Parlemen
Fraksi-fraksi di DPR-RI
Penulis:
Frank Feulner Ph.D
Dra. Siti Nur Solechah, MSi & Haryadi, SIP,MPA
Nurul Hilaliah, SHI
PROPER UNDP:
Pheni Chalid, MA, Ph.D
Umar Zulkarnain Aziz, MIR
Bachtiar Kurniawan, MA
Daftar Isi
BAB I : Pendahuluan
Pendahuluan .......................................................................................................... . 42
Analisis............ .......................................................................................................... . 84
UU Susduk MPR, DPR, DPRD, DPRD, dan Tata Tertib DPR RI ................... 145
Sekretariat Jenderal
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Manager Proyek
Proyek PROPER - UNDP Indonesia
PENDAHULUAN
B.
Penelitian tentang
Perwakilan Parlemen
Konteks akuntabilitas politik, efektifitas dan efisiensi kinerja
parlemen yang responsif dalam mengantisipasi dan menghadapi
dinamika perkembangan tuntuntan peran, tugas dan fungsinya
dengan menampung, menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi
masyarakatnya merupakan refleksi dari pelaksanaan tata pemerintahan
yang didasari praktik demokrasi yang terbaik dan ideal. Praktik yang
terbaik dan ideal ini merupakan keberhasilan dari penjiwaan prinsip
perwakilan yang dijadikan sebagai landasan utama dalam mencapai
peningkatan tingkat kesejahteraan rakyatnya sebagai prinsip
fundamental.
C.
Focus Group Discussion
Penguatan prinsip peran perwakilan/representasi parlemen
belum menjadi permasalahan yang dianggap penting sebagai
elemen akuntabilitas sebuah lembaga perwakilan. Mengingat belum
ada aturan tegas terhadap pelaksanaan jaring aspirasi dan dialog
kebijakan antara anggota parlemen dan konstituennya. Disamping
itu, kegiatan kunjungan ke konstituen juga belum merefleksikan
mekanisme adanya aspirasi masyarakat yang dibahas, didialogkan
dan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam Fraksi-fraksi
di DPR. Hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab Fraksi-fraksi di
DPR untuk menyediakan sistem dukungan dalam melaksanakannya.
Pada akhirnya konstituen/masyarakat memiliki informasi dan akses
tentang bagaimana kebijakan fraksi dihasilkan, atau bagaimana
cara berpartisipasi dalam mencurahkan aspirasinya kepada DPR
menyangkut kepentingan mereka.
FRAKSI-FRAKSI
DI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
1 Penulis sadar bahwa istilah “fraksi” untuk partai politik di DPR tidak digunakan secara sama di semua spektrum
demokrasi liberal. Untuk praktisnya, istilah “parliamentary party groups”, “parliamentary parties” dan “parties in
parliament”, serta “fraksi” digunakan dengan pengertian yang sama dalam makalah ini.
2 Untuk pembahasan mendalam mengenai hal ini, lihat Helms, Ludger, “Parliamentary Party Groups and their Parties:
A Comparative Assessment”, The Journal of Legislative Studies, Vol. 6, No. 2, Summer 2000, halaman 104-120.
3 Untuk pembahasan fraksi sebagai unit intra-partai, lihat Frank P. Belloni and Dennis C. Beller, “The Study of
Party Factions as Competitive Political Organizations”, The Western Political Quarterly, Vol. 29, No. 4, (Dec. 1976),
halaman 531-549.
Prinsip Perwakilan
Inter-Parliamentary Union melalui panduan untuk praktek yang
baik tahun 2006 menjelaskan kriteria prinsip perwakilan memiliki
dua aspek utama.5 Aspek pertama berarti bahwa parlemen harus
mencerminkan kehendak rakyat seperti yang disuarakan selama
pemilihan umum (pemilu) secara demokratis dan pilihan pemilih untuk
wakil-wakil mereka dan partai politik. Dalam demokrasi perwakilan,
fakta bahwa masyarakat memilih anggota legislatif secara periodik
dan berhak untuk memberhentikan mereka secara periodik berarti
bahwa kekuasaan tertinggi berada pada rakyat tetapi dijalankan
melalui sistem perwakilan.6
4 Lihat Crespo, J.A., “The Liberal Democratic Party in Japan: Conservative Domination”, International Political
Science Review, No. 16, 1995.
5 Lihat, Parliament and Democracy in the Twenty-first Century: A guide to good practice, Inter-Parliamentary Union,
Geneva, 2006.
6 Lihat, McHugh, Declan and Philip Parvin, Neglecting Democracy: Participation and representation in 21st Century
Britain, The Hansard Society, London, 2005, hal.5.
Bobot penting yang diberikan kepada partai politik oleh Tatib DPR
sangatlah tergantung pada jumlah partai yang diwakili di DPR. Jadi,
persyaratan yang dikenakan pada fraksi oleh Tatib dan hak istimewa
yang diberikan kepada mereka berbeda dari satu fraksi ke fraksi
lainnya.7 Salah satu tujuan yang lazim adalah membuat perbedaan
yang lebih jelas di antara mayoritas fraksi atau koalisi partai partai di
DPR, yang mendukung pemerintah (eksekutif ) serta partai-partai lain
yang menentangnya. Tatib DPR membantu melembagakan perbedaan
ini, yang dianggap bernilai sebagai kontrol terhadap kemungkinan
penyalahgunaan kekuasaan, sebagai saluran bagi pendapat minoritas,
dan sebagai sarana untuk memastikan perubahan secara damai bagi
mayoritas di parlemen.8
7 Bagian ini merupakan versi yang diperluas dari hal mengenai fraksi sebagai bagian kajian tentang Tatib DPR.
Lihat, Frank Feulner, Standing Orders: Making Parliament Work, WBI Working Papers, World Bank Institute, 2007.
8 Lihat, Paul G. Thomas, “The Role of House Leaders in the Canadian House of Commons”, Canadian Journal of
Political Science, Vol. 15, No. 1, (Mar. 1982), hal. 125-144
9 Professor Paul Thomas (University of Manitoba) mengajukan empat pemikiran mengenai kaukus partai melalui
sambutan kuncinya pada “Conference Party Caucuses: behind closed doors”, yang diselenggarakan oleh
Canadian Study of Parliament Group, Ottawa, 21-22 Nopember 1997.
10 Sebagai contoh, lihat, Aturan 10, Tatib DPR Jerman, 2003.
11 Seperti dalam kasus di Jerman. lihat, Gerhard Loewenberg, “Parliamentarism in Western Germany: The
Functioning of the Bundestag”, The American Political Science Review, Vol. 55, No. 1, Maret 1961, hal. 87-102.
Selama rapat rutin, para ketua atau para anggota yang ditunjuk
fraksi akan membahas, merundingkan, dan mengatur urusan legislatif
serta menjabarkan jadwal DPR. Rapat-rapat ini juga digunakan untuk
menyepakati kemajuan yang dicapai menyangkut isu-isu kebijakan.
Proses konsultasi di antara fraksi bisa diatur secara lebih resmi atau
kurang resmi dalam Tatib DPR. Beberapa Tatib mencantumkan “All-
Party Business Committee” (Kanada), “Council of Elders” (Jerman),
“Standing Bureau” (Rumania), atau “Badan Musyawarah” (Indonesia)
14 Lihat juga, Donald Page, “Streamlining the Procedures of the Canadian House of Commons, 1963-1966”,
Canadian Journal of Economics and Political Science, Vol. 33, No. 1, (Feb. 1967), hal. 27-49.
15 Sebagai contoh, lihat, Paul G. Thomas, “The Role of House Leaders in the Canadian House of Commons”,
Canadian Journal of Political Science, Vol. 15, No. 1, (Mar. 1982), hal. 125-144.
16 Sebagai contoh di DPR Jerman, minimum 5 persen dari jumlah keseluruhan kursi yang ada dibutuhkan untuk
membentuk sebuah fraksi. Angka ini sama dengan threshold DPR untuk partai-partai yang memasuki badan
legislatif.
17 Untuk isu ini, juga lihat, Benchmarks for Democratic Legislatures, laporan kelompok kajian, Commonwealth
Parliamentary Association, 2006, hal. 13.
Fraksi-fraksi di DPR-RI
Fokus dari bagian makalah ini adalah pada fraksi-fraksi di Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang memiliki 550 anggota.
Selama pemilihan umum tahun 2004, 16 partai politik telah terpilih
untuk diwakili di DPR. Selanjutnya, 10 fraksi telah terbentuk. Pengaruh
dari fraksi-fraksi ini telah semakin meningkat dengan mantap
sejak itu, tampak selama pembahasan perubahan Tatib DPR tahun
2005. Kemudian, terutama, isu penunjukan ketua komisi sangat
diperebutkan. Isu-isu lainnya yang memperlihatkan kekuatan fraksi
yang kian meningkat adalah berbagai keputusan Badan Kehormatan
(BK) serta rapat pleno DPR mengenai hak angket dan hak interpelasi
terhadap pemerintah.
TOTAL 550
Bab V
Fraksi
Bagian Pertama
Kedudukan dan Susunan
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
(1) Fraksi dibentuk oleh anggota-anggota partai politik sebagai hasil
pemilihan umum.
18 “Fraksi adalah pengelompokan Anggota berdasarkan konfigurasi partai politik hasil Pemilihan Umum”, Bab I,
Pasal 1 (6), Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal DPRRI, 2005.
