Anda di halaman 1dari 139

Cover

Halaman UU Hak Cipta


Halaman Judul Utama
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga buku ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga modul ini dapat menambah pengetahuan dan pengelaman
bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
modul ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam modul ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan buku ini.

Bangka, 27 Juli 2021


Penulis

Christianingrum, S.Pd., M.M.


Contents
No table of contents entries found.
BAB I
DASAR-DASAR PERILAKU KONSUMEN
BAGIAN I - Pengertian Perilaku Konsumen
- Perspektif Pengaruh Perilaku Konsumen
- Kerangka Analisis Perilaku Konsumen
- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

BAGIAN II - Manfaat Mempelajari Perilaku Konsumen


- Hubungan Pemasaran dan Perilaku Konsumen

TUJUAN BAGIAN I DAN II

Setelah membaca bagian I dan II ini. Pembaca diharapkan dapat


memahami mengenai :
1. Pengertian dan definisi teori Perilaku Konsumen
2. Perspektif Perilaku Konsumen
3. Kerangka Perilaku Konsumen
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen
5. Manfaat dan pentingnya mempelajari Perilaku Konsumen
6. Hubungan pemasaran dan Perilaku Konsumen
BAB I
DASAR-DASAR PERILAKU KONSUMEN
BAGIAN I

1.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Istilah perilaku erat hubunganya dengan objek yang studinya diarahkan pada
permasalahan manusia. Dibidang studi pemasaran, konsep perilaku konsumen secara terus-
menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Pada dasarnya perilaku konsumen
merupakan tindakan atau perilaku, termasuk di dalamnya aspek-aspek yang mempengaruhi
tindakan itu, yang berhubungan dengan usaha untuk mendapatkan produk (barang dan jasa)
guna memenuhi kebutuhannya.

Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita
harus mamahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa
yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang
memengaruhi serta dipengurhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa da dilakukan konsumen.
(Nugroho)

Oleh karena itu, saat ini konsumen begitu dimanjakan dengan berbagai produk yang
dapat dipilih untuk memenuhi kebutuhan. Era produsen mengendalikan konsumen telah
berlalu dan telah digantikan dengan era dimana konsumen memegang kendali. Konsumen
yang mendikte produk apa yang seharusnya diproduksi oleh perusahaan. Perusahaan kini
harus berfokus pada konsumen, konsumen adalah bagian terpenting dari perusahaan.

Para ahli berpendapat mengenai definisi perilaku konsumen, sebagai berikut;


1. Shiffman dan Kanuk (2000) menjelaskan bahwa :

“Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching
for, purchasing, using, evaluating, and disposintog of products, services, and ideas they
expect will satisfy they needs”.

Pengertian tersebut diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam


mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide
yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya
dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.

2. Loudon dan Della Bitta (1993) berpendapat bahwa :


“Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity
individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and
services”.

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan


kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai,
mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.

3. Engel et al. (1994 : 3) mendefiniskan sebagai berikut :

“Consumer behavior is defined as the acts of individuals directly involved in obtaining


and using economic good services including the decision process that precede and
determine these acts”.

Periaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam


mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses
yang mendahului dan menyusul dari tindakan tersebut.

4. Ebert dan Griffin (1995) perilaku konsumen dijelaskan sebagai :

“The various facets of the decision of the decision process by which customers come to
purchase and consume a product”.

Istilah perilaku konsumen dapat dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat
keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.

5. Mowen (1990 : 5) mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah :

“Studi unit-unit dan proses pembuatan keputusan yang terlibat dalam menerima,
menggunakan dan penentuan barang, jasa, dan ide.”

Definisi tersebut menggunakan istilah unit-unit pembuat keputusan, karena


keputusan dapat dibuat oleh individu atau kelompok. Definisi tersebut juga mengatakan
bahwa konsumsi adalah proses yang diawali dengan penerimaan, konsumsi, dan diakhiri
dengan penentuan (disposition).

6. Menurut Swastha dan Handoko (1987 : 9) mendefinisikan bahwa perilaku konsumen :

“Merupakan tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh
dan menggunakan barang dan jasa, termasuk dalam kegiatan pengambilan keputusan.”

Perilaku konsumen melibatkan interkasi antara pengaruh (afeksi) dan kognisi,


perilaku dan kejadian di sekitar. Untuk memahami konsumen dan mengembangkan
strategi pemasaran kita harus memahami apa yang dipikirkan (kognisi) apa yang
dirasakan (afeksi) dan apa yang mereka lakukan serta kejadian sekitar yang
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan
konsumen.

7. Peter & Olson, (1999) berpendapat bahwa :

“Interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian disekitar kita,
dimana terdapat aspek pertukaran didalamnya”.
Dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor penting dalam definisi
tersebut, yaitu perilaku konsumen adalah dinamis, melibatkan interaksi antara pengaruh
dan kognisi, perilaku dan kejadian sekitar, adanya aspek pertukaran. Perilaku konsumen
adalah dinamis artinya bahwa seorang individu konsumen, suatu komunitas konsumen,
atau masayarakat luas akan selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Hal ini
berdampak tidak hanya pada studi perilaku konsumen itu sendiri akan tetapi juga pada
pengembangan strategi pemasaran.

1.2 Perspektif Pengaruh Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi suatu individu karena berbagai
alasan untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku konsumen, termasuk mereka yang
kepentingan utamanya adalah pemasaran, pendidikan, dan perlindungan konsumen, serta
kebijakan umum.

Mowen dan Minor (2002:11-14) menjelaskan bahwa terdapat tiga perspektif riset
perilaku konsumen, yaitu perspektif pengambilan keputusan (decision-making perspective),
perspektif pengalaman (experiential persepective) dan perspektif pengaruh perilaku
(behavioral influence perspective).

Ketiga perspektif tersebut sangat berguna untuk dipahami. Perspektif pengambilan


keputusan (decision-making perspective) menggambarkan seorang konsumen sedang
melakukan serangkaian langkah-langkah tertentu pada saat melakukan pembelian. Langkah
tersebut meliputi pengenalan masalah, mencari, evaluasi alternatif, memilih, dan evaluasi
pasca perolehan.

Pengambilan keputusan konsumen berdasarkan perspektif pengalaman (experiental


perspective), untuk beberapa hal konsumen tidak melakukan pembelian sesuai dengan
proses pengambilan keputusan yang rasional. Akan tetapi konsumen melakukan pembelian
produk atau jasa tertentu dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan, menciptakan
fantasi, atau perasaan emosi saja. Dalam perspektif pengalaman, hal yang menyebabkan
konsumen melakukan pembelian adalah dari timbulnya dorongan dari dalam hati dan
adanya keinginan konsumen untuk mencari variasi, yang terjadi ketika konsumen mulai
beralih ke merek lain sebab tergoda oleh produk baru lain.

Pengambilan keputusan konsumen berdasarkan perspektif pengaruh perilaku


(behavioral influence perspective) mengasumsikan bahwa kekuatan lingkungan memaksa
konsumen untuk melakukan pembelian tanpa harus terlebih dahulu membangun perasaan
atau kepercayaan terhadap produk. Pada perspektif ini, konsumen melakukan pembelian
produk atau jasa selain melalui proses pengambilan keputusan rasional namun juga
bergantung pada perasaannya sehingga tindakan pembelian konsumen secara langsung
merupakan hasil dari kekuatan lingkungan. Sebagai contoh adalah sarana promosi
penjualan, nilai-nilai budaya, lingkungan fisik, dan tekanan ekonomi. Dalam perspektif ini,
meskipun pada dasarnya seorang konsumen tidak menyukai produk atau jasa namun
dikarenakan adanya tekanan kelompok atau sosial yang kuat, pada akhirnya akan
mendorong konsumen tersebut untuk membeli.

Adapun alasan mempelajari perilaku konsumen dapat diiktisarkan sebagai berikut:


1. Analisis konsumen menjadi dasar bagi manager pemasaran. Hal ini membantu menajer
dalam:
a. Menyusun bauran pemasaran.
b. Segmentasi
c. Defferensiasi dan product positioning.
d. Menyediakan dasar analisisi lingkungan
e. Mengembangkan riset pemasaran.

2. Analisis konsumen memainkan peranan kritis dalam pengembangan kebijakan publik.

3. Pengetahuan mengenai perilaku konsumen dalam mengembangkan kemampuan


konsumen untuk menjadi konsumen yang lebih efektif.

4. Analisis konsumen memberikan pengetahuan tentang perilaku manusia.

5. Studi perilaku konsumen memberikan 3 jenis informasi, yaitu:

a. Orientasi konsumen.
b. Fakta mengenai perilaku pembelian.
c. Teori yang membimbing dalam proses berfikir.

1.3 Hubungan Pemasaran dan Perilaku Konsumen

Pengertian Pemasaran menurut Stanton adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-
kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan,
dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan, baik kepada konsumen
yang ada maupun konsumen potensial (Stanton, 1997). Pengertian tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa pemasaran sebagai suatu sistem dari kegiatan-kegiatan yang
saling berhubungan, ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan,
dan mendistribusikan barang/jasa kepada konsumen secara individual maupun kelompok.
Kegiatan-kegiatan tersebut beroperasi dalam suatu lingkungan yang dibatasi sumber-sumber
dari perusahaan itu sendiri, peraturan-peraturan, maupun konsekuensi sosial perusahaan.

Pengertian pemasaran menurut Kotler (2000: 8), pemasaran adalah proses sosial dan
manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk dengan pihak lain.
Dalam hal ini pemasaran merupakan proses pertemuan antara individu dan kelompok
dimana masing-masing pihak ingin mendapatkan apa yang mereka butuhkan/inginkan
melalui tahap menciptakan, menawarkan, dan pertukaran. Definisi pemasaran tersebut
berdasarkan pada prinsip inti yang meliputi: kebutuhan (needs), produk (goods, services and
idea), permintaan (demands), nilai, biaya, kepuasan, pertukaran, transaksi, hubungan, dan
jaringan, pasar, pemasar, serta prospek.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi cara dan keberhasilan perusahaan terhadap
pemasarannya, yaitu:

1. Lingkungan eksternal sistem pemasaran.


Lingkungan ini tidak dapat dikendalikan perusahaan, misalnya kebebasan masyarakat
dalam menerima atau menolak produk perusahaan, politik dan peraturan pemerintah,
keadaan perekonomian, kependudukan serta munculnya pesaing.

2. Variabel internal sistem pemasaran.

Variabel ini dapat dikendalikan oleh perusahaan, terdiri atas dua kelompok, yaitu
sumber bukan pemasaran (kemampuan produksi, keuangan, dan personal) dan komponen-
komponen bauran pemasaran yang meliputi: produk, harga, promosi, dan distribusi
(Swastha, 2002). Perilaku konsumen mempelajari dimana, dalam kondisi macam apa, dan
bagaimana kebiasaan seseorang membeli produk tertentu dengan merk tertentu.
Kesemuanya ini sangat membantu manajer pemasaran di dalam menyusun kebijaksanaan
pemasaran perusahaan.

Proses pengambilan keputusan pembelian suatu barang atau jasa akan melibatkan
berbagai pihak, sesuai dengan peran masing-masing. Peran yang dilakukan tersebut adalah:

1. Initiator, adalah individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu;


2. Influencer, adalah individu yang berpengaruh terhadapkeputusan pembelian.
Informasi mengenai kriteria yang diberikan akan dipertimbangkan baik secara
sengaja atau tidak;
3. Decider, adalah yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan
dibeli, bagaimana membelinya;
4. Buyer, adalah individu yang melakukan transaksi pembelian sesungguhnya;
5. User, yaitu individu yang mempergunakan produk atau jasa yang dibeli.

Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen melakukan pembelian terhadap suatu


produk. Manajemen perlu mempelajari faktor-faktor tersebut agar program pemasarannya
dapat lebih berhasil. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi, psikologis,
sosiologis dan antropologis. Alasan mengapa konsumen membeli produk tertentu atau
membeli pada penjual tertentu adalah faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam
menentukan desain produk, harga, saluran distribusi, dan program promosi yang efektif,
serta beberapa aspek lain dari program pemasaran perusahaan.

Adapun beberapa teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut: (1) Teori Ekonomi
Mikro. Teori ini beranggapan bahwa setiap konsumen akan berusaha memperoleh kepuasan
maksimal. Mereka akan berupaya meneruskan pembeliannya terhadap suatu produk apabila
memperoleh kepuasan dari produk yang telah dikonsumsinya, di mana kepuasan ini
sebanding atau lebih besar dengan marginal utility yang diturunkan dari pengeluaran yang
sama untuk beberapa produk yang lain; (2) Teori Psikologis. Teori ini mendasarkan diri
pada faktor-faktor psikologis individu yang dipengaruhi oleh kekuatan- kekuatan
lingkungan. Bidang psikologis ini sangat kompleks dalam menganalisa perilaku konsumen,
karena proses mental tidak dapat diamati secara langsung; (3) Teori Antropologis. Teori ini
juga menekankan perilaku pembelian dari suatu kelompok masyarakat yang ruang
lingkupnya sangat luas, seperti kebudayaan, kelas-kelas sosial dan sebagainya.

1.4 Kerangka Analisis Perilaku Konsumen


Teori perilaku menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi individu dengan lingkungan.
Demikian juga dalam model perilaku konsumen, keadaan lingkungan dan individu yang
bersangkutan memegang peranan penting dalam menentukan perilakunya.

Secara sederhana Assael (1994 : 14) mengemukakan bahwa ada tiga faktor pokok yang
mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Pertama adalah individu konsumen, dimana
pemilihan produk dan jasa dipengaruhi oleh; kebutuhan, persepsi, dan sikap terhadap
alternatif-alternatif serta demografi konsumen, gaya hidup dan kepribadian. Kedua adalah
faktor lingkungan yang dipelihatkan oleh kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi dan
faktor situasional. Ketiga adalah strategi pemasaran yang mengawasi konsumen dengan
variabel-variabel produk, harga, promosi, dan distribusi. Berkowitz (1992 : 118).

Dalam kerangka analisis yang dikemukakan Berkowitz, ada satu perbedaan


dibandingkan pendapat para ahli yaitu dimasukkannya faktor situasional dalam kerangkan
analisisinya. Faktor situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu
tertentu. Belk (1975 : 158) mendefinisikan situasi sebagai semua faktor yang utama
terhadap tempat dan situasi yang tidak menurut pengetahuan seseorang (intra individual)
dan stimuli (alternatif pilihan) dan memiliki bukti dan pengaruh sistimatis pada perilaku
saat itu.

Pengaruh situasional adalah kekuatan sesaat yang tidak berasal dari dalam diri seseorang
atau berasal dari produk atau merek yang dipasarkan (Wilkie, 1990 : 453). Pengaruh
situasional pada konsumen adalah faktor personal dan lingkungan sementara yang muncul
pada aktivitas konsumen, sehingga situasi konsumen meliputi faktor-faktor seperti
melibatkan waktu dan tempat dalam mana aktivitas konsumen terjadi, mempengaruhi
tindakan konsumen seperti perilaku pembelian, dan tidak termasuk karakteristik personal
yang berlaku dalam jangka panjang. Situasi konsumen relatif merupakan kejadian jangka
pendek dan harus dibedakan dengan lingkungan makro atau faktor-faktor personal yang
memiliki jangka waktu lama.

Pengaruh situasional telah menjadi pertimbangan bagi banyak peneliti perilaku


konsumen. Kenyataannya semua perilaku konsumen mungkin dipengaruhi oleh pengaruh
situasional. Peneliti harus mampu mengidentifikasi variabel situasional mana yang paling
umum mempengaruhi perilaku konsumen. Problem pemasaran dapat disederhanakan jika
fokusnya hanya diarahkan pada situasi yang paling mempengaruhi pembelian produk.
Penelitian telah menemukan bahwa faktor situasional mempengaruhi pilihan konsumen
dengan mengubah kemungkinan pemilihan berbagai alternatif (Kolm, Monroe, dan Glazer,
1987, dalam Titus dan Ernett, 1996).

Terdapat tiga jenis situasi berkaitan dengan pemasar yaitu: situasi konsumsi, situasi
pembelian, dan situasi komunikasi (Assael, 1994 : 527).

1. Situasi konsumsi.

Keadaan dimana indikator merek digunakan, misalnya suatu parfum mungkin


digunakan untuk acara tertentu sedangkan parfum yang lain digunakan untuk sehari-
hari. Konsumen mungkin minum kopi bubuk untuk menjamu tamu dan minum kopi
instan untuk menu sehari-hari. Situasi demikian sebagaian dapat diantisipasi, misalnya
akan pergi kesuatu tempat atau akan kedatangan tamu tertentu. Sebagian yang lain tidak
bisa diantisipasi misalnya tiba-tiba ada tamu yang datang. Keadaan demikian memaksa
konsumen membeli sesuatu secara cepat dan rela membayar lebih karena keterbatasan
waktu untuk berkeliling mencari harga yang murah.

2. Situasi pembelian.

Situasi pembelian berkaitan dengan:


a. Lingkungan di dalam toko seperti ketersediaan produk, perubahan harga, dan
kemudahan belanja yang berkait dengan pilihan berbelanja.
b. Situasi pembelian berkaitan dengan apakah produk yang dibeli untuk hadiah atau
untuk dirinya sendiri. Konsumen biasanya mengunakan kriteria yang berbeda
dan mungkin memilih merek yang berbeda jika ia membeli untuk dirinya sendiri.
c. Situasi pembelian berkaitan dengan keadaan mood konsumen ketika berbelaja.
Keadaan senang atau keadaan susah mempengaruhi pemrosesan dan pencarian
informasi tentang produk. Situasi Komunikasi adalah keadaan dimana konsumen
terbuka untuk informasi baik dari orang seorang ataupun informasi yang bersifat
impersonal. Situasi komunikasi dapat menentukan apakah konsumen akan
mengumumkan, memahami dan menahan informasi.

1.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (1996) keputusan pembelian dari pembeli
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor :

A. Faktor Budaya

Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku
konsumen. Perusahaan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya,
subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari
keinginan dan perilaku seseorang, didalam suatu budaya terdapat kumpulan nilai-nilai
dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat
dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya –
subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih
spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis:
kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.

Ada banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering kali
merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
konsumen. Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan
lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya
mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh
satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan,
pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain

B. Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil,
keluarga serta peranan dan status sosial konsumen. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh
banyak kelompok kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung. Definisi
kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran
individu atau bersama. Keluarga dapat pempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga
adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat.
Keputusan pembelian keluarga, tergantung pada produk, iklan dan situasi. Seseorang
umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub, organisasi.
Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status.
Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh
masyarakat.
C. Faktor Pribadi

Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan
tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan
konsep diri pembeli. Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup
keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam
siklus hidup psikologis. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau
transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya. Pekerjaan mempengaruhi
barang dan jasa yang dibelinya.

Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok- kelompok pekerja yang


memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu. Situasi ekonomi
seseorang akan mempengaruhi pemilihan produk. Situasi ekonomi seseorang terdiri dari
pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan
dan hartanya (termasuk presentase yang mudah dijadikan uang). Gaya hidup seseorang
adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat
seseorang. Gaya hidup menggambarkan “seseorang secara keseluruhan” yang
berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu dibalik kelas
sosial seseorang.

D. Faktor Psikologis

Pemilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut dipengaruhi oleh empat faktor
psikologis, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan. Motivasi
merupakan kebutuhan yang cukup menekan untuk mengarahkan seseorang mencari cara
untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan
ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, rasa tidak
nyaman. Sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikogenik yaitu kebutuhan yang
timbul dari keadaan fisologis tertentu, seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga
diri atau kebutuhan diterima.

Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih,


mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu
gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda
dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi yaitu; perhatian yang selektif,
gangguan yang selektif, mengingat kembali yang selektif

E. Faktor Strategi Pemasaran

Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberi tahu


dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah; barang, harga, periklanan
dan distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan.

Sebagai pemasar, ada beberapa hal yang harus dilakukan adalah mengumpulkan
informasi dari konsumen sebagai bahan evaluasi untuk mendapatkan kesempatan utama
dalam pengembangan pemasaran. Pemasar juga harus memberikan informasi kepada
organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik
merek, dan sikap terhadap pilihan merek. Strategi pemasaran kemudian dikembangkan
dan diarahkan kepada konsumen. Ketika konsumen telah mengambil keputusan
kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada
konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola
pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan pemilihan merek.

Pengalaman konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan


membeli merek yang sama lagi. Panah umpan balik mengarah kembali kepada
organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi konsumen dalam bentuk
saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak menceritakan kepada
pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi tentang kekuatan dan
kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan. Karena itu penelitian
pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap
merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang. Informasi ini
mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi pemasaran ke arah
pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik.

1.6 Keputusan Pembelian

Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan


pembelian. Menurut Kotler (1997) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan
untuk melakukan pembelian, anatara lain:

1. Pengenalan Masalah

Merupakan faktor terpenting dalam melakukan proses pembelian, dimana


pembeli akan mengenali suatu masalah atau kebutuhan.

2. Pencarian informasi.

Seorang selalu mempunyai minat atau dorongan untuk mencari informasi.


Apabila dorongan tersebut kuat dan obyek yang dapat memuaskan kebutuhan itu
tersedia maka konsumen akan bersedia untuk membelinya.

3. Evaluasi Alternatif

Konsumen akan mempunyai pilihan yang tepat dan membuat pilihan alternatif
secara teliti terhadap produk yang akan dibelinya.
4. Keputusan Pembeli

Setelah konsumen mempunyai evaluasi alternatif maka konsumen akan


membuat keputusan untuk membeli. Penilaian keputusan menyebabkan konsumen
membentuk pilihan merek di antara beberapa merek yang tersedia.

1.7. Tipe Proses Pembelian Konsumen

1. Proses “Complex Decision Making“,

Dalam hal ini proses terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan
keputusan yang terjadi. Contoh pengambilan untuk membeli sistem fotografi elektronik
seperti Mavica atau keputusan untuk membeli mobil. Dalam kasus seperti ini, konsumen
secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan
beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu seperti kemudahan dibawa dan resolusi
untuk sistem kamera elektronik, dan untuk mobil adalah hemat, daya tahan tinggi, dan
peralatan. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah sangat penting. Konsep
perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk
pengembangan stratergi pemasaran.

2. Proses “Brand Loyalty“,

Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli
merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Contoh pembelian sepatu karet basket merek Nike atau sereal
Kellogg,s Nutrific. Dalam setiap kasus disini pembelian adalah penting untuk konsumen,
sepatu basket karena keterlibatan kepentingan dalam olah raga, makanan sereal untuk orang
dewasa karena kebutuhan nutrisi. Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang
lalu. Sehingga, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting
keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama.

Dua tipe yang lain dari proses pembelian konsumen dimana konsumen tidak terlibat
atau keterlibatan kepentingan yang rendah dengan barangnya adalah tipe pengambilan
keputusan terbatas dan proses inertia;

A. Proses “Limited Decision Making“.

Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki


keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman
masa lalu dari produk tersebut. Konsumen membeli barang mencoba-coba untuk
membandingkan terhadap makanan ringan yang biasanya dikonsumsi. Pencarian
informasi dan evaluasi terhadap pilihan merek lebih terbatas dibanding pada proses
pengambilan keputusan yang komplek. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi
ketika konsumen mencari variasi. Kepitusan itu tidak direncanakan, biasanya
dilakukan seketika berada dalam toko. Keterlibatan kepentingan yang rendah,
konsumen cenderung akan berganti merek apabila sudah bosan mencari variasi lain
sebagai perilaku pencari variasi akan melakukan apabila resikonya minimal. Catatan
proses pengambilan keputusan adalah lebih kepada kekhasan konsumen daripada
kekhasan barang. Karena itu tingkat keterlibatan kepentingan dan pengambilan
keputusan tergantung lebih kepada sikap konsumen terhadap produk daripada
karakteristik produk itu sendiri. Seorang konsumen mungkin terlibat kepentingan
memilih produk makanan sereal dewasa karena nilai nutrisinya, konsumen lain
mungkin lebih menekankan kepada kecantikan dan menggeser merek dalam mencari
variasi.

B. Proses “ Inertia “,

Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan
keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal
kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan
untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan
pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan
kepentingan yang rendah “kesetiaan merek hanya menggambarkan convenience
yang melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli
merek tersebut” contoh pembelian sayur dan kertas tisu. Pengambilan keputusan
konsumen menghubungkan konsep perilaku dan strategi pemasaran melalui
penjabaran hakekat pengambilan keputusan konsumen. Kriteria apa yang digunakan
oleh konsumen dalam memilih merek akan memberikan petunjuk dalam manajemen
pengembangan strategi. Pengambilan keputusan konsumen adalah bukan proses
yang seragam. Ada perbedaan antara (1) pengambilan keputusan dan (2) keputusan
dengan keterlibatan kepentingan yang tinggi dan keputusan dengan keterlibatan
kepentingan yang rendah.
BAB II
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU
KONSUMEN
BAGIAN I

2.1 Pengertian Lingkungan Konsumen

Berdasarkan kedekatannya dengan konsumen, lingkungan konsumen terbagi dalam


lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan konsumen memiliki dimensi yang
luas, karena itu sangatlah sulit untuk mengidentifikasi faktor lingkungan mana yang paling
dominan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen. Situasi bukanlah lingkungan
fisik atau karakteristik lingkungan sosial. Arti situasi didefinisikan oleh seorang konsumen
yang berperilaku di sebuah lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu situasi bagi
seorang konsumen mungkin berlangsung sangat singkat. Engel, Blackwell dan Miniard
(1995, hal 794) mengemukakan bahwa pengaruh situasi (situation influence) adalah
pengaruh yang muncul dari faktor-faktor yang sangat terkait dengan waktu dan tempat,
yang tidak tergantung kepada konsumen dan karakteristik objek (produk atau merek).

Menurut Peter dan Olson (1996), lingkungan konsumen adalah lingkungan


(environment) yang mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia
eksternal konsumen. Termasuk didalamnya benda-benda, tempat, dan orang lain yang
mempengaruhi afeksi dan kognisi konsumen serta perilakunya. Sementara itu, bagian
penting dari lingkungan adalah rangsangan fisik dan sosial yang diciptakan oleh pemasar
untuk mempengaruhi konsumen.

2.2 Macam-Macam Lingkungan Konsumen

Ada beberapa macam lingkungan konsumen;

1. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah semua interaksi sosial yang terjadi antara konsumen dengan
orang sekelilingnya atau antara banyak orang. Lingkungan sosial juga merupakan orang-
orang lain yang berada di sekeliling konsumen dan termasuk perilaku dari orang-orang
tersebut. Adapun lingkungan sosial terbagi lagi menjadi dua;

a. Lingkungan mikro adalah lingkungan yang sangat dekat dengan konsumen, yang
berinteraksi langsung dengan konsumen. Lingkungan mikro mempengaruhi
perilaku, sikap dan kognitif konsumen tertentu secara langsung. Ayah, ibu, adik,
kakak dan anggota keluarga lainyang tinggal bersama dengan konsumen
adalahlingkungan mikro sosial. Mereka akan mempengaruhi sikap dan perilaku
konsumen secara langsung.
b. Lingkungan makro adalah lingkungan jauh dari konsumen bersifat umum dan
berskalaluas, misalnya sistem politik dan hukum, kondisiekonomi dan budaya.
Karena itu lingkungan makro memiliki pengaruhluas terhadap masyarakat bukan
hanya kepada individu konsumen.

2. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik adalah semua aspek fisik non manusia dalam lingkungan di mana
perilaku konsumen terjadi. Lingkungan fisik dibagi menjadi 2 kategori;

a. Ruang (spatial)
- Produk dan Merk
- Toko
- Desainn toko
b. Non Ruang (Nonspatial)
- Waktu
- Cuaca
- Kelembapan
- Tingkat Kebisingan

2.3 Pengaruh Lingkungan terhadap Perilaku Konsumen

Ada beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen;

1. Pengaruh Kebudayaan terhadap Pembelian dan Konsumen

Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang, terutama


dalam perilaku pengambilan keputusan dan perilaku pembelian. Dalam perkembangan
sejarah budaya konsumsi maka masyarakat konsumsi lahir pertama kali di Inggris pada
abad 18 saat terjadinya tehnologi produksi secara massal. Teknologi yang disebabkan
oleh berkembangnya revolusi industri memungkinkan perusahaan-perusahaan
memproduksi barang terstandarisasi dalam jumlah besar dengan harga yang relatif
murah. Budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara
simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu
(Wallendorf & Reilly, Mowen, 1995). Budaya (culture) sebagai makna yang dimiliki
bersama oleh (sebagian besar ) masyarakat dalam suatu kelompok sosial ( Peter &
Olson, 2000).

Unsur-unsur budaya antara lain;

A. Nilai (Value)

Nilai adalah kepercayaan yang dianut atau segala sesuatu yang dianggap penting
oleh seseorang atau suatu masyarakat. Kepercayaan bersama atau norma
kelompok yang telah diserap oleh individu.
1. Nilai-nilai umum (global values)

Merupakan nilai-nilai abstrak yang dapat digeneralisasikan pada berbagai


konteks perilaku. Global values merupakan nilai- nilai paling dasar dan bersifat
umum. Nilai-nilai umum ini relatif sama (dimiliki) oleh setiap orang, misalnya
nilai-nilai seseorang terhadap hak-hak individu, lingkungan hidup yang baik,
pada umumnya setiap orang memiliki pandangan yang relatif sama tentang hal
ini.

2. Nilai-nilai pada bidang tertentu (Domain specific values).

Nilai-nilai pada bidang tertentu mengarahkan kita pada perilaku tertentu


dalam bidang/masalah tertentu. Untuk setiap bidang, seseorang memiliki
seperangkat nilai tertentu yang relevan untuk bidang itu, misalnya : perilaku kita
sebagai mahasiswa, perilaku keagamaan dsb. Nilai pandang pada bidang tertentu
ini akan mempengaruhi perilaku sebagai konsumen. Misalnya yang beragama
Islam akan menghindari produk makanan yang mengandung babi.

3. Product Spesific Value.

Berdasarkan ke dua nilai tersebut dengan tambahan pengalaman hidupnya,


kemudian seseorang akan mengembangkan nilai-nilai pada produk tertentu
(product spesific value). Nilai-nilai secara kongkrit akan membentuk criteria
evaluatif pada diri individu dalam memilih produk yang akan dibelinya.
Misalnya orang yang memiliki domain spesific pada bidang ekonomi akan
memperhatikan masalah efisiensi pada setiap produk yang akan dibelinya.

Unsur-unsur budaya tersebut dapat mempengaruhi pengkonsumsian suatu


produk dan jasa, sebagai salah satu contoh; pada saat panen raya, petani
menggelar syukuran tanda keberhasilan dalam berproduksi, sehingga konsumsi
terhdap beras, daging dan sayur-sayuran akan meningkat.

B. Norma (Norm)

Norma adalah kepercayaan yang dianut dengan consensus dari suatu kelompok
sehubungan dengan kaedah perilaku untuk anggota individual. Norma akan
mengarahkan seseorang tentang perilaku yang diterima dan yang tidak diterima.
Norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang
boleh dan tidak boleh. Norma terbagi dalam 2 macam;

1. Enacted Norm, merupakan norma yang disepakai berdasarkan aturan


pemerintah dan ketatanegaraan, biasanya berbentuk peraturan, undang-
undang.

2. Cresive Norm, merupakan norma yang ada dalam budaya dan bias dipahami
dan dihayati, jika orang tersebut berinteraksi dengan orang-orang dari
budaya yang sama.
C. Kebiasaan

Kebiasaan adalah berbagai bentuk perilaku dan tindakan yang diterima secara
budaya. Kebiasaan diturunkan dari generasi ke generasi. Kebiasaan juga
menyangkut berbagai jenis perayaan yang terus menerus dilakukan secara rutin.
Contoh; kebiasaan daerah Manado, dalam setiap perayaan Paskah terdapat
tradisi membagikan telur Paskah sehingga secara otomatis meningkatkan
permintaan akan telur.

D. Larangan

Larangan adalah berbagai bentuk kebiasaan yang mengandung aspek moral,


biasanya berbentuk tindakan yang tidak boleh dilakukan seseorang dalam suatu
masyarakat. Pelanggaran terhadap larangan tersebut mengakibatkan sangsi
sosial. Contoh; anak gadis tidak boleh makan pepaya (daerah tertentu) sehingga
mengurangi konsumsi pepaya, kalau berekreasi ke laut Selatan dilarang
menggunakan pakaian berwarna hijau yang berimplikasi kepada pemasaran yaitu
permintaan pakaian yang berwarna hijau disekitar laut Selatan sedikit.

E. Konvensi

Menggambarkan norma dalam ehidupan sehari-hari. Konvensi menggambarkan


bagaimana seseorang harus bertindak sehari-hari, biasanya berkaitan dengan
perilaku rutin yang dilakukan konsumen. Contoh, minum teh/kopi dengan gula,
makan bubur dengan sambal dsb.

1. Mitos

Mitos menggambarkan cerita atau kepercayaan yang mengandung nilai dan


idealisme bagi suatu masyarakat. Mitos sering kali sulit dibuktikan
kebenarannya.

2. Simbol
Simbol adalah segala sesuatu (benda, nama, warna, konsep) yang memiliki
arti penting lainnya (makna budaya yang diinginkan) contoh : bendera warna
kuning yang ditaruh di tepi jalan atau depan rumah, symbol bahwa ada warga
yang meninggal. Simbol “Macan” pada produk biskuit merek “BISKUAT”,
memberikan inspirisi sebagai merek yang biskuit yang akan memberikan
energi dan kekuatan kepada konsumen.

Konsumen adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup bersama dengan orang
lain, berinteraksi dengan sesamanya. Orang-orang sekeliling inilah yang disebut sebagai
lingkungan social konsumen. Konsumen saling berinteraksi satu sama yang lain, saling
mempengaruhi dalam membentuk perilaku, kebiasaan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai
yang dianggap penting. Salah satunya unsur lingkungan sosial adalah budaya.
“Culture refers to a set of values, idea, artifacts, and other meaningful symbols that help
individuals communicate, interpret, and evaluate as member of society” (Engel, Blackwell
dan Miniard,1995). Budaya mengacu pada nilai, gagasan, artefak dan symbol- simbol lain
yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan
evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya bukan hanya yang bersifat abstrak, seperti
nilai, pemikiran dan kepercayaan, Budaya bisa berbentuk objek material, rumah, pakaian,
kendaraan adalah contoh-contoh produk yang bisa dianggap sebagai Budaya suatu
masyarakat. Undang-undang, makanan, minuman, musik, teknologi dan bahasa adalah
beberapa contoh lain dari budaya suatu masyarakat.

Menurut Philip Kotler dan AB.Susanto, menyatakan bahwa faktor budaya dipengaruhi
oleh :

a. Budaya
Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Anak-anak
mendapatkan kumpulan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari keluarganya serta
lembaga-lembaga penting lain.

b. Sub-budaya
Masing-masing budaya terdiri atas subbudaya yang lebih kecil yang memberikan lebih
banyak ciri dan sosialisasi khusu bagi anggota-anggotanya. Sub-budaya terdiri atas
kebangsaaan, agama, kelompok ras dan daerah geografis. Banyak subbudaya
membentuk segmen pasar penting dan pemasar seiring merancang produk dan
program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen (Rangkuti, 2002:
98) Misalnya :

1. Individual/Kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada,
New Zaeland, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang,
India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci
yang membedakan budaya, dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu.
Tidak mengherankan, Konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda
pula reaksi mereka pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu
informasi.
Seperti contoh, Konsumen dari negara yang lebih kolektif cenderung untuk lebih
suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka dibanding dengan budaya
individualistik.

2. Usia Muda/Tua
Dalam hal ini adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam melihat
sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, Para orang tua memilih
untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda
dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak
mereka.

3. Luas/Batasan Keluarga
Pengertiannya adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu
keputusan penting bagi anggota keluarganya. Orang tua memiliki kebijakan yang lebih
dalam memutuskan apa yang terbaik untuk anaknya, atau malah sebaliknya anak-anak
memberi keputusan sendiri apa yang terbaik untuk mereka. Pada beberapa budaya,
pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak.
Dalam hal ini seperti di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa
sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecendurungan dalam mengambil
keputusan dalam membeli.

3. Pengaruh Kelas Sosial dan Status Sosial

Berikut penjelasan mengenai pengaruh kelas sosial dan status sosial;

A. Kelas sosial

Kelas sosial adalah serangkaian konsep dalam ilmu-ilmu sosial dan teori politik
berpusat pada model stratifikasi sosial di mana seseorang dikelompokkan ke
dalam seperangkat kategori sosial hirarkis.

Dalam bahasa umum, “kelas sosial”, merupakan istilah yang biasanya identik
dengan onomi,” didefinisikan sebagai: “orang yang memiliki status sosial,
ekonomi, atau pendidikan yang sama,” misalnya, “kelas pekerja”; “bermunculan
profesional kelas- Kelas sosial terbagi menjadi kelas atas, kelas menengah dan
kelas bawah.

Pada prinsipnya, jika setiap atribut manusia diciptakan dalam suatu masyarakat
dapat dibagi menjadi kelas-kelas sosial yang berbeda maka kelas sosial tersebut
dapat dibagi berdasarkan pekerjaan, pendidikan, pendapatan, pengaruh politik,
asal negara, jenis kelamin. Pengertian kelas sejalan dengan pengertian lapisan
tanpa harus membedakan dasar pelapisan masyarakat tersebut.

Kelas Sosial atau Golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak
dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi.
Jadi, definisi Kelas Sosial atau Golongan Sosial ialah: Sekelompok manusia
yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonomi.

B. Status Sosial

Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang
dalam masyarakatnya (Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang
tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakatdibandingkan
dengan orang yang status sosialnya rendah. Status sosial sering pula disebut
sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok
masyarakatnya.

Pada semua sistem sosial, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status,
seperti anak, isteri, suami, ketua RW, ketua RT, Camat, Lurah, Kepala Sekolah,
Guru dsbnya. Dalam teori sosiologi, unsur- unsur dalam sistem pelapisan
masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan ( role). Kedua unsur ini
merupakan unsur baku dalam pelapisan masyarakat. Kedudukan dan peranan
seseorang atau kelompok memiliki arti penting dalam suatu sistem sosial.
Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik dan tingkah
laku individu-individu dalam masyarakat dan hubungan antara individu dan
masyarakatnya. Status atau kedudukan adalah posisi seseorang dalam suatu
kelompok sosial atau kelompok masyarakat. Cara-cara memperoleh status atau
kedudukan;

1. Ascribed status adalah kedudukan yang diperoleh secara otomatis tanpa


usaha. Status ini sudah diperoleh sejak lahir. Contoh: Jenis kelamin, gelar
kebangsawanan, keturunan, dsb.
2. Achieved status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan
disengaja. Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru,
dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
3. Assigned status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis
dan status melalui usaha. Status ini diperolah melalui penghargaan atau
pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan
atau kebutuhan masyarakat. Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar
teladan, penganugerahan Kalpataru dsb.

