Anda di halaman 1dari 6

1.

Apabila suatu Badan dan/atau Pejabat Pemerintah yang melakukan tindakan


administrasi telah melanggar larangan penyalahgunaan wewenang yang meliputi
larangan (1) melampaui wewenang,1 (2) mencampuradukkan wewenang,2 dan (3)
bertindak sewenang-wenang,3 maka tindakan tersebut merupakan suatu tindakan
yang cacat yuridis sehingga terhadap tindakan yang dilakukan adalah batal demi
hukum. Dampaknya adalah tindakan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat dan segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada. 4
Hal ini mengingat tindakan yang dimaksudkan di atas sudah termasuk ke dalam
tindakan yang senyata-nyatanya dilakukan tanpa adanya kewenangan.5 Contohnya
adalah seorang Gubernur yang menerbitkan suatu Keputusan Pemberhentian Dosen
PNS yang bekerja di suatu PTN dalam wilayah kekuasaannya. Hal ini dikarenakan
pengangkatan dan pemberhentian dosen PNS dilakukan oleh dan menjadi
kewenangan Menteri yang mengurusi bidang pendidikan tinggi, bukan dilakukan
oleh dan menjadi kewenangan seorang Gubernur.
Namun, ketika suatu Badan dan/atau Pejabat Pemerintah yang melakukan tindakan
administrasi hanya melanggar larangan penyalahgunaan wewenang yang
mencampuradukkan kewenangannya, maka tindakan tersebut dapat dibatalkan. 6
Dampaknya adalah tindakan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat saat
dibatalkan atau tetap sah sampai adanya pembatalan serta berakhir setelah adanya
pembatalan (asas praesumptio iustae causa).7 Contohnya seorang Gubernur Bank
Indonesia yang telah mengesahkan keputusan untuk memberikan dana talangan
untuk menanggulangi dampak krisis global, tetapi alasan pemberian keputusan
tersebut dikarenakan pejabat yang dimaksudkan telah menerima suap.8
Adapun terhadap tindakan administrasi pemerintah atau suatu keputusan yang dapat
dibatalkan dan batal demi hukum, harus terlebih dahulu melalui suatu proses
pemeriksaan dan pengujian serta didasarkan pada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.9

1
Indonesia, Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. LNRI Tahun 2014
Nomor 292, TLNRI Nomor 5601, Pasal 18 ayat (1).
2
Ibid., Pasal 18 ayat (2).
3
Ibid., Pasal 18 ayat (3).
4
Ibid., Pasal 70 ayat (2).
5
Sri Nur Hari Susanto, Jurnal HAN dan Pemerintahan Vol. 3 Isu 3, Sep. 2020, “Metode Perolehan dan
Batas-Batas Wewenang Pemerintahan,” ISSN 2621-2781 Online, hlm. 438.
6
Op.Cit., Pasal 19 ayat (2).
7
Ibid., Pasal 71 ayat (2).
8
Yudhi Widyo Armono, Korupsi karena Penyalahgunaan Wewenang,
https://media.neliti.com/media/publications/170347-ID-korupsi-karena-penyalahgunaan-wewenang.pdf
9
Op.Cit., Pasal 19.
2. Perbandingan antara Pembatalan dan Pencabutan
Pembatalan Pencabutan
1. Diatur dalam Pasal 66, Pasal 67, dan 1. Diatur dalam Pasal 64 dan Pasal 68
Pasal 68 UU Administrasi UU Administrasi Pemerintahan
Pemerintahan
2. Keputusan hanya dapat dibatalkan 2. Keputusan hanya dapat dilakukan
apabila terdapat cacat (a) pencabutan apabila terdapat cacat (a)
wewenang, (b) prosedur, dan/atau wewenang, (b) prosedur, dan/atau (c)
(c) substansi substansi
3. Setelah keputusan dicabut, harus
3. Setelah keputusan dibatalkan, harus diterbitkan keputusan baru dengan
ditetapkan keputusan baru dengan mencantumkan dasar hukum
mencantumkan dasar hukum pencabutan dan dengan
pembatalan dan dengan memperhatikan AUPB
memperhatikan AUPB 4. Pencabutan keputusan dilakukan
4. Pembatalan keputusan dilakukan oleh:
oleh: a. Pejabat pemerintah yang
a. Pejabat pemerintah yang menetapkan (paling lama 5 hari
menetapkan (paling lama 5 hari sejak ditemukannya dasar
sejak ditemukannya dasar pencabutan)
pencabutan) b. Atasan pejabat pemerintah yang
b. Atasan pejabat pemerintah yang menetapkan (paling lama 5 hari
menetapkan (paling lama 5 hari sejak ditemukannya dasar
sejak ditemukannya dasar pencabutan)
pencabutan) c. Perintah pengadilan (paling lama
c. Perintah pengadilan (paling lama 21 hari sejak ditemukannya dasar
21 hari sejak ditemukannya dasar pencabutan)
pencabutan) 5. Badan/pejabat pemerintah akan
5. Pembatalan keputusan yang menetapkan keputusan pencabutan
menyangkut kepentingan umum dan keputusan yang telah dicabut
wajib diumumkan melalui media tidak memiliki kekuatan hukum
massa
6. Badan/pejabat pemerintah perlu
menarik kembali semua dokumen,
arsip, dan/atau barang yang menjadi
akibat hukum dari Keputusan atau
menjadi dasar penetapan keputusan
7. Pemilik dokumen, arsip, dan/atau
barang yang merupakan bagian dari
keputusan tersebut wajib
mengembalikannya kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
menetapkan pembatalan Keputusan
8. Badan/pejabat pemerintah harus
Pembatalan Pencabutan
menetapkan keputusan baru untuk
menindaklanjuti keputusan
pembatalan

3. Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau


Penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik. 10
Tindakan tersebut harus dijalankan dengan hati-hati mengingat setiap kewenangan
memiliki batasannya masing-masing dalam peraturan perundang-undangan, antara
lain: 11
a. Masa atau tenggang waktu wewenang (onbevoegdheid ratione temporis /
onbevoegdheid naar tijd), keberlakuan pejabat administrasi dalam kepemilikan
wewenangnya, berdasakan kedudukannya, sehingga jika telah berakhir masa
atau tenggang waktu kedudukannya, pejabat dimaksud tidak dibenarkan
mengambil suatu keputusan dan/atau tindakan;
b. Wilayah atau daerah berlakunya wewenang (onbevoegdheid ratione loci /
onbevoegdheid naar plaats), luasnya daerah kekuasaan yang dimiliki dalam
melakukan pengurusan dan melakukan tindakan administrasi pemerintahan ; dan
c. Cakupan bidang atau materi atau substansi wewenang (onbevoegdheid ratione
materie / onbevoegdheid naar materie),12 menyangkut dengan tugas pokok dan
fungsi dari Badan/Pejabat pemertintah yang memiliki kewenangan dalam hal
melakukan tindakan administrasi pemerintah.

4. Sengketa Kewenangan adalah klaim penggunaan wewenang yang dilakukan oleh 2


(dua) Pejabat Pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh tumpang tindih atau
tidak jelasnya Pejabat Pemerintahan yang berwenang menangani suatu urusan
pemerintahan.13 Sengketa karena:
a. ketidakjelasan kewenangan terjadi karena tidak ada pembagian kewenangan
secara jelas untuk bertindak dalam satu bidang urusan pemerintahan yang
terkait, atau bertindak sebagai pejabat tidak definitif (pelaksana tugas).

10
Ibid.., Pasal 15 ayat (1).
11
Ibid., Pasal 15 ayat (1).
12
Harsanto Nursadi, Jurnal Hukum dan Pembangunan Vol. 48 No. I, Mar. 2018. “Tindakan Hukum
Administrasi (Negara) Perpajakan yang Dapat Berakibat pada Tindakan Pidana,” ISSN 0125-9687, e-
ISSN 2503-1465, hlm. 121
13
Op.Cit., Pasal 1 poin (13).
Contohnya, mandat Presiden Republik Indonesia kepada Menteri Perencanaan
dan Pembangunan Negara/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional untuk melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai Koordinator
Investasi (Chief Investment Officer). Sementara, kewenangan atributif di bidang
koordinasi investasi atau penanaman modal telah diberikan kepada Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Pelaksanaan kewenangan di bidang investasi
tersebut mungkin menimbulkan potensi sengketa kewenangan yang tentu
menjadi perhatian dalam UU Administrasi Pemerintahan.14
b. tumpang-tindih kewenangan disebabkan karena pelaksanaan kewenangan
pejabat pemerintahan yang satu bersinggungan dengan kewenangan pejabat
pemerintahan yang lain, sehingga pelaksanaan kewenangan menjadi kurang
efektif dan efisien. Contoh, Menteri Perencanaan dan Pembangunan
Negara/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan Menteri
Keuangan diberikan kewenangan atributif untuk melakukan perencanaan (PP
40/2006 tentang SPN) dan penganggaran (PP 90/2010 tentang RKA-K/L)
pembangunan nasional. Tarik-menarik kewenangan di bidang perencanaan
penganggaran pembangunan nasional terjadi karena dua pejabat pemerintahan
bertindak dalam satu bidang urusan pemerintahan yang saling bersinggungan,
dimana pembagian kewenangan tidak didasarkan pada proporsi yang dapat
mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Alhasil, penyelenggaran
perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional seringkali tidak sinkron.

Adapun terhadap wewenang dalam hal penyelesaian sengketa kewenangan berada


pada antarsesama atasan Pejabat pemerintahan yang bersengketa melalui koordinasi
yang menghasilkan kesepakatan yang mengikat antar pihak-pihak yang bersengketa
sepanjang tidak merugikan keuangan negara, asset negara, dan/atau lingkungan
hidup.15 Kesepakatan ini dapat ditempuh melalui negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.
Pilihan tersebut akan menjadi diskresi atasan pejabat pemerintahan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (2) UU Administrasi Pemerintahan. Dengan kata
lain, atasan pejabat pemerintahan perlu berinisiatif memilih upaya penyelesaian
sengketa kewenangan, sehingga antara dua atau lebih pejabat yang bersengketa

14
A. Haryo Yudanto, Sengketa Kewenangan dalam Administrasi Pemerintahan: Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang Terabaikan, 2016,
http://jdih.bappenas.go.id/data/file/sengketa_kewenangan_dalam_AP.pdf
15
Op.Cit., Pasal 16.
16
dapat menghasilkan kesepakatan. Konsep ini hanya berlaku internal dalam satu
instansi pemerintahan dan apabila telah dilakukan koordinasi belum juga mencapai
suatu kesepakatan, maka penyelesaian sengketa tersebut akan diputuskan oleh
Presiden.17
Sementara, jika lembaga negara menghadapi sengketa kewenangan, maka
penyelesaian sengketa dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi yang diatur dalam UU
Mahkamah Konstitusi dan telah dijabarkan secara teknis dalam Peraturan
Mahkamah Konstitusi No. 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa
Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.18

5. Contoh lain sengketa kewenangan yang saya ketahui adalah kewenangan dalam hal
pemberian dan penerbitan izin usaha industri khususnya kepada industri farmasi.
Kewenangan pemberian dan penerbitan izin usaha industri secara umum dimiliki
oleh Kementerian Perindustrian melalui UU No. 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian dan PP No. 107 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri dan dapat
didelegasikan kepada Instansi Pemerintah Pusat yang menyelenggarakan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Kepala Daerah sesuai dengan klasifikasi yang
ada.19 Sedangkan secara khusus kewenangan pemberian dan penerbitan izin usaha
industri farmasi dimiliki oleh Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri
Kesehatan No. 16 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi yang mana
kewenangan tersebut didelegasikan kepada Direktur Jenderal yang membidangi
kefarmasian dan alat kesehatan.20
Jika dilihat secara seksama, kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian
Kesehatan sudah tidak relevan, mengingat:
a. Konsideran aturan hukum yang menjadi dasar kewenangannya sudah tidak
berlaku, yakni UU 5/1984 tentang Perindustrian dan PP 13/1995 tentang Izin
Usaha Industri

16
A. Haryo Yudanto, Sengketa Kewenangan dalam.., 2016,
http://jdih.bappenas.go.id/data/file/sengketa_kewenangan_dalam_AP.pdf
17
Op.Cit., Pasal 16.
18
A. Haryo Yudanto, Sengketa Kewenangan dalam.., 2016,
http://jdih.bappenas.go.id/data/file/sengketa_kewenangan_dalam_AP.pdf
19
Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 107 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri. LNRI Tahun 2015
Nomor 329, TLNRI Nomor 5797, Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 dan Pasal 12.
20
Kementerian Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang
Industri Farmasi, Berita Negara Tahun 2010 Nomor, Pasal 4
b. UU 36/2009 tentang Kesehatan tidak memberikan kewenangan terkait dengan
pemberian dan penerbitan izin usaha industri, terlebih industri yang bergerak di
bidang kefarmasian;
Sehingga, kewenangan pemberian dan penerbitan izin usaha industri kefarmasian
seharusnya dilimpahkan kepada Kementerian Perindustrian selaku Kementerian yang
membidangi urusan Perindustrian, tanpa melihat komoditas usaha yang dijalankan
industri tersebut. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi para
pelaku usaha. Adapun Kementerian Kesehatan hanya berwenang untuk mengatur
persyaratan teknisnya saja dan juga berpartisipasi terhadap pemeriksaan serta
peninjauan langsung ke industri bersama dengan tim yang dibuat sebagai syarat
teknis sebelum izin industri tersebut diberikan atau diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai