Anda di halaman 1dari 33

KEKAYAAN INTELEKTUAL SEBAGAI OBJEK JAMINAN

Makalah disusun guna memenuhi komponen nilai pada mata kuliah


Perkembangan Sistem Hukum Jaminan

Disusun Oleh :

Deary Christian Arapenta (110120200522)

Raddine Salsabila (110120200

Ryan Dwitama Hutadjulu (110120200525)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pengaruh perkembangan di dalam era globalisasi dewasa ini


sangat berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat di
dunia, khususnya di Indonesia dalam bidang teknologi dan ekonomi.
Seiring dengan hal tersebut, perkembangan hukum di Indonesia
dipandang masih terlalu lambandan belum dapat mengakomodir seluruh
perkembangan tersebut. Maka dari itu, sangat diperlukan suatu penafsiran
tertentu antara suatu fakta hukum dengan hukum positif
Indonesia,terutama menyangkut mengenai benda yang tidak berwujud,
yang dirasakan masih banyak zona abu-abu di dalam hukum positif
Indonesia mengenai benda tidak berwujud tersebut. Hal ini dapat terlihat
salah satunya adalah terkait dengan pengaturan mengenai kekayaan
intelektual,1 yang mana di era globalisasi ini menjadi salah satu aspek
pendukung dari perkembangan ekonomi di Indonesia. 2

1
Kekayaan intelektual atau Hak kekayaan intelektual adalah segala yang berkaitan
dengan hasil kreatifitas manusia. Subjek masalah ini dibentuk dari ide baru yang ditemukan
oleh manusia. Ide baru bisa diaplikasikan dalam berbagai bentuk sejauh pikiran manusia dapat
menghasilkannya. Aplikasinya pada kebutuhan manusia dan keinginan manusia, bisa menjadi
sesuatu yang berguna bagi perkembangan kemanusiaan. Ide-ide baru tersebut bisa terwujud
dalam benda-benda seperti buku, musik, seni, atau dalam bentuk mesin teknis, atau mesin
proses, bisa juga berbentuk objek yang dipergunakan dalam rumah tangga ataupun dalam
kepentingan industri komersil, atau dalam bentuk sumber informasi lainnya, daftar ini tidak
terbatas, sebagaimana potensi yang dapat ditemukan sebagai wadah ekspresi baru. Sekali
penemuan tersebut diaplikasikan pada kebutuhan manusia, nilai ide berkembang luas mulai
dari, yang bersifat komersil dan industrial hingga pada dunia sastra, seni, dan desain, yang
menyumbang pada perkembangan teknologi, ekonomi, sosial, dan kebudayaan, (Catherine
Colston, pada Ignatius Haryanto, Sesat Pikir Kekayaan Intelektual, ( KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia), Jakarta, 2014, hlm. 75.
2
Rusman, Deni Kurniawan dan Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi
dan Komunikasi, Raja Grafindo Persada, (Jakarta, 2011), hlm. 17,
Hampir seluruh aspek kehidupan di Indonesia selalu bersinggungan
dengan kekayaan intelektual. Dari sisi dunia bisnis, para pelaku bisnis
secara tidak langsung menggunakan salah satu dari kekayaan intelektual
tersebut, baik itu merek, hak cipta, ataupun jenis kekayaan intelektual
lainnya. Bagi para pelaku bisnis, kekayaan intelektual secara tidak
langsung menjadi salah satu penunjang kegiatan bisnis yang mereka
‘geluti’ tersebut, sebagai contohnya adalah merek, dengan menggunakan
nama merek yang ‘menjual’sangat mendukung peningkatan penjualan dari
produk tersebut. Kemudian contoh lainnya adalah paten, dengan adanya
teknologi tersebut pelaku bisnis menjadi lebih mudah memproduksi suatu
barang, sehingga dapat dikatakan pada masa ini kekayaan intelektual
menjadi salah satu ‘produk’ yang sering digunakan di kalangan pelaku
bisnis untuk meningkatkan produksinya, dan hal tersebut didukung dengan
masuknya kekayaan intelektual yang merupakan salah satu isu yang
berkembang di dunia.3

Perjalanan sejarah tentang pengaturan hukum kekayaan intelektual


di Indonesia memiliki catatan tersendiri karena hukum kekayaan
intelektual tidak mungkin lahir begitu saja secara tiba-tiba. Sejalan dengan
tumbuh kembangnya peradaban umat manusia, seiring itu pula hukum
tentang kekayaan intelektual tumbuh dan berkembang. Hukum tentang
kekayaan intelektual bukanlah hukum yang bercorak Indonesia asli dan
bukan hukum yang berpangkal pada kultur (budaya) Indonesia. Namun
hukum kekayaan intelektual yang hingga saat ini berlaku di Indonesia
adalah hukum yang bermula pada hukum peninggalan Kolonial Belanda
dan hukum kekayaan intelektual diperkenalkan di Indonesia pertama
kalinya oleh Pemerintah Hindia Belanda.4

3
https://sekartrisakti.wordpress.com/2011/05/14/prospektif-penerapan-hak-kekayaan-
intelektual/, tentang Penerapan Hak Kekayaan Intelektual (terakhir diakses pada 1 November
2021, pada pukul 20.00 WIB).
4
H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Properti Right), (PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm. 2
Di dalam perkembangannya, hukum kekayaan intelektual ditujukan
untuk kepentingan ekonomi bagi pemilik kekayaan intelektual tersebut. Hal
ini dapat dibuktikan dengan sistem hukum kekayaan intelektual yang
melahirkan hak eksklusif bagi pemiliknya yang kemudian melahirkan hak
bagi pemiliknya untuk menggunakan kekayaan intelektual ciptaannya
hingga seluas-luasnya. Sehingga merupakan hal yang lumrah apabila
kekayaan intelektual menjadi suatu objek yang dapat diperjanjikan dan
diperjualbelikan dalam perjanjian lisensi. 5

