Anda di halaman 1dari 20

JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

PELANGGARAN HAK CIPTA DITINJAU DALAM KETENTUAN


PIDANA PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

Muhammad Tizar Adhiyatma 1


mtadhiyatma@gmail.com

Abstrak
Dalam era digital, seringkali marak terjadi berbagai pembajakan, hal ini
dikarenakan kecanggihan teknologi saat ini yang memungkinkan untuk
menggandakan suatu karya cipta atau bahkan mengunduhnya secara bebas di
dunia maya. Sehingga setiap orang bisa mengaksesnya dengan bebas tanpa
perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk membayar royalti kepada
penciptanya. Perbuatan tersebut tentunya merupakan pelanggaran hak cipta.
Dalam hubungan kepemilikan terhadap hak cipta, hukum menjamin pencipta
untuk menguasai dan menikmati secara ekslusif hasil karyanya itu dan
penghargaan terhadap hasil kreasi dari pekerjaan manusia yang memakai
kemampuan intelektualnya, maka pribadi yang menghasilkannya mendapatkan
kepemilikannya berupa hak milik dan tidak seorang pun bisa mempunyai hak
atas apa yang dihasilkannya. Oleh karena itu, membuat aduan dikepolisian
merupakan syarat mutlak agar dapat dilakukannya penyidikan atas terlah
terjadinya pelanggaran hak cipta. Ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-
Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta merupakan ketentuan khusus
dalam perkara pelanggaran hak cipta sementara Pasal 480 KUHP adalah
ketentuan umumnya yang dapat dirujuk oleh pihak penyidik dalam menentukan
telah terjadinya pelanggaran hak cipta.

Kata Kunci: Hak Cipta, Pelanggaran Hak Cipta, Era Digital, Ketentuan
Pidana Hak Cipta

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Di zaman serba modern ini bentuk - bentuk digital sudah bukan
barang yang langka lagi. Dengan fasilitas internet beberapa lagu, film,
buku, jurnal bisa diakses dengan mudahnya, baik itu secara komersil
maupun non komersil alias bajakan. Lagu, film, buku, maupun jurnal

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 51


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

merupakan suatu hasil cipta seseorang, tentunya tidak terlepas hak


kekayaan intelektual. Membicarakan mengenai aspek-aspek digital
tersebut, maka secara spesifik akan terkait dengan hak cipta. Menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjut
disingkat UU Hak Cipta), ciptaan yang dilindungi ialah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Dalam era digital ini seringkali marak terjadi berbagai pembajakan,
hal ini dikarenakan kecanggihan teknologi saat ini yang memungkinkan
untuk menggandakan suatu karya cipta atau bahkan mengunduhnya secara
bebas di dunia maya. Sehingga setiap orang bisa mengaksesnya dengan
bebas tanpa perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk membayar royalti
kepada penciptanya. Tentunya hal ini merugikan pencipta dari segi
ekonomi. Industri musik Indonesia saat ini betul-betul dalam keadaan
gawat darurat. Semakin tingginya angka pembajakan terhadap karya musisi
Indonesia baik berupa kaset dan CD membuat royalty yang seharusnya
diterima oleh para musisi (setelah dibagi oleh para label rekaman dan
produser) harus dengan rela hati diberikan kepada para insan pembajak
tersebut. Padahal pencipta juga membutuhkan pemikiran dan mengeluarkan
tenaga yang tidak sedikit dalam penciptaan karya tersebut. Apabila hasil
karya Pencipta karya tidak dihargai dan dapat ditiru setiap saat oleh siapa
saja, hal ini dapat menghambat kreativitas penciptaan yang berbuntut dapat
mematikan daya kreasi anak-anak bangsa. Kondisi ini seringkali
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab dan
tidak menghargai hasil karya orang lain serta hanya untuk mencari
keuntungan pribadi. Akibatnya pencipta dirugikan, yang pada akhirnya
memengaruhi gairah dan kreativitas orang untuk mencipta.