19 Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat”, Bab I, Pasal 6, Ayat (l), Butir l,
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal DPRRI, 2005.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 17
(1) Fraksi bertugas mengkoordinasikan kegiatan anggotanya dalam
melaksanakan tugas dan wewenang DPR.
(2) Fraksi bertugas meningkatkan kemampuan, disiplin, keefektifan
dan efisiensi kerja anggotanya dalam melaksanakan yang tercermin
dalam setiap kegiatan DPR.
Pasal 18
Organisasi Fraksi
Meskipun partai politik diwajibkan oleh Undang-undang
mengenai Partai Politik untuk memiliki Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga sendiri, namun diserahkan kepada
masing-masing fraksi untuk mengatur urusannya sendiri dan para
anggotanya. Anggaran dasar dibatasi untuk mengatur tujuan,
keanggotaan, struktur dan manajemen partai. Referensi tentang
fraksi memperkenalkan nomenklatur dan eksistensi badan-badan
20 Sebagai contoh, lihat, Bab XXII, Pasal 27 (1), “Anggaran Dasar Partai Golkar”, Denpasar, 19 Desember 2004; Juga,
Bab IV, Bagian Dua, Pasal 11 (1)(j), “Anggaran Dasar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan”, Keputusan Kongres
II PDI Perjuangan, Denpasar, Bali, 28-31 Maret 2005.
21 Untuk menetapkan pemilihan pimpinan fraksi, DPP mengeluarkan Surat Keputusan (SK). Lihat juga, Bab IX,
Pasal 23 (1), “Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar”, Denpasar, 19 Desember 2004; Juga, Bab III, Bagian Dua,
Pasal 18 (10), “Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan”, Keputusan Kongres II PDI
Perjuangan, Denpasar, Bali, 28-31 Maret 2005.
22 Sebagai contoh, lihat, Bab III, Bagian Tiga, Pasal X (6), “Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan”, Keputusan Kongres II PDI Perjuangan, Denpasar, Bali, 28-31 Maret 2005. Hak untuk melakukan
recall dipersoalkan, dan amandemen atas Undang-undang mengenai Susunan dan Kedudukan MRR, DPR, DPD
dan DPRD (Undang-undang No.22 tahun 2003, atau Undang-undang Susduk) dimungkinkan.
23 Sebagai contoh, lihat, “Peraturan Tata Tertib Fraksi Partai Keadilan Sejahtera”, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera
DPR RI, Jakarta, Februari 2007; juga, “Sistem dan Prosedur Kerja FKB DPR-RI”, Jakarta, Desember, 2007; serta “Tata
Kerja Fraksi Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”, Jakarta, Nopember 2005.
24 Sebagai contoh, lihat, Bab V, Pasal 10, “Peraturan Tata Tertib Fraksi Partai Keadilan Sejahtera”, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera DPR RI, Jakarta, Februari 2007; juga Bab II, Pasal 2 (e), “Tata Kerja Fraksi Partai Golongan Karya
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”, Jakarta, Nopember 2005.
25 Sebagai contoh, panduan untuk sekretariat F-PDIP menyatakan bahwa “Ketua fraksi adalah anggota DPR yang
telah ditunjuk dan ditetapkan berdasarkan keputusan DPP”; lihat Bab I, “Pedoman Tugas dan Tanggung Jawab
Sekretariat Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI”, Jakarta, 9 Januari 2005.
26 Sebagai contoh, lihat, Bab VI, Pasal 13 (2), “Peraturan Tata Tertib Fraksi Partai Keadilan Sejahtera”, Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera DPR RI, Jakarta, Februari 2007.
27 Lihat, Bab IV, Pasal 5 (1), “Sistem dan Prosedur Kerja FKB DPR-RI”, Jakarta, Desember, 2007.
28 Sebagai contoh, Fraksi PAN mengadakan rapat pimpinan mingguan pada hari Senin. Pada hari Selasa, fraksi ini
mengadakan rapat paripurna mingguan yang diikuti dengan rapat paripurna mingguan DPR.
29 Lihat, Bab IV, Pasal 7, “Sistem dan Prosedur Kerja FKB DPR-RI”, Jakarta, Desember, 2007; Juga, Bab V, Pasal 11,
“Peraturan Tata Tertib Fraksi Partai Keadilan Sejahtera”, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI, Jakarta, Februari
2007.
32 Dalam sistem parlementer, stabilitas pemerintahan sangat bergantung pada apakah pimpinan partai-partai
pemerintah bisa menjaga disiplin para anggota DPR mereka. Lihat juga, Arend Lijphart, Presidential versus
Parliamentary Government, Oxford University Press, Oxford, 1992.
33 Mengenai perbedaan fraksi dalam sistem parlementer dan sistem presidensial, lihat, “Political Parties in the
Legislature”, UNDP Technical Paper, http//:www.undp.org/governance/docs/Parl-Pub-political.htm.
34 Sebagai contoh, lihat, Bab VI, Pasal 17 (c), “Sistem dan Prosedur Kerja FKB DPR-RI”, Jakarta, Desember, 2007; juga,
Bab VIII, Pasal 46 (2), “Tata Kerja Fraksi Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”,
Jakarta, Nopember 2005.
35 “Golkar scolds MP over fuel policy inquiry”, The Jakarta Post, 29 Juni 2008.
36 Sebagai contoh, lihat, “Kode Etik Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR-RI”, Bogor, 5 Mei 2001; Juga, “Kode Etik Ang-
gota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera”, 2007. Fraksi Partai Golkar memiliki badan kehormatan tetap, lihat,
Bab VI, Pasal 25-29, “Tata Kerja Fraksi Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”,
Jakarta, Nopember 2005.
37 Sebagai contoh, lihat, Bab XII, Pasal 40 (2), “Sistem dan Prosedur Kerja FKB DPR-RI”, Jakarta, Desember, 2007;
Juga Bab IX, Pasal 73 (2), “Tata Kerja Fraksi Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”,
Jakarta, Nopember 2005.
38 Sekretariat Jenderal DPR menyusun laporan keuangan atas penggunaan tunjangan selama masa reses yang
wajib dibuat semua anggota DPR. Namun, format laporan keuangan yang tersebut kurang rinci.
39 Lihat juga, Hasanuddin Wahid, “Sistem Pelaporan Kegiatan Anggota DPR”, Makalah Penelitiani, Parliamentary
Support Facility, UNDP, Jakarta, Juli 2008.
41 Sebagai contoh, pada tahun 2007 dan 2008, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) telah
membuat apa yang dinamakan “Laporan kepada Rakyat” yang menjelaskan sikap partai terhadap berbagai isu
kebijakan dan dengannya sekaligus memperkenalkan dirinya sebagai sebuah kelompok oposisi di parlemen
42 Sebagai contoh, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) telah memperkenalkan konferensi pers mingguan yang
fokus pada kerja para anggotanya di komisi tertentu. Kegiatan ini memampukan fraksi ini untuk menampilkan
laporan setiap komisi setiap dua belas minggu sekali.
43
Jumlah Staf Ahli Fraksi DPR-RI
No. Fraksi Jumlah Staf Ahli
1 Fraksi Partai Golkar 14
(F-PG)
2 Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 11
(F-PDIP)
3 Fraksi Partai Persatuan Pembangunan 6
(F-PPP)
4 Fraksi Partai Demokrat 7
(F-PD)
5 Fraksi Partai Amanat Nasional 6
(F-PAN)
6 Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 6
(F-PKB)
7 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera 5
(F-PKS)
8 Fraksi Partai Bintang Reformasi 3
(F-PBR)
9 Fraksi Partai Damai Sejahtera 3
(F-PDS)
10 Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi 4
(F-BPD)
TOTAL 65
43 “Tenaga Ahli Fraksi DPR-RI”, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta, Mei
2008.
Rekomendasi Mengenai
Bagaimana Fraksi Bisa
Meningkatkan Perwakilan
Memajukan demokrasi perwakilan dapat dicapai melalui kerja
para anggota DPR dan dukungan fraksinya di DPR. Hal ini menuntut
44 Pada tahun 2007, iuran ini berjumlah Rp 5.000.000 per bulan untuk anggota fraksi PDI-P. Lihat, “Brokerage
common in House, MPs say”, The Jakarta Post, 3 Juli 2008.
45 Sebagai contoh, Fraksi Partai Golkar mewajibkan bendaharanya untuk menyusun laporan keuangan dan
membagikannya kepada semua anggota fraksi setiap tiga bulan sekali, lihat, Bab XI, Pasal 79, “Tata Kerja Fraksi
Partai Golongan Karya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”, Jakarta, Nopember 2005.
46 Sebagai contoh, lihat, “Pedoman Tugas dan Tanggung Jawab Sekretariat Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI”, Jakarta, 9
Januari 2005.
47 Sebagai contoh, staf ahli Fraksi Partai Golkar dievaluasi setiap enam bulan oleh ketua fraksi.
I Latar Belakang
Pasca Orde Baru, kinerja DPR menunjukkan peningkatan
dibanding era sebelumnya. Fungsi-fungsi DPR telah secara optimal
diimplementasikan. Di samping itu, pada era ini kebebasan berekspresi
menemukan momentumnya. Ketidakpuasan massa diekspresikan
dengan mengadakan berbagai unjuk rasa. Maraknya unjuk rasa
yang sering diwarnai dengan kekerasan mengindikasikan bahwa
masyarakat masih mencari saluran sendiri daripada mempercayakan
penyelesaian masalahnya kepada DPR. Hal ini juga mengindikasikan
bahwa tingkat kepercayaan publik kepada DPR masih rendah.
