Abstrak
Dalam era digital, seringkali marak terjadi berbagai pembajakan, hal ini
dikarenakan kecanggihan teknologi saat ini yang memungkinkan untuk
menggandakan suatu karya cipta atau bahkan mengunduhnya secara bebas di
dunia maya. Sehingga setiap orang bisa mengaksesnya dengan bebas tanpa
perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk membayar royalti kepada
penciptanya. Perbuatan tersebut tentunya merupakan pelanggaran hak cipta.
Dalam hubungan kepemilikan terhadap hak cipta, hukum menjamin pencipta
untuk menguasai dan menikmati secara ekslusif hasil karyanya itu dan
penghargaan terhadap hasil kreasi dari pekerjaan manusia yang memakai
kemampuan intelektualnya, maka pribadi yang menghasilkannya mendapatkan
kepemilikannya berupa hak milik dan tidak seorang pun bisa mempunyai hak
atas apa yang dihasilkannya. Oleh karena itu, membuat aduan dikepolisian
merupakan syarat mutlak agar dapat dilakukannya penyidikan atas terlah
terjadinya pelanggaran hak cipta. Ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-
Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta merupakan ketentuan khusus
dalam perkara pelanggaran hak cipta sementara Pasal 480 KUHP adalah
ketentuan umumnya yang dapat dirujuk oleh pihak penyidik dalam menentukan
telah terjadinya pelanggaran hak cipta.
Kata Kunci: Hak Cipta, Pelanggaran Hak Cipta, Era Digital, Ketentuan
Pidana Hak Cipta
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Di zaman serba modern ini bentuk - bentuk digital sudah bukan
barang yang langka lagi. Dengan fasilitas internet beberapa lagu, film,
buku, jurnal bisa diakses dengan mudahnya, baik itu secara komersil
maupun non komersil alias bajakan. Lagu, film, buku, maupun jurnal
1
Muhammad Tizar Adhiyatma adalah Advokat pada AAIL & Co. Law Firm; Master of Laws (LL.M).
B. Rumusan Masalah
Artikel ini akan melihat bagaimana ketentuan tindak pidana baik
dalam Undang-Undang Hak Cipta maupun dalam KUHP atas pelanggaran
Hak Cipta.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif,
yaitu penelitian yang berdasarkan pada kaidah-kaidah hukum yang ada
untuk melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi. Pendekatan yuridis adalah
suatu pendekatan yang mengacu pada hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. 3 Adapun yang dimaksud pendekatan normatif
adalah penelitian terhadap data sekunder di bidang hukum yang
menyangkut bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan
2
Adi Sulistiyono, Eksistensi & Penyelesaian Sengketa HAKI, (Surakarta, 2007), hlm. 11.
dan bahan hukum sekunder yang berupa hasil karya ilmiah para sarjana. 4
Metode analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan
hukum yang diperlukan untuk menjawab isu hukum yang terjadi. Data-data
ini kemudian dianalisis melalui pendekatan-pendekatan yang telah
ditetapkan. Analisis data diakhiri dengan memberikan saran mengenai apa
yang seharusnya dilakukan terhadap isu hukum tersebut. Data yang telah
diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
uraian yang bersifat deskriptif analitis mengenai gambaran umum
permasalahan.
D. Landasan Teori
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Hak KI) pada dasarnya
dibangun dari beberapa konsep pemikiran-pemikiran dari Roscoe Pound
dan Jhon Locke. Roscoe Pound dalam bukunya “An Introduction to The
Philosophy of Law” yang dikutip oleh Sophar Maru Hutagalung (2012,
132-133) mengatakan bahwa kehidupan ekonomi dari tiap perseorangan di
dalam masyarakat meliputi empat tuntutan, sebagai berikut:
a. Suatu tuntutan untuk menguasai harta benda, kekayaan alam yang
kepadanya bergantung penghidupan manusia;
b. Suatu tuntutan terhadap kebebasan industri dan kontrak sebagai
suatu harta milik perseorangan, terlepas dari penggunaan kekuasaan
seseorang sebagai satu taraf kepribadiaan, karena di dalam satu
masyarakat yang tersusun rapi sekali, kehidupan umum mungkin
sebagian besarnya bergantung kepada kerja perseorangan,
dilapangan pekerjaan yang dipilih sendiri oleh tiap orang, mungkin
merupakan harta utama bagi tiap orang ;
3
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta, Ghalia Indonesia,
1982), hlm. 20.