Secara skala global, kekayaan intelektual pun dijadikan sebagai


akses untuk mendapatkan kredit perbankan secara internasional.
Commision (United Nation) dalam pertemuannya pada sesi ke-39 tahun
2006 mencatat, bahwa kekayaan intelektual (seperti hak cipta, paten, dan
merek) telah menjadi sumber pembiayaan perbankan. Bahkan masuknya
kekayaan intelektual sebagai collateral, di samping menjamin keamanan
bagi kreditur dengan mengambil alih semua aset perusahaan terkenal,
juga menambah garis sumber keuangan untuk pemulihan utang. 6

Kemudian apabila berbicara mengenai konsep kekayaan intelektual


sebagai objek jaminan, secara historis, dapat dijabarkan bahwa konsep
kekayaan intelektual sebagai objek jaminan telah lahir dan berkembang di
Negara Barat dan sudah berjalan demi terwujudnya kepastian
perlindungan terhadap kekayaan intelektualnya. Pentingnya peranan
kekayaan intelektual hingga dijadikan objek jaminan (collateral)
dikarenakan mengingat di dalam perkembangan dunia usaha, pemilik
produk sekaligus sebagai pemilik kekayaan intelektual untuk produk yang
dihasilkannya sangat membutuhkan modaldengan mengadakan perjanjian

5
Ambrosius Adjie, Peletakan Sita Jaminan atas Hak Kekayaan Intelektual, Veritas Et
Justitia, Vol. 1 No 2, Desember 2015, hlm. 439.
6
Sri Mulyani, Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Collateral (Agunan)
untuk mendapatkan kredit perbankan di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, Vol 12 No. 3,
,September 2012, hlm. 569
kredit dengan kekayaan intelektual sebagai salah satu objek
jaminan.7Berdasarkan penjelasan dan pemaparan tersebut,
perkembangan hukum kekayaan intelektual baik dalam skala nasional
maupun global, sangat mengakui bahwa kekayaan intelektual dapat
dijadikan suatu objek yang memiliki nilai ekonomi dalam hal objek jual beli
maupun dijaminkan.8

Secara umum, kekayaan intelektual dapat terbagi menjadi 7 (tujuh)


macam, yakni:9

1. Hak Cipta (copyright);


2. Paten (patent);
3. Merek Dagang (trademark);
4. Rahasia Dagang (trade secret);
5. Desain Industri;
6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
7. Perlindungan Varietas Tanaman.

Problematika yang terjadi adalah satu sisi kekayaan intelektual diakui


sebagai objek jaminan namun di sisi lain, hukum positif Indonesia belum
dapat mengakomodir hal-hal yang menyangkut kekayaan intelektual
sebagai objek jaminan,

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas


terbatas pada:

7
Ibid, hlm. 571.
8
Ibid, hlm 572.
9
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual “Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia”, cet. 1, (PT. Alumni, Bandung, 2003, hlm. 24.
1. Bagaimana probabilitas kekayaan intelektual sebagai objek
kaminan dilihat dari karakteristik masing-masing kekayaan
intelektual
2. Bagaimana problematika yang dihadapi dalam rangka menjadilan
kekayaan intelektual sebagai jaminan untuk memperoleh
permodalan di indonesia?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hak Cipta

Hak cipta adalah hak privat. Hak keperdataan melekat pada diri pencipta.
Pencipta boleh pribadi, kelompok orang, badan hukum publik atau badan
hukum privat. Hak cipta lahir dari kreativitas manusia, bukan yang telah ada di
luar kreativitas atau di luar hasil kreativitas manusia. Kreativitas dan aktivitas
manusia menjadi kata kunci dalam kelahiran atau kemunculan hak cipta.
Karena hal tersebut, maka hak cipta disebut juga sebagai hak
eksklusif(exlusive right). Hanya manusia yang mampu melakukan “olah otak”
dan “olah hati” yang dapat melahirkan hak cipta. Hasil olah otak dan olah hati
itu berupa benda tidak berwujud meliputi Ilmu pengetahuan, seni dan sastra. 10

Berdasarkan pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 28 tentang Hak Cipta,


definisi dari hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Di dalam penjelasan pasal 2 Undang-Undang No. 19 tahun 2002
tentan Hak Cipta, dijelaskan bahwa definisi hak eksklusif dari pencipta adalah
tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut, kecuali dengan
izin dari pencipta. Dari hal tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa
hanya pencipta saja yang boleh mendapatkan hak semacam itu. Hal
tersebutlah yang disebut dengan hak eksklusif. Eksklusif berarti khusus,
spesifikasi unik, dan tidak semua orang dapat memperoleh hak tersebut. Hak
cipta semua terkandung di alam pikiran, di alam ide, namun untuk dilindungi
harus ada wujud nyata dari alam pikiran dan alam ide. Untuk karya seni, harus
10
Id, hal 191.
ada dahulu hasil karya seni tersebut, contoh lukisan. Lukisan tersebut lah yang
dilindungi. Sehingga hanya benda yang sudah terwujud dari alam pikiran dan
alam ide lah yang memperoleh hak tersebut.11

B. Paten
Paten adalah salah satu bidang dari hak kekayaan intelektual
yangmemiliki hak eksklusif bagi yang menemukannya. Hak eksklusif tidak serta
mertadimiliki oleh penemu paten, melainkan harus didaftarkan terlebih dahulu
hasilpenemuannya. Indonesia menerapkan sistem first to file dalam
pendaftaranpaten, sehingga hak dan kewajiban seorang penemu lahir ketika
penemuannyatersebut sudah didaftarkan di Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual.12
Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan undang-undang
diberikan kepada penemu atau menurut hukum pihak yang berhak
memperolehnya. Atas permintaannya yang diajukan kepada pihak penguasa
(negara) bagi temuan baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang
sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara
kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang
industri.13
Hak tersebut bersifat eksklusif, sebab hanya inventor/penemu yang
menghasilkan invensi saja yang dapat diberikan hak. Namun hasil temuan
tersebut dapat dilaksanakan oleh inventor/penemu itu sendiri, atau memberi
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya, misalnya melalui
lisensi. Temuan baru, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru
atau menemukan suatu perbaikan baru cara kerja, yang kesemuanya disebut
invensi harus memiliki makna langkah inventif, yaitu langkah pemikiran kreatif
yang lebih maju dari hasil penemuan sebelumnya. 14

11
H. OK. Saidin, Op.Cit., hlm.200.
12
Al-Mizan, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Paten Di Indonesia, 196, ISSN 1907-
0985 E ISSN 2442-8256, Volume 11 Nomor 1 Juni 2015.
13
H. OK. Saidin, Op.Cit., hlm 346.
14
ibid
Unsur teknologi dan industri merupakan esensi penting di dalam hak ini.
Invensi tersebut haruslah dalam bidang teknologi dan dapat diterapkan dalam
aktivitas industri, baik industri otomotif, industri tekstil, atau industri
pariwisata.15Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten,
pengertian paten adalah:
1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada
inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu, melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya;
2. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat
berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses.