Adanya status sosial mengakibatkan seseorang/individu dalam masyarakat


memiliki dua atau lebih status yang disandangnya secara bersamaan. Apabila
status-status yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi benturan atau
pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan timbul apa yang dinamakan Konflik
Status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari status sosial seseorang adalah
timbulnya konflik status.

4. Pengaruh Individu

Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berada dari setiap orang yang
memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten. Kepribadian dapat
merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisa perilaku konsumen, bila
jenis- jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-
jenis kepribadian tersebut dengan berbagai pilihan produk atau merek.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yang berasal dari diri
konsumen, yang diantaranya;

a. Usia dan Tahap Daur Hidup


Orang akan mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang kehidupan
mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia.
Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga pemasar hendaknya
memperhatikan perubahan minat pembelian yang terjadi yang berhubungan dengan
daur hidup manusia.

b. Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Dengan
demikian pemasar dapat mengidentifikasi kelompok yang berhubungan dengan
jabatan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk mereka.
c. Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi sangat mempengaruhi pilihan produk. Pemasar yang produknya
peka terhadap pendapatan dapat dengan seksama memperhatikan kecenderungan
dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat bunga. Jadi jika indikator-indikator
ekonomi tersebut menunjukkan adanya resesi, pemasar dapat mencari jalan untuk
menetapkan posisi produknya.

d. Gaya Hidup
Orang yang berasal dari subkultur, kelas sosial dan pekerjaan yang sama dapat
mempunyai gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola
kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat dna
pendapatnya. Konsep gaya hidup apabila digunakan oleh pemasar secara cermat,
dapat membantu untuk memahami nilai-nilai konsumen yang terus berubah dan
bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi perilaku konsumen.

e. Kepribadian dan Konsep Diri


Tiap orang mempunyai kepribadian yang khas dan ini akan mempengaruhi perilaku
pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologis yang unik yang
menimbulkan tanggapan relatif konstan terhadap lingkungannya sendiri.
Kepribadian sangat bermanfaat untuk menganalisis perilaku konsumen bagi
beberapa pilihan produk atau erek, atau pemasar juga dapat menggunakan konsep
diri atau citra diri seseorang.
Untuk memahami perilaku konsumen, pemasar dapat melihat pada hubungan antara
konsep diri dan harta milik konsumen. Konsep diri ini telah berbaur dalam
tanggapan konsumen terhadap citra mereka.

5. Pengaruh Keluarga dan Rumah Tangga

Studi tentang keluarga dan hubungan mereka dengan pembelian dan konsumsi adalah
penting, tetapi kerap diabaikan dalam analisis perilaku konsumen. Pentingnya keluarga
timbul karena dua alasan;

a. Banyak produk yang dibeli oleh konsumen ganda yang bertindak sebagai unit
keluarga. Rumah adalah contoh produk yang dibeli oleh kedua pasangan, barangkali
dengan melibatkan anak, kakek-nenek, atau anggota lain dari keluarga besar. Mobil
biasanya dibeli oleh keluarga, dengan kedua pasangan dan kerap anak remaja
mereka terlibat dalam pelbagai tahap keputusan. Bentuk favorit dari kegiatan waktu
senggang bagi banyak keluarga adalah berkunjung ke pusat perbelanjaan setempat.
Kunjungan tersebut kerap melibatkan banyak anggota keluarga yang membeli
berbagai barang rumah tangga, busana, dan barangkali bahan makanan. Perjalanan
tersebut mungkin pula melibatkan semua anggota dalam memutuskan di restoran
fast-food mana untuk membelanjakan pendapatan keluarga yang dapat digunakan.

b. Ketika pembelian dibuat oleh individu, keputusan pembelian individu bersangkutan


mungkin sangat dipengaruhi oleh anggota lain.dalam keluarganya. Anak-anak
mungkin membeli pakaian yang dibiayai dan disetujui oleh orang tua. Pengaruh
seorang remaja mungkin pula besar sekali pada pembelian pakaian orangtua.
Pasangan hidup dan saudara kandung bersaing satu sama lain dalam keputusan
tentang bagaimana pendapatan keluarga akan dialoksikan untuk keinginan
individual mereka. Orang yang bertanggung jawab untuk pembelian dan persiapan
makanan keluarga mungkin bertindak sebagai individu di pasar swalayan, tetapi
dipengaruhi oleh preferensi dan kekuasaan anggota lain dalam keluarga. Konsumen
tersebut mungkin menyukai makanan dan kegiatan waktu senggang yang sama, dan
mengemudikan merek mobil yang sama dengan anggota yang lain dalam keluarga.
Pengaruh keluarga dalam keputusan konsumen benar-benar meresap.

Studi tentang keputusan keluarga sebagai konsumen kurang lazim dibandingkan studi
tentang individu sebagai konsumen. Alasan untuk pengabaian dalam studi pembelian
keluarga adalah kesulitan dalam mempelajari tentang keluarga sebagai organisasi. Survey
dan metodologi penelitian pemasaran lain lebih mudah dijalankan untuk individu daripada
untuk keluarga. Pemberian kuesioner kepada seluruh keluarga membutuhkan akses ke
semua anggota pada waktu yang lebih kurang sama, dengan menggunakan bahasa yang
mempunyai makna sama bagi semua anggota keluarga, dan menafsirkan hasil ketika
anggota dari keluarga yang sama melaporkan opini yang bertentangan mengenai apa yang
dibeli oleh keluarga atau pengaruh relatif dalam keputusan tersebut.

Keluarga (family) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang
berhubungan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama. Keluarga inti
(nuclear family) adalah kelompok langsung yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
tingga bersama. Keluarga besar (extended family) mencakup keluarga inti, ditambah kerabat
lain, seperti kakek-nenek, paman dan bibi, sepupu dan kerabat karena perkawinan. Keluarga
dimana seseorang dilahirkan disebut keluarga orientasi (family of orientation), sementara
keluarga yang ditegakkan melalui perkawinan adalah keluarga prokreasi (family of
procreation).

Rumah tangga (household) adalah istilah lain yang kerap digunakan oleh para pemasar
sewaktu mendeskripsikan perilaku konsumen. Rumah tangga berbeda dengan keluarga
dalam rumah tangga mendeskripsikan semua orang, baik yang berkerabat maupun yang
tidak, yang menempati satu unit perumahan. Baik untuk rumah tangga maupun keluarga,
data dapat digunakan oleh organisasi pemasaran untuk analisis makro maupun pemasaran.

6. Pengaruh Situasi

Situasi merupakan perilaku konsumen disuatu lingkungan untuk tujuan tertentu, situasi
konsumen bisa berlangsung sangat singkat (Misal membeli koran saat menunggu di lampu
lalu lintas), lebih lama ( berbelanja di swalayan , 10-15 menit), atau sangat lama ( mencari
dan membeli kendaraan bekas, 1-7 hari). Engel, Blackwell, dan Miniard (1995)
mengemukakan bahwa pengaruh situasi adalah pengaruh yang muncul dari faktor-faktor
yang sangat terkait dengan waktu dan tempat, yang tidak tergantung kepada konsumen dan
karakteristik objek(produk atau merek). Mowen dan Minor (1998) mengemukakan bahwa
situasi konsumen adalah faktor lingkungan sementara yang menyebabkan suatu situasi
dimana perilaku konsumen muncul pada waktu tertentu dan tempat tertentu. Situasi
konsumen terdiri dari 3 faktor yaitu tempat dan waktu, penjelasan mengapa perilaku
tersebut terjadi, dan pengaruhnya terhadap perilaku konsumen.
Situasi sangat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk atau
barang. Terjadinya pembelian yang tidak direncanakan sering dilakukan oleh siapa saja
terutama pada waktu berbelanja. Sekarang ini banyak sekali toko-toko, pengecer,
supermarket, mall dan lain-lain bermunculan menawarkan barang kebutuhan kepada
konsumen. Tingginya tingkat persaingan di antara supermarket, toko, pengecer, mall dan
lain-lain menuntut setiap penjual berusaha menawarkan berbagai rangsangan yang mampu
menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian.

Pengaruh situasi konsumen adalah faktor personal dan lingkungan yang terdapat pada
saat aktifitas konsumen, sehingga situasi konsumen meliputi faktor-faktor seperti berikut;

a. Melibatkan waktu dan tempat dalam mana aktifitas konsumen terjadi.


b. Mempengaruhi tindakan konsumen seperti perilaku pembelian.
c. Tidak termasuk karakteristik personal yang berlaku dalam jangka panjang.

Jenis-jenis situasi konsumen adalah sebagai berikut;

a. Situasi Konsumsi
Situasi Komunikasi adalah suasana atau lingkungan disaat konsumen memperoleh
informasi atau melakukan komunikasi. Konsumen mungkin memperoleh informasi
melalui :
- Komunikasi lisan dengan teman, kerabat, tenaga penjual, atau wiraniaga;
- Komunikasi non pribadi, seperti iklan TV, radio, internet, koran,
majalah,poster, billboard, brosur, leaflet dsb;
- Informasi diperoleh langsung dari toko melalui promosi penjualan yang
berada di papan pengumuman depan toko.

b. Situasi Pembelian
Situasi Pembelian adalah lingkungan atau keadaan yang dialami ataupun yang
dihadapi konsumen ketika membeli produk dan jasa. Situasi pembelian akan
mempengaruhi pembelian Contoh: ketika konsumen berada di bandara, ia mungkin
akan bersedia membayar sekaleng Cola berapa saja harganya ketika haus.
Sebaliknya, jika ia berbelanja Cola di swalayan dan mendapatkan harganya relatif
lebih mahal, ia mungkin sangat sensitif terhadap harga. Konsumen tsb mungkin akan
menunda pembelian Cola dan mencari di tempat lain.

c. Situasi Pemakaian
Situasi Pemakaian disebut juga situasi penggunaan produk dan jasa yang merupakan
situasi atau suasana ketika konsumen ingin mengkonsumsi atau mengunakan suatu
produk atau jasa. Konsumen sering kali memilih suatu produk karena pertimbangan
dari situasi konsumsi. Misalnya, konsumen muslim sering menggunakan pakaian
muslim pada saat hari raya idul fitri atau hari besar keagamaan lainnya. Situsi seperti
ini lah yang digunakan oleh produsen untuk menggunakan konsep situasi
pemakaian.
BAB III
KELAS SOSIAL DAN KELOMPOK SOSIAL
BAGIAN I

5.1.1 Kelas Sosial

Kelas sosial adalah penjumlahan kelas-kelas dalam masyarakat, artinya semua keluarga
dan orang yang sadar akan kedudukan mereka itu diketahui dan diakui oleh masyarakat
umum. Dengan demikian pengertian kelas adalah parallel dengan pengertian lapisan tanpa
membedakan apakah dasar lapisan itu faktor uang, tanah, kekuasaan, atau dasar lainnya.
Adapun yang menggunakan istilah kelas hanya untuk lapisan yang berdasarkan unsur
ekonomis, sedangkan lapisan yang berdasarkan atas kehormatan dinamakan kedudukan
(status group).

5.1.2 Proses Statifikasi Sosial dan Sifat Alamiah Sosial dalam Kelas Sosial dan
Kelompok Sosial

Dalam masyarakat di mana kamu tinggal, kamu dapat menjumpai orang-orang yang
termasuk golongan kaya, sedang, dan miskin. Penggolongan tersebut menunjukkan bahwa
di dalam masyarakat terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan antara manusia yang
satu dengan manusia yang lain. Dalam sosiologi, pengelompokan masyarakat berdasarkan
tingkatan-tingkatan tertentu itu disebut dengan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial atau
pelapisan sosial secara umum dapat diartikan sebagai pembedaan atau pengelompokan
anggota masyarakat secara vertikal. Stratifikasi sosial merupakan gejal sosial yang sifatnya
umum pada setiap masyarakat. Bahkan pada zaman Yunani Kuno, Aristoteles (384– 322
SM) telah menyatakan bahwa di dalam tiap-tiap negara selalu terdapat tiga unsur, yaitu
mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-
tengahnya.

Berikuti ini merupakan beberapa pendapat menurut ahli tentang stratifikasi sosial;

1. Pitirim A. Sorokin
Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas- kelas
secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam
masyarakat. Setiap lapisan itu disebut dengan strata sosial. Ditambahkan bahwa
stratifikasi sosial merupakan ciri yang tetap pada setiap kelompok sosial yang teratur.
Lapisanlapisan di dalam masyarakat memang tidak jelas batasbatasnya, tetapi tampak
bahwa setiap lapisan akan terdiri atas individu-individu yang mempunyai tingkatan
atau strata sosial yang secara relatif adalah sama.
2. P.J. Bouman
Stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan ditandai suatu cara hidup dalam
kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan karena itu menuntut status
sosial.

3. Soerjono Soekanto
Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam
kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.

3.1.2 Ukuran sebagai Dasar Pembentukan Stratifikasi Sosial

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga


Sosiologi” menyatakan bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka
dengan sendirinya pelapisan sosial akan terjadi. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau
dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial adalah ukuran kekayaan, kekuasaan
dan wewenang, kehormatan, serta ilmu pengetahuan.

1. Ukuran kekayaan
Merupakan kepemilikan harta benda seseorang dilihat dari jumlah dan materiil saja.
Biasanya orang yang memiliki harta dalam jumlah yang besar akan menempati
posisi teratas dalam penggolongan masyarakat berdasarkan kriteria ini.

2. Ukuran kekuasaan dan wewenang


Merupakan kepemilikan kekuatan atau power seseorang dalam mengatur dan
menguasai sumber produksi atau pemerintahan. Biasanya ukuran ini dikaitkan
dengan kedudukan atau status social seseorang dalam bidang politik.

3. Ukuran kehormatan
Dapat diukur dari gelar kebangsawanan atau dapat pula diukur dari sisi kekayaan
materiil. Orang yang mempunyai gelar kebangsawanan yang menyertai namanya,
seperti raden, raden mas, atau raden ajeng akan menduduki strata teratas dalam
masyarakat.

4. Ukuran ilmu pengetahuan


Artinya ukuran kepemilikan seseorang atau penguasaan seseorang dalam hal ilmu
pengetahuan. Kriteria ini dapat pula disebut sebagai ukuran kepandaian dalam
kualitas. Berdasarkan ukuran ini, orang yang berpendidikan tinggi, misalnya seorang
sarjana akan menempati posisi teratas dalam stratifikasi sosial di masyarakat.

Secara luas, kriteria umum penentuan seseorang dalam stratifikasi sosial adalah
sebagai berikut;

1. Kekayaan dalam berbagai bentuk yang diketahui oleh masyarakat diukur dalam
kuantitas atau dinyatakan secara kualitatif.

2. Daya guna fungsional perorangan dalam hal pekerjaan.

3. Keturunan yang menunjukkan reputasi keluarga, lamanya tinggal atau berdiam


di suatu tempat, latar belakang rasial atau etnis, dan kebangsaan.
4. Agama yang menunjukkan tingkat kesalehan seseorang dalam menjalankan
ajaran agamanya.

5. Ciri-ciri biologis, termasuk umur dan jenis kelamin.

Stratifikasi sosial didalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses
perkembangan masyarakat dan dapat pula secara sengaja ditentukan oleh masyarakat itu
sendiri.

1. Stratifikasi Sosial yang Terjadi dengan Sendirinya


Beberapa ukuran yang digunakan untuk menempatkan seseorang dalam strata
tertentu pada stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya di antaranya adalah sebagai
berikut;
a. Kepandaian seseorang atau kepemilikan ilmu pengetahuan.
b. Tingkat umur atau aspek senioritas.
c. Sifat keaslian.
d. Harta atau kekayaan.
e. Keturunan.
f. Adanya pertentangan dalam masyarakat.

Contoh stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya adalah pada masyarakat kerajaan,
dimana orang yang masih keturunan raja akan menempati lapisan yang tertinggi.

2. Stratifikasi Sosial yang Sengaja Disusun untuk Mengejar Tujuan Tertentu Stratifikasi
sosial yang sengaja disusun untuk mengejar tujuan-tujuan tertentu biasanya berkaitan
dengan pembagian kekuasaan dan wewenang dalam suatu organisasi formal (resmi),
seperti birokrasi pemerintah, universitas, sekolah, partai politik, perusahaan, dan lain
sebagainya.

Dalam stratifikasi sosial yang sengaja disusun terdapat berbagai cara untuk menentukan
atau menetapkan kedudukan seseorang dalam strata tertentu, antara lain sebagai berikut;

1. Upacara peresmian atau pengangkatan.

2. Pemberian lambang atau tanda-tanda kehormatan.

3. Pemberian nama-nama jabatan atau pangkat.

4. Sistem upah atau gaji berdasarkan golongan atau pangkat.

5. Wewenang dan kekuasaan yang disertai pembatasan dalam pelaksanaanya.

3.1.3 Faktor Pendorong Terciptanya Stratifikasi Sosial

Beberapa kondisi umum yang mendorong terciptanya stratifikasi sosial dalam


masyarakat adalah sebagai berikut;

1. Perbedaan ras dan budaya. Ketidaksamaan ciri biologis, seperti warna kulit, latar
belakang etnis, dan budaya telah mengarah pada lahirnya stratifikasi dalam
masyarakat. Dalam hal ini biasanya akan terjadi penguasaan grup yang satu terhadap
grup yang lain.
2. Pembagian tugas dalam hampir semua masyarakat menunjukkan sistem pembagian
tugas yang bersifat spesialisasi. Posisi-posisi dalam spesialisasi ini berkaitan dengan
perbedaan fungsi stratifikasi dan kekuasaan dari order sosial yang muncul.

3. Stratifikasi lambat laun terjadi, karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau
langka. Kelangkaan ini terasa apabila masyarakat mulai membedakan posisi, alatalat
kekuasaan, dan fungsi-fungsi yang ada dalam waktu yang sama. Jadi, suatu kondisi
yang mengandung perbedaan hak dan kesempatan di antara para anggota dapat
menciptakan stratifikasi.

Menurut Max Webber, pelapisan sosial atau stratifikasi sosial ditandai dengan adanya
beberapa hal berikut ini;

1. Persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib. Peluang untuk hidup masing-
masing orang ditentukan oleh kepentingan ekonomi yang berupa penguasaan barang
serta kesempatan memperoleh penghasilan dalam kehidupan.

2. Dimensi kehormatan, maksudnya manusia dikelompokkan dalam kelompok-


kelompok berdasarkan peluang untuk hidup yang ditentukan oleh ukuran
kehormatan. Persamaan kehormatan status terutama dinyatakan melalui persamaan
gaya hidup.

3. Kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan menurut Webber adalah suatu peluang bagi
seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan mereka sendiri melalui
suatu tindakan komunal, meskipun mengalami pertentangan dari orang lain yang
ikut serta dalam tindakan komunal tersebut.

3.1.4 Proses Stratifikasi Sosial

Sistem lapisan dalam masyarakat terjadi dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan
masyarakat yang bersangkutan. Akan tetapi, lapisan atau stratifikasi sosial ini dapat terjadi
dengan sengaja yang disusun untuk tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan
masyarakat tanpa disengaja, seperti tingkat kepandaian seseorang, usia, dekatnya hubungan
kekerabatan dengan orang yang dihormati, atau mungkin harta yang dimiliki seseorang,
bergantung pada masyarakat yang bersangkutan dalam memegang nilai dan norma sosial,
sesuai dengan tujuan masyarakat itu sendiri. Stratifikasi sosial yang dibentuk dengan
sengaja, berhubungan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang secara resmi dalam
organisasi- organisasi formal, seperti organisasi pemerintahan, partaipolitik, militer, dan
organisasi sosial lain yang dibentuk berdasarkan tingkat tertentu. Sistem pelapisan sosial ini
sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu.

Stratifikasi sosial yang terdapat pada masyarakat dapat menyangkut pembagian uang,
tanah, kehormatan, dan bendabenda yang memiliki nilai ekonomis. Uang dapat dibagi
secara bebas di antara anggota suatu organisasi berdasarkan kepangkatan dan ukuran
senioritas, tanpa merusak keutuhan organisasi yang bersangkutan. Bahkan, apabila dalam
suatu sistem pemerintahan, kekuasaan, dan wewenang tidak lagi dibagi secara teratur sesuai
dengan ukuran stratanya, akan menimbulkan kekacauan yang memecah keutuhan
masyarakat dan secara tidak langsung memecah keutuhan suatu negara.
Menurut Soekanto, semua manusia dapat dianggap sederajat, tetapi sesuai dengan
kenyataan kehidupan dalam kelompok-kelompok sosial, tidaklah demikian. Perbedaan atas
lapisan-lapisan pada masyarakat, merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian
dari sistem sosial setiap masyarakat. Pada masyarakat kecil dan homogen dapat dikatakan
hampir tidak terdapat pelapisan sosial. Adapun masyarakat yang heterogen seperti di
perkotaan, memperlihatkan kecen derungan menuju ke arah stratifikasi yang lebih banyak
dan kompleks, sebab dasar dari stratifikasinya adalah pembagian kerja. Penilaian ditinjau
dari segi peranan yang berhubungan dengan jenis pekerjaannya dalam memenuhi
kepentingan masyarakat nya yang didasarkan atas penilaian biologis dan kebudayaan.

Robin William J.R. menyebutkan pokok pedoman tentang proses terjadinya


stratifikasi sosial pada masyarakat, yaitu sebagai berikut;

1. Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan yang terjadi
pada masyarakat sehingga menjadi objek penyelidikan.

2. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur, yaitu
sebagai berikut;
a. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, misalnya penghasilan, kekayaan,
keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang.
b. Sistem pertentangan yang diciptakan masyarakat (prestise dan penghargaan).
c. Kriteria sistem pertentangan yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi,
keanggotaan kelompok kerabat, hak milik, wewenang, atau kekuasaan.
d. Lambang-lambang kedudukan, misalnya tingkah laku, cara ber pakaian, bentuk
rumah, keanggotaan dalam suatu organisasi formal.
e. Mudah sukarnya berubah kedudukan.
f. Solidaritas di antara individu atau kelompok sosial yang menduduki status sosial
yang sama dalam sistem sosial, seperti: a) pola-pola interaksi (struktur clique dan
anggota keluarga); b) kesamaan atau perbedaan sistem kepercayaan, sikap, dan
nilai; c) kesadaran akan status masing-masing; d) aktivitas dalam organisasi secara
kolektif.

3.1.5 Sifat Alamiah Kelas Sosial

Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi sosial, yaitu sistem
stratifikasi sosial tertutup dan system stratifikasi sosial terbuka.

1. Stratifikasi Sosial Tertutup (Close Social Stratification)


Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau tidak memberi kemungkinan
seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan sosial yang lainnya, baik ke atas
maupun ke bawah. Dalam sistem ini, satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota
dari suatu strata tertentu dalam masyarakat adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan
kata lain, anggota kelompok dalam satu strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas
atau gerak sosial yang bersifat vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini
anggota kelompok hanya dapat melakukan mobilitas yang bersifat horizontal.

Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup adalah sistem kasta pada
masyarakat Bali. Di Bali, seseorang yang sudah menempati kasta tertentu sangat sulit,
bahkan tidak bisa pindah ke kasta yang lain. Seorang anggota kasta teratas sangat sulit
untuk pindah ke kasta yang ada di bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang
dilakukan oleh anggota tersebut.

2. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification)


Sistem stratifikasi sosial terbuka ini memberi kemungkinan kepada seseorang untuk
pindah dari lapisan satu ke lapisan yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah sesuai
dengan kecakapan, perjuangan, maupun usaha lainnya. Atau bagi mereka yang tidak
beruntung akan jatuh dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru
akan memberikan rangsangan yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat,
untuk dijadikan landasan pembangunan dari sistem yang tertutup.

Dengan kata lain, masyarakat dengan sistem pelapisan sosial yang bersifat terbuka ini
akan lebih mudah melakukan gerak mobilitas sosial, baik horizontal maupun vertikal.
Tentu saja sesuai dengan besarnya usaha dan pengorbanan yang dikeluarkan untuk
mencapai strata tertentu. Sistem stratifikasi sosial pada masyarakat terbuka didorong
oleh beberapa faktor berikut ini.

a. Perbedaan ras dan sistem nilai budaya (Adat Istiadat), perbedaan ini menyangkut
warna kulit, bentuk tubuh, dan latar belakang suku bangsa.
b. Pembagian tugas (Spesialisasi), spesialisasi ini menyebabkan terjadinya perbedaan
fungsi stratifikasi dan kekuasaan dalam suatu sistem kerja kelompok.
c. Kelangkaan hak dan kewajiban, apabila pembagian hak dan kewajiban tidak
merata, maka yang akan terjadi adalah kelangkaan yang menyangkut stratifikasi
sosial di dalam masyarakat.

3.2.1 Kategori isi dan pengukuran kelas sosial, gaya hidup dan kelas sosial

1. Kategori isi dan pengukuran kelas sosial

A. Kategori isi
Kategori isi kelas sosial biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisara dari status
rendah sampai status yang tinggi. Dengan demikian,para anggota kelas tertentu merasa
para anggota kelas sosial lainyamempunyai status yang lebih tinggi atau lebih yang
lebih rendah dari pada mereka.krena itu,bagi kebanyakan orang,penggolongan sosial
berarti orang tersebut sama dengan mereka (Dalam kelas sosial yang sama), superior
dibanding mereka (Kelas sosial yang lebih tinggi), maupun inferior dibandingkan
mereka (Kelas sosial yang lebih rendah).

B. Pengukuran kelas sosial

Pendekatan yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakp dalam berbagai
kategori yang luas berikut ini;

1. Ukuran subyektif
Dalam pendekatan subyektif untuk mengukurkelas sosial,para individudiminta
untuk menaksirkan kedudukan kelas sosialmereka masing-masin,klasifikasi
keangotaan kelas sosial yangdihasilkan didasarkan pada persepsi partisipasi
terhadap dirinya atau citra diri partisipasi. Kelas sosial dianggap sebagai
fenomenayang menggambarkan rasa memiliki atau mengindetifikasi dengan
orang lain. Ukuran keanggotaan sosial yang subyektif cenderung menghasilkan
berlimpahnya orang yang menggolongkan diri sebagai kelas menengah.

2. Ukuran reputasi
Para sosiolog telah menggnakan pendekatan reputasi untuk memeperoleh
pengertian yang lebih baikmengenai struktur masyarakat tertentu yang sedang
dipelajari. Tetapi,para peneliti konsumen lebih tertarik pada ukuran kelas sosial
lebih tertarik pada ukuran kelas sosial untuk memahami pasar dan perilaku
konsumn dengan lebih baik. Sesuai dengan tujuan yang lebih terfokus
ini,pendekatan reputasi telah terbukti tidak dapat dipergunakan.

3. Ukuran obyektif
Berbeda dengan metode subyektif dan metode reuputasi, yang mengharuskan
orang memimpikan kedudukan para anggota masyarakat lainya,ukuran obyektif
terdiri dari berbagai variabel demografis atau sosioekonomis yang dipilih
mengenai para individu yang sedang di pelajari. Semua variabel ini diukur
melalui kuesioner yang berisibeberapa prtanyaan faktual kepada para responden
mengenai diri mereka sendiri, keluarga atau tempat tinggal mereka. Ketika
memilih ukuran obyektif kelas sosial, kebanyakan penelitian lebuh menyukai
satu atau beberapa variabel berikut ini,pekerjaan,jumlah penghasilan,dan
pendidikan. Ukuran subyektif kelas sosial terbagi menjadi dua kategori pokok
yaitu;

a. Indeks varible tunggal


Indeks variabel tunggal hanya menggunakan satu variabel sosial ekonomi
untuk menilai keanggotaan kelas sosial. Beberapa dari variabel yang digunakan
untuk tujuan ini bahas berikut ini;

- Pekerjaan
- Pendidikan
- Penghasilan
- Variabel lain

b. Indeks variabel gabungan


Indeks gabungan secara sistematis menggabungkan sejumlah faktor sosial
ekonomi untuk membentuk satu ukuran kelas sosial secara menyeluruh. Indeks
tersebut sangat menarik bagi para peneliti konsumenkarena dapat
menggambarkan dengan lebih kompleks kelas sosial di bandingkan indeks
variabel tunggal. Dua diantara indeks gabungan yang lebih penting adalah indeks
karakteristik status dan skor status social ekonomi.

c. Indeks karakteristik status


Ukuran kelas sosial yang klasik adalah ukuran tertimbang dari berbagai
variabel sosial ekonomi berikut, pekerjaan,sumber penghasilan,model rumah,dan
daerah tempat tinggal.

d. Skor status sosial ekonomi


Ukuran kelas sosial ini yang menggabungkan antara tiga variabel sosial
ekonomi dasar; pekerjaan, keluaraga, dan tingkat pendidikan.
2. Gaya hidup dan kelas sosial

A. Gaya hidup

Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusianyang bisa berubah
bergantung zaman atau keinginan seseorang untuk mengubah gaya hidupnya. Istilah
gaya hidup pada awalnya dibuat oleh pisikolog Austria, Afraid Alder pada tahun
1961.

Menurut Kolter ( 2000:89 ) adalah pola hidup seseorang di dunia yang dikspresikan
dalam aktivitas,minat,dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “Keseluruhan diri
seseorang“ dalam berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga dapat
disimpulkan,gaya hidup adalah pola hidup seseorang dimna terdapat titik temu
antara kebutuhan ekspersi diri dengan harapan suatu kelomok tertentu yang
diekspresikan dalam aktivita,minat dan opininya. Gaya hidup setiap kelompok
memiliki akan mempunyai ciri khas tesendiri sehingga, gaya hidup suatu masyarakat
berbeda dengan masyarakat lainnya.

B. Kelas sosial

Menurut Peter Beger mendeinisikan kela sebagai konsep kelas yang dikaitkan
dengan posisi seseorang dalam masyarakat dalam berdasarkan kriteria ekonomi.
Apabila semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang maka semakin tingi juga
kedudukannya, dan bagi mereka perekonomiannya bagus (berkecukupan) termaksud
kategori kelas menengah (high class) sebaliknya bagi mereka yang
perekonomiannya cukup atau kurang, termaksud kedalam kategori kelas menengah
(middle class) dan kelas bawah (lower class).

Kesimpulannya kelas sosial pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-


kelas secara bertingkat, yang mana terjadi pembedaan kelas dalam masyarakat
terebut didasrakan pada faktor ekonomi, pendidikan, dan keterkaitan status (jabatan)
seorang anggota keluarga dengan status anggota keluarga yang lain, bilamana
jabatan kepala keluarga naik, maka status anggota keluarga yang lain ikut naik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelas sosial terdapat 3 bagian;

1. Kekayaan dan penghasilan, diperoleh dari pekerjan profesional lebih berfungsi


dari pada penghasilan yang berwujud upah pekerjan kasar.

2. Pekerjaan, merupakan aspek kelas sosial yang penting,karena begitu banyak segi
kehidupan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan.

3. Pendidikan, apabila seseorang mendapatkan pendidikan yang tinggi maka


memerlukan biaya dan motivasi yang besar, kemudian jenis dan tinggi
rendahnya pendidikan juga mempengaruhi jenjang kelas sosial.
3.2.2 Peran Kelas Sosial dan Segmentasi Pasar, Klasifikasi Kelompok

1. Peran Kelas Sosial

a. Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya,
maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang
diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status. Peranan dalam hal ini
ialah Achieved Status, merupakan kedudukan yang diperoleh seseorang dengan
disengaja. Contoh;

- Kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur,


camat, ketua OSIS dsb.

- Dalam rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak
mempunyai anak.

- Seseorang tidak bisa memberikan surat tilang (bukti pelanggaran) kalau dia
bukan polisi.

Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan
yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Seseorang
dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama, seperti seorang
wanita dapat mempunyai peranan sebagai konflik peranan timbul ketika seseorang
harus memilih salah satu diantara peranannya misalnya sebagai ibu atau sebagai
karyawan kantor.

b. Konflik peranan, timbul apabila seseorang harus memilih peranan dari dua atau
lebih status yang dimilikinya. Pada umumnya konflik peranan timbul ketika
seseorang dalam keadaan tertekan, karena merasa dirinya tidak sesuai atau kurang
mampu melaksakan peranan yang diberikan masyarakat kepadanya. Akibatnya, ia
tidak melaksanakan peranannya dengan ideal/sempurna. Contoh;

- Ibu Tati sebagai seorang ibu dan guru di suatu sekolah. Ketika puterinya sakit, ia
harus memilih untuk masuk mengajar atau mengantarkan anaknya ke dokter.
Pada saat ia memutuskan membawa anaknya ke dokter, dalam dirinya terjadi
konflik karena pada saat yang sama dia harus berperanan sebagai guru mengajar
dikelas isteri, ibu, karyawan kantor sekaligus

1. Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat


seseorang dalam masyarakat. Contoh;

- Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan dan suri teladan para
anggotanya, karena dalam diri pemimpin tersebut tersandang aturan/norma-
norma yang sesuai dengan posisinya.

2. Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat. Contoh;

- Seorang ulama, guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik hati, sabar,
membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi truktur
sosial masyarakat.
Contoh: Suami, isteri, karyawan, pegawai negeri, dsb, merupakan peranperan dalam
masyarakat yang membentuk struktur/susunan masyarakat.
4. Fungsi Peranan Sosial
Peranan memiliki beberapa fungsi bagi individu maupun orang lain. Fungsi tersebut
antara lain:
1. Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan
struktur masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu.
2. Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk membantu
mereka yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut
memerlukan pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb.
2. Segmentasi pasar

Segmentasi pasar merupakan pembagian kelompok pembeli yang memiliki perbedaan


kebutuhan, karakteristik, ataupun perilaku yang berbeda di dalam suatu pasar tertentu.
Segmentasi pasar bisa juga diartikan sebagai pengidentifikasian analisis perbedaan para
pembeli di pasar. Menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong, segementasi pasar adalah
pembagian sebuah pasar menjadi beberapa kelompok pembeli yang berbeda. Segmentasi
pasar dapat dimaksudkan sebagai pembagian pasar yang berbeda-beda (heterogen) menjadi
kelompok- kelompok pasar yang homogen, di mana setiap kelompoknya bisa ditargetkan
untuk memasarkan suatu produk sesuai dengan kebutuhan, keinginan, ataupun karakteristik
pembeli yang ada di pasar tersebut.

Ada beberapa syarat segmentasi yang efektif;

a. Dapat diukur (Measurable), merupakan suatu ukuran, daya beli, dan profil pasar harus
dapat diukur dengan tingkat tertentu.

b. Dapat dijangkau (Accessible), segmen pasar dapat dijangkau dan dilayani secara
efektif.

c. Cukup besar (Substantial), segmentasi pasar cukup besar atau cukup memberi laba
yang dapat dilayani. Suatu segmen merupakan kelompok homogen yang cukup
bernilai untuk dilayani oleh progam pemasaran yang sesuai.

d. Dapat dibedakan (Differentiable), segmen dapat dibedakan dengan jelas.

e. Dapat dilaksanakan (actionable), segmen dapat dijangkau atau dilayani dengan


sumber daya yang dimiliki perusahaan.

Begitu luasnya karakteristik yang terdapat di pasar, maka segmentasi pasar perlu
dilakukan, berikut adalah manfaat dan tujuan secara lebih detail;

a. Pasar lebih mudah dibedakan


Sangat sulit bagi perusahaan untuk terus-menerus mengikuti selera konsumen yang
selalu berkembang di keadaan pasar yang heterogen. Oleh karenanya perusahaan
cenderung mencari kelompok konsumen yang sifatnya homogen agar lebih mudah
untuk memahami selera konsumen, agar produk yang dihasilkan perusahaan tersebut
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga produk yang dibuat
pun dapat diterima dengan baik oleh konsumen.

b. Pelayanan lebih baik


Ada empat hal penting yang diinginkan oleh konsumen dalam memenuhi
kebutuhannya, yaitu kualitas, harga, pelayanan, dan ketepatan waktu. Namun,dari
keempat hal penting itu pelayanan merupakan hal yang paling dominan. Sedang harga
dan kualitas seringkali menjadi nomor dua dibanding pelayanan. Oleh karena itu
segmentasi pasar harus dilakukan agar bisa memberikan pelayanan yang mengarah
dan tepat kepada pasarnya.

c. Strategi pemasaran lebih terarah


Dengan melayani pasar yang sifatnya homogen, maka dalam merencanakan strategi
pemasaran, penyusunan bauran pemasaran (Marketing mix) yang meliputi produk,
harga, distribusi, dan promosinya dapat lebih terarah dan lebih tajam.

d. Menemukan peluang baru


Perusahaan yang memiliki pemahaman atas segmen pasar yang baik tentunya akan
sampai pada titik di mana ia menemukan peluang, meski peluang yang ditemukan
tidak selalu besar.

e. Faktor penentu desain


Dengan adanya pemahaman terhadap kebutuhan segmen-segmen pasar, maka pemasar
dapat mendesain produk sesuai dengan kebutuhan segmen tersebut dan desain yang
dibuat pun lebih responsif terhadap kebutuhan pasar.

f. Strategi komunikasi lebih efektif


Komunikasi bisa menjadi efektif apabila komunikator tahu persis siapa komunikan
yang diajak berkomunikasi olehnya; apa kesukaan, kebiasaan, latar belakang, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini perusahaan sebagai komunikator akan berkomunikasi
dengan cara yang berbeda-beda dan melalui media yang berbeda pula yang
disesuaikan kepada segmen pasar yang ditergetnya.

g. Melihat kompetitor dengan segmen yang sama


Dengan mengetahui siapa yang menjadi segmen bagi sebuah perusahaan, tentunya
perusahaan itu juga bisa melihat apabila ada perusahaan-perusahaan lain (perusahaan
kompetitor) yang menawarkan produk / jasa yang sama, yang juga menargetkan
segmen pasar yang sama dengan yang ditargetnya, dan kegiatan apa saja yang
dilakukan perusahaan-perusahaan kompetitor itu untuk merebut perhatian pasar dalam
usaha memenuhi kebutuhan segmen pasar tersebut.

h. Evaluasi target dan rencana bisnis


Setelah mengetahui siapa dan bagaimana karakteristik segmen pasar yang ditarget,
maka perusahaan bisa melakukan evaluasi atas efektif tidaknya kegiatan pemasaran
yang sudah dilakukan selama periode tertentu, apakah sudah sesuai dengan
karakteristik pasar yang ditargetnya, dan juga perusahaan bisa mempelajari apa yang
lebih dan kurang dari strategi yang sudah berjalan, untuk dibuat perencanaan bisnis
selanjutnya di depan.
Dalam mengidentifikasi segmen pasar, ada tiga tahap prosedur yang harus dilakukan,
yakni;

a. Tahap Survey
Pada tahap ini dilakukan wawancara kepada target segmen pasar untuk mendapatkan
pemahaman terhadap sikap, motivasi, dan perilaku konsumen. Wawancara bisa dalam
bentuk kuesioner, di mana data kuesioner yang terkumpul bisa dijadikan informasi
atas atribut-atribut yang dibutuhkan.
b. Tahap Analisis
Di tahap ini, data yang mengandung variabel-variabel berkorelasi tinggi dibuang,
kemudian dilakukan analisis kelompok untuk menghasilkan jumlah maksimum
segmen yang berbeda.

c. Tahap Pembentukan
Di tahap ini dibentuklah kelompok berdasarkan perbedaan sikap, perilaku, demografis,
psikologis, psikografis, dan pola media. Dari sifat dominan yang ditemukan pada
kelompok tersebut, diberikanlah nama profil pada kelompok segmen itu.