4
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta, Rajawali, 1984), hlm 7.
menghilangkan (1) kehidupan, (2) kebebasan, (3) serta hak milik. Jhon
Locke menjelaskan bahwa ketiga hak tersebut tidak dapat dilepaskan dari
diri manusia karena datangnya dari yang Mahakuasa. Namun, yang
menjadi perhatian Jhon Locke berikutnya adalah hak milik. Tak seorang
pun memiliki hak atas pribadi orang lain kecuali pemiliknya, termasuk
hasil kerja tubuhnya dan karya tangannya. 5 Lebih lanjut dijelaskan oleh
Locke bahwa apapun yang terdapat di dunia merupakan milik bersama,
akan tetapi pemanfaatannya dapat dilakukan bila diperoleh dan diolah
terlebih dahulu. Oleh karena itu sesuatu yang berada di alam harus diambil
lalu diolah agar pemanfaatannya lebih bermanfaat. Misalnya, hewan yang
diburu kemudian ditangkap adalah usaha bagi si pemburu untuk
dimilikinya, oleh karena itu secara otomatis si pemburu berhak atas
kepemilikan hewan yang diburunya berikutpun hasil olahan hewan
tersebut.6
5
Thum Nikolus, Intellectual Property Right: National System and Harmonitation in Europe, (New York:
Physica _Verl, 2000), hal. 5 dalam Kholis Roisah, Loc. Cit, hal. 13-14
6
Ibid. hal. 6
7
Stephen Fishmen, “The Copyright Handbook: How to Protect and Use Written Works”, dalam Eddy
Damian, Hukum Hak Cipta,(Bandung,2002), hlm. 111.
8
J. C. T. Simorangkir, Hak Cipta Lanjutan,(Jakarta,1973), hlm. 21-24
9
Pasal 1 Angka 1 UU Hak Cipta menyatakan bahwa, “ hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”
motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang
bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan;
i. karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan
menggunakan kamera;
j. karya sinematografi adalah Ciptaan yang berupa gambar gerak
(moving images) antara lain: film dokumenter, film iklan,
reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film
kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid,
pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain
yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop,layar
lebar, televisi atau media lainnya. Sinematografi merupakan
salah satu contoh bentuk audiovisual;
k. bunga rampai meliputi: ciptaan dalam bentuk buku yang berisi
kompilasi karya tulis pilihan, himpunan lagu pilihan, dan
komposisi berbagai karya tari pilihanyang direkam dalam kaset,
cakram optik atau media lain. Basis data adalah kompilasi data
dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh computer atau
kompilasi dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau
pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual.
Perlindungan terhadap basis data diberikan dengan tidak
mengurangi hak para pencipta atas ciptaan yang dimaksudkan
dalam basis data tersebut.
Dalam ketentuan Pidana, UU Hak Cipta pun menentukan bahwa
bagi siapa saja yang tanpa hak melakukan pelanggaran atas hak
ekonomi pencipta akan dipidana berdasarkan UU Hak Cipta.10 Dalam
10
Misalnya dalam Pasal 113 UU Hak Cipta menyatakan bahwa
1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
13
Ibid., hlm. 244.
14
Husain Audah, Hak Cipta dan Karya Cipta Musik, (Jakarta,2004), hlm. 37-39.
pembajakan, tentunya akan terjerat pada tiga sisi hukum. Yang pertama
adalah yang berkenaan dengan tindakan pemalsuan terhadap produksi
rekaman musik (tangible), dan yang kedua adalah pelanggaran terhadap
hak cipta (intangible) yang merupakan bagian yang tak terpisah dari
produk yang dibajak serta di sisi lain merupakan karya yang
mempunyai hak eksklusif dan berdiri sendiri, dan yang ketiga adalah
melanggar undang-undang perpajakan dalam hal stiker lunas PPn
(Pajak Pertambahan Nilai).