Yang dimaksud dalam undang-undang tersebut, adalah haknya, yaitu


berupa ide yang lahir dari penemuan tersebut. Bukan hasil dalam bentuk
produk materiil, bukan bendanya. Oleh karena itu jika yang dimaksudkan
adalah idenya maka pelaksanaan ide itu yang kemudian membuahkan hasil
dalam bentuk benda materiil. Ide itu sendiri adalah benda immateriil yang lahir
dari proses intelektual manusia. Oleh karena itu, paten diberikan bagi invensi
dalam bidang teknologi yang pada dasarnya adalah berupa ide yang dapat
diterapkan dalam proses industri.16

Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Paten


dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk yakni paten dengan paten sederhana. Paten
sederhana merupakan invensi yang memiliki nilai kegunaan lebih praktis
daripada invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud (tangible).
Adapun invensi yang sifatnya tidak kasat mata (intangible), seperti metode atau
proses, penggunaan, komposisi, dan produk yang merupakan product by

15
Ibid., hlm 347.
16
Ibid
process tidak dapat diberikan perlindungan sebagai Paten Sederhana. Namun
demikian, sifat baru dalam Paten Sederhana sama dengan Paten biasa yaitu
bersifat universal.17

C. Merek
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan indikasi geografiius, definisi merek adalah Merek adalah
tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata,
huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga)
dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut
untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau
badan hu[um dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Dengan merek, produk barang atau jasa yang sejenis dapat dibedakan
dari asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk tersebut
original. Kadang kala hal yang paling utama sehingga membuat harga produk
yang bersangkutan menjadi mahal bukanlah produknya, namun merek dari
produk itu sendiri.
Merek hanyalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada 1 (satu)
produk, tetapi merek itu bukan produk sendiri. Sering kali setelah barang dibeli,
mereknya tidak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya
menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli, namun yang menjadi kepuasan
sesungguhnya bagi pembeli adalah benda materiilnya, karena benda materiil
itulah yang dapat dinikmati.
Merek hanya suatu benda immateriil yang tidak dapat memberikan
apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak
kekayaan immateriil.18
Suatu hal yang perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan merek ke
dalam kerangka kekayaan intelektual adalah, kelahiran hak atas merek itu
diawali dalam temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual
lainnya, misalnya hak cipta. Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain

17
http://dri.ipb.ac.id/paten/ (diakses pada 1 November 2021, pada pukul 18.26 WIB).
18
OK saidin, Op.Cit
logo, atau desain huruf. Ada hak cipta dalam bidang seni. Oleh karena itu,
dalam hak merek bukan hak cipta dalam bidang seni itu yang dilindungi, tetapi
merek itu sendiri, sebagai tanda pembeda.19
Menurut pendapat H. OK. Saidin, bahwa yang diartikan dengan perkataan
merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa
yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda
maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.20

D. Desain Industri
Ada kesamaan antara hak cipta bidang seni lukis (seni grafika) dengan
desain industri, akan tetapi perbedaannya akan lebih terlihat lebih jelas ketika
desain industri tersebut diwujudkan lebih mengarah ke arah paten.
Jika desain industri itu semula diwujudkan dengan bentuk lukisan,
karikatur atau gambar/grafik, satu dimensi yang dapat diklaim sebagai hak cipta
maka pada tahapan berikutnya ia disusun dalam bentuk dua atau tiga dimensi
dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang melahirkan produk materiil dan
dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam wujud itulah kemudian ia
dirumuskan sebagai desain industri. 21
Sama seperti halnya dengan hak kekayaan intelektual yang lainnya,
desain industri pun memiliki definisi yang sangat penting untuk diketahui para
pihak terutama yang menggunakan desain industri di dalam kehidupan sehari-
harinya.
Dapat dirumuskan definisi desain industri adalah suatu kreasi tentang
bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna,
atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi
yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi

19
Ibid., hlm. 442.
20
Ibid, hlm. 457.
21
Ibid, hlm. 571.
atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. 22
Oleh sebab itu, apabila kita merujuk pada definisi tersebut maka desain
industri memiliki karateristik yang mana dapat dirumuskan sebagai berikut: 23
1. Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna,
atau garis dan warna atau gabungan keduanya;
2. Bentuk konfigurasi atau komposisi tersebut harus berbentuk dua atau tiga
dimensi;
3. Bentuk tersebut harus memberikan kesan estetis;
4. Poin 1, 2, dan 3 harus dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
berupa barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

Begitu pentingnya unsur seni atau estetis dalam desain industri ini. Seni
yang mengandung unsur keindahan atau estetika itu adalah hasil kreasi atau
kreatifitas manusia, karenanya desain industri merupakan karya intelektualitas
manusia yang semestinya dilindungi sebagai property rights. Di sisi lain jika
karya intelektualitas itu dapat diterapkan dan menghasilkan suatu produk
berupa barang atau komoditas industri, maka gabungan keduanya (antara nilai
estetika dan nilai produk) dirumuskan sebagai desain industri. 24

Oleh sebab itu, di dalam desain industry terdapat dua pendekatan filosofis
sebagai bagian hak kekayaan intelektual, yakni: 25

1. Pendekatan hak cipta yang berpangkal di negara-negara Eropa dengan


melihat desain industri sebagai karya cipta, rasa dan karsa (budaya);
2. Pendekatan paten yang berpangkal di negara Jepang dan Amerika Serikat
dengan melihat desain industri sebagai produk yang bernilai bisnis.