Dalam pengadaan segmentasi pasar, maka pembagiannya dibagi berdasarkan sembilan


kategori;

a. Segmentasi Pasar berdasarkan Geografi


Pada segmentasi ini, pasar dibagi ke dalam beberapa bagian geografi seperti negara,
wilayah, kota, dan desa. Daerah geografi yang dipandang potensial dan
menguntungkan akan menjadi target operasi perusahaan.

b. Segmentasi Pasar berdasarkan Demografi


Pada segmentasi ini pasar dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan dasar
pembagian usia, jenis kelamin, tingkat ekonomi, dan tingkat pendidikan.

c. Segmentasi Pasar berdasarkan Psikografi


Segmentasi psikografi menelaah bagaimana konsumen dengan segmen demografi
tertentu merespon suatu stimuli pemasaran.

d. Segmentasi Pasar berdasarkan Sociocultural


Sebagai dasar lebih lanjut untuk segmentasi pasar, segmentasi sosiokultural yang
memiliki variabel sosiologis (kelompok) dan antropologis (budaya) dibagi dalam
segmen yang sesuai tahap pada:
· Daur hidup keluarga
· Kelas sosial
· Budaya dan sub budaya
· Lintas budaya atau segmentasi pemasaran global

e. Segmentasi Pasar berdasarkan hubungan secara ekstrim


Merupakan bentuk efektif segmentasi bagi penggunaan merek, seperti:
- Tingkat penggunaan: beda segmentasi terletak pada pengguna berat, pengguna
sedang, dan pengguna ringan. Bukan pengguna sebuah produk, jasa, atau merek
khusus.
- Tingkat kesadaran: kesadaran konsumen pada produk, kesiapan membeli produk,
atau apakah konsumen membutuhkan informasi tentang produk tersebut.
- Loyalitas merek: loyalitas konsumen pada merek dijadikan perusahaan sebagai
identifikasi karakteristik konsumen di mana mereka bisa langsung menjadi
pendukung promosi ke orang dengan karakteristik yang sama namun dengan
populasi yang lebih besar.

f. Segmentasi berdasarkan situasi penggunaan


Kesempatan atau situasi bisa menentukan apakah konsumen akan membeli atau
mengkonsumsi. Segmentasi ini dibuat untuk membantu perusahaan memperluas
penggunaan produk.

g. Segmentasi berdasarkan benefit


Bentuk segmentasi yang mengklasifikasikan pembeli sesuai dengan menfaat berbeda
yang mereka cari dari produk merupakan bentuk segmentasi yang kuat. Sebuah studi
yang melakukan pengujian apakah yang mengendalikan preferensi konsumen terhadap
micro atau craftbeer, teridentifikasi lima keuntungan strategic brand, yaitu:
- Fungsional
- Nilai uang
- Manfaat sosial
- Manfaat emosi positif
- Manfaat emosi negatif

h. Segmentasi hybrid
Segmen ini dibentuk berdasarkan kombinasi beberapa variabel segmen yang
membentuk sebuah segmen tunggal. Sebagai contoh segmen geodemografis, sangat
berguna untuk menemukan prospek terbaik bagi seorang pengiklan atau pemasar
dalam menemukan kepribadian, tujuan, dan ketertarikan dan diisolasikan dimana
mereka hidup.

i. Segmentasi Pasar berdasarkan Tingkah Laku


Segmentasi ini dikelompokkan berdasarkan pengetahuan, sikap, penggunaan, atau
reaksi pembeli terhadap suatu produk.

3. Klasifikasi Kelompok Sosial

A. Klasifikasi kelompok sosial menurut cara terbentuknya;

1. Kelompok semu yaitu kelompok sosial yang terbentuk secara spontan , tidak
direncanakan, dan tidak terorganisir. Karena cara terbentuknya tersebut,
diantara anggotanya biasanya tidak terjadi interaksi secara terus menerus, tidak
ada kesadaran berkelompok, serta kehadirannya tidak konstan. Kelompok
semu dibagi menjadi tiga :

a. Kerumunan (Crowd) adalah sekelompok individu yang kebanyakan tidak


saling mengenal yang berkumpul disuatu tempat untuk mengerubungi
sesuatu misalnya; kerumunan orang yang melihat konser musik.

b. Massa adalah kerumunan orang sengaja dikumpulkan disuatu tempat dan


memiliki satu tujuan dimana anggotanya memiliki kesadaran diri renda dan
tidak dapat bergerak secara terorganisir misalnya massa yang berkumpul
untuk berdemo memprotes kebijakan pemerintah.

c. Publik adalah masyarakat luas yang tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Publik terbentuk karena ada perhatian yang sama yang disatukan oleh alat-
alat komunikasi misalnya; orang-orang pendengar siaran radio atau saluran
televisi.
2. Kelompok nyata salah satu cirinya adalah kehadirannya selalu konstan.
Kelompok nyata diklasifikasikan menjadi 4 jenis;

a. Kelompok statistik yaitu kumpulan individu yang dikategorikan dalam


kelompok tertentu oleh para ilmuan untuk kepentingan perhitungan
statistik penduduk misalnya; penggolongan penduduk berdasarkan
kelompok umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain.

b. Kelompok kemasyarakatan yaitu kelompok sosial yang terbentuk karena


adanya kesadaran akan kesamaan para anggotanya. Namun belum tentu
terjadi kontak atau komunikasi.

c. Kelas antar anggota kelompok dan tidak ada organisasi dalam kelompok
sosial jenis ini. Misalnya; kelompok yang memiliki kesamaan jenis
kelamin (laki-laki/perempuan), ras,agama, kelompok kaya dan miskin.

d. Kelompok sosial, dalam kelompok sosial sudah terdapat kesadaran


kelompok dan komunikasi dan kontak intens, sudah terdapat kesadaran
kelompok dan komunikasi antar anggotanya, namun tidak terdapat
organisasi kelompok. Misalnya; kelompok teman, keluarga , keagamaan,
dll.

e. Kelompok asosiasi sudah dijumpai kesadaran kelompok antar anggotanya,


adanya saling komunikasi , dan adanya kepentingan bersama yang hendak
dicapai anggotanya. Antar anggota dalam kelompok ini juga terikat dalam
sebuah organisasi formal. Misalnya organisasi-organisasi profesi seperti
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikantan Dokter Indonesia
(IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan organisasi –
organisasi politik formal lainnya.

B. Klasifikasi Kelompok sosial berdasarkan sudut pandang

1. In Group adalah kelompok dimana seorang individu mengidentifikasikan


dirinya atau merasa menjadi anggota dari kelompok tersebut.

2. Out Group adalah kelompok yang berada diluar keanggotaan seorang individu
atau kebalikan dari in group.

C. Kelompok Sosial Paguyuban dan Patembayan

1. Paguyuban (Gemeinschaft) memiliki ciri-ciri utama yaitu bersifat intim (dekat)


, privat (pribadi), dan eksklusif (hanya melibatkan dua pihak tanpa pihak
ketiga). Dasar pembentikannya terdiri dari tiga macam, yaitu karena ikatan
darah (blood), tempat tinggal (place), dan karena kesamaan pikiran. Misalnya;
kelompok keluarga, kekerabatan, masyarakat desa, dan teman bermain.

2. Patembayan (Gesellschaft) kelompok ini lebih bersifat semu dibandingkan


dengan kelompok paguyuban. Hubungan antaranggota dalamkelompok ini
cenderung lebih bersifat jangka pendek (sementara) berdasarkan kontrak-
kontrak tertentu, hanya terikat secara lahiriah tanpa adanya ikatan batin (tidak
intim), serta para anggotanya berhubungan secara resmi berdasarkan hubungan
timbal balik. Misalnya; sistem kepengurusan pada sebuah perusahaan modern.

D. Kelompok Sosial Sekunder dan Primer

1. Kelompok Primer, sifat utama kelompok ini adalah hubungan antaranggotanya


yang akrab,informal, personal dan total. Misalnya; keluarga dan klik
(kelompok bermain/geng)

2. Kelompok Sekunder, merupakan kelompok sosial yang anggota-anggotanya


berhubungan secara formal, impersonal, segmental, (terpisah-pisah), dan
berdasarkan azas manfaat. Misalnya; komite sekolah, PGRI, TNI, dan
kelompok profesi formal lainnya.

3.2.3 Kepemilikan Kelompok dalam Kelas sosial dan Kelompok Sosial

1. Pemilik Kelompok dalam Kelas Sosial dan Kelompok Sosial

Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian


kelas atau golongan dalam masyarakat. Istilah kelas memang tidak selalu memiliki arti yang
sama, walaupun pada hakekatnya mewujudkan sistem kedudukan yang pokok dalam
masyarakat sosial atau golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak dipakai
untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa definisi kelas sosial ialah sekelompok manusia yang menempati lapisan
sosial berdasarkan kriteria ekonomi tertentu.

Pengaruh dari adanya kelas sosial terhadap perilaku konsumen begitu tampak dari
pembelian akan kebutuhan untuk sehari-hari, bagaimana seseorang dalam membeli akan
barang kebutuhan sehari-hari baik yang primer ataupun hanya sebagai penghias dalam kelas
sosial begitu berbeda. Untuk kelas sosial dari status yang lebih tinggi akan membeli barang
kebutuhan yang bermerek terkenal, ditempat yang khusus dan memiliki harga yang cukup
mahal. Sementara itu untuk kelas sosial dari status yang lebih rendah akan membeli barang
kebutuhan yang sesuai dengan kemampuannya dan ditempat yang biasa saja. Adapun yang
merupakan ukuran kelas sosial dari konsumen yang dapat diterima secara luas dan mungkin
merupakan ukuran kelas sosial terbaik terlihat dari pekerjaan, pendidikan dan penghasilan.

A. Status Sosial
Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status
sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena
memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang
rendah karena memiliki status sosial yang rendah.

Contoh: Pada masyarakat Bali, masyarakatnya dibagi dalam empat kasta, yakni
Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra. Ketiga kasta pertama disebut Triwangsa.
Kasta keempat disebut Jaba. Sebagai tanda pengenalannya dapat kita temukan dari
gelar seseorang. Gelar Ida Bagus dipakai oleh kasta Brahmana, gelar cokorda,
Dewa, Ngakan dipakai oleh kasta Satria. Gelar Bagus, I Gusti dan Gusti dipakai oleh
kasta Waisya, sedangkan gelar Pande, Khon, Pasek dipakai oleh kasta Sudra.
B. Pengertian Kelompok
Agar memberi pengertian yang jelas tentang kelompok, berikut ini diawali dengan
proses pertumbuhan kelompok itu sendiri. Individu sebagai makhluk hidup
mempunyai kebutuhan yang menurut A. Maslow dikenal sebagai:

- Kebutuhan fisik
- Kebutuhan rasa aman
- Kebutuhan kasih sayang
- Kebutuhan prestasi dan prestise, serta
- Kebutuhan untuk melaksanakan sendiri.

Di lain pihak, individu memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas,
namun potensi yang ada pada individu yang bersangkutan terbatas sehingga individu
harus meminta bantuan kepada individu lain yang sama-sama hidup satu kelompok.
Dalam keadaan seperti itu, individu berusaha mengatasi kesulitan yang ada pada
dirinya melalui prinsip escapism, artinya salah satu bentuk pelarian diri dengan
mengorbankan pribadinya dan mempercayakan pada orang lain yang menurut
pendapatnya memiliki sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Bentuk penyerahan diri
seperti ini mengakibatkan timbulnya perasaan perlunya kemesraan di dalam
kehidupan bersama. artinya, individu tidak dapat hidup tanpa kerja sama dengan
individu lain.
Bentuk kelompok seperti keluarga, regu kerja, atau regu belajar merupakan contoh
konkret dan kelompok-kelompok tersebut saat ini mendapat tempat yang baik di
dalam masyarakat yang semakin kompleks. Smith menguraikan: “Kelompok adalah
suatu unit yang terdapat beberapa individu, yang mempunyai kemampuan untuk
berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan atas dasar kesatuan persepsi.”

1. Klasifikasi Kelompok
Kelompok dapat diklasifikasikan menjadi empat dikotomi;

a. Kelompok Primer versus Kelompok Sekunder


Kelompok primer adalah kelompok sosial dimana hubungan antar
anggotanya bersifat pribadi dan berlangsung lama. Anggota-anggota kelompok
itu terikat oleh kesetiaan yang kuat, dan biasanya mereka melakukan kegiatan
bersama, menghabiskan waktu bersama dan merasa bahwa mereka saling
mengenal satu sama lain dengan baik.
Kelompok sekunder merupakan kelompok social yang besar dan tidak
bersifat pribadi, berdasarkan atas kesukaan dan kegiatan yang sama. Hubungan
kerap kali berlangsung singkat.

b. Kelompok Formal versus Kelompok Informal


Kelompok formal terdiri dari anggota-anggota kelompok yang berinteraksi
menurut struktur yang baku. Kelompok informal terbentuk karena anggota-
anggotanya mempunyai tujuan, pengalaman, kesukaan dan kegiatan yang sama.
Dalam kelompok informal tidakada struktur maupun pembagian wewenang dan
kekuasaan yang baku.
c. Kelompok Besar versus Kelompok Kecil
Kelompok social yang besar dengan sendirinya akan memberlakukan aturan
yang harus diikuti untuk menjaga kestabilan kelompok itu. Dalam kelompok
besar interaksi antar anggotanya tidak seerat kelomok kecil, diman boleh
dikatakan bahwa anggota kelompok kecil mengenal anggota yang lain, lebih
baik daripada para anggotakelompok yang lebih besar.

d. Kelompok yang Mensyaratkan Keanggotaan versus Kelompok Simbolik


Seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menjadi anggota
dalam kelompok yang pertama. Keanggotaan dalam kelompok ini
mengakibatkan seseorang menyerap nilai-nilai kelompok, mengembangkan
sikap-sikap tertentu dan juga berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan sikap itu.
Kelompok simbolis tidak mensyaratkan seseorag untuk menjadi anggota,
walaupun orang itu bisa saja menyerap nilai-nilai, dan sikap-sikap tertentu,
bahkan berperilaku sesuai dengan kelompok simbolis tersebut. Kelompok
simbolis bersifat tidak nyata.

3.2.4 Kelompok Referensi dan Pengaruh Kelompok Referensi

A. Kelompok Referensi (Kelompok Acuan)

Kelompok rujukan/acuan (reference group) adalah kelompok yang digunakan sebagai


alat ukur (standar) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Grup referensi
melibatkan satu atau lebih orang yang dijadikan sebagai dasar pembanding atau titik
referensi dalam membentuk tanggapan afeksi dan kognisi serta meyatakan perilaku
seseorang. Grup referensi ukurannya beragam (dari satu hingga ratusan orang), dapat
memiliki bentuk nyata (orang sebenarnya), atau tak nyata dan simbolik ( eksekutif yang
berhasil atau bintang olahraga). Grup referensi seseorang dapat berasal dari kelas sosial,
subbudaya, atau bahkan budaya yang sama atau berbeda.

Jenis grup referensi itu tediri dari,

1. Contactual Group adalah kelompok yang mensyaratkan keanggotaan dan


merupakan kelompok di mana konsumen terus beraktivitas bersama dengan para
anggota kelompok yang lain.

2. Disclaimant group adalah kelompok yang menolak satu ide maupun produk , seperti
misalnya yayasan kanker yang menolak konsumsi rokok dan mempengaruhi anggota
masyarakat umumuntuk tidak mengkonsumsi rokok.

3. Aspirational group adalah kelompok tanpa keanggotaanyang mempengaruhi


konsumen untuk bersifat positif terhadap satu produk. Misalnya, model iklan yang
mempengaruhi konsumen untuk membeli.

4. Avoidance group adalah kelompok tanpa keanggotaan yang dengan sengaja


menghindar dari produk. Misalnya, vetsin diberitakan merusak kesehatan dan
menyebabkan kanker, oleh karena itu para ibu rumah tangga menghindari
pemakaian vetsin.
Adapun menurut Sumarwan (2003) yang menggolongkan kelompok referensi
berdasarkan posisi dan fungsinya;

1. Kelompok Formal, yaitu kelompok yang memiliki struktur organisasi secara tertulis
dan keanggotaannya terdaftar secara resmi. Contohnya, Serikat Pekerja Indonesia,
universitas dll.

2. Kelompok Informal, yaitu kelompok yang tidak memiliki struktur organisasi secara
tertulis dan keanggotaannya tidak terdaftar secara resmi. Contohnya, kelompok
bermain futsal, kelompok arisan dll.

3. Kelompok Aspirasi, yaitu kelompok yang memperlihatkan keinginan untuk


mengikuti norma, nilai, maupun perilaku dari orang lain yang dijadikan kelompok
acuan. Anggota kelompok aspirasi tidak harus menjadi anggota dalam kelompok
referensinya, atau antar anggota aspirasi tidak harus menjadi anggota kelompok
referensinya dan saling berkomunikasi. Contoh, anak-anak muda yang mengikuti
gaya berpakaian para selebriti Korea atau Amerika.

4. Kelompok Disosiasi, yaitu seseorang atau kelompok yang berusaha menghindari


asosiasi dengan kelompok referensi.

Penerapan Konsep Kelompok Acuan Pada Promosi

Ada tiga jenis daya tarik utama kelompok acuan yang biasa digunakan dalam kiat- kiat
pemasaran;

1. Selebritis, pada umumnya orang terpesona melihat orang kaya, sukses terkenal, dan
mereka bisa terkenal karena cantik/ganteng dan mempunyai keahlian tertentu. Mereka
mempengaruhi pengagumnya dalam hal cara berpikir, apa yang dibeli, digunakan,
ditonton, dimaka, diminum, didengarkan, dan dalam kegiatan dimana mereka terlibat.

2. Ahli atau pemimpin pendapat; mereka adalah orang-orang yang pendapatnya mengenai
suatu produk tertentu dituruti oelh orang-orang yang kurang tahu tentang produk
tersebut.

3. Orang biasa; konsumen yang berpengalaman menggunakan produk, seperti disebutkan


sebelumnya, akan dituruti pendapatnya oleh calon konsumen. Konsumen juga lebih
mudah untuk mengidentifikasikan dirinya terhadap orang biasa yang digunakan di iklan.
Rinso menggunakn kiat ini dalam mempromosikan produknya.

B. Pengaruh Kelompok Referensi

Menurut Hawkins et al. (2007), terdapat tiga pengaruh kelompok referensi, yaitu:

1. Pengaruh informasional (Informational influence) terjadi ketika seorang individu


menggunakan perilaku dan pendapat anggota sebagai sumbangan informasi yang sangat
berguna.

2. Pengaruh normatif (Normative influence), kadang-kadang merujuk pada pengaruh


utilitarian (Utilitarian influence), terjadi ketika individu memenuhi ekspektasi kelompok
untuk mendapat reward langsung untuk menghindari sanksi.
3. Pengaruh Identifikasi (Identification influence), juga disebut value-expressive influence,
terjadi ketika individu telah mengalami internalisasi nilai dan norma grup.

Terdapat tiga cara yang disampaikan oleh Engel et al. (1994), yaitu:

a. Pengaruh utilitarian (Normatif), pengaruh kelompok referensi dapat diekspresikan


melalui tekanan untuk tunduk pada norma kelompok; oleh karena itu lazim mengacu
pada pengaruh normatif. Contohnya, ketika seorang individu memenuhi harapan
kelompok untuk mendapatkan hadiah langsung atau menghindari hukuman.

b. Pengaruh nilai-ekspresif, kelompok rujukan juga dapat melaksanakan fungsi nilai-


ekspresif, di mana suatu kebutuhan akan hubungan psikologis dengan suatu
kelompok tampak jelas dengan penerimaan norma, nilai, atau perilaku kelompok
tersebut dan respons penyesuaian diri dibuat, walaupun tidak ada motivasi untuk
menjadi seorang anggota. Sederhananya adalahketika seorang individu kelompok
menggunakan norma dan nilai-nilai dianggap sebagai panduan bagi sikap mereka
sendiri atau nilai-nilai.

c. Pengaruh informasi, konsumen kerap menerima opini orang lain sewaktu


memberikan bukti yang dapat dipercaya dan dibutuhkan mengenai realitas. Perilaku
dan pendapat kelompok referensi digunakan sebagai berguna potongan informasi
yang berpotensi.

C. Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Pengaruh Kelompok Acuan (referensi)

Besar kecilnya pengaruh yang dibrikan oleh kelompok acuan terhadap perilaku individu
biasanya tergantung dari sifat-sifat dasar individu, produk yang ditawarkan, juga pada faktor-
faktor sosial yang spesifik.

1. Informasi tentang produk dan pengalaman menggunakan produk tersebut. Seseorang


yang telah pengalaman langsung dengan produk atau jasa, memperoleh informasi
lengkap tentang hal itu, mungkin dipengaruhi oleh saran atau contoh orang lain. Dalam
iklan hampir selalu ditampilkan bahwa si sumber komunikasi, yang adalah kelompok
acuan, memang sudah pernah menggunakan/mengkonsumsi produk atau jasa yang
ditawarkan dan mereka puas.

2. Kredibilitas, daya tarik, dan kekuatan kelompok acuan. Sebuah kelompok acuan yang
dianggap kredibel, menarik, atau kuat dapat menginduksi sikap konsumen dan
perubahan perilaku. Sebagai contoh, ketika konsumen memperhatikan dengan
memperoleh informasi yang akurat tentang kinerja atau kualitas suatu produk atau jasa,
mereka akan dipengaruhi oleh orang- orang yang mereka anggap sebagai orang yang
terpercaya dan berpengetahuan.

3. Sifat produk yang menonjol secara visual atau verbal. Produk yang menonjol secara
visual maupun verbal adalah produ-produk yang dikonsumsi didepan umum dan juga
produk yang ekslusif seperti barang-barang mewah.

4. Dampak kelompok acuan terhadap produk dan pilihan merek, terutama yang meyangkut
reward power dan social power. Di beberapa kasus, untuk beberapa produk, kelompok
acuan mungkin kelompok acuan dapat mempengaruhi kategori produk baik seseorang
dan pilihan merek (atau tipe). Seperti produk yang disebut produk plus, merek barang
plus. Pada kasus yang lain, kelompok acuan mempengaruhi hanya produk kategori
keputusan.

5. Besar kecilnya risiko yang dipersepsi konsumen bila dia menggunakan produk tersebut.
Semakin besar resiko yang dipersepsi, semakin besar pengaruhkelompok acuan yang
sengaja dicari. Orang yang ingin membeli mobil akan bertanya dan terus mencari
informasikarena dia mempersepsi risiko yang tinggi (harga mahal dan dia bukan ahli
mesin).
BAB IV
PENGARUH PRIBADI DAN DIFUSI INOVASI
BAGIAN I

5.1.3 Pengertian Difusi Inovasi

Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers (1983)
mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran
tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial (the process
by which an innovation is communicated through certain channels overtime among the
members of a social system). Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis
perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem
sosial.

Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh
individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide,
praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain.
Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide,
praktek atau benda tersebut.

Dari kedua padanan kata di atas, maka Difusi Inovasi adalah suatu proses penyebar
serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat yang
terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang lain, dari suatu kurun waktu
ke kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial.

Sementara itu, tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi (ilmu
pengetahuan, tekhnologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem sosial
tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi sampai kepada
masyarakat.

4.1.2 Sejarah Perkembangan Difusi Inovasi

Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903,
ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk
S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu
inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva
ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu
yang lainnya menggambarkan dimensi waktu. Pemikiran Tarde menjadi penting karena
secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi
inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current
importance because “Most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat
itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-
penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan
hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat.
Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva
S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of
adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on
a cumulative basis over time.”

Perkembangan berikutnya dari teori difusi inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana
studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer,
seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh
teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of
Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of
Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis
Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).

4.1.3 Pengertian Dimensi Difusi Inovasi

Diseminasi (Bahasa Inggris: Dissemination) adalah suatu kegiatan yang ditujukan


kepada kelompok target atau individu agar mereka memperoleh informasi, timbul
kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi tersebut. Diseminasi
merupakan tindak inovasi yang disusun dan disebarkannya berdasarkan sebuah perencanaan
yang matang dengan pandangan jauh ke depan baik melalui diskusi atau forum lainnnya
yang sengaja diprogramkan, sehingga terdapat kesepakatan untuk melaksanakan inovasi,
Selain itu diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan
dikelola. Hal ini berbeda dengan difusi yang merupakan alur komunikasi spontan.
Sehingga terjadi saling tukar informasi dan akhirnya terjadi kesamaan pendapat antara
tentang inovasi tersebut.

Perubahan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cepat dan
dinamika sosial dan politik akan mempengaruhi pilihan strategi komunikasi dan diseminasi
informasi publik. Hal ini menjadi tantangan sekaligus catatan bagi pejabat publik dan humas
pemerintah untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan tersebut.Secara
umum pola komunikasi di masa mendatang relatif tidak berubah. Komunikasi linier, sebagai
basis, tetap digunakan. Namun, proses atau pendekatan komunikasi transaksional (yang
bersifat diskusi interaktif, kooperatif, egaliter, resiprokal) akan makin berkembang dan
menjadi kebutuhan.

Fenomena ini bisa kita lihat, misalnya, acara-acara talkshow yang menghadirkan
narasumber dan melibatkan pendengar, tetap menjadi pilihan. Hanya saja, media perlu
berupaya agar mereka yang selama ini ‘diam’ menjadi ‘mau bersuara’ dan menghindari
narasumber yang “itu lagi, itu lagi” karena akan membuat audiens cepat bosan.
4.1.4 Element Difusi Inovasi

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu:

1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam
hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi
untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
2. Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu
memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika
komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak
yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan
efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah
sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling
tepat adalah saluran interpersonal.
3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan
itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat
dalam;
a. Proses pengambilan keputusan inovasi,
b. Keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima
inovasi, dan
c. Kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
d. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen
yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara
lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu
inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang
berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup;

1. Atribut inovasi (Perceived atrribute of innovasion)


2. Jenis keputusan inovasi (Type of innovation decisions)
3. Saluran komunikasi (Communication channels)
4. Kondisi sistem sosial (Nature of social system)
5. Peran agen perubah (Change agents)

4.1.5 Homophily dan Heterophily

Prinsip homophily merupakan salah satu prinsip berkomunikasi dimana komunikator


dan komunikan atau pembicara dan khalayak atau lawan bicara merasa berada dalam
persamaan. Sedangkan heterophily sebaliknya yaitu ketika pembicara dan khalayak atau
lawan bicara berada dalam suasana perbedaan.

Ilustrasi: Ketika melakukan kegiatan presentasi proposal kerjasama dengan pemimpin


perusahaan yang berasal dari Yogyakarta dan terkenal sangat santun sesuai dengan
budayanya, maka Anton melakukan presentasi dengan santun, tapi jelas dan pasti. Hal ini
membuat pemimpin perusahaan tersebut sangat terkesan dan menerima proposal yang
dipresentasikan.

Hal yang berbeda dengan presentasi yang dilakukan dalam prinsip heterophily seperti
yang dialaminya tahun lalu, ketika itu ia mempresentasikan proposalnya dengan lugas,
banyak menggunakan bahasa Inggris dan banyak mengambil contoh kasus di Amerika.
Presentasinya tidak begitu disukai dan proposalnya tidak begitu disukai dan proposalnya
ditolak.

4.1.6 Pengaruh Individu terhadap Perilaku Konsumen

Pengaruh individu dalam perilaku konsumen merupakan salah satu faktor yang dapat
menjadi acuan seorang konsumen dalam melakukan kegiatan pembelian. Setiap individu
memiliki pemikiran yang berbeda-beda dalam menkonsumsi suatu barang atau jasa, namun
adakalanya seorang individu dapat mempengaruhi individu lainnya dalam mengkonsumsi
suatu barang atau jasa. Ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seorang individu,
antara lain :

A. Faktor Sosial

1. Group, sikap dan perilaku individu banyak dipengaruhi oleh kelompok-


kelompok kecil. Dimana kelompok tersebut secara langsung (primary groups)
dan tidak langsung (secondary groups) yang mempunyai interaksi satu dengan
yang lain sehingga group memiliki peran dalam mempengaruhi individu dalam
pembelian.

2. Keluarga, keluarga mempunyai peran terbesar dalam mempengaruhi individu


dalam pembelian suatu produk karena keluarga pula yang mempunyai peran
paling banyak dalam interaksi seorang individu.

3. Peran dan statua, peran merupakan aktivitas yang diharapkan seseorang sesuai
orang-orang dalam lingkungan sekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status
yang merefleksikan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat.

B. Faktor Personal

1. Keadaan ekonomi, faktor ini mempengaruhi pilihan produk seorang individu,


dimana dengan situasi tersebut seseorang akan melakukan keputusan terhadap
produk mana yang akan ia beli yang terjangkau dengan keadaan ekonominya
pada saat ini.

2. Gaya hidup, gaya hidup seseorang akan membentuk pola kehidupan yang
membentuk aktivitasnya, dimana seseorang dapat mengekspresikan dengan
menunjukkan ketertarikan dan opini terhadap suatu produk.

3. Umur seseorang akan merubah pilihan produknya seiring dengan siklus


kehidupannya. Umur tentulah memiliki peran penting dalam mengambil
keputusan untuk tetap pada suatu produk atau menggantinya dengan yang lebih
terasa manfaatnya.
4. Pekerjaan, faktor yang mempengaruhi seseorang ketika melakukan pembelian,
perbedaan dalam pekerjaan akan berbeda pula pembeliannya.

C. Faktor Psikologis

1. Motivasi, kebutuhan yang mendorong seseorang untuk mencari produk yang


sesuai dengan kebutuhannya. Ketika satu level kebutuhan terpenuhi maka
seseorang akan mencari sesuatu yang ada memuaskan kebutuhannya pada level
selanjutnya (Teori Marslow).

2. Persepsi, presepsi seorang konsumen akan mempengaruhi dia dalam pembelian


suatu produk. Seorang konsumen akan menerjemahkan setiap informasi yang ia
dapat yang kemudian akan membentuk suatu opini yang kuat terhadap suatu
produk sehingga mempengaruhi keputusan yang akan diambil dalam pembelian
suatu produk.

3. Pembelajaran, Pembelajaran adalah proses mempelajari, memperhatikan,


menyimpulkan suatu hal yang terus berkembang dan berubah seiring informasi
terbaru yang ia terima.

D. Faktor Kultur

1. Sub Kultur, Sekelompok orang yang memiliki kesamaan agama, daerah atau
bangsa seseorang.

2. Kelas Sosial, Penggelompokkan individu berdasarkan suatu kesamaan sesuai


dengan kelas sosial dimana dia berada.

4.1.7. Teori Individu terhadap Perilaku Konsumen

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian terhadap suatu


produk. Manajemen perlu mempelajari faktor-faktor tersebut agar program pemasarannya
dapat lebih berhasil. Faktor tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi, psikologis,
sosiologis dan antropologis. Alasan mengapa seseorang membeli produk tertentu atau
alasan mengapa membeli pada penjual tertentu akan merupakan faktor yang sangat penting
bagi perusahaan dalam menentukan desain produk, harga, saluran distribusi, dan program
promosi yang efektif, serta beberapa aspek lain dari program pemasaran perusahaan.
Adapun beberapa teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut:

A. Teori ekonomi mikro, teori ini beranggapan bahwa setiap konsumen akan berusaha
memperoleh kepuasan maksimal. Mereka akan berupaya meneruskan pembeliannya
terhadap suatu produk apabila memperoleh kepuasan dari produk yang telah
dikonsumsinya, di mana kepuasan ini sebanding atau lebih besar dengan marginal
utility yang diturunkan dari pengeluaran yang sama untuk beberapa produk yang
lain;

B. Teori Psikologis, teori ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu
yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. Bidang psikologis ini sangat
kompleks alam menganalisa perilaku konsumen, karena proses mental tidak dapat
diamati secara langsung.
C. Teori Antropologis, teori ini juga menekankan perilaku pembelian dari suatu
kelompok masyarakat yang ruang lingkupnya sangat luas, seperti kebudayaan, kelas-
kelas sosial dan sebagainya.

4.1.8 Motivasi Pemikiran Individu terhadap Perilaku Konsumen

Motivasi menurut American Encyclopedia adalah kecenderungan (Suatu sifat yang


merupakan pokok pertentangan) dalam diri sesoerang yang membangkitkan topangan dan
tindakan. Motivasi meliputi factor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat
diduga dari pengamatan tingkah laku manusia. Dengan demikian motivasi dapat diartikan
sebagai pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau
bekerjasama,bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai
kepuasan.motivasi konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan.
Dengan adanya motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku yang
diarahkan pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan.

Motivasi konsumen yang dilakukan oleh produsen sangat erat sekali berhubungan
dengan kepuasan konsumen. Untuk itu perusahaan selalu berusaha untuk membangun
kepuasan konsumen dengan berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks perilaku
konsumen mempunyai peranan penting karena motivasi timbul karena adanya kebutuhan
yang belum terpenuhi dan tujuan yang ingin dicapai.kebutuhan menunjukkan kekurangan
yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai penggerak
atau pembangkit perilaku. Artinya jika kebutuhan akibat kekurangan itu muncul, maka
individu lebih peka terhadap usaha motivasi para konsumen. Motivasi mempunyai suatu
proses yaitu ;

1. Tujuan. Perusahaan harus bias menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin
dicapai, baru kemudian konsumen dimotivasi ke arah itu.

2. Mengetahui kepentingan. Perusahaan harus bisa mengetahui keinginan konsumen


tidak hanya dilihat dari kepentingan perusahaan semata.

3. Komunikasi Efektif. Melakukan komunikasi dengan baik terhadap konsumen agar


konsumen dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan apa yang bisa
mereka dapatkan.

4. Integrasi Tujuan. Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan
tujuan kepentingan konsumen. Tujuan perusahaan adalah untuk mencari laba serta
perluasan pasar.

5. Tujuan individu konasumen adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan.kedua


kepentingan di atas harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian
motivasi.

4.1.9 Pengeruh Kelompok Referensi dalam Perilaku Konsumen

Seorang konsumen mungkin akan terlibat atau menjadi bagian dari satu atau lebih
kelompok. Seorang konsumen yang bekerja sebagai manajer di salah satu perusahaan
adalah anggota dari kelompok pegawai dari perusahaan tempat ia bekerja. Konsumen
tersebut menjadi anggota masyarakat di komplek perumahan ia tinggal. Jika konsumen
menjadi anggota sebuah klub kebugaran, maka ia menjadi bagian dari kelompok klub
kebugaran tersebut. Jika ia aktif di partai politik, maka ia adalah bagian dari kelompok
partai tersebut. Sebuah kelompok (group) merupakan kumpulan dari dua atau lebih orang-
orang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan yang sama, tujuan tersebut bisa
merupakan tujuan individu atau tujuan bersama. Di dalam perspektif pemasaran, masing-
masing kelompok di mana konsumen menjadi anggotanya akan mempengaruhi perilaku
pembelian dan konsumsi dari konsumen tersebut.

Kelompok mempengaruhi proses pembelian dalam dua cara. Pertama, kelompok


mempengaruhi pembelian yang dibuat oleh seorang konsumen. Kedua, anggota-anggota
keompok seringkali membuat keputusan bersama-sama sebagai sebuh kelompok. Sebagai
anggota kelompok dari pegawai sebuah perusahaan, konsumen tersebut akan memakai
pakaian kerja sesuai dengan ketentuan dari kantornya. Sebagai anggota masyarakat,
konsumen tersebut harus mengikuti semua aturan yang digariskan oleh rukun warga dimana
ia tinggal. Konsumen akan sukarela membayar segala macam iuran demi tercapainya tujuan
keamanan semua warga masyarakat. Sebagai anggota klub kebugaran, seorang konsumen
mungkin bersama-sama dengan anggota lain memutuskan tempat liburan yang akan
dikunjungi pada musim panas. Singkatnya, konsumen akan dipengaruhi oleh kelompok di
mana ia menjadi anggotanya.
BAB V
KEPRIBADIAN DAN KONSEP DIRI
BAGIAN I

5.1.1 Pengertian Kepribadian

Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang menentukan dan


merefleksikan bagaimana seseorang merespon lingkungannya (Schiffman dan Kanuk,
2000). Berdasarkan definisi ini maka bisa disimpulkan bahwa yang ditekankan adalah
karakter-karakter internal termasuk didalamnya berbagai atribut, sifat, tindakan yang
membedakan dengan orang lain. Secara praktis konsep kepribadian dapat didefinisikan
sebagai seperangkat pola perasaan, pemikiran dan perilaku yang unik yang menjadi standar
respon konsumen untuk berbagai situasi. Pola ini memiliki beberapa ciri khas yaitu;

1. Mencerminkan perbedaan individu


2. Konsisten
3. Psikologis dan fisiologi
4. Kepribadian dapat berubah
5. Kepribadian berinteraksi dengan situasi

Beberapa definisi kepribadian menurut para ahli sosiologi antara lain sebagai berikut,

1 Gordon W. Allport: Menurutnya, pengertian kepribadian adalah organisasi sistem


jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya
yang unik terhadap lingkungannya.

2. M.A.W. Brower: Pengertian kepribadian menurut M.A.W. Brower adalah corak


tingkah laku sosial yang terdiri dari corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini, dan
sikap-sikap seseorang.

3. Theodore M. Newcomb: Menurut Theodore M. Newcom bahwa pengertian


kepribadian adalah organisasi sikap-sikap (predispositions) yang dimiliki seseorang
sebagai latar belakang pemiliknya.

