Anda di halaman 1dari 5

Essay

Mengenai UU Hak Cipta

Disusun Oleh :

Andri Adam (10118792)

Lukman Hakim (13118835)

4KA32

JURUSAN SISTEM INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS GUNADARMA

ATA 2021/2022
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman suku sehingga memiliki
kekayaan di bidang seni dan budaya. Maka diperlukan langkah-langkah untuk perlindungan
hak cipta atas kekayaan intelektual yang timbul dari keragaman ini. Salah satu sumber karya
intelektual yang dapat dan harus dilindungi undang-undang adalah kekayaan seni dan budaya.
Namun kekayaan tersebut tidak hanya terbatas pada seni dan budaya itu melainkan juga pada
bidang perdagangan dan industri supaya hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kemampuan bakat para penciptanya. Oleh sebab itu, perlindungan kekayaan seni dan budaya
dapat bermanfaat tidak hanya bagi produsen, tetapi juga bagi bangsa dan negara.

Indonesia telah ikut serta dalam perlindungan kekayaan intelektual masyarakat dunia
dengan menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade Organization, ikut
meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works melalui
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization
Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) yang sekarang disebut WCT melalui Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 1997. Dari beberapa kesepakatan di bidang Hak Kekayaan
Intelektual tersebut, masih ada beberapa ketentuan lain yang dapat dimanfaatkan. Perlu juga
ketegasan dalam memilah kedudukan antara hak cipta pihak yang satu dengan pihak lain yang
terkait supaya dapat memberikan perlindungan terhadap karya intelektual yang bersangkutan
dengan lebih jelas.

Saat ini Indonesia telah memiliki berbagai macam undang-undang yang membahas
tentang hak cipta mulai dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang
telah diubah dengan UU. No. 7 Tahun 1987, lalu diganti dengan UU. No. 12 Tahun 1997, dan
terakhir sampai pada UU. No. 19 Tahun 2002. Meskipun dalam amandemen tersebut terdapat
beberapa penyesuaian pasal, namun masih ada beberapa hal yang dapat diperbaiki supaya bisa
memberikan perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya
mendorong perkembangan karya intelektual yang bersumber dari keanekaragaman seni dan
budaya tersebut.

Seperti yang tertuang pada UU No.19 Tahun 2002 yang mengatakan bahwa Hak Cipta
adalah hak untuk menyalin suatu ciptaan. Pemegang hak cipta juga dapat membatasi
penyalinan karya yang melanggar hukum. Hak cipta juga umumnya memiliki masa berlaku
tertentu yang terbatas.

Menurut UU No.19 Tahun 2002, Hak Cipta terbagi menjadi 2 Yaitu Hak Ekonomi dan
Hak Moral. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta
produk terkait, hak demikian disebut pada pasal 2 UU. No. 19 tahun 2002 yang menyatakan
bahwa “hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah ciptan itu
dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut undang-undang yang berlaku”. Hak
ekonomi secara umum terdiri atas 8 kelompok, yaitu : Hak Reproduksi atau penggandaan, Hak
adaptasi, Hak distribusi, Hak Pertunjukan, Hak Penyiaran, Hak Program Kabel, Droit de Suite
dan Hak Pinjam Masyarakat.

Hak moral adalah suatu hak yang tetap melekat pada diri pencipta atau pelaku dan tidak
dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, sekalipun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan. Hak moral merupakan hak-hak pribadi pencipta/pengarang untuk mencegah
perubahan atas karyanya dan untuk tetap disebut sebagai pencipta karya cipta.

Dalam kasus penanganan mengenai Hak Cipta baik itu secara ekonomi maupun moral,
pemerintah indonesia telah mencatat 1.184 masalah terkait pelanggaran tersebut dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir dan terlalu banyaknya pelanggaran yang terjadi di dalam negeri
membuat Indonesia masih menyandang status priority watch list dalam hal hak kekayaan
intelektual akibatnya menghambat investasi masuk ke Indonesia.