22
Ibid, hlm.572.
23
Ibid.
24
Ibid..
25
ibid, hlm. 573.
Perbedaan cara pendekatan filosofis terhadap desain industri sebagai
bagian dari hak kekayaan intelektual menyebabkan terjadinya perbedaan dalam
susunan normatif peraturan perundang-undangan tentang desain industri di
berbagai negara. Perspektif hak cipta misalnya, desain industri dilihat sebagai
suatu hasil dimana pemikiran atau perasaan diekspresikan dengan cara yang
kreatif dan diwujudkan dalam bentuk karya yang bernilai estetis.
Sedangkan perspektif paten, desain industri dilihat sebagai upaya untuk
mendorong terciptanya penemuan dengan mengedepankan aspek
perlindungan dan kegunaannya juga memberi kontribusi bagi kemajuan
industri. Hampir dapat dipastikan perlindungan terhadap desain industri
merupakan gabungan dari perlindungan terhadap hak cipta dan paten, namun
antara hak cipta, paten, dan desain industri tetap memiliki perbedaan.
Pada hak cipta terdapat nilai estetik, efek ratio, dan rasa serta efek
kegunaan. Sedangkan pada paten khususnya paten sederhana lebih
mengedepankan unsur materi yang dapat diterapkan dalam bidang teknologi
dan industri serta mengutamakan ratio dan efek kegunaan. Pada desain
industri penekanannya pada materi yang melahirkan kesan estetik dan
mengutamakan rasa dan efek estetika.26

E. Rahasia Dagang
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut istilah
rahasiadagang (trade secret), antara lain informasi yang dirahasiakan
(undisclosed information), atau informasi yang tidak diketahui. Jika dilihat
melalui perspektif hukum benda (subsistem hukum perdata), rahasia dagang
tidak dapat dikategorikan sebagai hak atas kekayaan intelektual, sebab tidak
ada unsur hak kebendaan yang dapat diberikan perlindungan. Tidak dapat
diketahui unsur kebendaan yang akan dilindungi haknya dalam pemberian hak
atas rahasia dagang, semuanya serba dirahasiakan. 27
Memang hak kebendaan tidak berwujud itu ada tersembunyi dalam
perlindungan atas rahasia dagang tersebut, akan tetapi rahasia dagang itu
26
ibid.
27
ibid, hlm.553.
sendiri tidak pernah diketahui publik, apa wujud yang dirahasiakan. Jika
ditelusuri lebih jauh, wujud yang dirahasiakan itu sebetulnya dapat dilindungi
dalam bentuk paten, atau dalam bentuk hak cipta, akan tetapi jika hak tersebut
dilindungi berdasarkan perlindungan hak cipta atau paten, maka wujud tersebut
tidak akan menjadi rahasia lagi.
Oleh sebab itu, dari adanya rahasia dagang, konsekuensidari haknya
tersebut berakhir adalah barang tersebut dapat ditiru oleh orang lainatau
menjadi publik domain, maka hak tersebut menjadi bebas dimiliki oleh siapa
pun.28
Untuk memproteksi kemungkinan itulah, pemilik teknologi atau informasi
bisnis yang memiliki nilai ekonomis lebih cenderung mendaftarkanhaknya
sebagai rahasia dagang daripada mendaftarkannya sebagai paten atau
berdasarkan perlindungan hak cipta.
Tujuannya adalah agar hak itu dapat dipergunakan lebih lama dan dengan
demikian pemilik dapat lebih panjang menikmati keuntungan dan sekaligus
memproteksi produknya dari unsur peniruan. 29
Pengertian daripada rahasia dagang memiliki batasannya sendiri
dibandingkan dengan hak-hak kekayaan intelektual lainnya. Pengertian inilah
yang menyebabkan adanya perbedaan dengan hak kekayaan rahasia dagang
dengan hak kekayaan lainnya.
Batasan dari pengertian rahasia dagang ini terlihat, secara normatif
rahasia dagang dirumuskan sebagai informasi yang tidak diketahui oleh umum
di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomis karena berguna
dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia
dagang.30Sehingga apabila kita tinjau lebih lanjut, rahasia dagang memiliki
unsur-unsur yang mana termasuk di dalam definisi tersebut, berbeda dari yang
lainnya.

28
Ibid
29
ibid.
30
ibid hlm. 554.
Oleh karena itu, jika dicermati unsur-unsur yang termasuk dalam definisi
tersebut di atas, maka dapat ditarik karakteristik hukum rahasia dagang sebagai
berikut:31
1. Merupakan informasi yang tidak diketahui umum;
Informasi tidak diketahui umum memiliki makna bahwa informasi itu
bersifateksklusif dan hanya si pemegang informasi tersebut sajalah yang
dapat mengetahui rahasia itu. Rahasia yang berisikan informasi bidang
teknologiatau yang ada kaitannya dengan dunia bisnis.

2. Informasi itu meliputi bidang teknologi atau bisnis;


3. Mempunyai nilai ekonomis yang berguna dalam kegiatan usaha;
4. Dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya.