48 Untuk sebagian penjelasan, situasi ini diakibatkan oleh peta politik Indonesia yang sifatnya masih elitis yang
dicirikan dengan masih memihaknya para elit terhadap kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan
masyarakat yang mereka wakili. Lihat Leo Suryadinata, Elections and Politics in Indonesia (Singapore: ISEAS,
2002), hal. 212-214.
50 Bintan Saragih, dalam diskusi terbatas dengan peneliti P3DI, 16 April 2008.
51 Arbi Sanit, FGD UNDP,
54 John K. Johnson, The Role of Parliament in Government, World Bank Institute, Washington, D.C., 2005, hal. 2.
55 Maswadi Rauf, FGD bertema ”Definisi dan Pinsip Representasi di Parlemen”, Hotel Ibis, tanggal 22 Mei 2008.
56 Kamus Besar Bahasa Indonesia.
57 Logemann Muchtar Pakpahan, DPR RI Semasa Orde Baru, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hal. 26
58 Ibid, hal. 27.
59 Ibid, hal. 27.
60 Lihat Bab XXVIII tentang Tata Cara Pengambilan Keputusan.
61 Termuat dalam Pasal 204 ayat (2) Tatib DPR. Sementara itu, jenis-jenis rapat di DPR adalah; Rapat Paripurna,
Rapat Paripurna Luar Biasa, Rapat Fraksi, Rapat Pimpinan DPR, Rapat Badan Musyawarah, Rapat Komisi, Rapat
Gabungan Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, Rapat BURT, Rapat BKSAP, Rapat Badan
Kehormatan, Rapat Panitia Khusus, Rapat Panitia Kerja atau Tim, Rapat Kerja, Rapat Dengar Pendapat, dan Rapat
Dengar Pendapat Umum.
62 Muchtar Pakpahan, DPR RI Semasa Orde Baru, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hal. 174-175
63 Prof. Maswadi Rauf, FGD bertema ”Definisi dan Pinsip Representasi di Parlemen”, Hotel Ibis, tanggal 22 Mei
2008
Strategi Penelitian
Secara akademis, upaya untuk menjadikan fungsi representasi
terakomodasi dan masuk ke dalam Tatib DPR, dapat didekati dengan
menggunakan strategi kajian studi kasus. Sebagai sebuah kajian
yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi yang
sifatnya praktis, maka strategi kajian studi kasus ini mengedepankan
dua pertanyaan dasar yakni “how” dan “why” dengan fokus kajiannya
pada peristiwa-peristiwa yang terjadi selama ini.65 Strategi kajian
ini terlihat memiliki kesamaan dengan strategi penelitian historis.66
Namun demikian, hal yang membedakannya dengan penelitian
historis adalah bahwa strategi studi kasus menawarkan dua sumber
bukti yang tidak biasa ditemukan dalam studi historis yakni observasi
langsung dan wawancara sistematis. Dengan kata lain, kedua strategi
ini terlihat saling tumpang tindih tetapi kekuatan unik studi kasus
ini terletak pada kemampuannya untuk mengolah serangkaian
bukti yang bersifat variatif seperti dokumen, artifak, wawancara, dan
observasi, sesuatu yang kecil kemungkinannya dapat dilakukan dalam
strategi kajian historis. Dengan mengedepankan dua pertanyaan
dasar itu, akhirnya dapat disajikan sebuah kajian akademis dengan
tujuan mencapai suatu kesimpulan dasar sebagai dasar perumusan
serentetatan rekomendasi yang diharapkan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
65 Robert K. Yin, Case Study Research, Design and Method, (2nd ed.), Sage Publication, 1994, hal. 6-9.
66 Ibid., hal. 9.
Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam kajian ini, yaitu:
a. Data Primer :
(1) Lemahnya kinerja fungsi perwakilan anggota DPR RI selama ini;
(2) Peraturan Tata Tertib DPR RI, dan
(3) Dampak tidak inherennya prinsip-prinsip perwakilan dalam
Tatib berdasarkan kinerja DPR selama ini sebagai parameter
penilaian.
(4) Hasil wawancara mendalam dengan anggota DPR yang selama
ini terlibat aktif dalam penyusunan maupun perubahan Tatib
DPR RI.
b. Data Sekunder:
Tatib, Rules of Procedure atau Standing Orders salah satu parlemen
negara lain secara purposif, kajian-kajian teoritis yang terkait
dengan fungsi dan peran parlemen, sejumlah artikel dan hasil
penelitian lainnya yang terkait dengan fungsi, peran dan kinerja
parlemen.
Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik:
a. Studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan permasalahan kajian. Dokumen
ini dapat berbentuk peraturan perundang-undangan seperti
dalam bentuk UU, Tatib dan sumber-sumber data terkait lainnya,
dokumen-dokumen administratif dan sejumlah hasil penelitian
resmi.
b. Wawancara mendalam dengan anggota DPR yang selama ini
terlibat aktif dalam penyusunan maupun perubahan Peraturan
Tata Tertib DPR RI dan akademisi yang berkompeten yang dipilih
secara purposif.
67 “Legislative Theory and Methodology: The Key to a Legislator’s Tasks”, Manual for Legislators, tt., hal. 68-69.
68 Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI tanggal 23 Februari 2007, diakses dalam www.parlemen.
net pada tanggal 18 Juni 2008.
69 Masing-masing kelompok atau kelas membawa kepentingan tetapi cara di dalam mana mereka
menginterprestasikan dan mencapai kepentingan mereka dan hasil (outcome) upaya mereka ditentukan oleh
faktor-faktor kelembagaan. Dalam interaksi di antara mereka, mereka sering menyerah atau memodifikasi
tujuan-tujuan mereka sebagai ganti atas konsesi yang diterimanya dari pihak lain. Interaksi-interaksi ini tentunya
terjadi dalam konteks aturan-aturan atau bentuk-bentuk kelembagaan yang melingkungi proses pembuatan
kebijakan dan mempengaruhi bagaimana setiap aktor mencapai kepentingan mereka dan dalam batas-batas
mana upaya-upaya itu berhasil (Michael Howlett and M. Ramesh, 1995: 51).
70 Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI, tanggal 23-2-2007, naskah diproses oleh PSHK dan
ditampilkan di www.parlemen.net, diakses tanggal 17 Juni 2008. Bandingkan juga dengan Bivitri Susanti,
”Problem Kelembagaan dalam Proses Legislasi”, makalah seminar di The Habibie Centre, 8 Maret 2007, naskah
diproses oleh PSHK dan ditampilkan di www.parlemen.net, diakses tanggal 18 Juni 2008.
Peran Perwakilan
dalam Tatib
A
Tatib DPR Periode Awal Kemerdekaan
s.d. Orde Lama
Dalam periode yang berlangsung dari tahun 1947 s.d. 1966,
kelembagaan DPR mengalami evolusi dari masa Komite Nasional
Pusat (KNP) dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BP-KNP)
sampai dengan sistem kelembagaan negara dan konstitusi negara
yang berbeda-beda yakni semasa RIS, semasa negara menggunakan
konstitusi UUDS, UUD 1945 sampai pada masa ketika Partai Komunis
Indonesia dilarang pada akhir era Orde Lama.
Dalam periode ini, sejumlah Tatib dipakai antara lain Tatib KNP dan
BK-KNP, Tatib Periode DPR dan Senat RIS, Tatib Periode DPR Sementara
(1950-1956), Tatib Periode DPR Hasil Pemilu 1955 (1966-1959), Tatib
Periode DPR Hasil Pemilu 1955 (1959-1960) yang didasarkan pada
UUD 1945, Tatib Periode DPR GR Orde Lama (1960-1965) dan Tatib
Periode DPR GR Minus PKI (1965-1966).
Berikutnya adalah Tatib Periode DPRS dan Senat RIS. Tatib pada
periode ini terbagi ke dalam dua kelembagaan yakni DPR Sementara
dan Senat RIS. Tatib DPRS disahkan penggunaannya berdasarkan SK
DPRS No. 30/K/1950 tentang Tatib DPRS. Tatib ini terdiri dari 10 Bab
135 Pasal. Sementara Tatib Senat yang disahkan pada tanggal 22
Februari 1950 terdiri dari 15 Bab, 127 Pasal.
73 Bunyi Pasal 24 huruf c adalah: ”Kewajiban Komisi-komisi ialah mendengarkan suara rakyat (public hearing)
dalam hal-hal yang masuk urusan Komisi masing-masing, antara lain dengan memperhatikan surat-surat, yang
disampaikan kepada DPR dan menerima pihak-pihak yang berkepentingan”.
74 Pengaturan ini telah diakomodasi ke dalam semua Tatib setelah masa itu sampai sekarang, meskipun ironisnya
keterbatasan akses masyarakat terhadap hasil angket, rancangan dan pembiayaannya sampai sekarang masih
terjadi.
75 Pasca-G30S/PKI, Tatib DPR-GR fase terakhir memasuki awal era Orde Baru, tata cara pemilihan Pimpinan DPR
dilakukan perubahan mendasar setelah keluarnya Keputusan DPR-GR No. 30/DPR-GR/IV/65-66 tanggal 17
Mei 1966 tentang Peraturan Tatib Pemilihan DPR di mana pemilihan pimpinan diatur oleh mekanisme dan
berdasarkan kekuatan masing-masing golongan di DPR.
C
Tatib DPR Periode Reformasi
Dalam era reformasi, persoalan peran perwakilan DPR dan
anggota DPR belum banyak mengalami perubahan. Kedaulatan
anggota DPR dalam melaksanakan fungsi belum sepenuhnya karena
masih kuatnya peran lembaga pimpinan DPR dalam prosedur
pelaksanaan hak-hak DPR dan anggota DPR, kurang optimalnya
efektifitas pelaksanaan aturan-aturan Tatib yang membuka pintu bagi
penyerapan aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam proses legislasi,
pengawasan dan penentuan anggaran negara dan belum terjalinnya
komunikasi anggota DPR dengan masyarakat konstituennya secara
utuh dalam bingkai pelaksanaan sistem pemilihan anggota DPR yang
sifatnya masih mengaburkan peran dan tanggung jawab anggota
DPR terhadap pemilihnya.
76 Data diolah dari data Bagian Hukum, Biro Hukum dan Panlak UU, Deputi Perundang-Undangan Setjen DPR RI.
77 Pengaturan masalah ini misalnya dapat ditemukan dalam Pasal 130 ayat (3), Pasal 171 ayat (2), dan Pasal 206
Tatib No. 08/DPR RI/I/2005-2006.
78 Sumpah/janji anggota DPR antara lain berbunyi: ”Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah bahwa saya akan
memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan
bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia (Pasal 7 ayat (4), Pasal 24 ayat (2)).
1
Kuatnya Peran Pimpinan Fraksi
dalam Tugas Kedewanan
Di dalam Tatib tersebut, beberapa tugas kedewanan selalu
melibatkan peran pimpinan fraksi. Tugas-tugas tersebut antara lain :
a. Tugas Pimpinan DPR.
Pasal 27 ayat (3) butir h menyatakan bahwa:
”Pimpinan DPR dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat: membentuk Tim atas nama DPR terhadap
suatu masalah mendesak yang perlu penanganan segera, setelah
mengadakan konsultasi dengan Pimpinan Fraksi dan Pimpinan Komisi
yang terkait.”
2) Hak Angket
Pasal 176
(1) Sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang Anggota dapat mengajukan
usul kepada DPR untuk menggunakan hak angket mengenai
2
Belum Diatur Secara Memadai Tentang
Mekanisme Penyerapan Masyarakat
3
Pengaturan Tentang Parstisipasi Masyarakat
Mekanisme untuk menyerap, menghimpun, menampung dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat tersebut pada pelaksanaan
fungsi legislasi diatur pada Pasal 137 ayat (2) yang menyatakan bahwa
dalam Pembicaraan Tingkat I dapat diadakan Rapat Dengar Pendapat
Umum (RDPU).
4
Kunjungan Kerja Anggota Dewan
Biasanya, kunjungan kerja Anggota Dewan dilakukan dalam
kerangka penyerapan aspirasi masyarakat. Pasal 8 ayat (3) menyatakan
bahwa:
“Setiap Anggota mengadakan kunjungan ke daerah pemilihannya
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali 2 (dua) bulan dengan waktu paling lama
5 (lima) hari yang dilaksanakan di luar Masa Reses dan di luar sidang-
sidang DPR”
5
Tidak Ada Rumusan yang Operasional Terkait
dengan Pertanggungjawaban Anggota Dewan
Secara umum, pengaturan tentang mekanisme
pertanggungjawaban, baik secara kelembagaan maupun secara
individu Anggota DPR dalam menjalankan tugas konstitusional
belum secara tegas diatur Tatib. Yang diatur selama ini adalah
pelaksanaan ketiga fungsi tersebut dari sisi prosedural. Demikian juga
halnya dengan kewajiban Anggota Dewan untuk “memperhatikan
upaya peningkatan kesejahteraan rakyat”; dan “memberikan
pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih
dan daerah pemilihannya.” Pencantuman tugas yang mulia ini
belum jelas operasionalisasinya, dan bagaimana bentuk perhatian
Anggota Dewan dalam hal upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
Padahal, pengaturan yang memadai mengenai kewajiban Anggota
untuk memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat akan
berdampak pada tingginya tingkat kredibilitas Anggota Dewan di
mata rakyat.
6
Pemberhentian Antar Waktu Anggota Dewan
Terkait dengan Pemberhentian Antar Waktu (PAW) Anggota
Dewan, Pasal 9 ayat (1) menyatakan bahwa :
Anggota berhenti antar waktu karena;
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri sebagai Anggota atas permintaan sendiri secara
tertulis; dan
c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan.
Sementara itu, pada Bab XXVI tentang Larangan bagi Anggota, pada
Pasal 202 ayat (5) dinyatakan bahwa Anggota yang tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberhentikan oleh
Pimpinan DPR berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan.
Apakah Pimpinan DPR berhak memecat Anggota Dewan? Apakah
tidak sebaiknya BK merekomendasikan pemecatan itu kepada partai?
Transparansi
Dalam proses politik, masalah transparansi akan sangat terkait
dengan apa yang dikenal sebagai kecenderungan terjadinya asimetri
informasi antara penguasa dengan rakyat. Asimetri informasi
akan menjadikan pejabat publik dan para pengambil keputusan --
karena diskresinya untuk mengambil keputusan-- diarahkan pada
pemenuhan kepentingan mereka daripada kepentingan masyarakat.
Dengan demikian, peningkatan akses masyarakat terhadap informasi
yang terkait dengan proses yang terjadi dalam lembaga publik,
apalagi lembaga pengambil keputusan, dan pengaturan tentang
mekanismenya, diyakini dapat membatasi ruang bagi terjadinya
kecendrungan penyimpangan tadi.79 Alasan mendasar lainnya, seperti
yang pernah ditegaskan Mill bahwa pengawasan publik merupakan
79 Lihat Joseph Stiglitz, “Transparancy in Government”, The Right To Tell, the Role of Mass Media in Economic
Development (Washington, DC: World Bank Institute, 2002), hal. 27-28.
Tatib DPR mengatur dua jenis rapat yakni terbuka dan tertutup.
Ditegaskan di sana bahwa rapat-rapat yang dilakukan dalam forum
Paripurna, Paripurna Luar Biasa, Komisi, Gabungan Komisi, Badan
Legislasi, Panitia Anggaran, Panitia Khusus, Rapat Kerja, Rapat Dengar
Pendapat dan atau Pendapat Umum, pada dasarnya bersifat terbuka,
kecuali rapat tersebut memutuskan tertutup. Sebaliknya rapat-
rapat dalam forum Pimpinan DPR, pimpinan alat kelengkapan DPR,
Badan Musyawarah, BURT, BKSAP, Badan Kehormatan, Rapat Panitia
Kerja atau Tim pada dasarnya bersifat tertutup kecuali rapat tersebut
memutuskan sebaliknya. Sementara dalam forum internal fraksi, Tatib
menyerahkan sepenuhnya kepada fraksi yang bersangkutan (Pasal 95
Tatib).
81 Lihat Bivitri Susanti, “Problem Kelembagaan dalam Proses Legislasi”, Makalah Seminar, Jakarta, 8 Maret 2007,
diakses dalam www.parlemen.net, 17 Juni 2008, hal. 10.
82 Wawancara dengan Nizar Dahlan (Fraksi BPD dari PBB), 15 Juli 2008. Agus Purnomo (PKS), tanggal 7 Juli 2008,
Lukman Hakim Saefuddin (Ketua Fraksi PPP), tanggal 10 Juli 2008.
83 Reformasi DPR, Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI, Jakarta: Setjen DPR RI, Desember 2006,
hal. vii.
84 Ibid.
85 Rekomendasi dan Program Kerja, Tim Peningkatan Kinerja DPR RI, Jakarta, 2006, hal. 38
86 Ibid., hal. 47
87 Ibid., hal. 61 – 68
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi politik masyarakat dapat diartikan sebagai peran
masyarakat secara aktif dalam upaya mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan publik termasuk di dalamnya
dalam proses penentuan kepemimpinan politik. Dengan demikian,
partisipasi ini diarahkan pada kegiatan atau partisipasi masyarakat
dalam proses input dan output sekaligus.89
89 Lihat Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Sarana Indonesia, 1992), hal. 118 dan 142.
90 Stiglitz, op.cit., hal. 28, 31.
91 Informasi dari staf Komisi VII FGD UNDP tentang Pengaduan Masyarakat, Agustus 2007.
Hal ini akan berbeda apabila kegiatan Dewan diliput oleh media
massa, misalnya TV Parlemen atau di upload di website DPR, maka
publik atau konstituen akan melihat bahwa wakil mereka membahas
permasalahan mereka dalam kesempatan Raker dengan Pemerintah,
karena seperti yang dilakukan oleh F-PG bahwa :
“Di awal masa sidang, semua diminta membuat laporan dari daerah pemilihannya,
laporan anggota disampaikan ke hubda (penghubung daerah), hubda disampaikan
ke hubwil (penghubung wilayah), hubwil disampaikan ke fraksi, baik itu laporan
mengenai kondisi daerahnya, masalah yang dihadapi di daerah, saya di Komisi V
tapi kalau masalah yang dihadapi masalah pertanahan, itu urusan komisi II. Dengan
kompilasi itu masing-masing anggota mengetahui masalah-masalah yang dihadapi
daerah-daerah, masalah pertanahan menjadi perhatian anggota di komisi II untuk
dibicarakan dengan Menteri waktu Raker. Itu yang dilakukan terkait dengan fungsi
koordinasi fraksi terhadap anggota”.92
93 Wawancara dengan Lukman Hakim Saefudin, Fungsionaris F-PPP, tanggal 15 Juli 2008.
95 Wawancara dengan Nizar Dahlan (Fraksi BPD dari PBB), 15 Juli 2008.
96 Rekomendasi dan Program Kerja Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI, hal. 11-67.
97 The Chartered Institute of Public Finance and Accountancy, Corporate Governance in the Public Service (London:
CIPFA, 1994)
98 Arbi Sanit dalam Pembahasan Proposal Kajian tentang Pelembagaan Fungsi Representasi dalam Tatib DPR RI,
PROPER – UNDP, Hotel Ibis Jakarta, 15 Mei 2008
99 Saran Arbi Sanit, Ibid.
105 Rekomendasi dan Program Kerja, Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI, Jakarta, Desember 2006, hal. 55.
106 Ibid.
Untuk itu, maka peran fraksi yang dalam Tatib Dewan ini sangat
besar ke depan perlu dikurangi. Sampai saat ini, memang terdapat
beberapa tugas kedewanan yang terkait Pimpinan Fraksi. Penjelasan
tugas kedewanan tersebut yang terkait dengan Pimpinan Fraksi telah
diuraikan secara detail pada Bab III. Berikut ini adalah versi ringkasnya,
antara lain:
1. Dalam hal Pimpinan DPR membentuk Tim atas nama DPR
terhadap suatu masalah mendesak seperti yang tertuang pada
Pasal 27 ayat (3) butir h.
Penutup
A
Kesimpulan
Peraturan Tata Tertib DPR yang tertuang pada Keputusan DPR RI
No. 08/DPR RI/1/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI yang
sekarang ini berlaku, sebenarnya sudah mengawali dengan pengaturan
mengenai eksistensi Anggota Dewan, kedudukan serta tugas dan
kewenangan Dewan dan anggota Dewan yang memposisikan rakyat
yang diwakilinya pada posisi yang penting.
Hal itu terjadi, karena Peraturan Tata Tertib yang sekarang ini
berlaku belum sepenuhnya merefleksikan prinsip-prinsip perwakilan
politik. Prinsip-prinsip perwakilan/representasi tersebut adalah prinsip
transparansi, partisipasi masyarakat, akuntabilitas serta kredibilitas.
Keempat prinsip tersebut terkait satu dengan yang lain. Prinsip
transparansi disini berarti adanya keterbukaan bagi publik untuk
mengakses mekanisme kerja dalam melaksanakan tugas kedewanan,
maupun mengakses produk-produk yang dihasilkan oleh DPR. Oleh
karena itu, Tatib DPR harus mengatur tentang kemudahan bagi publik
untuk mengakses baik mekanisme kerja maupun produk-produk
Dewan tersebut.
B
Rekomendasi
Untuk menyempurnakan Tatib DPR RI agar supaya bermuatan
atau merefleksikan prinsip-prinsip perwakilan/representasi, maka ke
depan langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Norma perwakilan/representasi Anggota Dewan
Menempatkan satu bab di bagian awal Tatib setelah Pasal 1 tentang
Ketentuan Umum, yang berfungsi memayungi pengaturan pada
pasal-pasal selanjunya. Bab tersebut memuat tentang paket norma
representasi/perwakilan politik rakyat. Norma-norma tersebut
antara lain tentang:
a. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kedewanan, maka Anggota
Dewan mengemban mandat rakyat yang diwakilinya.
b. Keterbukaan Anggota secara aktif kepada publik, dan konstituen
dalam bersikap dan bertindak.
Daftar Pustaka
APTER
1985, Pengantar Analisa Ilmu Politik, Kata Pengantar (Indonesia):
Nazaruddin Syamsuddin, Gramedia, Jakarta.
HADAD (ed.)
1981, Kebudayaan Politik dan Keadilan Sosial, LP3ES, Jakarta.
PAKPAHAN, Muchtar
1994, DPR RI Semasa Orde Baru, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
SANIT, Arbi.
1985, Perwakilan Politik di Indonesia, CV Rajawali, Jakarta.
SARAGIH
1987, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Gaya
Media Pratama, Jakarta.
SURYADINATA, Leo.
2002, Elections and Politics in Indonesia, Institute of Southeast Asian
Studies, Singapore.
Makalah
M. Steven Fish, Stronger Legislatures, Stronger Democracies, Journal of
Democracy, Vol. 17, No. 1, National Endowment for Democracy and
The Johns Hopkins Univ. Press, January 2006.
Bintan R Saragih, Strategi Memasukkan Fungsi Representasi dalam UU
Susduk dan Tata Tertib DPR RI, Hotel Ibis Slipi, Jakarta, 5 Juni 2008.
Arbi Sanit, Relevansi Tata Tertib dengan Perwakilan Politik DPR RI, Hotel
Ibis Slipi, Jakarta, 15 Mei 2008
John K. Johnson, The Role of Parliament in Government, World Bank
Institute, Washington, D.C., 2005.
“Legislative Theory and Methodology: The Key to a Legislator’s Tasks”,
tanpa tahun.
Bivitri Susanti, “Problem Kelembagaan dalam Proses Legislasi”, Makalah
Seminar, Jakarta, 8 Maret 2007, diakses dalam www.parlemen.net, 17
Juni 2008, hal. 10.
Laporan Hasil Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI tanggal 23
Februari 2007, diakses dalam www.parlemen.net pada tanggal 18 Juni
2008.
Michael Howlett and M. Ramesh, Studying Public Policy: Policy Cycles
and Policy Subsystems, Oxford Univ. Press, 1995.
Representasi di Parlemen
Pokok masalah diskusi: Prinsip perwakilan (representasi) menjadi hal penting
bukan hanya untuk didiskusikan tetapi juga dirumuskan secara eksplisit dan
tegas ke dalam undang-undang yang menjadi rujukan kegiatan, tingkah laku
dan rujukan keberpihakan bagi Anggota Parlemen, seperti UU Susduk dan Tatib
DPR.
Pokok bahasan diskusi pertama terkait dengan hal-hal dasar yang memberi
penjelasan tentang prinsip representasi di parlemen, yaitu: 1) deskripsi tentang
apa fungsi representasi dalam sistem politik dan parlemen di Indonesia; 2) deksripsi
tentang tentang peran dan fungsi representasi Anggota DPR sebagai pelaksana
tiga fungsi pokok Parlemen yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan; 3) diskripsi dan analisa tentang prinsip-prinsip representasi yang
melekat pada fungsi Parlemen dalam aturan perundang-undangan DPR, baik
dalam UU Susduk dan Tata Tertib DPR; 4) pemaparan tentang sistem dukungan
yang tersedia bagi Anggota DPR dalam melaksanakan fungsi representasinya; 5)
berbagi pengalaman Anggota terhadap pelaksanaan fungsi pokoknya di DPR;
dan 6) rumusan rekomendasi tentang penguatan prinsip representasi di DPR
adalah bagian terpenting dari setiap FGD yang dilaksanakan.
Dinamika Forum :
Pembahasan Pengantar
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat juga dapat dilakukan, misalnya dalam
UU Susduk (UU No. 22/2003) memberikan kesempatan bagi para
pemilih untuk mengadukan kepada BK DPR wakil rakyat yang “tidak
melaksanakan kewajiban sebagai anggota DPR” (Pasal 85 Ayat (2)
huruf c).
Prinsip Representasi dalam Pandangan Anggota
129
Fokus kerja DPR selama ini hanya terbagi tiga, yaitu legislasi,
pengawasan, dan anggaran. Fungsi representasi belum mengemuka
dan menjadi perhatian bagi Anggota dalam menjalankan fungsi
legislasi di DPR.
129 Ir. Afni Achmad (Pembahas Utama FGD 1 sebagai Anggota Tim Peningkatan Kinerja Anggota. Utusan dari Fraksi
Partai Amanat Nasional).
Pelajaran yang dapat diambil pada saat kunjungan bersama salah seorang
pimpinan DPR ke Kanada untuk belajar berparlemen, yaitu seorang speaker
(pimpinan DPR kalau di Indonesia) di Kanada tidak mempengaruhi apa-apa dan
tidak menentukan apa-apa, hanya menentukan jalannya persidangan. Tidak
ada teriakan macam kita nyeletuk, sopan dan akustiknya bagus dengan bentuk
ruangan letter U. Hanya parlemen di Cina yang menyamai kita di mana ruang
sidangnya berbentuk theatre yang menunjukkan dominasi pimpinan.
130 Rusman Lumban Toruan (Pembahas FGD 1 sebagai Tenaga Ahli Fraksi PDIP).
131 Virgiani Rahayu (Pembahas FGD 1 sebagai Tenaga Ahli Fraksi PG).
132 Handoyo (Pembahas FGD 1 sebagai Tenaga Ahli Fraksi PKS).
Masalah –sistem- lainnya mengenai sisa suara. Jika ada sisa suara
ditarik ke provinsi, maka Anggota tersebut akan mewakili siapa.
Sistem distrik adalah yang paling tepat untuk kondisi Indonesia, jika
kinerja Anggota tidak baik akan lebih mudah bisa disalahkan dan
dapat diberi sanksi di Pemilu berikutnya.
133 Buku panduan tentang sistem pelaporan kinerja Anggota yang sedang dikaji oleh UNDP.
134 AM. Furqon (Pembahas FGD 1 sebagai Tenaga Ahli Fraksi PAN).
Dinamika Forum :
Klarifikasi dan Diskusi
141 FGD 2 dilaksanakan di Hotel Santika, Jakarta, 5 Juni 2008.
142 Ganjar Pranowo (Pembahas Utama FGD 2 sebagai Ketua Pansus RUU Susduk di DPR/FPDIP).
143 Prof. Dr. Bintan Saragih (Pembahas Utama FGD 2 sebagai Pengamat politik dan pakat Hukum Tata Negara,
Universitas Pelita Harapan).
Nilai,
144
Subyek dan Mekanisme Perwakilan Politik
Mengapresiasi ide Pimpinan Panitia Khusus RUU Susduk untuk
menyelaraskan pembahasan isi RUU dengan konstitusi. Struktur, fungsi,
dan tugas DPR berbeda antara sistem presidensial dan parlementer.
Jika sistem presidensial yang ingin diterapkan, maka keberadaan Fraksi
sebenarnya hanya dua, yaitu fraksi yang mendukung Pemerintah dan
fraksi oposisi. Posisi Anggota ada di antara rakyat dan DPR dan tidak
perlu diganggu oleh Fraksi. Hal ini berakibat pada Pimpinan DPR yang
terdiri dari pendukung dan oposisi.
144 Arbi Sanit (Pembahas Utama FGD 2 sebagai Pengamat dan pakar politik, Universitas Indonesia)
Pada saat itu, dibuat fungsi DPR ada 16 namun fungsi representasi
hanya satu yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat.
Seharusnya fungsi DPR itu hanya menampung dan menyalurkan
aspirasi rakyat sesuai dengan fungsi wakil rakyat, karena yang
bertanggungjawab adalah partai politik. Dengan demikian, fungsi
pengawasan dan anggaran jangan dibuat ke dalam sistem politik.
Mengenai tata kerja DPR, tentu kita harus masuk ke dalam tata
tertib. Tatib ini tidak hanya menggambarkan tiga fungsi DPR tetapi
juga menggambarkan perwakilan –representasi-politik karena yang
150 Makalah Bintan R. Saragih; “Strategi Memasukkan Fungsi Representasi dalam Undang-undang SUSDUK dan Tata
Tertib DPR RI.
151 Refli Harun (Pembahas FGD 2 sebagai akademisi, UNAND).
152 Yang dimaksud adalah Ganjar Pranowo (Pembahas Utama FGD 2)
Dinamika Forum :
Klarifikasi dan Diskusi
Klarifikasi Pembahas Utama153
Klarifikasi
Pembahas Utama 154
Mengenai PAW itu sudah diatur UU. Tapi semua fraksi intinya
sepakat bahwa PAW harus tetap dipersulit. Kalau hak recall dihilangkan,
pembahas yakin bahwa kinerja anggota bisa diperbaiki. Kalau petisi,
154 Ganjar Pranowo (Pembahas Utama FGD 2).
Klarifikasi
Pembahas Utama
155
156
Mekanisme Recall
Dalam mekanisme recall ada jalan keluar seperti di parlemen
negara-negara demokratis lain, recall dari fraksi dimungkinkan karena
setiap wakil rakyat harus bergabung di dalam fraksi. Di dalam fraksi
ada peraturan atau Tatib. Kalau ada anggota tidak sesuai dengan garis
atau visi fraksi maka recall bisa dilakukan melalui voting di fraksi tetapi
recall dari DPR tidak bisa. Dia bisa ada di DPR tetapi tidak sebagai
anggota fraksi –dari parpol asalnya-. Anggota yang di recall tersebut
bisa melakukan beberapa tugas yang ada di luar fraksi, misalkan ikut
sidang paripurna atau masih bisa membawa aspirasi dari masyarakat
ke Dewan, tetapi dia tidak bisa untuk berinisiatif atau menyusun UU
baru. Saya kira dalam UU Susduk perlu dijelaskan tugas dan fungsi
yang bisa dilakukan oleh anggota atau fraksi.
157
Klarifikasi
Persoalan-persoalan yang hampir mirip di banyak undang-
undang dapat diintegrasikan ke dalam satu undang-undang, misalkan
UU Pemilu dengan UU Pilpres. Bab penyusunan pemilih, pemungutan
suara, pengawasan, dan pemantauan yang secara teknis hampir sama.
Kemudian yang mencolok hanya bab mengenai persyaratan.
Trias
Politika di Indonesia
158
Klarifikasi
Pembahas Utama 160
Usulan
Perbaikan UU Susduk 161
161 Siti Nur Sholichah (Pembahas FGD 2 sebagai peneliti PROPER-UNDP tentang prinsip representasi masuk ke
dalam Tatib.
Usulan
Perbaikan UU Susduk 162
162 Rusman Lumban Toruan (Pembahas FGD 2 sebagai tenaga ahli Fraksi PDIP).
Manajemen
Kontak Konstituen 164
Kualitas Hubungan Anggota dengan
Konstituennya
165
165 H. Masduki Baidlowi (Pembahas Utama FGD 3 sebagai Anggota Tim Pansus Rancangan UU Susduk/FPKB).
167
Manajemen Kontak Konstituen
Berdasarkan pengalaman pembahas, menunjukkan bahwa
konstituen tidak hanya terbatas pada konstituen yang berada di
daerah pemilihan Anggota saja tetapi juga anggota masyarakat yang
punya keterkaitan dengan partai Anggota tersebut walaupun tidak
ada di daerah pemilihannya.
169 Jembatan yang dibangun untuk menghubungkan transportasi antara Surabaya dan Pulau Madura.
Jika melihat dari sekian banyak survey dan polling, memang ada
ketidakpercayaan dan ketidakpuasan dari publik terhadap DPR sebagai
lembaga maupun anggota-anggota DPR sendiri, terutama dalam
memperjuangkan aspirasi atau menjalankan fungsi representasi.
Ketidakpuasan publik terhadap fungsi representasi tidak hanya terjadi
di Indonesia, melainkan di semua negara meskipun kadarnya berbeda-
beda. Hal ini tentu dapat dipahami karena ekspektasi publik memang
Dinamika Forum :
Klarifikasi dan Diskusi
170
Pandangan 1
Secara prinsip, pandangan yang lebih bagus adalah yang
seimbang. Artinya, tugas dari kedua belah pihak untuk saling mengisi
antara agent dan principle. Pembahas tadi mengungkapkan ada sistem
yang dilakukan di Inggris, mungkin karena dua minggu sekali namanya
parlementer-distrik. Di sana kondisi geografisnya kecil sedangkan
di sini besar. Apakah mungkin jika dimasukkan ke Susduk akan
bertentangan dengan UUD 45 karena tidak ada fungsi representatif? Ini
bentuk tanggungjawab dari anggota Dewan dan bentuknya macam-
macam, dalam FGD sebelumnya, ada yang bentuknya website, buku,
Pandangan 3173
Pembahas menyampaikan tentang pentingnya perumusan
tentang potret anggota. Beberapa pertemuan yang lalu kita
konsentrasinya ke anggota, misalnya, potret anggota DPR yang sukses
172 Rusman L. Toruan (Pembahas FGD 3 sebagai Tenaga Ahli FPDIP).
173 Handoyo (Pembahas FGD 3 sebagai Tenaga Ahli FPKS).
Klarifikasi
Pembahas Utama 178
180
Klarifikasi Pembahas Utama
Ada kesepahaman bahwa memang ada masalah antara anggota
legislatif dengan konstituen, remedy dari masalah-masalah yang ada
juga di berbeda di daerah dan tingkat pemilihan. Ada karakteristik
yang berbeda di daerah pemilihan, di dalam daerah pemilihan, dan
skup dari wewenang tanggungjawab anggota DPR lebih dibandingkan
dengan anggota DPR di daerah.
Tanggapan
Tadi disinggung tentang budget reses, apakah ada standar
evaluasi tentang laporan penggunaan dana reses? Kemudian apa
dasar pertimbangan untuk mengambil sebuah keputusan jumlah
dana reses yang sama di semua wilayah?
181
Tanggapan
Jika diamati tentang praktek di Amerika, itu berkait juga dengan
budget. Kami mencoba dari sekretariat DPR menggelindingkan
satu pemikiran atau wacana bahwa anggota Dewan dalam rangka
meningkatkan hubungan tata kerjanya dengan konstituen memang
harus diberikan sarana berupa anggaran atau tunjangan kegiatan
anggota DPR atau member budget office. Oleh karena itu, mulai
dipikirkan sekarang dan ke depan sehingga anggota itu perannya
dengan konstituen itu sangat intens. Apakah isu lokal atau nasional
kalau tidak didukung dengan sarana yang cukup, maka perjuangannya
juga tidak maksimal. Konsekuensinya anggota harus merogoh
kantongnya sendiri sehingga itu juga mempersulit anggota sendiri.
Klarifikasi
Pembahas Utama 185
Penjaringan Aspirasi
Masyarakat dan Pengaruhnya
terhadap Kebijakan Fraksi
188 FGD 4 dilaksanakan di ruang Pansus C DPR RI, Jakarta, 7 Agustus 2008
Menjaring
Partisipasi Politik Masyarakat
189
1. Aspirasi adalah hasrat atau kemauan untuk lebih maju atau lebih
meningkat, sedangkan menjaring aspirasi merupakan aktifitas
yang dilakukan untuk mengenali berbagai bentuk persoalan,
gagasan, dan kepentingan stakeholder kelompok masyarakat.
2. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan stakeholder/masyarakat
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan,
implementasi dan evaluasi/monitoring.
3. Dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat terdapat dua rezim
yang harus dipertimbangkan, yaitu:
a. Peran negara tidak perlu terlalu besar sehingga peran tersebut
dapat diberikan kepada masyarakat dan partisipasi masyarakat
menjadi besar. Namun terdapat pendapat bahwa asumsi ini
benar ketika masyarakat kita sudah educated yang paham akan
hak dan kewajibannya.
b. Negara harus banyak berperan dan masyarakat tidak boleh
diberikan partisipasi terlalu besar. Pendapat ini umumnya
ditujukan untuk negara yang baru berkembang.
Jadi, ketika Soeharto sudah jatuh pada 1998 kita dihadapkan pada
ledakan partisipasi. Ini fenomena yang umum ketika sistem otoriter
pindah atau beralih ke sistem demokrasi. Ledakan partisipasi ini kalau
tidak dikelola dengan baik, bisa mengancam demokrasi itu sendiri.
Kontrak Politik
Mengenai kontrak politik, dalam konteks pemilu legislatif,
mengingat sistem pemilu kita masih proposional yang agak tertutup,
memang sulit ada kontrak politik antara caleg secara individu dan
kelompok-kelompok atau komunitas masyarakat sebagai warga
negara sebab hubungan caleg dengan konstituen dijembatani oleh
partai politik. Kalaupun dilakukan kontrak politik dia bersifat segitiga:
Caleg, partai politik, dan konstituen kecuali dalam konteks Pilkada
atau pemilu Pilpres di mana hubungan antara kandidat dan konstituen
bersifat langsung.
Menjaring
Partisipasi Politik Masyarakat
193
196 Audy Wuisang (Pembahas FGD 4 sebagai tenaga ahli Fraksi PDS).
Satu kritik yang tidak hanya menjadi beban fraksi, kalau DPR
salah wajar disorot tetapi kalau DPR berhasil menyelesaikan UU itu
tidak ada pemberitaan yang cukup jelas. Ini persoalan Kehumasan
sehingga rakyat merasa pantas dan percaya aspirasi yang disampaikan
diperjuangkan sehingga menjadi seimbang. Sehingga kalau ada
proses perbaikan diri maka persoalan aspirasi ini menjadi layak. Dalam
tingkatan sempit, ini juga salah, tentang bagaimana FPKS DPRD DKI
pernah membuat klaim sesuatu yang tidak layak diklaim. Pernah
ada spanduk tentang keberhasilan peningkatan honor. Itu diprotes
karena ketika telah jadi kebijakan, maka dia menjadi kebijakan DPRD
atau negara yang tidak bisa serta merta diklaim oleh partai politik
tertentu.
198
Pandangan 5
199 Virgiani Rahayu (Pembahas FGD 4 sebagai tenaga ahli Fraksi PG).
200
Klarifikasi Pembahas Utama
Aspirasi Rakyat Yang Terdistorsi
Ada tiga hal yang muncul: pertama, kita memiliki persepsi
yang sama mengenai bangsa ini. Kadang-kadang pemikiran kita
saling tumpang tindih atau saling membatalkan satu sama lain.
Bagaimanapun perkembangan bangsa kita dalam bidang politik
dan ekonomi bisa dihubungkan dengan realitas bangsa itu sendiri.
Tesis demokrasi itu dapat dilihat pada perkembangan ekonomi dan
pendidikan. Ini mendasar dan harus kita akui, selain mengkritik para
politisi atau anggota Dewan, di sisi lain kita juga harus memahami
kondisi objektif bangsa kita. Faktor keterbelakangan ekonomi dan
pendidikan yang masih banyak level Sekolah Dasar itu menentukan
kualitas demokrasi atau kualitas pemerintahan saat ini. Oleh karena
itu, walaupun kita kecewa dengan parpol, politisi, atau parlemen, ada
kondisi yang membuat transisi ini begitu panjang atau tertatih-tatih
meskipun ada ahli yang mengatakan kita sudah masuk ke konsolidasi
padahal transisinya masih tertaih-tatih.
Kemudian juga aspek optimis yang lain adalah, kalau kita lihat
Bapak-bapak pendiri menjadikan partai politik sebagai tempat
mengabdi seperti Bung Hatta, M. Natsir, dan sebagainya kita baca
umumnya miskin. Bung Hatta tidak sanggup membayar tagihan
listrik di rumahnya. Kita bayangkan dulu orang masuk partai untuk
mengabdi, sekarang orang masuk partai untuk mengambil. Kalau
mengambil yang haknya tidak apa-apa, ini mengambil yang bukan
haknya.
Kontrak Politik
Bahwa aspirasi adalah kata lama dan sangat Orde Baru. Diskusi
pada persoalan ini adalah tentang interest atau kepentingan. Parlemen
adalah forum kepentingan dan parpol harus memilih kepentingan
mana yang akan diperjuangkan, dan membuatnya compatible dengan
agenda partai politik, jika tidak ada agenda maka di dalam partai
politik ada masalah. Seperti sudah kita dengar tadi, menjadi pekerjaan
rumah bagi semua pihak untuk mendefinisikan agenda-agenda yang
berbeda agar ada opsi untuk masyarakat sehingga bisa memilih cara
yang mereka mau support dan memilih untuk diberikan kepercayaan
selama lima tahun untuk dilihat hasilnya.
Mengenai aspirasi. Tidak ada apirasi yang bagus dan jelek, aspirasi
tidak mengandung nilai. Demikian halnya dengan kepentingan. Hal
ini hanya dapat dilakukan melalui dialog dan keputusan Dewan
Pengurus Partai untuk memilih atau membuat prioritas kepentingan
yang mana diperjuangkan sebagai kepentingan pertama, kedua, dan
selanjutnya.
205 AM. Furqon (Pembahas FGD 4 sebagai tenaga ahli Fraksi PAN)
207
Klarifikasi Pembahas Utama
Konfirmasi untuk Frank, bahwa pembuatan UU itu tidak
membutuhkan konsultasi ke publik. Dia salah tangkap. Maksudnya
tanpa suap. Mengenai penjaringan aspirasi melalui kunjungan
baik-baik saja. Pertanyaannya, sejaumana efektifitasnya? Apa tolok
ukurnya? Tugas utamanya adalah setelah amandemen, tugas anggota
Dewan adalah membentuk UU (legislasi). Sejauh ini ada atau tidak
produk UU yang didasarkan dari penjaringan aspirasi? Kalau ada tentu
sangat bagus.
Pokok bahasan diskusi terkait dengan peranan Fraksi dalam menyerap aspirasi
dan sejauhmana aspirasi masyarakat menjadi landasan berpihak dalam pengambilan
keputusan di DPR: i) Hal-hal apa saja yang menjadi indikator terrepresentasikannya
aspirasi masyarakat, ii) Rumusan tentang bagaimana idealnya Fraksi dan parpol
mengambil peranan dalam penjaringan, pengelolaan dan memperjuangkan aspirasi
konstituennya, iii) Apa saja hambatan-hambatan yang dialami Anggota DPR dan
konstituen/masyarakat dalam melakukan penyamaan persepsi terhadap suatu
masalah atau terhadap isu-isu tertentu dan menjadikannya sebagai dasar perjuangan
bersama antara Anggota, fraksi/parpolnya dengan konstituen/masyarakat yang
diwakillinya. Selain itu, bagaimana inisiatif konstituen atau masyarakat mewarnai
proses penjaringan aspirasi, iv) Deskripsi pengalaman Anggota tentang mekanisme
internal fraksinya dalam menjaring, mengelola dan menjadikan aspirasi konstituen
sebagai bahan pembahasan pada rapat-rapat di DPR serta memperjuangkan
aspirasi masyarakat melalui tiga fungsi pokoknya, v) Deskripsi pengalaman Anggota
tentang standar pelaporan Anggota kepada fraksinya atas hasil rapat dengar
pendapat umum, kunjungan reses dan kunjungan kerja ke konstituen/masyarakat,
vi) Deskripsi pengalaman Anggota tentang bagaimana menyampaikan dan
Dinamika Forum :
Pembahasan Pengantar
210
Prinsip Representasi dalam Parlemen Indonesia
Pengertian representasi:
210 Eva Kusuma Sundari, MA., MDE. (Pembahas Utama FGD 5 sebagai Anggota tim Pansus RUU Susduk/Anggota
tim peningkatan kinerja DPR/FPDIP).
211 Arbi Sanit (Pembahas Utama FGD 5 sebagai pakar politik dari Universitas Indonesia)
Point terakhir, forum ini agak advance karena hadir anggota yang
ada di Susduk. Fraksi ini adalah lembaga yang sangat powerful, hampir
setiap kebijakan DPR ada di sana. Setiap keputusan strategis pasti
ada trade off atau jarang lewat voting atau mekanisme terbuka. Tadi
212 Audy Wuisang (Pembahas FGD 5 sebagai tenaga ahli Fraksi PDS).
218
Dinamika Fraksi di Parlemen
Bahwa di dalam draft RUU Susduk, kita sudah menentukan
bagaimana fraksi bisa dibentuk. Jadi, kasus yang sekarang ada tirani
minoritas, fraksi kecil yang lima persen itu nilainya sama dengan fraksi
PDIP misalnya yang 30 persen. Hal ini artinya, banyak sidang tidak
berlangsung karena tidak diketemukannya quorum. Quorumnya
itu ada dua, quorum partai dan quorum anggota. Quorum fraksi ini
yang berat, fraksi-fraksi sudah habis dibagi-bagi di Pansus. Akhirnya
ada formula dari Koalisi Pengadilan yang Bersih. Mereka mengajukan
formula, fraksi harus terbentuk dengan jumlah (minimal) empat kali
dari jumlah alat kelengkapan yang ada. Jadi tidak tersandera kalau
nanti ada fraksi.
218 Eva Kusuma Sundari, MA., MDE. (Pembahas Utama FGD 5 sebagai Anggota tim Pansus RUU Susduk/Anggota
tim peningkatan kinerja DPR/FPDIP).
221
Tanggapan 1
Dalam sistem politik modern, bisa saja dikatakan ada dua fraksi;
oposisi dan pendukung pemerintah. Pembahas lebih memilih sistem
225 Handoyo (Pembahas FGD 5 sebagai Tenaga Ahli FPKS).
Klarifikasi
227
Klarifikasi
Golput memperingatkan partai. Jika Golput-nya sedikit, maka
perhatian Parpol kepada kondisi masyarakat lemah, tetapi jika
Golput-nya banyak baru diperhatikan. Jika kita perhatikan, demokrasi
yang berlangsung saat ini tidak dipersiapkan untuk demokrasi yang
maksimal tetapi untuk minimal democracy, yaitu hanya memilih orang
untuk duduk di parlemen tanpa harus tahu apa yang dikerjakan. Pemilu
tidak di-design demikian, meskipun bisa. Caranya adalah membuat
syarat atau kriteria yang jelas bagi pemimpin. Jika yang duduk di
parlemen itu adalah pemimpin yang sungguh-sungguh maka dia
pasti akan bekerja dengan benar. Lalu, bangunlah sistem partai yang
kuat, kondisikan agar Pemilu itu partai-partai berkoalisi. Hasil pemilu
adalah partai yang mayoritas. Pemimpin yang benar menjadi kuat
dan berkuasa sehingga menjadi stabil dan pemerintahan efektif. Lalu,
pemilu juga mengkondisikan supaya pemerintahan setelah pemilu
berlangsung haruslah konsisten atau tidak campur aduk dan disertai
dengan UU yang lain tentunya. Pemilu yang lebih luas hasilnya akan
memberikan manfaat yang banyak kepada demokrasi.
Klarifikasi
233
232 Sebastian Salang (Pembahas FGD 5 sebagai Direktur Eksekutif dari FORMAPPI).
233 Eva Kusuma Sundari (Pembahas Utama FGD 5).
Klarifikasi
234
Bagi pembahas, pada Golput tidak ada ancaman, bebas saja. Jika
bersungguh-sungguh demokrasi harusnya boleh kampanye untuk
memilih tetapi juga boleh kampanye untuk Golput. Golput tidak salah
karena itu hak untuk memilih dan hak untuk tidak memilih. Sekarang
mana hak yang disertai kewajiban. Itu saja.
Klarifikasi
235
FGD 6
236
Pokok masalah diskusi: Peran media adalah instrumen penting bagi upaya
mendorong peningkatan kinerja, sebagai bentuk akuntabilitas Anggota kepada
masyarakat dan upaya mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam melakukan
kontrol dan menyampaikan aspirasi kepada Anggota DPR.
237
Ke depan, DPR harus bersifat satu pintu dalam hal satu pokok
permasalahan tertentu yang disampaikan kepada media. Jangan nanti
ditanyakan kepada Fraksi A atau B, belum lagi masing-masing politisi,
padahal itu belum tentu berkesesuaian di media. Jadi, nanti perlu satu
unit khusus yang akan memberikan penyampaian dari Bapak kepada
pihak pers.
239
Pandangan 2
239 Andi Rusnandi (Pembahas FGD 6 sebagai Tenaga Ahli Fraksi PPP).
240 M. Hasanuddin Wahid (Pembahas FGD 6 sebagai Tenaga Ahli Fraksi Kebangkitan Bangsa).
241
Klarifikasi
Satu pertanyaan dengan pertanyaan yang lain terkait, umumnya
berkisar tentang pencitraan. Memang sampai sekarang terasa sekali
pemberitaan tentang DPR di masyarakat seolah-olah terbangun citra
yang negatif. Hal ini banyak disumbang oleh perilaku anggota Dewan
itu sendiri.
242
Pers dan DPR Belum Saling Memahami
Pimpinan DPR tadi telah menyinggung banyak hal yang berkaitan
dengan pers. Baik dalam meningkatkan kinerja, maupun mengontrol
dan mengkritisi DPR. Demikian halnya sudah dimaklumi bersama, ada
keluhan yang sama dari staf ahli tentang ketimpangan pemberitaan
oleh media. Untuk menjawab hal ini, karena memang pers punya
dalil sendiri, tetapi banyak hal yang mempengaruhi itu. Walaupun
tidak dapat digeneralisasi, ada yang sudah benar, ada yang berusaha
untuk benar, dan ada pers yang memang tidak benar. Sebenarnya
pemberitaan pers sudah diatur dalam UU dan ada yang mengawasi
di asosiasi masing-masing. Pilihan seperti sekarang atau ketat seperti
dulu memang sama-sama tidak enak bagi DPR. Tetapi segala hal,
tergantung pada anggota itu sendiri di DPR, terutama soal ukuran
kinerja yang selama ini tidak jelas dan mereka yang suka diwawancara
saat rapat belum selesai. Artinya, bagaimana di DPR sendiri juga ada
mekanisme untuk mengatur etika seseorang memberikan keterangan.
Demikian halnya dengan pilihan Komisi tidak karena kompetensi, ini
tidak bisa ditutup-tutupi, tetapi kadang-kadang memang pilihan
fraksi.
242 Imam Anshari Shaleh, SH. (Pembahas Utama FGD 6 sebagai Anggota Pansus RUU Susduk/Anggota Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa).
Kritik saya terhadap pers juga demikian. Pers dan Anggota perlu
saling memahami tugas masing-masing berdasarkan aturan. Sekarang
banyak juga Anggota yang alergi terhadap pers, takut kalau komentar
malah salah dan juga (bagi pers) ada larangan menerima imbalan. Hal
ini memang masih banyak pers yang tumbuh dan banyak wartawan
yang belum mendapat gaji secara baik.
243 Bambang Harymurti; point-point presentasi (Pembahas Utama FGD 6 sebagai Redaksi Majalah TEMPO).
Saat ini, pembahas sedang berjuang untuk ada Ali Sadikin Award
karena beliau tokoh yang menarik. Ia jadi gubernur tahun 1966, waktu
itu anggaran belanja DKI sekitar 60-an juta (dua pertiganya dari pusat)
dan tidak cukup apa-apa, lalu beliau mendapat satu kiat dengan
melegalkan judi sehingga pendapatan DKI menjadi dua milyar dalam
tempo dua tahun. Di tengah keberhasilannya membangun, pada
tahun 1970, Ali Sadikin melakukan dua hal, yaitu sebagai gubernur dan
sebagai pribadi, mendirikan LBH yang menggugat Pemda setiap hari
karena persoalan penggusuran tanah. Selama ia menjabat gubernur,
LBH menggugat hampir 200 kali dan 60 diantaranya menang. Pada saat
yang sama ia mendirikan juga Yayasan Jaya Raya, yang didedikasikan
membangun sarana seni dan olah raga, meminjamkan uang kepada
sekelompok orang di antaranya Gunawan Muhamad, Fikri Jufri, dan
lain-lain sehingga mereka bisa bikin majalah Tempo yang antara lain
tiap minggu memberitakan tentang gugatan LBH tersebut. Pada suatu
saat, para staf ahli minta Bang Ali melakukan rapat khusus meminta
Bang Ali melakukan sesuatu terhadap Adnan Buyung dan Goenawan
Muhamad karena mereka merepotkan [Pemda] DKI dan banyak proyek
247 Audy Wuisang (Pembahas FGD 6 sebagai Tenaga Ahli Fraksi PDS)
248 Virgiani Rahayu (Pembahas FGD 5 sebagai Tenaga Ahli Fraksi Partai Golkar)
249 Riadlo Simanjuntak (Pembahas FGD 6 sebagai Kepala Biro Humas Setjend DPR RI).
250 Imam Anshari Shaleh, SH. (Pembahas Utama FGD 6 sebagai Anggota Pansus RUU Susduk/Anggota Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa).
251 Pembahas dari Litbang Kompas.
254
Klarifikasi
Mengenai wartawan paket. Memilih Presiden di Indonesia
sekarang memang unt ung-untungan. Tidak ada Bupati, gubernur,
atau senator yang sukses kemudian menjadi Calon Presiden, berbeda
dengan di negara-negara maju. Hal ini juga sama seperti di DPR, bukan
karena dia bagus di DPRD. Pertama kali memang untung-untungan,
ibaratnya orang yang buka jalan pertama, akan bertemu ular, semak-
semak, dan yang belakangnya sudah lebih enak. Kalau Anda lihat
di manapun, orang yang jadi anggota Kongres adalah orang yang
pandai bikin berita, karena jika tidak menarik tidak mungkin jadi
anggota Kongres. Jadi secara alamiah, orang-orang yang bisa menarik
perhatian dan menjadi sumber perhatian. Di Indonesia, DPR itu baru
menjadi dewan perwakilan partai.