sesuai perbutannya.
pasal 406 KUHP
MENGHANCURKAN / MERUSAKKAN BARANG ( Pasal 406 Ayat 1 KUHP )
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin
tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik
orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Unsur Subyektif :
1) Dengan sengaja ( opzettelijk )
a. Perbuatan merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang harus
dilakukan dengan sengaja
b. Pelaku harus mengetahui bahwa yang dirusakkan, dibikin tak dapat dipakai atau dihilangkan
adalah suatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain
c. Pelaku harus mengetahui perbuatan merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau
menghilangkan barang itu bersifat melawan hukum

Unsur Obyektif :
1) Merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan
2) Suatu benda
3) Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
4) Secara melawan hukum ( wederrechtlijk )
Diposkan oleh welly di 03.17




Hukum Perusahaan
Berdasarkan pada pengertian-pengertian di atas maka bisa disimpulkan bahwa ruang lingkup hukum
perusahaan meliputi dua hal pokok bahasan, yakni bentuk usaha dan jenis usaha, dan keseluruhan
hukum yang memuat kaidah dan mengatur tata cara pelaksanaannya disebut sebagai hukum
perusahaan.

Yang dimaksud dengan bentuk usaha adalah suatu organisasi atau badan hukum yang menggerakkan
suatu jenis usaha. Bentuk hukum perusahaan tersebut, baik yang bersifat perorangan maupun
organisasi, harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Belum ada peraturan perundangan mengenai bentuk hukum perusahaan perorangan seperti
Perusahaan Otobis (PO) dan Perusahaan Dagang (PD). Perusahaan semacam ini berkembang sesuai
kebutuhan pengusaha, dengan dibuat tertulis di hadapan notaris.

Sedangkan bentuk hukum perusahan yang sudah diatur dalam aturan perundangan adalah bentuk
organisasi atau badan usaha, misalnya:
Firma (Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV) diatur dalam KUHDagang, dan tidak termasuk badan
hukum.

Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007, termasuk badan hukum kategori
Badan Usaha Milik Swasta.

Koperasi diatur dalam UU No. 25 tahun 1992, termasuk badan hukum kategori Badan Usaha Milik
Swasta.

Perum dan Persero diatur dalam UU No. 9 tahun 1969, termasuk badan hukum kategori Badan Usaha
Milik Negara.

Adapun yang dimaksud dengan jenis usaha adalah segala macam usaha meliputi bidang perindustrian,
perdagangan, jasa dan keuangan (pembiayaan). Pengertian usaha sendiri adalah segala bentuk tindakan,
perbuatan atau kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk memperoleh laba.