1
Muhammad Tizar Adhiyatma adalah Advokat pada AAIL & Co. Law Firm; Master of Laws (LL.M).

52 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

Timbulnya pelanggaran hak cipta tersebut disebabkan karena


rendahnya pemahaman masyarakat akan arti dan fungsi hak cipta dan
keinginan untuk memperoleh keuntungan dagang dengan cara yang mudah,
tentunya hal seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja karena kurang
menguntungkan bagi pencipta dan mengurangi minat seseorang di dalam
mengekspresikan suatu karya cipta. Dalam hubungan kepemilikan terhadap
hak cipta, hukum menjamin pencipta untuk menguasai dan menikmati
secara ekslusif hasil karyanya itu dan penghargaan terhadap hasil kreasi
dari pekerjaan manusia yang memakai kemampuan intelektualnya, maka
pribadi yang menghasilkannya mendapatkan kepemilikannya berupa hak
milik dan tidak seorang pun bisa mempunyai hak atas apa yang
dihasilkannya.2

B. Rumusan Masalah
Artikel ini akan melihat bagaimana ketentuan tindak pidana baik
dalam Undang-Undang Hak Cipta maupun dalam KUHP atas pelanggaran
Hak Cipta.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
yaitu penelitian yang berdasarkan pada kaidah-kaidah hukum yang ada
untuk melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi. Pendekatan yuridis adalah
suatu pendekatan yang mengacu pada hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. 3 Adapun yang dimaksud pendekatan normatif
adalah penelitian terhadap data sekunder di bidang hukum yang
menyangkut bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan

2
Adi Sulistiyono, Eksistensi & Penyelesaian Sengketa HAKI, (Surakarta, 2007), hlm. 11.

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 53


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

dan bahan hukum sekunder yang berupa hasil karya ilmiah para sarjana. 4
Metode analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan
hukum yang diperlukan untuk menjawab isu hukum yang terjadi. Data-data
ini kemudian dianalisis melalui pendekatan-pendekatan yang telah
ditetapkan. Analisis data diakhiri dengan memberikan saran mengenai apa
yang seharusnya dilakukan terhadap isu hukum tersebut. Data yang telah
diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
uraian yang bersifat deskriptif analitis mengenai gambaran umum
permasalahan.

D. Landasan Teori
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Hak KI) pada dasarnya
dibangun dari beberapa konsep pemikiran-pemikiran dari Roscoe Pound
dan Jhon Locke. Roscoe Pound dalam bukunya “An Introduction to The
Philosophy of Law” yang dikutip oleh Sophar Maru Hutagalung (2012,
132-133) mengatakan bahwa kehidupan ekonomi dari tiap perseorangan di
dalam masyarakat meliputi empat tuntutan, sebagai berikut:
a. Suatu tuntutan untuk menguasai harta benda, kekayaan alam yang
kepadanya bergantung penghidupan manusia;
b. Suatu tuntutan terhadap kebebasan industri dan kontrak sebagai
suatu harta milik perseorangan, terlepas dari penggunaan kekuasaan
seseorang sebagai satu taraf kepribadiaan, karena di dalam satu
masyarakat yang tersusun rapi sekali, kehidupan umum mungkin
sebagian besarnya bergantung kepada kerja perseorangan,
dilapangan pekerjaan yang dipilih sendiri oleh tiap orang, mungkin
merupakan harta utama bagi tiap orang ;

3
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta, Ghalia Indonesia,
1982), hlm. 20.

54 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

c. Suatu tuntutan terhadap keuntungan yang dijanjikan atas


pelaksanaan bernilai keuangan;
d. Suatu tuntutan supaya terjamin dari campur tangan orang lain yang
mengganggu hubungan perekonomian yang menguntungkan dengan
orang lain baik hubungan kontrak, pergaulan perdagangan, jabatan
maupun hubungan di dalam rumah tangga. Sebab bukan saja
berbagai hubungan yang mempunyai suatu nilai ekonomi
menyangkut tuntutan terhadap pihak lain dalam hubungan itu,
dimana seseorang boleh meminta hukum untuk menjamin hubungan
tersebut, tetapi juga berbagai hubungan itu menyangkut tuntutan
terhadap dunia umumnya, supaya tidak dicampuri hubungan yang
meguntungkan yang merupakan satu bagian penting dari
penghidupan individu.
Tuntutan-tuntutan yang disampaikan oleh Roscoe Pound untuk
ekonomi dari tiap perseorangan di dalam masyarakat memenifestasikan
bahwa setiap orang dalam perseorangan berhak atas suatu hak untuk
penguasaan benda yang dimilikinya. Refleksi atas sebuah jaminan agar
pihak lain tidak mengganggu hubungan perekonomian yang
menguntungakan dengan orang lain. Menjamin bahwa kepemilikan atas
benda yang bernilai ekonomi itu aman dari eksploitasi pihak lain. Fokus
tuntutan Roscoe Pound mengarah kepada jaminan atas hak individu, sebuah
jaminan mendasari sistem perlindungan Hak KI saat ini.
Pemikiran lain yang dipandang sebagai akar pembentukan Hak KI
adalah berasal dari pandangan Jhon Locke. Menurut Locke, hak milik
adalah salah satu dari tiga hal yang tidak dapat dipisahkan dari manusia.
Manusia lahir “tabula rasa” artinya dalam keadaan bebas dan setara
dibawah hukum kodrat. Hukum kodrat melarang siapapun merusak,

4
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta, Rajawali, 1984), hlm 7.

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 55


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

menghilangkan (1) kehidupan, (2) kebebasan, (3) serta hak milik. Jhon
Locke menjelaskan bahwa ketiga hak tersebut tidak dapat dilepaskan dari
diri manusia karena datangnya dari yang Mahakuasa. Namun, yang
menjadi perhatian Jhon Locke berikutnya adalah hak milik. Tak seorang
pun memiliki hak atas pribadi orang lain kecuali pemiliknya, termasuk
hasil kerja tubuhnya dan karya tangannya. 5 Lebih lanjut dijelaskan oleh
Locke bahwa apapun yang terdapat di dunia merupakan milik bersama,
akan tetapi pemanfaatannya dapat dilakukan bila diperoleh dan diolah
terlebih dahulu. Oleh karena itu sesuatu yang berada di alam harus diambil
lalu diolah agar pemanfaatannya lebih bermanfaat. Misalnya, hewan yang
diburu kemudian ditangkap adalah usaha bagi si pemburu untuk
dimilikinya, oleh karena itu secara otomatis si pemburu berhak atas
kepemilikan hewan yang diburunya berikutpun hasil olahan hewan
tersebut.6

II. Pengertian Hak Cipta


Perlindungan hak cipta akan meliputi pengekspresian dan tidak
meliputi gagasan, prosedur, metode kerja atau konsep matematika. Dengan
patokan rumusan perlindungan hukum terhadap ciptaan yang demikian itu,
maka di dalam UU Hak Cipta 1997 dirumuskan, bahwa yang dimaksud
dengan “ciptaan” adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang
khas dan menunjukkan keaslian dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra. Kemudian rumusan tentang ciptaan tersebut diubah dengan
menghapus kalimat “dalam bentuk khas” sehingga menjadi “Ciptaan adalah
hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan

5
Thum Nikolus, Intellectual Property Right: National System and Harmonitation in Europe, (New York:
Physica _Verl, 2000), hal. 5 dalam Kholis Roisah, Loc. Cit, hal. 13-14
6
Ibid. hal. 6