Perlindungan hukum atas informasi rahasia juga mendorong usaha dan


pengembangan komersial dengan menjamin pihak pengusaha
mengembangkan pengetahuan, konsep, dan informasi daripada hanya mencuri
atau meniru kekayaan pihak lain. 32 Apabila kita lakukan pembandingan dengan
hak-hak kekayaan intelektual seperti hak cipta, paten, dan merek, rahasia
dagang memiliki perbedaan tersendiri. Oleh sebab itu, antara rahasia dagang
dengan bentuk-bentuk hak kekayaan lainnya memiliki 3 (tiga) perbedaan pokok,
yang mana dapat dijabarkan sebagai berikut: 33

1. Bentuk hak kekayaan intelektual lain tidak bersifat rahasia. Bentuk hak
kekayaan intelektual lain mendapat perlindungan karena merupakan sejenis
kekayaan yang dimiliki orang lain. Memang, kecuali kalau informasi
mengenai suatu penemuan diungkapkan, perlindungan paten tidak dapat
diperoleh dari negara. Kalau karya-karya yang dilindungi hak cipta atau
sebuah merek tidak digunakan secara umum, maka tidak ada nilai
komersialnya. Rahasia dagang mendapat perlindungan karena sifat

31
ibid
32
ibid, hlm. 555.
33
ibid
rahasianya menyebabkan informasi itu bernilai. Rahasia dagang terdiri dari
informasi yang hanya bernilai komersial kalau kerahasiaannya tidak hilang;
2. Rahasia dagang mendapat perlindungan meskipun tidak mengandung nilai
kreativitas atau pemikiran baru. Yang penting adalah rahasia dagang
tersebut tidak diketahui secara umum. Misalnya, sebuah sistem kerja yang
efektif, barangkali tidak begitu kreatif, tetapi kefektifan dan kerahasiaannya
menyebabkan informasi itu bernilai komersial;
3. Bentuk hak kekayaan intelektual lain selalu berupa bentuk tertentu yang
dapat ditulis, digambar atau dicatat secara persis sesuai dengan syarat
pendaftaran yang ditetapkan oleh instansi pemerintah. Rahasia dagang
tidak semestinya ditulis. Yang penting, bukan bentuk tulisan atau pencatatan
informasi yang persis, tetapi penggunaan konsep, ide atau informasinya
sendiri yang dapat diberikan kepada pihak lain secara lisan. Hal ini berbeda
dengan hak paten atau merek.

F. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu


Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (integrated circuit) adalah merupakan
bagian dari temuan yang didasarkan pada kreativitasintelektual manusia
yangmenghasilkan fungsi elektronik.
Istilah integrated circuit (IC) adalah merupakan istilah yang dikenaldalam
teknik digital. IC adalah merupakan komponen elektronik yangterdiri dari
kombinasi transistor, dioda, resistor, dan kapasitor. 34
Berdasarkan pengertiannya, maka tipe IC diklasifikasikan dalam 2 (dua)
bagian, yaitu:35
1. Monolithic (single chip);
2. Hybrid (multi chip).

34
H. OK. Saidin, Op.Cit hlm.592.
35
ibid
Sedangkan menurut tipe sinyal, IC dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua)
kelompok, yaitu:36

1. Digital IC;
2. Linear IC.
Perkembangan dari teknologi IC mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Hal ini terlihat dari dengan adanya penemuan IC, sangat memungkinkan
beberapa bahkan beribu-ribukomponen elektronik seperti tahanan, kapasitor
dan transistor dapatdimasukkan dalam sebuah paket yang berukuran sebesar
jari manusia,dan inilah titik awal pem-buatan IC rangkaian logika.
Ditinjau dari segi fungsinya dapat beberapa jenis IC berfungsi sama,akan
tetapi rangkaian didalamnya dapat berlainan, ini tergantung padacara
merangkai antara jenis-jenis komponen yang digunakan. Di sinilahletak
keahlian dari si perangkai, yang sangat ditentukan oleh
kemampuanintelektualitas. Oleh karena itu wajarlah jika temuan rangkaian
inidilindungi sebagai hak atas kekayaan intelektual. 37
Berbeda halnya dengan terminologi Sirkuit Terpadu di dalam Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2000. Sirkuit Terpadu di dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2000 mengartikan bahwa sirkuit terpadu merupakan suatu
produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yangdi dalamnya terdapat
berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah
elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk
secara terpadu di dalam sebuah semikonduktor yang dimaksudkan untuk
menghasilkan fungsi elektronik.

G. Perlindungan Varietas Tanaman


Perlindungan Varietas Tanaman (selanjutnya disingkat PVT) adalah
perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh
pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kantor Perlindungan Varietas

36
ibid.
37
ibid.
Tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman
melalui kegiatan pemuliaan tanaman.38
Oleh karena itu, pengertian terhadap Perlinduangan Varietas Tanaman
dapat dijabarkan sebagai berikut: 39
a. Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak
Perlindungan Varietas Tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil
pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum
lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
b. Varietas Tanaman
Sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh
bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan
ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat
membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang- kurangnya
satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami
perubahan.
c. Pemuliaan Tanaman
Suatu rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan
dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk
menghasilkan varietas baru dan mempertahankan kemurnian benih varietas
yang dihasilkan. Varietas yang dapat diberi PVT meliputi varietas dari jenis
atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil dan diberi nama.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dapat dijabarkan bahwa suatu


varietas disebut sebagai suatu varietas yang baru apabila ketika permohonan
hak PVT tersebut diterima, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas
yang bersangkutan tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia, atau
walaupun sudah diperdagangkan namun belum pernah lebih dari setahun atau
telah diperdagangkan di luar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman
semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan.
38
Ibid., hlm. 524.
39
Ibid. hlm. 525.
Unsur pembeda inilah yang menjadi sangat penting terkait dengan
perlindungan varietas tanaman ini. Unsur inilah yang menyebabkan
perlindungan varietas tanaman dianggap menjadi sesuatu yang unik yang telah
ditemukan oleh pemulia tanaman melalui prosedur penelitian pengujian dan lain
sebagainya.