3. Ruang Lingkup Hukum Perusahaan
Dengan mengacu kepada undang-undang wajib daftar perusahaan, maka perusahaan
didefinisikan sebagai setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat
tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara
Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Bertitik tolak dari definisi
tersebut, maka lingkup pembahasan hukum perusahaan meliputi 2 (dua) hal pokok, yaitu
bentuk usaha dan jenis usaha. Keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk
usaha dan jenis usagha disebut hukum perusahaan.
a. Bentuk Usaha
Bentuk Usaha adalah organisasi usaha atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak
setiap jenis usaha, yang disebut bentuk hukum perusahaan. Dalam bahasa Inggris bentuk
usaha atau bentuk hukum perusahaan disebut company atau corporation. Bentuk hukum
perusahaan diatur/diakui oleh undang-undang, baik yang bersifat perseorangan,
persekutuan atau badan hukum. Bentuk hukum perusahaan perseorangan misalnya
Perusahaan Otobis (PO) dan Perusahaan dagang (PD). Bentuk hukum perusahaan belum
ada pengaturan dalam undang-undang, tetapi berkembang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat pengusaha, dalam parktiknya dibuat tertulis di muka notaris.
Bentuk hukum perusahaan persekutuan dan badan hukum sudah diatur dengan undang-
undang, Firma (Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV) diatur dalam KUHD, Perseroan
Terbatas diatur dalam undang-undang No. 40 tahun 2007, Koperasi diatur dalam UU No.
25 tahun 1992, Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan diatur dalam UU No. 9
tahun 1969, Firma (Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV) adalah bukan badan hukum,
sedangkan Perseroan Terbatas, Koperasi, Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan
Perseroan (Persero) adalah Badan Hukum. Perseroan Terbatas dan Koperasi adalah
Badan Usaha Milik Swasta sedangkan Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan
Perseroan (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara.
a. Jenis Usaha
Jenis Usaha adalah berbagai macam usaha di bidang perekonomian yang meliputi bidang
perindustrian, bidang perdagangan, bidang jasa dan bidang keuangan (pembiayaan).
Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang
perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba. Sedangkan yang dimaksud dengan pengusaha adalah setiap
orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu jenis
perusahaan. Dengan demikian, suatu kegiatan dapat disebut usaha dalam arti hukum
perusahaan apabila memenuhi unsur-unsur berikut ini :
dalam bidang perekonomian;
dilakukan oleh pengusaha;
tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
Jika kegiatan itu bukan dilakukan oleh pengusaha, melainkan oleh pekerja, maka
kegiatan itu disebut pekerjaan, bukan usaha.
Pada dewasa ini ruang lingkup Hukum Dagang itu sendiri menjadi lebih luas lagi, misalnya
dengan adanya PMA dan PMDN, Leasing, Kadin, Perbankan. Pasar Modal dan sebagainya.
Tidak hanya itu pada masa sekarang ini salah satu cabang dari Hukum Dagang, misalnya Hukum
Asuransi juga semakin berkembang jenis dan ruang lingkupnya, misalnya adanya Jamsostek.
demikian juga di dalam Hukum Surat Berharga sekarang jenis dan ruang lingkupnya menjadi
semakin bertambah atau semakin luas, misalnya dengan adanya ATM (kartu plastik) dan
sebagainya.
Di lain pihak Hukum Dagang yang ada di Indonesia yang nota bene merupakan warisan kolonial
yang tentu saja sudah sangat ketinggalan jaman dengan ada era perdagangan bebas nanti apabila
kita tidak seqara melakukan pembenahan-pembenahan tentu saja akan menjadi amat sangat
ketinggalan jaman.
Tantangan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana agar supaya Hukum Dagang yang sekarang
ada ini dapat dipakai sebagai sarana atau rambu-rambu hukum di bidang perdagangan era abad
21.
Dan tidak hanya itu Hukum Dagang yang digunakan di Indonesia juga merupakan hukum yang
berkiblat ke hukum Belanda. Sedangkan pada era globalisasi nanti Hukum Dagang kita akan
semakin tinggi frekuensinya untuk bersinggungan dengan hukum lain misalnya hukum negara
tetangga dan bahkan juga hukum yang berkiblat kepada hukum Inggris.
Oleh karena itu dalam hal ini kita juga perlu memikirkan bagaimana supaya hukum kita tetap
bisa eksis dan wibawa hukum kita tetap dapat dijaga pada masa yang akan datang.
Sebagai contoh misalnya dalam hal sistim pengangkutan kini dikenal sistim pengangkutan
Multimoda dan di dalam hal Surat Berharga kini dikenal juga adanya bermacam-macam produk
dari dunia perbankan misalnya kartu plastik dan sejenisnya yang kesemuanya tersebut di atas
nampaknya pengaturannya belumlah mantap atau barangkali belum ada sama sekali. Apabila kita
tidak segera melakukan pengaturan, terhadap hal-hal baru tersebut maka tentu saja pada
gilirannya masyarakat yang menjadi korbannya apalagi mengingat bahwa hal-hal tersebut di atas
konon berasal dari neqara yang berkiblat hukum kepada hukum Inggris, hal tentu saja akan
semakin meruwetkan masalah. Oleh karena itu pembaharuan Hukum Nasional secara total dan
dalam tempo yang secepat mungkin harus dilakukan menjadi sangat mutlak, mengingat abad 21
sudah diambang pintu.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

