Anda di halaman 1dari 10

Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546

Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

Implikasi Perubahan Delik Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Terhadap Deterrence Effect Praktik Pembajakan Buku Akademis di Indonesia

Bryan Eduardus Christiano1


Abstrak

Hak cipta merupakan kekayaan intelektual dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, dan sastra yang memiliki
kontribusi penting dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana menjadi amanat dari Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif atas
segala hak yang timbul atas ciptaan tersebut. Namun perlindungan tersebut belum dapat dikatakan
maksimal dikarenakan maraknya kasus pembajakan yang seakan-akan telah menjadi budaya yang sulit
dihilangkan ditengah masyarakat, dengan kerugian melebihi Rp 100 triliun per tahun. Buku sebagai salah
satu ciptaan yang dilindungi, merupakan produk yang terbanyak dibajak setelah software, film dan lagu.
Mirisnya, lingkungan akademis tidak lepas dari praktik ini dan bahkan dinyatakan sebagai lingkungan
dengan pembajakan buku terbanyak. Pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, terjadi
perubahan dari delik umum menjadi delik aduan (klacht delict) dan mengakibatkan kepolisian tidak dapat
memproses suatu pelanggaran tanpa pengaduan dari pihak yang dirugikan. Dalam hukum dikenal konsep
deterrence sebagai bentuk penggentarjeraan agar seseorang tidak melakukan kejahatan. Penelitian ini
termasuk jenis yuridis normatif yang bertujuan untuk mengkaji pengaruh delik aduan terhadap deterrence
effect pembajakan buku akademis di Indonesia, sekaligus langkah untuk mengurangi praktik tersebut.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan konstruktif bagi pihak terkait mengenai pengaturan dan
implementasi regulasi demi kepastian hukum.

Kata Kunci: delik aduan, deterrence theory, pelanggaran hak cipta, pembajakan buku, undang-undang hak
cipta

Implications of Change of Offense in Law Number 28 of 2014 Concerning Copyright Against


the Deterrence Effect of Academic Book Piracy Practices in Indonesia

Abstract

Copyright is intellectual property in art, science, and literature that have an important contribution in
advancing the general welfare as mandated by 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The
copyright holder has exclusive rights over all the rights arising from the work. However, this protection is
not maximal because of the rampant piracy cases that seem to have become a culture in the community,
with losses exceeding Rp. 100 trillion per year. Books are the most pirated product after software, movies
and songs. Sadly, the academic environment cannot be separated from this practice. In Law No. 28 of 2014
concerning Copyright, there was a change from general offense to complaint offense and resulted in the
police unable to process violations without a complaint from the aggrieved party. The concept of
deterrence is known so that someone does not commit a crime. This is a normative juridical research that
aims to examine the effect of complaint offenses on the deterrence effect of academic book piracy in
Indonesia, as well as steps to reduce it. The results of this research are expected to be constructive input
for related parties regarding regulation and implementation of regulations for the sake of legal certainty.

Keywords: complaint offense, deterrence theory, copyright infringement, book piracy, copyright law

1 Universitas Indonesia, Jl. Margonda Raya, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424, bryan.eduardus@ui.ac.id,
Mahasiswa Sarjana.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