Varietas dianggap menjadi salah satu yang unik ketika varietas tersebut
dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang lainnya, yang mana
keberadaan dari varietas tersebut telah dan sudah diketahui secara umum pada
saat permohonan hak Perlindungan Varietas Tanaman tersebut diterima serta
ditemukan pula produk dari varietas tersebut memiliki sifat keseragamannya.
Hal ini berarti varietas tersebut memiliki keseragaman mulai dari tenggang usia
tanam menjelang waktu panen, rasa, bau, bentuk, warna hingga sifat-sifat yang
melekat kepadanya.
Keseragaman suatu varietas dianggap menjadi suatu hal yang sangat
penting apabila varietas tersebut memiliki sifat-sifat yang utama sekali dan
penting dari varietas tersebut seragam, meskipun varietas tersebut bervariasi
yang mana diakibatkan dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda
dan sifat tersebut haruslah stabil untuk siklus penanamannya.
Suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami
perubahan setelah ditanam berulang-ulangatau untuk yang diperbanyak melalui
siklus perbanyakan khusus, tidak mengalami perubahan pada setiap akhir
siklus tersebut.40

40
Id.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Probabilitas Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Kaminan Dilihat Dari


Karakteristik Masing-Masing Kekayaan Intelektual

a. Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan


Didalam Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, pasal 16
ayat 3, di sebutkan hak cipta dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Dan
ketentuan tersebut dijabarkan lebih lanjut di dalam pasal 16 ayat 4 yaitu:
“Ketentuan mengenai hak cipta sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Membaca ketentuan tersebut, peraturan perundang-undangan yang
dimaksud adalah Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia:
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor
lainnya.”
Dalam fidusia, objek jaminan tidak dikuasai oleh pemberi hutang (kreditur)
melainkan tetap dikuasai oleh penghutang (debitur), dan tidak ada
penyerahan fisik. Perjanjian fidusia wajib dilakukan secara tertulis yang
dituangkan dengan akta notaris dan wajib pula dilakukan pendaftaran.
Tanpa melakukan pendaftaran tidak akan lahir jaminan fidusia. Dengan
demikian apabila suatu hak cipta akan dijadikan sebagai jaminan fidusia,
maka suatu ciptaan itu harus didaftarkan terlebih dahulu di Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual. Pendaftaran ini penting sebagai bukti
apabila terjadi wanprestasi, bahwa pemberi fidusia adalah pemegang hak
cipta dan pelaksanaan eksekusi terhadap nilai ekonomi hak cipta dapat
dilakukan melalui lembaga parate executie.41
Namun perlu diperhatikan mengenai ketentuan mengenai hak cipta apabila
dijual kepada pihak ketiga, dalam jangka waktu 25 tahun, hak cipta tersebut
akan kembali kepada pencipta semula.42

a. Paten Sebagai Objek Jaminan


Secara hukum, memang belum ada pengaturan secara tertulis mengenai
paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan seperti hak cipta yang telah
diatur sebagai objek jaminan fidusia.
Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten, Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian
karena:
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis;
e. Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Melihat ketentuan pasal 66 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001


dan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Tersirat bahwa hak paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan
fidusia. Hak paten merupakan benda immateriil sebagaimana diuraikan
sebelumya, dan hak paten memenuhi syarat sebagai objek jaminan fidusia.

a. Merek sebagai Objek Jaminan

41
http://business-law.binus.ac.id/2015/10/08/hak-cipta-sebagai-objek-jaminan-fidusia/
(diakses pada 2 November 2021, pada pukul 16.34 WIB)
42
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta: Karya Pelaku
Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak
ekonominya,kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada Pelaku Pertunjukan setelah
jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
Secara hukum, memang belum diatur secara tertulis mengenai merek dapat
dijadikan sebagai objek jaminan seperti hak cipta yang telah diatur sebagai
objek jaminan fidusia.
Berdasarkan Pasal 40 ayat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek, Merek dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun
sebagian karena:
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian; atau
e. Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Menurut H. OK. Saidin, hak merek ini merupakan hak kebendaan, maka ia
tetap dapat dijadikan objek jaminan dan pengaturannya tunduk pada prinsip-
prinsip hukum perjanjian dan kaidah-kaidah normatif yang tertuang dalam
Buku III KUHPerdata. Bentuk lembaga jaminanya adalah lembaga fidusia,
alasannya adalah oleh karena hak merek ini lebih tepat kalau
diklasifikasikan ke dalam klasifikasi benda terdaftar, bukan klasifikasi benda
bergerak atau benda tidak bergerak. Oleh karena itu, lembaga gadai kurang
tepat, tetapi lembaga hipotek masih memungkinkan. Dengan fidusia
sertifikat merek (tentu saja berikut haknya) dapat dijadikan jaminan, namun
harus dicatat dalam Daftar Umum Merek, bahwa hak merek itu sedang
dijadikan objek jaminan.43

a. Desain Industri Sebagai Objek Jaminan


Secara hukum, memang belum diatur secara tertulis mengenai desain
industri dapat dijadikan sebagai objek jaminan seperti hak cipta yang telah
diatur sebagai objek jaminan fidusia. Sejalan dengan asas-asas hukum
benda, maka sebagai hak kebendaan hak atas desain industri juga dapat
berakhir atau dialihkan dengan cara:44

43
H. OK. Saidin, Op.Cit. hlm. 490.
44
Ibid., hlm. 583.
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian tertulis; atau
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan hak desain industri disertai dengan dokumen tentang


pengalihan hak. Segala bentuk pengalihan hak desain industri wajib dicatat
dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jenderal dengan
membayar biaya. Namun demikian pengalihan hak desain industri yang
tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri tidak berakibat hukum
pada pihak ketiga.45
Pengalihan hak desain industri diperlukan adanya pengumuman oleh
Berita Resmi Desain Industri. Pengalihan hak desain industri tidak
menghilangkan hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan
identitasnya, baik dalam Sertifikat Desain Industri, Berita Resmi Desain
Industri, maupun dalam Daftar Umum Desain Industri, nilah yang disebut
dengan hak moral.46
Melihat sebab-sebab yang peralihan desain industri dan Pasal 1 ayat 2
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Tersirat
bahwa desain industri dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.
Menurut penulis hak desain industri memenuhi syarat sebagai objek jaminan
fidusia.

a. Rahasia Dagang Sebagai Objek Jaminan


Secara hukum, memang belum diatur secara tertulis mengenai rahasia
dagang dapat dijadikan sebagai objek jaminan seperti hak cipta yang telah
diatur sebagai objek jaminan fidusia. Hak rahasia dagang dapat beralih atau
dialihkan dengan:

45
ibid.
46
ibid.
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Waris;
d. Perjanjian tertulis; atau
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan hak rahasia dagang disertai dokumen tentang pengalihan hak.


Segala bentuk pengalihan Hak Rahasia dagang sebagaimana dimaksud
dikenakan biaya. Pengalihan hak rahasia dagang yang tidak dicatatkan
pada Direktorat Jenderal tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.