D. Ruang Lingkup Hukum Bisnis
Secara garis besar yang merupakan ruang lingkup dari hukum bisnis, antara lain sebagai berikut :
1. Kontrak bisnis
2. Bentuk-bentuk badan usaha (PT, CV, Firma)
3. Perusahaan go publik dan pasar modal
4. Jual beli perusahaan
5. Penanaman modal/investasi (PAM/PMDN)
6. Kepailitan dan likuidasi
7. Merger, konsolidasi dan akuisisi
8. Perkreditan dan pembiayaan
9. Jaminan hutang
10. Surat-surat berharga
11. Ketenagakerjaan/perburuhan
12. Hak Kekayaan Intelektual, yaitu Hak Paten (UU No. 14 tahun 2001, Hak Merek UU No. 15
tahun 2001, Hak Cipta (UU No. 1 19 tahun 2002), Perlindungan Varietas Tanaman (UU No. 29
tahun 2000), Rahasia Dagang (UU No. 30 tahun 2000 ), Desain Industri, (UU No. 31 tahun
2000), dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU No. 32 tahun 2000).
13. Larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
14. Perlindungan konsumen (UU No.8/1999)
15. Keagenan dan distribusi
16. Asuransi (UU No. 2/1992)
17. Perpajakan
18. Penyelesaian sengketa bisnis
19. Bisnis internasional
20. Hukum pengangkutan (dart, laut, udara)
21. Alih Teknologi perlu perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pemilik teknologi
maupun pengguna teknologi seperti mengenai bentuk dan cara pengalihan teknologi asing ke
dalam negeri.
22. Hukum perindustrian/industri pengolahan.
23. Hukum Kegiatan perusahan multinasional (ekspor inport)
24. Hukum Kegiatan Pertambangan
25. Hukum Perbankan (UU No. 10/1998) dan surat-surat berharga
26. Hukum Real estate/perumahan/bangunan
27. Hukum Perjanjian internasional/perdagangan internasional.
28. Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 15 tahun 2002)
HUKUM BISNIS
3.1 Pengertian Hukum Bisnis
Hukum adalah aturan-aturan perilaku yang dapat diberlakukan/ diterapkan untuk mengatur
hubungan antar manusia dan masyarakatnya.
Bisnis adalah sutu organisasi yang menjual barang atas jasa kepada konsumen atau bisnis
lainnya,untuk mencari atau mendapatkan laba .
Hukum bisnis adalah aturan-aturan perilaku yang dapat diberlakukan/ diterapkan untuk mengatur
hubungan antar manusia dan masyarakat yang memiliki pengaturan pada masalah kegiatan bisnis
yang akan mungkin muncul didalam dunia bisnis.