Dalam 1.184 masalah tersebut, polri menangani kasus terkait HaKi sebanyak 958 yang
dimana pelanggaran terdapat kasus merek, hak cipta, desain industri, rahasia dagang, tata letak
sirkuit, dan perlindungan varietas tanaman. dimana dalam pelanggaran tersebut merupakan
pelanggaran hak moral dan ekonomi, dimana hak moral terdapat pada hak cipta, perlindungan
varietas tanaman dan desain industri. sementara hak ekonomi terdapat dari kasus merek dan
rahasia dagang.

Kekurangan dari hukum dalam penanganan Hak Cipta dimana hukumnya masih
bersifat delik aduan yang dimana hukum diproses ketika diadukan oleh pihak yang dirugikan
atau pihak korban dimana penyidikan dapat dihentikan apabila pengaduan pengaduan dicabut
karena hukumnya masih bersifat delik aduan. Oleh sebab itu, pembaharuan penegakan hukum
mengenai Hak Cipta menjadi suatu hal yang signifikan untuk memperbaiki atmosfer investasi
di Indonesia karena hal tersebut dapat menjadi indikator untuk seorang investor ingin
menanam modalnya di Indonesia.

Selain itu juga Indonesia mendapatkan hasil bahwa Indonesia mendapat rating yang
besar dalam pelanggaran hak kekayaan intelektual yang terburuk di Asia, dimana hasil survei
tersebut diterbitkan oleh lembaga pemantau Political and Economic Risk (PERC) yang terletak
di Hongkong. Indonesia mendapatkan angka 8.5 dari angka maksimum 10 dimana Indonesia
menempatkan posisi teratas di kawasan ASEAN.

Ada beberapa alasan yang membuat indonesia menjadi salah satu negara pelanggar
terburuk HaKi di Asia adalah tidak paham untuk menegakan hukum terhadap pelanggar HaKi,
daya beli masyarakat terhadap suatu pemalsu produk dan pembajakan yang relatif tinggi
karena harga lebih murah, dan polisi yang selektif hanya melakukan razia untuk menunjukkan
bahwa adanya penegakan hukum HaKi akan tetapi kondisi dari akar permasalahan masih jauh
karena masalah produk tersebut tidak diusut tuntas oleh pihak kepolisian.

Oleh sebab itu penerapan ketentuan Undang-Undang Hak Cipta 2002 belum efektif
memberikan perlindungan hukum kepada pencipta. Hal ini terlihat dari banyaknya
penggunaan hak cipta individu yang ditampilkan secara komersial tanpa terlebih dahulu
meminta izin kepada pencipta karya tersebut dan banyaknya produk palsu atau pembajakan
suatu produk. Inilah penyebab banyak pelanggaran hak cipta. Upaya hukum yang dapat
dilakukan pencipta adalah dengan mengklaim bahwa pelaku pelanggaran hak cipta adalah hasil
ciptaan mereka dan meminta pelanggar untuk berhenti menampilkan ciptaan mereka sebelum
berdiskusi lebih lanjut dengan pencipta. Dalam hal ini banyak investor yang masih enggan
menanam modal di Indonesia karena hukum tentang HaKi itu sendiri masih kurang efektif dan
membuat jera para pelanggar hukum.
Daftar Pustaka
[1] https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2010/08/100825_hakintelektual

[2] https://ekonomi.bisnis.com/read/20211006/9/1451327/ada-1184-kasus-
pelanggaran-haki-ditindak-di-ri-sejak-2015

[3] https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&ua
ct=8&ved=2ahUKEwictp7Wr5X3AhUw63MBHRDLAGg4ChAWegQIEhAB&url=https%
3A%2F%2Fosf.io%2Fqdxzc%2Fdownload%2F%3Fformat%3Dpdf&usg=AOvVaw1WS
ziynKules_-JMbN2NLO

Anda mungkin juga menyukai