A. Pendahuluan meliputi merek, desain, paten, tata letak


Sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia, sirkuit terpadu, serta rahasia dagang.
salah satu tujuan yang dimiliki adalah untuk Sepanjang sejarah, terdapat 2 (dua)
mewujudkan masyarakat yang adil dan konsep terkait hak cipta yang bersifat saling
makmur. Proses globalisasi yang terjadi berpengaruh yakni copyrights pada negara-
khususnya pada abad ke-20, telah negara penganut Common Law, dan Droit
menciptakan sistem ekonomi yang terbuka d’Auteur yang dianut oleh negara-negara
dengan mudahnya pengaruh asing masuk Civil Law.4 Copyrights merupakan konsep
ke Indonesia. Aspek ekonomi suatu negara hak cipta yang menekankan pada
tidak lagi terbatas pada lingkup negara perlindungan hak penerbit atas tindakan
tersebut. Hal ini tentu memerlukan penggandaan terhadap karya secara
peningkatan kualitas, serta perlindungan melawan hukum, sementara Droit d’Auteur
terhadap kemungkinan praktik industri lebih melindungi hak-hak pengarang dari
palsu, berdasarkan kesepakatan tindakan yang memiliki kemungkinan untuk
internasional.2 merusak reputasi dirinya.5 Konsep ini
Salah satu kesepakatan internasional berlandaskan pada mazhab hukum alam
yang terjadi dalam bidang perdagangan yang menekankan bahwa karya merupakan
adalah Trade Related Aspect of Intellectual perwujudan tertinggi dari seorang pencipta,
Property Rights (TRIPs) yang memperluas sehingga dirinya memiliki hak pemanfaatan
perlindungan atas ekspansi, bukan atas atas ciptaan tersebut secara penuh.
gagasan, metode, maupun prosedur untuk Konsepsi Hak Cipta di Indonesia
operasi yang diharapkan dapat memperluas dipengaruhi konsep copyright yang
cakupan. TRIPs merupakan bagian dari pertama kali diatur pada Konvensi Berne
GATT (The General Agreement on Tarif and tahun 1886. Dalam Pasal 1 ayat (1) UU Hak
Trade) yang merupakan kontrak untuk Cipta, dijelaskan bahwa hak eksklusif ini
menghindari perlakuan diskriminatif antar dimiliki pencipta secara otomatis setelah
rekan dagang dalam sistem perdagangan suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
dunia. Indonesia telah meratifikasi nyata, dengan pembatasan sesuai
kesepakatan tersebut melalui UU No. 7 peraturan perundang-undangan.
Tahun 1994 tentang Pengesahan Hak Cipta sendiri merupakan hak milik
Persetujuan Pembentukan Perdagangan immateriil terhadap benda tidak berwujud.
Dunia.3 Dalam UU Hak Cipta terlihat bahwa yang
Eksistensi Hak Kekayaan Intelektual dilindungi adalah hak atas benda, bukan
(HKI) dalam hubungan antar pribadi wujud benda secara nyata. Adapun
maupun antar negara merupakan suatu hal terdapat 2 (dua) esensi yang terkandung
esensial. Pengaturan terkait HKI bersifat dalam hak cipta yakni hak ekonomi
sangat dinamis dan senantiasa mengikuti (economic rights) dan hak moral (moral
perkembangan suatu masyarakat, termasuk rights).
di Indonesia. Adapun secara umum, Hak Hak ekonomi merupakan hak untuk
Kekayaan Intelektual dapat terbagi menjadi memperoleh keuntungan ekonomis atas
2 (dua) yakni Hak Cipta dan Hak Kekayaan HKI yang diperoleh atas penggunaan oleh
Industri (industrial property rights) yang pihak lain dalam industri yang

2 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Edisi Kedua, Cetakan 3, 4 Kesowo Bambang, “Pengantar Umum Mengenai Haki Di
(Bandung: PT. Alumni Bandung, 2005), hlm 1. Indonesia”, Makalah, Jogjakarta, 1994, hlm. 10.
3 5
Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intellektual di Denny Kusmawan, “Perlindungan Hak Cipta Atas Buku”,
Negara-negara ASEAN, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Jurnal Mimbar Ilmiah Hukum, Vol. IV, Januari-Juni 2003,
hlm. 9. hlm. 138.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

mendatangkan keuntungan.6 Hak ini sebagai media, kepemilikan, pencipta


meliputi hak mengumumkan dan/atau suasana, dan sumber kreativitas.10 Aspek
memperbanyak ciptaan, memberi izin perlindungan hukum terhadap eksploitasi
kepada pihak lain, serta hak perlindungan hak cipta dalam kaitan dengan tindakan
hukum terhadap eksploitasi HKI terutama pembajakan buku di Indonesia merupakan
pembajakan tanpa izin di Indonesia. Selain isu HKI yang sangat penting untuk dibahas.
memiliki hak eksklusif atas ciptaannya, Perilaku pembajakan buku dapat dikatakan
pemegang hak cipta juga memegang hak sangat merugikan berbagai pihak, sebab
eksklusif atas segala hak turunan yang praktik ini bahkan menempati peringkat
timbul apabila ciptaan dialihwujudkan. ketiga setelah pembajakan software, film
Sedangkan terkait hak moral, menurut dan lagu. Eksistensi toko buku bekas dan
Hendra Tanu Atmadja terdapat 3 (tiga) bajakan mungkin sesuatu yang sudah tidak
bentuk yaitu Adaption Right (hak pencipta asing, seperti Kwitang di Jakarta dan toko
melarang pihak lain melakukan perubahan buku Wilis di Malang. Pada tahun 2019 lalu,
tertentu atas ciptaan), Translation (hak Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) menerima
untuk menerjemahkan karya), dan laporan dari 11 (sebelas) penerbit terkait
Unditication (hak untuk mengubah isi adanya praktik pelanggaran hak cipta
ciptaan).7 Hak ekonomi atas suatu hak cipta dengan potensi nilai kerugian yang diderita
dapat dialihkan kepada orang lain, namun bahkan mencapai Rp 116 triliun per tahun.11
tidak begitu untuk hak moral. Hak moral Kondisi ini kian diperparah adanya
akan tetap melekat kepada pribadi peningkatan transaksi daring semasa
pencipta, sekalipun hak ekonomi atas suatu pandemi. Riset tersebut juga menunjukkan
karya dialihkan kepada orang lain.8 bahwa 54,2 persen penerbit menemukan
Pengaturan terkait hak cipta harus terus pembajakan fisik atas buku mereka yang
berevolusi agar tetap relevan dengan kemudian ditawarkan secara bebas melalui
pesatnya perkembangan teknologi yang berbagai lokapasar daring.12 Selain itu, 20,8
telah memberikan berbagai pengaruh persen penerbit juga menemukan praktik
terhadap kehidupan manusia baik secara penjualan dalam bentuk soft-copy. Pada
langsung maupun tidak langsung, serta umumnya, pedagang buku bajakan
semakin besarnya kemungkinan praktik menawarkan harga yang jauh lebih rendah,
yang merugikan seperti pembajakan, bahkan hanya seperlima dari harga buku
plagiarisme, dan bentuk-bentuk lain.9 orisinal.13
Buku merupakan ciptaan yang Mirisnya, Yayasan Reproduksi Cipta
dilindungi karena sejalan dengan keinginan Indonesia (YRCI) menyatakan bahwa praktik
bangsa Indonesia untuk mencerdaskan pembajakan buku paling banyak dilakukan
kehidupan bangsa, serta berkaitan dengan dalam lingkungan akademis, dalam hal ini
4 (empat) fungsi positif dari buku yakni institusi perguruan tinggi. Para dosen dan

6 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, https://www.republika.co.id/berita/pxmj57349/kerugi


(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 19. an-pembajakan-per-tahunnya-capai-puluhan-triliun,
7 Hendra Tanu Atmadja, “Royalti Hak Cipta Atas Lagu Dan diakses pada 17 Mei 2021.
Permasalahannya”, Jurnal Mimbar Ilmiah Hukum, Vol. 12 Hafid Fuad, “Penjualan Buku Bajakan Makin Marak di
VI, Januari-Juni 2003, hlm. 6. Marketplace, Penerbit Ketar-Ketir”,
8
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, https://www.idxchannel.com/economics/penjualan-
(Bandung: PT. Alumni, 2003), hlm. 112. buku-bajakan-makin-marak-di-marketplace-penerbit-
9 Michael Edenborough, Intellectual Property Law, (London: ketar-ketir, diakses pada 2 Juli 2021.
Cavendish Publishing Limited, 1994), hlm. 11. 13 Admin, “Ikapi: Pemerintah Harus Turun Tangan Atasi
10 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Cetakan ke II, PT Alumni, Pembajakan Buku”,
2002, hlm. 153. https://mediaindonesia.com/humaniora/407759/ikapi-
11 Arie Lukihardianti, “Kerugian Pembajakan Per Tahunnya pemerintah-harus-turun-tangan-atasi-pembajakan-
Capai Puluhan Triliun”, buku, diakses pada 2 Juli 2021.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

mahasiswa seringkali mempergunakan terkait untuk bersama-sama memberantas


buku ilegal, yang seakan-akan menjadi hal praktik ini.
lumrah. Berdasarkan riset yang dilakukan
terhadap tiga ribu sivitas akademika dari B. Metode Penelitian
lima perguruan tinggi di Indonesia, semua Metode penelitian yang digunakan dalam
responden menyatakan pernah melanggar penelitian kali ini adalah pendekatan yuridis
HKI berkaitan dengan buku.14 Salah satu normatif dengan mengacu pada norma-
alasan yang melatarbelakangi tindakan ini norma hukum yang berkaitan dengan
adalah harga buku yang dinilai relatif mahal. permasalahan. Selanjutnya, metode
Rendahnya daya beli memang merupakan penulisan yang digunakan adalah deskriptif
salah satu faktor yang memengaruhi analitis melalui penelitian kepustakaan
maraknya praktik pembajakan buku di untuk memberikan gambaran yang
Indonesia, selain lemahnya penegakan menyeluruh.
hukum.15 Praktik pembajakan buku di
lingkungan akademis perlu ditangani secara C. Pembahasan dan Analisis
serius sebagai bagian dari upaya 1. Alasan Praktik Pembajakan Buku
mengurangi tindakan tidak etis selama Akademis Marak Terjadi
bekerja, sebab sikap tidak etis yang Buku merupakan suatu komoditas yang
dilakukan selama kuliah berkaitan dengan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
sikap tidak etis saat bekerja.16 manusia, khususnya dunia pendidikan yakni
Berdasarkan latar belakang yang telah sebagai sumber pencarian informasi. Dalam
dikemukakan diatas, Penulis mengangkat rangka pemenuhan kebutuhan akan buku,
beberapa rumusan masalah sebagai mungkin saja terjadi berbagai tindakan yang
berikut. Pertama, akan dikemukakan melanggar hak cipta. Kebutuhan yang
alasan-alasan mengapa praktik pembajakan sangat tinggi memungkinkan praktik
buku marak terjadi di ranah akademis, baik pembajakan dan penggandaan secara
oleh mahasiswa maupun dosen. Kedua, besar-besaran. Hal ini didasarkan berbagai
Penulis akan menjelaskan lebih lanjut keterbatasan, terutama dalam hal
terkait pentingnya deterrance effect ekonomi.17 Praktik pembajakan ini bukan
sebagai upaya pencegahan praktik hanya dilaksanakan oleh mahasiswa,
pembajakan buku. Ketiga, Penulis namun beberapa dosen juga seakan-akan
membahas implikasi perubahan klasifikasi melegalkan praktik pembajakan ini dengan
delik biasa menjadi delik aduan. Terakhir, persepsi bahwa melakukan fotokopi isi
berbagai permasalahan terkait penegakan buku tanpa melakukan tindakan
hukum perlindungan hak cipta akan komersialisasi untuk kepentingan proses
dibahas. Seluruh rumusan masalah yang pendidikan bukan suatu tindakan yang
diangkat bertujuan untuk memberikan melanggar hak cipta. Selain faktor ekonomi,
gambaran mengenai pengaruh penggunaan praktik pembajakan umumnya dilakukan
delik aduan terhadap praktik pembajakan oleh mahasiswa terhadap buku yang sudah
buku ranah akademis oleh mahasiswa di
Indonesia, serta saran bagi para pihak

14 16
Aris Setiawan, “Perpustakaan, Kampus dan Pembajakan Lawson, R. A. “Is Classroom to Business Cheating Students
Buku” Related Propensity to Cheat in the Real World?”, Journal
https://beritagar.id/artikel/telatah/perpustakaan- of Business Ethics Vol. 49(2), 2004, hlm. 189–199.
kampus-dan-pembajakan-buku, diakses pada 17 Mei 17 Awod Said, Kesadaran Hak Cipta Masih Rendah, tersedia

2021. dalam
15
Triyanto, “Copyright law enforcement: an Indonesia case http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartik
study”, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 22, el&id=5553, diakses pada tanggal 17 Mei 2021.
hlm. 138.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

tidak terbit atau langka.18 Namun alasan Selanjutnya, Pasal 84 UU Hak Cipta
apapun yang melatarbelakangi pelanggaran memuat aturan batasan menyalin dan
hak cipta tidak dapat dibenarkan. Salah satu menggandakan karya cipta atas buku, yakni
cara penggandaan yang banyak terjadi dengan lisensi wajib (compulsory licensing).
dalam ranah akademis adalah fotokopi Kebebasan berkaitan dengan penggunaan
dengan harga yang tentunya jauh lebih hak cipta tidak meniadakan kewenangan
murah daripada buku asli. Menggandakan negara sebagai otoritas untuk mewajibkan
buku menjadi hal yang dianggap lumrah setiap pencipta memberikan lisensi wajib
karena sudah menjadi kebiasaan tanpa kepada pihak lain untuk menerjemahkan
memikirkan kerugian yang dialami oleh atau memperbanyak hasil ciptaannya
pihak lain. dengan honorarium yang setimpal.
Terdapat suatu ketentuan pengecualian
hak cipta yang termuat dalam Pasal 44 ayat 2. Deterrence Theory Sebagai Bentuk
(1) huruf (a) Undang-Undang Hak Cipta dan Pencegahan Praktik Pembajakan Buku
seringkali disalahgunakan berkaitan dengan Menurut Mustofa, tujuan penghukuman
penggandaan suatu karya untuk keperluan adalah sebagai bentuk penggentarjeraan
pendidikan, bahwa tindakan tersebut tidak (deterrence) agar orang tidak melakukan
dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak kejahatan. Adapun dampak
cipta selama sumber disebutkan. Pasal 46 penggentarjeraan dapat dibedakan menjadi
undang-undang tersebut kemudian 2 (dua) yakni general deterrence
menjelaskan lebih lanjut bahwa (penggentar) dan specific deterrence
penggandaan untuk kepentingan pribadi (penjera).19 Dalam teori general deterrence,
hanya dapat dilakukan sebanyak 1 (satu) efek pencegahan diharapkan terjadi
salinan, tanpa izin pencipta. Permasalahan sebelum sebuah pemidanaan dilakukan
selanjutnya yang timbul adalah maraknya melalui ancaman dan pemidanaan secara
tempat-tempat fotokopi, termasuk yang terbuka dengan harapan dapat mencegah
berada di dekat institusi pendidikan, yang orang lain melakukan tindakan yang sama.
menggandakan buku-buku tersebut dalam Sementara special deterrence
jumlah masif untuk kemudian dijual mengharapkan bahwa setelah pemidanaan
kembali. Tindakan ini tentunya dapat dilakukan, terpidana tidak mengulangi
dikategorikan sebagai pelanggaran hak kejahatan serupa di masa datang.20
cipta, karena dilandaskan dengan tujuan Deterrence theory perlu diukur untuk
komersial untuk memperoleh keuntungan mengetahui apakah sanksi hukuman atas
sehingga tidak termasuk pengecualian yang sebuah ketentuan akan membuat
termuat dalam ketentuan diatas. Berkaitan masyarakat patuh terhadapnya, dan
dengan hal ini, Pasal 114 Undang-Undang membuat orang yang telah dihukum jera
Hak Cipta menetapkan ancaman denda untuk mengulangi perbuatan tersebut.
mencapai Rp. 100.000.000 (seratus juta Efektivitas penggentar bergantung
rupiah) bagi pengelola tempat perdagangan kepada persepsi calon pelanggar yang
yang membiarkan penjualan dan/atau berhubungan dengan perasaan apakah
penggandaan barang hasil pelanggaran Hak ketika melakukan pelanggaran akan
Cipta. terdeteksi dan kemudian dihukum.
Penjeraan tidak hanya bergantung kepada

18 Wildan Ariyanto, “Dilema Buku Bajakan di Lingkungan 19 Mustofa, Metode Penelitian Kriminologi. (Jakarta:
Kampus” Pranadamedia Group, 2013), hlm. 123.
20
https://www.brikolase.com/2019/04/14/%EF%BB%BFd Paternoster, R, “How Much Do We Really Know about
ilema-buku-bajakan-di-lingkungan-kampus/, diakses 17 Criminal Deterrence”, Journal of Criminal Law and
Mei 2021. Criminology, Volume 100, Issue 3, 2010, hlm. 766.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

beratnya ancaman hukuman, namun 3. Perubahan Klasifikasi Delik Pelanggaran


kepastian hukum bahwa setiap pelanggaran Hak Cipta dalam Undang-Undang
akan terdeteksi dan dihukum.21 Konsep Nomor 28 Tahun 2014
Deterrence menilai bahwa manusia akan Terdapat beberapa perubahan substansi
memilih untuk mematuhi atau melanggar dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28
suatu ketentuan setelah Tahun 2014, salah satunya adalah terkait
mempertimbangkan keuntungan dan klasifikasi delik. Pada UU No. 19 Tahun
konsekuensi sebuah tindakan.22 2002, proses hukum terhadap suatu
Terdapat 3 (tiga) variabel penting dalam tindakan pelanggaran hak cipta
deterrence yakni certainty (kepastian), menggunakan delik biasa, dimana
severity (keparahan), dan celerity kepolisian dapat langsung memproses
(kecepatan) dengan kaitan sebagai ketika terjadi suatu pelanggaran hak cipta
berikut:23 tanpa harus menunggu pengaduan dari
a. Semakin besar kepastian hukum, pihak yang dirugikan. Proses hukum juga
maka tingkat kejahatan akan akan tetap berjalan sekalipun pihak yang
semakin rendah. dirugikan tidak melakukan pengaduan atau
b. Semakin besar tingkat keparahan para pihak telah melakukan perdamaian.
hukuman, maka tingkat kejahatan Melalui perubahan menjadi delik aduan
akan semakin rendah. (klacht delict), pihak kepolisian tidak dapat
c. Semakin besar celeritas hukuman, lagi memproses kasus pelanggaran hak
maka tingkat kejahatan akan cipta tanpa didahului sebuah pengaduan.
semakin rendah. Perubahan delik biasa menjadi delik
Orang akan menghindari melakukan aduan dalam Undang-Undang Hak Cipta
kejahatan ketika mereka merasa bahwa Nomor 28 Tahun 2014 dinilai mempersulit
hukuman terhadap tindakan tersebut pasti, penegakan hukum dalam rangka
berat, dan segera. Teori ini dapat digunakan memberantas pelanggaran yang semakin
untuk menganalisa praktik pembajakan merajalela, dikarenakan harus menunggu
buku, terutama 2 (dua) indikator utama pengaduan terlebih dahulu. Hal ini sangat
yakni ketakutan akan konsekuensi hukum menyulitkan dalam kenyataan karena
dan kemungkinan penghukuman.24 Studi korban seringkali tidak mengetahui bahwa
yang dilakukan oleh Peace, Galletta, dan telah terjadi pelanggaran hak cipta atas
Thong mengemukakan pengaruh signifikan karyanya oleh orang lain. Penegakan hukum
kepastian dan keparahan hukuman pelanggaran hak cipta berdasarkan delik
terhadap tindakan pembajakan.25 Individu biasa saja sudah menimbulkan banyak
dengan persepsi keuntungan yang lebih kendala akibat praktik yang semakin
tinggi akan cenderung melakukan praktik merajalela dengan berbagai metode
pembajakan dan menggunakan buku mutakhir, sehingga perubahan delik ini
bajakan.26 mungkin akan semakin mengurangi
efektivitas perlindungan terhadap hak
pencipta.

21 25
Mustofa, op. cit. hlm. 124-125. Peace, A.G., Galletta, D.F. and Thong, J.Y.L., “Piracy in the
22 Vito, G. F., & Maahs, J. R. (2015). Criminology. Jones & workplace: a model and empirical test”, Journal of
Bartlett Publishers, hlm. 56. Management Information System, Vol. 20 No. 1, 2003,
23 Paternoster, R., op. cit., hlm. 784. hlm. 153.
24 Moores, T.T., Nill, A. and Rothenberger, M, “Knowledge of 26 Yoon, C., “Theory of planned behavior and ethics theory in

software piracy as an antecedent to reducing pirating digital piracy: an integrated model”, Journal of Business
behavior”, Journal of Computer Information Systems, Ethics, Vol. 100 No. 3, 2011, hlm. 405.
Vol. 50 No. 1, hlm. 82-89.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

Menurut Ari Julianto Gema, tidak tepat karya cipta yang dilanggar, dan keengganan
untuk mengklasifikasikan tindak pidana pencipta untuk menghadiri persidangan.
pelanggaran hak cipta sebagai delik biasa Teori hukum mengklasifikasikan hak cipta
karena: sebagai private rights yang dimiliki
a. Aparat penegak hukum tidak sepenuhnya oleh pencipta, sehingga secara
memiliki kapasitas menentukan normatif delik aduan yang memberikan
dengan pasti apakah telah terjadi kebebasan bagi pencipta untuk
sebuah pelanggaran hak cipta mempertahankan hasil ciptaan atau tidak
tanpa membandingkan objek lebih tepat untuk diberlakukan.27
tersebut dengan ciptaan aslinya. Penerapan delik biasa untuk pelanggaran
Dalam hal ini, hanya pencipta yang hak cipta telah diberlakukan selama lebih
mengetahui apakah telah terjadi dari 20 tahun, dan dirasa banyak membuka
pelanggaran. Maka dari itu, tidaklah peluang penyalahgunaan oleh oknum
mungkin bagi aparat untuk aparat penegak hukum.
bergerak tanpa adanya pengaduan
terlebih dahulu. 4. Permasalahan Penegakan Hukum
b. Aparat tidak dapat secara langsung Perlindungan Hak Cipta
mengetahui apakah suatu pihak Dilihat dari perspektif sosiologi hukum,
telah mendapat izin dari pencipta disaat buku dipandang sebagai sebuah
untuk memperbanyak ataupun subsistem dalam masyarakat, maka
mengumumkan suatu ciptaan, terdapat 3 (tiga) komponen dasar yang
sehingga diperlukan mekanisme saling berhubungan yakni peraturan
pengaduan sebelum melakukan perundang-undangan, aparat penegak
proses hukum. hukum, serta masyarakat yang mencakup
c. Korban pelanggaran hak cipta pengguna buku dan karya tulis.
seringkali lebih menginginkan ganti Penghargaan terhadap buku sebagai
rugi ketimbang penjatuhan sanksi sebuah karya cipta masih tergolong rendah,
pidana penjara atau denda, sehingga perlindungan juga belum dapat
sehingga dapat mengusahakan dilakukan secara maksimal. Keadaan dan
proses perdamaian sesuai kebutuhan ekonomi seringkali mendorong
kesepakatan para pihak. Namun pembajakan hasil karya cipta orang lain dan
dengan klasifikasi sebagai delik menikmati buku bajakan. Saat ini,
biasa, aparat penegak hukum pembajakan buku sendiri seolah-olah
seringkali terus melanjutkan proses menjadi hal yang lumrah bagi penerbit,
pidana sekalipun telah tercapai pedagang, maupun masyarakat. Selain
kesepakatan damai. Hal ini dapat faktor diatas, kurang efektifnya
menjadi sebuah hambatan dalam perlindungan hak cipta di Indonesia juga
proses perdamaian antara para didukung lemahnya peran aparat dalam
pihak yang bersengketa. melakukan penegakan hukum serta
Pemberlakuan delik aduan sangat peraturan perundang-undangan yang
membantu aparat penegak hukum dalam kurang efektif dalam melindungi hak cipta.
mengatasi berbagai kendala dalam proses Penegakan hukum merupakan langkah
penegakan hukum seperti kurangnya alat pertama untuk menilai sejauh mana
bukti, tidak diketahui siapa pencipta dari keadilan diprioritaskan.28 Bahkan berbagai

27 28
Henry Sulistio Budi, “Delik Biasa VS Delik Aduan Dalam M. Fauzi Sukri, “Dalam Pembajakan Buku, Apa Peran
Undang-Undang Hak Cipta Kajian Yuridis dan Lembaga Pendidikan”,
Pragmatis”, Law Review Volume X No. 3, Maret 2011. https://www.berdikaribook.red/dalam-pembajakan-
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