Melihat sebab-sebab yang peralihan rahasia dagang dan pasal 1 ayat 2


Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Menurut
penulis rahasia dagang memang memenuhi syarat sebagai objek jaminan
fidusia, namun karena sifat utama dari rahasia dagang adalah rahasia,
maka seharusnya rahasia dagang bukan menjadi objek jaminan dalam
fidusia, karena bukan menjadi sebuah rahasia kembali apabila diketahui
oleh pihak ketiga untuk menjadi sebuah jaminan.

a. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Sebagai Objek Jaminan


Secara hukum, memang belum diatur secara tertulis mengenai Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu dapat dijadikan sebagai objek jaminan seperti hak
cipta yang telah diatur sebagai objek jaminan fidusia.
Pengalihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu harus disertai dengan
dokumen pengalihan hak dan dicatat pada Daftar Umum Hak Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu. Seperti hak kekayaan intelektual lainnya Hak Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat beralih atau dialihkan dengan: 47
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Waris;
d. Perjanjian tertulis; atau
http://www.atmajaya.ac.id/web/KontenUnit.aspx?gid=artikel-hki&ou=hki&cid=artikel-hki-
47

pemahaman-penerapan (terakhir diakses pada 2 November 2021, pada pukul 19.30 WIB).
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Melihat sebab-sebab yang peralihan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
dan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Tersirat bahwa Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat
dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Menurut kami Hak Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu memenuhi syarat sebagai objek jaminan fidusia.

a. Perlindungan Varietas Tanaman Sebagai Objek Jaminan


Secara hukum, memang belum diatur secara tertulis mengenai
Perlindungan Varietas Tanaman dapat dijadikan sebagai objek jaminan
seperti hak cipta yang telah diatur sebagai objek jaminan fidusia.
Sebagai hak kebendaan, hak atas PVT-pun dapat beralih atau dialihkan
kepada subyek hukum lain. Hak PVT dapat beralih atau dialihkan karena: 48
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Waris;
d. Perjanjian tertulis; atau
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan hak PVT butir a, b dan c harus disertai dengan dokumen PVT
berikut hak lain yang berkaitan dengan itu. Setiap pengalihan hak PVT wajib
dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT dengan
membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh menteri. 49

Syarat dan tata cara pengalihan hak PVT sebelum diatur secara tegas,
dapat merujuk pada peraturan perundang-undangan yang ada tentang
pewarisan, perjanjian dan lain-lain, yang terdapat di dalam KUHPerdata dan
di luar KUHPerdata. Tidak hanya itu, pengalihan hak PVT tidak menghapus
hak pemulia untuk tetap dicantumkan nama dan identitas lainnya dalam

48
H. OK. Saidin, Opc.Cit., hlm. 538.
49
ibid.
Sertifikat hak PVT yang bersangkutan serta hak memperoleh imbalan. Inilah
yang disebut dengan moral rights (hak moral).50

Berdasarkan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang


Jaminan Fidusia :

“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor
lainnya.”

Melihat sebab-sebab yang peralihan Hak PVT dan pasal 1 ayat 2 Undang-
Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Tersirat bahwa Hak
PVT dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Menurut penulis Hak
PVT memenuhi syarat sebagai objek jaminan fidusia.

B. Problematika Yang Dihadapi Dalam Rangka Menjadikan Kekayaan


Intelektual Sebagai Jaminan Untuk Memperoleh Permodalan Di
Indonesia

Sesuai hakekatnya, perjanjian Kredit yang termasuk golongan


perjanjian obligatoir dan menghasilkan hak tagih yang terkualifikasi selalu
hal pribadi, sesungguhnya oleh penguasa sudah diberikan jaminannya
seperti yang tertuang dalam pasal 1131 BW. Inti ketentuan Pasal 1131
BW, bahwa setiap benda baik yang bergerak ataupun yang tidak bergerak,
baik yang sudah ada ataupun yang masih akan ada, dijadikan jaminan

