tentang
Hak Cipta:
dan
Sekretaris Jenderal
Dewan Perwakilan Rakyat RI
D
ewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia masa bakti 2009-2014 merupakan wakil
rakyat hasil pemilu ketiga setelah masa reformasi, ujung tombak berkembangnya
demokrasi di Indonesia. Dibandingkan dengan pemilu diawal masa setelah reformasi,
hasil pemilu tahun 2009 ini dapat dikatakan melewati proses demokratisasi yang lebih matang.
Perkembangan demokrasi Indonesia yang makin matang ini pula lah yang mendorong
adanya tuntutan rakyat kepada para wakil mereka di DPR RI untuk meningkatkan kinerja
dan kualitas dibanding periode lalu. Kenyataannya, tuntutan tersebut juga harus dihadapkan
pada kondisi faktual bahwa sebagian besar wakil rakyat periode ini adalah wajah baru,
yang memerlukan waktu relatif lebih banyak untuk mendalami dan memahami tugas serta
wewenangnya dalam menjalani peran sebagai wakil rakyat.
Selain dari kondisi diatas, pemahaman mengenai peran, fungsi, tugas serta wewenang
wakil rakyat di DPR saat ini pun penting untuk segera disebarluaskan kepada anggota DPR
RI periode ini, mengingat sejak dibentuknya UU No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD, pengaturan mengenai sistim dan tata kerja lembaga perwakilan di Indonesia telah
mengalami berbagai perubahan.
Agar harapan dan tujuan buku ini terwujud dengan baik, maka buku panduan yang kami
susun ini telah dirumuskan berdasarkan (1) pengaturan menurut UU No. 27 Tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang menjadi dasar utama dari sistim dan tata laksana lembaga
perwakilan di Indonesia saat ini (2) ditujukan memenuhi kebutuhan praktis, (3) dilengkapi
dengan berbagai pengalaman terbaik (best practices) baik di Indonesia sendiri ataupun dari
pengalaman negara lain.
Harapan kami agar buku panduan ini dapat memberikan manfaat luas bagi kemajuan
kinerja DPR RI.
P
ada kesempatan ini, United Nations Development Programme (UNDP) ingin mengucapkan
selamat kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode
2009-2014, semoga sukses selalu menyertai Anda. Kami juga mengucapkan terima kasih
khusus kepada Sekretariat Jenderal DPR RI, Australian Agency for International Development dan
The Asia Foundation yang telah memberikan dukungan penuh dalam penyusunan buku
panduan ini. Kami begitu pula terima kasih kami kepada para penulis yang telah membagi
pengalaman dan keahlian mereka dalam buku panduan ini. Tanpa peran serta dari mereka
semua, maka tidaklah mungkin buku panduan ini dapat terwujud.
Menjadi anggota DPR adalah sebuah kehormatan yang besar, maka anggota dewan pun
memiliki tanggung jawab yang besar pula. Anggota dewan diharapkan mampu tidak hanya
mendengarkan, namun juga mewakili dan menindaklanjuti keinginan-keinginan rakyat. Kami
yang tergabung ke dalam Program Dukungan Parlemen UNDP memberikan dukungan penuh
terhadap Sekretariat Jenderal DPR RI; dan juga para anggota dewan yang terhormat dalam
mewakili konstituennya.
Buku panduan tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen ini dirampungkan untuk
menunjang tugas-tugas dan pekerjaan anggota DPR RI, terutama dalam tugas-tugas sehari-
hari baik di dalam gedung DPR RI maupun di daerah pilihannya. Buku ini mengilustrasikan
tugas-tugas utama dari anggota DPR untuk melaksanakan kerja representasi, legislasi,
anggaran dan pengawasan, dan juga menyajikan praktik-praktik ideal yang dibutuhkan untuk
sebuah parlemen yang demokratis.
Keberhasilan parlemen demokratis Indonesia sangat tergantung dari kinerja para anggota
dewan, sehingga kinerja tersebut selalu menjadi sorotan utama dari masyarakat. Untuk
mendukung agar kinerja para anggota menjadi semakin efektif, maka buku panduan ini
menjabarkan praktik-praktik kerja terbaik yang berada di dalam parlemen-parlemen negara
demokratis lainnya. Oleh karena itu juga maka Program Dukungan Parlemen UNDP berusaha
untuk menyediakan dukungan-dukungan dan informasi yang diperlukan.
Kami mohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan dalam proses pembuatan
buku panduan ini dan kami berharap agar buku panduan yang ditujukan bagi anggota-anggota
DPD yang baru ini akan senantiasa digunakan sebagai sumber informasi dalam menjalani
tugas-tugasnya. Kami telah mengemas isu-isu penting yang terkadang rumit dan kompleks
menjadi sesederhana mungkin, sehingga buku ini dapat mudah dibaca dan dimengerti, serta
tidak membosankan. Selamat menunaikan tugas-tugas keparlemenan.