E. Sumber Hukum Bisnis
Yang dimaksud dengan sumber hukum bisnis disini adalah dimana kita bia menemukan sumber
hukum bisnis itu. Yang mana nantinya sumber hukum tersebut dijadikan sebagai dasar hukum
berlakunya hukum yang dipakai dalam menjalankan bisnis tersebut.
Sumber hukum bisnis yang utama/pokok (1338 ayat 1 KUHPerdata) adalah :
Asas kontrak (perjanjian) itu sendiri yang menjadi sumber hukum utama, dimana masing-
masing pihak terikat untuk tunduk kepada kontrak yang telah disepakati. (kontrak yg dibuat
diberlakukan sama dgn UU)
Asas kebebasan berkontrak, dimana para pihak bebas untuk membuat dan menentukan isi dari
kontrak yang mereka sepakati.
Secara umum sumber hukum bisnis (sumber hukum perundangan) tersebut adalah :
1. Hukum Perdata (KUHPerdata)
2. Hukum Dagang (KUHDagang)
3. Hukum Publik (pidana Ekonomi/KUHPidana)
4. Peraturan Perundang-undangan diluar KUHPerdata, KUHPidana, KUHDagang
Atau menurut Munir Fuady, sumber-sumber hukum bisnis adalah :
1. Perundang-undangan
2. Perjanjian
3. Traktat
4. Jurisprudensi
5. Kebiasaan
6. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Hukum Perdata (KUHPerdata), misalnya hukum perjanjian (kontrak), hak-hak kebendaan,
sebagai sumber terjadinya bisnis.
Hukum Publik (Pidana Ekonomi/Bisnis), misalnya kejahatan-kejahatan di bidang ekonomi/bisnis
: Penyeludupan, illegal logging, korupsi, dll
Hukum Dagang (KUH Dagang), misalnya kewajiban pembukuan, perusahaan persekutuan
(Firma, CV), asuransi, pengangkutan, surat berharga, pedagang perantara, keagenan/distributor,
dll).
Peraturan perundang-undangan diluar KUHPerdata dan KUHDagang, misalnya kepailitan,
perlindungan konsumen, anti monopoli/persaingan tidak sehat, penanaman modal
(PMA/PMDN), pasar modal (go public), Perseroan Terbatas, likuidasi, akuisisi, merger,
pembiayaan, hak kekayaan intelektual (cipta, merek, paten), penyelesaian sengketa
bisnis/arbitrase, perdagangan intenasional (WTO)
Sumber-sumber hukum dagang adalah tempat dimana bisa didapatkan peraturan-peraturan
mengenai Hukum Dagang. Beberapa sumber Hukum Dagang yaitu ;
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHD)
KUHD mengatur berbagai perikatan yang berkaitan dengan perkembangan lapangan hukum
perusahaan. Sebagai peraturan yang telah terkodifikasi, KUHD masih terdapat kekurangan
dimana kekurangan tersebut diatur dengan peraturan perundang-undangan yang lain.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Sesuai pasal 1 KUHD, KUH Perdata menjadi sumber hukum dagang sepanjang KUHD tidak
mengatur hal-hal tertentu dan hal-hal tertentu tersebut diatur dalam KUH Perdata khususnya
buku III. Dapat dikatakan bahwa KUH Perdata mengatur pemeriksaan secara umum atau untuk
orang-orang pada umumnya. Sedangkan KUHD lebih bersifat khusus yang ditujukan untuk
kepentingan pedagang.
c. Peraturan Perundang-Undangan
Selain KUHD, masih terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang mengatur
Hukum Dagang, diantaranya ;
1) UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
2) UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT)
3) UU No 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
4) UU No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha
5) UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
dsb
d. Kebiasaan
Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus dan sudah diterima oleh
masyarakat pada umumnya serta pedagang pada khususnya, dapat dipakai juga sebagai sumber
hukum pada Hukum Dagang. Hal ini sesuai dengan pasal 1339 KUH Perdata bahwa perjanjian
tidak saja mengikat yang secara tegas diperjanjikan, tetapi juga terikat pada kebiasaan-kebiasaan
yang sesuai dengan perjanjian tersebut. Contohnya tentang pemberian komisi, jual beli dengan
angsuran, dan sebagainya.
e. Perjanjian yang dibuat para pihak
Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata disebutkan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam hal ini, persetujuan, perjanjian
ataupun kesepakatan memegang peranan bagi para pihak. Contohnya dalam pasal 1477 KUH
Perdata yang menentukan bahwa selama tidak diperjanjikan lain, maka penyerahan terjadi di
tempat dimana barang berada pada saat terjadi kata sepakat. Misalkan penyerahan barang
diperjanjikan dengan klausula FOB (Free On Board) maka penyerahan barang dilaksanakan
ketika barang sudah berada di atas kapal.
f. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional diadakan dengan tujuan agar pengaturan tentang persoalan Hukum
Dagang dapat diatur secara seragam oleh masing-masing hukum nasional dari negara-negara
peserta yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut. Untuk dapat diterima dan
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat maka perjanjian internasional tersebut harus
diratifikasi oleh masing-masing negara yang terikat dalam perjanjian internasional tersebut.
Macam perjanjian internasional ;
1) Traktat yaitu perjanjian bilateral yang dilakukan oleh dua negara saja. Contohnya traktat yang
dibuat oleh Indonesia dengan Amerika yang mengatur tentang pemberian perlindungan hak cipta
yang kemudian disahkan melalui Keppres No.25 Tahun 1989
2) Konvensi yaitu perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara. Contohnya Konvensi Paris
yang mengatur tentang merek.
Pasal 6.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk
menyelenggarakan catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang keadaan
hartanya dan tentang apa yang berhubungan dengan perusahaannya, dengan cara yang
sedemikian sehingga dari catatan-catatan yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu dapat diketahui
semua hak dan kewajibannya. (KUHD 35, 66, 86, 96, 348; KUHP 396 dst.)
Ia diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca yang diatur
menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri. (KUHPerd. 1881.)
Ia diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana ia
menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam allnea pertama beserta neracanya, dan selama
sepuluh tahun, surat-surat dan telegram-telegram yang diterima dan salinan-salinan surat-surat dan
telegiram-telegram yang dikeluarkan. (KUHD 35.)

