Anda di halaman 1dari 11

Rofi Hendrawan (Paralel – 2206038744)

Penulisan Ilmiah
Permasalahan Tentang Penerapan Hak Atas Kekayaan Intelektual pada
Masyarakat Indonesia

I. Pendahuluan
Karya tulis ini berisi tentang permasalahan Hak Atas Kekayaan Intelektual (“HAKI”).
HAKI terdiri dari dua jenis, yaitu Hak Cipta, dan Hak Kekauyaan Industri. Hak Cipta
Merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya dengan cara memberikan suatu izin. Sedangkan Hak Kekayaan
Industri merupakan suatu perlindungan hukum untuk melindungi bisnis yang kita jalani.
Dengan adanya perlindungan dalam kekayaan intelektual, kita dapat lebih merasa aman dalam
berkarya maupun menciptakan sesuatu yang baru.
Pada perkembangan teknologi di era industry 4.0 kita mengenal banyak hal baru, salah
satu contohnya adalah karya seni digital. Karya seni digital merupakan karya seni yang di
buat menggunakan teknologi digital dan disajikannya juga dalam bentuk digital. Ada berbagai
macam karya seni digital seperti, konten media sosial, gambar digital, musik, dan yang lagi
hangat diperbincangkan di daerah saya yaitu NFT (Non-Fungiable Token). Semua karya seni
digital merupakan salah satu bentuk dari Hak Cipta.
Dalam perlindungan hukum, kita tidak dapat mengambil dengan sembarang karya
digital yang beredar di internet. Pada platform media social youtube misalnya, ada
perlindungan hak cipta berupa copyright. Berbagai konten kreator di youtube tidak dapat
mengambil video, gambar, maupun suara tanpa izin pemilik sah dari karya tersebut. Pernah
ada suatu kasus yang dialami oleh konten kreator asas Indonesia yang menjiplak konten milik
konten kreator asal Inggris. Ada lebih dari 100 konten yang diambil dari kreator berbeda,
sehingga dengan laporan tersebut pihak youtube pun akhirnya memutuskan untuk menghapus
channel youtube.
Dengan adanya hal tersebut, seharusnya kita dapat lebih menyadari tentang arti
pentingnya kekayaan intelektual. Dalam berkarya kita harus dapat menghindari yang namanya
plagiarisme. Kita harus dapat menghargai karya orang lain. Peraturan ini pada dasarnya
bertujuan untuk melindungi hak milik seseorang pada suatu hasil karya atau buah usaha
kreatifitasnya. Namun, ada saja penyalahgunaan pada peraturan ini. Contohnya ialah kasus
citayam fashion week kemarin. Ada seseorang yang mendaftarkan Namanya untuk
kepemilikan nama citayam fashion week ini. Kasus ini sempat menjadi trending topic pada
dunia maya Indonesia. Karena banyaknya tuntutan dari berbagai pihak, akhirnya orang
tersebut mebatalkan pengajuan HAKI.
Kita harus lebih berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan di dalam media social.
Tidak boleh bagi kita mencomot dengan sembarang atau tanpa izin yang diberikan oleh
pemilik suatu karya digital. Walaupun terlihat sepele, tetap saja hukum adalah hukum. Hukum
merupakan suatu yang mengikat, wajib dijalankan dan berisfat memaksa. Begitu pula dengan
HAKI, “Hak kekayaan intelektual diklasifikasikan termasuk dalam bidang hukum perdata
yang merupakan bagian hukum benda”. Dengan kata lain peraturan ini mengatur tentang
hubungan antar individu dengan individu.
Ada pula terobosan-terobosan untuk meminimalkan pencurian terhadap hak
intelektual pada dunia digital, asalh satunya ialah NFT (Non-Fungiable Token). NFT
merupakan salah satu aset digital yang masuk kedalam hal mata uang kripto. NFT merupakan
aset investasi yang dapat diperjual belikan menggunakan mata uang crypto.
Dengan adanya NFT diharapkan dapat mengurangi pelanggaran yang terjadi terhadap
HAKI. Karena salah satu penyebab dari pelanggaran hak intelektual yang saya ketahui ialah
ketidaktahuan terhadap bernilainya suatu barang digital yang ada disekitar kehidupan kita.
Biasanya masyarakat akan lebih menghargai sesuatu yang bernilai dibandingkan sesuatu yang
dianggapnya dapat didapatkan secara bebas.
Dengan adanya anggapan bahwa suatu karya digital dapat dijadikan sebagai aset.
Walau hanya berbentuk digital, karya ini tetap memiliki nilai sehingga diberi perlindungan
hukum agar tidak merugikan orang yang memiliki hak pada karya tersebut. Apabila tidak
dijamin dalam suatu peraturan, kericuhan akibat sengketa terhadap hak milik dapat saja
terjadi. Oleh karena dasar tersebut maka peraturan terkait hak intelektual diciptakan.
Namun, pengetahuan terkait hak intelektual masihlah rendah pada daerah sekitar saya.
Masih sering saya menjumpai Tindakan menggandakan buku bacaan, penggunaan situs
bajakan untuk menonton film, tindak plagiarisme yang dilakukan untuk mengerjakan suatu
tugas, dan masih banyak lagi. Tindakan-tindakan tersebut sebenarnya berdampak buruk bagi
pihak pembuat dan pemakai itu sendiri. Dengan pembajakan berarti kita mencuri, dengan kata
lain kita mengambil hak orang lain. Apabila dilakukan secara terus-menerus dapat saja sang
kreator menjadi tidak termotivasi untuk membuat karya-karya terbarunya.
Kita seharusnya dapat lebih mendukung para pejuang konten, baik konten digital
maupun fisik. Alangkah baiknya kita mulai berpindah kepada konten-konten original,
walaupun lumayan mahal tetapi kita dapat mendapat kualitas yang sesuai dengan apa yang
kita bayarkan. Kita pun dapat mendukung perkembangan kreator yang kontennya kita sukai.
Hal ini dapat memotivasi lebih mereka untuk terus mengembangkan karyanya.
Saya berharap melalui tulisan ini masyarakat disekitar saya dapat lebih memahami apa
itu hak intelektual, apa gunanya, bagaimana penerapannya, dan mengapa peraturan ini
diciptakan. Sebenarnya kita dapat menerapkan peraturan ini dalam diri kita mulai sejak dini,
seperti malu menggunakan barang palsu, mending pakai barang bebas dibanding barang
palsu, dan lain-lain.
Manusia pada dasarnya merupakan mahkluk yang bebas, itu yang saya percayai.
Namun, dengan kebebasan itu bukan berarti kita boleh merenggut hak orang lain. Begitu pula
dengan hak intelektual. Kita tidak boleh sewenang-wenang mengambil, menduplikasi,
memperjual-belikan tanpa izin dari pemilik sah hak intelektual dari suatu karya. Semua hak
tersebut diatur dalam peraturan dan tidak boleh dilanggar.

Tinjauan Literasi
Maria Alfons (2017) dalam suatu penelitiannya yang berjudul “Kepastian Hukum
Perolehan Hak Atas Kekayaan Intelektual”, memberikan kita gambaran mengenai fungsi
daripada Hak Atas Kekayaan Intelektual. Disebutkan bahwa pada masa awal
perkembangannya, Kekayaan Intelektual merupakan sesuatu yang sederhana seperti tuntutan
untuk dapat dikuasai ataupun dipergunakan oleh pihak lain. Menurut Maria Alfons, Hak atas
Kekayaan Intelektual pada pelaksanaannya dipergunakan untuk menjamin suatu kepastian
hukum pada kepentingan masyarakat. Kepastian hukum yang dimaksud merupakan suatu
keadaan masyarakat yang dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendaftaran kekayaan intelektual ini menghasilkan suatu bukti yuridis dan juga yang
berbentuk fisik yaitu sertifikat. Dengan adanya sertifikat tersebut merupakan suatu jaminan
yang diperoleh dalam kepastian hukum. Hal ini bertujuan untuk merangsang nilai ekonomi
yang dihasilkan dari produk-produk yang mereka miliki. Kekayaan intelektual memberikan
kepastian hukum dalam melindungi sumber daya alam serta hayati yang biasa menjadi produk
baik konsumsi maupun produksi dalam kehidupan masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa menurut Maria Alfons, Hak atas Kekayaan Intelektual
merupakan suatu sarana yang memberikan kepastian hukum dalam menjamin rasa aman pada
kekayaan intelektual serta memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas para produsen.
Hal tersebut ditujukan untuk merangsang sektor perekonomian supaya lebih produktif dengan
memberikan rasa aman melalui kepastian hukum yang berbentuk fisik serta yuridis dengan
melindungi sumber daya alam serta hayati.
Menurut H. Adami Chazawi (2019) dalam tulisannya “TINDAK PIDANA HAK atas
KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI)”, diterangkan bahwa Hak atas Kekayaan Intelektual
merupakan suatu istilah yang dipergunakan dalam sistem perundang-undangan kita pada saat
ini seperti yang terdapat pada Penjelasan Umum UU No. 29 Tahun 2000 tentang perlindungan
Varietas Tanaman serta UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Ia menyebutkan
macam-macam jenis Hak atas kekayaan Intelektual yang telah disepakati norma-norma dan
standar perlindungannya menurut dalam perundingan Persetujuan Umum tentang Tarif dan
Perdagangan yang meliputi Hak Cipta dan hak-hak lainnya, Merek, Indikasi Geografis,
Desain produk Industri, Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Perlindungan terhadap
informasi yang dirahasiakan, serta Pengendalian praktik-praktik Persaingan Curang dalam
Perjanjian Lisensi. Sedangkan dalam perjanjian internasional tentang Aspek-aspek
Perdagangan dari Hak atas Kekayaan Intelektual mengatakan bahwa yang termasuk kedalam
Hak atas Kekayaan Intelektual ialah Hak Cipta dan Hak Terkait, Merek dagang, Indikasi
geografis, Desain Industri, Paten, Tata letak atau topografi sirkuit terpadu, Perlindungan
informasi rahasia, serta Kontrol terhadap praktik persaingan usaha tidak sehat dalam
perjanjian lisensi. Sedangkan menurut pengelompokan berdasar kepada Conventian
Establishing The World Intellectual Property Organization, Hak atas Kekayaan Intelektual
dapat dibagi menjadi Hak Cipta dan Hak terkait dengan Hak Cipta, serta Hak Milik
(kekayaan) Perindustrian yang terdiri lagi dari Paten, Model Rancang Bangun/Paten
Sederhana, Desain Industri, Merek Dagang, Nama Dagang atau Nama Niaga, serta Sumber
Tanda atau Sebutan Asal.
Selanjutnya kita akan memasuki bahasan mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual
dalam pandangan Hukum Islam yang didasarkan pada karya tulis Angga Carya Nashara
(2019) dengan karya yang berjudul “HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM
PERSPEKTIF ISLAM”. Menurutnya mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan
suatu hal yang masuk kedalam “hak ibtikar yang dipandang sebagai suatu harta”. Dengan
kata lain, Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu barang yang dimiliki oleh
seseorang maupun sebagian orang yang dijamin oleh kepastian hukum. Hak Intelektual
memiliki nilai sebagai suatu barang, maka daripada itu hak ini harus dijaga dan diberikan
kepastian hukum untuk menjaganya. Kalau suatu barang sudah dianggap memiliki nilai dan
diberi kepastian hukum, maka mengambilnya tanpa seizin dari pemilik sahnya merupakan
suatu pelanggaran hukum. Walaupun Hak Intelektual tidak memiliki wujud, namun Hak
Intelektual dijabarkan secara lugas dalam tatanan hukum positif yang masih tergolong baru di
Indonesia.
Dalam perspektif negara hukum, Maria Alfons (2017) pada tulisannya yang berjudul
“Implementasi Hak Atas Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara Hukum” disebutkan
bahwa implementasi yang dilakukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan
suatu proses pendaftaran kekayaan intelektual yang dilakukan oleh masyarakat supaya
terlindungi oleh kepastian hukum dari pemerintah. Implementasi dalam Hak atas Kekayaan
Intelektual dapat diwujudkan dalam suatu bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual.
Dengan adanya rasa aman karena perlindungan tersebut, masyarakat yang memiliki
kekhawatiran akan karya intelektualnya akan dicuri menjadi merasa aman sehingga dapat
memicu reaksi produktivitas pada masyarakat ekonomi.
Berdasarkan seluruh bacaan diatas, Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu
bentuk upaya untuk melindungi kekayaan intelektual dengan tujuan dan harapan dapat
memicu produktivitas yang lebih dalam menghasilkan suatu barang produksi. Masyarakat
yang pada awalnya cemas akan kehilangan hak intelektual mereka yang membuatnya kurang
dalam produktivitas, setelah adanya Hak atas Kekayaan Intelektual diharapkan dapat lebih
berani dalam berinovasi. Hak Intelektual juga diakui sebagai barang berharga dalam Hukum
Islam, yang membuatnya menjadi suatu hal yang wajib dijaga dan dihargai kepemilikannya.
Walaupun termasuk hal yang baru dalam tata hukum positif di Indonesia, Hak atas Kekayaan
Intelektual harus dapat diterapkan dengan sebaik mungkin dalam kehidupan di lingkungan
masyarakat hukum.

II. Pembahasan
Pengertian dan Permasalahan Tentang HAKI
1. Pengertian
Hak Atas Kekayaan Intelektual (“HAKI”) merupakan hak yang terdiri atas
hak cipta yang berisi tentang eksklusifitas yang dimiliki oleh pemilik hak untuk
memperbanyak suatu karya tanpa batasan menurut peraturan undang-undang, dan hak
kekayaan industri yang berisikan tentang hak paten, merek, desain industri, desain tata
letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, varietas tanaman. 1 Dalam pembuatannya, HAKI
ditujukan “sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan atas hasil karya atau

1
Syena Meuthia, “Apa Itu HAKI? Simak Penjelasan Lengkapnya di Sini”, https://news.detik.com/berita/d-
6199263/apa-itu-haki-simak-penjelasan-lengkapnya-di-sini, Diakses 18 Oktober 2022
kreativitas seseorang.”2 Tujuan lain dari HAKI ialah untuk mendorong
berkembangnya kreativitas pada masyarakat, sebagai penghargaan dari kreativitas
tersebut, dan diharapkan dapat menjadi pendorong untuk kreativitas lainnya. 3 Dapat
disimpulkan bahwa HAKI merupakan peraturan yang diciptakan sebagai alat dalam
meningkatkan moral untuk bertindak kreatif dalam lingkungan masyarakat.

2. Permasalahan HAKI di Indonesia


Pada dasarnya, HAKI diciptakan untuk menciptakan suatu lingkungan yang
kreatif. Namun, permasalahan dalam setiap peraturan pastilah terjadi. Pada beberapa
waktu lalu, terjadi suatu fenomena sosial yang disebut sebagai Citayam Fashion Week
(“CFW”). Pada mulanya CFW merupakan tempat untuk menunjukkan identitas
mereka sebagai remaja yang penuh warna dengan melakukan aksi pamer busana pada
tongkrongan di area sekitar Dukuh Atas, Jakarta Selatan.
Pernah terjadi suatu upaya mendaftarkan HAKI untuk CFW kepada
Kementerian Hukum dan HAM. Namun, dikarenakan banyaknya pertentangan dari
Warga Sosial Media Indonesia (“warganet”) akhirnya pendaftaran ini dibatalkan
karena dianggap dapat merusak keaslian dari CFW.4 Menurut survei terbuka yang
dilakukan oleh Pikiran Rakyat, 70 persen dari 3.600 suara menyatakan tidak setuju
terhadap tindakan mematenkan CFW secara perorangan atau perusahaan. 5Warganet
yang menolak tindakan untuk mematenkan CFW beranggapan bahwa hal tersebut
dapat menjadikan CFW tidak murni hasil karya dari para remaja tersebut. CFW
dianggap harus dapat berdiri sendiri meski tanpa bantuan dari pihak yang memiliki
kuasa.
Salah satu orang yang pernah mengajukan HAKI untuk CFW ialah
Muhammad Ibrahim atau yang lebih dikenal sebagai Baim Wong. Ia mendaftarkan
HAKI untuk CFW sebagai merek atas nama perusahaannya, PT. Tiger Wong
Entertaiment pada 20 Juli 2022 sebagai permohonan kekayaan intelektual untuk merek
“Citayam Fashion Week” dengan nomor pendaftaran JID2022052181. 6 Tujuan dari
2
Vanya karunia Mulia Putri, “Hak Kekayaan Intelektual (HKI): Pengertian dan Tujuannya”,
https://www.kompas.com/skola/read/2022/03/18/100000769/hak-kekayaan-intelektual-hki---pengertian-dan-
tujuannya?page=all, Diakses 18 Oktober 2022
3
Ibid.
4
Mohammad Imam Farisi, “Citayam Fashion Week, Di-HaKI-kan atau Tidak?”,
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/04/15552221/citayam-fashion-week-di-haki-kan-atau-tidak?
page=all, Diakses 18 Oktober 2022
5
Ibid.
6
Rakhmat Nur Hakim, “Kontroversi Baim Wong Daftarkan HAKI ‘Citayam Fashion Week’ hingga Konten
‘Prank’ KDRT”https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/03/09382281/kontroversi-baim-wong-daftarkan-
didaftarkannya merek CFW sebagai kekayaan intelektual ialah untuk menjadikan
CFW lebih terstruktur dan tertata. Namun, banyak hal tidak sejalan dengan pemikiran
tersebut. Penolakan terjadi dengan anggapan dapat merusak kebudayaan asli yang
sudah mereka ciptakan.
Hal yang dilakukan oleh Baim Wong juga merupakan suatu kesalahan. Hal
tersebut melanggar UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bahwa yang dapat
mengajukan klaim atas suatu karya ialah penciptanya atau seseorang atau beberapa
orang yang mendapatkan hak secara sah dari penciptanya sendiri. 7 Pada kasus ini
Baim bukanlah pencipta dari CFW, ia hanya orang luar yang bahkan tidak memiliki
kaitan atau hubungan sama sekali kepada pencipta CFW itu sendiri. Saudara Baim
Wong hanya dapat mengajukan HAKI apabila ia memiliki izin atau mandat dari
penggagas awal CFW. Namun, hal tersebut tidak dimiliki oleh Baim Wong sehingga
ia memilih untuk mencabut pengajuan hak paten atas CFW.
HAKI memanglah suatu peraturan untuk mendorong kreativitas yang dimiliki
oleh seseorang. Namun, HAKI bisa disalahgunakan seperti pada kasus tersebut. HAKI
pada kasus tersebut digunakan untuk mendapatkan hak intelektual karena belum ada
yang mendaftarkannya secara resmi pada Kementerian Hukum dan HAM.
Permasalahan HAKI sebenarnya bisa diatasi dengan cara mensosialisasikan peraturan
secara menyeluruh. Pengertian dan tujuan HAKI masih banyak disalah artikan, hal
tersebut menyebabkan pandangan bahwa HAKI itu tidak penting dan hal tersebut
dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kekuasaan untuk mengklaim hak intelektual
tersebut.
Pada daerah sekitar rumah saya, pengetahuan tentang HAKI masihlah minim.
Kebanyakan dari mereka tidak mengetahui apa itu hak intelektual. Terdapat anggapan
bahwa yang tampil di internet semuanya gratis. Mereka tidak mau membayar untuk
itu. Pembajakan terhadap karya digital seperti musik dan film hingga karya fisik
seperti buku masih sering terjadi disini. Masyarakat yang sudah terbiasa akan produk-
produk bajakan sulit untuk meninggalkan kebiasaan untuk membajak karya tersebut.

3. Solusi dari Permasalahan

haki-citayam-fashion-week-hingga-konten?page=all
7
Mohammad Imam Farisi, “Citayam Fashion Week, Di-HaKI-kan atau Tidak?”,
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/04/15552221/citayam-fashion-week-di-haki-kan-atau-tidak?
page=all, Diakses 18 Oktober 2022
Pokok dari permasalahan ini ialah ketidaktahuan akan seberapa pentingnya
menjaga hak intelektual. Perlindungan hak ini sebenarnya didasarkan pada hak atas
kepemilikan barang, dalam konteks ini ialah karya cipta. Tujuan diciptakannya ialah
untuk merangsang kreativitas pada masyarakat supaya dapat lebih kreatif dalam
menciptakan suatu karya.
Sosialisasi sangat penting untuk dilakukan dalam memberantas permasalahan
ini. Ketidaktahuan akan pentingnya hak intelektual merupakan suatu penyebab dari
permasalahan ini. Seperti pada kasus CFW, apabila suatu karya tidak diakui
kepemilikannya maka karya tersebut dapat diakui oleh orang lain. Suatu karya baik itu
mempunyai bentuk fisik ataupun hanya berbentuk digital, semuanya merupakan objek
hukum. Dengan kata lain, seseorang dapat diberikan sanksi hukum apabila merampas
objek itu dari orang lain tanpa sepengetahuan ataupun izin dari pihak pemilik objek
tersebut.
Alangkah lebih bijaknya apabila pemerintah dapat memberikan bantuan
pemahaman dengan cara sosialisasi terhadap masyarakat yang masih belum
mengetahui tentang hak intelektual. Hal tersebut dapat dilakukan baik melalui forum
digital maupun sosialisasi secara langsung. Apabila hal tersebut dapat berjalan dengan
baik, maka tingkat kreativitas pada masyarakat dapat meningkat karena semua
terjamin oleh hukum.

IV. Penutup
Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Ditjen Informasi
dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bambang Gunawan
mengatakan, penegakkan hukum terkait Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia masih belum
efektif mengingat masih banyak praktik pembajakan, plagiat, dan pelanggaran terkait KI yang
terjadi di dunia digital. Menurutnya, selain kurangnya sosialisasi, masih sedikit yang
memahami masalah dan substansi hak kekayaan intelektual. Oleh karena itu, pemahaman
penegakkannya perlu terus digalakkan karena sangat berpengaruh terhadap insentif seseorang
dalam berkreasi dan berinovasi serta berujung pada kerugian negara yang sangat besar.
Menurut Direktur Bambang, perlu langkah-langkah strategis untuk melakukan
sosialisasi dan edukasi menyadarkan masyarakat memahami tentang hak kekayaan intelektual
di media digital. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo bersama Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menandatangani nota kesepahaman
pada tahun 2015 yang bertujuan untuk mengatur kesepakatan sosialisasi perlindungan dan
kepastian hukum terkait KI khususnya pada media digital sekaligus mendukung peningkatan
kesadaran masyarakat atas hak kekayaan intelektual. Sesuai arahan Menkumham, Direktur
IKPolhukam menyatakan peran kekayaan intelektual dalam era industri 4.0 sangat penting
karena merupakan pondasi ekonomi kreatif yang dapat mendorong perekonomian nasional.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Kemenkumham Freddy Harris menegaskan teknologi
digital sejatinya memberikan kemudahan bagi masyarakat namun bukan berarti dapat bebas
tanpa batasan, namun harus tetap berpedoman pada Undang-Undang yang berlaku.
Sementara itu, Musisi Dwiki Darmawan yang ikut hadir dalam acara menyebutkan, sebagai
pelaku industri musik sangat mendukung adanya PP 56/2021 karena sangat memperjelas
aturan mengenai hak royalti. Hanya saja belum maksimal pada sosialisasi penerapan aturan.
Kemajuan teknologi memudahkan seseorang mendapatkan karya literasi di dunia digital. Hal
ini menambah kompleks permasalahan terkait pelindungan hak cipta literasi, di mana dahulu
masalah pembajakan buku hanya sebatas fotokopian saja, tetapi sekarang buku tersebut dapat
menyebar luas tanpa sepengetahuan para pencipta dan penerbitnya dalam bentuk pdf. Melihat
fenomena ini, Plt. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Dede Mia yusanti menyatakan
tindakan tersebut merupakan pelanggaran baru di era digital sekarang.
Hal itu disampaikannya dalam acara Webinar Literasi Hak Cipta melalui aplikasi Zoom dan
disiarkan langsung di kanal Youtube Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI)
Kementerian Hukum dan HAM pada hari Kamis, (1/10/2020). Menurut Dede Mia,
reproduksi/ penyalinan atau penggandaan atas karya literasi seperti buku, jurnal, terbitan
berkala, majalah dan surat kabar dapat terjadi dalam bentuk cetakan seperti fotokopi,
mengunduh ataupun mengunggah melalui internet, penyalinan digital dan penyimpanan
elektronik di database. Bila merujuk kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta (UUHC) Pasal 40 ayat (1) huruf a, disebutkan bahwa buku dan semua karya tulis
lainnya adalah ciptaan yang dilindungi. Termasuk buku dalam format pdf ataupun E-Book.
Menanggapi pelanggaran hak cipta atas karya literasi ini, Ketua Lemabaga Manajemen
Kolektif Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) Kartini Nurdin mengatakan
bahwa pelanggaran hak cipta terus meningkat, terlebih dengan format digital.
Perlindungan hak cipta karya literasi ini meliputi hak moral dan hak ekonomi dari
pemanfaatan suatu ciptaan. Tetapi, menurut Dede Mia, ada ketentuan tentang pemanfaatan
hak ekonomi dan hak terkait dari karya literasi yang tidak berlaku berlaku, yaitu terhadap:
1. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
2. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian
ilmu pengetahuan;
3. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,
kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar;
dan
4. Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin
Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
DAFTAR PUSTAKA

Farisi, Mohammad Imam, “Citayam Fashion Week, Di-HaKI-kan atau Tidak?”,


https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/04/15552221/citayam-fashion-
week-di-haki-kan-atau-tidak?page=all, Diakses 18 Oktober 2022.
Hakim, Rakhmat Nur, “Kontroversi Baim Wong Daftarkan HAKI ‘Citayam Fashion Week’
hingga Konten ‘Prank’
KDRT”https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/03/09382281/kontroversi-
baim-wong-daftarkan-haki-citayam-fashion-week-hingga-konten?page=all.
Meuthia, Syena, “Apa Itu HAKI? Simak Penjelasan Lengkapnya di Sini”,
https://news.detik.com/berita/d-6199263/apa-itu-haki-simak-penjelasan-
lengkapnya-di-sini, Diakses 18 Oktober 2022.
Putri, Vanya karunia Mulia, “Hak Kekayaan Intelektual (HKI): Pengertian dan Tujuannya”,
https://www.kompas.com/skola/read/2022/03/18/100000769/hak-kekayaan-
intelektual-hki---pengertian-dan-tujuannya?page=all, Diakses 18 Oktober 2022.

Anda mungkin juga menyukai