56 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

ilmu pengetahuan, seni, dan sastra” (Vide ketentuan Pasal 1 angka 3


UUHC 2002).
Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia
yang lazim dipakai sekarang) pada awal mulanya istilah yang dikenal
adalah hak pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah bahasa Belanda,
Auteursrecht. Baru pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, Oktober
1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena
dipandang menyempitkan7 pengertian hak cipta. Jika istilah yang dipakai
adalah hak pengarang, seolah-olah yang diatur hak cipta hanyalah hak-hak
dari pengarang saja dan hanya bersangkut paut dengan karang-mengarang
saja, sedangkan cakupan hak cipta jauh lebih luas dari hak-hak pengarang.
Karena itu, kongres memutuskan untuk mengganti istilah hak pengarang
dengan istilah hak cipta.
Istilah ini merupakan istilah yang diperkenalkan oleh ahli
bahasa Soetan Moh. Syah dalam suatu makalah pada waktu Kongres.
Menurutnya terjemahan Auteursrecht adalah hak pencipta, tetapi untuk
penyederhanaan dan kepraktisan disingkat menjadi hak cipta 8. Menurut
bahasa Indonesia, istilah hak cipta berarti hak seseorang sebagai miliknya
atas hasil penemuannya yang berupa tulisan, lukisan dan sebagainya yang
dilindungi oleh undang-undang. Dalam bahasa Inggris disebut Copy Right
yang berarti hak cipta.
Untuk keperluan penulisan artikel ini pengertian hak cipta perlu
dibatasi guna menghindari terjadinya penafsiran yang luas tentang apa yang
dimaksud dengan hak cipta. Pengertian hak cipta dalam penulisan ini akan
dibatasi dengan merujuk pada UU Hak Cipta itu sendiri dan Universal
Copyright Convention.

7
Stephen Fishmen, “The Copyright Handbook: How to Protect and Use Written Works”, dalam Eddy
Damian, Hukum Hak Cipta,(Bandung,2002), hlm. 111.

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 57


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

Dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2014 (UU Hak Cipta)


disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. 9 Pasal V
Universal Copyright Convention, menyebutkan yang dimaksud hak cipta
meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi
kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.
Jadi, hak cipta yang dimaksud disini adalah suatu hak yang diperoleh dari
hasil karya yang berhasil diekspresikan secara otomatis dan memiliki
keesklusifan untuk si Penciptanya dalam hal penerbitannya,
pengumumannya, maupun pembuatan terjemahannya.

III. Pengaturan Hak Cipta dalam instrumen Hukum Nasional


Perlindungan Hak Cipta di Indonesia telah dimulai dari zaman
Hindia Belanda dengan berlakunya Auteurswet 1912, Staatsblad No. 600
Tahun 1912. Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Dasar tahun
1945, keberlakuan Auteurswet 1912 tetap dipertahankan. Hingga pada
tahun 1982, Undang-Undang Hak Cipta pada masa kolonial tersebut
dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 15.
Keikutsertaan Indonesia dalam beberapa konvensi internasional di bidang
Hak Cipta, mewajibkan Indonesia untuk menyesuaikan peraturan
perundang-undangannya dengan konvensi internasional tersebut. Revisi
pertama terjadi pada tahun 1987, dengan diberlakukannya Undang-Undang

8
J. C. T. Simorangkir, Hak Cipta Lanjutan,(Jakarta,1973), hlm. 21-24
9
Pasal 1 Angka 1 UU Hak Cipta menyatakan bahwa, “ hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”

58 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

No. 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun


1982 tentang Hak Cipta. Perubahan kembali terjadi dengan ditetapkannya
Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987. Kemudian pengaturan
mengenai Hak Cipta diubah lagi dengan Undang-Undang No. 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta hingga perubahan yang paling terbaru dengan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Selain UU Hak Cipta, peraturan perundang-undangan yang
melindungi Hak Cipta juga dapat ditemukan dalam Pasal 480 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.

1. Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta/ UU Hak Cipta


Dalam UU Hak Cipta disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaanya atau memberikan ijin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan
yang berlaku. Pasal 40 UU Hak Cipta telah memberikan beberapa
kriteria mengenai hasil ciptaan yang diberikan perlindungan terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra oleh Hak Cipta
sebagai berikut:
a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan
itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Lagu dan atau musik dengan atau tanpa teks;

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 59


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan


pantomim;
f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar,
ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, kolase;
g. Karya seni terapan;
h. Karya arsitektur;
i. Peta;
j. Karya seni batik atau seni motif lain;
k. Karya fotografi;
l. Potret;
m. Karya sinematografi;
n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasidan karya lain dari hasil transformasi;
o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional;
p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat
dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
r. Permainan video; dan
s. Program komputer.

Selanjutnya UU Hak Cipta juga menjelaskan pengertian dari jenis


ciptaan yang dilindungi sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan
Pasal 40 UU Hak Cipta sebagai berikut:
a. perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal
dengan "typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada
susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini mencakup
antara lain format, hiasan, ko mpo sisi warna dan susunan atau

60 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan


wujud yang khas;
b. alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk 2 (dua) ataupun 3
(tiga) dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi,
arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain;
c. lagu atau musik dengan atau tanpa teks diartikan sebagai satu
kesatuan karya cipta yang bersifat utuh;
d. gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan
unsur-unsur warna dan bentuk huruf indah. kolase adalah
komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (misalnya
dari kain, kertas, atau kayu) yang ditempelkan pada permukaan
sketsa atau media karya;
e. karya seni terapan adalah karya seni rupa yang dibuat dengan
menerapkan seni pada suatu produk hingga memiliki kesan
estetis dalam memenuhi kebutuhan praktis, antara lain
penggunaan gambar, motif, atau ornament pada suatu produk;
f. karya arsitektur antara lain, wujud fisik bangunan, penataan
letak bangunan, gambar rancangan bangunan, gambar teknis
bangunan, dan model atau maket bangunan;
g. peta adalah suatu gambaran dari unsur alam dan/atau buatan
manusia yang berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi
yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala
tertentu, baik melalui media digital maupun non digital;
h. karya seni batik adalah motif batik kontemporer yang bersifat
inovatif, masa kini, dan bukan tradisional. Karya tersebut
dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam kaitannya
dengan gambar, corak, maupun komposisi warna. Karya seni
motif lain adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket,

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 61


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang
bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan;
i. karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan
menggunakan kamera;
j. karya sinematografi adalah Ciptaan yang berupa gambar gerak
(moving images) antara lain: film dokumenter, film iklan,
reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film
kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid,
pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain
yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop,layar
lebar, televisi atau media lainnya. Sinematografi merupakan
salah satu contoh bentuk audiovisual;
k. bunga rampai meliputi: ciptaan dalam bentuk buku yang berisi
kompilasi karya tulis pilihan, himpunan lagu pilihan, dan
komposisi berbagai karya tari pilihanyang direkam dalam kaset,
cakram optik atau media lain. Basis data adalah kompilasi data
dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh computer atau
kompilasi dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau
pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual.
Perlindungan terhadap basis data diberikan dengan tidak
mengurangi hak para pencipta atas ciptaan yang dimaksudkan
dalam basis data tersebut.
Dalam ketentuan Pidana, UU Hak Cipta pun menentukan bahwa
bagi siapa saja yang tanpa hak melakukan pelanggaran atas hak
ekonomi pencipta akan dipidana berdasarkan UU Hak Cipta.10 Dalam

10
Misalnya dalam Pasal 113 UU Hak Cipta menyatakan bahwa
1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

62 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

Pasal 120 UU Hak Cipta disebutkan bahwa tindak pidana sebagaimana


dimaksud dalam UU Hak Cipta merupakan delik aduan. Dalam perkara
tuntutan pidana dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung
RI No. 29/PK/Pid/2003 tanggal 20 Desember 2004 dalam pertimbangan
hukumnya menyebutkan:
“Menimbang .... bahwa disamping itu L. Pasmans tidak
mempunyai kapasitas sebagai pelapor untuk melaporkan terjadinya
pelanggaran hak cipta terhadap buku-buku tersebut, karena ia
bukanlah sebagai pihak pemegang hak cipta atas buku-buku
tersebut. Hak melapor ada pada pemegang hak cipta.
Jadi, konsekuensi dari Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah
Agung tersebut yang diperkuat oleh UU Hak Cipta mewajibkan
pencipta ataupun pemegang atas hak tersebut untuk mengadukan
terlebih dahulu ke kepolisian bahwa telah terjadinya pelanggaran hak
cipta sebagai syarat utama agar proses pidana dalam perkara
pelanggaran hak cipta dapat diproses oleh penyidik hingga memperoleh
putusan dari majelis hakim yang memeriksa perkara.

pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 63


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga
mengatur mengenai kejahatan hak cipta. Di Pasal 480 KUHP
disebutkan:
“Di pidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun
atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah: 1)
Karena bersalah menadah, barangsiapa membeli, menyewa,
menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau
karena mau mendapat untung, menjual, menyewakan,
menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau
menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau patut
dapat disangkanya, bahwa barang itu diperoleh karena
kejahatan; 2) Barangsiapa mengambil untung dari hasil sesuatu
barang, yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa
barang-barang itu diperoleh karena kejahatan.”