Pembukuan

PEMBUKUAN

Pembukuan
Pasal 6 ayat (1) KUHD
Pengusaha wajib membuat catatan, sehingga dapat diketahui hak dan kewajibannya setiap saat.
Pasal 6 ayat (2) KUHD
Pengusaha diwajibkan pula untuk membuat dan menandatangani neraca.
Dari neraca ini, dapat diketahui modal yang didapat dari selisih harta dan modal serta
keseimbangan antara debet dan kredit. Pasal ini berkaitan dengan pasal 1131 dan 1132 BW
tentang sita jaminan.
Pasal 6 ayat (3) KUHD
Pengusaha diharuskan menyimpan buku-buku, surat-surat, dan neraca yang dibuatnya selama
tiga puluh tahun serta menyimpan selama sepuluh tahun surat-surat kawat dan tembusannya
baik yang telah dikirim atau diterimanya.
Pembukuan sebagai alat bukti yang menguntungkan
Pasal 7 KUHD
Pembukuan dapat menjadi alat bukti yang menguntungkan.
Pasal 1881 BW
Pasal ini contrary dengan pasal 7 KUHD. Pasal 1881 BW ini mengatakan bahwa pembukuan tidak
dapat dijadikan alat bukti yang menguntungkan. Dengan perbedaan ini berlakulah asas Lex
specialis derogate legi generalis. Jika KUHD mengatur yang lebih khusus dari BW, maka yang
dipergunakan adalah KUHD.
Pembukaan pembukuan
Pasal 8 (1) KUHD
Pembukaan pembukuan atas perintah hakim.
Pada dasarnya, sifat pembukuan itu rahasia. Orang lain yang tidak berkepentingan tidak
boleh tahu. Namun, jika ada perintah hakim, pembukuan tersebut boleh dibuka.
Pasal 8 (2) KUHD
Hakim berhak mendengar para ahli dalam pembukaan pembukuan.
Pasal 9 KUHD
Pengaturan jika pembukuan itu berada di luar yurisdiksi pengadilan yang memeriksa sengketa
yang bersangkutan.
Yang dapat melihat pembukuan
Berdasarkan pasal 12 KUHD, mereka yang dapat melihat pembukuan adalah:
1. Orang yang berkepentingan langsung
2. Ahli waris
3. Sekutu
4. Persero atau pemegang saham
5. Kreditur dalam hal kepailitan
UU Dokumen Perusahaan (UU No. 8 tahun 1997)
Latar belakang Undang-undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, yaitu:
a. Penyelenggaraan perusahaan yang efektif dan efisien.
b. Peraturan lama (KUHD) tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan di bidang
ekonomi dan perdagangan.
c. Beban ekonomis dan administrative dalam penyimpanan dokumen.
d. Meskipun demikian, tetap diperlukan penyimpanan dokumen untuk menjamin kepastian hukum
untuk melindungi para pihak.
e. Kewajiban membuat dan menyimpan dokumen perusahaan harus tetap dijalankan
f. Perlu pembaharuan mengenai media yang membuat dokumen dan pengurangan jangka waktu
penyimpanannya.
g. Kemajuan teknologi telah memungkinkan catatan dan dokumen di atas kertas dialihkan dalam
media elektronik atau dibuat secara langsung dalam media elektronik.
Pengertian Perusahaan
Pasal 1 butir (1) UU No. 8 tahun 1997
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara bertahap dan terus-
menerus dengan tujuan mencari keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh
perorangan maupun badan usaha yang berbentuk Badan Hukum atau bukan Badan Hukum yang
berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.
Badan Hukum : PT, koperasi
Bukan Badan Hukum : CV, UD, Firma
Pengertian Dokumen Perusahaan
Pasal 1 butir (2) UU No. 8 tahun 1997
Dokumen perusahaan adalah data, catatan dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima
perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain
maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Pembagian Dokumen Perusahaan
1. Dokumen keuangan
Pasal 3 UU No. 8 tahun 1997
Terdiri dari catatan, bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan, yang
merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.
Catatan:
Pasal 5 UU No. 8 tahun 1997
Catatan terdiri dari neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi
harian atau setiap tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal-hal lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha suatu perusahaan.
Pasal 8 UU No. 8 tahun 1997
Setiap perusahaan wajib membuat catatan, dalam huruf latin, angka arab, satuan mata uang
rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia.
2. Dokumen lainnya
Pasal 4 UU No. 8 tahun 1997
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi
perusahaan meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.
Penyimpanan
Pasal 11 UU No. 8 tahun 1997
Catatan, bukti pembukuan, data pendukung administrasi keuangan wajib disimpan selama
sepuluh tahun.
Pengalihan
Pasal 12 UU No. 8 tahun 1997
Dokumen perusahaan dapat dialihkan dalam bentuk microfilm atau media lainnya. Setiap
pengalihan wajib dilegalisasi.
Pemindahan
Pasal 17 UU No. 8 tahun 1997
Pemindahan dokumen perusahaan dari unit pengelolaan ke unit kearsipan di lingkungan
perusahaan tersebut dilakukan berdasarkan keputusan pimpinan perusahaan yang
pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan.
Penyerahan
Pasal 18 UU No. 8 tahun 1997
Dokumen perusahaan tertentu yang mempunyai nilai guna bagi kepentingan nasional wajib
diserahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia berdasarkan keputusan pimpinan
perusahaan.
Pemusnahan
Pasal 19 UU No. 8 tahun 1997
Pemusnahan catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung administrasi keuangan
dilaksanakan berdasarkan keputusan pimpinan perusahaan.
Pemusnahan ini bertujuan agar tidak membebani biaya penyimpanan.
Tanggung Jawab Pemusnahan
Pasal 19 ayat (3) UU No. 8 tahun 1997
Pada dasarnya pemimpin perusahaan yang bertanggung jawab.
Dengan adanya UU No. 8 tahun 1997 ini, maka:
a. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pasal 6 KUHD tetap
berlaku sepanjang belum diganti atau tidak bertentangan dengan undang-undang ini. (Pasal 29
UU No. 8 tahun 1997)
b. Pasal 6 KUHD dan semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan dokumen
perusahaan, penyimpananm pemindahan, penyerahan, dan pemusnahan arsip yang
bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku. (Pasal 30 UU No. 8 tahun
1997)

Anda mungkin juga menyukai