Salam hangat,
Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI vii
Daftar Isi
Daftar Tabel
Tabel 1 Beberapa Pengaturan dalam UUD 1945 1
Tabel 2 Partai Pemenang Pemilu 2004 16
Tabel 3 Pembagian Bidang Tugas dan Mitra Kerja Komisi DPR 17
Tabel 4 Prolegnas 2005 – 2009 21
Tabel 5 Penggunaan Hak Angket 22
Tabel 6 Penggunaan Hak Interpelasi 23
Daftar Bagan
Bagan 1 Perubahan Setelah Terpilihnya DPR Pasca Orde Baru 1999 2
Bagan 2 Perubahan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 2
Bagan 3 Kewenangan Membentuk Undang-Undang 4
Bagan 4 Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen UUD 1945 4
Bagan 5 Kewenangan DPD 5
Bagan 6 Proses Impeachment 7
Bagan 7 Kontroversi dan sejarah baru yang mengiringi kinerja DPR hasil Pemilu 1999 14
Bagan 8 Dua Kelompok Peranan DPR dalam Proses Pengangkatan Pejabat Publik 24
Bagan 9 Fungsi Utama DPR 25
Bagan 10 Orientasi Penelitian Terhadap Badan Legislatif 27
Bagan 11 Hal Penting yang Perlu Ditingkatkan Untuk Optimalisasi Fungsi Pengawasan 33
Bagan 12 Hak Anggota DPR 36
Bagan 13 Kegiatan Sehari-hari Anggota DPR 37
Bagan 14 Metode lain yang diterapkan di beberapa negara dalam
pemilihan Pimpinan Komisi 43
Bagan 15 Alat-alat Kelengkapan DPR yang lain selain Komisi 45
x Daftar Singkatan
LEMSANEG : Lembaga Sandi Negara
LIN : Lembaga Informasi Nasional
LKBN Antara : Lembaga Kantor Berita Nasional Antara
Lemhanas : Lembaga Ketahanan Nasional
KPI : Komisi Penyiaran Indonesia
Depdagri : Departemen Dalam Negeri
Meneg PAN : Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Mensekneg : Menteri Sekretaris Negara
Sekab : Sekretaris Kabinet
LAN : Lembaga Administrasi Negara
BKN : Badan Kepegawaian Negara
BPN : Badan Pertanahan Nasional
ANRI : Arsip Nasional RI
KPU : Komisi Pemilihan Umum
DepkumHAM : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kejakgung : Kejaksaan Agung
KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi
KON : Komisi Ombudsman Nasional
KHN : Komisi Hukum Nasional
Setjen MA : Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung
Setjen MK : Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstutusi
Deptan : Departemen Pertanian
Dephut : Departemen Kehutanan
DKP : Departemen Kelautan dan Perikanan
Bulog : Badan Urusan Logistik
DMN : Dewan Maritim Nasional
PU : Departemen Pekerjaan Umum
Dephub : Departemen Perhubungan
Menpera : Menteri Negara Perumahan Rakyat
Menneg PDT : Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika
Deperin : Departemen Perindustrian
Deperdag : Departemen Perdagangan
Daftar Singkatan
Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI xiii
Tujuan dan Struktur Buku Panduan
Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia
xvi
Pasca Amandemen UUD 1945
A
mandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dimulai sejak tahun 1999
sampai tahun 2000 telah memberikan kepada DPR posisi yang kuat. Terutama pada
wewenang dan jumlah anggota dewan yang besar, dibandingkan dengan fungsi
pembuatan perundang-undangan dan penyerapan aspirasi rakyat.
Pada saat amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) pertama kali dilakukan pada
tahun 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga yang menjadi fokus
perhatian. UUD 1945 sebelum diamandemen memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada eksekutif. Sehingga salah satu target dalam melakukan amandemen pada waktu
itu adalah menjadi penyeimbang dalam relasi politik yang diatur dalam amandemen.
Pemberian wewenang untuk menyeimbangkan kekuasaan ini tampak antara lain dalam
hal pelaksanaan fungsi legislatif dan beberapa wewenang lainnya.
Tabel 1
Bagan 2
Komposisi keanggotaan MPR yang semula terdiri atas anggota DPR ditambah dengan
utusan daerah dan golongan-golongan juga diubah, menjadi terdiri atas anggota DPR
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebuah lembaga baru yang dibentuk
sebagai hasil dari perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Kewenangan MPR mengeluarkan Ketetapan-ketetapan juga dihapuskan.
pasangan secara langsung oleh rakyat. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung oleh rakyat, menjadikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih mempunyai
legitimasi yang lebih kuat. Dengan demikian ketentuan tersebut memperkuat sistem
pemerintahan presidensial.
Ciri lain mengenai sistem pemerintahan presidensial adalah adanya periode masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang pasti. Pasal 7 Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam
jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Dari ketentuan Pasal 7 tersebut
maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak dapat dijatuhkan dalam masa jabatannya
kecuali melanggar hukum berdasar hal-hal yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui prosedur konstitusional (sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 7A dan 7B).
Selanjutnya Pasal 7C perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 juga menegaskan bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan DPR. Ketentuan Pasal ini untuk mewujudkan keseimbangan politis bahwa
DPR tidak dapat memberhentikan Presiden kecuali berdasarkan ketentuan Pasal 7A dan
7B dan berdasarkan ketentuan Pasal 7C maka Presiden tidak dapat membekukan DPR.
Ketentuan ini untuk melindungi keberadaan DPR sebagai salah satu lembaga negara yang
mencerminkan kedaulatan rakyat sekaligus meneguhkan kedudukan yang setara antara
Presiden dan DPR yang sama-sama memperoleh legitimasi langsung dari rakyat.
Presiden
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 DPR
Rancangan Undang-Undang
(baik dari Presiden atau DPR)
Wajib dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
DPD
undangan, baik oleh Mahkamah Konsitusi maupun oleh Mahkamah Agung, merupakan
ketentuan baru dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan ini, dimaksudkan untuk menciptakan checks and balances antara kewenangan
Presiden dan DPR dalam bidang legislatif.
independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat,
Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan
Departemen. Karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan.
S
ejarah parlemen di Indonesia dimulai pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang
dinamai dengan Volksraad (Dewan Rakyat) yang bekerja dari tahun 1918 hingga tahun
1942 saat Jepang masuk ke Indonesia. Keseluruhan anggota Volksraad diangkat oleh
Pemerintah Hindia Belanda yang waktu itu Gubernur Jenderalnya dijabat oleh Mr. Graaf
van Limburg Stirum. Kaum nasionalis moderat seperti; Moh Husni Thamrin dan Soetardjo
Kartohadikoesumo bersedia menggunakan dan mensiasati Volksraad sebagai jalan untuk
mencapai cita-cita Indonesia merdeka melalui jalan parlemen. (Marbun;1992,9-22).
Dalam kenyataannya, Volksraad lebih berfungsi sebagai penasihat Gubernur Jenderal
dan tidak berfungsi sebagaimana layaknya sebuah lembaga legislatif, apalagi tidak semua
anggota Volksraad dipilih namun juga ada yang masuk melalui pengangkatan Gubenur
Jenderal. Ketika Jepang masuk ke Indonesia pada bulan Maret 1942, dengan sendirinya
Volksraad bubar dan tenaga rakyat saat itu, langsung dikonsentrasikan Jepang untuk
memenangkan Perang Asia Timur Raya (Miriam Budiardjo; 1994, 125-130).
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945
dinyatakan bahwa:
Sejak itu “untuk sementara” fungsi-fungsi DPR berdasarkan UUD 1945 diselenggarakan
oleh Komite Nasional Pusat (KNP) atau Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) hingga 27
Desember 1949.
Bagan 7
Sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD pada Pemilu
2009 adalah sistem proporsional terbuka.
dan kondisi geopolitik Indonesia. Aturan baru yang menunjukkan niat memperbaiki
sistem Pemilu 2009 adalah dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi yang
membatalkan ketentuan Pasal 214 UU Pemilu mengenai penentuan calon terpilih. Dalam
Putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan seorang calon anggota DPR dan DPRD
terpilih berdasarkan suara terbanyak. Dengan demikian, maka suara rakyat sangat penting
bagi terpilihnya seseorang menjadi wakil rakyat di DPR atau DPRD.
Aturan baru yang diarahkan untuk menciptakan multi partai sederhana secara
alamiah adalah Parliamentary Threshold (PT) sebesar 2,5% dari suara sah nasional secara
keseluruhan. Hal ini dimaksudkan agar tidak semua partai politik yang ikut pemilu dapat
Berkaitan dengan pelaksanaan fungsi legislasi, selama kurun waktu lima tahun ini,
DPR berhasil menuntaskan pembahasan 166 Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, alat kelengkapan
DPR bekerja sesuai dengan tata tertib DPR.
disahkan menjadi UU. Dari yang semula direncanakan dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) lima tahun sebanyak 284 UU. Dari UU yang disahkan tersebut, beberapa
UU dinilai oleh masyarakat memiliki kaitan langsung dengan kehidupan warga Negara.
Undang-undang yang dapat dicatat pada periode ini antara lain adalah UU No. 12/2006
tentang Kewarganegaraan. Ini merupakan produk UU yang oleh banyak pihak dinilai
sangat revolusioner. Karena menghapuskan diskriminasi rasial dan gender, terutama
karena definisi mengenai bangsa Indonesia asli yang mencakup semua orang yang
telah menjadi warga negara Indonesia sejak masa kelahirannya. Dan karena UU ini juga
memberi hak opsi bagi perempuan Indonesia yang menikah dengan orang asing untuk
mempertahankan kewarganegaraan Indonesia.
Sementara hasil dari program legislasi selama lima tahun masa sidang tercermin dari
tabel di samping ini:
Tabel 4
Prolegnas 2005-2009
Sesuai dengan hasil konsultasi Pimpinan DPR dengan Pimpinan Fraksi dan Pimpinan
Komisi serta Pansus tanggal 31 Agustus 2009, diharapkan akan diselesaikan lagi 22 RUU
pada Masa Sidang terakhir DPR periode 2004-2009.
Dalam pelaksanaan tugas pengawasan, termasuk dalam penggunaan hak-hak DPR dan
hak-hak anggota secara perorangan. Beberapa hak yang dimiliki DPR sehubungan dengan
tugas pengawasan ini adalah Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak Menyatakan Pendapat.
Pelaksanaan hak ini, dengan melakukan rapat kerja dengan pemerintah. Pelaksanaan hak
ini antara lain adalah penggunaan salah satu hak parlemennya yaitu hak interpelasi soal
Perpres No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, dukungan resolusi PBB No. 1747 soal perluasan sanksi terhadap
Iran. Dewan juga menggunakan hak angket untuk menyelidiki skandal KKN kredit macet
Bank Mandiri, kasus impor beras. Kedua hak angket ini kandas di tengah jalan dan tidak
dapat ditindaklanjuti menjadi hak angket DPR. Selain itu juga penggunaan hak angket
untuk kasus penjualan tanker Pertamina serta penyelidikan atas Daftar Pemilih Tetap (DPT)
pemilu 2009. Selain penggunaan hak-hak, DPR juga telah menyetujui dan mengangkat
sejumlah pejabat publik melalui mekanisme fit and proper test yang masuk dalam ranah
pengawasan.
Dalam periode 2004-2009, sejumlah hak interpelasi dan hak angket yang diusulkan
oleh para anggota DPR dapat bergulir ke Rapat Paripurna DPR. Berikut beberapa yang
cukup menonjol:
Tabel 5
Tabel 6
Kelompok pejabat publik yang dalam Kelompok pejabat publik yang dalam
pengangkatannya diusulkan oleh pengangkatannya harus mendapatkan
DPR, dengan persetujuan DPR, dan pertimbangan dari DPR atau
dipilih oleh DPR dikonsultasikan dengan DPR
Fungsi Legislasi
24 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR
Bagan 9
Fungsi Legislasi
Fungsi utama DPR Fungsi Anggaran
Fungsi Pengawasan
Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 20 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa
Syarat-syarat pengajuan tersebut mengacu pada Peraturan Tata Tertib DPR. Fungsi
legislasi ini juga mengandung pengertian bahwa DPR bertugas pula membahas dan
membentuk Undang Undang yang merupakan usulan/rancangan dari Presiden dan
DPD. Dengan ketentuan bahwa Rancangan UU yang diajukan DPD adalah yang terkait
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Fungsi Anggaran
Dasar hukumnya adalah Pasal 70 Ayat (2) UU Nomor 27 Tahun 2009. Fungsi anggaran
DPR dilaksanakan untuk :
Terkait dengan APBN yang diusulkan Presiden, DPR memiliki hak untuk menyetujui atau
tidak menyetujuinya. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat (3) yang menyebutkan
Fungsi Pengawasan
Dalam UU Parlemen, fungsi ini tercantum dalam Pasal 70 Ayat (3).
Fungsi pengawasan DPR dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan UU
dan APBN.
Fungsi pengawasan DPR bermakna pula bahwa hal-hal yang akan dilakukan
Presiden harus mendapatkan persetujuan atau
pertimbangan dari DPR.
Misalnya dapat dilihat pada Pasal 11 Ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa “Presiden dengan persetujuan DPR untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain” serta dalam hal Presiden akan membuat
perjanjian-perjanjian internasional lainnya.
Selain itu, dalam hal mengangkat duta dan menerima penempatan duta Negara lain,
DPR juga berhak untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden. Dalam Pasal 14 Ayat
(2), disebutkan bahwa “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR”.
Mengingat dasar hukum pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 mengandung semangat
untuk lebih meningkatkan fungsi dan peran keterwakilan. Serta penyerapan aspira si
Fungsi pengawasan DPR dipertegas dalam hal memberi kewenangan tertentu
terhadap proses pengangkatan pejabat publik. Bahkan, DPR mempunyai
kewenangan dalam mengajukan usul pemberhentian Presiden didalam masa
jabatannya berdasarkan UUD 1945.
masyarakat dengan prinsip-prinsip yang antara lain disampaikan Imawan (2005), yaitu
prinsip akuntabilitas (accountability), keterwakilan (representativeness), keadilan (fairness),
persamaan hak tiap pemilih (equality) dan lokalitas, maka fungsi atau peran DPR itu harus
lebih ditingkatkan dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Prinsip dasar teori keterwakilan dalam politik mempunyai rentang sejarah yang
panjang, seperti rentangan sejarah tentang demokrasi itu sendiri. Konsep perwakilan dalam
Pandangan yang menyatakan bahwa Anggota DPR hanya merupakan wakil partai
politik sebenarnya hanya disimpulkan atas dasar fenomena sesaat terhadap hubungan
antara rakyat, partai politik dengan DPR. Pandangan itu tidak beranjak dari aspek sosiologis
terhadap hubungan nyata diantara ketiganya sebagai sebuah kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Antara rakyat, partai politik dan DPR hanya dapat dibedakan, namun tidak
dapat dipisahkan. Jadi, DPR merupakan perwakilan rakyat dan bukan perwakilan partai
politik. Calon-calon anggota DPR memang diseleksi dan diajukan partai politik, tetapi
calon-calon tersebut dipilih rakyat (constituen) di suatu daerah pemilihan.
Dalam UU Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU Parlemen) Bab III Pasal 79 huruf (i)
menyebutkan bahwa kewajiban Anggota DPR adalah menyerap dan menghimpun aspirasi
konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala. Aspirasi dan pengaduan masyarakat
harus ditampung dan ditindaklanjuti, sesuai dengan ketentuan Pasal 79 huruf (j). Huruf (k)
(surat kabar) termasuk denah penggunaan lahan untuk selanjutnya dimintakan komentar
tertulis dari penduduk yang berdomisili di Bangkok. Selain itu badan ini juga menyediakan
forum terbuka bagi warga Bangkok untuk mengekspresikan pendapat serta argumennya.
Kembali ke DPR, disamping faktor internal yang menyebabkan belum maksimalnya
pencapaian target penyelesaian UU, ternyata berdasarkan pengalaman, faktor eksternal
juga berperan. Terhambatnya produktivitas pembahasan RUU juga disebabkan oleh
terlambatnya Surat Presiden yang menunjuk Menteri yang mewakili Pemerintah.
Meskipun DPR mempunyai kekuasaan untuk membentuk UU, namun pada dasarnya
“otoritas” itu juga dimiliki Presiden. Dasar hukumnya adalah Pasal 20 ayat 2 UUD 1945
yang menentukan bahwa setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan
harus memperhatikan bobot mana yang terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh Komisi dan
alat kelengkapan DPR lainnya harus lebih efektif
Komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya harus menjadwalkan secara khusus
pembahasan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan harus ada kesepakatan tentang tata
cara penyampaian hasil pemeriksaan BPK itu. Dari sisi BPK sendiri, harus menyertakan
ringkasan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disampaikan kepada DPR,
sehingga Anggota DPR tidak kesulitan dalam melakukan pembahasannya.
Pengaturan tentang siklus APBN ada didalam UU Parlemen Pasal 156 yang menerangkan
bahwa dalam menjalankan fungsi anggaran, DPR menyelenggarakan kegiatan sebagai
berikut :
Keanggotaan DPR
Buku Kajian terhadap Peraturan Tata Tertib DPR yang diterbitkan Pusat Pengkajian
Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR (2008)
1. Disediakan anggaran yang memadai untuk Fraksi.
2. Diberikannya syarat Fraksi bagi setiap pelaksanaan fungsi DPR
3. Diberikannya waktu khusus untuk Fraksi dalam mengadakan rapat.
Peresmian
Peresmian Anggota DPR dilakukan pada bulan Oktober.
Tugas Anggota DPR (Hak dan Kewajiban)
Tugas Anggota DPR adalah terkait dengan fungsi-fungsi DPR. Setiap Anggota DPR
mempunyai hak-hak yang terkait dengan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan. Satu lagi yang penting adalah bahwa Anggota DPR mempunyai tugas untuk
menyerap dan menindaklanjuti aspirasi atau pengaduan masyarakat.
Sesuai dengan UU Parlemen Pasal 77, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.
Adapun kewajiban Anggota DPR adalah :
Ketentuan-ketentuan di atas harus betul-betul dipahami oleh setiap Anggota DPR.
Tujuannya agar dapat menyerap dan menindaklanjuti aspirasi atau pengaduan masyarakat/
konstituen dengan cara-cara yang sesuai dengan prosedur atau aturan yang berlaku.
Dengan demikian, akuntabilitas Anggota Dewan dapat terukur secara jelas.
Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya tersebut, kegiatan sehari-hari anggota
Dewan secara umum dapat digambarkan dalam diagram berikut :
Mengajukan pertanyaan
Protokoler
Imunitas
Pimpinan DPR merupakan alat kelengkapan DPR yang merupakan satu kesatuan
1. Teguh dan mengamalkan Pancasila;
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
3. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
Negara kesatuan Republik Indonesia;
4. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok
dan golongan Memegang
5. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
6. Mentaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
7. Menaati tata tertib dan kode etik
8. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
9. Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja
secara berkala
10. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat
11. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen
di daerah pemilihannya
dengan luar negeri, perwujudan dari hal ini antara lain dalam bentuk komunikasi baik
lisan maupun tertulis dengan Pimpinan Parlemen negara-negara Sahabat.
Demikian pula dalam pengiriman Delegasi Muhibah DPR yang dalam hal ini salah
seorang Pimpinan DPR selalu memimpin Delegasi Muhibah tersebut. Sebaliknya dalam
menerima kunjungan delegasi-delegasi Parlemen dari Negara-negara lain, Pimpinan
DPR selalu menerima dan menjamu atas nama DPR. Pimpinan juga menerima Kepala-
kepala Perwakilan Asing yang ada di Indonesia, baik dalam rangka memperkenalkan diri
Dari seluruh alat kelengkapan DPR, hanya Pimpinan DPR yang diwajibkan
memberikan pertanggungjawabannya dalam Rapat Paripurna.
Berkaitan dengan ini, perlu dibuat peraturan yang menyatakan bahwa setiap alat
kelengkapan DPR diwajibkan untuk memberikan pertanggungjawabannya dalam Rapat
Paripurna DPR, tidak hanya Pimpinan DPR.
Komisi
Pembentukan
Saat ini ada 11 Komisi di DPR. Masing-masing memiliki bidang tugas tertentu. Terkait
dengan pembentukan komisi, sebaiknya penunjukkan anggota oleh fraksinya dilakukan
dengan mempertimbangkan pengalaman dan keahlian anggota DPR tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan tugasnya, seorang anggota dapat lebih optimal
dalam pelaksanaan fungsi kedewanannya di bidang tersebut.
Komisi merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.
Pasal 35 Peraturan Tata Tertib DPR, susunan dan keanggotaan Komisi ditetapkan
berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang.
Pasal 36 Peraturan Tata Tertib DPR, Pimpinan Komisi dipilih dari dan oleh Anggota
Komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional. Adapun
pembagian tugas Pimpinan Komisi diatur sendiri oleh Pimpinan Komisi berdasarkan tugas
Komisi. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Pimpinan Komisi tidak dapat dirangkap
dengan keanggotaan Pimpinan alat kelengkapan DPR lainnya.
Pemilihan Pimpinan Komisi DPR dilakukan oleh Anggota Komisi itu. Dalam Buku Kajian
terhadap Peraturan Tata Tertib DPR (Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
Sekretariat Jenderal DPR, 2008 : 126), disebutkan bahwa pemilihan Pimpinan Komisi DPR
juga sama caranya dengan yang dilakukan Kongres Nasional Afrika Selatan. Yang dalam
Peraturan Tata Tertib Parlemennya, yaitu pada Pasal 91 Ayat 1 huruf a yang menyatakan:
“Sebuah Komisi harus memilih satu dari anggotanya sebagai Ketua Komisi." Cara ini juga
diberlakukan di Norwegia, yang pada Peraturan Tata Tertib Parlemennya, yaitu pada Pasal
16 dinyatakan: “Segera sesudah Komisi terbentuk, setiap Anggota Komisi memilih seorang
Ini diterapkan di parlemen Lok Sabha, India. Kelebihannya, pemilihan dapat berlangsung
cepat dan realitas politik tercermin. Kekurangannya, dukungan Anggota Komisi terhadap
Pimpinan Komisi cenderung kurang.
Komisi DPR sejak dulu dibentuk berdasarkan departemen yang dibentuk oleh Presiden.
Ini berbeda dengan misalnya di Filipina dimana Komisi parlemen dibentuk berdasarkan
isu-isu. Ini menyebabkan jumlah Komisi DPR seringkali berubah-ubah mengikuti jumlah
departemen yang ada. Namun demikian, pernah terjadi dalam tubuh DPR dimana jumlah
Komisi disesuaikan dengan perolehan kursi suatu partai untuk dapat membentuk Fraksi.
Contohnya adalah pada tahun 1997 ketika Partai Demokrasi Indonesia (PDI) mendapatkan
10 kursi, Komisi DPR berkurang dari 10 Komisi menjadi 9 Komisi.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa saat ini berkembang ide untuk menambah jumlah
Komisi. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa tiap Komisi saat ini memiliki bidang tugas
penanganan yang tampaknya terlalu banyak. Sehingga fungsi-fungsi DPR kurang maksimal
dilaksanakan pada masing-masing bidang yang ditanganinya. Pasangan kerja (dari unsur
Pemerintah) otomatis menjadi terlalu banyak pula. Maka, pemikiran yang muncul adalah
bahwa sebaiknya tiap Komisi mempunyai bidang tugas dan pasangan kerja yang lebih
sedikit. Konsekwensinya adalah jumlah Komisinya yang ditambah.
Badan Musyawarah
Badan Legislasi
Bagan 15
Panitia Anggaran
Alat-alat Kelengkapan
DPR yang lain selain Badan Urusan Rumah Tangga
komisi
Badan Kerja Sama Antar Parlemen
Badan Kehormatan
Panitia Khusus
Peran DPR
Peran DPR dalam Proses Demokratisasi
D
alam demokratisasi, DPR senantiasa berupaya agar demokrasi di Indonesia tidak
berbalik arah menuju bangkitnya kembali nilai dan watak otoriterisme suatu rezim,
serta berusaha terus mengawal demokrasi yang sedang dibangun agar tidak
terjebak pada westernisasi dimana jiwa dan ruh jati diri bangsa perlahan-lahan dapat
terkikis menjadi sekedar liberalisme belaka.
Sebagaimana yang pernah diutarakan Ketua DPR Periode 2004-2009 Agung Laksono,
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi tidak boleh tumbuh semata-mata dalam “pasar
bebas demokrasi." Demokrasi tidak boleh hanya menguntungkan sekelompok orang, sehingga
dalam kompetisi di berbagai bidang yang kuat itulah yang memenangkan demokrasi,
sementara rakyat yang lain terpinggirkan dalam alam demokrasi itu sendiri. Maka, demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi sebagaimana yang digagas oleh Bung Karno dan Bung Hatta,
harus berjalan beriringan dan dijiwai oleh nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Demokrasi yang dikawal oleh DPR adalah demokrasi yang mengandung pengertian
bahwa demokrasi harus dijiwai oleh harkat dan martabat kemanusiaan, dimana demokrasi
yang demikian adalah sebuah sistem dan sebuah peradaban bangsa untuk mencapai dan
mewujudkan tujuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta berpemerintahan
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Reformasi politik yang sudah dikawal DPR selama lima tahun (2004-2009) dan di masa-
masa yang akan datang haruslah reformasi politik yang tidak terpisahkan dari reformasi
ekonomi, sosial dan hukum. Dalam hal ini, walaupun di bidang politik proses demokratisasi
terus berjalan, namun ketika sampai pada area pengambilan kebijakan publik di bidang
ekonomi, bisa saja hal yang sebaliknya terjadi, tergantung pada siapa yang memenangkan
kekuasaan politik.
Maka, DPR harus terus mengawal reformasi menuju terbangunnya sebuah peradaban
Salah satu upaya DPR dalam resolusi konflik adalah dengan menghasilkan produk
perundang-undangan yang dapat meredam atau mencegah adanya konflik di kalangan
masyarakat. Yang antara lain disebabkan oleh kecemburuan sosial atau budaya. UU
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis merupakan produk nyata dari upaya ini. UU
tersebut memberikan jaminan kesamaan potensi, harkat dan martabat setiap orang sesuai
dengan Hak Azasi Manusia, di negara Indonesia yang ber-Pancasila. Bahwa pada dasarnya
setiap manusia adalah sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam hak, martabat,
derajat dan kewajibannya. Bahwa manusia diciptakan dalam kelompok-kelompok ras dan
etnis yang berbeda-beda, ini merupakan hak absolut dan tertinggi dari Yang Maha Kuasa.
Saya katakan, manusia tidak dapat dan tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai
bagian dari ras atau etnis tertentu. Adapun perbedaan ras dan etnis tidak berarti ada
Supporting System
(Sekretariat Jenderal DPR)
S
ekretariat Jenderal DPR merupakan unsur penunjang DPR. Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 23 Tahun 2005 Sekretariat Jenderal DPR adalah aparatur pemerintah
yang di dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Pimpinan DPR.
Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPR, sesuai dengan Peraturan
Tata Tertib DPR Tahun 2005, Sekretariat Jenderal DPR mempunyai tugas :
a. Memberikan bantuan teknis, administratif, dan keahlian kepada DPR.
b. Melaksanakan kebijakan kerumahtanggaan yang telah ditentukan oleh Pimpinan
DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal.
c. Membantu Badan Urusan Rumah Tangga DPR dalam mensinkronisasikan penyusunan
rancangan anggaran DPR yang bersumber dari pengajuan masing-masing alat
kelengkapan DPR, dengan ketentuan :
1) Hasil sinkronisasi penyusunan rancangan anggaran sebelum disampaikan kepada
Pimpinan DPR terlebih dahulu disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga
DPR untuk diadakan penelitian dan penyempurnaan;
2) Dalam proses penyelesaian rancangan anggaran selanjutnya, Sekretariat
Jenderal membantu Badan Urusan Rumah Tangga DPR dan Panitia Anggaran
DPR untuk menetapkan plafon anggaran.
d. Membantu Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi menyiapkan naskah
akademis dan naskah awal RUU.
e. Memberikan penjelasan dan data yang diperlukan oleh Badan Urusan Rumah Tangga
DPR.
f. Melaksanakan hal lain yang ditugaskan oleh Pimpinan DPR, dan
g. Melaporkan secara tertulis pelaksanaan tugasnya selama Tahun Sidang yang lalu
kepada Pimpinan DPR pada setiap permulaan Tahun Sidang dengan memberikan
tembusan kepada Badan Musyawarah dan Badan Urusan Rumah Tangga DPR.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 23
Dukungan Keahlian
ditetapkan dengan peraturan DPR setelah dikonsultasikan dengan Pemerintah. Ayat (3)
nya menyebutkan bahwa badan tersebut secara fungsional bertanggungjawab kepada
DPR dan secara administratif berada di bawah Setjen DPR. Semangat pembentukan badan
ini antara lain dilatarbelakangi tinjauan pada parlemen-parlemen negara lain, misalnya di
AS dimana di sana ada lembaga seperti CBO/Budget Office. Dengan adanya badan yang
bersifat keahlian, dukungan substansial bagi kinerja parlemen diharapkan dapat lebih
terpenuhi secara memadai.
Sebagai perbandingan akan arti penting lembaga penelitian dalam mendukung
kinerja DPR, dapat ditelusuri melalui pengalaman parlemen di beberapa negara. Parlemen
Malaysia, misalnya, memiliki Pusat Sumber Data yang menyediakan bahan-bahan
acuan keparlemenan, berikut informasi, penelitian dan pengetahuan yang dibutuhkan
oleh parlemen. Pusat Sumber Data ini memiliki beragam koleksi dari legislasi; dokumen
parlemen; jurnal; database online; dan lain-lain. Pelayanan lain yang diberikan adalah
fotokopi; peminjaman bahan; internet; dan website parlemen.
Jasa perpustakaan, penelitian, referensi, dokumentasi dan informasi Parlemen India
(Lok Sabha) memberikan informasi teratur dan terkini setiap harinya dalam bentuk
referensi maupun penelitian. Hal ini memungkinkan para anggota untuk ikut serta
secara efektif dalam perdebatan. Jasa ini juga menyiapkan catatan latar belakang, buletin
informasi, dan catatan penelitian, begitu pula ringkasan/catatan penelitian. Jasa editorial
dan terjemahan terlibat misalnya dalam hal sinopsis perdebatan di Lok Sabha, laporan
komisi, proses-proses kerja di parlemen. Demikian pula dengan Parlemen Singapura yang
memiliki laporan tentang setiap perkataan yang terjadi di Parlemen baik di rapat-rapat
komisi dan rapat-rapat persiapan, juga direkam oleh tim di Departemen Laporan Resmi.
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. 1996. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Held, David. Demokrasi dan Tatanan Global. 2004. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Hobbes, Thomas. Leviathan.
Katharina (Ed). Kajian terhadap Peraturan Tata Tertib DPR. 2008. Jakarta. Pusat Pengkajian Pengolahan
Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR
King, Dwight Y. Pemilihan Umum 1955 dan 1999: Keserupaan dan Kesinambungan, dalam
Demokratisasi Tak Boleh Mati, (Jakarta, The Habibie Center, 2002)
Marbun, B.N. DPR : Pertumbuhan dan Cara Kerjanya. 1992. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Rosseau, Jean Jacques. Du Contract Social. 2007. Jakarta. Visi Media
Dokumen :
• Buku Reformasi DPR. 2006. Hasil Laporan Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR. Jakarta. Sekretariat
Jenderal DPR
• Pedoman Rekrutmen Tenaga Ahli dan Asisten Anggota DPR. 2009. Sekretariat Jenderal DPR.
• Prolegnas 2005-2009. Badan Legislasi DPR
64