Dari pasal tersebut jelas, bahwa pembeli, penyewa, pelaku


penukaran, penerima gadai dan hadiah serta penyimpan barang yang
diperoleh karena kejahatan sekalipun dapat dipidana. Kuncinya ada
pada kalimat "sesuatu barang yang diketahuinya atau patut dapat
disangkanya, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan".

IV. Kualifikasi Tindak Pidana atas Hak Cipta


Munculnya tindak pidana hak cipta dengan berbagai bentuk dan
jenisnya adalah sikap yang tidak menghargai hasil karya orang lain dan
memanfaatkan hasil ciptaan yang telah dilindungi oleh UU Hak Cipta

4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau

64 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

hanya untuk mencari keuntungan pribadi. Lahirnya UU Hak Cipta


menunjukkan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum
yang memadai, meskipun pada prinsipnya hak cipta dilindungi sejak suatu
karya cipta dilahirkan. Dalam UU Hak Cipta ditentukan, bahwa semua
bentuk ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra termasuk di
dalamnya lagu atau musik dengan atau tanpa teks, merupakan ciptaan yang
dilindungi serta berlaku selama si pemegang hak cipta hidup, sampai
dengan 70 (tujuh puluh) tahun setelah meninggal dunia.
Untuk memahami perbuatan itu merupakan perbuatan pelanggaran
hak cipta harus dipenuhi unsur-unsur penting sebagai berikut 11:
a. Larangan undang-undang. Perbuatan yang dilakukan oleh seorang
pengguna hak kekayaan intelektual dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang.
b. Izin (lisensi). Penggunaan hak kekayaan intelektual dilakukan tanpa
persetujuan (lisensi) dari pemilik atau pemegang hak terdaftar.
c. Pembatasan undang-undang. Penggunaan hak kekayaan intelektual
melampaui batas ketentuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Adapun spesifikasi dari jenis pelanggaran yang terjadi dalam
lingkup hak cipta antara lain adalah12:
a. Seseorang yang tanpa persetujuan pencipta meniadakan nama pencipta
yang tercantum pada ciptaan tersebut.
b. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaan tanpa persetujuan si
pencipta.
c. Mengganti atau mengubah isi ciptaan tanpa persetujuan pencipta.

pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).


11
AbdulKadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung,2007), hlm.
240.
12
Ibid., hlm. 241.

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 65


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

d. Mengomersilkan, Memperbanyak atau menggandakan suatu ciptaan


tanpa seizin pemegang hak cipta.
e. Memuat suatu ketentuan yang merugikan perekonomian Indonesia
dalam suatu perjanjian lisensi.
Akan tetapi disini tidak dapat dikatakan melanggar hak cipta
apabila13:
a. Suatu ciptaan pihak lain digunakan untuk keperluan pendidikan,
penelitian dan hal-hal non komersil lainnya.
b. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk keperluan pembelaan dalam suatu
proses sengketa baik di dalam maupun di luar jalur pengadilan.
c. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan dalam huruf braile
untuk keperluan tuna netra.
d. Perubahan yang dilakukan atas karya arsitektur seperti ciptaan
bangunan berdasarkan pertimbangan teknis. Maksudnya adalah apabila
karya arsitektur tersebut misalkan membahayakan keselamatan umum
maka dapat diubah tanpa seizin penciptanya.
e. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer yang bukan
untuk keperluan komersil.
Hal yang lebih spesifik misalnya dalam pelanggaran atas hak cipta
karya musik atau lagu adalah sebagai berikut 14:
a. Pembajakan Produksi Rekaman Musik
Jenis pelanggaran ini adalah bentuk tindakan penggandaan,
pengumuman dan pengedaran musik untuk kepentingan komersial yang
dilakukan secara tidak sah, atau bentuk tindakan pemalsuan terhadap
produksi yang legal. Di dalam tindakan pemalsuan ini menyangkut pula
di dalamnya bentuk pelanggaran hak cipta. Sehingga setiap pelaku