b. Peredaran Ilegal
Yang dimaksud peredaran illegal di sini adalah sebuah produksi
rekaman musik yang telah memenuhi semua kewajiban dan ketentuan
terhadap materi produksi yang berkaitan dengan hak cipta, tapi
peredarannya dilakukan secara illegal. Artinya, di dalam produksi
tersebut tidak terdapat pelanggaran hak cipta, namun dalam
peredarannya pelaku industri ini melanggar undang-undang perpajakan
dengan mengabaikan kewajiban pembayaran pajak pertambahan nilai
(PPn) yang mengakibatkan kerugian bagi negara.
c. Pelanggaran Hak Cipta
Pelangaran-pelanggaran terhadap hak cipta, baik hak ekonomi maupun
hak moral, meliputi hal-hal seperti di bawah ini:
1) Pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan, dan pengedaran)
untuk kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih
dahulu meminta izin atau mendapatkan lisensi dari penciptanya,
termasuk di dalamnya tindakan penjiplakan.
2) Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
3) Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang
dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
4) Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan
dari penciptanya.
15
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights &
Collecting Society,(Bandung,2008), lihat juga skripsi Dewi Ariany S. 2010. Perlindungan Hukum
terhadap Hak Cipta Atas Lagu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
(Studi Terhadap Perkara No. 76/HC/2008/PN. Niaga.JKT.PST), hlm. 54.
V. Kesimpulan
Karya cipta yang telah diciptakan secara otomatis mendapat
perlindungan hukum. Berdasarkan ketentuan UU Hak Cipta, tindak pidana
hak cipta termasuk dalam kategori delik aduan. Delik aduan inilah yang
mewajibkan Penciptaya sendiri atau pemegang atas hak cipta untuk
membuat pengaduan agar proses pidana atas pelanggaran hak cipta dapat
dijalankan oleh pihak penyidik. Sanksi terhadap pelanggaran hak cipta
ditentukan sesuai bentuk pelanggarannya. Sanksi pada pelanggaran hak
cipta berdasarkan ketentuan-ketentuan pidana dalam UU Hak Cipta yaitu
dengan pidana penjara paling lama selama 10 tahun dan/atau denda paling
paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah). Adapun
ketentuan umum atas pelanggaran hak cipta ini merujuk pada Pasal 480
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sosialisasi UU Hak Cipta khususnya mengenai perlindungan atas
hak moral dan hak ekonomi dari suatu karya cipta, adalah hal yang harus
terus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam hal ini, pemerintah
memiliki peran yang sangat strategis untuk melakukan transformasi kepada
pencipta dan pengguna yang notabene adalah objek dari sosialisasi itu
sendiri. Agar sosialisasi dapat maksimal, maka harus didukung oleh konsep
yang matang. Adapun capaian yang dapat dijadikan parameter efektivitas
sosialisasi yang telah dilakukan adalah tumbuh dan meningkatnya
Daftar Pustaka
Audah, Husain, 2004, Hak Cipta dan Karya Cipta Musik, Jakarta
Ariany S, Dewi, 2010, Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Atas Lagu
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta (Studi Terhadap Perkara No. 76/HC/2008/PN. Niaga.JKT.PST),
Skripsi
Damian, Eddy, 2002, Hukum Hak Cipta, Bandung
Hanitijo Soemitro, Roni, 1982, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta, Ghalia Indonesia
Hasibuan, Otto, 2008, Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta
Lagu, Neighbouring Rights & Collecting Society, Bandung
Muhammad, Abdulkadir, 2007, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan
Intelektual, Bandung
Paserangi, Hasbir, & Ibrahim Ahmad, 2011, Hak Kekayaan Intelektual,
Perlindungan Hukum Hak Cipta Perangkat Lunak Program Komputer
dalam Hubungannya dengan Prinsip-Prinsip dalam TRIPs di
Indonesia. Jakarta, Rabbani Press
Ras Ginting, Elyta, 2012, Hukum Hak Cipta Indonesia, Bandung, PT Citra
Aditya Bakti
Setia Tunggal, Hadi, 2011. Pokok-pokok Hak Kekayaan Intelektual
(HKI/Haki). Jakarta: Harvarindo
Simorangkir, J. C. T., 1973, Hak Cipta Lanjutan, Jakarta
Soekanto, Soerjono, 1984, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali
Sulistiyono, Adi, 2007, Eksistensi & Penyelesaian Sengketa HAKI, Surakarta