Anda di halaman 1dari 2

UJIAN AKHIR SEMESTER

NAMA : NIDYA KHOPIYA NISRINA


NPM : 010119123
KELAS : CD (SEMESTER 6)
MATAKULIAH : TANGGUNGGUGAT NEGARA DAN PEMERINTAH
DOSEN : ARI WUISANG S.H., M.H.

JAWAB :

1. Dulu penggugat harus menggugat kebijakan pemerintah ke Pengadilan Negeri dan untuk
sekarang penggugat bisa mengguat kebijakan pemerintah ke Pengadilan Tata Usana Negara
(PTUN).

Dimana dulu PTUN hanya bisa untuk kebijakan perorangan, tapi setelah adanya UU No.30
Tahun 2014 maka Pengadilan Tata Usaha Negara juga menangani Kebijakan Umum.

2. Dalam kasus ini gugatannya adalah Kebijakan Pemerintah dimana dikeluarkannya kebijakan
untuk melakukan throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa daerah dan di susul
dengan pemutusan aliran Internet secara menyeluruh. Karna Kebijaksanaan merupakan salah satu
instrumen hukum yang merupakan tindakan dari pemerintah.

3. Iya, kebijakan pemerintah (beleids) dapat digugat. Dengan syarat adanya pembuktian yang nyata
dan harus jelas kerugiannya.

4. Dalam kasus di atas


Penggugat yaitu Perkumpulan organisasi masyarakat sipil :
 AJI ( Aliansi Jurnal Indonesia )
 YLBHI
 YLBH Pers
 ICJR Elsam
 Safenet
Tergugat berdasarkan pasal 1365 harus disebut jelas dengan instansinya :
 Presiden
 Mentri Komunikasi dan informasi

5. Dasar hukumnya adalah :


Pasal 1365 KUHperdata, uu no. 30 Tahun 2014, Surat edaran Mahkamah agungNo. 4 Tahun 2016
6. Meminta ganti rugi atas kerugian dari kebijakan pemerintah dalam memutus jaringan Internet
dengan jangka waktu yang lumayan panjang.

7. Dulu sebelum lahirnya uu no. 30 tahun 2014,yg dikatakan sebagai keputusan administrasi negara
bersifat konkret individual ( keputusan tersebut ditujukan untuk orang tertentu atau lembaga
tertentu yg namanya tercantum dengan jelas, contoh: sertif tanah, izin mendirikan bangunan, surat
pengangkatan pegawai negeri), namun dengan keluarnya UU No.30 Tahun 2014, maka tidak
hanya bersifat individual saja, namun keputusan administrasi sifat nya menjadi meluas.
(Pasal 87)
Tahap pembuatan perizinan
a. Tahap Permohonan
b. Tahap pemprosesan
c. Tahap penerbitan izin (izin bisa diterbitkan atau tidak)

8. Sesuai Pasal 1 angka 9 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa diskresi
adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat
Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak
mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Kewenangan
diskresi seringkali terbit manakala suatu program pemerintah tidak berjalan optimal dan
mengarah kepada stagnasi akibat dari peraturan yang berlaku tidak lengkap atau tidak jelas. Maka
dari itu pemerintah (Para pejabat pemerintah) perlu diberikan diskresi untuk mengatasi persoalan-
persoalan yang terjadi.

Contoh wujud konkrit diskresi :


Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko adalah pembentukan Tim Perundingan
Pemerintah Republik Indonesia dan pelaksanaan perundingan dengan lembaga keuangan
internasional dalam rangka pemberian dan pelaksanaan Jaminan Pemerintah Atas Pembiayaan
Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung Dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Badan
Usaha Milik Negara. Kewenangan untuk membentuk Tim Perundingan dan pelaksanaan
perundingan tersebut belum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
189/PMK.08/2015.

9. Bisa karna adanya Teori Melebur dan juga di dalam UU PERATUN berbunyi, keputusan TUN
adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarakan oleh Badan atau Pejabat yang berisi tindakan
hukum TUN yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat
konkret, individual, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Berdasarkan pasal 53 ayat (2) UU PTUN, makna menimbulkan akibat hukum dapat ditelusuri
oleh adanya kerugian hukum. Dalam pengujian sengketa, Hakim PTUN dalam mengonstruksi
kerugian hukum berdasarkan adanya fakta kerugian hukum yang langsung, berdasarkan asas
kausalitas dan menimbulkan kerugian yang nyata. Adanya kerugian langsung dan nyata dapat
ditelusuri apabila KTUN yang dipersoalkan tersebut memiliki hubungan hukum dengan orang
atau badan hukum perdata. Namun dengan adanya klausul “berpotensi menimbulkan akibat
hukum” menyebabkan adanya perluasan makna terhadap legal standing orang atau badan
hukum perdata yang akan menggugat di PTUN yang kerugiannya belum nyata sekalipun
telah dapat digugat di PTUN.

10. Secara sederhana, teori melebur dapat diartikan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk melakukan perbuatan perdata, atau
perbuatan perdata yang kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.
Sehingga dapat dikategorikan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara melebur ke dalam perbuatan
perdata.

Karena perbuatan perdata ini memang dimaksudkan agar dapat dilakukan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara.

Anda mungkin juga menyukai