13
Ibid., hlm. 244.
14
Husain Audah, Hak Cipta dan Karya Cipta Musik, (Jakarta,2004), hlm. 37-39.

66 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

pembajakan, tentunya akan terjerat pada tiga sisi hukum. Yang pertama
adalah yang berkenaan dengan tindakan pemalsuan terhadap produksi
rekaman musik (tangible), dan yang kedua adalah pelanggaran terhadap
hak cipta (intangible) yang merupakan bagian yang tak terpisah dari
produk yang dibajak serta di sisi lain merupakan karya yang
mempunyai hak eksklusif dan berdiri sendiri, dan yang ketiga adalah
melanggar undang-undang perpajakan dalam hal stiker lunas PPn
(Pajak Pertambahan Nilai).
b. Peredaran Ilegal
Yang dimaksud peredaran illegal di sini adalah sebuah produksi
rekaman musik yang telah memenuhi semua kewajiban dan ketentuan
terhadap materi produksi yang berkaitan dengan hak cipta, tapi
peredarannya dilakukan secara illegal. Artinya, di dalam produksi
tersebut tidak terdapat pelanggaran hak cipta, namun dalam
peredarannya pelaku industri ini melanggar undang-undang perpajakan
dengan mengabaikan kewajiban pembayaran pajak pertambahan nilai
(PPn) yang mengakibatkan kerugian bagi negara.
c. Pelanggaran Hak Cipta
Pelangaran-pelanggaran terhadap hak cipta, baik hak ekonomi maupun
hak moral, meliputi hal-hal seperti di bawah ini:
1) Pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan, dan pengedaran)
untuk kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih
dahulu meminta izin atau mendapatkan lisensi dari penciptanya,
termasuk di dalamnya tindakan penjiplakan.
2) Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
3) Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang
dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
4) Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan
dari penciptanya.

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 67


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

Perbuatan-perbuatan yang juga tergolong pelanggaran hak cipta


lagu kaitannya dengan hak ekonomi: 15
a. Perbuatan tanpa izin mengumumkan ciptaan lagu:
a) Menyanyikan dan mempertunjukkan lagu di depan umum (seperti
dalam konser, pesta, bar, kafe, serta pertunjukkan musik hidup
lainnya);
b) Memperdengarkan lagu kepada umum (memutar rekaman lagu
yang ditunjukkan kepada umum, misalnya di diskotik, karaoke,
taman hiburan, kantor-kantor, mall, plaza, stasiun angkutan umum,
alat angkutan umum, dan lain-lain);
c) Menyiarkan lagu kepada umum (radio dan tv yang menyiarkan
acara pertunjukkan musik/lagu atau menyiarkan rekaman lagu;
d) Mengedarkan lagu kepada umum (mengedarkan lagu yang sudah
direkam dalam kaset, CD, dan lain-lain atau mengedarkan syair
atau notasi lagu yang dicetak/diterbitkan atau mengedarkan melalui
internet, mengedarkan bagian lagu sebagai nada dering ponsel atau
ringtone, dan sebagainya);
e) Menyebarkann lagu kepada umum (sama dengan mengedarkan);
f) Menjual lagu (sifatnya sama dengan mengedarkan, tetapi lebih
ditekankan untuk memperoleh pembayaran dari orang yang
mendapatkan lagu tersebut).
b. Perbuatan tanpa izin memperbanyak ciptaan lagu:
a) Merekam lagu (dengan maksud untuk direproduksi);
b) Menggandakan atau mereproduksi lagu secara mekanik atau secara
tertulis/cetak (misalnya memperbanyak kaset atau CD lagu atau

15
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights &
Collecting Society,(Bandung,2008), lihat juga skripsi Dewi Ariany S. 2010. Perlindungan Hukum
terhadap Hak Cipta Atas Lagu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
(Studi Terhadap Perkara No. 76/HC/2008/PN. Niaga.JKT.PST), hlm. 54.