4. John F. Cuber: Menurut John F. Cuber, kepribadian adalah keseluruhan sifat yang
tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.

5 J. Milton Yinger: Kepribadian adalah keseluruhan perilaku seseorang individu


dengan sistem kecenderungan tertentu dengan berinteraksi dengan serangkaian
situasi.

5.1.2 Aspek-Aspek Kepribadian

Menurut Abin Syamsuddin (2003) yang mengemukakan mengenai aspek-apek


kerpibadian yaitu sebagai berikut;
1. Karakter, adalah konsekuen tidaknya mematuhi etika perilaku konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.

2. Temperamen, adalah disposisi rekatif seorang, atau cepat lambatnya mengenai


mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan akan yang datang dari lingkungannya.

3. Sikap, ialah sambutan terhadap objek yang sifatnya positif, negatif atau ambivalen.

4. Stabilitas emosi, yaitu ukuran kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan


lingkungannya, Misalnya mudah tidak tersinggung, marah, putus asah atau sedih.

5. Responsibilitas (Tanggung jawab), yaitu kesiapan untuk menerima risiko dari


tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Misalnya mau menerima risiko yang wajar,
cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.

6. Sosiabilitas, adalah disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.


Misalnya, sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain.

5.1.3 Ciri-Ciri Kepribadian

Kepribadian merupakan karakteristik yang menggambarkan perilaku dan budi pekerti


seseorang. Ciri-ciri kepribadian sebagai berikut;

A. Ciri-Ciri Kepribadian Sehat

1. Secara realistik, mengenai kelebihan dan kekurangan baik secara fisik,


pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

2. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai


keberhasilan yang diperoleh dan diraih secara rasional, tidak menjadi sombong,
angkuh, atau mengalami superiority compelx jika memperoleh prestasi yang
tinggi atau kesuksesan.

3. Kemandirian; mempunyai sifat yang mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta
menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dilingkungannya.

4. Mampu menilai secara realistik; dapat menghadapi situasi dengan kondisi


kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar,
tidak mengharapkan kondisi kehidupan sebagai sesuatu yang sempurna.

5. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya dengan berdasarkana filsafat


hidup berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.

6. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain,


memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah yang terdapat
dilingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai
orang lain misalnya dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain,
tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan
mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
7. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai dengan kebahagian, yang didukung
faktor-faktor achiement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan affection (kasih
sayang).

8. Penerimaan sosial; mau berpartisipasi aktif di kegiatan sosial dan mempunyai


sikap bersahabat dalam berhubungan terhadap orang lain.

9. Berorientasi tujuan; dapat memutuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan


kehidupannya yang berdasarkan pertimbangna secara matang (rasional), tidak
atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara
mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.

10. Mampu mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi
situasi frustasi, depresi, atau stress secara positif atau konstrutik, tidak
desktruktif (merusak).

11. Menerima tanggung jawab; dia memiliki keyakinan terhadap kemampuannya


untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya.

B. Ciri-Ciri Kepribadian Tak Sehat

1. Mudah marah (tersinggung).

2. Hiperaktif.

3. Sulit tidur.

4. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas.

5. Pesimis dalam menghadapi kehidupan.

6. Sering tertekan (stress atau depresi).

7. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan.

8. Bersikap kejam atua senang mengganggu orang lain yang usianya jauh lebih
muda atau tdengan binatang.

9. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang walaupun sudah


diperingati atau dihukum.

10. Senang mengkritik mencemooh orang lain.

11. Kurang semangat.

12. Kurang mempunyai kesadaran untuk mentaati ajaran agama .

13. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang
bersifat organis).

5.1.4 Faktor-faktor Penentu Kepribadian


Kepribadian seseorang dihasilkan oleh faktor keturunan, lingkungan dan kondisi
situasional (Stephen dan Timothy, 2008:127), antara lain;

1. Faktor Keturunan

Faktor keturunan ditransimisikan melalui ”gen”, yang berada dalam kromosom,


yang menentukan keseimbangan hormon, bentuk fisik, dan menentukan atau
membentuk kepribadian. Kepribadian tidak seluruhnya dipengaruhi oleh faktor
keturunan, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi bentuk kepribadian seseorang.

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat memberikan tekanan kepada kepribadian


seseorangadalah kultur masyarakat dimana seseorang dibesarkan, norma-norma
keluarga, teman-teman dan kelompok sosial,serta pengaruh-pengaruh lain yang kita
alami. Kultur akan membentuk norma, sikap, dan nilai-nilai yang diwariskan dari satu
generasi ke genarasi berikutnya yang terus menerus berlangsung secara konsisten.

3. Kondisi Situasional

Kondisi situsional dapat mempengaruhi efek dari faktor-faktor keturunan dan


lingkungan terhadapa kepribadian. Kepribadian seseorang meskipun relatif stabil dan
konsisten, namun dapat berubah pada situasi-situasi yang berbeda. Tuntutan yang
berbeda pada situasi yang berbeda dapat menimbulkan reaksi dan aspek yang berbeda
pada kepribadian seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya tidak melihat corak kepribadian
secara terisolasi, tetapi juga mengetahui bahwa situasi-situasi tertentu lebih relevan dari
situasi-situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian sehingga dapat dilihat adanya
perbedaan-perbedaan individual yang signifikan.

5.1.5 Identifikasi Kepribadian

Terdapat sejumlah upaya awal untuk mengidentifikasi sifat-sifat utama yang mengatur
perilaku. Seringnya, upaya ini sekadar menghasilkan daftar panjang sifat yang sulit untuk
digeneralisasikan dan hanya memberikan sedikit bimbingan praktis bagi para pembuat
keputusan organisasional. Dua pengecualian adalah Myers-Briggs Type Indicator dan
Model Lima Besar. Selama 20 tahun hingga saat ini, dua pendekatan ini telah menjadi
kerangka kerja yang dominan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan sifat-sifat
seseorang.

1. Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)

Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah tes kepribadian menggunakan empat


karakteristik dan mengklasifikasikan individu ke dalam salah satu dari 16 tipe
kepribadian. Berdasarkan jawaban yang diberikan dalam tes tersebut, individu
diklasifikasikan ke dalam karakteristik ekstraver atau introver, sensitif atau intuitif,
pemikir atau perasa, dan memahami atau menilai. Instrumen ini adalah instrumen
penilai kepribadian yang paling sering digunakan. MBTI telah dipraktikkan secara luas
di perusahaan-perusahaan global seperti Apple Computers, AT&T, Citgroup, GE, 3M
Co., dan berbagai rumah sakit, institusi pendidikan, dan angkatan bersenjata Amerika
Serikat.
2. Model Lima Besar

Myers-Briggs Type Indicator kurang memiliki bukti pendukung yang valid, tetapi
hal tersebut tidak berlaku pada model lima faktor kepribadian yang biasanya disebut
Model Lima Besar. Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah besar penelitian
mendukung bahwa lima dimensi dasar saling mendasari dan mencakup sebagian besar
variasi yang signifikan dalam kepribadian manusia. Faktor-faktor lima besar mencakup
ekstraversi, mudah akur dan bersepakat, sifat berhati-hati, stabilitas emosi, dan terbuka
terhadap hal-hal baru.

5.1.6 Menilai Kepribadian

Kesan pertama memang menentukan segalanya. Saat dua orang bertemu untuk pertama
kalinya mereka akan saling menilai satu sama lainnya.

1. Jabat tangan

Jabat tangan yang kuat biasanya mencerminkan karakter yang kuat dan percaya diri.
Sedangkan jabat tangan yang lemah menunjukkan kurangnya kepercayaan diri. Satu
studi menemukan bahwa orang yang berjabat tangan dengan erat menunjukkan bahwa
dia adalah sosok yang ekstrovert. Selain itu, mereka juga seringkali ekspresif dalam
menyampaikan emosinya dan tak tidak pemalu.

2. Minum dari cangkir

"Seseorang yang melihat ke dalam cangkir ketika sedang minum cenderung lebih
mawas diri, sadar diri, idealis dan fokus," kata responden David Junto. "Seseorang yang
melihat bibir cangkir ketika minum, cenderung mudah dipengaruhi orang lain, lebih
sadar lingkungan, riang, ekstrovert dan mudah percaya."

3. Menggigit kuku

Penelitian mengungkapkan bahwa mereka yang suka menggigit kuku atau menarik
rambut dan menggaruk kulit kepala adalah orang yang cenderung perfeksionis. Selain
itu, mereka juga sosok orang yang tak bisa sepenuhnya santai.

4. Tulisan tangan

Tulisan tangan seseorang bisa bicara banyak tentang diri. Grafologis Kathi
McKnight mengungkapkan penggunaan huruf dalam ukuran besar dalam tulisan
seseorang menunjukkan bahwa seseorang tersebut punya orientasi. Sedangkan, huruf
yang kecil menunjukkan bahwa seseorang tersebut orang yang tertutup. Huruf yang
miring ke kiri dan kanan berarti seseorang tersebut ramah namun sentimental. Huruf
yang miring ke kiri adalah pertanda sosok yang introspektif. Sedangkan huruf yang
tegak berarti pragmatis.

5. Seberapa sering memeriksa ponsel

Di zaman sekarang, cukup sulit untuk lepas dari ponsel. Namun seberapa sering
seseorang melihat ponsel juga bisa jadi penanda tipe kepribadian. Ketika seseorang
terlalu sering melirik ponsel untuk cek email atau sekadar memperbaharui status media
sosial, ini bisa berarti kalau seseorang kurang stabil secara emosional dan mencoba
untuk meningkatkan suasana hati.

6. Kontak mata

Psikolog Adrian Furnham dalam Psychology Today mengungkapkan bahwa orang


yang membuat kontak mata berarti orang yang percaya diri dan dominan secara sosial.

5.2.1 Pengertian Kosep Diri

Menurut Carl Rogers, konsep diri merupakan gestalt konseptual yang teratur dan
bersifat konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang ciri atau karakteristik diri kita
atau persepsi yang kita miliki tentang hubungan antara diri kita dengan orang lain, apa
pendapat orang lain tentang diri kita dan juga berbagai aspek tentang kehidupan kita.
Konsep diri merupakan gabungan dari pandangan diri kita tentang orang tua kita, teman
kita, pasangan kita, juga dari atasan kita, karyawan, atlit dan juga dari artis yang kita
idolakan. Konsep diri seseorang terdiri dari gabungan berbagai persepsi yang merefleksikan
peran spesifik dalam konteks kehidupan. Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan
percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap & persefsi bawah sadar maupun sadar.
Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap
situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia
muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu
mempengaruhi konsep diri. Jika seseorang mempunyai masa kanak-kanak yang aman dan
stabil, maka konsep diri masa remaja anak tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil.

Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan konsep diri dapat menjadi
sumber stres atau konflik. Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat
satu sama lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat
meningkatkan konsep diri. Termasuk persepsi indvidu akan sifat dan kemampuannya,
interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman
dan objek, tujuan serta keinginannya. Lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara
individu memandang dirinya secara utuh : fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan
spiritual. Kepribadian yang sehat disebut dengan istilah fully functioning person yang
memiliki ciri-ciri terbuka pada pengalaman, hidup pada masa kini, percaya pada diri sendiri,
mengalami kebebasan dan kreatifitas. Kelima ciri tersebut berjalan secara berurutan, bila
seseorang tidka terbuka pengalamannya maka ia tidak bisa hidup pada masa kini, tidak
percaya pada diri sendiri dan seterusnya.

Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari dari pengalaman unik melalui
eksplorasi diri sendiri hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi dirinya. Dipelajari
melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu
tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain
tentang dirinya. Konsep diri berkembang dengan baik apabila : budaya dan pengalaman di
keluarga dapat memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yang berarti bagi
individu/lingkungan dan dapat beraktualissasi, sehingga individu menyadari potensi dirinya.
Respons individu terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang konsep diri yaitu
dari adaptif sampai maladaptive.

Konsep diri menurut para ahli;


1. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan konsep diri sebagai “suatu
pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri“.
2. Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang
tertentu dari konsep diri.
3. Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri,
yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan
nilai- nilai yang berhubungan dengan dirinya.

4. Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan
tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan
konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah
laku yang unik dari individu tersebut.
5. Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan
individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya,
kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
6. Stuart dan Sudeen (1998), konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan
pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara seseorang untuk
melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang
diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain.

5.2.2 Komponen Konsep Diri

Komponen dari konsep diri terdiri dari citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal),
harga diri (self esteem), peran (self rool) dan identitas (self idencity).

A. Citra Tubuh (Body Image)

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi
penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan
dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1991). Sejak
lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain,
kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari
lingkungan (Keliat, 1992). Gambaran diri berhubungan dengan kepribadian. Cara
individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologisnya. Individu yang stabil, konsisten dan realistis terhadap gambaran dirinya
akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu
sukses dalam kehidupan. Menurut Potter dan Perry (2005), Body image berkembang
secara bertahap selama beberapa tahun dimulai sejak anak belajar mengenal tubuh dan
struktur, fungsi, kemampuan dan keterbatasan mereka. Body image (citra tubuh) dapat
berubah dalam beberapa jam, hari, minggu atau pun bulan tergantung pada stimuli
eksterna dalam tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi.
2. Ideal Diri (Self Ideal)

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku
berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang
diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita ataupun penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial di
masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Ideal diri berperan
sebagai pengatur internal dan membantu individu mempertahankan kemampuan
menghadapi konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting untuk
mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental. Pembentukan ideal diri dimulai
pada masa anak-anak dipengaruhi oleh orang yang dekat dengan dirinya yang
memberikan harapan atau tuntunan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu individu
menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dari dasar ideal diri. Pada
usia remaja, ideal diri akan terbentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru
dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan
berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab. Menurut Anna
Keliat (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri, yaitu :

1. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.


2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis,
keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
4. Kebutuhan yang realistis.
5. Keinginan untuk menghidari kegagalan.
6. Perasaan cemas dan rendah diri.

Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi
darikemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai.

3. Harga Diri (Self Esteem)

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis
seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain, yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Mereka yang menilai
dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat menyesuaikan diri,
sebaliknya individu akan merasa dirinya negatif, relatif tidak sehat, cemas, tertekan,
pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungannya. Harga diri dibentuk
sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai
dengan meningkatnya usia. Harga diri akan sangat mengancam pada saat pubertas,
karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang
harus dibuat menyangkut dirinya sendiri. Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yang
rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Harga diri rendah terkait
dengan hubungan interpersonal yang buruk, resiko terjadi depresi,
dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri.

4. Peran (Self Rool)


Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang
ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang
diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Peran adalah sikap dan
perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di
masyarakat. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi
kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor
terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi
yang tidak mungkin dilaksanakan.

5. Identitas (Self Idencity)

Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab


terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Mempunyai
konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas
dimulai pada masa bayi dan seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan tapi
merupakan tugas utama pada masa remaja. Pada masa anak- anak, untuk membentuk
identitas dirinya, anak harus mampu membawa semua perilaku yang di pelajari kedalam
keutuhan yang koheren, konsisten dan unik. Rasa identitas ini secara kontiniu timbul
dan di pengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Pada masa remaja, banyak terjadi
perubahan fisik, emosional, kognitif dan sosial. Dimana dalam masa ini apabila tidak
dapat memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan social yang membantu
mendefinisikan tentang diri maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas.
Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah.

5.2.3 Jenis-jenis Konsep Diri

Menurut Calhoum dan Acocella (1990), dalam perkembangannya konsep diriterbagi


dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

1. Konsep Diri Positif

Konsep ini menunjukkan bahwa adanya penerimaaan diri dimana individu dengan
konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali. Konsep diri yang positif
bersifat stabil dan bervarisi. Individu yang memiliki konsep diri positif yang dapat
memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya
sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima
dirinya apa adanya. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-
tujuan yang sesuai dengan relatif, yaitu dengan yang memiliki kemungkinan besar untuk
dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa
hidup adalah suatu proses penemuan.

2. Konsep Diri Negatif

Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu:

a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak


perasaan, kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu
siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam
kehidupannya.

b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi
karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan
citra diri yang tidak mengizinkan adanyapenyimpangan dari seperangkat hukum
yang dalam pikirannyamerupakan cara hidup yang tepat. (Akhanggit’s, 2010)

5.2.4 Dimensi Konsep diri

Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi konsep
diri. Namun, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3 dimensi konsep diri, meskipun
dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya,
menyebutkan dimensi utama dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi
pengharapan, dan dimensi penilaian. Paul J. Cenci (1993) menyebutkan ketiga dimensi
konsep diri dengan istilah: dimensi gambaran diri (sell image), dimensi penilaian diri (self-
evaluation), dan dimensi cita-cita diri (self-ideal).

5.2.5 Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Konsep diri

Menurut Rola (2006) konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki oleh seorang
individu dan mencakup tiga aspek yaitu pengetahuan, harapan, dan penilaian.

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki
individu merupakan sesuatu yang individu diketahui tentang dirinya. Hal ini mengacu
kepada istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain-lain.
Serta sesuatu yang merujuk kepada kualitas seperti individu yang egois, baik hati,
tenang, dan bertempramen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan
diri individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan individu tidaklah menetap
sepanjang hidupnya, penegtahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah laku
individu tersebut atau dengan cara merubah kelompok pembanding.
2. Harapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain individu mempunyai satu set
pandangan tentang siapa dirinya, individu juga memiliki pandangan lain yaitu, tentang
kemungkinan menjadi apa di masa mendatang. Setiap individu mempunyai pengharapan
bagi dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda untuk tiap individu.

3. Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Individu
berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya setiap hari. Penilaian terhadap dirinya
adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya
dapat terjadi pada dirinya.

5.2.6 Proses Perkembangan Konsep Diri

Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri menurut Stuart dan
Sunden adalah sebagai berikut:

1. The significant others, yaitu orang lain yang kita anggap penting atau biasa, dimana
konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman orang lain, belajar diri sendiri
melalui cerin orang lain dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri
pandnagan orang lain terhadap diri sendiri.

2. Reference group, yaitu kelompok yang dipakai sebagai acuan. Kelompok tersebut
memberi arahan dan pedoman agar kita mengikuti perilaku yang sesuai dengan
norma yang berlaku dalam kelompok tersebut. Hal ini terkait dengan sifat manusia
yang selalu hidup dalam kelompok. Kelompok-kelompok tersebut kita ikuti secara
sukarela. Kelompok acuan mempengaruhi pembentukan konsep diri kita.

3. Teori perkembangan, konsep ini mengarikan bahwa konsep diri belum ada waktu
lahir, konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir.

4. Self perception (persepsi diri sendiri), yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri
dan penilaiannya, serta perspsi individu terhadap pengalamannya akan situasi
tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman.

5.2.8 Aspek Konsep Diri

Fitts (Agustiani, 2006) mengemukakan bahwa aspek-aspek konsep diri meliputi :

1. Diri fisik (physical self). Aspek ini menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan
dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan
dirinya, penampilan dirinya (cantik, menarik, tidak menarik) dan keadaan
tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

2. Diri moral-etik (moral-ethical self). Aspek ini merupakan pesepsi seseorang


terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini
menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan
seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya,
yang meliputi batasan baik dan buruk.
3. Diri pribadi (personal self). Aspek ini merupakan perasaan atau persepsi seseorang
tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau
hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa
puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi
yangtepat.

4. Diri keluarga (family self). Aspek ini menunjukkan perasaan dan harga diri
seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan
seberapa jauh seseorang merasa kuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga,
serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu
keluarga.

5. Diri sosial (sosial self). Aspek ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya.

5.2.10 Hambatan dalam Membangun Konsep Diri

Potensi yang dimiliki seseorang bisa berkembang atau tidak, itu tergantung pada
pribadi yang bersangkutan dan lingkungan dia berada Beberapa hambatan yang sering
terjadi dalam pengembangan potensi diri adalah sebagai berikut:

1. Hambatan yang berasal dari lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor
penghambat dalam pengembangan potensi diri. Hambatan ini antara lain disebabkan
sistem pendidikan yang dianut, lingkungan kerja yang tidak mendukung semangat
pengembangan potensi diri, dan tanggapan atau kebiasaan dalam lingkungan
kebudayaan.

2. Hambatan yang berasal dari individu sendiri Penghambat yang cukup besar adalah
pada diri sendiri, misalnya sikap berprasangka, tidak memiliki tujuan yang jelas,
keengganan mengenal diri sendiri, ketidak mampuan mengatur diri, pribadi yang
kerdil, kemampuan yang tidak memadai untuk memecahkan masalah, kreativitas
rendah, wibawa rendah, kemampuan pemahaman manajerial lemah, kemampuan
latih rendah dan kemampuan membina tim yang rendah.
BAB VI
MOTIVASI DAN KETERLIBATAN KONSUMEN
BAGIAN I

6.1.1 Motivasi

Motivasi adalah suatu sugesti atau dorongan yang muncul karena diberikan oleh
seseorang kepada orang lain atau dari diri sendiri, dorongan tersebut bermaksud agar orang
tersebut menjadi orang yang lebih baik dari yang sebelumnya. Motivasi juga bisa diartikan
sebagai sebuah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.

Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan (pengenalan


kebutuhan). Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan yang memadai
antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan atau disukai. Karena ketidakcocokan ini
meningkat, hasilnya adalah pengaktifan suatu kondisi kegairahan yang diacu sebagai
dorongan (drive). Semakin kuat dorongan tersebut, semakin besar urgensi respons yang
dirasakan.

Sepanjang waktu pola perilaku tertentu diakui lebih efektif daripada pola yang lain
untuk pemenuhan kebutuhan, dan ini menjadi berfungsi sebagai insentif. Insentif adalah
ganjaran yang diantisipasikan dari jalannya tindakan yang memberi potensi pemenuhan
kebutuhan.

Dengan demikian, jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek
tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai obyek tersebut. Sebaliknya
jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang
bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah kemungkinan orang tersebut berminat
untuk membeli produk/merek yang ditawarkan pemasar atau tidak.

Berikut inilah beberapa pengertian motivasi menurut para ahli:

1. Menurut Wells dan Prensky (1996)

Motivasi sebagai titik awal dari semua perilaku konsumen, yang merupakan proses
dari seseorang untuk mewujudkan kebutuhannya serta memulai melakukan kegiatan
untuk memperoleh kepuasan.

2. Schiffman dan Kanuk (1994)

Menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu
yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Kekuatan dorongan tersebut
dihasilkan dari suatu tekanan yang diakibatkan oleh belum atau tidak terpenuhinya
kebutuhan, keinginan dan permintaan. Kemudian bersama-sama dengan proses kognitif
(berfikir) dan pengetahuan yang sebelumnya didapat, maka dorongan akan
menimbulkan perilaku untuk mencapai tujuan atau pemenuhan kebutuhan.
6.1.2 Dinamika Proses Motivasi

Motivasi menurut American Encyclopedia adalah kecenderungan (suatu sifat yang


merupakan pokok pertentangan) dalam diri sesoerang yang membangkitkan topangan dan
tindakan. Motivasi meliputi factor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat
diduga dari pengamatan tingkah laku manusia. Dengan demikian motivasi dapat diartikan
sebagai pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau
bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai
kepuasan.

Motivasi konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang mendorong


keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan.
Dengan adanya motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku yang
diarahkan pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Jadi motivasi adalah proses
untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan. Motivasi
konsumen yang dilakukan oleh produsen sangat erat sekali berhubungan dengan kepuasan
konsumen. Untuk itu perusahaan selalu berusaha untuk membangun kepuasan konsumen
dengan berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks perilaku konsumen mempunyai
peranan penting karena motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang belum terpenuhi dan
tujuan yang ingin dicapai.kebutuhan menunjukkan kekurangan yang dialami seseorang pada
suatu waktu tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku.
Artinya jika kebutuhan akibat kekurangan itu muncul, maka individu lebih peka terhadap
usaha motivasi para konsumen.

Proses motivasi:

A. Tujuan, perusahaan harus menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai,
baru kemudian konsumen dimotivasi ke arah tujuan tersebut.

B. Mengetahui kepentingan, perusahaan harus bisa mengetahui keinginan konsumen


tidak hanya dilihat dari kepentingan perusahaan semata.

C. Komunikasi efektif, melakukan komunikasi dengan baik terhadap konsumen agar


konsumen dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan apa yang bisa
mereka dapatkan.

D. Integrasi tujuan, proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan
tujuan kepentingan konsumen. Tujuan perusahaan adalah untuk mencari laba serta
perluasan pasar. Tujuan individu konasumen adalah pemenuhan kebutuhan dan
kepuasan.kedua kepentingan di atas harus disatukan dan untuk itu penting adanya
penyesuaian motivasi.

E. Fasilitas, perusahaan memberikan fasilitas agar konsumen mudah mendapatkan


barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Kebutuhan yang diaktifkan
akhirnya menjadi diekspresikan dalam perilaku dan pembelian dan konsumsi dalam
bentuk dua jenis manfaat yang diharapkan. Pertama manfaat utilitarian, merupakan
atribut produk fungsional yang objektif. Dan kedua merupakan manfaat hedoik,
mencakup respons emosional, kesenangan panca indera, mimpi, dan pertimbangan
estetis (Hirschman & Holbrook, 1982). Kriteria yang digunakan sewaktu
mempertimbangkan manfaat hedonik bersifat subjektif dan simbolik, berpusat pada
pengertian akan produk atau jasa demi pengertian itu sendiri terlepas dari
pertimbangan yang lebih objektif.

6.1.3 Tujuan Motivasi Konsumen

Menurut Nugroho J.Setiadi (2010), motivasi kosumen bertujuan:

A. Meningkatkan kepuasan.

B. Mempertahankan loyalitas.

C. Efisiensi.

D. Efektivitas.

E. Menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara produsen atau penjual dan
pembeli atau konsumen.

6.1.4 Asas-asas Motivasi Konsumen

Motivasi mengandung beberapa asas-asas, diantaranya adalah:

A. Asas mengikutseratakan, berusaha untuk memberikan kesempatankepada konsumen


untuk mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.

B. Asas komunikasi, maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang


ingin dicapai cara mengerjakannya, dan kendala yang dihadapi.

C. Asas pengakuan, maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat


serta wajar kepada konsumen atas prestasi yang dicapainya.

D. Asas wewenang yang didelegasikan, maksudnya adalah memberikankebebasan


kepada konsumen untuk mengambil keputusan dan berkreativitas sebebas-bebasnya
tapi masih ada aturan yang membatasi.

E. Asas perhatian timbal balik, adalah memotivasi para konsumendengan


mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan disamping berusaha memenuhi
kebutuhan yang diharapkan konsumen dari produsen.

6.1.5 Kebutuhan dan Tujuan dalam Konteks Perilaku Konsumen

Motivasi konsumen yang dilakukan oleh produsen sangat erat sekali berhubungan
dengan kepuasan konsumen. Untuk itu perusahaan selalu berusaha untuk membangun
kepuasan konsumen dengan berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks perilaku
konsumen mempunyai peranan penting karena motivasi timbul karena adanya kebutuhan
yang belum terpenuhi dan tujuan yang ingin dicapai.kebutuhan menunjukkan kekurangan
yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai penggerak
atau pembangkit perilaku. Artinya jika kebutuhan akibat kekurangan itu muncul, maka
individu lebih peka terhadap usaha motivasi para konsumen.
6.1.6 Klasifikasi Motif

Banyak sekali klasifikasi motif, sesuai dengan sesuatu yang mendasarinya. Klasifikasi
yang banyak dikenal antara lain;

A. Motif Primer dan Motif Sekunder

Motif Primer sangat bergantung pada keadaan fisio-kemis dalam tubuh organic
seseorang, sedangkan Motif Sekunder adalah semua motif yang tidak berlangsung
dalam tubuh manusia.

B. Motif Instrinsik dan Motif Ekstrinsik

Motif Instrinsik adalah motif yang timbul dari dalam dan Motif Ekstrinsik
ditimbulkan dari luar.

C. Motif Tunggal dan Motif Bergabung

Motif Tunggal dan Motif Bergabung adalah klasifikasi motif berdasarkan


banyaknya.

D. Motif Mendekat dan Motif Menjauh

Motif Mendekat dan Motif Menjauh adalah klasifikasi motif berdasarkan pada
reaksi organisme terhadap rangsangan yang dating.

E. Motif Sadar dan Motif Tak Sadar

Motif Sadar dan Motif Tak Sadar didasarkan pada taraf kesadaran manusia pada
motif yang melatarbelakangi tingkah lakunya.

F. Motif Biogenetis, Sosiogenetis dan Teogenetis

Didasarkan pada asalnya, Motif Biogenetis adalah motif yang berasal dari kebutuhan
organisme. Motif Sosiogenetis adalah motif yang dipelajari dan berasal dari
lingkungannya. Dan Motif Teogenetis adalah yang berasal dari interaksi manusia
dengan Tuhan.

6.1.7 Metode dan Bentuk Pemberian Motivasi

Metode atau cara yang digunakan perusahaan dalam pemberian motivasi terdiri atas;

A. Metode Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap
konsumen untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya.

B. Metode Tidak langsung (Indirect Motivation)

Metode tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-
fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah konsumen untuk melakukan
pembelian.
Sedangkan bentuk motivasi yang diberikan oleh perusahaan dapat dalam bentuk insentif
positif maupun insentif negatif;

A. Motivasi Positif

Motivasi positif dari produsen tidak saja memberikan dalam bentuk sejumlah uang
tapi bisa juga memotivasi dengan memberikan diskon, hadiah, dan pelayanan yang
optimum yang ditunjukan pada diferensiasi dan positioning yang dilakukan kepada
mereka yang melakukan pembelian dan yang akan melakukan pembelian.

B. Motivasi Negatif

Dalam motivasi negatif produsen memotivasi konsumen dengan standar pembelian


maka mereka akan mendapatkan ganjaran. Dengan motivasi negative ini semangat
konsumen dalam jangka waktu pendek akan meningkat untuk melaksanakan pembelian
karena mempunyai kepentingan terhadap kebutuhan tersebut.

6.1.8 Hierarki Kebutuhan Maslow

Teori hierarki kebutuhan Maslow adalah teori yang diungkapkan oleh Abraham Maslow
bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup
terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat semakin tinggi sebelum
menjadi hal yang memotivasi.

A. Kebutuhan Psiologis (The Physiological Needs)

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan sangat


penting untuk bertahan hidup. Maslow percaya bahwa kebutuhan fisiologis sangat
penting dan naluriah di dalam hierarki kebutuhan karena kebutuhan yang lain menjadi
sekunder sampai kebutuhan ini terpenuhi. Kebutuhan ini dinamakan juga basic needs
yang jika tidak terpenuhi dalam keadaan yang sangat ekstrim maka manusia yang
bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas
manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya itu.

B. Kebutuhan Akan Rasa Aman (The Safety and Security Needs)

Ketika kebutuhan fisiologis telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan akan
keamanan. Diantaranya; physical security (aman dari kejahatan dan agresi),
(keselamatan kerja), security of revenues and resources (keamanan sumber daya), moral
and physiological security (keamanan fisiologis), familial security (keamanan
keluarga), security of health (keamanan kesehatan), dan security of personal property
against crime (keamanan kekayaan pribadi dari kejahatan).

C. Kebutuhan Akan Rasa Memiliki dan Kasih Sayang (Social Needs)

Manusia biasanya membutuhkan rasa dimiliki dan diterima, apakah datang dari
kelompok sosial yang luas atau koneksi sosial yang kecil. Mereka membutuhkan untuk
mencintai dan dicintai oleh yang lainnya. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini maka orang
akan menjadi rentan merasa sendirian, gelisah, dan depresi. Kekurangan rasa cinta dan
dimiliki juga berhubungan dengan penyakit fisik seperti penyakit hati.
D. Kebutuhan Akan Penghargaan (The Esteem Needs)

Menurut Maslow, semua manusia membutuhkan penghargaan, menghargai diri


sendiri, dan juga menghargai orang lain. Orang perlu melibatkan diri untuk
mendapatkan pengakuan dan mempunyai kegiatan atau kontribusi kepada orang lain dan
juga nilai diri, baik di dalam pekerjaan ataupun hobi.

E. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)

Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah manusia untuk memanfaatkan


kemampuan mereka yang unik dan berusaha menjadi yang terbaik. Maslow
menggambarkan aktualisasi diri sebagai berikut: Self Actualization is the intrinsic
growth of what is already in the organism, or more accurately, of what the organism is
(Psychological Review, 1949).

6.2.1 Teori – Teori Kebutuhan

A. Kebutuhan dasar menurut Gardner Murphy;

1. Kebutuhan dasar yang berkaitan bagian-bagian penting tubuh misalnya


kebutuhan untuk makan, minum, udara, dan sejenisnya.

2. Kebutuhan akan kegiatan, meliputi kebutuhan untuk tetap bergerak

3. Kebutuhan sensorik yang meliputi kebutuhan untuk warna, suara, ritme,


kebutuhan yang berorientasi terhadap lingkungan dan sejenisnya.

4. Kebutuhan untuk menolak sesuatu yang tidak mengenakkan, seperti rasa sakit,
ancaman, ketakutan, dan sejeninya.

B. Kebutuhan Dasar Menurut Erich Fromm;

1. Keterhubungan versus narcissisme

2. Transenden-creativitas versus penghancuran

3. Kekeluargaan versus non kekeluargaan

4. Rasa identitas-individualitas versus konformitas kelompok

5. Kebutuhan pengabdian rasional versus irrasional

C. Kebutuhan dasar Menurut Knowles

1. Kebutuhan fisik, kebutuhan ini adalah kebutuhan yang paling mudah dilihat.
Dalam hubungan dengan pendidikan, maka kebutuhan itu meliputi kebutuhan
untuk melihat, mendengar, beristirahat.

2. Kebutuhan bertumbuh, menurut para ahli psikologi dan psikiatri kebutuhan


untuk pertumbuhan dan berkembang merupakan kebutuhan yang paling dasar
dan universal. Hal ini terlihat pada anak-anak adanya dorongan untuk belajar
berbicara, merangkak, berjalan dan tumbuh dengan berbagai cara..
3. Kebutuhan akan keselamatan kebutuhan akan keselamatan mencakup
keselamatan fisik dan psikologik seperti perlindungan atas ancaman harga diri..

4. Kebutuhan akan pengalaman baru, sementara manusia mencari keselamatan,


mereka juga menciptakan ketegangan dalam bentuk petualangan yang
mengasyikkan dan penuh risiko.

5. Kebutuhan untuk dikasihi, semua orang ingin disukai, meskipun cara yang
ditempuh untuk mencapainya kadang- kadang menunjukkan dorongan yang
bertentangan.

6. Kebutuhan untuk dikenal, setiap manusia merasa perlu untuk dihargai, dipuji dan
dihormati oleh orang lain.

D. Kebutuhan menurut Henry Murray;

1. Primary needs, yang didasarkan kebutuhan biologis seperti makanan, air, udara,
obat-obatan dan lainnya.

2. Secondary needs, yang dasarnya bisa didasarkan oleh kebutuhan biologis


maupun perilaku yang diwarisi dalam lingkungan psikologis orang tersebut
berupa pencapaian, pengakuan, dan kemahiran.

E. Teori Kebutuhan Menurut David McClelland

1. Need for achievement, merupakan kebutuhan untuk berprestasi yangmerupakan


refleksi dari dorongan akan tanggungjawab untuk pemecahan masalah. Seorang
yang kebutuhan berprestasinya tinggicenderung untuk berani mengambil resiko.
Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih
baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih
tinggi.

2. Need for affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan
untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, tidak mau
melakukan sesuatu yangmerugikan orang lain.

3. Need for power, yaitu kebutuhan akan kekuasaan yang merupakanrefleksi dari
dorongan untuk mencapai autoritas,untuk memiliki pengaruh kepada orang lain.

6.2.1 Keterlibatan

Keterlibatan (relevansi yang disadari atau kecocokan) adalah faktor penting dalam
mengerti motivasi. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam
tindakan pembelian dan konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperolrh
dan mengolah informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan masalah
yang diperluas.

Terdapat dua jenis keterlibatan, yaitu :

1. Langgeng, ada sepanjang waktu karena peningkatan konsep diri.


2. Situasional, keterlibatan sementara yang distimulasikan oleh resiko yang disadari,
tekanan konformitas, atau pertimbangan lain.

Beberapa konsumen terniat dengan kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran seperti
mengumpulkan kupon diskon, belanja pakaian, mencari harga terendah, atau tawar
menawar dengan penjual. Pemasar perlu mengetahui dengan cepat apa yang disebut sebagai
relevan secara pribadi oleh konsumen; produk/merek, objek, perilaku, kejadian, situasi,
lingkungan, atau beberapa bahkan semua hal diatas. Karena sebagian besar pemasar tertarik
dengan keterlibatan konsumen dengan produk dan merek.

6.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan

A. Relevansi – Pribadi Intrinsik

Mengacu pada pengetahuan arti akhir konsumen yang disimpan dalam ingatan.
Konsumen mendapatkan pengetahuan arti-akhir ini melalui pengalaman masa lalu
mereka terhadap suatu produk. Pada saat menggunakan suatu produk, konsumen belajar
bahwa cirri produk tertentu memilikii konsekuensi yang dapat membantu mencapai
tujuan dan nilai yang penting.

B. Relevansi Pribadi Situasional

Ditentukan oleh aspek lingkungan fisik dan sosial yang ada disekitar kita yang
dengan segera mengaktifkan konsekuensi dan nilai penting, sehingga membuat produk
dan merek yang terlihat secara pribadi dan relevan.

6.2.3 Mengukur Keterlibatan

Sebagian besar karena ketidaksepakatan definisi, maka banyak cara telah diusulkan
untuk mengukur keterlibatan. Setiadi (2005: 124) mengemukakan dua indikator sebagai alat
ukur keterlibatan, yaitu:

A. Brand loyalty

Pada brand loyalty tidak ada lagi merek yang dipertimbngkan untuk dibeli selain
merek produk yang sering dibelinya. Ketika merek produk itu tidak tersedia, maka
konsumen akan berusaha mencari produk tersebut di tempat lain sampai
mendapatkannya. Konsumen yang berperilaku seperti ini dapat dikatakan bahwa
konsumen loyal terhadap merek pilihannya. Loyalitas merek dapat didefinisikan sebagai
sikap menyenangi terhadap suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang
konsisten terhadap merek tersebut sepanjang waktu (Setiadi, 2005: 124).

Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mempelajari loyalitas merek.
Pertama dengan pendekatan instrumental conditioning, yang memandang bahwa
pembelian yang konsisten sepanjang waktu adalah menunjukkan loyalitas merek.
Perilaku pengulangan pembelian diasumsikan merefleksikan penguatan atau stimulus
yang kuat. Jadi, pengukur bahwa seorang konsumen loyal atau tidak dilihat dari
frekuensi dan konsistensi perilaku pembeliannya terhadap merek. Pengukuran loyalitas
dengan pendekatan ini menekankan pada perilaku masa lalu (Setiadi, 2005: 125).
Pendekatan kedua didasarkan pada teori kognitif. Beberapa peneliti percaya bahwa
perilaku itu sendiri tidak merefleksikan loyalitas merek. Dengan perkataan lain perilaku
pembelian berulang tidak merefleksikan loyalitas merek. Menurut pendekatan ini,
loyalitas menyatakan komitmen terhadap merek yang mungkin tidak hanya
direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus menerus. Konsumen mungkin sering
membeli merek tertentu karena harganya murah dan ketika harganya naik konsumen
beralih ke merek lain (Setiadi, 2005: 125).

Pendekatan behavioral menekankan bahwa loyalitas dibentuk oleh perilaku,


sementara pendekatan kognitif memandang bahwa loyalitas merupakan fungsi dari
proses psikologis. Assel mengemukakan empat hal yang menunjukkan kecenderungan
konsumen yang loyal sebagai berikut (Setiadi, 2005: 125):

1. Konsumen yang loyal terdapat merek cenderung lebih percaya diri terhadap
pilihannya.
2. Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasa tingkat resiko yang lebih
tinggi dalam pembeliannya.
3. Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko.
4. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap
merek.

B. Ekuitas merek

Sikap merek adalah aspek penting dari ekuitas merek. Ekuitas merek menyangkut
nilai suatu merek bagi pemasar dan bagi konsumen. Dari sudut pandang pemasar,
ekuitas merek menyiratkan keuntungan, arus kas dan pangsa pasar yang lebih besar
(Setiadi, 2005: 125).

Dari sudut pandang konsumen, ekuitas merek melibatkan suatu sikap merek positif
yang kuat didasarkan pada kepercayaan dan arti baik yang dapat diakses dari dalam
ingatan. Ketiga faktor ini menciptakan hubungan konsumen merek yang menyenangkan
dan kuat atas aset yang sangat penting bagi sebuah perusahaan dan dasar bagi ekuitas
merek (Setiadi, 2005: 125).

Perusahaan dapat meminjam ekuitas merek dengan cara memperpanjang nama


merek yang positif pada produk lainnya. Biasanya merek yang paling tinggi mengukur
ekuitas merek dengan berfokus pada persepsi produk dan kualitas produk (Setiadi, 2005:
126).

6.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan

Tingkat keterlibatan konsumen dipengaruhi oleh dua sumber yaitu relevansi pribadi
intrinsik dan situasional (Peter dan Olson, 2000:85). Relevansi pribadi intrinsik (intrinsik
self-relevance) mengacu pada pengetahuan arti akhir konsumen yang disimpan dalam
ingatan. Konsumen mendapatkan pengetahuan arti akhir ini melalui pengalaman masa lalu
mereka terhadap sutau produk. Pada saat menggunakan produk, konsumen balajar bahwa
ciri produk tertentu memiliki konsekuensi yang dapat membantu mencapai tujuan dan nilai
yang penting.
Relevansi-pribadi intrinsik adalah suatu fungsi ciri konsumen dan produk. Ciri produk
yang relevan adalah atribut produk dan konsekuensi fungsionalnya (manfaat dan resiko
yang diperkirakan). Resiko yang dipertimbangkan adalah elemen penting dalam keterlibatan
produk, karena konsumen cenderung merasa terlibat dengan produk yang dapat
menyebabkan konsekuensi negatif. Faktor produk lainnya yang dapat mempengaruhi
sumber intrinsik keterlibatan adalah munculnya situasi sosial dan komitmen waktu (Setiadi,
2005:118).

Relevansi pribadi situasional (situational self relevance) ditentukan oleh aspek


lingkungan fisik dan sosial yang ada di sekitar kita yang dengan segera mengaktifkan
konsekuensi dan nilai penting, sehingga membuat produk dan merek yang terlihat secara
pribadi relevan. Berbagai faktor lingkungan yang dapat berubah sepanjang waktu, maka
relevansi pribadi situasional biasanya melibatkan hubungan arti akhir temporal antara suatu
produk dengan konsekuensi atau nilai yang penting. Hubungan antar produk dengan
konsekuensi pribadi dapat hilang ketika situasi telah berubah (Peter dan Olson, 2000:86).

Relevansi pribadi situasional selalu berkombinasi dengan relevansi pribadi intrinsik


konsumen untuk menciptakan tingkat keterlibatan yang benar-benar dialami konsumen
selama proses pengambilan keputusan. Hal ini berarti bahwa konsumen biasanya
mengalami beberapa tingkat keterlibatan ketika membuat pilihan pembelian, bahkan untuk
produk yang relatif tidak penting. Walaupun sumber keterlibatan pribadi atas beberapa
produk konsumsi sehari-hari rendah, namun sumber situasional cenderung mengalami
tingkat keterlibatan yang dirasakan konsumen. Hal ini menyimpulkan bahwa pemasar dapat
mempengaruhi keterlibatan produk konsumen dengan memanipulasi aspek lingkungan yang
berfungsi sebagai sumber relevansi pribadi situasional (Peter dan Olson, 2000:88).

Relevansi-pribadi situasional (situational self-relevance) ditentukan oleh aspek


lingkungan fisik dan sosial yang ada di sekitar kita yang dengan segera mengaktifkan
konsekuensi dan nilai penting, sehingga membuat produk dan merek yang terlihat secara
pribadi relevan. Aspek lingkungan sosial dapat menciptakan relevansi-pribadi situasional.
Aspek yang lebih umum dari lingkungan fisik dapat juga mempengaruhi relevansi-pribadi
situasional (Setiadi, 2005:120).

Tingkat keterlibatan konsumen secara keseluruhan selalu ditentukan oleh kombinasi


relevansi-pribadi intrinsik dan situasional. Walaupun dalam beberapa kasus faktor intrinsik
lebih banyak mempengaruhi keterlibatan, namun sumber situasional dari keterlibatan dapat
memiliki pengaruh besar pada beberapa situasi. Situasi pembelian juga dapat mengaktifkan
pengetahuan produk yang penting selama proses pengambilan keputusan (harga, kecepatan
pangantaran, kemudahan instalasi) yang selanjutnya akan kehilangan relevansinya ketika
produk tersebut telah digunakan. Keterlibatan menurun setelah pembelian terjadi, karena
sebagian besar keterlibatan yang dialami konsumen berhubungan dengan proses
pengambilan keputusan, bukan pada produknya (Setiadi, 2005:120).

Relevansi-pribadi situasional selalu berkomunikasi dengan relevansi-pribadi intrinsik


konsumen untuk menciptakan tingkat keterlibatan yang benar-benar dialami konsumen
selama proses pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa konsumen biasanya mengalami
beberapa tingkat keterlibatan ketika membuat pilihan pembelian, bahkan untuk produk yang
relatif tidak penting. Walaupun sumber keterlibatan pribadi atas beberapa produk konsumsi
sehari-hari rendah namun sumber situasional cenderung mempengaruhi tingkat keterlibatan
yang dirasakan konsumen. Hal ini menyimpulkan bahwa pemasar dapat mempengaruhi
keterlibatan produk konsumen dengan memanipulasi aspek lingkungan yang berfungsi
sebagai sumber relevansi-pribadi situasional (Setiadi, 2005:121).

Penelitian mengenai faktor-faktor yang menghasilkan keterlibatan tinggi atau rendah


bersifat ekstensif. Oleh karena itu faktor anteseden dari keterlibatan menurut Setiadi
(2005:121) adalah sebagai berikut:

A. Faktor pribadi, kebutuhan dan dorongan dari dalam diri merupakan faktor paling
kuat mempengaruhi keterlibatan apabila produk dan jasa dipandang sebagai citra diri
yang mempertinggi. Faktor ini bersifat langgeng.

B. Faktor produk, produk tidak menimbulkan keterlibatan dalam dan dari diri sendiri.
Meskipun demikian karakteristik produk dapat membentuk keterlibatan konsumen.
Secara umum keterlibatan karena produk dapat meningkat karena produk dapat
memenuhi kebutuhan dan produk merupakan nilai yang penting.

C. Faktor situasi, meskipun keterlibatan yang langgeng dapat dipertimbangkan sebagai


ciri yang stabil, keterlibatan situasi akan berubah sepanjang waktu. Keterlibatan
situasi bersifat operasi atas dasar temporer dan akan memudar segera setelah hasil
pembelian terpecahkan. Hal ini sering terjadi pada produk mode. Ada pula saat- saat
ketika produk yang tidak menimbulkan keterlibatan mengambil tingkat relevansi
yang berbeda karena cara dan dimana produk tersebut akan digunakan.

6.2.5 Proses Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian merupakan suatu proses yang dimulai dari need recognition dan
berakhir pada divestemen. Konsumen individual yang mengidentifikasi kebutuhan, membeli
dan mengkonsumsi produk atau jasa kemudian membuang atau menghentikan jasa yang
telah dikonsumsi. Oleh karena proses ini dimulai dari pengenalan kebutuhan, maka proses
ini merupakan suatu sistem pemenuhan kebutuhan. Sistem ini dibuat aktif atau digairahkan
oleh motivasi. Sebagai individual proses keputusan pembelian akan banyak bervariasi
karena perbedaan latar belakang karakteristik tersebut berasal dari budaya dan nilai-nilai
individu, demografi, psikologi dan atribut sosial termasuk didalamnya adalah perbedaan
pada motivasi dan keterlibatannya (Engel, Blackwell, dan Miniard, 2001:71).

Para ahli telah mendalami berbagai hal yang mempengaruhi keputusan membeli
konsumen pada waktu mereka membeli sesuatu. Beberapa peranan yang mungkin
dimainkan orang dalam sebuah keputusan membeli menurut Kotler (2006:252) adalah
sebagai berikut;

A. Pengambil inisiatif, adalah orang yang pertama-tama menyarankan atau memikirkan


gagasan membeli produk atau jasa tertentu.

B. Orang yang mempengaruhi, adalah orang yang pandangan atau nasehatnya


diperhitungkan dalam membuat keputusan akhir.

C. Pembuat keputusan, adalah seseorang yang pada akhirnya menentukan sebagian


besar atau keseluruhan keputusan membeli.

D. Pembeli, adalah seseorang yang melakukan pembelian yang sebenarnya.


E. Pemakai, adalah seseorang atau beberapa orang yang menikmati atau memakai
produk atau jasa.

6.2.8. Tipe-tipe Perilaku Membeli

Pembuatan keputusan yang dilakukan konsumen berbeda-beda sesuai dengan tipe


keputusan membeli. Makin kompleks dan mahal keputusan membeli sesuatu,
kemungkinannya akan lebih banyak melibatkan pertimbangan pembeli. Terdapat empat tipe
perilaku membeli konsumen menurut Kotler (2006:253) berdasarkan derajat keterlibatan
pembeli dalam membeli, yaitu:

A. Perilaku membeli yang kompleks

Para konsumen menjalani atau menempuh suatu perilaku membeli yang kompleks
bila mereka semakin terlibat dalam kegiatan membeli dan menyadari perbedaan penting
di antara beberapa merek produk yang ada.

B. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan

Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam kegiatan membeli sesuatu, tetapi


dia hanya melihat sedikit perbedaan dalam merek. Konsumen pertama-tama melalui
suatu keadaan perilaku, kemudian memiliki beberapa kepercayaan yang baru, dan
berakhir dengan pilihan terhadap pilihannya yang dirasakan tepat.

C. Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan

Banyak produk yang dibeli dalam keadaan konsumen kurang terlibat dan tidak
terdapat perbedaan nyata antara merek. Konsumen membeli satu produk dengan merek
yang sama karena kebiasaan bukan karena loyalitas merek, terutama pada produk yang
harganya murah atau produk yang sudah sering dibeli.
D. Perilaku membeli yang mencari keragaman

Sering kita melihat konsumen banyak melakukan pergantian merek. Pergantian


merek terjadi semata-mata untuk memperoleh keragaman bukan karena ketidakpuasan.

6.2.9 Tahap-tahap Proses Keputusan Membeli

Proses lima tahap yang dilalui konsumen dalam keputusan membeli yaitu pengenalan
masalah, mencari informasi, beberapa penilaian alternatif, membuat keputusan membeli,
dan perilaku setelah membeli. Model ini menekankan bahwa proses membeli dimulai jauh
sebelum tindakan membeli itu dan mempunyai konsekuensi yang panjang setelah membeli.
Hal itu mendorong para pemasar untuk memusatkan perhatiannya pada proses membeli
daripada keputusan membeli (Kotler, 2006: 256). Proses keputusan membeli dapat dilihat
pada bagan berikut:

Gambar 1. Model Proses Keputusan Membeli

Pengenalan Pencarian Penilaian Keputusan Perilaku


masalah informasi Alternatif membeli Pasca
Pembelian
Sumber: Kotler, 2006

Model ini menekankan bahwa proses membeli dimulai jauh sebelum tindakan membeli
itu dan mempunyai konsekuensi yang panjang setelah membeli. Hal itu mendorong para
pemasar untuk memusatkan perhatiannya pada proses membeli daripada keputusan membeli
(Kotler, 2006: 257).

A. Pengenalan Masalah

Pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang
diinginkannya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli
atau dari luar. Dari dalam diri misalnya haus, lapar, sex dan sebagainya, yang akan
meningkat hingga tahap ambang rangsang dan berubah menjadi suatu dorongan.
Dorongan dari luar dapat dikarenakan keberadaan toko, televisi atau iklan.

B. Pencarian Informasi

Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan atau mungkin tidak
mencari informasi yang lebih banyak lagi. Konsumen mungkin tidak berusaha untuk
memperoleh informasi lebih lanjut atau sangat aktif mencari informasi sehubungan
dengan kebutuhan tersebut. Biasanya kegiatan mencari informasi meningkat tatkala
konsumen bergerak dari keputusan situasi pemecahan masalah terbatas ke pemecahan
masalah yang diperluas.

C. Penilaian Alternatif
Konsep-konsep dasar tertentu membantu memperjelas proses penilaian konsumen
terhadap suatu produk. Konsep-konsep dasar penilaian konsumen terhadap suatu produk
pertama, dikaitkan oleh sifat-sifat produk atau ciri-ciri tertentu. Kedua, bobot
pentingnya ciri-ciri yang berbeda dengan ciri yang sesuai. Ketiga, kepercayaan merek di
mana setiap merek menonjolkan ciri tertentu yang akan melahirkan citra merek.
Keempat, fungsi kemanfaatan, yakni bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan
dengan alternatif yang berbeda bagi setiap ciri. Sedangkan kelima, prosedur penilaian
konsumen yang berbeda untuk membuat pilihan di antara sekian banyak ciri objek.

D. Keputusan Membeli

Tahap penilaian keputusan menyebabkan konsumen membentuk pilihan mereka di


antara beberapa merek yang tergabung dalam perangkat pilihan. Dalam membuat
keputusan membeli, konsumen akan membuat lima sub keputusan, antara lain:
keputusan merek, membeli dari siapa (penjual), tentang jumlah, tentang waktu
membelinya dan keputusan tentang cara membayar.

E. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat


kepuasan dan ketidakpuasan. Artinya kalau konsumen puas, maka akan mengulang
pembeliannya, sedangkan kalau tidak puas, konsumen tidak akan mengulang
pembeliannya.

6.2.10 Proses Pilihan Konsumen

Bagaimana orang menentukan pilihannya sangat dipengaruhi oleh jenis proses


keputusan di mana mereka terlibat. Proses pilihan akan berbeda bila konsumen
menggunakan pendekatan keterlibatan tinggi dibandingkan dengan pendekatan keterlibatan
rendah. Para peneliti yang mempelajari pilihan konsumen menurut kondisi keterlibatan
tinggi dan rendah memfokuskan pada pengidentifikasian jenis peraturan yang digunakan
masyarakat untuk memutuskan alternatif- alternatif mana yang akan dibeli dan bagaimana
mereka merestrukturisasi informasi yang mereka terima sehingga dapat menentukan pilihan.
Investigasi ini mengidentifikasi dua model kategori yaitu kompensatori dan
nonkompensatori. Istilah kompensatori dan nonkompensatori mengacu pada apakah
penilaian yang tinggi atas satu atribut dapat mengkompensasi penilaian yang rendah pada
lambang yang lainnya. Di dalam kondisi keterlibatan tinggi para konsumen menggunakan
model kompensatori, sementara pada kondisi keterlibatan rendah mereka cenderung untuk
menggunakan model pilihan yang nonkompensatori (Mowen dan Minor, 2002: 58).

A. Pilihan dengan keterlibatan tinggi

Menurut kondisi keterlibatan tinggi, konsumen bertindak seolah-olah mereka


menggunakan model kompensatori. Menurut model kompensatori pilihan
(compensatory models of choice), orang menganalisis setiap alternatif dengan cara
evaluatif yang luas sehingga penilaian yang tinggi atas salah satu atribut dapat
mengkompensasi penilaian rendah atas atribut lainnya. Dalam jenis proses evaluatif ini,
semua informasi mengenai atribut suatu merek digabung ke dalam penilaian secara
keseluruhan. Prosesnya akan di ulang untuk setiap alternatif merek, dan merek yang
mempunyai preferensi keseluruhan tertinggi dipilih (Mowen dan Minor, 2002:59).

B. Pilihan dengan keterlibatan rendah

Menurut keterlibatan rendah konsumen umumnya bertindak seolah-olah mereka


menggunakan model pilihan nonkompensatori (noncompensatory models of choice).
Menurut model ini, penilaian yang tinggi atas beberapa atribut tidak perlu
mengkompensasi penilaian yang rendah atas atribut lainnya. Model nonkompensatori
juga disebut model pilihan hirarkis (hirarchical models of choice) karena konsumen
dianggap membandingkan alternatif atas atribut-atribut pada suatu waktu. Satu atribut
dipilih dan semua alternatif dibandingkan dengannya. Proses ini terus berlanjut dengan
cara hierarkis sampai semua atribut telah diungkapkan. Apabila konsumen berada dalam
situasi keterlibatan rendah, mereka tidak mau terlibat dengan sejumlah besar
pemrosesan informasi yang dibutuhkan oleh model kompensatori (Mowen dan Minor,
2002:6).
BAB VII
PEMROSESAN INFORMASI
BAGIAN I

7.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen dan Informasi

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan
pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi
memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari
konsumen untuk membuat keputusan pembelian.

Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang terdiri dari
order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan dari pesan atau kumpulan
pesan. Informasi dapat direkam atau ditransmisikan. Hal ini dapat dicatat sebagai tanda-
tanda, atau sebagai sinyal berdasarkan gelombang.

Pengolahan informasi pada konsumen terjadi ketika salah satu pancaindera konsumen
menerina input dalam bentuk stimulus. Stimulus bisa berbentuk produk, nama merek,
kemasan, iklan, nama produsen.

Ada lima tahap pengolahan informasi;

1. Pemaparan, konsumen menyadari stimulus melalui pancainderanya.

2. Perhatian, kapasitas pengolahan yang dialokasikan terhadap stimulus yang masuk

3. Pemahaman, interpretasi makna stimulus

4. Penerimaan, dampak persuasif stimulus kepada konsumen

5. Retensi, pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang.

7.1.2 Pemaparan

Pemaparan adalah kegiatan yang dilakukan oleh para pemasar untuk menyampaikan
stimulus kepada konsumen. Stimulus bisa berbentuk iklan, kemasan, merek, hadiah.
Stimulus adalah input apapun yang datang dari pemasar yang disampaikan kepada
konsumen melalui berbagai media.

Sensasi merupakan stimulus yang datang ke salah satu pancainderanya, responnya


langsung dan cepat dari pancaindera terhadap stimulus yang datang. Faktor yang
mempengaruhi sensasi adalah ambang absolut dan ambang berbeda. Ambang absolut,
merupakan jumlah minimum intensitas atau energi stimulus yang diperlukan konsumen agar
ia merasakan sensasi, sedangkan ambang berbeda merupakan batas perbedaan terkecil yang
dapat dirasakan antara dua stimulus yang mirip.

7.1.3 Perhatian
Tidak semua stimulus yang dipaparkan akan memperoleh perhatian karena keterbatasan
sumber daya kognitif karena itu konsumen menyeleksi stimulus yang akan diperhatikannya
dan akan diproses lebih lanjut, proses ini dikenal sebagai perceptual selection. Dua faktor
utama yang mempengaruhi perceptual selection adalah faktor pribadi dan faktor stimulus.
Faktor pribadi adalah karakteristik konsumen yang muncul dari dalam diri konsumen.
Faktor stimulus bisa dikontrol dan dimanipulasi oleh pemasar dan pengiklan dengan tujuan
untuk menarik perhatian konsumen.

Faktor stimulus terdiri dari;

1. Ukuran, semakin besar ukuran stimulus semakin menarik perhatian.

2. Warna, warna-warni dari suatu stimulus akan menarik perhatian lebih besar
dibandingkan yang hitam putih atau penggunaan warna yang tidak tepat.

3. Intensitas, suara yang lebih keras, durasi iklan TV yang lebih lama dan frekuensinya
lebih sering merupakan beberapa contoh dari intensitas stimulus

4. Kontras, stimulus ditampilkan sangat kontras dengan latar belakangnya seringkali


menarik perhatian yang lebih baik.

5. Posisi, stimulus lebih diperhatikan oleh konsumen karena letaknya yang strategis di
suatu lokasi.

6. Petunjuk, tanda yang digunakan agar mata konsumen lebih tertuju kepada stimulus
yang diarahkan oleh suatu petunju, biasanya digunakan tanda panah.

7. Gerakan, stimulus yang bergerak akan menarik perhatian konsumen dibandingkan


diam.

8. Kebauran, stimulus yang menyimpang dari tingkat adaptasi seseorang. Stimulus


yang ditampilkan dengan teknik novelty biasanya menimbulkan penasaran dan
keingintahuan.

9. Isolasi, yaitu suatu tehknik meletakan stimulus pada suatu ruang dimana ruang yang
digunakan oleh stimulus ini hanya sedikit sekali, sedangkan sisa ruangan yang besar
tidak terpakai.

10. Stimulus yang disengaja, stimulus yang dipasang untuk menarik perhatian kita,
seperti telepon dan bel rumah secara sengaja.

11. Pemberi pesan yang menarik, dengan menggunakan selebriti, tokoh, dan para
eksekutif sebagai bintang iklan.

12. Perubahan gambar yang cepat, biasanya pada iklan TV yang menampilkan banyak
gambar dalam waktu yang sangat cepat, hal tersebut menimbulkan aktivitas otak
secara tidak sengaja. Kelemahannya, iklan yang seperti ini akan sulit diingat.

7.1.4 Pemahaman
Tahap ini merupakan usaha konsumen untuk mengartikan/menginterpretasikan stimulus.
Pada tahap ini konsumen melakukan “perceptual organization”, yaitu pengelompokan
stimulus sehingga memandangnya sebagai satu kesatuan.

Tiga prinsip perceptual organization adalah :

1. Gambar dan latar belakang

Gambar merupakan objek atau stimulus yang ditempatkan dalam suatu latar
belakang. Orang biasanya mengorganisasikan persepsi mereka ke dalam hubungan
antara objek dan latar belakangnya, dimana objek yang terlihat kontras dengan latar
belakangnya akan lebih menarik perhatian.

2. Pengelompokan

Orang biasanya mengelompokkan stimulus sehingga membentuk satu kesatuan arti.


Orang akan lebih mudah mengingat informasi dalam bentuk kelompok atau berkaitan
dengan sesuatu hal dibandingkan informasi tersebut terpisah-pisah. Tiga prinsip
pengelompokkan adalah kedekatan (usaha untuk mengaitkan suatu stimulus/objek
dengan sesuatu hal karena dianggap keduanya memiliki hubungan yang erat), kesamaan
(mengelompokkan objek berdasarkan kesamaan bentuk, nama, atau lainnya), dan
kesinambungan (menyatukan objek ke dalam satu kesatuan tanpa terpisah-pisah).

3. Closure

Pemahaman seorang konsumen untuk memahami suatu objek dalam arti yang utuh
walaupun ada bagian dari objek tersebut yang hilang atau tidak lengkap.

7.1.5 Penerimaan

Penarikan suatu kesimpulan seroang konsumen terhadap stimulus setelah stimulus


tersebut dilihat, diperhatikan, dan dipahami.

Retensi, merupakan proses memindahkan informasi ke memori jangka panjang.


Informasi yang disimpan adalah interpretasi konsumen terhadap stimulus yang
diterimanya. Selanjutnya apa yang tersimpan di dalam memori konsumen akan
mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang baru.
Memori terdiri atas tiga sistem penyimpanan :

A. Memori sensori, tempat penyimpanan informasi sementara dan penyimpanannya


berlangsung sangat singkat (kurang dari satu detik).

B. Memori jangka pendek, tempat penyimpan informasi untuk waktu yang terbatas dan
memiliki kapasitas terbatas, lamanya waktu penyimpanan adalah kurang dari 30
detik.

C. Memori jangka panjang, tempat menyimpan informasi dalam jangka waktu yang
lama, memiliki kapasitas yang tidak terbatas dan menyimpan semua pengetahuan
konsumen secara permanen.

Rehersal adalah kegiatan mental konsumen untuk mengingat-ingat informasi yang


diterimanya dan menghubungkan dengan informasi lainnya yang sudah tersimpan di
memorinya.

Encoding adalah proses untuk menyeleksi sebuah kata atau gambar untuk
menyatakan suatu persepsi terhadap sebuah objek. Contoh : penggunaan simbol atau
logo untuk melambangkan merek produknya agar mudah diingat konsumen.

7.1.6 Mengingat kembali

Merupakan proses pengingatan kembali suatu informasi yang telah disimpan dalam
memori jangka panjang untuk di pakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Produsen menayangkan iklan secara rutin untuk meminimalkan lupa konsumen.

A. Pengertian Persepsi

Persepsi Konsumen adalah suatu proses yang membuat seseorang memilih,


mengorganisasikan, dan menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang diterima
menjadi suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya. Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang termotivasi untuk membeli dapat
dipengaruhi oleh persepsi masing masing terhadap kondisi yang sedang dihadapi,
sedangkan apa yang dipersepsikan seseorang dapat cukup berbeda dari kenyataan yang
objektif. Individu – individu mungkin memandang pada satu benda yang sama tetapi
mempersepsikan atau mendeskripsikannya secara berbeda.

Berikut ini merupakan persepi konsumen menurut para ahli :

1. Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata,menafsir stimuli


yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu.Stimuli adalah
rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan nonverbal yang dapat
mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003).

2. Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi terhadap suatu
produk melalui proses itu sendiri terkait dengan komponennya (kemasan, bagian
produk, bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi
perilaku konsumen yang mencerminkan produk melalui latar kata-kata, gambar
dan simbolisasi atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk
(harga, tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan). Informasi yang
diperoleh dan diproses konsumen akan membentuk preferensi (pilihan)
seseorang terhadap suatu obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen
terhadap suatu obyek,yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara
langsung akanmempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau
tidak.

B Proses Persepsi

Persepsi timbul karena adanya stimulus (rangsangan) dari luar yang


akanmempengaruhi seseorang melalui kelima alat inderanya yaitu penglihatan,
pendengaran, pembauan, perasaan dan sentuhan. Stimulus tersebut akan diseleksi
diorganisir dan diinterprestasikan oleh setiap orang dengan caranya masing-masing.

C. Seleksi

Proses persepsi diawali dengan adanya stimuli yang mengenai panca indera yang
disebut sebagai sensasi. Stimuli ini beragam bentuknya dan akan selalu memborbardir
indera konsumen. Jika dilihat dari asalnya, stimuli ada yang berasal dari individu
(seperti aroma, iklan, dll) serta yang berasal dari dalam diri individu seperti harapan,
kebutuhan dan pengalaman.

D. Peran Ekspetasi pada Persepsi

Ekspektasi bisa mengubah persepsi individu dimana individu tersebut bisa melihat
apa yang mereka harapkan dari apa yang terjadi sekarang.

7.1.2 Tokoh Pemerosesan Informasi

A. Richard Chatham Atkinson

Tokoh yang pertama adalah Richard Chatham Atkinson lahir pada tanggal 19 maret
1929 di OakPark, Illinois. Dia adalah seorang profesor psikologi amerika dan
administrator akademik. Pernah menjabat sebagai presiden dan bupati di University of
California, dan juga mantan kanselir UC San Diego. Ia mendapatkan gelar sarjana di
University of Chicago dan gelar Ph.D. dalam psikologi eksperimental dan matematika di
Indiana University, Atkinson bergabung dengan fakultas Universitas Stanford pada tahun
1956. Dia menjabat sebagai profesor psikologi di Stanford dari tahun 1956 sampai 1975.

Atkinson memulai karirnya sebagai profesor psikologi di Stanford University, di mana


ia bekerja bersama Patrick Suppes pada percobaannya menggunakan komputer untuk
mengajar matematika dan membaca untuk anak-anak di Palo Alto Elementary Schools.
Penelitiannya tentang memori manusia yang membuat Atkinson dan muridnya Richard
Shiffrin sangat berpengaruh dalam membentuk penelitian dalam bidang psikologi
eksperimental. Kemajuan dalam instruksi dengan bantuan komputer dan metode untuk
mengoptimalkan proses pembelajaran salah satu yang diterapkan dalam teori nya.

Pada tahun 1975, karir Atkinson beralih dari peneliti menjadi administrasi ketika ia
ditunjuk sebagai Direktur National Science Foundation. Dia kemudian menjabat sebagai
Kanselir dari University of California, San Diego, dan Presiden dari University of
California pada tahun 1977, ia menerima American Psychological Association’s
Distinguished Scientific Contribution Award.

B. Richard Martin Shiffrin

Richard Martin Shiffrin lahir pada tanggal 13 maret 1942 di New Haven, Connecticut.
Ia adalah seorang ahli dalam bidang kognisi manusia. Ia turut menulis Atkinson-Shiffrin
Memory Model pada tahun 1968 dengan Richard Atkinson, yang menjadi penasihat
akademik pada saat itu. Atkinson-Shiffrin Memory Model yang mengandung komponen
memori jangka pendek dan panjang. Model tersebut menunjukkan pentingnya dan
kemungkinan pemodelan proses kontrol kognisi, dan menjadi salah satu teori yang paling
sering dikutip dalam seluruh bidang psikologi

Shiffrin mendapat gelar B.A. di Yale University pada tahun 1964 (mathematics) dan
gelar Ph.D. di Stanford University pada tahun 1968 (experimental and mathematical
psychology). Dia bergabung dengan IU pada tahun 1968, dan menjadi the Luther Dana
Waterman Professor di tahun 1980. Pada tahun 1989, ia mendirikan sekaligus menjadi
direktur di Indiana University Cognitive Science Program. Shiffrin dianugerahi beasiswa
Guggenheim pada tahun 1975, kemudian terpilih sebagai Society of Experimental
Psychologists pada tahun 1981, memimpin lembaga Psychonomic Society pada tahun
1982 dan The Society for Mathematical Psychology pada tahun 1983, dan memperbaiki
Jurnal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition from 1980-1984.

C. Fergus I. M. Craik dan Robert Lockhart

Fergus Ian Muirden Craik lahir pada tanggal 17 April 1935, di Edinburgh, Skotlandia.
Ia adalah seorang psikolog kognitif yang dikenal karena terobosan penelitian pada tingkat
pengolahan dalam memori. Penelitian tersebut dikerjakan bersama Robert Lockhart di
University of Toronto. Craik telah menerima berbagai penghargaan dan dianggap sebagai
pemimpin di bidang memori, perhatian dan penuaan kognitif. Ia belajar di Universitas
Edinburgh. Pada tahun 1965, ia menerima gelar PhD dari University of Liverpool. Ia
memulai karir akademisnya di Birkbeck College, dan kemudian pindah ke Universitas
Toronto pada tahun 1971. Saat ini, ia adalah Senior Scientist di Rotman Research Institute
di Toronto. Dia terpilih mahasiswa Fellow di Royal Society pada tahun 2008.

7.1.3 Pemrosesan Informasi

Pada sub bab sebelumnya telah dibahas dua teori pemrosesan informasi yang masih
memiliki beberapa kekurangan. Untuk mengatasi kekurangan pada model tiga penyimpanan
Atkinson Shiffrin dan model tingkatan pemrosesan informasi Craik dan Lockhart maka
diperlukan gabungan dari kedua teori ini. Jika proses pemrosesan informasi dimulai dengan
adanya rangsangan atau stimulus yang kemudian ditangkap melalui indera dan diteruskan
ke dalam sensori memori. Didalam sensori memori informasi yang ditangkap itu berupa
visual atau auditori, informasi tersebut dikenali dah mendapat perhatian. Setelah itu dari
memori sensori informasi itu diteruskan ke dalam memori jangka pendek atau working
memory. Pada tahap ini, informasi yang telah diperoleh diulang atau dibedakan setelah itu
informasi kemudian di encoding dan masuk kememori jangka panjang. Di dalam memori
jangka panjang, informasi tersebut diasosiasikan dengan pengetahuan sudah ada
sebelumnya dan kemudian disimpan. Informasi yang telah diasosiasikan itu kemudian
dipanggil kembali (retrieval) ke dalam memori jangka pendek baru setelah itu timbullah
respon.

Para psikolog kognitif memahami proses-proses memori mengandung tiga operasi


umum yaitu pengkodean (encoding), penyimpanan dan pengambilan informasi. Dalam sub
bab ini akan diulas secara lebih lanjut proses penyimpanan memori sekaligus
pengeluarannya.

1. Pengkodean (encoding)

Encoding proses yang pertama kali dilakukan ketika menerima suatu informasi.
Pembelajar umumnya menyimpan informasi yang diterima tidak persis seperti sama
namun mereka melakukan pengkodean (encoding), yaitu dengan memodifikasi
informasi dengan suatu cara (Omrod 2009: 274). Pengkodean biasanya dilakukan untuk
membuat informasi baru yang dimiliki menjadi bermakna dan menghubungkannya
dengan informasi-informasi yang telah ada di Long Term Memory (Memori Jangka
Panjang). Schunk (2012: 262) menyatakan bahwa pengkodean merupakan proses
menempatkan informasi yang baru ke dalam sistem pengolahan informasi dan
mempersiapkannya untuk disimpan di Long Term Memory (Memori Jangka Panjang).
Ketika kita mendengarkan musik, menonton film, berbincang dengan teman, kita telah
mengkodekan informasi ke dalam memori kita. Menurut Santrock (2013: 313) ada enam
konsep yang berhubungan dengan pengkodean, yakni atensi, pengulangan, pemrosesan
mendalam, elaborasi, mengkonstruksi citra (imaji), dan penataan (organisasi).

A. Atensi (perhatian), perhatian merupakan hal yang penting dalam pemrosesan


informasi, seperti halnya ketika seorang siswa yang tidak memperhatikan sedikit
saja penjelasan gurunya tentang suatu materi maka siswa tersebut tidak akan bisa
mengakses informasi yang diperoleh dengan mudah. Santrock (2013: 313)
berpendapat bahwa atensi adalah mengonsentrasikan dan memfokuskan sumber
daya mental.

Atensi atau perhatian adalah hal yang paling awal yang dilakukan seseorang
untuk melakukan encoding. Broadbent dalam Schunk (2012: 238) menjelaskan
bahwa informasi yang masuk dari lingkungan disimpan sebentar dalam sebuah
sistem indrawi, berdasarkan karakteristik fisiknya potongan-potongan informasi
diseleksi untuk diproses lebih lanjut oleh sistem perseptual. Informasi yang tidak
digunakan akan dibuang dan tidak diproses lebih lanjut. Dari penjelasan tersebut
dapat diketahui jika atensi (perhatian) bersifat selektif karena sumber daya otak
kita yang terbatas untuk mengakses seluruh informasi ke dalam otak. King
(2007:398) menjelaskan atensi terbagi (divided attention) akan mempengaruhi
encoding ingatan, hal ini terjadi ketika seseorang harus memperhatikan beberapa
hal secara bersamaan. Penelitian membuktikan jika seorang yang dimungkinkan
untuk memusatkan pikirannya pada suatu hal akan lebih baik kinerja pada tes
ingatan dibandingkan dengan individu yang perhatiannya telah terbagi.

B. Pengulangan (rehearsal)
Santrock (2013: 315) menjelaskan bahwa pengulangan (rehearsal) adalah
repetisi informasi dari waktu ke waktu agar informasi lebih lama dalam memori.
Akan tetapi cara pengulangan tidak bisa bekerja baik untuk mempertahankan
informasi dalam jangka panjang karena pengulangan sering kali hanya berupa
mengulang-ngulang informasi tanpa memberikan makna pada informasi itu.
Proses pengulangan dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengulangan
pemertahanan (maintantenance rehearsal) yakni mengulang informasi berkali-
kali dan pengulangan elaboratif (elaborative rehearsal) yakni menghubungkan
informasi dengan sesuatu yang telah diketahui (Schunk, 2012:264). Ormrod
(2009: 280) Pengulangan pemantapan (maintenance rehearsal) pengulangan
secara cepat sejumlah kecil informasi untuk membuatnya tetap berada dalam
memori kerja. Pengulangan yang efektif diproses ke dalam ingatan adalah jenis
pengulangan elaboratif karena pengulangan ini menghubungkan informasi yang
diperoleh dengan sesuatu yang telah diketahui atau pengetahuan sebelumnya.

C. Pemrosesan Mendalam

Teori ini dikemukakan oleh Fergus Craik dan Robert Lockhart yang mengatakan
bahwa kita dapat memproses informasi dari berbagai level. Teori ini kemudian
lebih dikenal dengan Teori Level Pemrosesan. Santrock (2013: 316) menyatakan
bahwa pemrosesan memori terjadi pada kotinum dari dangkal ke mendalam,
dimana pemrosesan yang mendalam akan menghasilkan memori yang lebih baik.
Ada tiga level dalam teori ini yaitu tingkat dangkal, tingkah menengah, dan
tingkat terdalam. Berikut ini adalah penjelasannya menurut King (2007: 399)
sebagai berikut;

1. Tingkat dangkal yaitu fitur fisik atau sensoris dari rangsangan dianalisis.
Sebagai contoh ketika binatang, suara, bentuk fisik seperti memiliki 4 kaki
dari gambar yang tersaji.
2. Tingkat menengah, yaitu rangsangan dikenali dan diberi label. Contohnya
kita mengenali bintang berkaki empat tersebut adalah anjing.
3. Tingkat terdalam, yaitu informasi diproses secara semantik, sesuai dengan
maknanya yang pada tahap ini kita melakukan asosiasi. Misalnya kita akan
mengasosiasikan gonggongan anjing sebagai tanda berbahaya atau waktu
bermain dan pada tahap ini mungkin kita akan memikirkan kapan kita
terakhir kali bertemu dengan anjing.

Informasi yang diperoleh akan lebih bermakna jika diproses secara mendalam
karena pemrosesan informasi secara mendalam melakukan asosiasi. Seperti
halnya ketika kita akan mengikuti mata kuliah filsafat. Maka untuk lebih mudah
mengingat segala hal yang berhubungan dengan mata kuliah filsafat seperti
dosen pengampu, ruang, waktu kuliah akan kita asosiasikan dengan mata kuliah
filsafat.

D. Elaborasi

Ormrod (2009: 293) menjelaskan bahwa elaborasi adalah proses kognitif dimana
pembelajar memperluas informasi baru berdasarkan apa yang sudah mereka
ketahui. Cara untuk mengelaborasi suatu informasi yang baru diperoleh adalah
dengan mencari contoh. Misalnya referensi diri (self reference). Semakin banyak
menemukan contoh dari kehidupan sendiri, semakin besar kemungkinan akan
mengingat konsep tersebut. Salah satu alasan kenapa elaborasi menghasilkan
ingatan yang baik adalah karena elaborasi menambahkan kekhasan atau
keunikan “kode ingatan” (Ellis dalam Santrock, 2013: 317). Dengan
mengelaborasikan sebuah pengetahuan dengan pengalaman kita sebelumnya
maka akan menciptakan representasi yang sangat unik dalam ingatan. Dengan
kata lain, semakin khas atau unik suatu pengalaman itu maka akan semakin
mudah mencari informasi tersebut.

E. Mengkonstruksi Citra (imaji)

Mengkonstruksi citra atau imaji terjadi disaat kita juga sedang mengelaborasi
suatu informasi tertentu. Allan Paivo (Santrock, 2013:318) menyatakan bahwa
memori disimpan melalui satu atau dua cara yaitu sebagai kode verbal atau
sebagai kode citra/imaji. Paivo juga menambahkan bahwa semakin detail dan
unik dari suatu kode citra, maka semakin baik memori anda dalam mengingat
informasi itu. Menurut Ormrod (2009: 294) Visual imagery adalah proses
membentuk gambar mental tentang suatu objek atau ide. Misalnya ketika
seorang anak hendak membuat sebuah gambar tentang transportasi yang dia
ketahui terlebih dahulu kesan imagi gambar sebuah mobil, pesawat atau kereta
akan muncul dalam pikirannya. Para peneliti menemukan bahwa anak SD yang
lebih muda itu dapat menggunakan imaji untuk melhat gambar secara lebih baik
ketimbang jika mereka diminta mengingat materi verbal seperti kalimat
(Schneider & Pressley dalam Santrock, 2013:318 ).

F. Penataan

Informasi yang diperoleh akan lebih mudah untuk diproses jika informasi
tersebut telah terorganisir dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh Schunk
(2012: 262) materi-materi yang terorganisir akan meningkatkan memori karena
item-itemnya dihubungkan antara satu sama lain secara sistematis. Ingatan
terhadap satu item akan memicu ingatan terhadap item-item yang berkaitan
dengan item tersebut. Semakin tertata informasi yang disajikan, semakin mudah
untuk mengingatnya. Ada dua cara untuk mengorganisasikan materi yaitu
dengan menggunakan hierarki dan mnemonik Schunk (2012: 262). Teknik
mnemonik (umumnya dikenal metode menghafal “jembatan keledai”) adalah
teknik khusus untuk membantu mengingat daftar kata-kata. Sementara menurut
Santrock (2013: 319) chunking (pengemasan) adalah strategi penataan memori
yang baik, yakni mengelompokan atau mengepak informasi menjadi unit unit
yang dapat diingat sebagai satu unit tunggal. Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan jika pengorganisasian informasi dapat dilakukan dengan hierarki,
mnemonik, dan chunking.

2. Penyimpanan

Informasi yang telah diterima akan dibentuk menjadi encoding dan proses selanjutnya
akan disimpan di dalam memori. King (2007: 402) menjelaskan bahwa penyimpanan
(storage) mencakup bagaimana informasi dipertahankan seiring dengan waktu dan
bagaimana informasi direpresentasikan dalam ingatan. Memori dijadikan tempat
penyimpanan untuk segudang informasi yang telah dialami sehingga memori berfungsi
untuk menghubungkan kejadian yang lalu dengan kejadian sekarang dan kejadian yang akan
datang. Aspek yang menonjol dari penyimpanan ini adalah tiga penyimpanan dari
komponen memori yaitu memori sensoris, memori jangka pendek, dan memori jangka
panjang. Sebelumnya telah dijelaskan secara sederhana oleh Atkinson dan Shiffrin tentang
kerja 3 penyimpanan memori ini. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih luas tentang 3
penyimpanan ini berdasarkan beberapa teori pendukung oleh para ahli.

A. Memori sensoris (sensori memories), informasi masuk ke dalam sistem pengolah


informasi manusia melalui berbagai saluran sesuai dengan inderanya. Sistem
persepsi bekerja pada informasi ini untuk menciptakan apa yang kita pahami sebagai
persepsi. Driscoll (1994:69) menyatakan bahwa memori sensori mewakili kejadian
pertama dari pemrosesan informasi. Kejadian tersebut berhubungan dengan indera
(penglihatan, pendengaran, dll) yang berfungsi untuk menyimpan informasi dalam
memori dengan sangat singkat. Memori sensoris hanya berfungsi untuk menyimpan
informasi beberapa saat. (Ormrod, 2009: 277) Memori sensori adalah komponen
memori yang menyimpan memori yang datang dalam bentuk yang tidak teranalisa
selama waktu yang sangat singkat (paling lama 2-3 detik bergantung pada
modalitasnya). Informasi yang diperoleh dari memori sensoris ini akan diteruskan ke
dalam memori jangka pendek atau working memories.

Berdasarkan penelitian dari Sperling (1960) memori sensoris dibedakan menjadi dua
yaitu memori echonic dan memori iconic. Memori echonic adalah nama yang
diberikan untuk jenis ingatan sensoris auditoris yang dipertahankan selama beberapa
detik sementara memori iconic adalah nama yang diberikan untuk jenis ingatan
sensoris visual yang dipertahankan sekitar seperempat detik (King, 2007: 403).
Untuk ingatan sensoris dari indra yang lain seperti penciuman dan peraba masih
mendapatkan perhatian yang sedikit dalam penelitian ilmiah. Pada tahap ini penting
bagi seseoran untuk memperhatikan informasi yang hendak diterima karena jangka
waktu memori sensori hanya beberapa saat saja. Dalam pembelajaran, seorang guru
sangat penting untuk menarik perhatian siswa dengan informasi yang ingin disajikan
sehingga siswa mampu menfokuskan perhatiannya dan memori sensorisnya dapat
bekerja maksimal.

B. Memori jangka pendek atau working memories, setelah informasi diterima oleh
memori sensoris, informasi ini diteruskan ke dalam memori jangka pendek. Memori
jangka pendek (short-term memory) terkadang disebut juga dengan sebutan working
memories. Santrock (2013: 320) menjelaskan bahwa memori jangka pendek adalah
sistem memori berkapasitas terbatas dimana informasi dipertahakan sekita 30 detik,
kecuali informasi itu diulang, dimana dalam kasus itu daya tahan simpanannya dapat
lebih lama. Working memories memang tidak mempunyai kapasitas sebanyak
memori sensoris tapi jangka waktu mempertahankan informasi masih lebih baik dari
memori sensoris. Schunk (2012: 256) menyatakan bahwa informasi yang datang
dipertahankan dalam kondisi aktif dalam jangka waktiu pendek dan diproses dengan
cara diulang atau dihubungkan dengan informasi yang ditarik dari memori jangka
panjang (long term memory). Menurut Baddeley (Santrock 2013: 321) ada tiga
komponen dalam working memoris diantaranya sebagai berikut;
1. Phonological loop (bagian penyimpanan suara/bahasa). Pada penyimpanan ini
memiliki dua komponen terpisah kode akustik (suara yang didengar) yang
menghilang setelah beberapa detik dan pengulangan (rehearsal) yang membuat
individu dapat mengulangi kata dalam gudang fonologi ini.

2. Visual-spatial working memory (penyimpanan informasi visual dan


spasial). Phonological loop dan visual-spatial working memory saling bekerja
sama meskipun memiliki fungsi yang terpisah. Misalnya ketika mempelajari
suatu susunan angka, kita bisa mengulang-ngulang angka dalam
phonological loop sembari membuat susunan spasial dari angka-angka itu dalam
visual-spatial working memory.

3. Central executive (mengintegrasi informasi dari phonological loop dan visual-


spatial working memory serta memori jangka panjang). King (2007:407)
menjelaskan bahwa eksekutif pusat bertindak seperti penyelia yang memantau
informasi dan hal apa yang layak diberi atensi dan yang harus diabaikan. Pada
bagian ini memilih strategi yang tepat untuk memproses informasi dan
memecahkan masalah.

D. Memori jangka panjang (long term memories), Driscoll (1994:70) menegaskan “The
long term memory represents our permanent storehouse of information.” Memori
jangka panjang menggambarkan gudang informasi yang kita simpan secara relatif
permanen. Memori jangka panjang akan menyimpan informasi yang kita miliki
secara relatif lama atau permanen dan mudahnya kita dalam mengakses setiap
informasi yang ada di gudang penyimpanan memori jangka panjang. Memori jangka
panjang dibagi menjadi dua bagian, berikut ini adalah penjelasannya;

1. Memori deklaratif memori ini adalah rekoleksi atau pengingatan kembali


informasi secara sadar dan dapat dikomunikasikan lagi secara verbal. Tulving
dalam Driscoll (1994:86) membedakan dua subtipe memori deklaratif yaitu
memori episodik dan sematik. Schunk (2012: 259) menjelaskan bahwa memori
episodik mencakup informasi- informasi yang diasosiasikan dengan waktu-
waktu dan tempat-tempat tertentu yang sifatnya pribadi atau autobiografis. Jadi,
memori episodik ini merupakan retensi informasi tentang apa, dimana, dan
kapan terjadinya suatu peristiwa yang sifatnya lebih pribadi. Sementara memori
sematik menurut Santrock (2013: 324) adalah pengetahuan umum murid tentang
dunia. Memori ini mencakup bidang keahlian, pengetahuan umum yang
dipelajari di sekolah, dan hal-hal umum lainnya.

2. Memori prosedural

Santrock (2013: 324) menjelaskan bahwa memori procedural adalah


pengetahuan non deklaratif dalam bentuk keterampilan dan operasi kognitif.
Misalnya ketika kita mengetik sebuah tugas makalah, kita tidak tahu secara sadar
dimana letak tombol untuk setiap huruf. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
dalam memori procedural ini,ketika kita sudah mempelajari suatu keterampilan
tertentu maka kita akan secara otomatis tahu bagaimana cara melakukannya.
Kita tidak perlu secara sadar mengingat bagaimana menekan tombol dengan
baik.
Setelah mengenal bagian-bagian dari bagian-bagian dari memori jangka panjang,
ada beberapa cara untuk merepresentasikan informasi dalam memori jangka
panjang. Berikut ini adalah penjelasannya.

1. Teori jaringan (network theories)

Santrock (2013: 325) menyatakan bahwa teori jaringan (network theories)


mendeskripsikan bagaimana informasi di memori diorganisir dan dihubungkan. Pada
teori ini titik simpul atau nodes akan dihubungkan dengan jaringan kompleks simpul
yang berisi label atau konsep. Jaringan ini akan tersusun secara hierarchies dengan
konsep yang lebih konkret (misal gorila) ke konsep yang lebih abstrak (kera).

2. Teori skema

Teori skema muncul dalam studi Frederick Barlett (1932). Santrock (2013: 325)
menjelaskan bahwa sebuah skema adalah informasi-konsep, pengetahuan, informasi
tentang kejadian yang sudah eksis dalam pikiran seseorang. Pada saat menyimpan
informasi pada ingatan, sering kali informasi tersebut sudah ada dalam gabungan
ingatan. Misalnya ketika kita hendak memesan makanan disuatu tempat makan yang
kita baru pertama kali mengunjungi tempat makan itu. Hal yang pertama kita
lakukan pasti adalah melihat menu, padahal kita belum pernah sama sekali makan di
tempat itu. Hal itu terjadi, karena kita sebelumnya sudah memiliki pengetahuan apa
yang terjadi dalam sebuah tempat makan. Naskah (script) adalah sebuah skema
kejadian tertentu (Schank & Abelson dalam King, 2007: 415). Misalnya ketika kita
melanggar rambu lalu lintas lalu kita didatangi oleh seorang yang berseragam seperti
polisi dan meminta kita menunjukkan SIM, maka naskah kita pasti akan mengatakan
jika dia adalah polisi yang hendak menilang kita. Dengan penjelasan tersebut dapat
diketahui jika naskah akan membantu untuk mengatur ingatan seseorang.

3. Pengambilan

Setelah menarik informasi lalu mengodekannya kemudian menyimpannya dalam


memori maka bagian terakhir dari pemrosesan informasi adalah pengambilan informasi
tersebut. King (2007: 421) berpendapat bahwa pengambilan kembali (retrieval) ingatan
terjadi ketika informasi yang disimpan pada ingatan dikeluarkan dari penyimpanan.
Pengambilan kembali ingatan dapat dilakukan secara otomatis dan membutuhkan beberapa
usaha sementara beberapa pengambilan bisa menjadi gagal karena lupa.

A. Pemanggilan kembali

Menurut Omrod (2009: 303) ada beberapa petunjuk pemanggilan yang relevan.

1. Retrieval cue (isyarat pemanggilan), isyarat pemangggilan memiliki arti sebagai


petunjuk yang digunakan untuk mencari sepotong informasi dalam memori
jangka panjang. Menurut Driscoll (1994: 96) Prinsip dasar dari encoding adalah
kekhasan yang intinya bahwa apapun isyarat yang digunakan oleh pembelajar
untuk menfasilitasi proses encoding maka secara otomatis pembelajar juga
menyediakan isyarat pemanggilan yang terbaik untuk pada saat uji informasi.
Dengan kata lain, isyarat pemanggilan informasi pada penyimpanan pada
dasarnya sangat dipengaruhi pada awal proses encoding. Semakin khas suatu
informasi dikodekan maka akan semakin mudah pemanggilan terhadap
informasi tersebut begitu pula sebaliknya.

2. Recognition task (tugas mengenali)

Tugas mengenali mempunyai artian bahwa tugas memori dimana seseorang


harus mengidentifikasi informasi yang benar di antara pernyataan-pernyataan
yang tidak benar atau informasi – informasi yang tidak relevan. Driscoll (1994:
95) menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi tugas mengenali. Yang
pertama adalah kekuatan dari jejak memori, jika suatu memori memiliki kesan
yang sangat kuat akan lebih mudahu untuk di kenali secara akurat dibandingkan
dengan kesan memori yang lemah. Yang kedua, kriteria keputusan berdasarkan
konteks yang meliputi tugas mengenali. Secara umum seseorang lebih mudah
mengingat dengan lebih baik dengan mengingat konteks yang sama dengan apa
yang dipelajari. Hal ini dikarenakan dalam proses mengodekan fitur dari konteks
ketika mempelajari informasi bersamaan dengan informasi sebenarnya.

3. Recall task (tugas mengingat)

Tugas memori dimana seseorang harus memanggil informasi dari memori jangka
panjang hanya dengan petunjuk pemanggilan minimal. Kesan mengenai suatu
obyek yang pada saat itu tidak ada lagi, melainkan hanya tinggal bekasnya saja.
Selain itu, dalam tugas memanggil dipengaruhi seberapa bermaknanya informasi
yang akan kita panggil. Semakin bermakna suatu informasi makan akan semakin
mudah untuk memanggil informasi tersebut.

B. Lupa

Selain beberapa aspek tersebut, dalam pengambilan atau penarikan informasi juga
kadang terjadi lupa. Lupa (forgetting)menurut Schunk (2012: 294) merupakan hilangnya
informasi dari memori atau ketidakmampuan mengakses informasi. Telah disebutkan
sebelumnya jika apa yang simpan itu hanya bekas (memory trance) yang dapat menjadi
pudar dan menghilang. Menurut King (2007: 435) menyatakan ada beberapa faktor yang
menyebabkan kita lupa yaitu kegagalan encoding, kegagalan retieval, decay theory, dan
fenomena di ujung lidah. Berikut ini penjelasan mengenai beberapa faktor tersebut.

1. Kegagalan encoding, kadang kala ketika seseorang mengatakan mereka


melupakan sesuatu, sebenarnya mereka tidak melupakannya tetapi mereka
memang tidak mengodekan informasi tersebut. kegagalan encoding terjadi ketika
informasi sebenarnya dari awal tidak pernah mask ke dalam ingatan jangka
panjang

2. Kegagalan retrieval, kegagalan pada saat retrieval terjadi karena gangguan-


gangguan yang terjadi atau teori gangguan (interfere theory). Sternberg (2008:
195) menyatakan interference theory adalah teori yang menyatakan bahwa
proses lupa terjadi karena upaya kita mengingat suatu kata bercampur aduk
dengan ingatan terhadap kata yang lain. Teori gangguan (interfere theory)
dibedakan menjadi dua macam, yaitu gangguan proaktif dan gangguan retroaktif.
gangguan proaktif terjadi ketika materi yang telah dipelajari lebih dahulu
mempengaruhi mengingat materi yang dipelajari kemudian. Gangguan retroaktif
disebabkan oleh aktivitas yang terjadi ketika bahan yang dipelajari sesudahnya
mengganggu retrieval informasi yang dipelajari sebelumnya

3. Decay theory atau yang lebih dikenal dengan nama teori kemerosotan juga
merupakan salah satu penyebab lupa. Menurut Santrock (2013: 329) teori ini
menyatakan bahwa berlalunya waktu bisa membuat orang menjadi lupa. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya jika informasi yang disimpan pada
penyimpanan merupakan jejak ingatan dan jejak ingatan yang tersimpan dalam
ingatan itu bisa hilang dengan berlalunya waktu. Sternberg (2008:198)
menjelaskan teori kemerosotan menyatakan bahwa informasi menjadi dilupakan
karena hilangnya, bukannya pergantian, secara gradual jejak-jejak memori. Jadi
pada teori ini kemerosotan memandang potongan asli informasi menghilang
secara bertahap sesuai dengan berjalannya waktu kecuali sesuatu dilakukan
untuk menjaganya agar tetap utuh.

4. Fenomena di ujung lidah atau lebih dikenal dengan nama (tip of the tongue)
adalah salah satu gangguan yang sering kali dialami oleh seseorang. James, 2006
; Maril, et al, 2005 (King, 2007: 437) menyatakan bahwa ini adalah sebuah jenis
retrieval yang diusahakan yang terjadi ketika seseorang yakin mereka
mengetahui sesuatu, tetapi tidak bisa menariknya dari ingatan. Seseorang pada
kondisi ini biasanya dapat dengan sukses mengambil karakteristik dari sebuah
kata seperti huruf pertamanya atau jumlah suku kata, tetapi tidak berhasil
mengambil kata tersebut. Contohnya ketika seorang mahasiswa berada dalam
suatu kegiatan organisasi dan dia berjumpa dengan dua orang yang duduk
bersama. mahasiswa tersebut dapat dengan mudah mengenali salah satunya
dengan Siti. Mahasiswa yakin bahwa mahasiswa tersebut juga mengenal
namanya dan yakin namanya berawal dengan huruf S. Mahasiswa tersebut
sangat yakin jika memang benar-benar mengenalnya tapi dia tidak bisa
mengingatnya sekarang. Mungkin ketika pada proses pengenalan mahasiswa
tersebut tidak memperhatikan namanya lebih dari kata pertamanya.

7.1.4 Usaha Meningkatkan Memori

Meningkatkan kemampuan memori dalam pemrosesan informasi tentu menjadi


dambaan setiap orang. Namun dibutuhkan suatu usaha untuk bisa memproses informasi
dengan baik. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kerja memori dengan baik.

1. Perhatian (attention)

Dalam pemrosesan informasi perhatian adalah syarat utama seseorang dapat


memperoleh informasi. Fokuskan perhatian kepada suatu informasi yang ingin diketahui
akan lebih mempermudah proses encoding sehingga pada saat perhatian gangguan-
gangguan yang dapat merusak perhatian harus diminimalisir. Dalam proses
pembelajaran, guru perlu menarik perhatian siswa dan menyedikan sarana prasarana
belajar yang mendukung untuk meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran.

2. Pengulangan (rehearsal)
Pengulangan (rehearsal) diperlukan untuk mempertahankan informasi pada saat
akan di encoding sehingga dapat tersimpan dalam memori jangka panjang.

3. Khususkan konteks atau bahan untuk mudah diingat dengan hal-hal yang lain

Informasi yang ingin diperoleh hendaknya berhubungan dengan informasi yang lain
sehingga mudah cara pemanggilannya. Cara ini bisa dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan pada diri sendiri dan membuat catatan dengan baik. Mengajukan pertanyaan
untuk diri sendiri setelah membaca atau memperoleh suatu informasi akan
mengembangkan asosiasi dengan informasi yang berhubungan atau perlu diambil dari
memori. Mencatat informasi yang diperoleh sangat berguna untuk tetap menjaga
informasi itu agar tidak hilang karena berlalunya waktu.

4. Pengorganisasian informasi dengan menggunakan strategi

Beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk bisa mengorganisasikan informasi


adalah dengan mnemonic. King (2007: 441) menyatakan bahwa strategi mnemonic
adalah bantuan ingatan visual dan/atau verbal. Berikut ini adalah tiga jenis cara
mnemonic.

A. Metode loci, anak menyusun imaji/citra dari suatu item yang akan diingat dan
membayangkan anak tersebut menyimpannya dalam lokasi yang dikenali.
Misalnya jika anak harus mengingat sederetan konsep maka mereka bisa
membayangkan meletakkannya di rumah rumah mereka, seperti di kamar tidur,
ruang keluarga, dapur dan sebagainya. Pada saat anak perlu mengambil kembali
informasi tersebut, anak bisa membayangkan rumahnya lalu membayangkan
dirinya berjalan di ruang-ruang untuk mengambil konsep itu.

B. Metode kata kunci, metode ini diterapkan dengan melekatkan imaji kepada
dengan kata-kata yang penting. Misalnya ketika menerangkan variabel x pada
siswa, kita bisa membuat perumpamaan jika variabel x itu adalah kue atau apel.

C. Akronim, metode ini menciptakan kata dari huruf pertama item yang akan
diingat. Misalnya untuk menghafalkan warna pelangi bisa dihafalkan dengan
cara mejikuhibiniu (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu).

7.1.5 Aplikasi Dalam Pembelajaran

Aplikasi teori pemrosesan informasi dalam pembelajaran bisa dilakukan dengan


menggunakan teori Gagne yaitu kondisi-kondisi pembelajaran dan bisa juga dilakukan
dengan menerapkan strategi pembelajaran PQ4R dan SQ3R. Berikut ini adalah
penjelasannya.

1. Teori pembelajaran Gagne

Salah satu teori pengajaran yang paling populer berdasarkan prinsip-prinsip kognitif
adalah teori pengajaran yang dirumuskan oleh Robert Gagene (1985). Pada teori ini
terdapat sembilan fase pembelajaran yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu
persiapan, tahap pembelajaran utama atau inti, dan tahap transfer belajar. Pada tahap
persiapan untuk belajar mencakup aktivitas-aktivitas memerhatikan, harapan, penarikan.
Sementara pada tahap pembelajaran utama atau inti adalah penguasaan dan praktik yang
terdiri dari persepsi selektif, pengkodean semantik, penarikan dan pemberian respons
dan penguatan. Pada tahap transfer belajar meliputi pemberian tanda untuk penarikan
dan generalisabilitas.

2. Penggunaan strategi pembelajaran SQ3R dan PQ4R

SQ3R merupakan salah satu strategi pembelajaran dalam yang dapat diterapkan
dalam proses pembelajaran yang memiliki singkatan dari Survey, Question, Read,
Recite, Review. Sementara PQ4R merupakan strategi pembelajaran yang lebih baru dari
SQ3R dengan tambahan R yaitu Reflect. Metode ini dikembangkan oleh Thomas
Robinson yang termasuk ke dalam strategi elaborasi. PQ4R merupakan singkatan dari
Preview, Question, Read, Recite, Review dan Reflect. Berikut ini langkah penerapan
metode PQ4R menurut Santrock (2013:336-337).

A. Preview, kegiatan membaca sepintas atau mensurvei materi yang akan dipelajari
secara ringkas.

B. Question, kegiatan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada diri sendiri


mengenai materi yang telah dibaca tadi.

C. Read, kegiatan ini menyuruh siswa untuk membaca secara aktif tentang bacaan
tadi yang hanya dibaca secara sepintas. Pada saat kegiatan ini usahakan agar
siswa dapat berkonsentrasi dan mampu memahami apa yang disampaikan dalam
bacaan

D. Reflect, merupakan kegiatan untuk memahami informasi yang ada. Pada proses
ini bisa dilakukan dengan cara menghubungkan informasi yang diperolehnya
dengan informasi yang sudah ada di memorinya. Siswa juga dapat berhenti
sesekali untuk merenungkan dan memikirkan interpretasi dari informasi yang
diterima.

E. Recite, merupakan tahap untuk mengingat kembali informasi yang telah


dipelajari dengan cara membuat rangkuman (intisari) dari konsep-konsep
sebelumnya. Pada tahap ini siswa bisa menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan
yang sebelumnya telah diajukan.

F. Review, pada tahap ini kegiatan siswa untuk membaca rangkuman (intisari )
yang telah dibuatnya dan telah menjawab pertanyaan yang telah diajukannya
untuk mengevaluasi rangkuman dan jawabannya dengan cara membaca kembali
informasi atau materi yang dipelajari.
BAB VIII
PEMBELAJARAN DAN INGATAN
BAGIAN I

8.1.1 Ingatan

Motivasi Ingatan atau sering disebut memory adalah sebuah fungsi dari kognisi yang
melibatkan otak dalam pengambilan informasi. Ingatan akan dipelajari lebih mendalam di
psikologi kognitif dan ilmu saraf. Pada umumnya para ahli memandang ingatan sebagai
hubungan antara pengalaman dengan masa lampau. Apa yang telah diingat adalah hal yang
pernah dialami, pernah dipersepsinya, dan hal tersebut pernah dimasukkan kedalam jiwanya
dan disimpan kemudian pada suatu waktu kejadian itu ditimbulkan kembali dalam
kesadaran. Ingatan merupakan kemampuan untuk menerima dan memasukkan (learning),
menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali apa yang pernah dialami (remembering).

Dalam proses mengingat informasi ada 3 tahapan yaitu memasukkan informasi


(encoding), penyimpanan informasi (storage), dan mengingat informasi (retrieval stage).

1. Fungsi memasukkan informasi (Encoding)

Proses Encoding (pengkodean terhadap apa yang dipersepsi dengan cara mengubah
menjadi simbol-simbol atau gelombang-gelombang listrik tertentu yang sesuai dengan
peringkat yang ada pada organisme). Jadi encoding merupakan suatu proses mengubah
sifat suatu informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat memori organisme.
Proses ini sangat mempengaruhi lamanya suatu informasi disimpan dalam memori.
Proses pengubahan informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu:

A. Tidak sengaja, yaitu apabila hal-hal yang diterima oleh inderanya dimasukkan
dengan tidak sengaja ke dalam ingatannya. Contoh konkritnya dapat kita lihat
pada anak-anak yang umumnya menyimpan pengalaman yang tidak disengaja,
misalnya bahwa ia akan mendapat apa yang diinginkan jika ia menangis keras-
keras sambil berguling-guling.

B. Sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukkan pengalaman dan


pengetahuan ke dalam ingatannya. Contohnya mahasiswa yang sedang belajar,
dimana dengan sengaja memasukkan segala hal yang dipelajarinya dalam
perkuliahan.
2. Fungsi menyimpan informasi (Storage)

Fungsi kedua dari ingatan adalah mengenai penyimpanan (penyimpanan terhadap


apa yang telah diproses dalam encoding, apa yang dipelajari atau apa yang dipersepsi).
Sesuatu yang telah dipelajari biasanya akan tersimpan dalam bentuk jejak-jejak (traces)
dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut biasa juga disebut dengan memory
traces. Walaupun disimpan namun jika tidak sering digunakan maka memory traces
tersebut bisa sulit untuk ditimbulkan kembali bahkan juga hilang, dan ini yang disebut
dengan kelupaan. Sehubungan dengan masalah retensi dan kelupaan, ada satu hal yang
penting yang dapat dicatat, yaitu mengenai interval atau waktu antara memasukkan dan
menimbulkan kembali.

Masalah interval dapat dibedakan atas lama interval dan isi interval:

a. Lama interval, yaitu berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan bahan (act of
remembering). Lama interval berkaitan dengan kekuatan retensi. Makin lama
intervalnya, makin kurang kuat retensinya, atau dengan kata lain kekuatan
retensinya menurun.

b. Isi interval, yaitu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang terdapat atau mengisi
interval. Aktivitas-aktivitas yang mengisi interval akan merusak atau
mengganggu memory traces, sehingga kemungkinan individu akan mengalami
kelupaan.

c. Atas dasar lama interval dan isi interval, hal tersebut merupakan sumber atau
dasar berpijak dari teori-teori mengenai kelupaan.

3. Fungsi menimbulkan kembali (Retrival)

Fungsi ketiga ingatan adalah berkaitan dengan menimbulkan kembali hal-hal yang
disimpan dalam ingatan. Proses mengingat kembali merupakan suatu proses mencari
dan menemukan informasi yang disimpan dalam memori untuk digunakan kembali bila
dibutuhkan. Mekanisme dalam proses mengingat kembali sangat membantu organisme
dalam menghadapi berbagai persoalan sehari-hari. Seseorang dikatakan “Belajar dari
Pengalaman” karena ia mampu menggunakan berbagai informasi yang telah diterimanya
di masa lalu untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi saat ini juga.
Menimbulkan kembali ingatan yang sudah disimpan dapat menggunakan cara:

a. Recall, yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di masa lalu
tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Conyohnya mengingat nama
seseorang tanpa kehadiran orang yang dimaksud.

b. Recognize, yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah dipelajari


melalui suatu petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya mengingat
nama seseorang saat ia berjumpa dengan orang yang bersangkutan.

c. Redintegrative, yaitu proses mengingat dengan menghubungkan berbagai


informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup kompleks. Proses
mengingat reintegrative terjadi bila seseorang ditanya sebuah nama, misalnya
Siti Nurbaya (tokoh sinetron), maka akan teringat banyak hal dari tokoh tersebut
karena orang tersebut telah menontonnya berkali-kali.
8.2.1 Lupa

Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi


kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Secara sederhana, Gulo dan Reber
mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang
pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya item
informasi dan pengetahuan dari akal kita.

8.2.2 Sebab Terjadinya Lupa

Lupa dapat terjadi karena sebab gangguan konflik antara item-item informasi atau
materi yang ada dalam system memori siswa. Dalam interference theory (teori mengenai
gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua, yaitu: a) practice interference; b)
retroactive interference. Seorang siswa akan mengalami gangguan proactive apabila materi
pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal permanennya mengganggu
masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini bisa terjadi apabila siswa tersebut
mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran yang telah
dikuasainya dalam tenggang waktu yang pendek. Dalam hal ini materi yang baru saja
dipelajari akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali.Sebaliknya, seorang siswa akan
mengalami ganguan retroactive apabila materi pelajaran baru materi yang baru kita pelajari
tidak dapat masuk ke dalam ingatan, karena terhambat oleh materi lain yang sudah terlebih
dahulu di pelajari . Dalam hal ini, materi pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau
diproduksi kembali. Dengan kata lain siswa tersebut lupa akan materi peajaran lama itu.

8.3.1 Kiat Mengurangi Lupa dalam Belajar

Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal
siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya ingatannya,
antara lain menurut Barlow, Reber, dan Anderson, adalah sebagai berikut:

1. Over learning (Belajar Lebih)

Merupakan upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi
pelajaran tertentu. Over learning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul
setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara di luar
kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk over learning, antara lain
pembacaan teks Pancasila pada setiap hari Senin memungkinkan ingatan siswa terhadap
teks Pancasila lebih kuat.

2. Extra study time (Tambahan waktu belajar)

Ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi aktivitas
belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah jam
belajar, misalnya dari satu jam menjadi dua jam waktu belajar. Penambahan frekuensi
belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari
sekali sehari menjadi dua kali sehari. Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat
melindungi memori dari kelupaan.

3. Mnemonic device (Muslihat Memori)


Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut mnemonic itu
berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item
informasi ke dalam system akal siswa. Muslihat mnemonic ini banyak ragamnya, yang
paling menonjol adalah sebagaimana terurai di bawah ini:

4. Singkatan

Yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa.
Pembuatan singkatan-singkatan ini seyogianya dilakukan sedemikian rupa sehingga
menarik dan memiliki kesan tersendiri.

5. Sistem kata pasak (Peg word system)

Sejenis teknik mnemonic yang menggunakan komponen-komponen yang


sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru. Kata komponen
pasak ini dibentuk berpasangan yang memiliki kesamaan watak (baik itu warna, rasa,
dan seterusnya). Misalnya langit-bumi; panas-api; merah-darah; dan seterusnya.

6. Clustering

Clustering (pengelompokkan) ialah menata ulang item-item materi menjadi


kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa item-item
tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat miri.

8.4.1 Transfer

Istilah “transfer belajar” berasal dari bahasa Inggris “Transfer of learning” dan berarti;
pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke
bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari. Pemindahan atau pengalihan itu
menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh atau digunakan di suatu
bidang studi atau situasi di luar lingkup pendidikan. Pemindahan atau pengalihan itu
menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang
atau situasi di luar lingkup bidang studi di mana hasil itu mula-mula diperoleh.

Kata “pemindahan ketrampilan” tidak berkonotasi hilangnya ketrampilan melakukan


sesuatu pada masa lalu karena diganti dengan ketrampilan baru pada masa sekarang.
Misalnya, hasil belajar di cabang olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main
basket, dan lain-lain. Berkat pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu, seseorang
memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam istilah transfer belajar berasal
dari bahasa inggris “Transfer of learning” dan berarti : pemindahan atau pengalihan hasil
belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke
kehidupan sehari-hari di luar lingkup pendidikan sekolah. Pemindahan atau pengalihan ini
menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatau bidang
atau situasi di luar lingkup bidang studi dimana hasil itu mula-mula diperoleh. Misalnya,
hasil belajar bidang studi geografi, digunakan dalam mempelajari bidang studi ekonomi;
hasil belajar di cabang olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket;
hasil belajar di bidang fisika dan kimia, digunakan dalam mengatur kehidupan sehari-hari.
Hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan (informasi
verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan motorik dan sikap.
Berkat pemindahan dan pengalihan hasil belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan
atau mengalami hambatan dalam mempelajari sesuatu di bidang studi yang lain.
Sehubungan dengan pentingnya transfer belajar maka guru dalam proses pembelajaran
harus membekali si belajar dengan kemampuan-kemampuan yang nantinya akan bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya perlu diciptakan kondisi yang memungkinkan
transfer belajar positif dapat terjadi.

Mempelajari sesuatu di bidang studi yang lain atau dalam pengaturan kehidupan sehari-
hari. Berikut ini merupakan macam-macam transfer belajar;

A. Transfer positif

Transfer yang berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif
yakni belajar dalam situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi lain.
“Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau bpengalihan hasil belajar itu
berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam menghadapi tugas belajar
yang lain dalam kurikulum di sekolah atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari,
transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer positif”. Transfer positif, akan
mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip
dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam
mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di sekolah.
Misalnya, siswa yang telah pandai membaca Al-Qur’an akan secara otomatis mudah
belajar Bahasa Arab, karena ada kesamaan elemen (sama-sama bertulisan arab).

Pengetahuan tentang letak geografis suatu daerah, akan sangat membantu dalam
memahami masalah perekonomian yang dihadapi oleh penghuni daerah itu, ketrampilan
mengendarai sepeda motor akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan roda
empat.

B. Transfer negatif

Transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif
dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki
pengaruh merusak atau mengalami hambatan terhadap ketrampilan/pengetahua yang
dipelajari. “Mengalami hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil
belajar itu berperanan negatif, yautu mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi
tugas belajar yang lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur
kehidupan sehari-hari, transfer belajar yang demikian disebut “transfer negatif”.
Menghadapi kemungkinan terjadinya tranfer negatif itu, yang penting bagi guru adalah
menyadari dan sekaligus menghindari para siswanya dari situasi-situasi belajar tertentu
yang diduga keras berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut
pada masa yang akan datang. Misalnya, ketrampilan mengemudi kendaraan bermotor
dalam arus lalu lintas yang bergerak disebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang
selama tinggal di Indonesia, akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila pindah ke
salah satu negara Eropa Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak di sebelah kanan jalan.
Pengetahaun akan semjumlah kata dalam bahasa Jerman, akan menghambat dalam
mempelajari dalam mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kepada orang lain selama
bertahun-tahun sesudah tamat sekolah. Individu yang sudah terbiasa mengetik dengan
menggunakan dua jari, kalau belajar mengetik dengan sepuluh jari akan lebih banyak
mengalami kesukaran daripada orang yang baru belajar mengetik. Artinya, ketrampilan
yang sebelumnya sudah dimiliki menjadi penghambat belajar ketrampilan lainnya.

C. Transfer Vertikal

Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar/pengetahuan yang lebih tinggi.
Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran
yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai
pengetahuan/ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya, seorang ssiwa SD yang
telah menguasai psrinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu duduk di kelas II
akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia duduk di kelas III.

D. Transfer lateral

Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/ketrampilan yang


sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa
apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari
materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini,
perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
Misalnya, seorang lulusan STM yang telah menguasai teknologi “X” dari sekolahnya
dapat menjalankan mesin tersebut di tempat kerjanya. Di samping itu juga mampu
mengikuti pelatihan menggunakan tekhnologi mesin-mesin lainnya yang mengandung
elemen dan kerumitan kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.