50
ibid.
atas perikatan – perikatan yang dibuat oleh pemiliknya. Berarti
terhubungannya bank selaku kreditor dengan debitor, hak tagihnya sudah
dijamin oleh pasal 1131 BW yang memberikan kepastian bahwa
piutangnya, ditentukan akan kembali mana kala pihak debitor wanprestasi.
Dengan cidera janjinya debitor untuk membayar utangnya,tentuk saja ini
kerugian bagi bank sebagai kreditor, dapat dipulihkan dengan jalan
meminta bantuan kepada hukum, yakni lewat ajuan gugat ke pengadilan.
Sesuai proses gugat menggugat yang dibarengi permohonan peletakan
sita jaminan, maka pada tingkat tertentu setelah putusan hakim
mempunyai kekuatan hukum tetap, dan itupun misalnya diabaikan oleh
debitor, maka harta benda debitor akan dijual lelang sedasar ketentuan
Pasal 1131 BW. Hasilnya akan digunakan untuk membayar untung
debitor. Andai utangnya debitor tak sebatas pada bank semata, tetapi juga
ada untung pada pihak – pihak lain, maka hasil lelang harga debitor yang
bersangkutan harus dibagi secara proporsional sesuai tuntutan Pasal
1132 BW. Secara implisit dari Pasal 1132 BW ituu terbesit, bahwa
berbagai hasil lelang harga debitor atas. Dasar Pasal 1131 BW, para
kreditor itu harsu bersaing dalam memperoleh pelunasan piutangnya.
Dikarenakan polanya seperti itu, maka para kreditor tersebut dikwalifikasi
sebagai kreditor kunkuren. Dari titik inilah bank akan digolongkan sebagai
kreditor konkuren yang sudah barang tentu potensial akan memikul risiko
yang kurang menguntungkan, yakni bila hasil lelang tak mencukupi untuk
melunasi seluruh utang debitor. Jelas posisi sebagai kreditor konkuren
yang melulu mengandalkan jaminan umum dalam Pasal 1131 BW seperti
itu, tidak sejalan dengan penegakkan prinsip kehati – hatian yang wajib
dilakukan oleh bank selaku lembaga intermediary.
KI bisa dijadikan obyek jaminan fidusia namun kendalanya belum
adanya lembaga penilaian (appraisal) yang diharapkan nantinya akan
independent dan tata caranya belum diatur. Namun Iwan sedang
mengusulkan untuk revisi UU nomor 42 tahun 1999 agar dapat berubah
khususnya penambahan KI sebagai obyek Fidusia, disebutkan langsung
KI sebagai Benda Bergerak dapat dijadikan obyek jaminan fidusia.
Demikian pula tentang tata caranya. obyek fidusia telah diperluas
sehingga KI sebagai Benda Bergerak bisa dijadikan obyek, yang
diperlukan adalah sosialisasi terkait pemnfaatannya. Selama ini belum
dilaksanakan pemanfaatan KI sebagai obyek jaminan fidusia dikarenakan:
bank tidak mau menerima karena menganggap HKI tidak liquid; prosedur
eksekusi masih dipertanyakan; belum percaya HKI (sebagai wujud prinsip
collateral) karena likuiditas diragukan; kesiapan notaris bahwa banyak
notaris yang tidak tahu apa HKI, selama ini perjanjian kredit hanya fix
asset (tanah). Peran INI adalah mensosialisasi HKI bisa untuk
dimanfaatkan dalam jaminan kredit asalkan debitor berbentuk badan
hukum, apalagi kalau berbentuk PT , kepada masyarakat. Terhadap
anggota INI dilakukan workshop.
Pemanfaatan HKI sebagai obyek jaminan Fidusia dalam rangka
mendapatkan kredit, sejauh ini pihak Perbankan belum menggunakan HKI
sebagai Obyek Jaminan Fidusia dikarenakan Obyek tidak Liquid dan
belum ada pihak penilai untuk objek jaminan tersebut walaupun mungkin
secara tertulis dapat dilakukan. Dan beberapa perbankan tidak memiliki
MoU atau Nota Kesepahaman terkait pemanfaatan HKI sebagai obyek
jaminan Fidusia juga dikarenakan Bank Mandiri belum menjalankan
praktek pemanfaatan HKI sebagai Objek Jaminan Fidusia.
Berdasarkan UU nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,
pasal 1 Fidusia berarti pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan di mana benda tersebut tetap dalam penguasaan
pemiliknya. Jaminan fidusia merupakan hak jaminan atas benda bergerak
baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam UU nomor 4 tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia,
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor
lainnya.Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dialihkan,
baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar amupun yang
tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotik. Pada pasal 4 jaminan fidusia
merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
Pasal 7 tertera utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat
berupa: utang yang telah ada; utang yang akan timbul di kemudian hari
yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu, dan utang yang pada saat
eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi
Hak kekayaan intelektual (merek) masuk dalam ranah hukum benda.
Hukum benda merupakan bagian dari Hukum Perdata termasuk benda
bergerak yang tidak bertubuh (hak), mempunyai nilai yang patut
diperhitungkan dalam value lalu lintas perdagangan global hal ini
dimungkinkan sebagai obyek jaminan. Adapun bentuk penjaminan yang
paling memungkinkan digunakan dalam hal ini adalah dengan
menggunakan Jaminan Fidusia.
BAB V
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan


hasil penelitian yang telah Penulis lakukan, maka dengan ini Penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa terdapat problematika yang akan dihadapi
oleh seorang kurator dalam melakukan eksekusi boedel pailit debitur
berupa Hak Kekayaan Intelektual, yakni:
1. Pembuktian adanya hak milik debitur atas Hak Kekayaan Intelektual
yang didapat dari sistem pendaftaran deklaratif, ketika Hak Kekayaan
Intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi;
2. Keunikan dan kekhasan dari kekayaan intelektual yang mungkin akan
kehilangan nilai ekonominya ketika kekayaan intelektual tersebut
masuk ke dalam boedel pailit ;
3. Adanya jangka waktu menikmati hak ekonomi dari sebuah kekayaaan
intelektual yang terbatas dan tidak dapat diperpanjang;
4. Menentukan nilai ekonomi dari sebuah kekayaan intelektual, yang
notabene memiliki nilai ekonomi yang fluktuatif.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mizan, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Paten Di Indonesia, 196,


ISSN 1907-0985 E ISSN 2442-8256, Volume 11 Nomor 1 Juni 2015.

Ambrosius Adjie, Peletakan Sita Jaminan atas Hak Kekayaan Intelektual,


Veritas Et Justitia, Vol. 1 No 2, Desember 2015.

Catherine Colston, pada Ignatius Haryanto, Sesat Pikir Kekayaan


Intelektual, ( KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta, 2014.

H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Properti


Right), (PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015.

http://business-law.binus.ac.id/2015/10/08/hak-cipta-sebagai-objek-
jaminan-fidusia/ (diakses pada 2 November 2021, pada pukul 16.34
WIB)

http://dri.ipb.ac.id/paten/ (diakses pada 1 November 2021, pada pukul 18.26


WIB).

http://www.atmajaya.ac.id/web/KontenUnit.aspx?gid=artikel-
hki&ou=hki&cid=artikel-hki-pemahaman-penerapan (terakhir diakses
pada 2 November 2021, pada pukul 19.30 WIB).

https://sekartrisakti.wordpress.com/2011/05/14/prospektif-penerapan-hak-
kekayaan-intelektual/, tentang Penerapan Hak Kekayaan Intelektual
(terakhir diakses pada 1 November 2021, pada pukul 20.00 WIB).

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual “Perlindungan


dan Dimensi Hukumnya di Indonesia”, cet. 1, (PT. Alumni, Bandung,
2003.
Rusman, Deni Kurniawan dan Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi, Raja Grafindo Persada,
(Jakarta, 2011).

Sri Mulyani, Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Collateral


(Agunan) untuk mendapatkan kredit perbankan di Indonesia, Jurnal
Dinamika Hukum, Vol 12 No. 3, ,September 2012.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi


Geografis

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas


Tanaman.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit


Terpadu

Anda mungkin juga menyukai