68 Volume 1 No. 2 Oktober 2018


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

mencetak dalam jumlah banyak lagu secara tertulis atau yang


berupa syair dan notasi);
c) Mengadaptasi atau mengalihwujudkan lagu (misalnya dari lagu
pop menjadi lagu dangdut);
d) Mengaransemen lagu (membuat aransemen lagu); dan
e) Menerjemahkan lagu (menerjemahkan syair lagu dari bahasa
tertentu ke bahasa lainnya).

V. Kesimpulan
Karya cipta yang telah diciptakan secara otomatis mendapat
perlindungan hukum. Berdasarkan ketentuan UU Hak Cipta, tindak pidana
hak cipta termasuk dalam kategori delik aduan. Delik aduan inilah yang
mewajibkan Penciptaya sendiri atau pemegang atas hak cipta untuk
membuat pengaduan agar proses pidana atas pelanggaran hak cipta dapat
dijalankan oleh pihak penyidik. Sanksi terhadap pelanggaran hak cipta
ditentukan sesuai bentuk pelanggarannya. Sanksi pada pelanggaran hak
cipta berdasarkan ketentuan-ketentuan pidana dalam UU Hak Cipta yaitu
dengan pidana penjara paling lama selama 10 tahun dan/atau denda paling
paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah). Adapun
ketentuan umum atas pelanggaran hak cipta ini merujuk pada Pasal 480
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sosialisasi UU Hak Cipta khususnya mengenai perlindungan atas
hak moral dan hak ekonomi dari suatu karya cipta, adalah hal yang harus
terus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam hal ini, pemerintah
memiliki peran yang sangat strategis untuk melakukan transformasi kepada
pencipta dan pengguna yang notabene adalah objek dari sosialisasi itu
sendiri. Agar sosialisasi dapat maksimal, maka harus didukung oleh konsep
yang matang. Adapun capaian yang dapat dijadikan parameter efektivitas
sosialisasi yang telah dilakukan adalah tumbuh dan meningkatnya

Volume 1 No. 2 Oktober 2018 69


JURNAL HUKUM STHG ISSN 2622 - 6277

kesadaran masyarakat (pencipta dan users) dalam menghargai suatu karya


cipta.

Daftar Pustaka
Audah, Husain, 2004, Hak Cipta dan Karya Cipta Musik, Jakarta
Ariany S, Dewi, 2010, Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Atas Lagu
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta (Studi Terhadap Perkara No. 76/HC/2008/PN. Niaga.JKT.PST),
Skripsi
Damian, Eddy, 2002, Hukum Hak Cipta, Bandung
Hanitijo Soemitro, Roni, 1982, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta, Ghalia Indonesia
Hasibuan, Otto, 2008, Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta
Lagu, Neighbouring Rights & Collecting Society, Bandung
Muhammad, Abdulkadir, 2007, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan
Intelektual, Bandung
Paserangi, Hasbir, & Ibrahim Ahmad, 2011, Hak Kekayaan Intelektual,
Perlindungan Hukum Hak Cipta Perangkat Lunak Program Komputer
dalam Hubungannya dengan Prinsip-Prinsip dalam TRIPs di
Indonesia. Jakarta, Rabbani Press
Ras Ginting, Elyta, 2012, Hukum Hak Cipta Indonesia, Bandung, PT Citra
Aditya Bakti
Setia Tunggal, Hadi, 2011. Pokok-pokok Hak Kekayaan Intelektual
(HKI/Haki). Jakarta: Harvarindo
Simorangkir, J. C. T., 1973, Hak Cipta Lanjutan, Jakarta
Soekanto, Soerjono, 1984, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali
Sulistiyono, Adi, 2007, Eksistensi & Penyelesaian Sengketa HAKI, Surakarta

70 Volume 1 No. 2 Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai