Anda di halaman 1dari 80

Buku Panduan

tentang

Mekanisme Kerja Anggota dan


Parlemen
Buku Panduan tentang
Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen

Hak Cipta:

Sekretariat Jenderal DPR RI


Jl. Jend Gatot Subroto No. 6
Jakarta 10270
www.dpr.go.id

dan

United Nations Development Programme (UNDP)


Menara Thamrin Lantai 8
Jl. MH Thamrin Kav. 3
Jakarta 10250
Tel: +62-21-3141308
Fax: +62-21-39838941
www.undp.or.id

Penulis: Faisal Djamal, S.H., M.Si.

Sekretariat Jenderal DPR RI


Dra. Hj. Nining Indra Shaleh, M.Si. (Sekretaris Jenderal DPR RI)
Untung Djumadi, S.H. (National Project Director)

Program Dukungan Parlemen UNDP


Pheni Chalid, Ph.D.
Frank Feulner, Ph.D.
Bachtiar Kurniawan
Angelin Sumendap
Buku Panduan
tentang

Mekanisme Kerja Anggota dan


Parlemen
Faisal Djamal, S.H., M.Si.
Kata Sambutan

Sekretaris Jenderal
Dewan Perwakilan Rakyat RI

D
ewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia masa bakti 2009-2014 merupakan wakil
rakyat hasil pemilu ketiga setelah masa reformasi, ujung tombak berkembangnya
demokrasi di Indonesia. Dibandingkan dengan pemilu diawal masa setelah reformasi,
hasil pemilu tahun 2009 ini dapat dikatakan melewati proses demokratisasi yang lebih matang.

Perkembangan demokrasi Indonesia yang makin matang ini pula lah yang mendorong
adanya tuntutan rakyat kepada para wakil mereka di DPR RI untuk meningkatkan kinerja
dan kualitas dibanding periode lalu. Kenyataannya, tuntutan tersebut juga harus dihadapkan
pada kondisi faktual bahwa sebagian besar wakil rakyat periode ini adalah wajah baru,
yang memerlukan waktu relatif lebih banyak untuk mendalami dan memahami tugas serta
wewenangnya dalam menjalani peran sebagai wakil rakyat.

Selain dari kondisi diatas, pemahaman mengenai peran, fungsi, tugas serta wewenang
wakil rakyat di DPR saat ini pun penting untuk segera disebarluaskan kepada anggota DPR
RI periode ini, mengingat sejak dibentuknya UU No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD, pengaturan mengenai sistim dan tata kerja lembaga perwakilan di Indonesia telah
mengalami berbagai perubahan.

iv Kata Sambutan Sekretaris Jenderal DPR - RI


Kami menyadari bahwa sesungguhnya harapan yang besar atas peningkatan kinerja tersebut
memang perlu diiringi dengan peningkatan pemahaman dan pengetahuan mengenai tugas
pokok dan fungsi wakil rakyat sesuai dengan perkembangan termasuk penyesuaian terhadap
peraturan perundang-undangan yang ada. Untuk membantu peningkatan pemahaman dan
pengetahuan tersebut, Sekretariat Jenderal DPR RI bekerjasama dengan Parliamentary Support
Programe UNDP telah menyusun 8 (delapan) buah buku panduan bagi anggota DPR RI.

Agar harapan dan tujuan buku ini terwujud dengan baik, maka buku panduan yang kami
susun ini telah dirumuskan berdasarkan (1) pengaturan menurut UU No. 27 Tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang menjadi dasar utama dari sistim dan tata laksana lembaga
perwakilan di Indonesia saat ini (2) ditujukan memenuhi kebutuhan praktis, (3) dilengkapi
dengan berbagai pengalaman terbaik (best practices) baik di Indonesia sendiri ataupun dari
pengalaman negara lain.

Harapan kami agar buku panduan ini dapat memberikan manfaat luas bagi kemajuan
kinerja DPR RI.

Sekretaris Jenderal DPR RI,

Dra. Hj. Nining Indra Shaleh, M.Si.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI v


Kata pengantar

Program Dukungan Parlemen


UNDP

P
ada kesempatan ini, United Nations Development Programme (UNDP) ingin mengucapkan
selamat kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode
2009-2014, semoga sukses selalu menyertai Anda. Kami juga mengucapkan terima kasih
khusus kepada Sekretariat Jenderal DPR RI, Australian Agency for International Development dan
The Asia Foundation yang telah memberikan dukungan penuh dalam penyusunan buku
panduan ini. Kami begitu pula terima kasih kami kepada para penulis yang telah membagi
pengalaman dan keahlian mereka dalam buku panduan ini. Tanpa peran serta dari mereka
semua, maka tidaklah mungkin buku panduan ini dapat terwujud.

Menjadi anggota DPR adalah sebuah kehormatan yang besar, maka anggota dewan pun
memiliki tanggung jawab yang besar pula. Anggota dewan diharapkan mampu tidak hanya
mendengarkan, namun juga mewakili dan menindaklanjuti keinginan-keinginan rakyat. Kami
yang tergabung ke dalam Program Dukungan Parlemen UNDP memberikan dukungan penuh
terhadap Sekretariat Jenderal DPR RI; dan juga para anggota dewan yang terhormat dalam
mewakili konstituennya.

Buku panduan tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen ini dirampungkan untuk
menunjang tugas-tugas dan pekerjaan anggota DPR RI, terutama dalam tugas-tugas sehari-
hari baik di dalam gedung DPR RI maupun di daerah pilihannya. Buku ini mengilustrasikan
tugas-tugas utama dari anggota DPR untuk melaksanakan kerja representasi, legislasi,
anggaran dan pengawasan, dan juga menyajikan praktik-praktik ideal yang dibutuhkan untuk
sebuah parlemen yang demokratis.

vi Kata Pengantar Program Dukungan Parlemen UNDP


Buku ini juga ingin membantu para anggota dewan untuk memenuhi janji-janji dari
demokrasi, dengan mendeskripsikan peran dan tugas spesifik dari anggota dalam kontribusinya
membentuk parlemen yang efektif, akuntabel dan transparan.

Keberhasilan parlemen demokratis Indonesia sangat tergantung dari kinerja para anggota
dewan, sehingga kinerja tersebut selalu menjadi sorotan utama dari masyarakat. Untuk
mendukung agar kinerja para anggota menjadi semakin efektif, maka buku panduan ini
menjabarkan praktik-praktik kerja terbaik yang berada di dalam parlemen-parlemen negara
demokratis lainnya. Oleh karena itu juga maka Program Dukungan Parlemen UNDP berusaha
untuk menyediakan dukungan-dukungan dan informasi yang diperlukan.

Kami mohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan dalam proses pembuatan
buku panduan ini dan kami berharap agar buku panduan yang ditujukan bagi anggota-anggota
DPD yang baru ini akan senantiasa digunakan sebagai sumber informasi dalam menjalani
tugas-tugasnya. Kami telah mengemas isu-isu penting yang terkadang rumit dan kompleks
menjadi sesederhana mungkin, sehingga buku ini dapat mudah dibaca dan dimengerti, serta
tidak membosankan. Selamat menunaikan tugas-tugas keparlemenan.

Salam hangat,

Program Dukungan Parlemen UNDP

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI vii
Daftar Isi

Kata Sambutan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat RI iv


Kata Pengantar Program Dukungan Parlemen UNDP vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel dan Bagan ix
Daftar Singkatan x
Tujuan dan Struktur Buku Panduan xiv
BAB I Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Pasca Amandemen UUD 1945 1
Hubungan Antar Lembaga Negara 3
BAB II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR
Sejarah DPR 11
Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Hak DPR 24
Peran Fraksi DPR 34
Keanggotaan DPR 35
Alat Kelengkapan DPR 38
Komisi 41
BAB III Peran DPR
Peran DPR dalam Proses Demokratisasi 49
Peran DPR dalam Memberantas Korupsi 50
Peran DPR dalam Resolusi Konflik 51
BAB IV Supporting System (Sekretariat Jenderal DPR) 55
Dukungan Administratif 57
Dukungan Keahlian 58
Daftar Pustaka 64

viii Daftar Isi, Tabel dan Bagan


Daftar Tabel dan Bagan

Daftar Tabel
Tabel 1 Beberapa Pengaturan dalam UUD 1945 1
Tabel 2 Partai Pemenang Pemilu 2004 16
Tabel 3 Pembagian Bidang Tugas dan Mitra Kerja Komisi DPR 17
Tabel 4 Prolegnas 2005 – 2009 21
Tabel 5 Penggunaan Hak Angket 22
Tabel 6 Penggunaan Hak Interpelasi 23

Daftar Bagan
Bagan 1 Perubahan Setelah Terpilihnya DPR Pasca Orde Baru 1999 2
Bagan 2 Perubahan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 2
Bagan 3 Kewenangan Membentuk Undang-Undang 4
Bagan 4 Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen UUD 1945 4
Bagan 5 Kewenangan DPD 5
Bagan 6 Proses Impeachment 7
Bagan 7 Kontroversi dan sejarah baru yang mengiringi kinerja DPR hasil Pemilu 1999 14
Bagan 8 Dua Kelompok Peranan DPR dalam Proses Pengangkatan Pejabat Publik 24
Bagan 9 Fungsi Utama DPR 25
Bagan 10 Orientasi Penelitian Terhadap Badan Legislatif 27
Bagan 11 Hal Penting yang Perlu Ditingkatkan Untuk Optimalisasi Fungsi Pengawasan 33
Bagan 12 Hak Anggota DPR 36
Bagan 13 Kegiatan Sehari-hari Anggota DPR 37
Bagan 14 Metode lain yang diterapkan di beberapa negara dalam
pemilihan Pimpinan Komisi 43
Bagan 15 Alat-alat Kelengkapan DPR yang lain selain Komisi 45

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI ix


Daftar Singkatan

DPR : Dewan Perwakilan Rakyat


DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
DPD : Dewan Perwakilan Daerah
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
MA : Mahkamah Agung
MK : Mahkamah Konstitusi
BI : Bank Indonesia
UUD 1945 : Undang-Undang Dasar 1945
Prolegnas : Program Legislasi Nasional
ORBA : Orde Baru
RUU : Rancangan Undang-Undang
KNP : Komite Nasional Pusat
KNIP : Komite Nasional Indonesia Pusat
KMB : Konferensi Meja Bundar
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
RIS : Republik Indonesia Serikat
UUDS : Undang-Undang Dasar Sementara
DPRS : Dewan Perwakilan Rakyat Sementara
DPR GR : Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
Keppres : Keputusan Presiden
PKI : Partai Komunis Indonesia
MPRS : Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
Parpol : Partai Politik
Susduk : Susunan dan Kedudukan
TNI : Tentara Nasional Indonesia
POLRI : Kepolisian Republik Indonesia
Pemilu : Pemilihan Umum
Dephan : Departemen Pertahanan
Deplu : Departemen Luar Negeri
Menkominfo : Menteri Negara Komunikasi dan Informatika
Wantanas : Dewan Ketahanan Nasional
BIN : Badan Intelijen Negara

x Daftar Singkatan
LEMSANEG : Lembaga Sandi Negara
LIN : Lembaga Informasi Nasional
LKBN Antara : Lembaga Kantor Berita Nasional Antara
Lemhanas : Lembaga Ketahanan Nasional
KPI : Komisi Penyiaran Indonesia
Depdagri : Departemen Dalam Negeri
Meneg PAN : Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Mensekneg : Menteri Sekretaris Negara
Sekab : Sekretaris Kabinet
LAN : Lembaga Administrasi Negara
BKN : Badan Kepegawaian Negara
BPN : Badan Pertanahan Nasional
ANRI : Arsip Nasional RI
KPU : Komisi Pemilihan Umum
DepkumHAM : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kejakgung : Kejaksaan Agung
KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi
KON : Komisi Ombudsman Nasional
KHN : Komisi Hukum Nasional
Setjen MA : Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung
Setjen MK : Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstutusi
Deptan : Departemen Pertanian
Dephut : Departemen Kehutanan
DKP : Departemen Kelautan dan Perikanan
Bulog : Badan Urusan Logistik
DMN : Dewan Maritim Nasional
PU : Departemen Pekerjaan Umum
Dephub : Departemen Perhubungan
Menpera : Menteri Negara Perumahan Rakyat
Menneg PDT : Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika
Deperin : Departemen Perindustrian
Deperdag : Departemen Perdagangan

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI xi


Daftar Singkatan

Daftar Singkatan

Menkop UKM : Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah


Meneg BUMN : Menteri Negara BUMN
BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal
BSN : Badan Standarisasi Nasional
BPKN : Badan Perlindungan Konsumen Nasional
KPPU : Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Dep ESDM : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Meneg LH : Menteri Negara Lingkungan Hidup
Meneg Ristek : Menteri Negara Riset dan Teknologi
BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
DRN : Dewan Riset Nasional
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
BATAN : Badan Tenaga Nuklir
BAPETAN : Badan Pengawas Tenaga Nuklir
BAKORSUTANAL : Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
LAPAN : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
BPH Migas : Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas
BP MIGAS : Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Hulu Migas
Depsos : Departemen Sosial
Depag : Departemen Agama
Menneg PP : Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Depkes : Departemen Kesehatan
Depnakertrans : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

xii Daftar Singkatan


Daftar Singkatan

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional


BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
Depdiknas : Departemen Pendidikan Nasional
Menbudpar : Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Menpora : Menteri Negara Pemuda dan Olahraga
Perpusnas : Perpustakaan Nasional
BP Budpar : Badan Pengembangan Kebudayaan Pariwisata
Depkeu : Departemen Keuangan
LKBB : Lembaga Keuangan Bukan Bank
BPKP : Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
BPS : Badan Pusat Statistik
Setjen BPK RI : Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Tatib : Tata Tertib
Pansus : Panitia Khusus
Perpres : Peraturan Presiden
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
KKN : Korupsi Kolusi Nepotisme
DPT : Daftar Pemilih Tetap
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
RAPBN : Rancangan Anggara Pendapatan dan Belanja Negara
Renstra : Rencana Strategis
Panja : Panitia Kerja
Bamus : Badan Musyawarah
PNS : Pegawai Negeri Sipil

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI xiii
Tujuan dan Struktur Buku Panduan

Tujuan Buku Panduan


Buku ini dipersiapkan untuk dapat menjadi informasi awal dalam pelaksanaan
tugas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Buku ini menyediakan informasi
dan panduan mengenai mekanisme kerja anggota Dewan dan Parlemen. Melalui
buku ini diharapkan anggota Dewan dan Parlemen dapat mengoptimalkan
perannya sebagai wakil rakyat dan pemegang mandat dari rakyat. Untuk itulah
Buku ini dihadirkan.

Pengguna Buku Panduan


Buku ini ditujukan terutama untuk para anggota DPR.

xiv Tujuan dan Struktur Buku Panduan


Struktur Buku Panduan
Buku ini terdiri atas beberapa bab, yang tersusun secara sistematis. Diawali
dengan penjelasan sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen Undang-
Undang Dasar 1945. Bagian selanjutnya membahas hubungan antar lembaga
negara khususnya DPR dengan lembaga negara lainnya. Diantaranya Presiden,
DPD, MA dan MK, BPK serta BI.

Selanjutnya adalah pembahasan mengenai sistem dan mekanisme kerja DPR.


Dimulai dari kedudukan, fungsi dan tugas dari DPR dan peran fraksi di DPR. Pada
bagian berikutnya dibahas mengenai keanggotaan DPR, alat kelengkapan serta
peran dari DPR.

Terakhir adalah pembahasan mengenai Sekretariat Jenderal DPR sebagai suatu


supporting system dalam lembaga negara ini.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI xv


bab I

Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia

xvi
Pasca Amandemen UUD 1945

A
mandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dimulai sejak tahun 1999
sampai tahun 2000 telah memberikan kepada DPR posisi yang kuat. Terutama pada
wewenang dan jumlah anggota dewan yang besar, dibandingkan dengan fungsi
pembuatan perundang-undangan dan penyerapan aspirasi rakyat.
Pada saat amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) pertama kali dilakukan pada
tahun 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga yang menjadi fokus
perhatian. UUD 1945 sebelum diamandemen memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada eksekutif. Sehingga salah satu target dalam melakukan amandemen pada waktu
itu adalah menjadi penyeimbang dalam relasi politik yang diatur dalam amandemen.
Pemberian wewenang untuk menyeimbangkan kekuasaan ini tampak antara lain dalam
hal pelaksanaan fungsi legislatif dan beberapa wewenang lainnya.
Tabel 1

Beberapa Pengaturan dalam UUD 1945


Sebelum Amandemen Setelah Amandemen
Kekuasaan membentuk undang-undang Kekuasaan membentuk undang-undang
ada di tangan Presiden (Pasal 5 ayat (1) ada di tangan DPR (Pasal 5 ayat (1), Pasal
UUD 1945 20, dan Pasal 21 UUD 1945
Kekuasaan Presiden dalam memberikan Kekuasaan Presiden dalam memberikan
grasi dan rehabilitasi sepenuhnya berada grasi dan rehabilitasi harus dengan
di tangan Presiden persetujuan DPR (Pasal 14 UUD 1945).
Sejak adanya perubahan struktural di tingkat konstitusi itu, DPR mengalami perubahan
secara perlahan. Banyak hal yang sudah dilakukan sejak anggota DPR pasca Orde Baru
terpilih pertama kali pada tahun 1999.
Penegasan sistem pemerintahan presidensial ditentukan dalam perubahan Pasal 1 ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 6A ayat (1) menetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 1


Bagan 1

Perubahan Setelah Terpilihnya DPR Pasca Orde Baru (1999)

Perubahan dalam konstelasi Parpol

Berwujud secara formal Lahirnya ‘lembaga baru’ di dalam DPR


dalam bentuk fraksi yaitu Badan Legislasi

Namun demikian, Sistem Pemerintahan Negara Indonesia


mempertegas sistem pemerintahan presidensial

Bagan 2

Perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945

Sebelum Amandemen Setelah Amandemen

Kedaulatan dilakukan sepenuhnya oleh Menentukan bahwa kedaulatan berada


MPR dan kemudian didistribusikan di tangan rakyat dan dilaksanakan
kepada lembaga-lembaga tinggi negara menurut Undang-Undang Dasar

Kedaulatan tetap berada di tangan


rakyat dan pelaksanaannya langsung
didistribusikan secara fungsional kepada
organ-organ konstitusional

Komposisi keanggotaan MPR yang semula terdiri atas anggota DPR ditambah dengan
utusan daerah dan golongan-golongan juga diubah, menjadi terdiri atas anggota DPR
dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebuah lembaga baru yang dibentuk
sebagai hasil dari perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Kewenangan MPR mengeluarkan Ketetapan-ketetapan juga dihapuskan.

2 Bab I Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia


Tugas-tugas MPR menjadi lebih terbatas pada mengubah
Undang-Undang Dasar, memberhentikan Presiden
dalam proses dan memilih Wakil Presiden yang baru, dalam hal
Wakil Presiden yang ada menggantikan Presiden di tengah masa
jabatannya.

pasangan secara langsung oleh rakyat. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung oleh rakyat, menjadikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih mempunyai
legitimasi yang lebih kuat. Dengan demikian ketentuan tersebut memperkuat sistem
pemerintahan presidensial.
Ciri lain mengenai sistem pemerintahan presidensial adalah adanya periode masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang pasti. Pasal 7 Perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam
jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Dari ketentuan Pasal 7 tersebut
maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak dapat dijatuhkan dalam masa jabatannya
kecuali melanggar hukum berdasar hal-hal yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui prosedur konstitusional (sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 7A dan 7B).
Selanjutnya Pasal 7C perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 juga menegaskan bahwa Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan DPR. Ketentuan Pasal ini untuk mewujudkan keseimbangan politis bahwa
DPR tidak dapat memberhentikan Presiden kecuali berdasarkan ketentuan Pasal 7A dan
7B dan berdasarkan ketentuan Pasal 7C maka Presiden tidak dapat membekukan DPR.
Ketentuan ini untuk melindungi keberadaan DPR sebagai salah satu lembaga negara yang
mencerminkan kedaulatan rakyat sekaligus meneguhkan kedudukan yang setara antara
Presiden dan DPR yang sama-sama memperoleh legitimasi langsung dari rakyat.

Hubungan Antar Lembaga Negara


Hubungan Antar Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945:
Hubungan Antara DPR dan Presiden

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 3


Pada lembaga legislatif, domain atau otoritas konstitusional lembaga tersebut meliputi
fungsi legislasi, fungsi penetapan anggaran, dan fungsi pengawasan. Pengaturan fungsi
ini sebagaimana dituangkan dalam Pasal 20A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pergeseran kewenangan membentuk undang-undang ini merupakan langkah
konstitusional untuk meletakkan secara tepat fungsi lembaga negara sesuai dengan
Salah satu perubahan yang paling mendasar dalam konstitusi adalah mengenai
kerangka hubungan serta domain atau tugas dan fungsi eksekutif (presiden) dan
tugas dan fungsi legislatif (DPR).

Bagan 3 Kewenangan Membentuk UU

Presiden
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 DPR

Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 telah menggeser kewenangan membentuk
Undang-undang dari lembaga eksekutif kepada lembaga legislatif.

bidang tugasnya masing-masing.


Demikian pula beberapa kewenangan yang semula menjadi hak prerogatif Presiden,
harus mendapat persetujuan atau pertimbangan dan konsultasi dengan lembaga legislatif.

Bagan 4 Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen UUD 1945


Presiden DPR
Hak mengajukan Rancangan Kewenangan Membentuk UU
Undang-Undang kepada DPR

Rancangan Undang-Undang
(baik dari Presiden atau DPR)

Wajib dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

4 Bab I Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia


Namun, konstruksi hubungan kekuasaan eksekutif dan legislatif hasil perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dimaksudkan untuk
mengalihkan bobot kekuasaan kepada lembaga legislatif (legislative heavy), tetapi suatu
hubungan ketatanegaraan yang didasarkan pada sistem dan mekanisme checks and
balances antar cabang kekuasaan.

Hubungan Antara DPR dan DPD


Namun meskipun DPD berwenang mengajukan RUU di bidang-bidang tertentu, namun
DPD tidak dapat mengajukannya langsung kepada Presiden.

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 juga merubah komposisi keanggotaan MPR yang semula terdiri atas
anggota DPR ditambah dengan utusan daerah dan golongan-golongan,
menjadi terdiri atas anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD).

Bagan 5 Kewenangan DPD

DPD

Dapat mengajukan RUU kepada DPR Memiliki kewenangan untuk melakukan


pengawasan terhadap pelaksanaan
RUU yang berkaitan dengan otonomi undang-undang tertentu.
daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan, pemekaran dan Pasal 22D ayat (3) UUD 1945
penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumberdaya
ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
Pasal 22D UUD 1945

Hubungan Antara DPR dan MA dan MK

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 5



Berdasarkan kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi tersebut maka
Kewenangan Mahkamah Konstitusi:
• Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar
• Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar
• Memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum

rancangan undang-undang yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dan


Presiden untuk menjadi undang-undang dapat dilakukan uji material (judicial review)
oleh Mahkamah Konstitusi atas permintaan pihak tertentu. Undang-undang tersebut
masih dapat dipersoalkan oleh masyarakat yang akan dirugikan jika undang-undang
itu jadi dilaksanakan, atau oleh segolongan masyarakat dinilai bahwa undang-undang
itu bertentangan dengan norma hukum yang ada diatasnya, misalnya melanggar
UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar (dalam sebuah proses impeachment). Berdasarkan kewenangan tersebut maka MPR
tidak bisa lagi bertindak sendiri untuk memberhentikan Presiden. Dalam hal ini, MPR dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil presiden dalam masa jabatannya atas usul DPR
(Pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Namun, hal
ini akan sangat bergantung kepada keputusan Mahkamah Konstitusi, karena menurut
pasal 7B ayat (1) menyatakan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat
diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum.
Mahkamah Konstitusi akan menentukan apakah Presiden dan/atau Wakil Presiden
benar-benar telah melakukan pelanggaran hukum, yaitu berupa pengkhianatan terhadap
Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai

6 Bab I Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia


Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 7B Ayat (1) dan Pasal 24C Ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Adanya kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap peraturan perundang-

Bagan 6 Proses Impeachment

Setelah didukung DPR mengajukan Apabila Mahkamah


oleh 2/3 dari dugaan Konstitusi
jumlah anggota Mahkamah
pelanggaran memutuskan
DPR yang hadir Konstitusi
hukum untuk bahwa Presiden
dalam sidang memeriksa,
memberhentikan terbukti melakukan
paripurna yang mengadili dan
Presiden dari pelanggaran
dihadiri oleh memutus usul hukum atau
sekurang- jabatannya
pemberhentian tidak memenuhi
kurangnya 2/3 kepada
Presiden syarat lagi sebagai
dari jumlah Mahkamah
Konstitusi. Presiden
anggota DPR

MPR menyelenggarakan sidang untuk DPR menyelenggarakan sidang


memutus usul DPR tersebut paling paripurna untuk meneruskan usul
lambat tiga puluh hari sejak MPR pemberhentian itu kepada MPR
menerima usul tersebut (Pasal 7B (6)). (Pasal 7B (5)).

Kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah


undang-undang terhadap undang-undang diserahkan kepada Mahkamah
Agung.

undangan, baik oleh Mahkamah Konsitusi maupun oleh Mahkamah Agung, merupakan
ketentuan baru dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan ini, dimaksudkan untuk menciptakan checks and balances antara kewenangan
Presiden dan DPR dalam bidang legislatif.

Hubungan Antara DPR dan BPK

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 7


Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga
memberikan dasar hukum yang kuat serta pengaturan yang rinci mengenai Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), yaitu badan yang bebas dan mandiri serta sebagai lembaga Negara yang
berfungsi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam rangka
memperkuat kedudukan, kewenangan, dan independensinya sebagai lembaga Negara,
anggotanya dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan
oleh Presiden.
Berdasarkan Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya. Berdasarkan ketentuan tersebut maka DPR dapat melakukan Rapat
Konsultasi mengenai hasil pemeriksaan BPK dan permintaan pemeriksaan terhadap kasus-
kasus tertentu.

Hubungan Antara DPR dan Bank Indonesia (BI)


Ketentuan mengenai bank sentral (dalam hal ini Bank Indonesia atau BI) merupakan
ketentuan baru dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal
23D). Ketentuan mengenai bank sentral dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum
dan kedudukan hukum yang jelas kepada bank sentral sebagai suatu lembaga yang sangat
penting dalam suatu Negara. Khususnya yang mengatur dan melaksanakan fungsi kebijakan
moneter.
Dilhat dari sistem ketatanegaraan, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar


BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas
Moneter secara lebih efektif dan efisien.

independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat,
Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan
Departemen. Karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan.

8 Bab I Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia


Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan
tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi dengan DPR, BPK, Pemerintah
dan pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan DPR dan Presiden, BI setiap awal tahun anggaran
menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan
rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas
dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI
menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR.
Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan
kepada BPK.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 9


bab II

Sistem Mekanisme Kerja


DPR
Sejarah DPR

S
ejarah parlemen di Indonesia dimulai pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang
dinamai dengan Volksraad (Dewan Rakyat) yang bekerja dari tahun 1918 hingga tahun
1942 saat Jepang masuk ke Indonesia. Keseluruhan anggota Volksraad diangkat oleh
Pemerintah Hindia Belanda yang waktu itu Gubernur Jenderalnya dijabat oleh Mr. Graaf
van Limburg Stirum. Kaum nasionalis moderat seperti; Moh Husni Thamrin dan Soetardjo
Kartohadikoesumo bersedia menggunakan dan mensiasati Volksraad sebagai jalan untuk
mencapai cita-cita Indonesia merdeka melalui jalan parlemen. (Marbun;1992,9-22).
Dalam kenyataannya, Volksraad lebih berfungsi sebagai penasihat Gubernur Jenderal
dan tidak berfungsi sebagaimana layaknya sebuah lembaga legislatif, apalagi tidak semua
anggota Volksraad dipilih namun juga ada yang masuk melalui pengangkatan Gubenur
Jenderal. Ketika Jepang masuk ke Indonesia pada bulan Maret 1942, dengan sendirinya
Volksraad bubar dan tenaga rakyat saat itu, langsung dikonsentrasikan Jepang untuk
memenangkan Perang Asia Timur Raya (Miriam Budiardjo; 1994, 125-130).
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945

“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan


Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut
Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh
Presiden dengan bantuan Komite Nasional”.

dinyatakan bahwa:
Sejak itu “untuk sementara” fungsi-fungsi DPR berdasarkan UUD 1945 diselenggarakan
oleh Komite Nasional Pusat (KNP) atau Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) hingga 27
Desember 1949.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 11


Pada masa awal kemerdekaan, dibentuk Komite Nasional Pusat (KNIP) berdasarkan Pasal
4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945, sebagai cikal bakal badan legislatif di Indonesia. Dalam
perkembangan selanjutya, sebagai konsekuensi diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar
(KMB), diadakan perubahan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi
negara serikat, sehingga badan legislatif Republik Indonesia Serikat (RIS) dibagi menjadi
dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR
dan Senat RIS menyetujui Undang-Undang Dasar Sementara NKRI (UUDS NKRI, UU Nomor
7/1950, Lembaran Negara Nomor 56/1950). UUDS ini menetapkan dibentuknya DPRS, yang
dapat dibubarkan oleh Presiden jika DPRS dianggapnya tidak mewakili kehendak rakyat lagi.
Perubahan selanjutnya adalah tahun 1955, DPR hasil Pemilu 1955 beranggota 272
orang. Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dan menyatakan
bahwa Indonesia kembali kepada UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Melalui
Penetapan Presiden Nomor 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR, kemudian melalui
Penetapan Presiden Nomor 4 tahun 1960 Presiden menetapkan Susunan DPR-Gotong
Royong (DPR-GR), yang beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden
dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 156 tahun 1960. Setelah peristiwa G.30.S/
PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-
ormasnya. Selanjutnya, berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian
ditindaklanjuti dengan Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 1966, Partai Komunis
Indonesia termasuk semua ormas-ormasnya dibubarkan.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) memperlihatkan bentuknya
seperti sekarang ini dimulai dengan penyelenggaraan Pemilu yang pertama dalam masa
pemerintahan Orde Baru pada tahun 1971. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah bersama
DPR-GR menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Undang-undang tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR dan DPRD yang kemudian mempengaruhi pula susunan organisasi
Sekretariat Jenderal DPR.
Fenomena yang jelas terlihat adalah bahwa pada masa itu, DPR berada ”di bawah
kontrol” eksekutif. Sehingga DPR selalu tampil sebagai ”stempel” pemerintah, sebagai
”pembenar” hampir semua kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Kekuasaan presiden
yang terlalu besar dianggap telah mematikan proses demokratisasi dalam bernegara. DPR
sebagai lembaga legislatif yang diharapkan mampu menjalankan fungsi penyeimbang
(checks and balances) dalam prakteknya hanya sebagai pelengkap struktur ketatanegaraan
yang ditujukan hanya untuk memperkuat posisi presiden yang saat itu dipegang oleh
Jenderal Soeharto.
DPR periode 1999-2004 merupakan DPR pertama yang terpilih dalam masa “reformasi”.

12 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Setelah jatuhnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan oleh
Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, masyarakat terus mendesak agar Pemilu
segera dilaksanakan. Desakan untuk mempercepat Pemilu yang kemudian dilaksanakan
pada tanggal 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pemilu ini dilaksanakan
dengan terlebih dulu mengubah beberapa UU dibidang politik antara lain UU tentang
Partai Politik (Parpol), UU Pemilihan Umum, dan UU tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, dan DPRD (Susduk), dengan tujuan mengganti sistem Pemilu ke arah yang
dianggap lebih demokratis.
Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik, yang memperlihatkan bahwa periode ini
ditandai dengan dimulainya kembali era multi partai politik sebagaimana yang pernah terjadi
pada masa antara tahun 1945 hingga 1973. Pemilu selanjutnya dilaksanakan pada tahun
2004, diikuti oleh 24 partai politik. Pada Pemilu 2004 ini diselenggarakan juga pemilihan
Presiden secara langsung untuk pertama kalinya sepanjang sejarah RI. DPR hasil Pemilu
Legislatif 2004 terdiri atas 11 Fraksi dengan urutan yang terbanyak hingga sedikit, yakni;
F-Golkar, F-PDI Perjuangan, F-PPP, F-Partai Demokrat, F-PAN, F-KB, F-PKS, F-Bintang
Reformasi, F-PDS dan F-Bintang Pelopor Demokrasi, yang merupakan gabungan dari
Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK), Partai Penegak
Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenis dan Partai Pelopor.
Meski UU Pemilu, Parpol, dan Susduk sudah diganti, sistem dan susunan pemerintahan
yang digunakan masih sama sesuai dengan UUD yang berlaku yaitu UUD 1945.
Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden selanjutnya diselenggarakan pada tahun
2009. Pemilu Legislatif dilaksanakan pada tanggal 9 April 2009. Dasar hukum pelaksanaan

Kontroversi dan sejarah baru yang mengiringi


kinerja DPR hasil Pemilu 1999
Pertama, untuk pertama kalinya proses pemberhentian kepala negara dilakukan
oleh DPR. Dengan dasar dugaan kasus korupsi di Badan Urusan Logistik, Presiden
yang menjabat ketika itu, Abdurrahman Wahid, diberhentikan oleh MPR atas
permintaan DPR. Dasarnya adalah Ketetapan MPR No. III/MPR/1978 Tentang
Kedudukan Dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara Dengan/Atau
Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Abdurrahman Wahid kemudian digantikan
oleh Wakil Presiden yang menjabat saat itu, Megawati Soekarnoputri.
Kedua, DPR hasil Pemilu 1999, sebagai bagian dari MPR, telah berhasil melakukan

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 13


amandemen terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali. Yaitu pada tahun 1999,
(pertama), 2000 (kedua), 2001 (ketiga), dan 2002 (keempat). Meskipun hasil dari
amandemen tersebut masih dirasa belum ideal, namun ada beberapa perubahan
penting yang terjadi. Dalam soal lembaga-lembaga negara, perubahan-perubahan
penting tersebut di antaranya: lahirnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD), lahirnya
sistem pemilihan presiden langsung, dan lahirnya Mahkamah Konstitusi.
Ketiga, jumlah UU yang dihasilkan, DPR periode 1999-2004 paling produktif
sepanjang sejarah DPR di Indonesia. Yaitu dengan mengesahkan 175 RUU menjadi
UU, dibandingkan periode sebelumnya, yaitu periode 1992-1997 yang mengesahkan
70 rancangan undang-undang menjadi undang-undang, dan Periode transisi 1997-
1999 yang mengesahkan 72 rancangan undang-undang menjadi undang-undang.

Bagan 7

Kontroversi dan sejarah baru yang


mengiringi kinerja DPR hasil Pemilu 1999

DPR hasil Pemilu 1999,


sebagai bagian dari MPR, DPR periode
Pertama telah berhasil melakukan 1999-2004 paling
kalinya proses amandemen terhadap UUD produktif sepanjang
pemberhentian 1945 sebanyak empat kali sejarah DPR di
kepala negara yaitu pada tahun 1999, Indonesia dengan
dilakukan oleh DPR (pertama), 2000 (kedua), mengesahkan 175
2001 (ketiga), dan 2002 RUU menjadi UU
(keempat)

14 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Pemilu 2009 adalah UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD
serta UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. UU No.10 Tahun
2008 merupakan produk perundang-undangan yang lahir dari proses penyempurnaan UU
Pemilu sebelumnya, yaitu UU No.12 Tahun 2003. Penyempurnaan yang tercermin dalam
UU No.10 Tahun 2008 antara lain terkait pemberian ruang yang lebih bebas kepada rakyat
untuk memilih wakil-wakilnya di parlemen.
Secara prinsipil, sistem pemilu yang digunakan dalam pemilu 2009 adalah sistem
pemilu yang lebih demokratis. Ini berdasarkan kebutuhan peningkatan derajat keterwakilan

Sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD pada Pemilu
2009 adalah sistem proporsional terbuka.

dan kondisi geopolitik Indonesia. Aturan baru yang menunjukkan niat memperbaiki
sistem Pemilu 2009 adalah dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi yang
membatalkan ketentuan Pasal 214 UU Pemilu mengenai penentuan calon terpilih. Dalam
Putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan seorang calon anggota DPR dan DPRD
terpilih berdasarkan suara terbanyak. Dengan demikian, maka suara rakyat sangat penting
bagi terpilihnya seseorang menjadi wakil rakyat di DPR atau DPRD.
Aturan baru yang diarahkan untuk menciptakan multi partai sederhana secara
alamiah adalah Parliamentary Threshold (PT) sebesar 2,5% dari suara sah nasional secara
keseluruhan. Hal ini dimaksudkan agar tidak semua partai politik yang ikut pemilu dapat

Dasar penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU


untuk menetapkan perolehan kursi setiap partai politik di DPR adalah
perolehan suara sah secara nasional
untuk setiap partai politik.

menempatkan wakilnya di DPR, sehingga tercipta sebuah efektivitas lembaga parlemen


dalam menjalankan fungsinya. Namun demikian, semua partai politik yang ikut pemilu
tetap berhak ikut pemilu berikutnya.
Dinamika DPR periode 2004-2009, sesungguhnya merupakan kelanjutan dari DPR pada
awal reformasi sebelumnya di periode 1999-2004. Ada sejumlah perubahan yang bisa
dilaporkan di sini. Salah satunya soal keanggotaan. Berbeda dengan periode sebelumnya

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 15


yang terdiri dari anggota dari Awal Periode Keanggotaan DPR
22 partai dan sembilan fraksi, > sebagian besar anggota adalah wajah baru.
periode DPR 2004-2009 diisi oleh
Keanggotaan DPR ini kemudian mengalami sedikit
16 partai politik pemenang pemilu
perubahan. Karena fraksi-fraksi yang ada di DPR
dan berhimpun dalam 10 fraksi. ada yang menarik anggotanya untuk digantikan
Selain itu, jumlah anggota DPR anggota lain yang berasal dari fraksi yang sama
periode ini meningkat menjadi atau sering disebut Pengganti Antar Waktu (PAW).
550 orang dari 500 orang pada
Penggantian keanggotaan itu tidak mengubah
periode sebelumnya. Hal penting
komposisi keanggotaan dari fraksi-fraksi yang ada.
yang patut digarisbawahi adalah
bahwa mulai periode ini tidak ada
lagi Fraksi TNI/POLRI yang para
anggotanya diangkat langsung
tanpa melalui proses pemilihan umum (Pemilu). DPR masa 2004-2009 beranggotakan
550 orang yang berasal dari 16 partai politik pemenang Pemilu dan saat itu belum
berlaku parliamantary threshold. Dari 16 parpol akhirnya dibentuk 10 fraksi. Persyaratan
membentuk fraksi adalah jumlah kursi yang diperoleh suatu partai politik harus mencapai
minimum 13. Sejumlah partai yang perolehan kursi di DPR tidak mencapai jumlah
minimum harus bergabung untuk membentuk satu fraksi.
Tabel 2

Partai Pemenang Pemilu 2004


Partai Politik Perolehan Kursi DPR Persentase
Partai Golongan Karya 127 23,1%
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 109 19,8%
Partai Persatuan Pembangunan 58 10,5%
Partai Demokrat 56 10,2%
Partai Amanat Nasional 53 9,6%
Partai Kebangkitan Bangsa 52 9,5%
Partai Keadilan Sejahtera 45 8,2%
Partai Bintang Reformasi 14 2,5%
Partai Damai Sejahtera 13 2,4%
Partai Bulan Bintang 11 2.0%
Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan 4 0,7%
Partai Pelopor 3 0,5%
Partai Karya Peduli Bangsa 2 0,4%

16 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1 0,2%
Partai Penegak Demokrasi Indonesia 1 0,2%
PNI Marhaen 1 0,2%
TOTAL 550 100,0%

Dalam melaksanakan tugasnya, DPR membentuk alat kelengkapan DPR, antara


lain di komisi-komisi dan panita khusus (pansus) yang memiliki bidang kerja dan tugas
masing-masing. Hasil kerja dari alat kelengkapan DPR selanjutnya dibawa, diputuskan dan
disahkan di dalam Rapat Paripurna DPR untuk menjadi keputusan, ketetapan dan UU atas
nama DPR secara keseluruhan.
Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan Tahun Sidang sesuai perimbangan dan
pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Selama periode 2004-2009 jumlah komisi
yang ada di DPR ditetapkan sebanyak 11 Komisi sesuai Rapat Paripurna pada 15 Oktober
2004 termasuk pembagian bidang tugas dan mitra kerja masing-masing.
Secara singkat, pembagian bidang tugas dan mitra kerja selama lima tahun ini bisa
digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3

Pembagian Bidang Tugas dan Mitra Kerja Komisi DPR


Komisi Bidang Mitra Kerja
I • Pertahanan • Departemen Pertahanan (Dephan)
• Luar Negeri • Departemen Luar Negeri (Deplu)
• Informatika • Tentara Nasional Indonesia (TNI)
• Menteri Negara Komunikasi dan Informatika
(Menkominfo)
• Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas)
• Badan Intelijen Negara (BIN)
• Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG)
• Lembaga Informasi Nasional (LIN)
• Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (LKBN Antara)
• Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas)
• Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Komisi Bidang Mitra Kerja

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 17


II • Pemerintahan Dalam • Departemen Dalam Negeri (Depdagri)
Negeri • Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg
• Otonomi Daerah PAN)
• Aparatur Negara • Menteri Sekretaris Negara (Mensekneg)
• Agraria • Sekretaris Kabinet (Sekab)
• Lembaga Administrasi Negara (LAN)
• Badan Kepegawaian Negara (BKN)
• Badan Pertanahan Nasional (BPN)
• Arsip Nasional RI (ANRI)
• Komisi Pemilihan Umum (KPU)
III • Hukum dan Perundang- • Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
undangan • Kejaksaan Agung (Kejakgung)
• HAM • Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
• Keamanan • Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
• Komisi Ombudsman Nasional (KON)
• Komisi Hukum Nasional (KHN)
• Setjen Mahkamah Agung (MA)
• Setjen Mahkamah Konstutusi (MK)
IV • Pertanian • Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
• Perkebunan • Kejaksaan Agung (Kejakgung)
• Kehutanan • Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
• Kelautan • Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
• Perikanan • Komisi Ombudsman Nasional (KON)
• Pangan • Komisi Hukum Nasional (KHN)
• Setjen Mahkamah Agung (MA)
• Setjen Mahkamah Konstutusi (MK)
V • Perhubungan • Departemen Pekerjaan Umum (PU)
• Telekomunikasi • Departemen Perhubungan (Dephub)
• Pekerjaan Umum • Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera)
• Perumahan Rakyat • Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Menneg
• Pembangunan Pedesaan PDT)
dan Kawasan Tertinggal • Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)
Komisi Bidang Mitra Kerja

18 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


VI • Perdagangan • Departemen Perindustrian (Deperin)
• Perindustrian • Departemen Perdagangan (Deperdag)
• Investasi • Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Mennkop
• Koperasi, UKM dan UKM)
BUMN • Menteri Negara BUMN
• Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
• Badan Standarisasi Nasional (BSN)
• Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
• Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
VII • Energi dan Sumber Daya • Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Departemen
Mineral ESDM)
• Riset dan Teknologi • Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH)
• Lingkungan Hidup • Menteri Negara Riset dan Teknologi (Meneg Ristek)
• Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
• Dewan Riset Nasional (DRN)
• Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
• Badan Tenaga Nuklir (BATAN)
• Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETAN)
• Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKORSUTANAL)
• Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
• Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas)
• Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Hulu Migas (BP Migas)
VIII • Agama • Departemen Sosial (Depsos)
• Sosial dan Pemberdayaan • Departemen Agama (Depag)
Perempuan • Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Menneg PP)
• Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
IX • Kependudukan • Departemen Kesehatan (Depkes)
• Kesehatan • Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans)
• Tenaga Kerja dan • Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Transmigrasi • Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Komisi Bidang Mitra Kerja

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 19


X • Pendidikan • Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
• Pemuda dan Olah Raga • Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar)
• Pariwisata • Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora)
• Kesenian dan Kebudayaan • Perpustakaan Nasional (Perpusnas)
• Badan Pengembangan Kebudayaan Pariwisata (BP
Budpar)
XI • Keuangan • Departemen Keuangan (Depkeu)
• Perencanaan Pembangunan • Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala
Nasional BAPPENAS
• Perbankan dan Lembaga • Bank Indonesia (BI)
Keuangan Bukan Bank • Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
• Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
• Badan Pusat Statistik (BPS)
• Sekretariat Jenderal BPK RI

Berkaitan dengan pelaksanaan fungsi legislasi, selama kurun waktu lima tahun ini,
DPR berhasil menuntaskan pembahasan 166 Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, alat kelengkapan
DPR bekerja sesuai dengan tata tertib DPR.

disahkan menjadi UU. Dari yang semula direncanakan dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) lima tahun sebanyak 284 UU. Dari UU yang disahkan tersebut, beberapa
UU dinilai oleh masyarakat memiliki kaitan langsung dengan kehidupan warga Negara.
Undang-undang yang dapat dicatat pada periode ini antara lain adalah UU No. 12/2006
tentang Kewarganegaraan. Ini merupakan produk UU yang oleh banyak pihak dinilai
sangat revolusioner. Karena menghapuskan diskriminasi rasial dan gender, terutama
karena definisi mengenai bangsa Indonesia asli yang mencakup semua orang yang
telah menjadi warga negara Indonesia sejak masa kelahirannya. Dan karena UU ini juga
memberi hak opsi bagi perempuan Indonesia yang menikah dengan orang asing untuk
mempertahankan kewarganegaraan Indonesia.
Sementara hasil dari program legislasi selama lima tahun masa sidang tercermin dari
tabel di samping ini:
Tabel 4
Prolegnas 2005-2009

20 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Tahun Prioritas RUU Disahkan Persentase
2005 55 14 25,45%
2006 45 39 86,67%
2007 80 40 50%
2008 79 61 77,22%
2009 76 12*
Total 335 166
*Per 23 Juni 2009 Sumber: Baleg

Sesuai dengan hasil konsultasi Pimpinan DPR dengan Pimpinan Fraksi dan Pimpinan
Komisi serta Pansus tanggal 31 Agustus 2009, diharapkan akan diselesaikan lagi 22 RUU
pada Masa Sidang terakhir DPR periode 2004-2009.
Dalam pelaksanaan tugas pengawasan, termasuk dalam penggunaan hak-hak DPR dan
hak-hak anggota secara perorangan. Beberapa hak yang dimiliki DPR sehubungan dengan
tugas pengawasan ini adalah Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak Menyatakan Pendapat.
Pelaksanaan hak ini, dengan melakukan rapat kerja dengan pemerintah. Pelaksanaan hak
ini antara lain adalah penggunaan salah satu hak parlemennya yaitu hak interpelasi soal
Perpres No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, dukungan resolusi PBB No. 1747 soal perluasan sanksi terhadap
Iran. Dewan juga menggunakan hak angket untuk menyelidiki skandal KKN kredit macet
Bank Mandiri, kasus impor beras. Kedua hak angket ini kandas di tengah jalan dan tidak
dapat ditindaklanjuti menjadi hak angket DPR. Selain itu juga penggunaan hak angket
untuk kasus penjualan tanker Pertamina serta penyelidikan atas Daftar Pemilih Tetap (DPT)
pemilu 2009. Selain penggunaan hak-hak, DPR juga telah menyetujui dan mengangkat
sejumlah pejabat publik melalui mekanisme fit and proper test yang masuk dalam ranah
pengawasan.
Dalam periode 2004-2009, sejumlah hak interpelasi dan hak angket yang diusulkan
oleh para anggota DPR dapat bergulir ke Rapat Paripurna DPR. Berikut beberapa yang
cukup menonjol:
Tabel 5

Penggunaan Hak Angket

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 21


Tanggal Kasus Keterangan
31 Mei Lelang gula ilegal Dalam Rapat Paripurna, usulan untuk angket Lelang
2005 Gula Ilegal ditolak. Fraksi yang menolak: F-PG,
F-PD, F-PKS, F-BPD, F-PPP, dan F-PBR. Fraksi yang
menerima: F-PDIP, F-KB, dan F-PDS. Fraksi yang
abstain: F-PAN
19 Mei Kasus Skandal Kredit Macet Sebanyak 88 anggota DPR dari 10 fraksi mengajukan
2005 Bank Mandiri usul penggunaan hak angket untuk mengungkap dan
mendorong pengungkapan kasus kredit macet Bank
Mandiri. Fraksi pengusul antara lain PAN, PPP, PDIP,
PDS, PBR, serta Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi.
24 Januari Masalah Kebijakan Impor Sejumlah anggota DPR mengajukan hak menyelidiki
2006 Beras dan mempertanyakan kebijakan pemerintah soal
impor beras melalui penggunaan hak angket dan
interpelasi. Namun usulan ini kandas di Rapat
Paripurna karena tidak didukung mayoritas anggota
DPR. Dari 452 anggota, 184 orang menolak hak
angket dan interpelasi, 151 orang mendukung hak
angket, dan 107 orang setuju dengan hak interpelasi.
Hasil itu membuat para pendukung hak angket
yang dimotori anggota F-PDIP dan F-PKS menelan
kekecewaan.
24 Maret Kasus Penjualan Tanker Sebanyak 23 anggota DPR dari 10 fraksi mengajukan
2005 Pertamina hak angket atau penyelidikan penjualan dua unit
kapal tanker jenis Very Large Crude Carrier (VLCC)
milik Pertamina pada pemerintah Presiden Megawati
Soekarnoputri pada 2004. Dua partai pendukung
pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla,
Partai Golkar dan Partai Demokrat, melalui fraksinya
di DPR, mendominasi pengusul hak angket ini.
Tanggal Kasus Keterangan

22 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


22 Maret Masalah Kebijakan Angket BBM pertama terjadi 22 Maret 2005,
2005 Pemerintah Menaikkan menyusul kebijakan pemerintah menaikkan harga
Harga BBM BBM sebesar 29 persen (28 Februari 2005), namun
ditolak. Angket BBM kedua pada 24 Januari 2006
setelah BBM kembali dinaikkan pemerintah sebesar
128 persen (1 Oktober 2005). Terakhir, pemerintah
menaikkan lagi harga BBM sebesar 28,7 persen (24
Mei 2008) yang diikuti usul hak angket DPR pada 3
Juni 2008.
26 Mei Masalah Pelanggaran Hak Kekisruhan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu
2009 Konstitusional Warga Legislatif 2009 membuat digelar voting penggunaan
Negara (Angket DPT) Hak Angket. Sebanyak 129 anggota menyetujui hak
angket dan 73 menolak dan satu suara abstain.
Jumlah anggota DPR yang mengikuti voting 203
orang dari 550 anggota DPR. Fraksi yang setuju:
Partai Golkar, PDIP, PPP dan PAN. Fraksi yang
menolak: Partai Demokrat, PKS dan PDS. Sedangkan
PKB terbelah menjadi 3 kelompok, 16 orang setuju,
satu menolak dan satu abstain.

Tabel 6

Penggunaan Hak Interpelasi


Kasus Keterangan
Masalah Kebijakan Impor Beras oleh Pemerintah Ditolak Rapat Paripurna
Masalah Persetujuan Pemerintah RI atas Resolusi Dewan
Keamanan PBB No. 1747
Masalah Penyelesaian Kasus Lumpur Lapindo Brantas, Sidoarjo

Berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan DPR terhadap kebijakan pemerintah


yang berlaku saat itu dapat terkait dengan pengangkatan pejabat publik maupun kebijakan
pemerintah lainnya. Pada prinsipnya, DPR melaksanakan pengawasan terhadap kebijakan
pemerintah dilakukan melalui pengajuan, pemberian persetujuan, pertimbangan konsultasi
dan pendapat.
Sementara itu, dalam kerangka pelaksanaan tugas di bidang anggaran, DPR setiap

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 23


Bagan 8
Dua kelompok peranan DPR dalam proses pengangkatan pejabat publik

Kelompok pejabat publik yang dalam Kelompok pejabat publik yang dalam
pengangkatannya diusulkan oleh pengangkatannya harus mendapatkan
DPR, dengan persetujuan DPR, dan pertimbangan dari DPR atau
dipilih oleh DPR dikonsultasikan dengan DPR

Dalam proses pencalonannya tidak


Dalam proses pencalonannya
memerlukan persetujuan dari Paripurna
memerlukan persetujuan DPR. Hasil pertimbangan dari Alat
melalui Paripurna DPR sebelum Kelengkapan Dewan yang ditugaskan
disampaikan kepada presiden langsung dikirimkan kepada Presiden
untuk diproses lebih lanjut untuk diproses lebih lanjut.

tahun mengadakan Pembicaraan Pendahuluan dengan Pemerintah dan Bank Indonesia


dalam rangka menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
Pembahasan dan penetapan APBN didahului dengan penyampaian RUU tentang APBN
beserta nota keuangannya oleh Presiden. Selain itu DPR juga melakukan pembahasan tentang
Laporan Realisasi Semester I dan prognosis 6 bulan berikutnya untuk APBN.

Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Hak DPR


UUD 1945 sebelum amandemen tidak menyebutkan secara tegas fungsi dan tugas
DPR. Baru pada amandemen yang kedua, pada Pasal 20A ayat (1) disebutkan bahwa DPR
memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Fungsi-fungsi ini dipertegas dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD
dan DPRD (UU Parlemen) Pasal 69, dimana ketiga fungsi DPR dijalankan dalam kerangka
representasi rakyat.

Fungsi Legislasi
24 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR
Bagan 9
Fungsi Legislasi
Fungsi utama DPR Fungsi Anggaran
Fungsi Pengawasan

Sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 20 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa

“DPR memegang kekuasaan membentuk Undang Undang”.

Kekuasaan ini diperjelas dalam Pasal 21 yang menyatakan bahwa

“Anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan Undang Undang”.


Dalam UU Parlemen, fungsi legislasi tercantum dalam Pasal 70 Ayat (1) yang
menegaskan bahwa fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku
pemegang kekuasaan membentuk UU.

Syarat-syarat pengajuan tersebut mengacu pada Peraturan Tata Tertib DPR. Fungsi
legislasi ini juga mengandung pengertian bahwa DPR bertugas pula membahas dan
membentuk Undang Undang yang merupakan usulan/rancangan dari Presiden dan
DPD. Dengan ketentuan bahwa Rancangan UU yang diajukan DPD adalah yang terkait
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Fungsi Anggaran
Dasar hukumnya adalah Pasal 70 Ayat (2) UU Nomor 27 Tahun 2009. Fungsi anggaran
DPR dilaksanakan untuk :

Membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan


terhadap RUU tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

Terkait dengan APBN yang diusulkan Presiden, DPR memiliki hak untuk menyetujui atau
tidak menyetujuinya. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat (3) yang menyebutkan

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 25


bahwa:
“Apabila DPR tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan
dan belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden,
Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu”.

Fungsi Pengawasan
Dalam UU Parlemen, fungsi ini tercantum dalam Pasal 70 Ayat (3).
Fungsi pengawasan DPR dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan UU
dan APBN.
Fungsi pengawasan DPR bermakna pula bahwa hal-hal yang akan dilakukan
Presiden harus mendapatkan persetujuan atau
pertimbangan dari DPR.

Misalnya dapat dilihat pada Pasal 11 Ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa “Presiden dengan persetujuan DPR untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain” serta dalam hal Presiden akan membuat
perjanjian-perjanjian internasional lainnya.
Selain itu, dalam hal mengangkat duta dan menerima penempatan duta Negara lain,
DPR juga berhak untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden. Dalam Pasal 14 Ayat
(2), disebutkan bahwa “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR”.
Mengingat dasar hukum pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 mengandung semangat
untuk lebih meningkatkan fungsi dan peran keterwakilan. Serta penyerapan aspira si
Fungsi pengawasan DPR dipertegas dalam hal memberi kewenangan tertentu
terhadap proses pengangkatan pejabat publik. Bahkan, DPR mempunyai
kewenangan dalam mengajukan usul pemberhentian Presiden didalam masa
jabatannya berdasarkan UUD 1945.
masyarakat dengan prinsip-prinsip yang antara lain disampaikan Imawan (2005), yaitu
prinsip akuntabilitas (accountability), keterwakilan (representativeness), keadilan (fairness),
persamaan hak tiap pemilih (equality) dan lokalitas, maka fungsi atau peran DPR itu harus
lebih ditingkatkan dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Prinsip dasar teori keterwakilan dalam politik mempunyai rentang sejarah yang
panjang, seperti rentangan sejarah tentang demokrasi itu sendiri. Konsep perwakilan dalam

26 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


politik merupakan perwujudan dari pengejawantahan
demokrasi yang tidak bisa dilakukan melalui sistem Dari sisi teori menurut Alfred
demokrasi langsung seperti yang pernah dilakukan de Grazia menuturkan bahwa
perwakilan dapat diartikan sebagai
di Athena. Ataupun seperti konsepsi demokrasi versi hubungan diantara dua pihak yaitu
Rousseau yang mengandaikan seperti bangsa Yunani, wakil dan dengan terwakil dimana
yaitu demokrasi melalui partisipasi langsung dari wakil memegang kewenangan
setiap warga negara dimana pemerintahan yang untuk melakukan berbagai
tindakan yang berkenaan dengan
mewakilinya ia sebut “Aristrokasi elektif”-karena yang
kesepakatan yang dibuatnya
pertama tidak memungkinkan di negara besar. dengan terwakil.
Dalam perkembangannya, studi-studi tentang
perwakilan politik erat kaitannya dengan penelitian-
penelitian tentang badan legislatif yang dikenal sebagai parlemen. Dalam hal pendekatan
atau keragaman orientasi penelitian terhadap badan legislatif, realitanya telah mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu melalui beberapa tahapan pendekatan yang dikenal
dalam ilmu politik. Penelitian-penelitian yang dilakukan mempunyai rangkaian tahapan
disesuaikan dengan orientasi peminatan para ilmuwan politik, yaitu dari orientasi pada
pendekatan kelembagaan (institusional), pendekatan proses, dan yang terakhir pendekatan
tingkah laku (behavioral).
Pemahaman pemerintahan perwakilan dalam politik (teori) adalah pemerintah mewakili
warga negara dalam memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya untuk menyelenggarakan
kehidupan bersama. Keseluruhan proses penggunaan kekuasaan tersebut diawasi

Bagan 10 Orientasi Penelitian Terhadap Badan Legislatif

memandang parlemen dari sisi struktur


Pendekatan Institusional
dan fungsinya

memandang parlemen dari sisi


Pendekatan Proses pembuatan keputusan sebagai
fungsi utamanya

memandang parlemen dari sisi


sikap dan tingkah laku para anggota
Pendekatan Tingkah Laku parlemen dalam setiap keputusan yang
dihasilkannya.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 27


oleh sekelompok orang yang telah diserahi
Partai politik adalah organisasi yang kekuasaan, yang kemudian dikenal sebagai
bersifat nasional dan dibentuk oleh wakil rakyat. Kemampuan pengawasan wakil
sekelompok warga negara Indonesia atas
dasar kesamaan kehendak dan cita-cita rakyat yang bertindak sebagai pengawas
untuk memperjuangkan dan membela kekuasaan pemerintah tersebut, masih dapat
kepentingan masyarakat, bangsa dan dibantu oleh berbagai hak yang tetap berada
negara, serta memelihara keutuhan Negara ditangan rakyat, seperti hak menyatakan
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
pendapat, mendapatkan keadilan dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. sebagainya yang disampaikan melalui wakil
rakyat.
Para tokoh yang terpilih sebagai anggota
DPR dari calon-calon yang diajukan partai politik, wajib bekerja dan berjuang di DPR
menentukan berbagai kebijakan publik. Arah dan kiprah perjuangan serta kerja para
anggota DPR itu, tentulah sesuai “platform” dan “program” partai politiknya masing-
masing dengan memperhatikan dan menyerap berbagai aspirasi publik. Oleh sebab itu,
partai politik merupakan “potret” masyarakat. Partai politik dibentuk oleh, dari dan untuk
masyarakat secara otonom

Anggota DPR merupakan wakil rakyat,


tidak hanya sekedar wakil partai politik.

Pandangan yang menyatakan bahwa Anggota DPR hanya merupakan wakil partai
politik sebenarnya hanya disimpulkan atas dasar fenomena sesaat terhadap hubungan
antara rakyat, partai politik dengan DPR. Pandangan itu tidak beranjak dari aspek sosiologis
terhadap hubungan nyata diantara ketiganya sebagai sebuah kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Antara rakyat, partai politik dan DPR hanya dapat dibedakan, namun tidak
dapat dipisahkan. Jadi, DPR merupakan perwakilan rakyat dan bukan perwakilan partai
politik. Calon-calon anggota DPR memang diseleksi dan diajukan partai politik, tetapi
calon-calon tersebut dipilih rakyat (constituen) di suatu daerah pemilihan.
Dalam UU Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU Parlemen) Bab III Pasal 79 huruf (i)
menyebutkan bahwa kewajiban Anggota DPR adalah menyerap dan menghimpun aspirasi
konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala. Aspirasi dan pengaduan masyarakat
harus ditampung dan ditindaklanjuti, sesuai dengan ketentuan Pasal 79 huruf (j). Huruf (k)

28 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Anggota DPR perlu :
1. Membaca dan mencermati Rencana Strategis (Renstra) DPR yang dibuat
oleh BURT Periode 2004-2009 untuk dapat memperoleh gambaran
tentang program-program DPR. Dengan demikan, Anggota DPR
dapat menelaah mana yang perlu lebih diprioritaskan selanjutnya bagi
peningkatan program-program yang bersifat mensejahterakan rakyat.
2. Membaca dan mempelajari laporan kinerja DPR periode 2004-2009.
Tujuannya agar tugas Anggota DPR baru dapat berjalan dengan lancar
sebagai suatu kelanjutan tanpa harus ada jeda.
3. Mengembangkan strategi-strategi baru bagi semakin terpenuhinya
program-program yang berpihak kepada rakyat.

Pasal 79 menyatakan bahwa Anggota DPR harus memberikan pertanggungjawaban secara


moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Contoh : pelaksanaan fungsi keterwakilan parlemen yang relatif tampak
diimplementasikan secara baik adalah yang ada di Thailand. Fungsi keterwakilan salah
satunya dapat dilihat dari realisasi pemberian ruang yang luas bagi partisipasi masyarakat.
Yaitu dalam ikut serta memberikan masukan-masukannya bagi terbentuknya suatu
kebijakan. Di Thailand, Komite Parlemen telah merumuskan ideal pemenuhan hak setiap
orang (“every citizen”) untuk berpartisipasi dalam urusan-urusan publik, hak memilih dan
dipilih serta persamaan hak untuk mendapatkan akses pelayanan publik – hak-hak ini
disebut dengan “the core of democratic government based on the consent of the people”.
Thailand merupakan salah satu Negara yang menggunakan model pemenuhan “hak
partisipasi masyarakat” dalam proses amandemen konstitusi, yang diistilahkan amandemen
konstitusi dari akar rumput. Perlu digarisbawahi bahwa tinjauan atas implementasi fungsi
keterwakilan di Thailand ini tidak dimaksudkan bahwa sistem di sanalah yang dapat
disebut sebagai “Best Practices”, namun hanya merupakan tinjauan terhadap sistem yang
telah dirumuskan sebagai bahan telaahan terhadap sistem yang diterapkan di Indonesia.
Selain pengalaman amandemen konstitusi, sejumlah pengalaman dalam melaksanakan
konsultasi publik di Negeri ini menarik untuk menjadi bahan diskusi. Pengalaman dan praktik
konsultasi publik di Thailand terjadi pada 14 Oktober 1974 saat terjadi demonstrasi besar

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 29


menentang UU Perencanaan Kota (the City Planning Act). Dampaknya masih bisa dirasakan
saat ini, Bangkok Metropolitan Administration (BMA) dibentuk untuk mengevaluasi
Bangkok City Planning. Rencana Tata Kota Bangkok dipublikasikan di sejumlah koran
Ideal partisipasi masyarakat di Thailand tersebut oleh
Komite Parlemen dijabarkan :
• Partisipasi warga negara secara langsung dalam melaksanakan urusan
publik dapat dilakukan saat mereka memegang jabatan sebagai anggota
parlemen dan menjabat di pemerintahan. Secara paralel, warga negara
juga dapat secara langsung berpartisipasi dalam urusan-urusan publik
pada saat mereka memilih atau mengubah konsitusi atau menentukan isu
yang menjadi urusan publik lewat proses referendum atau proses elektoral
lainnya. Selain itu, warga negara dapat berpartisipasi secara langsung
lewat organisasi-organisasi masyarakat (popular assemblies) dan
organisasi-organisasi rakyat akar rumput.
• Warga negara dapat juga berpartisipasi dalam pelaksaan urusan publik
lewat debat publik dan dialog dengan wakil-wakil yang dipilih mereka
(dalam Pemilu) atau lewat kapasitas organisasi yang mereka miliki
sendiri. Dalam konteks ini, diperlukan sebuah “organisasi rakyat yang
kuat dan efektif”.
• Hak dan peluang setiap warga negara untuk mendapatkan akses atas
pelayanan publik, termasuk melakukan aksi afirmatif agar terjadi
persamaan akses terhadap semua pelayanan publik.

(surat kabar) termasuk denah penggunaan lahan untuk selanjutnya dimintakan komentar
tertulis dari penduduk yang berdomisili di Bangkok. Selain itu badan ini juga menyediakan
forum terbuka bagi warga Bangkok untuk mengekspresikan pendapat serta argumennya.
Kembali ke DPR, disamping faktor internal yang menyebabkan belum maksimalnya
pencapaian target penyelesaian UU, ternyata berdasarkan pengalaman, faktor eksternal
juga berperan. Terhambatnya produktivitas pembahasan RUU juga disebabkan oleh
terlambatnya Surat Presiden yang menunjuk Menteri yang mewakili Pemerintah.
Meskipun DPR mempunyai kekuasaan untuk membentuk UU, namun pada dasarnya
“otoritas” itu juga dimiliki Presiden. Dasar hukumnya adalah Pasal 20 ayat 2 UUD 1945
yang menentukan bahwa setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan

30 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


persetujuan bersama. Jika RUU itu tidak mendapatkan persetujuan bersama, RUU itu tidak
boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR pada masa itu.
Mengenai transparansi pembahasan RUU, sebelum disahkannya UU Parlemen, letak
masalahnya adalah ketika RUU sudah dibawa ke forum Rapat Panitia Kerja (Panja). Meskipun
terbuka peluang bagi publik untuk memberikan masukan dalam proses pembahasan suatu
RUU dalam RDPU, namun partisipasi publik terhambat manakala pembahasan dilakukan
pada tingkat Panja yang sifat rapatnya adalah tertutup. Penyelenggaraan rapat Panja yang
tertutup itu pada akhirnya menyebabkan ketidakcukupan informasi bagi publik mengenai
akhir pembahasan suatu RUU.
Tinjauan selanjutnya adalah mengenai fungsi anggaran DPR.
APBN harus menjawab kebutuhan masyarakat.
DPR harus memiliki politik anggaran yang jelas. APBN harus dapat memenuhi ketentuan
konstitusi dan memberikan porsi yang cukup bagi kebutuhan publik. Dewan harus detail
dan ketat dalam melakukan cross check atas anggaran negara dan pengalokasiannya
sehingga skala prioritas dalam penyusunan APBN menjadi lebih jelas. Anggota DPR juga

Namun, berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UU Parlemen,


pada prinsipnya semua rapat-rapat DPR kini bersifat terbuka,
sehingga Anggota DPR dapat membawa Staf Ahlinya ke Rapat
Panja dan LSM/masyarakat mendapatkan informasi yang menjadi
haknya.

harus memperhatikan bobot mana yang terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat.

Untuk kemajuan implementasi fungsi anggaran ini,


ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. APBN harus menjawab kebutuhan masyarakat.
2. Mekanisme penyusunan APBN harus efektif dan Anggota DPR harus
paham betul tentang siklus dan mekanisme penyusunan APBN.
3. Tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh
Komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya harus lebih efektif

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 31


Mekanisme penyusunan APBN harus efektif dan Anggota DPR harus paham betul
tentang siklus dan mekanisme penyusunan APBN.
Sosialisasi mengenai siklus dan mekanisme penyusunan APBN yang telah menjadi
kesepakatan Dewan dan Pemerintah yang telah disetujui Badan Musyawarah (Bamus) DPR
kepada Anggota Dewan harus lebih ditingkatkan. Kendalanya adalah bahwa hasil pembahasan
Rencana Kerja dan Anggaran yang dilakukan Komisi-komisi dengan Kementerian Negara/
Lembaga yang disampaikan kepada Badan Anggaran dan dibahas dalam Rapat Panja yang
bersifat tertutup. Terkadang tidak disepakati dalam pembahasan antara Badan Anggaran dan
Pemerintah. Penyelenggaraan rapat Panja yang tertutup akhirnya menjadikan tidak cukup
informasi bagi publik mengenai akhir pembahasan suatu RUU, termasuk RUU tentang APBN.

Sosialisasi mengenai siklus APBN dalam fungsi anggaran adalah sangat


penting.

Tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) oleh Komisi dan
alat kelengkapan DPR lainnya harus lebih efektif
Komisi dan alat kelengkapan DPR lainnya harus menjadwalkan secara khusus
pembahasan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan harus ada kesepakatan tentang tata
cara penyampaian hasil pemeriksaan BPK itu. Dari sisi BPK sendiri, harus menyertakan
ringkasan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disampaikan kepada DPR,
sehingga Anggota DPR tidak kesulitan dalam melakukan pembahasannya.

Pengaturan tentang siklus APBN ada didalam UU Parlemen Pasal 156 yang menerangkan
bahwa dalam menjalankan fungsi anggaran, DPR menyelenggarakan kegiatan sebagai
berikut :

• Pembicaraan pendahuluan dengan Pemerintah dan BI dalam rangka


menyusun RAPBN
• Pembahasan dan penetapan APBN yang didahului dengan nota
keuangannya oleh Presiden
• Pembahasan :
- Laporan realisasi semester pertama dan prognosis 6 bulan berikutnya
- Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam
rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran
yang bersangkutan, apabila terjadi :

32 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


- Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi
yang digunakan dalam APBN
- Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal
- Keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja,
dan atau
- Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya
harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan
• Pembahasan dan penetapan RUU tentang perubahan atas UU tentang
APBN
• Pembahasan dan penetapan RUU tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN

Bagaimana dengan Fungsi Pengawasan DPR?


Efektivitas pengawasan DPR melalui rapat-rapat harus tinggi
Perencanaan dan persiapan untuk menghadapi rapat-rapat pengawasan harus
dilakukan dengan matang. Hal yang sering terlewatkan adalah masalah manajemen rapat.
Anggota Dewan, khususnya pimpinan rapat harus mempunyai kemampuan mengatur
jalannya rapat dengan baik. Pimpinan rapat harus dapat mengarahkan rapat agar setiap
pertanyaan-pertanyaan Anggota Dewan tetap fokus pada permasalahan pengawasan yang
sedang dijalankan. Untuk mendukung ini, Anggota Dewan perlu melengkapi diri dengan
data yang cukup dan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaannya dengan sebaik-baiknya.

Bagan 11 Hal Penting Yang Perlu Ditingkatkan untuk Optimalisasi


Fungsi Pengawasan

Efektivitas pengawasan Aspirasi masyarakat/konstituen Fungsi checks and


DPR melalui rapat- pada saat Anggota DPR balances harus
rapat harus tinggi melakukan pengawasan ke daerah dijalankan DPR dengan
dalam kunjungan kerja harus lebih efektif.
segera ditindaklanjuti dengan
baik.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 33


Aspirasi masyarakat/konstituen pada saat Anggota DPR melakukan pengawasan
ke daerah dalam kunjungan kerja harus segera ditindaklanjuti dengan baik
Temuan-temuan yang ada di lapangan harus segera ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja
dan para Anggota Dewan harus bisa mendorong Pemerintah untuk merespon secara
positif hasil kunjungan-kunjungan kerja Anggota Dewan.
Fungsi checks and balances harus dijalankan DPR dengan lebih efektif
Untuk memperbaiki kondisi ini, DPR perlu mempunyai dana pendukung yang cukup
untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasannya secara profesional. Harus
diciptakan suatu kondisi anggaran yang memungkinkan terbebasnya DPR dari keterbatasan
sumber daya, akses terhadap informasi dan data serta ketergantungan anggaran kepada
Pemerintah.

Peran Fraksi DPR


Fraksi DPR memang bukan alat kelengkapan Dewan. Namun dalam Peraturan Tata
Tertib DPR tampak bahwa peran Fraksi adalah sangat penting.
Fraksi DPR memang bukan alat kelengkapan Dewan. Namun dalam Peraturan Tata
Tertib DPR tampak bahwa peran Fraksi adalah sangat penting. Fraksi bersifat mandiri dan
dibentuk dalam rangka optimalisasi pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang.
Fraksi bersifat mandiri dan dibentuk dalam rangka optimalisasi pelaksanaan fungsi,
tugas dan wewenang DPR serta hak dan kewajiban Anggota DPR serta hak dan kewajiban
Anggota DPR. Sesuai dengan UU Parlemen Pasal 80, dalam mengoptimalkan hal-
hal tersebut, fraksi harus melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan
melaporkannya kepada publik. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi
ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR.

Keanggotaan DPR
Buku Kajian terhadap Peraturan Tata Tertib DPR yang diterbitkan Pusat Pengkajian
Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR (2008)
1. Disediakan anggaran yang memadai untuk Fraksi.
2. Diberikannya syarat Fraksi bagi setiap pelaksanaan fungsi DPR
3. Diberikannya waktu khusus untuk Fraksi dalam mengadakan rapat.

34 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Tugas Fraksi :
1. Mengkoordinasikan kegiatan anggotanya dalam melaksanakan tugas dan
wewenang DPR
2. Meningkatkan kemampuan, disiplin, keefektifan kerja anggotanya dalam
melaksanakan tugas yang tercermin dalam setiap kegiatan DPR.

Pasal 17 Ayat 1 dan 2


Peraturan Tata Tertib DPR

Peresmian
Peresmian Anggota DPR dilakukan pada bulan Oktober.
Tugas Anggota DPR (Hak dan Kewajiban)
Tugas Anggota DPR adalah terkait dengan fungsi-fungsi DPR. Setiap Anggota DPR
mempunyai hak-hak yang terkait dengan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan. Satu lagi yang penting adalah bahwa Anggota DPR mempunyai tugas untuk
menyerap dan menindaklanjuti aspirasi atau pengaduan masyarakat.
Sesuai dengan UU Parlemen Pasal 77, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.
Adapun kewajiban Anggota DPR adalah :
Ketentuan-ketentuan di atas harus betul-betul dipahami oleh setiap Anggota DPR.
Tujuannya agar dapat menyerap dan menindaklanjuti aspirasi atau pengaduan masyarakat/
konstituen dengan cara-cara yang sesuai dengan prosedur atau aturan yang berlaku.
Dengan demikian, akuntabilitas Anggota Dewan dapat terukur secara jelas.
Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya tersebut, kegiatan sehari-hari anggota
Dewan secara umum dapat digambarkan dalam diagram berikut :

Alat Kelengkapan DPR


Pimpinan DPR

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 35


Mengajukan Rancangan Undang-
Undang

Mengajukan pertanyaan

Menyampaikan usul dan pendapat


Bagan 12
Memilih dan dipilih
Hak Anggota DPR
Pasal 78 UU Parlemen Membela diri

Protokoler

Imunitas

Keuangan dan Administratif

Pimpinan DPR merupakan alat kelengkapan DPR yang merupakan satu kesatuan
1. Teguh dan mengamalkan Pancasila;
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan;
3. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
Negara kesatuan Republik Indonesia;
4. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok
dan golongan Memegang
5. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
6. Mentaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
7. Menaati tata tertib dan kode etik
8. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
9. Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja
secara berkala
10. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat
11. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen
di daerah pemilihannya

36 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


pimpinan yang bersifat kolektif.
Ketentuan dalam Pasal 132 ayat (1) UU Parlemen menyebutkan bahwa Ketua DPR
juga menjabat sebagai Ketua BURT. Pimpinan DPR bertanggung jawab kepada DPR dalam
melaksanakan tugas.
Pimpinan DPR mempunyai tugas-tugas dalam hubungan ke dalam lembaga DPR
sendiri, antara lain memimpin rapat-rapat Paripurna, rapat-rapat Badan Musyawarah,
memimpin rapat-rapat gabungan Komisi, memimpin rapat-rapat koordinasi antara Badan

Bagan 13 Berpartisipasi aktif dalam sidang


Fraksi, Komisi dan Paripurna

Masa Sidang : Rapat kerja dengan Pemerintah dan


sesuai dengan lembaga negara lainnya
3 fungsi DPR,
maka kegiatan Rapat Dengar Pendapat
Kegiatan
antara lain :
sehari-hari
Rapat Pembahasan RUU
Anggota
DPR
Rapat Pemilihan Pejabat Publik

Masa Reses Kunjungan ke daerah


(di antara pemilihan untuk
dua masa sidang) menampung aspirasi

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 37


Pemeriksa Keuangan/Menko-menko dan Menteri-menteri serta Kepala Badan.
Untuk menindaklanjuti berbagai keputusan Dewan/Bamus/Komisi/Konsultasi, dan
masukan-masukan Pimpinan DPR secara rutin melakukan rapat-rapat guna mengolah,
mengkaji dan menentukan kebijakan serta menindaklanjutinya.
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan dimaksud, selain Ketua bersama Wakil Ketua dan
atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya memimpin rapat-rapat/ pertemuan-
Tugas Pimpinan DPR

• Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil


keputusan;
• Menyusun rencana kerja pimpinan
• Melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda
dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPR
• Menjadi juru bicara DPR
• Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPR;
• Mewakili DPR dalam berhubungan dengan lembaga negara lainnya
• Mengadakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga Negara
lainnya sesuai dengan keputusan DPR;
• Mewakili DPR di pengadilan
• Melaksanakan keputusan DPR berkenaan dengan penetapan sanksi
atau rehabilitasi Anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
• Menyusun rencana anggaran DPR bersama BURT yang pengesahannya
dilakukan dalam rapat paripurna.

pertemuan konsultasi, menerima delegasi massa, menerima tamu-tamu/Delegasi dan


Negara Sahabat, dan Kepala-kepala Negara/Pemerintahan/Ketua dan Anggota Parlemen
Negara Sahabat. Sebagai Alat Kelengkapan DPR dalam hubungannya keluar DPR mewakili
Lembaga DPR terutama untuk hal-hal yang bersifat keprotokolan. Dalam hubungan

38 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Pimpinan DPR dalam melaksanakan tugasnya dapat :

(Pasal 84 ayat (1))

a. Menentukan kebijakan kerja sama antar parlemen berdasarkan hasil


rapat Badan Kerja Sama Antar Parlemen dan dilaporkan kepada Badan
Musyawarah;
b. Mengadakan koordinasi terhadap pelaksanaan tugas Komisi serta alat
kelengkapan DPR yang lain;
c. Mengadakan konsultasi dengan Pimpinan Fraksi apabila dipandang
perlu;
d. Mengawasi pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh
Sekretaris Jenderal dengan dibantu oleh Badan Urusan Rumah Tangga;
e. Menghadiri rapat alat kelengkapan DPR yang lain apabila dipandang
perlu;
f. Memberi pertimbangan atas nama DPR terhadap sesuatu masalah
atau pencalonan orang untuk jabatan tertentu sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, setelah mengadakan konsultasi dengan Pimpinan
Fraksi dan Pimpinan Komisi yang bersangkutan;
g. Mengadakan Rapat Pimpinan DPR sekurang-kurangnya sekali sebulan
dalam rangka melaksanakan tugasnya;
h. Membentuk Tim atas nama DPR terhadap suatu masalah mendesak yang
perlu penanganan segera, setelah mengadakan konsultasi dengan
Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Komisi yang terkait.

dengan luar negeri, perwujudan dari hal ini antara lain dalam bentuk komunikasi baik
lisan maupun tertulis dengan Pimpinan Parlemen negara-negara Sahabat.
Demikian pula dalam pengiriman Delegasi Muhibah DPR yang dalam hal ini salah
seorang Pimpinan DPR selalu memimpin Delegasi Muhibah tersebut. Sebaliknya dalam
menerima kunjungan delegasi-delegasi Parlemen dari Negara-negara lain, Pimpinan
DPR selalu menerima dan menjamu atas nama DPR. Pimpinan juga menerima Kepala-
kepala Perwakilan Asing yang ada di Indonesia, baik dalam rangka memperkenalkan diri

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 39


maupun dalam rangka pamitan sehubungan dengan akhir masa tugas mereka ataupun
pembicaraan-pembicaraan lain.
Melalui saling kunjung mengunjungi antara Delegasi DPR maupun Delegasi Parlemen
Negara-negara Sahabat, dapat diciptakan kerjasama antar dua Negara dan bangsa
mengingat hubungan kerjasama antar dua Negara ditempuh bukan hanya melalui
jalur Pemerintah atau swasta, tetapi juga melalui jalur Parlemen. Bahkan di dalam
perkembangan dewasa ini dimana isu mengenai hak-hak asasi manusia, lingkungan hidup
dan demokratisasi semakin gencar dilancarkan oleh Negara-negara maju maka diplomasi
melalui jalur parlemen dirasakan semakin penting. Apabila DPR yang berbicara artinya
rakyatlah yang berbicara dan apabila rakyat berbicara maka nuansanya akan berlainan
dengan apabila pemerintah yang berbicara. Selain kegiatan-kegiatan dimaksud, Pimpinan
DPR juga mengikuti berbagai kegiatan di luar negeri antara lain Sidang Umum AIPO,
Konferensi IPU, Sidang WTO, Kunjungan-kunjungan Muhibah ke Parlemen-parlemen
Negara Sahabat.
Adapun kegiatan yang perlu ditingkatkan oleh Pimpinan DPR adalah dalam konteks
menjadi juru bicara DPR. Dalam setiap rapat DPR, Pimpinan DPR sebaiknya sering
mengeluarkan press release untuk para wartawan. Sehingga informasi bagi masyarakat
dapat tetap terakses secara up to date dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Sebagai bahan perbandingan, di negara-negara lain dikenal 3 model peran Pimpinan
parlemen, yaitu model Westminster, model Kongres AS, dan model Biro Prancis. Contoh
yang dapat kita lihat adalah pada parlemen Inggris, Kanada, India dan Israel. Pada
keempat negara tersebut, Ketua Parlemen dibebani tugas mengatur jalannya perdebatan
dan memelihara ketertiban dalam majelis. Kedudukan tidak berpihak dalam peran
Ketua Parlemen dibuktikan dengan fakta bahwa hak suara Ketua Parlemen dibatasi oleh
ketentuan atau kebiasaan untuk mengatasi jumlah suara yang sama. Walaupun di Israel,
Ketua Parlemen berhak memberi keputusan atas masalah penting lainnya. Ketua Parlemen
juga tidak ikut serta dalam perdebatan selama siding-sidang parlemen. Ketua umumnya
mengendalikan semua fungsi legislatur dari perdebatan sampai administratif, baik langsung
dengan mengetuai Komisi yang bertugas melaksanakan fungsi ini atau secara tidak langsung
melalui Sekretaris Jenderal.
Ketua Parlemen model Kongres AS, bukan hanya seorang wasit yang tidak memihak,
melainkan juga mengendalikan agenda legislatif. Kekuasaan Ketua untuk mengangkat
anggota-anggota Komisi menjadi komponen penentu kekuasaan Ketua Parlemen.

40 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Adapun dalam model Biro Prancis, Ketua Parlemen adalah pemimpin suatu kolektif
yang mengendalikan semua aspek legislatur. Ketua langsung mengatur debat pleno dari
legislatur. Uniknya, Ketua tidak bersifat netral karena ia boleh ikut dalam perdebatan
sidang pleno.
Kembali pada Pimpinan DPR, hal yang harus disikapi serius adalah bahwa dari segi
pertanggungjawaban.

Dari seluruh alat kelengkapan DPR, hanya Pimpinan DPR yang diwajibkan
memberikan pertanggungjawabannya dalam Rapat Paripurna.

Berkaitan dengan ini, perlu dibuat peraturan yang menyatakan bahwa setiap alat
kelengkapan DPR diwajibkan untuk memberikan pertanggungjawabannya dalam Rapat
Paripurna DPR, tidak hanya Pimpinan DPR.

Komisi
Pembentukan
Saat ini ada 11 Komisi di DPR. Masing-masing memiliki bidang tugas tertentu. Terkait
dengan pembentukan komisi, sebaiknya penunjukkan anggota oleh fraksinya dilakukan
dengan mempertimbangkan pengalaman dan keahlian anggota DPR tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan tugasnya, seorang anggota dapat lebih optimal
dalam pelaksanaan fungsi kedewanannya di bidang tersebut.
Komisi merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.
Pasal 35 Peraturan Tata Tertib DPR, susunan dan keanggotaan Komisi ditetapkan
berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan Tahun Sidang.
Pasal 36 Peraturan Tata Tertib DPR, Pimpinan Komisi dipilih dari dan oleh Anggota
Komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional. Adapun
pembagian tugas Pimpinan Komisi diatur sendiri oleh Pimpinan Komisi berdasarkan tugas
Komisi. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Pimpinan Komisi tidak dapat dirangkap
dengan keanggotaan Pimpinan alat kelengkapan DPR lainnya.
Pemilihan Pimpinan Komisi DPR dilakukan oleh Anggota Komisi itu. Dalam Buku Kajian
terhadap Peraturan Tata Tertib DPR (Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
Sekretariat Jenderal DPR, 2008 : 126), disebutkan bahwa pemilihan Pimpinan Komisi DPR

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 41


Komisi merupakan alat kelengkapan Dewan yang dapat dianggap sebagai “ujung
tombak” dalam pembahasan-pembahasan RUU dan merupakan tempat dimana
suatu UU dibuat atau diproduksi.

juga sama caranya dengan yang dilakukan Kongres Nasional Afrika Selatan. Yang dalam
Peraturan Tata Tertib Parlemennya, yaitu pada Pasal 91 Ayat 1 huruf a yang menyatakan:
“Sebuah Komisi harus memilih satu dari anggotanya sebagai Ketua Komisi." Cara ini juga
diberlakukan di Norwegia, yang pada Peraturan Tata Tertib Parlemennya, yaitu pada Pasal
16 dinyatakan: “Segera sesudah Komisi terbentuk, setiap Anggota Komisi memilih seorang

Alasan dibentuknya Komisi dalam suatu lembaga perwakilan rakyat,


khususnya DPR adalah untuk keefektifan tugas DPR. Jumlah Komisi,
Pasangan Kerja Komisi dan ruang lingkup tugas Komisi diatur dengan
Keputusan DPR yang didasarkan pada institusi pemerintah, baik lembaga
kementerian negara maupun lembaga non kementerian dan sekretariat
lembaga negara.
Pengisian keanggotaan Komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan
atau penugasan Anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang
digeluti oleh Komisi.

Ketua, seorang Wakil Ketua, dan seorang Sekretaris.


Kelebihan metode dimana Pimpinan Komisi dipilih dari dan oleh Anggota Komisi itu
sendiri adalah aspirasi Anggota Komisi diperhatikan. Sehingga dapat dipastikan Pimpinan
Komisi mendapatkan dukungan yang lebih baik dari Anggota Komisinya. Kekurangan
metode ini ialah bahwa realitas politik bisa tidak tercermin dalam pemilihan Pimpinan.
Metode negosiasi Pimpinan Fraksi dan dipilih secara voting rahasia
Prakteknya dapat dijumpai pada Parlemen Rumania dan di Parlemen Uni-Eropa.
Kelebihan metode ini adalah bahwa realitas politik tercermin dalam pemilihan
Pimpinan Komisi, sedangkan kekurangannya ialah Pimpinan Komisi kurang didukung
kepemimpinannya oleh Anggota DPR.
Metode pemilihan Pimpinan Komisi yang dilakukan berdasarkan pilihan

42 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Fraksi mayoritas
Ini sebagaimana yang digunakan di AS. Kelebihannya, dijalankan dengan proses yang
cepat dan realitas politik tercermin. Adapun kekurangannya adalah adanya kenyataan
bahwa kepentingan Fraksi lah yang lebih tercermin.
Metode yang dijalankan berdasarkan pilihan Ketua Majelis Tinggi atau
Ketua Majelis Rendah

Bagan 14 Metode negosiasi Pimpinan Fraksi dan dipilih


secara voting rahasia
Metode lain yang
Metode pemilihan Pimpinan Komisi yang
diterapkan di beberapa
dilakukan berdasarkan pilihan Fraksi
negara dalam pemilihan
mayoritas
Pimpinan Komisi
Metode yang dijalankan berdasarkan pilihan
Ketua Majelis Tinggi atau Ketua Majelis
Rendah.

Ini diterapkan di parlemen Lok Sabha, India. Kelebihannya, pemilihan dapat berlangsung
cepat dan realitas politik tercermin. Kekurangannya, dukungan Anggota Komisi terhadap
Pimpinan Komisi cenderung kurang.
Komisi DPR sejak dulu dibentuk berdasarkan departemen yang dibentuk oleh Presiden.
Ini berbeda dengan misalnya di Filipina dimana Komisi parlemen dibentuk berdasarkan
isu-isu. Ini menyebabkan jumlah Komisi DPR seringkali berubah-ubah mengikuti jumlah
departemen yang ada. Namun demikian, pernah terjadi dalam tubuh DPR dimana jumlah
Komisi disesuaikan dengan perolehan kursi suatu partai untuk dapat membentuk Fraksi.
Contohnya adalah pada tahun 1997 ketika Partai Demokrasi Indonesia (PDI) mendapatkan
10 kursi, Komisi DPR berkurang dari 10 Komisi menjadi 9 Komisi.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa saat ini berkembang ide untuk menambah jumlah
Komisi. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa tiap Komisi saat ini memiliki bidang tugas
penanganan yang tampaknya terlalu banyak. Sehingga fungsi-fungsi DPR kurang maksimal
dilaksanakan pada masing-masing bidang yang ditanganinya. Pasangan kerja (dari unsur
Pemerintah) otomatis menjadi terlalu banyak pula. Maka, pemikiran yang muncul adalah
bahwa sebaiknya tiap Komisi mempunyai bidang tugas dan pasangan kerja yang lebih
sedikit. Konsekwensinya adalah jumlah Komisinya yang ditambah.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 43


Tugas Komisi
Di samping itu, berdasarkan UU Nomor 27 MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU Parlemen)
yang disahkan dalam Rapat Paripurna Luar Biasa, tanggal 20 Juli 2009, dibentuk alat
kelengkapan baru yang bersifat tetap, yaitu Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN)
yang ketentuannya tercantum dalam Pasal 110.
Selain itu, Panitia Anggaran diubah menjadi Badan Anggaran. Pembentukan Badan
Anggaran ini didasari oleh keinginan agar pembahasan mengenai anggaran di DPR
memiliki waktu yang cukup. Pembahasan efektif terhadap Nota Keuangan dari Presiden
yang masuk ke DPR setiap bulan Agustus, hanya memberi waktu sekitar 2 bulan bagi
Panitia Anggaran untuk memberikan keputusannya. Jadi, Panitia Anggaran hanya punya
waktu sampai bulan Oktober setiap tahunnya sejak Agustus.
Pembahasan anggaran dengan sistem seperti itu dinilai kurang efektif. Setiap bulan
Februari, baru dilakukan pendahuluan-pendahuluan dan pembicaraan pertanggungjawaban
Tugas Komisi dalam menjalankan fungsi anggaran DPR :
1. Mengadakan Pembicaraan Pendahuluan mengenai penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup
tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
2. Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang termasuk dalam ruang lingkup
tugasnya bersama-sama dengan Pemerintah;
3. Membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk program, proyek, atau
kegiatan Kementrian Negara/Lembaga yang menjadi pasangan kerja Komisi.
4. Mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara termasuk hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya;
5. Menyampaikan hasil Pembicaraan Pendahuluan, sebagaimana dimaksud pada
huruf a, dan hasil pembahasan, sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c
dan huruf d, kepada Panitia Anggaran untuk sinkronisasi;
6. Menyempurnakan hasil sinkronisasi Panitia Anggaran berdasarkan
penyampaian usul Komisi sebagaimana dimaksud huruf e;
7. Hasil Pembahasan Komisi sebagaimana dimaksud huruf f diserahkan kembali
kepada Panitia Anggaran untuk bahan akhir penetapan APBN.

44 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Tugas Komisi dalam pembentukan UU adalah mengadakan persiapan,
penyusunan, pembahasan dan penyempurnaan RUU yang termasuk
dalam ruang lingkup tugasnya.

Tugas Komisi dalam bidang pengawasan adalah :


1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta peraturan pelaksanaannya
yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;
2. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan
yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya;
3. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dan
4. Membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.

Badan Musyawarah

Badan Legislasi
Bagan 15
Panitia Anggaran
Alat-alat Kelengkapan
DPR yang lain selain Badan Urusan Rumah Tangga
komisi
Badan Kerja Sama Antar Parlemen

Badan Kehormatan

Panitia Khusus

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 45


anggaran tahun sebelumnya. Bulan Mei baru membahas pokok-pokok kebijakan fiskal
dan asumsi-asumsi APBN. Maka waktu inti yang dimiliki Panitia Anggaran adalah antara
bulan Agustus sampai dengan Oktober. Dengan dibentuknya Badan Anggaran, diharapkan
dapat dibentuk suatu jangka waktu yang lebih memadai bagi terlaksananya pembahasan
anggaran yang lebih baik.

Pasal 113 UU Parlemen, tugas BAKN ini adalah :


• Melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan
kepada DPR.
• Menyampaikan hasil penelaahan itu kepada Komisi.
• Menindaklanjuti hasil pembahasan Komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan
BPK atas permintaan Komisi.
• Memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan,
hambatan pemeriksaan serta penyajian dan kualitas laporan.

46 Bab II Sistem dan Mekanisme Kerja DPR


Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 47
bab III

Peran DPR
Peran DPR dalam Proses Demokratisasi

D
alam demokratisasi, DPR senantiasa berupaya agar demokrasi di Indonesia tidak
berbalik arah menuju bangkitnya kembali nilai dan watak otoriterisme suatu rezim,
serta berusaha terus mengawal demokrasi yang sedang dibangun agar tidak
terjebak pada westernisasi dimana jiwa dan ruh jati diri bangsa perlahan-lahan dapat
terkikis menjadi sekedar liberalisme belaka.
Sebagaimana yang pernah diutarakan Ketua DPR Periode 2004-2009 Agung Laksono,
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi tidak boleh tumbuh semata-mata dalam “pasar
bebas demokrasi." Demokrasi tidak boleh hanya menguntungkan sekelompok orang, sehingga
dalam kompetisi di berbagai bidang yang kuat itulah yang memenangkan demokrasi,
sementara rakyat yang lain terpinggirkan dalam alam demokrasi itu sendiri. Maka, demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi sebagaimana yang digagas oleh Bung Karno dan Bung Hatta,
harus berjalan beriringan dan dijiwai oleh nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Demokrasi yang dikawal oleh DPR adalah demokrasi yang mengandung pengertian
bahwa demokrasi harus dijiwai oleh harkat dan martabat kemanusiaan, dimana demokrasi
yang demikian adalah sebuah sistem dan sebuah peradaban bangsa untuk mencapai dan
mewujudkan tujuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta berpemerintahan
sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Reformasi politik yang sudah dikawal DPR selama lima tahun (2004-2009) dan di masa-
masa yang akan datang haruslah reformasi politik yang tidak terpisahkan dari reformasi
ekonomi, sosial dan hukum. Dalam hal ini, walaupun di bidang politik proses demokratisasi
terus berjalan, namun ketika sampai pada area pengambilan kebijakan publik di bidang
ekonomi, bisa saja hal yang sebaliknya terjadi, tergantung pada siapa yang memenangkan
kekuasaan politik.
Maka, DPR harus terus mengawal reformasi menuju terbangunnya sebuah peradaban

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 49


demokrasi yang baik. Untuk itu diperlukan mekanisme fungsi pembentukan perundang-
undangan yang efektif disamping fungsi anggaran dan fungsi pengawasan yang menjadi
tugas konstitusional DPR lainnya.

Peran DPR dalam Memberantas Korupsi


Sebagai upaya pencegahan terjadinya korupsi, DPR telah melakukan perannya melalui
berbagai penyempurnaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibahas bersama
Pemerintah. Berbagai UU telah dihasilkan DPR, termasuk penyempurnaan berbagai UU
tentang pemberantasan korupsi maupun UU yang terkait dengan pengelolaan keuangan
negara.
DPR juga memperhatikan konsepsi peran serta masyarakat agar lebih aktif dalam
mendukung pemberantasan korupsi melalui berbagai instrumen penting yang disediakan.
Instrumen tersebut antara lain dituangkan dalam ketentuan UU yang mendorong rakyat
untuk proaktif memberikan laporan atau menjadi saksi kasus korupsi di pengadilan.
Dalam konteks ini, keberadaan UU kebebasan memperoleh informasi publik dan UU
perlindungan saksi dan korban menjadi penting, yaitu bahwa kejahatan semacam korupsi
dapat terungkap jika ada informasi dari orang yang mengalami dan menjadi korban tindak
pidana korupsi.
Tidak kalah menarik untuk dicermati saat ini dalam melengkapi aturan pencegahan
dan pemberantasan korupsi, yaitu digalakkannya upaya penyempurnaan KUHP. Berbagai
pendapat mengenai aturan yang perlu dimasukkan dalam rancangan KUHP tersebut
antara lain perlunya diatur tentang pembuktian terbalik terhadap penanganan korupsi.
Pencegahan korupsi di internal DPR dilaksanakan dengan pembentukan Badan
Kehormatan yang bertugas untuk menegakkan kode etik kedewanan. Tugas Badan
Kehormatan antara lain adalah melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan
Anggota diantaranya karena melanggar sumpah/janji, kode etik dan/atau tidak
melaksanakan kewajiban sebagai Anggota DPR.

Peran DPR dalam Resolusi Konflik

50 Bab III Peran DPR


Selain membentuk Badan Kehormatan, upaya-upaya DPR dalam mencegah korupsi
adalah sebagai berikut :
• Melakukan sosialisasi tugas dan fungsi Badan Kehormatan
• Melakukan sosialisasi kode etik bagi Anggota DPR dan masyarakat
umum.
• Penyusunan arah dan kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan dan
pengelolaan anggaran.
• Memanggil, mengadakan penyelidikan, melakukan verifikasi dan
memberikan sanksi kepada Anggota DPR maupun Pegawai Setjen DPR
yang melanggar ketentuan.
• Menindaklanjuti pelanggaran dengan rekomendasi pengenaan sanksi
melalui institusi yang berwenang.
• Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
oleh Anggota DPR maupun Pegawai Setjen DPR.
• Menetapkan target kerja sebagai tolak ukur pencapaian kinerja DPR dan
Setjen.

Salah satu upaya DPR dalam resolusi konflik adalah dengan menghasilkan produk
perundang-undangan yang dapat meredam atau mencegah adanya konflik di kalangan
masyarakat. Yang antara lain disebabkan oleh kecemburuan sosial atau budaya. UU
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis merupakan produk nyata dari upaya ini. UU
tersebut memberikan jaminan kesamaan potensi, harkat dan martabat setiap orang sesuai
dengan Hak Azasi Manusia, di negara Indonesia yang ber-Pancasila. Bahwa pada dasarnya
setiap manusia adalah sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam hak, martabat,
derajat dan kewajibannya. Bahwa manusia diciptakan dalam kelompok-kelompok ras dan
etnis yang berbeda-beda, ini merupakan hak absolut dan tertinggi dari Yang Maha Kuasa.
Saya katakan, manusia tidak dapat dan tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai
bagian dari ras atau etnis tertentu. Adapun perbedaan ras dan etnis tidak berarti ada

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 51


perbedaan hak dan kewajiban antar kelompok ras dan etnis dalam masyarakat negara
Indonesia.
Indonesia adalah negara yang mempunyai keragaman yang tinggi ditinjau dari aspek
biologi geografi sosiologi kultural. Di Indonesia, pluralitas masyarakat sangat menonjol,
bukan saja terkelompok berdasarkan ras dan agama tetapi juga dalam kelompok etnis.
Kondisi masyarakat Indonesia yang berdimensi majemuk dalam berbagai sendi kehidupan
seperti budaya, agama, ras dan etnis, sangatlah berpotensi menimbulkan konflik.
Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa sebagai hukum dasar yang
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia telah tercermin terutama dalam sila
kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia terhadap
warga negara. Di samping itu, Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi
HAM karena telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghapusan terhadap
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial dengan UU No. 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan
International Convention on The Elimination of All Forms of Racial Discrimination, 1965)
(Penghapusan terhadap Segala Bentuk Diskriminasi Rasional).
DPR tidak hanya berperan dalam resolusi konflik secara domestik, melainkan secara
keras juga mengutuk perbuatan yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang terjadi
dalam dunia internasional. Ketika Israel melakukan serangan yang membabi buta pada
awal-awal tahun 2009, DPR diwakili oleh Ketuanya Agung Laksono, dalam forum Sidang
Paripurna disampaikan pernyataan sikap terhadap agresi Israel ke Jalur Gaza. Pernyataan
sikap tersebut adalah :

• Mendesak Israel untuk menghentikan serangannya dan segera menarik pasukannya


dari Jalur Gaza
• Mendesak Israel untuk segera melakukan gencatan senjata dengan pihak Palestina
dan membuka akses bagi bantuan kemanusiaan terutama makanan dan obat-
obatan
• Melalui Pemerintah RI, DPR mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan
resolusi baru yang lebih tegas guna menghentikan agresi Israel terhadap
Palestina
• Mendesak PBB untuk segera mengadakan Sidang Umum Darurat guna membentuk

52 Bab III Peran DPR


pasukan perdamaian di wilayah konflik itu
• Mendesak Amerika Serikat, Uni Eropa dan negara-negara di Timur Tengah untuk
mendesak lembaga-lembaga kerjasama antar parlemen guna menggunakan
pengaruhnya demi menghentikan agresi Israel terhadap Palestina yang jelas-jelas
merupakan kejahatan kemanusiaan
• Mendesak Mahkamah Kejahatan Internasional untuk mengadili pelaku agresi dan
menetapkannya sebagai penjahat kemanusiaan
• Mendukung Palestina untuk merdeka dan berdaulat dengan integritas teritorialnya
serta menghimbau agar bangsa Palestina untuk bersatu dalam berjuang agar cita-
cita nasional mereka segera terwujud
• Mendesak Pemerintah RI untuk terus berperan aktif membantu upaya penyelesaian
konflik Israel-Palestina
Upaya resolusi konflik yang dilakukan dalam konteks internasional oleh DPR adalah
merupakan salah satu pengimplementasian cita-cita perjuangan bangsa Indonesia
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut menciptakan ketertiban
dan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 53


bab IV

Supporting System
(Sekretariat Jenderal DPR)
S
ekretariat Jenderal DPR merupakan unsur penunjang DPR. Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 23 Tahun 2005 Sekretariat Jenderal DPR adalah aparatur pemerintah
yang di dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Pimpinan DPR.

Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPR, sesuai dengan Peraturan
Tata Tertib DPR Tahun 2005, Sekretariat Jenderal DPR mempunyai tugas :
a. Memberikan bantuan teknis, administratif, dan keahlian kepada DPR.
b. Melaksanakan kebijakan kerumahtanggaan yang telah ditentukan oleh Pimpinan
DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal.
c. Membantu Badan Urusan Rumah Tangga DPR dalam mensinkronisasikan penyusunan
rancangan anggaran DPR yang bersumber dari pengajuan masing-masing alat
kelengkapan DPR, dengan ketentuan :
1) Hasil sinkronisasi penyusunan rancangan anggaran sebelum disampaikan kepada
Pimpinan DPR terlebih dahulu disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga
DPR untuk diadakan penelitian dan penyempurnaan;
2) Dalam proses penyelesaian rancangan anggaran selanjutnya, Sekretariat
Jenderal membantu Badan Urusan Rumah Tangga DPR dan Panitia Anggaran
DPR untuk menetapkan plafon anggaran.
d. Membantu Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, Badan Legislasi menyiapkan naskah
akademis dan naskah awal RUU.
e. Memberikan penjelasan dan data yang diperlukan oleh Badan Urusan Rumah Tangga
DPR.
f. Melaksanakan hal lain yang ditugaskan oleh Pimpinan DPR, dan
g. Melaporkan secara tertulis pelaksanaan tugasnya selama Tahun Sidang yang lalu
kepada Pimpinan DPR pada setiap permulaan Tahun Sidang dengan memberikan
tembusan kepada Badan Musyawarah dan Badan Urusan Rumah Tangga DPR.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 23

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 55


Tahun 2005, Sekretariat Jenderal DPR mempunyai fungsi :
a. Koordinasi dan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas unit organisasi di
lingkungan Sekretariat Jenderal DPR;
b. Pemberian dukungan teknis, administratif dan keahlian di bidang
perundang-undangan, anggaran dan pengawasan kepada DPR;
c. Pembinaan dan pelaksanaan perencanaan dan pengendalian, kepegawaian,
keuangan, perlengkapan dan kerumahtanggaan di lingkungan DPR.

Untuk menyelenggarakan dukungan teknis, administratif, dan keahlian tersebut,


Sekretariat Jenderal DPR mempunyai struktur organisasi terdiri dari 4 (empat) deputi,
yaitu :
a. Deputi Bidang Perundang-undangan, mempunyai tugas memberikan
dukungan teknis, administratif dan keahlian di bidang perundang-
undangan untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi DPR di bidang
legislasi.
b. Deputi Bidang Anggaran dan Pengawasan, mempunyai tugas memberikan
dukungan teknis, administratif, dan keahlian di bidang anggaran dan
pengawasan untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi DPR di
bidang anggaran dan pengawasan.
c. Deputi Bidang Persidangan dan Kerja Sama Antar Parlemen, mempunyai
tugas membina dan melaksanakan dukungan teknis dan administratif
di bidang persidangan dan kerjasama antar parlemen, dimaksudkan untuk
mendukung pelaksanaan sidang-sidang DPR secara fasilitasi hubungan
DPR dengan masyarakat nasional maupun internasional.
d. Deputi Bidang Administrasi, mempunyai tugas membina dan melaksanakan
perencanaan dan pengendalian, kepegawaian, keuangan, perlengkapan
dan kerumahtanggaan di lingkungan DPR, dimaksudkan untuk memberikan
dukungan sumber daya manusia, sarana dan prasarana kepada DPR.

56 Bab IV Supporting System (Sekretariat Jenderal DPR)


Dukungan Administratif
Staf Sekretariat Jenderal DPR yang menangani kegiatan-kegiatan kedewanan secara
administratif (berstatus PNS) jumlahnya jauh lebih banyak daripada staf fungsional yang
memberikan dukungan keahlian. Hal yang menarik adalah, bahwa staf administrasi ini
sebetulnya juga harus memiliki wawasan yang memadai mengenai seluk beluk kedewanan.
Staf Komisi misalnya, khususnya yang bertanggung jawab membuat laporan singkat
rapat, harus memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang cukup luas serta kemampuan
mengolah dan menyusun kata-kata yang baik untuk dituangkan dalam bentuk laporan itu.
Yang bersangkutan juga harus dapat mengerjakan laporan singkat itu dalam waktu yang
cukup cepat, apalagi saat ini ada ketentuan bahwa setidaknya 1 hari setelah rapat selesai,
laporan singkat harus sudah tuntas terselesaikan dan diserahkan kepada Pimpinan Komisi
untuk ditandatangani.
Mengingat staf Komisi setiap hari berinteraksi langsung dengan Anggota Dewan dalam
Komisi yang bersangkutan, maka mereka harus siap menjawab pertanyaan-pertanyaan
Anggota Dewan mengenai hal-hal yang seringkali bersifat substantif. Dengan demikian,
penempatan staf pada unit kerja Komisi sudah selayaknya adalah orang-orang yang benar-
benar mempunyai kompetensi handal. Prinsip the right man on the right place harus
diterapkan.
Melihat hal tersebut, Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR memberikan beberapa
rekomendasi untuk meningkatkan kompetensi staf-staf administrasi Sekretariat Jenderal
DPR, adalah mengadakan pendidikan dan pelatihan yang betul-betul sesuai dengan
kebutuhan dan kompetensi staf-staf itu. Misalnya, untuk staf-staf Komisi, perlu diikutkan
pendidikan dan pelatihan penyusunan draft kesimpulan rapat, laporan singkat, catatan
rapat dan risalah rapat secara lebih intensif. Ini berarti, perlu dibuat suatu pedoman seleksi
calon peserta pendidikan dan pelatihan dengan prioritas kompentensi dan prestasi kerja
staf. Selain itu, perlu lebih digalakkan pemberian bea siswa lanjutan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi bagi staf/pegawai yang berprestasi dan dibutuhkan oleh Sekretariat
Jenderal DPR.

Dukungan Keahlian

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 57


Salah satu penyebab mengapa kualitas UU yang dihasilkan DPR belum optimal,
termasuk dari segi kuantitasnya (dalam arti jumlah UU yang diproduksi dalam kurun
waktu tertentu) adalah kenyataan bahwa DPR masih kekurangan tenaga staf fungsional,
yaitu tenaga ahli, peneliti dan legislative drafter untuk membantu implementasi fungsi
legislasi.
Sebagai gambaran, pada tahun 2006, sebagai hasil laporan Tim Kajian Peningkatan
Kinerja DPR, terlihat bahwa ada ketimpangan yang cukup besar antara jumlah staf
Sekretariat Jenderal DPR yang menangani tugas-tugas administratif dengan staf fungsional
yang menangani tugas-tugas substantif. Dari 1362 orang PNS Sekretariat Jenderal DPR,
1002 orang adalah staf administratif, sedangkan jumlah staf fungsional hanya sekitar 360
orang yang tersebar di beberapa bidang kerja. Jumlah tersebut pada saat itu didukung
oleh tenaga ahli yang berjumlah 12 orang yang terdapat pada beberapa unit kerja seperti
biro-biro dibawah Deputi Bidang Perundang-undangan, biro-biro dibawah Deputi Bidang
Anggaran dan Pengawasan dan biro-biro dibawah Deputi Bidang Administrasi.
Jumlah staf fungsional yang tidak seimbang dengan jumlah Anggota Dewan dan
porsi kerja kedewanan yang sangat banyak amat disayangkan. Padahal, staf fungsional
sangat penting dalam fungsi Pedoman rekrutmen Tenaga Ahli yang terakhir
dukungan keahlian dalam menetapkan bahwa pada prinsipnya perekrutan
pelaksanaan tugas-tugas Tenaga Ahli bagi Anggota Dewan diusulkan oleh
kedewanan yang bersifat masing-masing Anggota Dewan baik untuk
substantif. Saat ini (2009) dukungan keahlian maupun dukungan teknis
jumlah Peneliti Sekretariat administrasi, dan Tenaga Ahli bagi Fraksi-fraksi
Jenderal DPR (berstatus Pejabat DPR diusulkan oleh Fraksi-fraksi DPR. Sedangkan
Fungsional/PNS) kurang dari Tenaga Ahli bagi alat kelengkapan Dewan
35 orang. Mereka ditempatkan perekrutannya dilaksanakan secara terbuka melalui
pada bidang kepakaran website DPR (Sumber : Pedoman Rekrutmen
masing-masing, yaitu bidang Tenaga Ahli dan Asisten Anggota DPR. DPR. 2009.
Politik Dalam Negeri, Kebijakan Jakarta)
Publik, Hukum, Hubungan
Internasional dan Kesejahteraan
Rakyat.
Dalam penyusunan RUU, mereka ditugaskan sebagai pendamping Anggota Dewan/

58 Bab IV Supporting System (Sekretariat Jenderal DPR)


Alat Kelengkapan DPR, khususnya Komisi. Mengingat jumlah mereka yang tidak seimbang
dengan jumlah RUU yang harus dibahas dan diselesaikan, maka seringkali satu orang
Peneliti harus menangani lebih dari satu RUU. Sering terjadi bahwa satu orang Peneliti
bisa menangani pendampingan 5 atau bahkan 6 RUU sekaligus. Dapat dibayangkan,
masing-masing RUU tentunya akan kurang maksimal ditangani karena Peneliti yang
bersangkutan perhatiannya akan terpecah pada berbagai macam persoalan. Ke depan, dan
saat ini sedang digalakkan, jumlah Peneliti diusahakan untuk ditambah, sehingga idealnya
mencapai 50 orang Peneliti.
Disamping PNS yang merupakan pegawai tetap DPR, berdasarkan Pasal 100 UU Nomor
22 Tahun 2003 dan Pasal 217 Ayat 1 Peraturan Tata Tertib DPR, DPR dapat mengangkat
sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Mereka merupakan tenaga ahli yang
direkrut melalui kontrak selama 1 tahun dengan honor yang bersumber dari APBN.
Perekrutan mereka diserahkan kepada masing-masing alat kelengkapan Dewan dengan
persyaratan yang tidak sama dengan mekanisme PNS. Walaupun mereka yang direkrut
berada dibawah koordinasi Sekretaris Jenderal DPR, namun dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari tertuang pada perintah pimpinan komisi, alat kelengkapan lainnya, atau fraksi.
Oleh karena itu, mekanisme pertanggungjawaban dan keluaran atas hasil kerja mereka
belum jelas. Kenyataan lainnya yang tidak terbantahkan adalah masih banyak dari mereka
yang datang hanya pada waktu-waktu tertentu dan tidak aktif bekerja sebagai pendukung
kinerja alat kelengkapan Dewan.
Dalam UU Parlemen Pasal 392 Ayat (2) disebutkan bahwa untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR, perlu dibentuk badan fungsional/keahlian yang

Persyaratan umum calon Tenaga Ahli antara lain :


• Berusia minimal 23 tahun, maksimal 55 tahun
• Berpendidikan terakhir S-2
• Minimal IPK 2,75 untuk lulusan Perguruan Tinggi Negeri, atau IPK 3,00
untuk lulusan Perguruan Tinggi Swasta
• Memiliki kemampuan berbahasa Inggris serendah-rendahnya TOEFL 450,
dan khusus untuk dukungan keahlian di BKSAP TOEFL 500

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 59


Persyaratan khususnya antara lain :
• Memiliki kemampuan substansial untuk menganalisis suatu permasalahan
sesuai dengan wilayah kerja Anggota Dewan atau Alat Kelengkapan Dewan
atau Fraksi di DPR
• Mempunyai kemampuan identifikasi, memahami dan menelaah
permasalahan-permasalahan yang sedang berkembang terkait dengan
tugas-tugas Dewan
• Memiliki kemampuan untuk memberikan suatu pertimbangan terhadap
kebijakan tertentu, terkait dengan tugas dan fungsi Dewan

ditetapkan dengan peraturan DPR setelah dikonsultasikan dengan Pemerintah. Ayat (3)
nya menyebutkan bahwa badan tersebut secara fungsional bertanggungjawab kepada
DPR dan secara administratif berada di bawah Setjen DPR. Semangat pembentukan badan
ini antara lain dilatarbelakangi tinjauan pada parlemen-parlemen negara lain, misalnya di
AS dimana di sana ada lembaga seperti CBO/Budget Office. Dengan adanya badan yang
bersifat keahlian, dukungan substansial bagi kinerja parlemen diharapkan dapat lebih
terpenuhi secara memadai.
Sebagai perbandingan akan arti penting lembaga penelitian dalam mendukung
kinerja DPR, dapat ditelusuri melalui pengalaman parlemen di beberapa negara. Parlemen
Malaysia, misalnya, memiliki Pusat Sumber Data yang menyediakan bahan-bahan
acuan keparlemenan, berikut informasi, penelitian dan pengetahuan yang dibutuhkan
oleh parlemen. Pusat Sumber Data ini memiliki beragam koleksi dari legislasi; dokumen
parlemen; jurnal; database online; dan lain-lain. Pelayanan lain yang diberikan adalah
fotokopi; peminjaman bahan; internet; dan website parlemen.
Jasa perpustakaan, penelitian, referensi, dokumentasi dan informasi Parlemen India
(Lok Sabha) memberikan informasi teratur dan terkini setiap harinya dalam bentuk
referensi maupun penelitian. Hal ini memungkinkan para anggota untuk ikut serta
secara efektif dalam perdebatan. Jasa ini juga menyiapkan catatan latar belakang, buletin
informasi, dan catatan penelitian, begitu pula ringkasan/catatan penelitian. Jasa editorial
dan terjemahan terlibat misalnya dalam hal sinopsis perdebatan di Lok Sabha, laporan
komisi, proses-proses kerja di parlemen. Demikian pula dengan Parlemen Singapura yang
memiliki laporan tentang setiap perkataan yang terjadi di Parlemen baik di rapat-rapat
komisi dan rapat-rapat persiapan, juga direkam oleh tim di Departemen Laporan Resmi.

60 Bab IV Supporting System (Sekretariat Jenderal DPR)


Unit Penelitian Perpustakaan Parlemen Kanada menyediakan analisa, interpretasi dan
penjelasan dalam bentuk konsultasi dan makalah penelitian. Unit ini juga menyediakan
staf untuk komisi-komisi dalam mempelajari kajian isu dan legislasi. Perpustakaan
parlemen Kanada secara aktif menyediakan paket informasi, seperti brosur dan fact
sheets; mengelola tour dan program kunjungan ke parlemen, serta pelayanan program-
program pendidikan. Perpustakaan parlemen menyediakan informasi yang komprehensif,
berikut dengan dokumentasi, serta pelayanan riset dan analisa. Sejumlah penelitian
beragam didukung oleh staf, yang terdiri dari pengacara, ekonom, dan spesialis bidang
pemerintahan dan kebijakan sosial.
Unit Penelitian Parlemen Afrika Selatan memberikan jasa yang sangat komprehensif,
seperti ringkasan dan analisa RUU; analisa dan kajian kebijakan; dan penelitian komparatif;
informasi dan analisa statistik; analisa anggaran; informasi latar untuk pidato; bantuan
untuk laporan dengar pendapat umum; informasi tentang konstituen; dukungan penelitian
untuk kunjungan belajar dan konferensi nasional dan internasional. Pelayanan diberikan
berdasarkan permintaan dari klien. Unit ini juga melakukan penelitian secara proaktif baik
dari analisa perorangan tentang isu-isu terkini sampai ke proyek-proyek yang lebih besar.
Parlemen Jepang (Diet) memiki Departemen Penelitian dan Referensi Legislatif dengan
staf hampir mencapai 150 orang dan merupakan organ dari Diet. Seperti halnya, Jepang,
Parlemen Selandia Baru mempunyai perpustakaan yang memberikan jasa referensi dan
penelitian. Pustakawan referensi memberikan jasa spesialisasi seperti di bidang kesehatan,
hukum, atau pendidikan. Perpustakaan juga memberikan pelayanan individu untuk para
anggota yang ingin diberikan informasi terkini tentang isu-isu tertentu secara teratur
(PROFILE service). Perpustakaan juga memiliki koleksi dokumen internasional tentang
pemerintahan dan parlemen, tersedia pula untuk keperluan umum mengingat pelayanan
perpustakaan yang lain tidak diberikan untuk umum.
Oleh karena itu, tidak cukup alasan bagi Sekretariat Jenderal untuk tidak
mengembangkan unit penelitian sendiri. Dalam kaitan inilah peran P3DI dalam membina
kehidupan organisasi profesi ilmiah perlu lebih digalakkan dalam menyongsong peran
baru yang dituntut dari profesi ilmiah yang diawali oleh adanya organisasi yang baik,
dibangunnya kode etik serta profesionalisme. Oleh karena hanya organisasi ilmiah yang
kuatlah yang dapat menyediakan kajian dan informasi ilmiah yang dapat memperkuat
tugas pokok dan fungsi DPR, agar citranya di masyarakat menjadi lebih baik dan dalam hal
ini posisi P3DI menjadi penting.
Peran dan tugas DPR di bidang legislasi tersebut hanya dapat berjalan dengan baik, jika

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 61


didukung oleh tim pendukung yang professional dan memiliki kompetensi khusus di bidang
perancangan undang-undang. Pendukung DPR yang memiliki tugas khusus di bidang
perancangan undang-undang adalah legislative drafter atau perancang undang-undang.
Peran dan tugas legislative drafter dalam proses pembentukan suatu RUU memiliki tugas
yang berat, terkait erat dengan optimalisasi tugas Sekretariat Jenderal dalam memberikan
bantuan teknis, administratif dan keahlian kepada DPR (Pasal 217 huruf a Peraturan Tatib
DPR Nomor 15/DPR/I/2004-2005). Artinya Perancang mempunyai kedudukan yang sangat
penting dan strategis karena keikutsertaannya secara fisik dan intelektual membantu
pembentukan rancangan undang-undangan. Tugas dan fungsi legislative drafter dalam
hal ini adalah menjabarkan serta menuangkan kehendak para Anggota DPR ke dalam draft
rancangan undang-undang mulai dari judul, konsideran menimbang, mengingat, dan
batang tubuh dalam bentuk norma-norma atau pasal-pasal sampai dengan penjelasan
peraturan perundang-undangan tersebut.
Perancang Peraturan Perundang-undangan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan kegiatan menyusun rancangan peraturan perundang-undangan
dan atau instrumen hukum lainnya pada instansi pemerintah. Dengan demikian, tugas
pokok Perancang Peraturan Perundang-undangan adalah menyiapkan, melakukan, dan
menyelesaikan seluruh kegiatan teknis fungsional Perancang Peraturan Perundang-
undangan sesuai dengan perencanaan pembentukan undang-undang DPR. Sedangkan
ruang lingkup kegiatan Perancang Peraturan Perundang-undangan meliputi berbagai
kegiatan dibidang perancangan peraturan Perundang-undangan atau yang terkait dengan
bidang peraturan perundang-undangan.
Dalam upaya pemberian dukungan keahlian fungsi legislasi pada Dewan, salah satu
upaya yang dilakukan adalah melakukan perekrutan legislative drafter untuk membantu
para Anggota Dewan dalam proses perancangan Undang-Undang. Jabatan fungsional
Perancang merupakan tantangan tersendiri dalam pengembangan diri Pegawai Negeri
Sipil yang memilih jalur fungsional. Pengembangan diri tersebut meliputi perluasan
wawasan Perancang baik dalam lingkup penguasaan teknis substantif (material), maupun
menyangkut kemampuan menangkap semangat perkembangan sosial politik, yang
dinamis ditengah-tengah masyarakat. Para perancang memainkan peranan penting dalam
proses pembentukan peraturan perundang-undangan, bahkan dapat dikatakan kualitas
peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh kualitas dan profesionalitas para
Perancang.
Mengingat Dewan Perwakilan Rakyat adalah ‘produsen’ undang-undang, maka

62 Bab IV Supporting System (Sekretariat Jenderal DPR)


tentunya legislative drafter Dewan Perwakilan Rakyat memainkan peran yang lebih
besar, dibandingkan perancang yang ada di instansi lain, dalam upaya meningkatkan
kualitas Undang-undang yang dihasilkan. Pengesahan sebuah Undang-undang, akan
menimbulkan dampak yang sangat luas pada berbagai aspek kehidupan, contohnya jika
disahkan suatu Undang-Undang mengenai Pemekaran Wilayah, tentu akan berdampak
pada kehidupan sosial masyarakat setempat, diperlukannya anggaran yang besar untuk
membentuk suatu pemeritahan daerah, dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk
membangun sarana dan prasarana, dan yang paling memperihatinkan adalah adanya
beberapa kasus yang mengakibatkan pertempuran atau perkelahian antara suku atau
antar warga dalam menentukn batas wilayah atau ibu kota Propinsi. Tentu banyak hal
yang harus dipertimbangkan sebelum mensahkan suatu produk undang-undang.
Sebuah produk Undang-Undang adalah hasil kerja tim antara Anggota Dewan,
Pemerintah dan Tim Pendukung Keahlian yang terdiri dari Peneliti, Tenaga Ahli dan
Legislatve Drafter. Legislative Drafter adalah salah satu unsur penunjang dalam penyusunan
Undang-Undang.

Buku Panduan Tentang Mekanisme Kerja Anggota dan Parlemen DPR - RI 63


Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. 1996. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Held, David. Demokrasi dan Tatanan Global. 2004. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Hobbes, Thomas. Leviathan.
Katharina (Ed). Kajian terhadap Peraturan Tata Tertib DPR. 2008. Jakarta. Pusat Pengkajian Pengolahan
Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR
King, Dwight Y. Pemilihan Umum 1955 dan 1999: Keserupaan dan Kesinambungan, dalam
Demokratisasi Tak Boleh Mati, (Jakarta, The Habibie Center, 2002)
Marbun, B.N. DPR : Pertumbuhan dan Cara Kerjanya. 1992. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Rosseau, Jean Jacques. Du Contract Social. 2007. Jakarta. Visi Media

Undang Undang dan Peraturan-peraturan :


• Undang Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen ke-4
• Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
• Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
• Peraturan Tata Tertib DPR ; Sekretariat Jenderal DPR

Dokumen :
• Buku Reformasi DPR. 2006. Hasil Laporan Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR. Jakarta. Sekretariat
Jenderal DPR
• Pedoman Rekrutmen Tenaga Ahli dan Asisten Anggota DPR. 2009. Sekretariat Jenderal DPR.
• Prolegnas 2005-2009. Badan Legislasi DPR

64

Anda mungkin juga menyukai