Beberapa Pandangan tentang Transfer Belajar

A. Teori disiplin formal

Pandangan ini bertitik tolak pada pandangan aliran psikologis, daya tentang
psike/kejiwaan manusia, psike itu dipandang sebagai kumpulan dari sejumlah bagian/ daya-
daya yang berdiri sendiri.Seperti daya berfikir, daya mengingat, daya kemauan, daya
merasa, dan lain-lain. Menurut teori daya (formal disiplin) daya-daya jiwa yang ada pada
manusia itu dapat dilatih. Dan setelah berlatih dengan baik, daya- daya itu dapat digunakan
pula untuk pekerjaan yang lain yang menggunakan daya tersebut dengan demikian terjdilah
transfer belajar. Misalnya seorang anak yang semenjak kecil melatih diri cara-cara
melempar dengan tepat, mula-mula ia melempar-melempar dengan batu, kemudian
disekolah ia sering bermain kasti sehingga terlatih pula melempar dengan bola. Menurut
teori daya, anak yang telah melatih daya melemparnya dengan baik, nantinya jika ia telah
dewasa dan menjadi dewasa dapat menjadi pelempar granat yang baik. Contoh lain murid-
murid dilatih belajar sejarah. Dengan mempelajari pelajaran sejarah tidak boleh tidak daya
ingatannya sering digunakan untuk mengingat-ingat bermacam-macam peristiwa, ingatan
anak itu makin terlatih dan makin baik terhadap pelajaran itu. Maka pendapat menurut teori
daya daya ingatan yang telah terlatih baik bagi pelajaran itu dapat digunakan pula
(ditransferkan) kepada pekerjaan lain. Demikian, menurut teori daya pada tiap mata
pelajaran disekolah pendidik perlu melatih daya-daya itu (daya ingatan, berpikir,
merasakan, dan sebagainya) sehingga daya-daya yang sudah terlatih itu akan dapat
digunakan dalam mata pelajaran yang lain dan bagi pekerjaan pekerjaan lain diluar sekolah.
Sekolah yang menganut teori daya ini, sudah tentu mengutamakan terlatihnya semua daya-
daya jiwa anak, dari pada nilai atau kegunaan mata pelajaran.Berguna atau tidaknya
materi/isi mata pelajaran itu dalam praktek dikemudian hari, tidak menjadi persoalan yang
penting, apapun yang diajarkan asal dapat melatih daya-daya jiwa adalah baik. Penganut
teori daya beranggapan bahwa anak-anak yang pandai di sekolah suadah tentu akan pandai
pula dimasyarakat.

B. Teori Elemen Identik

Pandangan ini dipelopori oleh Edward, yang berpendapat bahwa transfer belajar dari
satu bidang studi kebidang studi yang lain atau idang studi sekolah ke kehidupan sehari-
hari, terjadi berdasarkan adanya unsur-unsur yang sama dalam kedua bidang studi atau
antara bidang studi di sekolah ke kehidupan sehari-hari. Makin banyak unsur yang sama
makin besar kemungkinan terjadi tarnsferbelajar.Dengan kata lain terjadinya transfer belajar
sangat tergantung dari banyak sedikitnya kesamaan unsur-unsur. Misalnya antara bidang
studi aljabar dan ilmu ukur dll. Mula-mula Edward mengartikan “elemen identik” sebagai
unsur yang sungguh-sungguh sama (=identik) kemudian pengertian identik diartikan
sebagai “ada kesamaan, sejenis” perubahan pandangan ini membuat teorinya tentang
transfer belajar lebih mudah dapat diterima. menurut teori ini hakekat transfer belajar adalah
pengalihan dari penguasaan suatu unsur tertentu pada bidang studi yang lain, makin banyak
adanya unsur-unsur yang sama akan semakin besar terjadinya transfer belajar positip.

C. Teori Generalisasi

Pandangan ini dikemukakan oleh Charles Judd. Menurut teori ini transfer belajar lebih
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsip
umum .Bila seorang siswa mampu menangkap konsep, kaidah dan prinsip untuk
memecahkan persoalan maka siswa itu mempunyai bekal yang dapat ditransferkan ke
bidang-bidang lain diluar bidang studi dimana konsep, kaidah dan prinsip itu mula-mula
diperoleh.Maka siswa itu dikatakan mampu mengadakan “generalisasi” yaitu mampu
menangkap ciri-ciri atau sifat-sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang
khusus.Generalisasi semacam itu sudah terjadi bila siswa membentuk konsep, kaidah,
prinsip dan siasat-siasat pemecahan problem.Jadi kesamaan antara dua bidang studi
tsb.tidak terdapat dalam unsur-unsur khusus melainkan dalam pola, dalam struktur dasar
dan dalam prinsip.

Faktor-faktor yang berperanan dalam transfer belajar

1. Proses belajar, kesungguhan motivasi belajar, dan kadar konsentrasi terhadap


terhadap pelajaran. Siswa diharapkan bersungguh-sungguh dalam mengolah materi
pelajaran, dan ini juga tergantung dari motivasi belajar dan sejauhmana kadar
konsentrasinya. Maka, siswa yang kurang melibatkan diri dalam proses belajar,
kurang cermat dalam dalam persepsi dan kurang mendalam dalam mengolah materi
pelajaran, tidak diharapkan akan mengadakan transfer belaJar. Semua ini berkaitan
dengan tata cara belajar atau tekhnik-tekhnik studi, apakah efisien dan efektif. Maka
makin tata cara belajar itu, makin meningkat pula kemungkinan siswa akan
mengadakan transfer belajar.

2. Hasil belajar, hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa
pengetahuan (informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif,
ketrampilan motorik dan sikap. Hasil belajar yang lama dapat memudahkan untuk
menerima stimulus yang baru. Jadi baik atau tidaknya, sedikit atau banyaknya hasil
belajar yang diperoleh sebelumnya dapat mempengaruhi transfer belajar atau proses
belajar selanjutnya.

3. Bahan/materi bidang-bidang studi, metode atau prosedur kerja yang diikuti dan
sikap dibutuhkan dalam bidang studi. Transfer belajar mengendalikan adanya
kesamaan, maka kesamaan antara daerah/bidang studi atau antara bidang studi dan
kehidupan sehari-hari itu, secara nyata harus ada. Adanya kesamaan juga meliputi
taraf intelegensi, minat, dan perhatian.

4. Faktor-faktor subjektifitas di pihak siswa, faktor-faktor subyektif siswa, antara lain


taraf intelegensi (kemampuan belajar), minat, motivasi dan perhatian. Misalnya,
Siswa yang memiliki motivasi intrinsik, yang merasa senang dalam belajar di
sekolah dan yang mampu mengolah dengan baik dan secara mendalam, akan jauh
lebih siap untuk mengadakan transfer belajar, dibandingkan dengan siswa yang
kurang bermotivasi, kurang berperasaan senang dan kurang mampu mengolah
dengan baik.

5. Sikap dan usaha guru, kesadaran dan usaha dari guru untuk mendampingi siswa
dalam mengadakan transfer belajar. Sikap guru yang menyadari, bahwa
tanggungjawab nya tidak hanya terbatas paa bidang studi tertentu, tetapi juga
mencakup usaha jujur untuk membentuk kepribadian siswa secara kesluruhan,
dalam perkembangan intelektual, efektif (sikap) dan sosial.
BAB IX
PENGENALAN MASALAH DALAM
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BAGIAN I

9.1.1 Proses Pengenalan Masalah

Dalam disiplin ilmu ekonomi terdapat 3 pendekatan untuk mengenali perilaku


konsumen, pendekatan-pendekatan tersebut adalah sebagai berikut;

1. Pendekatan Interpretif.

Pendekatan ini adalah pendekatan yang membahas secara mendalam hal-hal


mendasar mengenai perilaku konsumen. Dalam pendekatan ini menggunakan teknik
observasi langsung yaitu menggunakan teknik wawancara yang dilakukan secara
mendalam dan menyeluruh. Selain wawancara, pendekatan ini juga mengutamakan
focus group discussion. Semua hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan
mengenai makna suatu produk atau jasa bagi konsumen, serta perasaan yang dialami
konsumen ketika membeli kemudian menggunakan produk maupun jasa tersebut.

2. Pendekatan Tradisional yang didasari pada teori dan metode dari Ilmu Psikologi
Kognitif, Sosial dan Behavioral serta Ilmu Sosiologi.

Pendekatan ini menggunakan studi lapangan berupa eksperimen yang didukung


dengan survey dengan tujuan untuk menguji hipotesa penelitian yang berkaitan dengan
teori. Kemudian dicari sebuah pemahaman mengenai proses seorang konsumen
menganalisa beberapa informasi, membuat keputusan, dan pengaruh lingkungan sosial
terhadap perilaku konsumen tersebut. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk
mengembangkan teori dan metode yang relatif. Yang mana akan digunakan untuk
menjelaskan perilaku konsumen serta pembuatan keputusan konsumen.

3. Pendekatan Sains Pemasaran yang didasari pada teori dan metode dari Ilmu
Ekonomi dan Statistika.

Penelitian dalam pendekatan ini menggunakan pengembangan teori dari Abraham


Maslow yaitu Teori Hierarki Kebutuhan Maslow. Teori tersebut berisi tentang hierarki
kebutuhan manusia yang kemudian diuji coba dengan model Ilmu Matematika.
Pendekatan ini dilakukan untuk memprediksi moving rate analysis atau pengaruh
startegi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi.

Semua pendekatan yang dijelaskan diatas mempunyai nilai-nilai tertentu yang dapat
memberikan pemahaman mengenai perilaku konsumen. Selain itu dapat pula diterapkan
untuk strategi marketing jika dilihat dari tingkatan maupun sudut pandang analisis yang
berbeda-beda. Ketiga pendekatan ini dapat digunakan oleh suatu pemilik bisnis atau
perusahaan, baik dengan menggunakan salah satu dari pendekatan tersebut maupun dengan
menggunakan ketiga pendekatan sekaligus. Semuanya tergantung dari jenis-jenis masalah
yang dihadapi oleh masing-masing bisnis dan suatu perusahaan.

9.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah

Konsumen menggunakan pemecahan masalah yang terbatas ketika mereka melakukan


sedikit usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini sering dilakukan oleh konsumen
ketika membeli suatu produk yang telah mereka gunakan sebelumnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jangkauan pemecahan masalah;

A. Alternatif-alternatif dibedakan dengan cara yang relevan, misalnya pembelian


rumah,alternatif pemilihan adalah lingkungan rumah (bersih, tidak banjir, dekat kota
atau mudah transportasi), bahan baku, harga (cicilan rendah dan lama).

B. Tersedia waktu yang memadai untuk pertimbangan yang mendalam untuk membeli
produk.

C. Terdapat tingkat keterlibatan (relevansi pribadi) yang tinggi yang menyertai


pembelian produk.

9.3 Definisi Pengambilan Keputusan

Keputusan adalah proses penelusuran masalah yang berawal dari latar belakang
masalah, identifikasi masalah hingga kepada terbentuknya kesimpulan atau rekomendasi.
Rekomendasi itulah yang selanjutnya dipakai dan digunakan sebagai pedoman basis dalam
pengambilan keputusan. Oleh karena itu, begitu besarnya pengaruh yang akan terjadi jika
seandainya rekomendasi yang dihasilkan tersebut terdapat kekeliruan atau adanya
kesalahan-kesalahan yang tersembunyi karena faktor-faktor ketidakhati-hatian dalam
melakukan pengkaijan masalah.

Pengambilan keputusan adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan.


Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif.
Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat
keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusun
alternatif yanga kan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang terbaik.

Secara umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli,
diantaranya adalah :

1. G.R. Terry, mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai


pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternative yang
mungkin.

2. Claude S. George, Jr, mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh
kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk
pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.

3. Horold dan Cyril O’Donnel, mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan


adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari
perencanaan. Suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan,
suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.

4. P. Siagian,p engambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap


suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif
dan tindakan.

9.4. Tahapan Pengambilan Keputusan

Guna memudahkan pengambilan keputusan maka perlu dibuat tahap-tahap yang bisa
mendorong terciptanya keputusan, adapun tahapan tersebut adalah :

1. Mengidentifikasi masalah tersebut secara jelas dan gamblang, atau mudah untuk
dimengerti.

2. Membuat daftar masalah yang akan dimunculkan, dan menyusunnya secara prioritas
dengan maksud agar adanya sistematika yang lebih terarah dan terkendali.

3. Melakukan identifikasi dari setiap masalah tersebut dengan tujuan untuk lebih
memberikan gambaran secara lebih tajam dan terarah secara lebih spesifik.

4. Memetakan setiap masalah tersebut berdasarkan kelompoknya masing-masing yang


kemudian selanjutnya dibarengi dengan menggunakan model dan alat uji yang akan
dipakai.

5. Memastikan kembali bahwa alat uji yang dipergunakan tersebut telah sesuai dengan
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang berlaku pada umunya.

Di sisi lain Simon (1960) mengatakan, pengambilan keputusan berlangsung melalui


empat tahap, yaitu :

1. Intelligence adalah proses pengumpulan informasi yang bertujuan memecahkan


permasalahan.

2. Design adalah tahap perancangan soal cara menyelesaikan masalah.

3. Choice adalah tahap mengkaji kelebihan dan kekurangan dari berbagai macam
alternative yang ada dan dipilih yang terbaik.

4. Implementasi atau implementation adalah tahap pengambilan keputusan dan


melaksanakannya.

9.5. Bentuk-bentuk Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan bagian terpenting dari manajer, yang dihubungkan


dengan pelaksanaan perencanaan, dalam hal memutuskan tujuan yang akan dicapai, sumber
daya yang akan dipakai, siapa yang melaksanakan, siapa yang bertanggung jawab dalam
pekerjaan yang diserahkannya.

Bentuk keputusan ini bisa berupa keputusan terprogram atau keputusan tidak
terprogram., setiap keputusan tersebut memiliki perbedaan masing-masing. Untuk lebih
detailnya di bawah ini :
1. Keputusan Terprogram

Keputusan yang terprogram dianggap suatu keputusan yang dijalankan secara rutin,
tanpa ada persoalan-persoalan yang bersifat krusial. Karena setiap pengambilan
keputusan yang dilakukan hanya berusaha membuat pekerjaan yang terkerjakan
berlangsung secara baik dan stabil. Dalam realitas keputusan terprogram diselesaikan
ditingkat lini paling rendah tanpa harus menunggu masukan keputusan dari pihak sangat
terkait, seperti para top management. Contoh dari keputusan yang terprogram adalah
pekerjaan yang dilaksanakan dengan rancangan SOP (Standar Operating System),
sehingga dalam pekerjaan dilapangan para bawahan sudah dapat mengerjakannya secara
baik apalagi jika disertai dengan buku panduan operaisonalnya, adapun yang menjadi
persoalan jika para bawahan belum mengerti secara benar, misalnya ada beberapa
bagian yang tidak terjelaskan pada buku panduan.

Pada dasarnya suatu keputusan terprogram akan dapat terlaksana dengan baik jika
memenuhi beberapa syarat, seperti :

A. Memiliki sumber daya manusia

B. Sumber informasi baik yang bersifat kualitatif dan kuantitatif

C. Pihak organisasi menjamin dari segi ketersediaan dana selama keputusan yang
terprogram tersebut dilaksanakan.

D. Aturan dan kondisi eksternal organisasi mendukung terlaksananya keputusan


terprogram ini dengan tuntas.
2. Keputusan yang Tidak Terprogram

Berbeda dengan keputusan yang terprogram, keputusan yang tidak terprogram


biasanya diambil dalam usaha memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah
dialami sebelumnya, tidak bersifat repetitif, tidak terstruktur, dan sukar mengenali
bentuk, hakikat, dan dampaknya. Ricky W. Griffin mendefinisikan keputusan tidak
terprogram adalah keputusan yang secara relative tidak terstruktur dan muncul lebih
jarang daripada suatu keputusan yang terprogram. Pada pengambilan keputusan yang
tidak terprogram adalah kebanyakan keputusan yang bersifat lebih rumit dan
membutuhkan kompetensi khusus untuk menyelesaikannya, seperti top manajemen dan
para konsultan dnegan tingkat skill tinggi. Contoh dari keputusan yang tidak terprogram
adalah kasus-kasus khusus, kajian strategis, dan berbagai masalah yang membawa
dampak besar bagi organisasi.

9.6. Proses Pengambilan Keputusan

Lahirnya suatu keputusan tidak serta merta berlangsung secara sederhana begitu, sebab
sebuah keputusan itu selalu saja lahir berdasarkan dari proses yang memakan waktu, tenaga
dan fikiran hingga akhirnya terjadinya suatu pengkristalan dan lahirlah keputusan tersebut.
Saat pengambilan keputusan adalah saat dimana kita memiliki kendali dalam bertindak.
Selanjutnya yang dianggap penting adalah pertanggung jawaban dari keputusan itu sendiri
kepada pihak yang berkepentingan.

Menurut Stephen Robbins dan Mary Coulter proses pengambilan keputusan merupakan
serangkaian tahap yang terdiri dari delapan langkah, antara lain sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi masalah

2. Mengidentifikasi kriteria keputusan

3. Member bobot pada kriteria

4. Mengembangkan alternatif-alternatif

5. Menganalisis alternatif

6. Memilih satu alternatif

7. Melaksanakan alternatif tersebut

8. Mengevaluasi efektivitas keputusan


9.7 Perubahan Dalam Keputusan

Dalam proses berlangsungnya suatu keputusan tentu tidak selamanya berlangsung sesuai
dengan rencana yang diharapkan. Secara umum dampak perubahan keputusan tersebut
dapat dikelompokan menjadi dua kelompok perubaham;

A. Incremental Changes, merupakan dampak perubahan keputusan yang dapat


diperkirakan atau ditaksir beberapa presentase perubahan yang akan terjadi
kedepannya tentu berdasarkan data-data yang terjadi di masa lalu (Historis)

B. Turbulence Change, merupakan pengambilan keputusan dalam kondisi perubahan


yang sulit untuk diperkirakan. Contohnya bencana alam, perubahan kondisi politik,
demonstrasi buruh, dan sebagainya. Walaupun data-data tersebut ada namun
kejadian seperti itu belum tentu memiliki kesamaan kondisi dan situasi seperti dulu.
Seperti jatuh dan begantinya presiden di Irak baik sebelum Saddam Husein maupun
pada saat Saddam Husein di tanggkap atau di turunkan posisinya dari Presiden Irak
secara paksa oleh tentara Amerika dan sekutunya.

Perlu kita pahami bahwa data keputusan yang terlalu lama sulit untuk di jadikan sebagai
data prediksi kedepan, dan jika kedepan terlalu jauh untuk di prediksi maka ketepatan atau
tingkat akurat prediksi juga menjadi bagian yang di ragukan hasilnya.

9.8 Kualitas Keputusan

Kualitas merupakan mutu dari pekerjaan atau hasil yang telah dicapai dengan proses
yang dilakukan. Sehingga kualitas keputusan merupakan mutu yang dihasilkan dari hasil
keputusan tersebut yang telah diaplikasikan atau telah di uji secara maksimal dan terlihat
hasilnya secara maksimal serta di nilai secara maksimal juga. Penilaian secara maksimal
tentunya akan menjadi lebih jelas dan lebih bisa dipertanggung jawabkan kebenaranya dari
pada penilaian secara tidak maksimal tentunya. Maka dari itu untuk menilai suatu kualitas
keputusan yang di buat haruslah di uji secara pendekatan yang bisa di pertanggung
jawabkan secara ilmiah.

Pendekatan keilmuan yang di pakai disini haruslah berdasarkan pada ruang lingkup
dimana asal mula proses awal berdirinya keputusan tersebut. Jika keputusan tersebut adalah
dipakai untuk bidang ilmu ekonomi, teknik, kedokteran dan sosioligi maka itu harus
berlandaskan pada asas-asas dan aturan-aturan pada bidang ilmu yang bersangkutan, dengan
maksud nantinya selau saja keputusan tersebut berpatokan dan tetap berada pada koridor
ilmu yang bersangkutan. Ini ditujukan dengan maksut guna menghindari terjadinta tumpang
tindih atau kekacauan dalam aplikasi keputusan itu nantinya. Dimana kita mengetahui
bahwa kekacauan yang sering timbul adalah pada saat setiap bidang tersebut tidak bergerak
atau juga tidak diberikan keleluasaan begerak secara “independent” sesuai dengan garisnya.
Dan ini berdampak pada pembentukan keputusan yang tidak berlangsung secara
professional.

9.9. Solusi dalam Menyelesaikan Berbagai Masalah di Bidang Pengambilan Keputusan

Ada beberapa solusi secara umum yang dapat dilaksanakan untuk menyelesaikan
persoalan atau membuat suatu keputusan menjadi jauh lebih baik, yaitu :
A. Menerapkan konsep keputusan yang cenderung hati-hati dan memikirkan setiap
dampak yang timbul secara jangka pendek dan panjang.

B. Meningkatkan setiap keputusan berdasarkan alasan-alasan yang bersifat


representatif. Artinya keputusan yang dibuat tidak dilandaskan karena keinginan
suatu pihak saja, namun berdasarkan keinginan berbagai pihak. Sehingga
pertanggung jawaban tersebut bersifat perlibatan yang menyeluruh.

C. Menghindari pengambilan keputusan yang bersifat ambigu. Keputusan yang bersifat


ambigu artinya keputusan bersifat tidak jelas dan tidak tegas. Sehingga para pihak
bai karyawan dan lainya sulit untuk memahami maksud dari keputusan tersebut.

D. Setiap keputusan yang dibuat oleh seorang pimpinan disebuah perusahaaan


berdasarkan pada pertimbangan 4 (empat) fungsi manajemen. Dengan pertimbangan
empat fungsi manajemen ini diharapkan keputusan yang dibuat menjadi lebih
seimbang (balance).
BAB X
PENCARIAN DAN EVALUASI TERHADAP PRODUK
BAGIAN I

10.1.1 Pencarian Informasi dan Evaluasi serta Pemilihan Alternatif

Pencarian informasi dapat bersifat aktif atau pasif, internal atau eksternal, pencarian
informasi yang bersifat aktif dapat berupa kunjungan terhadap beberapa toko untuk
membuat perbandingan harga dan kualitas produk, sedangkan pencarian informasi pasif
hanya dengan membaca iklan di majalah atau surat kabar tanpa mempunyai tujuan khusus
tentang gambaran produk yang diinginkan.

Pencarian informasi internal tentang sumber – sumber pembelian dapat berasal dari
komunikasi perorangan dan pengaruh perorangan yang terutama berasal dari komunikasi
perorangan dan pengaruh perorangan yang terutama berasal dari pelopor opini, sedangkan
informasi eksternal berasal dari media masa dan sumber informasi dari kegiatan pemasaran
perusahaan.

Sebuah keputusan konsumen membutuhkan informasi sebagai berikut:

1. Kriteria evaluatif tepat untuk solusi dari masalah.

2. Adanya berbagai alternatif solusi.

3. Tingkat kinerja atau karakteristik dari setiap solusi alternatif pada setiap evaluatif

4. Kriteria.

5. Konsumen yang tergerak mungkin mencari dan mungkin pula tidak mencari
informasi tambahan. Jika dorongan konsumen kuat dan produk yang memenuhi
kebutuhan berada dalam jangkauannya, ia cenderung akan membelinya. Jika tidak,
konsumen akan menyimpan kebutuhan itu kedalam ingatan atau mengerjakan
pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan itu.

Pada satu tahapan tertentu, konsumen mungkin sekedar meningkatkan perhatian. Pada
tahapan itu, seseorang menjadi lebih menerima informasi mengenai kamera. Ia
memperhatikan iklan kamera, kamera yang digunakan oleh temannya, dan percakapan
tentang kamera. Atau ia mungkin mengerjakan pengumpulan informasi secara aktif, dimana
ia mencari informasi tertulis, menelepon teman, dan mengumpulkan informasi dengan
berbagai cara lain. Jumlah pencarian yang dikerjakan tergantung pada kekuatan dorongan
pada dirinya, jumlah informasi awal yang ia miliki, kemudahan pencarian informasi
tambahan, nilai yang ia berikan pada informasi tambahan, dan kepuasan yang di dapat
setelah pencarian.

Sumber utama informasi yang tersedia untuk konsumen:


1. Memory of past searches, pengalaman pribadi, dan pembelajaran keterlibatan
rendah.

2. Sumber pribadi, seperti teman, keluarga, dan lain-lain.

3. Sumber-sumber independen, seperti majalah, kelompok konsumen, dan lembaga


pemerintah.

4. Sumber pemasaran, seperti tenaga penjualan, situs web, dan iklan.

5. Sumber experiential, seperti inspeksi atau trial produk.

Konsumen biasanya menerima sebagian besar informasi dari sumber komersial.-yang


dikendalikan oleh pemasar. Namun, sumber yang paling efektif cenderung yang bersifat
pribadi. Sumber komersial biasanya memberikan informasi kepada pembeli, sedangkan
sumber pribadi memberikan legitimasi atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Seseorang
terkadang meminta orang lain-teman, keluarga, rekan kerja dan para profesional-supaya
merekomendasikan produk atau jasa. Oleh karena itu, perusahaan mempunyai ketertarikan
yang kuat untuk membangun sumber pemasaran getok tular (word of mouth sources).
Sumber-sumber itu mempunyai dua keuntungan utama.

Pertama, sumber itu meyakinkan. Pemasaran getok tular atau pemasaran dari mulut ke
mulut adalah satu-satunya metode promosi dari konsumen, oleh konsumen, dan untuk
konsumen. Mempunyai konsumen yang setia dan terpuaskan dan membangga- banggakan
bisnis mereka dengan anda merupakan mimpi setiap pemilik bisnis. Tidak hanya konsumen
yang puas mengulangi pembelian, tetapi mereka juga menjadi papan promosi berjalan bagi
bisnis anda.

Kedua, biaya yang rendah. Menjaga hubungan dengan konsumen dan mengubahnya
menjadi sumber promosi getok tular membutuhkan biaya yang relatif rendah. Semakin
banyak informasi yang didapat, kesadaran dan pengetahuan konsumen tentang adanya
merek dan fitur akan meningkat. Dalam pencarian informasi, seseorang banyak mempelajari
merek yang tersedia. Informasi itu juga membantunya meninggalkan pilihan merek tertentu.
Perusahaan harus mendesain bauran pemasarannya agar calon konsumen sadar dan tahu
akan mereknya. Secara hati-hati perusahaan harus mengidentifikasi sumber informasi
konsumen dan tingkat kepentingan tiap-tiap sumber itu. Konsumen harus ditanyai
bagaimana awalnya mereka mendengar merek itu, informasi apa yang didapat, dan
bagaimana mereka mengurutkan tingkatan arti penting sumber informasi yang berbeda beda
itu.
1. Penggunaan Internet.

Internet memberikan konsumen akses belum pernah terjadi sebelumnya untuk


informasi. Penggunaan internet global terus berkembang pesat, dan lebih dari 1,4 miliar
orang sedang online di seluruh dunia. Asia (530 juta), Eropa (382 juta), dan Amerika
Utara (246 juta) memiliki tertinggi jumlah pengguna Internet. Potensi pertumbuhan
yang kuat untuk daerah seperti Afrika, Asia, dan Amerika Latin, di mana penggunaan
internet sebagai persen dari total penduduk masih relatif rendah. Asia membayangi
daerah lain di dunia dalam hal pengguna saat ini dan potensi pertumbuhan, dalam
pandangan ukuran populasi (3,8 miliar), tumbuh kelas menengah, dan peningkatan akses
ke teknologi murah.

2. Pencarian Eksternal

Konsumen cukup sampai pencarian internal jika apa yang di cari telah di penuhi.jika
tidak,konsumen akan berlanjut ketahap pencarian ekternal.onsumen mungkin juga
mengkombinasikan antara pencarian internal dan eksternal agar informasi yang di
perolehnya mengenai produk dan merek menjdi sempurna dan meyakinkan.pencarian
eksternal adalah proses pencarian informasi dan produk dan merek,pembelian maupun
komsumsi kepada lingkungan konsumen. konsumen akan bertanya kepada teman,
saudara atau tenaga penjual. Konsumen akan membaca kemasan,surat kabar,majalah
konsumen,melihat dan mendengar berbagai iklan produk. Informasi yang dicari melalui
pencarian ekternal biasanya meliputi:

a. Alternatif merek yang tersedia

b. Kreteria evaluasi untuk membandingkan merek

c. Tingkat kepentingan dari berbagai kriteria evaluasi

d. Informasi yang dapat membentuk kepercayaan,seperti atribut yang dimiliki


sebuah merek dan manfaat dari setiap atributnya.

e. Pencarian informasi ekternal akan di adakan kedalam beberapa dimensi.

f. Besarnya pencarian yaitu berapa banyak informasi yang dicari konsumen.

g. Arah pencarian yaitu kegiatan konsumen dalam memilih merek,toko,atribut dan


sumber informasi.

h. Urutan pencarian yaitu bagaimana konsumen melkukan langkah-langkah


kegiatan pencarian.

3. Biaya VS Manfaat

Beberapa kekuatan analisis biaya manfaat adalah:

a. Biaya dan manfaat diukur dengan nilai uang, sehingga memungkinkan analis
untuk mengurangi biaya dari manfaat.
b. Analisis biaya manfaat memungkinkan analis melihat lebih luas dari kebijakan
atau program tertentu, dan mengaitkan manfaat terhadap pendapatan masyarakat
secara keseluruhan.

c. Analisis biaya manfaat memungkinkan analis membandingkan program secara


luas dalam lapangan yang berbeda.

Beberapa keterbatasan analisis biaya manfaat adalah:

a. Tekanan yang terlalu eksklusif pada efisiensi ekonomi, sehingga kriteria


keadilan tidak dapat diterapkan

b. Nilai uang tidak cukup untuk mengukur daya tanggap (responsiveness)

karena adanya variasi pendapatan antar masyarakat.

c. Ketika harga pasar tidak tersedia, analis harus membuat hanya bayangan

(shadow price) yang subyektif sifatnya.

4. Analisa perbandingan biaya dan manfaat dapat kita gunakan dalam masalah
pengeluaran negara. Walaupun demikian kita harus memperhatikan hal-hal dalam
keadaan yang nyata seringkali kenyataan-kenyataan itu berbeda dengan rencana-
rencana yang dibuat berdasarkan suatu ramalan. Data yang ada banyak yang tidak
sempurna. Kita harus memperluas definisi kita hanya pada baiaya individu dan
manfaat individu, tetapi menjadi tambahan biaya social (social Marginal
Costs=SCM) dan tambahan manfaat social (social Marginal Benefit+SMB)

Guna membandingkan manfaat (benefit) dan biaya (costs) haruslah diproleh suatu
angka dengan dasar waktu yang sama, karena proyek-proyek itu memberikan
manfaat manfaat utuk jangka panjang (lebih dari satu tahun) maka manfaat-manfaat
itu harus dijumlahkan, demikian pula biayanya. Untuk memperoleh angka yang
berlaku umum maka nilai dan manfaat dan biaya dari tahun-tahun yang berbeda
untuk masa yang akan datang harus dinyatakan dengan nilai pada tahun ini (present
value) yaitu menggunakan tingginya tingkat bunga sebagai alat untuk menghitung
nilai sekarang.

Dalam analisis Manfaat-Biaya, harus ditentukan batas-batas dan ruang lingkup dari
biaya-biaya dan manfaat-manfaat yang diperhitungkan. Beberapa pendekatan yang
biasa dilakukan adalah:

1. Biaya dan manfaat di dalam vs di luar.

Mempersoalkan apakah biaya atau manfaat yang dikeluarkan adalah bersifat


internal atau eksternal untuk suatu jenis kelompok sasaran atau wilayah hukum.
Biaya dan manfaat internal ini disebut internalitas, sedangkan yang di luar atau
eksternal disebut apa yang menjadi biaya atau manfaat di dalam (internalitas)
pada suatu kasus dapat menjadi di luar (eksternalitas) pada kasus lain. Perbedaan
ini tergantung pada bagaimana analis menggABMarkan batasan kelompok
sasaran dan wilayah hukumnya. Jika batasannya masyarakat secara keseluruhan,
maka tidak akan ada eksternalitas. Akan tetapi jika batasannya adalah wilayah
hukum tertentu akan terdapat internalitas maupun eksternalitas. Contoh: program
pembangunan perumahan apartemen (rumah susun) di DKI akan menimbulkan
biaya-manfaat bagi wilayah hukum DKI, dan akan menimbulkan externalitas
bagi penduduk yang terkena ‘manfaat’ ataupun “korban” di wilayah luar DKI,
misalnya: berkurangnya orang-orang yang mengontrak/kost di wilayah mereka,
atau berkurangnya wilayah kumuh yang ada di wilayah mereka .

2. Biaya dan Manfaat yang diukur secara langsung dan tidak langsung.

Mempersoalkan apakah biaya atau manfaat adalah nyata (tangible) atau tidak
nyata (intangible). Ukuran Nyata adalah biaya dan manfaat yang secara langsung
dapat diukur dengan harga pasar yang sebenarnya dari barang dan pelayanan,
sementara yang tidak nyata adalah biaya dan manfaat yang secara tidak langsung
diukur dengan cara menafsirkan nilai sebenarnya dari barang itu dengan patokan
harga pasar. Ketika berhubungan dengan yang tidak nyata seperti harga udara
bersih, analis kemungkinan membuat harga bayangan dengan membuat
keputusan subyektif tentang nilai dolar dari biaya maupun manfaat.

3. Biaya dan manfaat primer dan sekunder.

Mempersoalkan apakah biaya atau manfaat itu dihasilkan secara “langsung” atau
“tidak langsung” oleh suatu program, Biaya atau manfaat primer adalah suatu
biaya atau manfaat yang dihubungkan dengan sasaran program yang paling
bernilai, sedangkan biaya atau manfaat sekunder berkaitan dengan sasaran yang
kurang bernilai. Sebagai contoh, program sertifikasi guru. Manfaat langsungnya
adalah, dihasilkannya 2000 guru bersertifikat setiap tahun, dengan biaya 2M
rupiah. Manfaat sekundernya: Peningkatan motivasi pengembangan diri guru,
dan dampak biaya sekundernya: berkurangnya sekian ratus jam mengajar akibat
proses sertifikasi yang ketat.

4. Efisiensi bersih vs. manfaat redistributional.

Mempersoalkan apakah kombinasi biaya dan manfaat membuat kenaikan dalam


agreqat pendapatan atau hanya menghasilkan pergeseran pendapatan atau
sumberdaya di antara berbagai kelompok yang berbcda. Manfaat efisiensi bersih
adalah manfaat yang mencerminkan kenaikan “riil” dari pendapatan bersih (total
biaya dikurangi total manfaat), sementara manfaat redistribusional adalah
manfaat berupa pergeseran yang bersifat semu berupa pendapatan oleh suatu
kelompok dengan konsekuensi pengorbanan (pendapatan yang hilang) dari
kelompok lain tanpa menghasilkan peningkatan efisiensi bersih. Perubahan pada
contoh pertama disebut sebagai manfaat riil atau pada contoh kedua disebut
manfaat semu.Sebagai contoh, program pemugaran lingkungan kumuh
kemungkinan menghasilkan $1 juta manfaat efisieasi bersih. Jika pemugaran
lingkungan kumuh juga meningkatkan pendapatan toko-toko grosir kecil di
sekitarnya dan menurunkan penjualan di toko yang mempunyai jarak labih jauh
dari apartemen yang baru dibangun— manfaat dan biaya dari pendapatan yang
diperoleh dan yang hilang adalah semu. Mereka saling meniadakan tanpa
menghasilkan perubahan dalam manfaatl efisiensi bersih.
10.2 Evaluasi Dan Pemilihan Alternatif

Konsumen membuat keputusan dalam berbagai cara dan keputusan yang mereka buat
dari yang sederhana sampai yang kompleks. Proses dimana konsumen mengevaluasi dan
memilih di antara alternatif diilustrasikan pada gambar diatas. Terbagi dalam empat proses,
pertama, kita akan memberikan gambaran dari proses yang konsumen gunakan untuk
memilih di antara alternatif. Kemudian, kita akan menggambarkan sifat dan karakteristik
kriteria evaluatif (manfaat dari produk harus disediakan). Setelah memeriksa kriteria
evaluatif, kita akan fokus pada kemampuan konsumen untuk menilai kinerja produk pada
kriteria evaluatif. Akhirnya, kita akan memeriksa aturan keputusan yang digunakan
konsumen untuk memilih satu alternatif dari yang ada. Penting untuk diingat bahwa banyak
pembelian melibatkan sedikit atau tidak ada evaluasi alternatif. Keputusan nominal tidak
memerlukan evaluasi pada setiap alternatif. Pembelian terakhir diulang tanpa
mempertimbangkan informasi lainnya. Keputusan terbatas mungkin melibatkan
membandingkan beberapa merek (set Evoked kecil) pada satu atau dua dimensi (saya akan
membeli Heinz atau Del Monte kecap, tergantung pada yang lebih murah di Safeway).

10.3 Bagaimana Konsumen Membuat Pilihan

Pembahasan kita akan membuat pilihan konsumen tampak lebih logis, terstruktur, dan
rasional. Kita tahu bahwa situasi memainkan peran penting dalam proses yang digunakan
untuk membuat pilihan konsumen. Sebagai contoh, ketika kita lelah atau bergegas, kami
sangat mungkin untuk menggunakan proses pilihan yang berbeda daripada yang kita
lakukan jika kita memiliki lebih banyak energi atau waktu. Sejumlah besar penelitian dan
strategi pemasaran telah mengasumsikan pembuat keputusan konsumen rasional dengan
baik, preferensi stabil. Konsumen juga diasumsikan memiliki keterampilan yang cukup
untuk menghitung opsi yang akan memaksimalkan nya nilai, dan akan memilih atas dasar
ini. Pendekatan ini disebut teori pilihan rasional. Tugas dalam teori pilihan rasional adalah
untuk mengidentifikasi atau menemukan satu pilihan yang optimal untuk menghadapi
pembuat keputusan.

Pembuat keputusan hanya mengumpulkan informasi pada tingkat atribut alternatif,


berlaku nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya untuk level tersebut, berlaku aturan pilihan
yang tepat, dan pilihan unggul terungkap.Pada kenyataannya, semua konsumen memiliki
bounded rationality – kapasitas terbatas untuk memproses informasi. Terdapat 3 pilihan;

A. Affective Choices Pilihan afektif yang paling mungkin ketika motif yang mendasari
consummatory daripada instrumental. Consummatory motive mendasari perilaku
yang secara intrinsik bermanfaat untuk individu yang terlibat. Motif Instrumental
mengaktifkan perilaku yang dirancang untuk mencapai tujuan kedua. Misalnya,
seseorang mungkin membaca best-seller untuk kesenangan membaca buku
(consummatory motive), sedangkan yang lain mungkin membaca buku yang sama
untuk dapat tampil “dengan itu” untuk teman-teman nya (instrumental motif).
Pilihan afektif cenderung lebih holistik. Merek tidak didekomposisi menjadi
komponen yang berbeda untuk evaluasi terpisah. Evaluasi umumnya berfokus pada
bagaimana mereka akan membuat pengguna merasa seperti yang biasa digunakan.
Pilihan sering didasarkan terutama pada respon emosional langsung dengan produk
atau layanan.
B. Attribute based versus Attitude based choice processes, merupakan dua proses
pertimbangan yang mungkin digunakan untuk membeli kamera digital:

Proses 1: Setelah konsultasi Internet untuk menentukan fitur apa yang paling
disukai, konsumen kemudian pergi ke toko elektronik lokal dan membandingkan
berbagai merek fitur yang paling penting baginya yaitu, otomatis, kamera ukuran,
fitur zoom, dan ukuran penyimpanan. Dia melihat keynggulan masing-masing model
atas atribut dan kesan umum nya model kualitas masing-masing. Atas dasar evaluasi
ini, ia memilih SportZoom Olympus.

Proses 2: konsumen mengingat bahwa temannya Olympus SportZoom bekerja


dengan baik dan tampak “baik”,orang tuanya memiliki Easyshare Kodak yang juga
bekerja dengan baik tapi agak besar dan berat, dan tua Fujifilm Finepix tidak
diinginkan serta ia diharapkan . Di toko elektronik setempat ia melihat bahwa model
dan Kodak Olympus memiliki harga yang sama dan memutuskan untuk membeli
SportZoom Olympus.

Contoh pertama di atas adalah pilihan berbasis atribut. Contoh yang kedua pilihan
berbasis sikap. Secara umum, pentingnya membuat keputusan yang optimal
meningkat dengan nilai barang yang sedang dipertimbangkan dan konsekuensi dari
keputusan yang tidak optimal. Semakin mudah untuk mengakses atribut informasi
lengkap suatu merek, pengolahan berdasarkan atribut,lebih kemungkinan akan
digunakan.

Pilihan berdasarkan atribut membutuhkan pengetahuan atribut tertentu pada saat


pilihan dibuat, dan ini melibatkan perbandingan atribut-by-atribut di seluruh merek.
Pilihan berdasarkan sikap melibatkan penggunaan sikap umum, tayangan ringkasan,
intuisi, atau heuristik; tidak ada peerbandingan atribut-by-atribut yang dibuat pada
saat pilihan.

10.4 Kriteria Evaluatif

Kriteria evaluatif berisi dimensi atau atribut tertentu yang digunakan dalam menilai
alternatif-alternatif pilihan. Kriteria evaluatif biasanya merupakan fitur produk atau atribut
yang berhubungan dengan manfaat yang diinginkan oleh pelanggan atau biaya mereka harus
dikeluarkan oleh pelanggan. Dengan demikian, banyak konsumen yang ingin menghindari
gigi berlubang menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride. Untuk konsumen ini,
fluoride merupakan kriteria evaluatif yang berhubungan dengan manfaat pencegahan gigi
berlubang. Dalam hal ini, kriteria evaluatif dan manfaat yang diinginkan tidak identik, dan
fluoride penting sebagai fitur hanya sejauh bahwa hal itu membantu mencegah gigi
berlubang. Kriteria evaluatif dapat berbeda dalam jenis, jumlah, dan pentingnya.
Measurement of evaluative criteria melibatkan penentuan:

1. Determination of Which Evaluative Criteria Are Used

Metode langsung termasuk menanyakan pada konsumen kriteria apa yang mereka
gunakan dalam pembelian tertentu. Metode tidak langsung berasumsi konsumen tidak
dapat mengatakan kriteria evaluatif mereka (teknik projektif dan perceptual mapping).
2. Determination of Consumers’ Judgments of Brand Performance on Specific
Evaluative Criteria

Pengukuran penilaian konsumen untuk kinerja merek pada spesifik kriteria evaluatif
dapat mencakup :

A. Skala peringkat pemesanan

B. Semantic differential scales

C. Skala likert

D. Determination of the relative importance of evaluative criteria

E. Pentingnya penugasan untuk kriteria evaluatif dapat diukur dengan metode


langsung maupun metode tidak langsung.

F. The constant sum scale adalah metode langsung yang paling umum.

G. Conjoint analysis adalah metode tidak langsung yang paling umum.


10.5 Penilaian Individu & Kriteria Evaluatif

Rata-rata konsumen tidak cukup terlatih untuk menilai kinerja bersaing merek kriteria
evaluatif kompleks seperti kualitas atau daya tahan. Untuk lebih mudah kriteria,
bagaimanapun, sebagian besar konsumen dapat dan jangan membuat penilaian tersebut.
Harga umumnya dapat dinilai dan dibandingkan secara langsung. Namun, bahkan ini bisa
menjadi kompleks. Kelompok konsumen telah mendorong untuk unit harga (pricing oleh
pengukuran umum seperti biaya per ounce) untuk membuat perbandingan seperti lebih
sederhana.

1. Akurasi penilaian individu

Penelitian menunjukkan individu yang biasanya tidak memperhatikan perbedaan


yang relatif kecil antara merek atau perubahan atribut merek. Selain itu, kompleksitas
banyak produk dan jasa serta fakta bahwa beberapa aspek kinerja dapat dinilai hanya
setelah digunakan luas membuat perbandingan merek akurat sulit.Penggunaan Indikator
pengganti Secara umum, indikator pengganti beroperasi lebih kuat ketika konsumen
tidak memiliki keahlian untuk membuat penilaian informasi sendiri, ketika konsumen
motivasi atau kepentingan dalam keputusan rendah, dan ketika kualitas informasi terkait
lainnya yang kurang

2. Pentingnya relatif dan pengaruh kriteria evaluative

Pentingnya kriteria evaluatif bervariasi antara individu dan juga di dalam individu
yang sama dari waktu ke waktu. Penggunaan situasi, konteks kompetitif-secara umum,
efek iklan.

3. Kriteria evaluatif, hukum individu, dan strategi pemasaran

Pemasar harus memahami kriteria evaluatif konsumen yang menggunakan produk


mereka dan mengembangkan produk yang unggul pada fitur ini.Semua aspek dari
komunikasi pemasaran harus mengkomunikasikan keunggulan produk. Pemasar juga
harus mengenali dan bereaksi terhadap kemampuan individu untuk menilai kriteria
evaluatif, serta kecenderungan mereka untuk menggunakan indikator pengganti. Tema
periklanan yang menekankan penggunaan kesempatan khusus untuk yang merek ini
khusus sesuai dapat efektif, seperti dapat strategi seperti citra yang menarik perhatian
konsumen untuk suatu atribut di mana perusahaan merek ini sangat kuat.

10.6 Aturan Keputusan Untuk Pilihan Berbasis Atribut

Tingkat tinggi satu atribut tidak dapat mengimbangi tingkat rendah yang lain. keputusan
disjungtif aturan dan kata penghubung dapat menghasilkan seperangkat alternatif yang bisa
diterima, sedangkan sisanya aturan umumnya menghasilkan satu “terbaik” alternatif.

1. Kata penghubung aturan keputusan

Aturan keputusan kata penghubung menetapkan standar kinerja minimum yang


diperlukan untuk setiap kriteria evaluatif dan memilih yang pertama atau semua merek
yang memenuhi atau melebihi standar minimum. Karena individu memiliki keterbatasan
kemampuan untuk memproses informasi, aturan kata penghubung yang sering
digunakan untuk mengurangi ukuran tugas pengolahan informasi untuk beberapa tingkat
dikelola.

2. Disjungtif aturan keputusan

Aturan keputusan disjungtif menetapkan tingkat minimum kinerja untuk setiap


atribut yang penting (sering level yang cukup tinggi). Ketika aturan pengambilan
keputusan disjungtif digunakan oleh target pasar, sangat penting untuk memenuhi atau
melampaui konsumen persyaratan pada setidaknya salah satu kriteria kunci.

3. Eliminasi oleh aspek aturan peputusan

Untuk target pasar menggunakan eliminasi oleh aspek aturan, sangat penting untuk
memenuhi atau melampaui satu atau lebih persyaratan konsumen persyaratan (dalam
urutan) dari kriteria yang digunakan dari kompetisi.

4. Leksikografis aturan keputusan

Aturan pengambilan keputusan leksikografis mirip dengan eliminasi-oleh aspek


aturan keputusan. Perbedaannya adalah bahwa aturan leksikografis mencari kinerja
maksimum pada setiap tahap, sedangkan eliminasi oleh aspek mencari kinerja yang
memuaskan pada setiap tahap.

5. Kompensasi aturan keputusan

Aturan keputusan kompensasi menyatakan bahwa merek yang tingkatan tertinggi


pada jumlah konsumen penilaian dari kriteria evaluatif yang relevan akan
dipilih.memiliki tingkat kinerja pada atau di dekat kompetisi pada pentingnya fitur.
BAB XI
PROSES PEMBELIAN DAN PERILAKU SETELAH
PEMBELIAN
BAGIAN I

10.1.1 Pembelian

Menurut pendapat Galloway dkk. (2000:31) mengenai fungsi pembelian yaitu, “The
role of purchasing function is to make materials and parts of the right quality, and
quantity available for use by operations at the right time and at the right place.”
Pendapat tersebut kurang lebih mempunyai arti bahwa peran fungsi pembelian adalah
untuk mengadakan material dan part pada kualitas yang tepat dan kuantitas yang
tersedia untuk digunakan dalam operasi pada waktu yang tepat dan tempat yang tepat.

Pembelian adalah proses penemuan sumber dan pemesanan bahan, jasa, dan
perlengkapan. Kegiatan tersebut terkadang disebut Pengadaan barang. Tujuan utamanya
adalah memperoleh bahan dengan biaya serendah mungkin yang konsisten dengan
kualitas dan jasa yang dipersyaratkan. Terlepas dari memastikan bahwa perusahaan
mempunyai persediaan bahan tanpa henti, adalah fungsi dari pembelian untuk
memastikan bahwa ada keseimbangan antara persediaan bahan dengan tingkat inventaris
sehingga perusahaan dapat mempertahankan posisi labanya sepanjang menyangkut
biaya bahan.

Prosedur pembelian:

1. Tanda terima dan analisis daftar permintaan pembelian (purchase requisition –


pr)

2. Pemilihan sumber persediaan yang potensial

3. Pengajuan permintaan penawaran harga

4. Pemilihan sumber yang tepat

5. Penetapan harga yang tepat

6. Pengeluaran pesanan pembelian (purchase order – po)

7. Analisis laporan penerimaan dan persetujuan faktur penjaja/vendor bagi


pembayaran

11.2. Proses Pembelian

Dalam proses pembelian, konsumen akan melalui sebuah proses, sebagai berikut:

1. Menganalisa keinginan dan kebutuhan


2. Menilai beberapa sumber

3. Menetapkan tujuan pembelian

4. Mengidentifikasi alternative pembelian

5. Mengambil keputusan untuk membeli

6, Perilaku sesudah pembelian

Berikut adalah tahapan-tahapan pembelian sebagai berikut :

A. Tahap pertama adalah kesadaran akan kebutuhan suatu dan ketersediaannya.


Seorang konsumen harus tahu bahwa ada kebutuhan atau ada kesempatan yang
dapat dilakukan bila dia membeli barang tertentu dan barang tertentu tersebut
tersedia di pasar.

B. Tahap kedua, seorang konsumen akan mencari informasi sebanyak-banyaknya


tentang produk yang akan dibelinya. Konsumen akan mencari informasi suatu
produk tentang fitur-fiturnya, harganya, penjualannya, dan juga jaminan dari
perusahaan.

C. Tahap ketiga, maka seorang konsumen akan merasa suka dan butuh terhadap produk
itu secara umum.

D. Tahap keempat adalah preferensi. “Kenapa saya harus membeli produk merk A,
bukan merk B. Kenapa saya harus membeli tipe yang seharga ini bukan seharga itu.”
Ini adalah preferensi. Konsumen akan mencocokkan produknya disesuaikan dengan
kesukaannya, seleranya, budgetnya dan lainnya. Di tahapan ini konsumen sudah
mulai mengerucutkan pada apa yang lebih disukai dibandingkan yang lain.

E. Tahap kelima adalah membuat keyakinan atau konfirmasi. Setelah konsumen


mengerucutkan pada beberapa pilihan, dia akan tambah mantap setelah mendengar
penjelasan yang baik dari penjual /salesman dan memutuskan untuk membeli.

F. Tahapan yang terakhir, keenam, akhirnya konsumen tersebut akan merasa puas atas
hasil pembelian yang telah dilakukannya, dan setiap konsumen akan berbeda.

Jadi, sebenarnya dalam tahapan ketika seseorang ingin membeli sesuatu apakah itu
laptop, mobil, makanan, baju dan lainnya akan melewati 6 tahapan ini. Kesadaran akan
kebutuhan produk, lalu mendorongnya mencari informasi lebih banyak. Setelah itu dia
yakin akan kebutuhannya membeli produk itu. Setelah proses ini dia akan mencari
preferensi mana yang dia sukai. Lalu akhirnya dia meyakinkan diri, “Ok”, kalau begini
saya beli.” Setelah yakin, seorang konsumen akhirnya membeli.

11.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian

Terdapat lima faktor internal yang relevan terhadap proses pembuatan keputusan
pembelian:

1. Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia
untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus atau
kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan pengalamannya terhadap
rangsangan tersebut.

3. Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian yang ada dalam diri
seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan suatu hal.

4. Integrasi (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan. Integrasi


merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong
seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan membulatkan tekad
seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.

Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan


sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:

1. Pengenalan masalah (problem recognition). Konsumen akan membeli suatu produk


sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan
masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.

2. Pencarian informasi (information source). Setelah memahami masalah yang ada,


konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi
dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain
(eksternal).

3. Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation). Setelah konsumen mendapat


berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

4. Keputusan pembelian (purchase decision). Setelah konsumen mengevaluasi


beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat
keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan
pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan
adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.

5. Evaluasi pasca-pembelian (post-purchase evaluation) merupakan proses evaluasi


yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan
pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan
evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi
kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut
sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan
merek produk tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak
puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan
menurunkan permintaan konsumen pada masa depan.

Menurut philip kotler (2003:224) proses pengambilan keputusan pembelian pada


konsumen di bagi menjadi lima tahapan yaitu:

1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan.
Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau ksternal. Dalam
sebuah kasu, rasa lapar, haus, dapat menjadi sebuah pendorong atau pemicu yang
menjadi kegiatan pembelian. Dalam beberapa kasus lainnya, kebutuhan juga dapat
didorong oleh kebutuhan eksternal, contohnya ketika seseorang mencium sebuah
wangi masakan dari dalam rumah makan ia akan merasa lapar atau seseorang
menjadi ingin memiliki mobil seperti yang dimiliki tetangganya.

Pada tahap ini pemasar perlu melakukan identifikasi keadaan yang dapat memicu
timbulnya kebutuhan konsumen. Para pemasar dapat melakukan penelitian pada
konsumen untuk mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan
minata mereka terhadap suatu produk.

2. Pencarian Informasi

Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi


informasi yag lebih banyak. Dalam tahap ini, pencarian informasi yang dilakukan
oleh konsumen dapat dibagi ke dalam dua level, yaitu situasi pencarian informasi
yang lebih ringan dinamakan dengan penguatan informasi. Pada level ini orang akan
mencari serangkaian informasi tentang sebuah produk.

Pada level kedua, konsumen mungkin akan mungkin masuk kedalam tahap
pencarian informasi secara aktif. Mereka akan mencari informasi melalui bahan
bacaan, pengalaman orang lain, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk
tertentu. Yang dapat menjadi perhatian pemasar dalam tahap ini adalah bagaimana
caranya agar pemasar dapat mengidentifikasi sumber-sumber utama atas informasi
yang didapat konsumen dan bagaimana pengaruh sumber tersebut terhadap
keputusan pembelian konsumen selanjutnya.

Menurut Kotler (2003:225) sumber utama yang menjadi tempat konsumen untuk
mendapatkan informasi dapat digolongkan kedalam empat kelompok, yaitu:

A. Sumber pribadi; keluarga, teman, tetangga dan kenalan.

B. Sumber komersial; iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko.

C. Sumber publik; media masa, organisasi penentu peringkat konsumen.

D. Sumber pengalaman; penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.

Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian informasi tentang sebuah produk


melalui sumber komersial-yaitu sumber yang didominasi oleh pemasar. Namun,
informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi. Tiap-tiap informasi
komersial menjalankan perannya sebagai pemberi informasi, dan sumber pribadi
menjalankan fungsi legitimasi atau evaluasi. Melalui sebuah aktivitas pengumpulan
informasi, konsumen dapat mempelajari merek-merek yang bersaing beserta fitur-
fitur yang dimiliki oleh setiap merek sebelum memutuskan untuk membeli merek
yang mana.

3. Evaluasi alternatif
Dalam tahapan selanjutnya, setelah mengumpulkan informasi sebuah merek,
konsumen akan melakukan evaluasi alternatif terhadap beberapa merek yang
menghasilkan produk yang sama. Pada tahap ini ada tiga buah konsep dasar yang
dapat membantu pemasar dalam memahami proses evaluasi konsumen. Pertama,
konsumen akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Kedua, konsumen akan mencari
mafaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen akan memandang masing-
masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda
dalam memberikan manfaat yang digunakan dan untuk memuaskan kebutuhan itu.
Atribut yang diminati oleh pembeli dapat berbeda-beda tergantung pada jenis
produknya. Contohnya, konsumen akan mengamati perbedaan atribut sperti
ketajaman gambar, kecepatan kamera, ukuran kamera, dan harga yang terdapat pada
sebuah kamera.

4. Keputusan Pembelian

Dalam melakukan evaluasi alternatif, konsumen akan mengembangkan sebuah


keyakinan atas merek dan tentang posisi tiap merek berdasarkan masing-masing
atribut yang berujung pada pembentukan citra merek. Selain itu, pada tahap evaluasi
alternatif konsumen juga membentuk sebuah preferensi atas merek-merek yang ada
dalam kumpulan pribadi dan konsumen juga akan membentuk niat untuk membeli
merek yang paling di sukai dan berujung pada keputusan pembelian.

Pada tahapan keputusan pembelian, konsumen dipengaruhi oleh dua faktor utama
yang terdapat diantara niat pembelian dan keputusan pembelian yaitu:

A. Sikap orang lain, yaitu sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang
disukai seseorang akan bergantung pada dua hal. Pertama, intensitas sikap
negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai calon konsumen. Kedua,
motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain (Fisbhein, dalam Kotler
2003:227). Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang
lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan semakin mengubah niat
pembeliannya. Keadaan preferensi sebaliknya juga berlaku, preferensi pembeli
terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang ia sukai juga sangat
menyukai merek yang sama.

B. Faktor yang kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat
mengurangi niat pembelian konsumen. Contohnya, konsumen mungkin akan
kehilangan niat pembeliannya ketika ia kehilangan pekerjaannya atau adanya
kebutuhan yang lebih mendesak pada saat yang tidak terduga sebelumnya.

Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan


pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan (Raymond, dalam Kotler
2003:228). Seperti jumlah uang yang akan dikeluarkan, ketidakpastian atribut dan
besarnya kepercayaan diri konsumen. Dalam hal ini, pemasar harus memahami
faktor- faktor yang menimbulkan perasaan dalam diri konsumen akan adanya risiko
dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi risiko yang dipikirkan
konsumen.

5. Perilaku Pasca Pembelian


Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau
ketidapuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli.
Para pemasar harus memantau kepuasan pascapembelian, tindakan pascapembelian
dan pemakaian produk pasca pembelian.

11.4. Tindakan Pasca Pembelian

Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku konsumen


selanjutnya. Jika konsumen merasa puas ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih
tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Sebaliknya jka konsumen merasa tidak puas,
maka ia mungkin tidak akan membeli kembali merek tersebut.

11.5. Pemakaian dan Pembuangan Pasca Pembelian

Selain perilaku pascapembelian, dan tindakan pasca pembelian, pemasar juga haru
memantau cara konsumen dalam memakai dan membuang produk tersebut. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan diri konsumen, dan lingkungan
atas pemakaian yang salah, berlebihan atau kurang bertanggung jawab.

11.6. Tahap-Tahap Dalam Proses Pembelian

Berikut ini merupakan tahapan dalam proses pembelian;

1. Masalah pengakuan

Proses pembelian dimulai ketika seseorang di perusahaan mengakui masalah atau


kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan mengakuisisi barang atau jasa. Pengakuan dapat
dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Secara internal, beberapa kejadian umum
menyebabkan pengenalan masalah. Perusahaan memutuskan untuk mengembangkan
produk baru dan kebutuhan peralatan baru dan material.

2. Butuh umum deskripsi dan spesifikasi produk

Selanjutnya, pembeli menentukan karakteristik umum barang yang dibutuhkan dan


kuantitas yang dibutuhkan. Untuk item standar, ini sederhana. Untuk item kompleks,
pembeli akan bekerja dengan orang lain-insinyur, pengguna-untuk menentukan
karakteristik seperti keandalan, daya tahan, atau harga. pemasar bisnis dapat membantu
dengan menjelaskan bagaimana produk mereka memenuhi atau bahkan melampaui
kebutuhan pembeli.

3. Cari supplier

Pembeli berikutnya akan mencoba untuk mengidentifikasi pemasok yang paling


tepat melalui direktori perdagangan, kontak dengan perusahaan lain, iklan perdagangan,
dan pameran dagang. Bisnis pemasar juga menempatkan produk, harga, dan informasi
lainnya di Internet.

4. E-Procurement

Pada situs web diatur sekitar dua jenis e-hub: hub vertikal berpusat pada industri
(plastik, baja, kimia, kertas) dan hub fungsional (logistik, media pembelian, periklanan,
manajemen energi). Selain menggunakan situs-situs web, perusahaan dapat melakukan
e- procurement dengan cara;

A. Langsung extranet link ke pemasok utama. Sebuah perusahaan dapat mengatur link
extranet kepada pemasok utama. Sebagai contoh, dapat mengatur account e-
procurement langsung di Dell atau Office Depot, dan karyawan dapat melakukan
pembelian mereka dengan cara ini.

B. Membeli aliansi. Coca-Cola, Sara Lee, Kraft, PepsiCo, Gillette, P & G, dan
beberapa perusahaan lain bergabung untuk membentuk aliansi membeli disebut
Transora untuk menggunakan leverage gabungan mereka untuk mendapatkan harga
yang lebih rendah untuk bahan baku.

C Perusahaan membeli situs. General Electric Trading Proses membentuk Jaringan


(TPN) di mana posting permintaan untuk usulan (RFP), melakukan negosiasi istilah,
dan pesanan tempat

5. Permohonan proposal

Pembeli mengundang pemasok yang memenuhi syarat untuk mengajukan proposal.


Jika item rumit atau mahal, pembeli akan memerlukan proposal tertulis rinci dari setiap
pemasok yang berkualitas. Setelah mengevaluasi proposal, pembeli akan mengundang
beberapa pemasok untuk membuat presentasi formal. Bisnis pemasar harus terampil
dalam meneliti, menulis, dan mempresentasikan proposal. proposal tertulis harus
pemasaran dokumen yang menggambarkan nilai dan manfaat dalam hal pelanggan
presentasi harus menginspirasi kepercayaan diri, dan posisi kemampuan perusahaan dan
sumber daya sehingga mereka berdiri keluar dari kompetisi.

6. Supplier seleksi

Sebelum memilih pemasok, pusat membeli akan menentukan atribut pemasok yang
diinginkan dan menunjukkan kepentingan relatif mereka. Untuk menilai dan
mengidentifikasi para pemasok yang paling menarik, membeli pusat sering
menggunakan model evaluasi pemasok.

7. Spesifikasi order rutin

Setelah memilih pemasok, pembeli melakukan negosiasi urutan terakhir, daftar


spesifikasi teknis, jumlah yang dibutuhkan, diharapkan waktu pengiriman, kebijakan
kembali, jaminan, dan sebagainya. Banyak pembeli industri penyewaan alat berat seperti
mesin dan truk. Keuntungan penyewa sejumlah keuntungan: konservasi modal,
mendapatkan produk terbaru, menerima layanan yang lebih baik, dan beberapa
keuntungan pajak. lessor sering berakhir dengan laba bersih yang lebih besar dan
kesempatan untuk menjual kepada pelanggan yang tidak mampu membeli langsung.

8. Tinjauan kinerja

Pembeli periodik melakukan review kinerja pemasok yang dipilih. Tiga metode
yang umum digunakan. Pembeli dapat menghubungi pengguna akhir dan meminta
evaluasi mereka, pembeli bisa menilai pemasok pada beberapa kriteria menggunakan
metode skor tertimbang, atau pembeli mungkin agregat biaya kinerja yang buruk untuk
datang dengan biaya disesuaikan pembelian, termasuk harga. Review kinerja dapat
menyebabkan pembeli untuk melanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri hubungan
pemasok.

Dokumen yang digunakan untuk pembelian tunai dan kredit :

A. Surat permintaan pembelian, dokumen ini merupakan formulir yang diisi oleh
fungsi gudang untuk meminta fungsi pembelian melakukan pembelian barang
dengan jenis, jumlah, dan mutu seperti yang tersebut dalam surat permintaan
pembelian.

B. Surat permintaan penawaran harga, dokumen ini digunakan untuk meminta


penawaran harga bagi barang yang pengadaannya tidak bersifat berulang kali
terjadi (tidak repetitif), yang menyangkut jumlah rupiah pembelian yang besar.

C. Surat order pembelian, dokumen ini digunakan untuk memesan barang kepada
pemasok yang telah dipilih.

D. Laporan penerimaan barang, dokumen ini dibuat oleh fungsi penerimaan untuk
menunjukkan bahwa barang yang diterima dari pemasok telah memenuhi jenis,
spesifikasi, mutu dan kuantitas seperti yang tercantum dalam surat order
pembelian.

E. Surat perubahan order pembelian, kadangkala diperlukan perubahan terhadap isi


surat order pembelian yang sebelumnya telah diterbitkan. Perubahan tersebut
dapat berupa perubahan kuantitas, jadwal penyerahan barang, spesifikasi,
penggantian atau hal lain yang bersangkutan dengan perubahan bisnis. Biasanya
perubahan tersebut diberitahukan kepada pemasok secara resmi dengan
menggunakan surat perubahan order pembelian.

F. Bukti kas keluar, dokumen ini dibuat oleh fungsi akuntansi untuk dasar
pencatatan transaksi pembelian. Dokumen ini juga berfungsi sebagai perintah
pengeluaran kas untuk pembayaran utang kepada pemasok.

Catatan-Catatan Akuntansi yang Digunakan untuk pembelian tunai dan kredit;

A. Register bukti kas keluar, merupakan suatu jurnal untuk mencatat utang yang
timbul dari pembelian.

B. Jurnal pembelian, jika dalam pencatatan utang perusahaan menggunakan account


payable procedure, jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi pembelian
adalah jurnal pembelian.

C. Kartu persediaan, dalam sistem akuntansi pembelian. Kartu persediaan ini


digunakan untuk mencatat harga pokok persediaan yang dibeli.
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

http://yusikatiaraputrii.blogspot.com/2015/10/konsep-dasar-perilaku-
konsumen.html.Diakses tanggal 4 Januari 2019.
Hamidah. Perilaku Konsumen Dan Tindakan Pemasaran. library.usu.ac.id. Diakses 4
Januari 2019.
Engel, James F, BlackWell Roger D, Miniard Paul W..1994. Perilaku Konsumen
Jakarta.Binarupa Aksara.

BAB II

• https://fadliadhin.wordpress.com/2014/12/11/pengaruh-pengaruh-terhadap-perilaku-
konsumen/
• http://www.academia.edu/11065159/Makalah_Lingkungan_dan_Situasi_Konsumen
• http://www.pengertianku.net/2015/03/pengertian-perilaku-konsumen-dan-menurut-
para-ahli-lengkap.html
• https://www.dictio.id/t/apakah-hubungan-antara-lingkungan-dengan-perilaku-
konsumen/14002/2
• https://www.academia.edu/37308957/PERILAKU_LINGKUNGAN_TERHADAP_
PENGARUH_KONSUMEN

Peter dan Olson, 1996. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. D. Sihombing
(penerjemah). Consumen Behavior. Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen. Ghalia Indonesia. Jakarta

David L.Louden and Albert J.Della Bitta, 1984, Consumer Behavior : Concept and
Applications. The United States of America : ByMcGraw Hill.Inc
James F.Engel et.all,1968,Consumer Behavior, Illinois : The Dryden Press
Solomon,M.R.1999,Consumer Behaviour : Buying,Having, and Being,4th
Edition.New Jersey 07548; Prentice Hall

Sumber Internet :
• https://fadliadhin.wordpress.com/2014/12/11/pengaruh-pengaruh-
terhadap-perilaku-konsumen/
• http://www.academia.edu/11065159/Makalah_Lingkungan_dan_Situ
asi_Konsumen
• https://www.scribd.com/document/330045933/Pengaruh-
Lingkungan-Terhadap-Perilaku-Konsumen-FULL

222
BAB III
·
Prasetijo, Ristiyanti. Dra. MBA., dan J.O.I, John Ihalauw. Prof. Ph.D.. 2005. Perilaku
Konsumen. Salatiga.
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosial-kelas-sosial-stratifikasi-
diferensias dalam-masyarakat
http://yurisadewi.blogspot.com/2012/12/perilaku-konsumen-pengaruh-kelas-
sosial.html http://massofa.wordpress.com
http://html-pdf-converter.com
http://rararirureroo.blogspot.com/2012/10/pengaruh-kebudayaan-terhadap-
pembelian.html
http://laelatulafifah.blogspot.com/2013/12/pengaruh-kelas-sosial-dan-status.html
http://sheilynurfajriah.blogspot.com/2013/01/pengaruh-individu-terhadap-
perilaku.html http://novaarinda.wordpress.com/2014/01/05/perilaku-konsumen-
pengaruh-keluarga-dan-rumah-tangga/
http://spidolbekas.wordpress.com/2014/01/18/pengaruh-situasi-pada-perilaku-
konsumen/
Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2014. Sosiologi Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Esis Erlangga.
Iman.2107.Rangkuman Materi Sosiologi Kelas XI SMA “Kelompok
Sosial”.http://blog.unnes.ac.id/imamalfarizi96/2017/11/06/rangkuman-materi-
sosiologi-kelas-xi-sma-kelompok-sosial/(diakses 30 Desember 2018)
Ridhwan Hasna.2017.Materi Sosiologi SMA Kelas XI : Kelompok
Sosial.http://blog.unnes.ac.id/hasnafarras/2017/11/12/materi-sosiologi-sma-kelas-xi-
kelompok-sosial/(diakses 30 Desember 2018)

Khsanah Noer.2013. KELAS SOSIAL DAN KELOMPOK STATUS.


http://noerkasanahsecret.blogspot.com/2013/12/bab-11-kelas-sosial-dan-kelompok-
sosial.html?m=1 (diakses 30 Desember 2018)

BAB IV

https://hildafitriningsih.wordpress.com/2011/07/03/pengaruh-konsumen-dan-
penyebaran-inovasi/
http://strategikomunikasi.blogspot.com/2011/12/difusi-inovasi.html

223
BAB V

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya


Remaja.
Anna Keliat, 1995, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi I, Jakarta.
Calhoun, J.F dan Acocella, J.R. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan. (Terjemahan oleh Satmoko). Semarang : IKIP Semarang Press.
Centi, J Paul. 1993. Mengapa Rendah Diri?. Yogyakarta: Kansius
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12,
Jakarta: Salemba Empat.
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Jakarta.
Rola, F. 2006. Konsep Diri Remaja Penghuni Panti Asuhan. Makalah. Medan :
Universitas Sumatra Utara.
Santrock J. W, Life Span Development Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1995)
Schiffman and Lazar Kanuk, 2000, Costumer behaviour, Internasional Edition,
Prentice Hall
Stuart & Sundeen, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta.
http://reddyaah.blogspot.com/2016/03/makalah-kepribadian.html
http://mudkhiya.blogspot.com/2015/12/makalah-konsep-diri.html
http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/12/makalah-
konsep-diri_9.html
http://mayurikooliviapertiwi.blogspot.com/2015/06/makalah-konsep-diri.html
Agustiani,H. 2006. Psikologi Perkembangan : Pendekatan Ekologi Kaitannyadengan
Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Jakarta : RefikaAditama.
Anonim. MODUL E-Learning Gunadarma. BAB 3 KONSEP
DIRI.elearning.gunadarma.ac.id. diakses pada tanggal 24 September 2016.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan
Aplikasi.Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Potter & Perry. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Purwanti , Koentjoro, dan Purnamaningsih . 2000. KONSEP DIRI
PEREMPUANMARGINAL . JURNAL PSIKOLOGI, NO. 1, 48 - 59 .
Rahmaningsih, Martani. 2014. Dinamika Konsep Diri pada Remaja
PerempuanPembaca Teenlit. JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 41, NO. 2.

224
Riadi, Muchlisin. 2013. Pengertian dan Komponen Konsep
Diri.www.kajianpustaka.com. Diakses pada 22 September 2016.
Stuart, Gail & Sundeen, Sandra. 2005.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta:EGC.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
https://studylibid.com/doc/562815/makalah-pengembangan-
kepribadian-%E2%80%9Ckonsep-diri%E2%80%9D

BAB VI

satriopandutomo.blogspot.com/2010/11/blog-post_17.html
http://walangkopo99.blogspot.com/2013/03/pengertian-motivasi.html
http://lukivikydesha.blogspot.com/2010/11/tugas-8-psi-konsumen-keterlibatan-
dan.html
http://perilakukonsumenharsetoas.blogspot.com/
http://fajrinstation.blogspot.com/p/klasifikasi-motif.html
http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2HTML/2011100472mn2/page25.html
http://bedahdesamandiripertamina.blogspot.com/2012/05/teori-kebutuhan-dasar-
manusia.html
http://ekobudiatmodjo.blogspot.com/2012/05/hierarki-dari-kebutuhan-manusia-
menurut.html
http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/09/motivasi-konsumen.html

http://nurii-thaa.blogspot.com/2013/10/bab-4-motivasi-dan-keterlibatan.html
http://lukivikydesha.blogspot.com/2010/11/tugas-8-psi-konsumen-keterlibatan-
dan.html
https://lacusza.blogspot.com/2013/10/bab-4-motivasi-dan-keterlibatan.html
http://irriyanti.blogspot.com/2013/10/bab-iv-motivasi-dan-keterlibatan.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/12/bab-9-“-keterlibatan-dan-motivasi-“/
http://uyungs.wordpress.com/2008/12/06/keterlibatan-konsumen-involvement/
 http://id.scribd.com/doc/66694286/128/KETERLIBATAN-KONSUMEN

225
BAB VII

Driscoll, M. P. (1994). Psychology of Learning for Instruction. Boston: Allyn and


Bacon.
http://en.wikipedia.org/wiki/Fergus_I._M._Craik diakses pada 18 Oktober 2014
https://en.wikipedia.org/wiki/Richard_C._Atkinson diakses pada 18 Oktober 2014
https://en.wikipedia.org/wiki/Richard_Shiffrin diakses pada 18 Oktober 2014
King, L. A. (2007). The Science of Psychology An Appreciative View. New York:
McGraw-Hill.
Ormrod, J. E. (2009). Educational Psychology Developing Learners . Merril Prentice
Hall.
Santrock, J. W. (2013). Educational Psychology (Vol. 5). (T. W. B.S., Trans.)
Singapure: McGraw-Hill Company, Inc.
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories An Educational Perspective. Boston: Allyn
& Bacon, 501.
Sternberg, R. J. (2008). Psikologi Kognitif. California: Thomson Wadsworth.

BAB VIII

Purwanto, Ngalim, 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Rakhmat, Jalaluddin, 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja rosdakarya.
Saleh, Abdul Rahman, 2004. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam.
Jakarta: Kencana prenada media group.
Santrock, John W, 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana prenada media
group.
Sarwono, Sarlito wirawan, 2000. Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan bintang
Syah, Muhibbin, 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja grafindo persada
Walgito, Bimo, 1992. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: And
Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta : Media Abadi, 2004)

BAB IX
Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar Pengertian dan Masalah Manajemen, Bumi
Aksara, Jakarta, 2005
Irham Fahmi, SE., M.Si, Manajemen Pengambilan Keputusan, ALFABETA,
Bandung, 2013
http://nuraditama.blogspot.co.id/2012/03/pemecahan-masalah-dan-pengambilan.html

226
BAB X
http://vina-20.blogspot.com/2011/10/evaluasi-alternatif-sebelum-pembelian.html
diakses tanggal 30 Desember 2018

http://retnoariani.blogspot.co.id/2013/09/bagaimana-konsumen-
mengevaluasi-dalam.html diakses tanggal 30 Desember 2018

http://devisavitri23.blogspot.co.id/2015/11/evaluasi-alternatif-
sebelum-pembelian_23.html diakses tanggal 30 Desember 2018

https://hadper.wordpress.com/2016/11/11/perilaku-konsumen-16-
evaluasi-dan-pemilihan-alternatif diakses tanggal 30 Desember 2018

BAB XI
Kotler.Philip, Gary Amstrong. 2004 .Prinsip-prinsip pemasaran.Jakarta :Erlangga.
http://nulisbuku.com/books/download/samples/0293d624cd4f4314871e91a0b77
4d91d.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1444/1/industri-sugih.pdf
http://parlinnndungan.blogspot.co.id/2011/10/evaluasi-sebelum-dan-
sesudah-pembelian.html
http://minatekonomi.blogspot.com/2015/10/medeskripsikan-pola-
perilaku-konsumen.html=1
https://pisokology09b.blogspot.co.id/2011/06/proses-setelah-
pembelian-kepuasaan.html?m=1
http://parlindungan.blogspot.co.id/2011/10/evaluasi-sebelum-dan-
sesudah-pembelian.html/m=1
http://www.ipapedia.web.id/2015/06/pola-perilaku-konsumen-dan-produsen.html
http://dedexwidya.blogspot.co.id/2015/06/analisis-perubahan-pola-konsumsi.html
https://www.academia.edu/9023900/Pola_Perilaku_Membeli_Produk_Kebutuha
n_Ru
mah_Tangga_Pangan_dan_Non_Pangan_di_Pasar_Modern_Pada_Konsumen_W
anita
_Dewasa_Tengah_di_Kota_Karawang
http://gultomhans.wordpress.com/2012/11/11/pembelian/
http://sulaimantap.wordpress.com/2011/01/06/proses-pembelian/
http://ilmumanajemenpemasaran.wordpress.com/2009/10/31/tahapan-
keputusan-pembelian/
http://siadevelopment.blogspot.com/2012/04/siklus-pembelian.html

Anda mungkin juga menyukai