pelanggaran cenderung dibiarkan begitu penerapan undang-undang hak cipta dapat


saja karena aparat yang kurang paham, dan berjalan dengan lebih maksimal.
lemahnya ketentuan yang selama ini baru
sekadar tertuang dalam undang-undang, D. Penutup
namun belum ditegakkan dalam Kesimpulan
pelaksanaan. Sistem perundang-undangan perlindungan
Pertama, ancaman pidana yang termuat hak cipta belum terlaksana dengan baik,
dalam Undang-Undang Hak Cipta dinilai bahkan hanya merupakan peraturan
terlalu ringan dan penerapan yang terlalu tertulis tanpa adanya tindakan nyata dari
lunak. Dikaitkan dengan deterrence theory, aparat penegak hukum. Hal ini
ancaman hukuman yang rendah tidak mengakibatkan rendahnya deterrence
menjadi penangkal bagi individu yang effect yang timbul dari ancaman pidana
berniat melakukan pelanggaran hak cipta.29 yang telah ditentukan. Masyarakat sudah
Selain ancaman hukuman, kepastian hukum terbiasa dan bahkan menganggap
(certainty) yang selama ini belum terlaksana pembajakan sebagai sesuatu yang wajar,
atas para pelanggar hak cipta semakin tanpa adanya kesadaran untuk menghargai
menurunkan efektivitas deterrence effect karya pencipta buku. Adanya pengaturan
pengaturan ini. Dalam kasus pembajakan delik aduan semakin melemahkan
buku, pihak Kepolisian tidak dapat langsung perlindungan terhadap hak cipta, dimana
melakukan razia tanpa adanya laporan dari aparat hanya sebatas menunggu aduan dari
penerbit akibat perubahan menjadi delik pihak yang dirugikan. Penegakan hukum
aduan, dimana aparat hanya dapat dalam kondisi ini semakin sulit karena
menindak suatu kasus pembajakan ketika banyak pencipta yang tidak melakukan
ada aduan dari pihak terkait. Berdasarkan upaya hukum dilandaskan hati nurani dan
pengaturan baru ini, diperlukan reaksi yang tujuan untuk pendidikan. Penulis menilai
lebih tanggap dan berani dari pihak yang bahwa delik biasa lebih tepat diberlakukan
dirugikan oleh praktik pembajakan buku. dalam kondisi saat ini, demi menjamin
Namun pada kenyataan, seringkali pihak terwujudnya penegakan hukum yang lebih
yang dirugikan seolah-olah membiarkan efektif.
praktik tersebut dan semakin
memperparah pembajakan. UB PRESS Saran
sebagai salah satu penerbit yang menjadi Sosialisasi kepada masyarakat dan aparat
korban pembajakan memutuskan untuk terkait pentingnya perlindungan terhadap
tidak menindaklanjuti perkara karena suatu karya merupakan hal yang sangat
tujuan pendirian mereka adalah untuk penting, agar perlindungan hak cipta dapat
menyumbangkan ilmu dan pengetahuan, terlaksana dengan lebih baik. Selain itu,
bukan terpaku pada pendapatan. penegakan hukum yang lebih tegas
Kedua, masih kurangnya pemahaman merupakan hal wajib dilaksanakan karena
aparat penegak hukum terkait hak cipta praktik pembajakan akan semakin
serta ketentuan-ketentuan.30 Penyuluhan berkembang apabila tidak menghadirkan
secara lebih komprehensif terkait hak cipta efek jera. Penulis menyarankan revisi
kepada aparat sangat diperlukan, agar Undang-Undang Hak Cipta, khususnya
terkait implementasi delik aduan yang

buku-apa-peran-lembaga-pendidikan, diakses pada 17 30 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta:
Mei 2021. PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 85-86.
29
Insan Budi Mulia, et all,. Tindak Pidana Hak Cipta dan
Problematika Penegakkan Hukumnya. Yogyakarta: UII.
2009. hlm 189.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

masih jauh dari kondisi ideal. Meskipun Munandar, Haris & Sally Sitanggang.
praktik pembajakan telah terjadi dimana- Mengenal HAKI (Hak Cipta, Paten,
mana, pemberantasan dapat dimulai dari Merek dan Seluk-beluknya). Jakarta:
lingkup pendidikan melalui berbagai Esensi Erlangga, 2008.
kampanye dan pelarangan penggunaan Edenborough, Michael. Intellectual
buku bajakan. Dosen dapat menyusun Property Law, (London: Cavendish
modul yang berisi bahan bacaan terkait Publishing Limited, 1994).
sehingga dapat mengurangi praktik Mustofa. Metode Penelitian Kriminologi.
pelanggaran hak cipta. Jakarta: Pranadamedia Group.
Ramli, Ahmad M. Cyber Law dan HAKI
Daftar Pustaka (Dalam Sistem Hukum Indonesia).
Bandung: Refika Aditama, 2004.
Buku Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan
Abdulkadir, Muhammad. Hukum dan Intelektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Persada, 1997).
Aditya Bakti, 2004. Soenandar, Taryana. Perlindungan Hak
Ajzen, Icek. 1991. “The Theory of Planned Milik Intellektual di Negara-negara
Behavior.” Organizational Behavior and ASEAN, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008).
Human Decision Processes 50: 179–211. Usman, Rachmadi. Hukum Hak atas
Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta, Edisi Kekayaan Intelektual, (Bandung: PT.
Kedua, Cetakan 3, (Bandung: PT. Alumni Alumni, 2003).
Bandung, 2005). Zen, Ahmad. Hak Kekayaan Intelektual
Dewi, Shinta. Cyberlaw Perlindungan Privasi Pasca TRIPS, Alumni, Bandung, 2005.
Atas Informasi Pribadi Dalam E-
Commerce Menurut Hukum Dokumen Lain
Internasional, Bandung: Widya Admin. “Ikapi: Pemerintah Harus Turun
Padjajaran, 2015. Tangan Atasi Pembajakan Buku”,
Djumhana, Muhamad, Perkembangan https://mediaindonesia.com/humanior
Doktrin dan Teori Perlindungan Hak a/407759/ikapi-pemerintah-harus-
Kekayaan Intelektual, Bandung: Citra turun-tangan-atasi-pembajakan-buku.
Aditiya Bakti, 2006. Ariyanto, Wildan. “Dilema Buku Bajakan di
Effendi, Erdianto. Hukum Pidana Indonesia, Lingkungan Kampus”
Suatu Pengantar, Refika Aditama, https://www.brikolase.com/2019/04/1
Bandung, 2012. 4/%EF%BB%BFdilema-buku-bajakan-di-
Hasibuan, Otto. Hak Cipta di Indonesia. lingkungan-kampus/.
Bandung: PT. Alumni, 2008. Arli, Denni., dan Fandy Tjiptono. 2016.
Ilyas, Amir. Asas-Asas Hukum Pidana I, “Consumer Digital Piracy Behaviour
Memahami Tindak Pidana dan among Youths: Insights from
Pertanggungjawaban Pidana sebagai Indonesia.” Asia Pacific Journal of
Syarat Pemidanaan, Rangkang Marketing and Logistics 28 (5): 898–
Education dan PuKAP Indonesia, 922.
Yogyakarta, 2012 Bambang, Kesowo. “Pengantar Umum
Kadir Muhammad, Abdul. Hukum Harta Mengenai Haki Di Indonesia”, Makalah,
Kekayaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Jogjakarta, 1994.
Bakti, 2001). Bearden, William., Richard G. Netemeyer,
Makarim, Edmon. Kompilasi Hukum dan Jesse E. Teel. 1989. “Measurement
Telematika. Jakarta: PT. Raja Grafindo of Consumer Susceptibility to
Persada, 2003.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

Interpersonal Influence” Journal of Moores, T.T., Nill, A. and Rothenberger, M.


Consumer Research 15 (4): 473–81. “Knowledge of software piracy as an
Fuad, Hafid. “Penjualan Buku Bajakan antecedent to reducing pirating
Makin Marak di Marketplace, Penerbit behavior”, Journal of Computer
Ketar-Ketir”, Information Systems, Vol. 50 No. 1, pp.
https://www.idxchannel.com/economi 82-89.
cs/penjualan-buku-bajakan-makin- Paternoster, R. How Much Do We Really
marak-di-marketplace-penerbit-ketar- Know about Criminal Deterrence.
ketir. Journal of Criminal Law and
Kusmawan, Denny. “Perlindungan Hak Criminology, Volume 100, Issue 3,
Cipta Atas Buku”, Jurnal Mimbar Ilmiah Article 6.
Hukum, Vol. IV, Januari-Juni 2003. Tanu Atmadja, Hendra. “Royalti Hak Cipta
Kompas. 2016. “84 Persen Software Di Atas Lagu Dan Permasalahannya”,
Indonesia Adalah Bajakan.” Jurnal Mimbar Ilmiah Hukum, Vol. VI,
http://tekno.kompas.com/read/2016/0 Januari-Juni 2003.
7/21/11480047/84.persen.software.di.i Setiawan, Arie. “Perpustakaan, Kampus dan
ndonesia.adalah.bajakan. (diakses 10 Pembajakan Buku”
Maret 2017). https://beritagar.id/artikel/telatah/per
Lukihardianti, Arie. “Kerugian Pembajakan pustakaan-kampus-dan-pembajakan-
Per Tahunnya Capai Puluhan Triliun”, buku.
https://www.republika.co.id/berita/px Sulistio Budi, Henry. “Delik Biasa VS Delik
mj57349/kerugian-pembajakan-per- Aduan Dalam Undang-Undang Hak
tahunnya-capai-puluhan-triliun. Cipta Kajian Yuridis dan Pragmatis”, Law
M. Fauzi Sukri, “Dalam Pembajakan Buku, Review Volume X No. 3 – 3 Maret 2011.
Apa Peran Lembaga Pendidikan”,
https://www.berdikaribook.red/dalam- Dokumen Hukum
pembajakan-buku-apa-peran-lembaga- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
pendidikan, diakses pada 17 Mei 2021. Tentang Hak Cipta

Anda mungkin juga menyukai