OLEH :
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT. Dialah Tuhan yang menurunkan agama melalui wahyu
yang disampaikan kepada Rasul pilihan-Nya, Muhammad SAW. Melalui agama ini
terbentang luas jalan lurus yang dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia dunia
dan akhirat.
Agama yang disampaikan oleh Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW. itu kini
telah berusia hampir lima belas abad lamanya, dan kian hari terasa semakin dibutuhkan oleh
ummat manusia yang mendambakan kehidupan yang tertib, aman dan damai.
Namun bersamaan dengan itu pada setiap pundak kaum Muslim terdapat tugas suci
untuk meyampaikan risalah Rasulullah SAW. itu kepada generasi berikunya hingga akhir
zaman. Penyampaian risalah tersebut dapat dilakukan melalui lisan, tulisan, perbuatan, dan
sebagainya.
Makalah yang kini berada ditangan pembaca yang budiman ini ditulis selain dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah juga sebagai media agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang hukum adat yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
dan referensi. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari dosen, teman, juga orang tua, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswaUniversitas Muhammadiyah
Kupang Sunan Kalijaga. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannyademi perbaikan
pembuatan makalah penulis di masa yang akan dating dan mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca.
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….....ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..1
A. Latar Belakang……………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………….1
C. Tujuan……………………………………………………………………………...1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….…….2
A. Kesimpulan……………………………………………………………….………11
B. Saran……………………………………………………………………….……..11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….……..12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu hal yang di pandang sebagai keharusan dalam kehidupan manusia salah
satunya adalah perkawinan. Dan dari perkawinan itu akan timbul suatu ikatan yang
berisi hak dan kewajiban. Dalam perkawinan juga memuat perihal tentang pencegahan,
terjadi di Indonesia asli, mungkin karena masih kuatnya hubungan kekerabatan Antara
calon suami istri, dan juga pengaruh hokum adat yang sangat kuat. Seperti dalam hukum
adat dengan adanya adat kebiasaan bahwa bundle warisan, terutama yang merupakan
milik bersama (harta gono-gni atau harta pencaraian) tetap untuk keperluan kehidupan
sehari-hari dari suami atau istri yang masih hidup pada waktu pihak yang lain meninggal
dunia. Dengan demikian sepanjang mengenai harta, jarang sekali dipersoalkan sebelum
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. untuk mengetahui pengertian perjanjian perkawinan.
BAB I
PEMBAHASAN
berjanji akan mentaati apa tersebut dalam persetujuan itu, yang di sahkan oleh
pegawai pencatat nikah.1 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah
“persetujuan tertulis atau dengan lisan yang di buat oleh dua pihak atau lebih,
masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.:2
aturan yang tercantum dalam BW, maupun Udang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974. Bila seseorang mengadakan janji kemudian ada orang lain yang menyetujui
janji tersebut serta menyatkan pula suatu janji yang berhubungan dengan jani yang
pertama, maka terjadilah perikatan dua buah janji dari dua orang yang mempunyai
hubungan Antara yang satu dengan yang lain. 3 Dengan demikian perjanjian atau
kontrak tersebut adalah sumber hukum formal, selama kontrak perjanjian tersebut
adalah kontrak yang sah atau legal. Maka pengertian perjanjian perkawinan dapat
1
Abd Rahman Ghazaly, Fiqih Munaqahat, (Bogor: Kencana, 2003), hlm. 119.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikhasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka. 2005. hal
458
3
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raji Grafindo Persada, 2007), hlm. 45
diklasifikasikan menurut Undang-Undang perkawinan, Kompolasi Hukum Islam dan
1. Pada waktu atau sebelum perkawinan di langsungnkan, kedua pihak atau persetujuan
bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang di sahkan oleh pegawai pencatat
perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak
ketiga tersangkut.
4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila
dari kedua belah oihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak
2) Perjanjian tersebut dalam ayat (1) dapat meliputi percampuran harta peribadi dan
4
Departemen agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkup Peradilan Agama, Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 2001, hlm. 138
3) Di samping dalam ketentuan ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isis perjanjian itu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik atau
tata tertib umum da nasal di indahkan pula segala ketentuan di bawah ini”. 7
tahun 1974.
Dalam pasal 29, 47 (1) KHI disebutkan bahwa, pada waktu atau sebelum
5
Departemen agama RI, Himpuanan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkup Peradilan Agama, Instruksi
Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, 2001, hlm. 328
6
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rincka Cipta, 2007), hlm. 368
7
R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undnag Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita. 1978), hlm. 51
tertulis yang di sahkan pegawai pencatat nikah mengenai kedudukan harta dalam
perkawinan.
Perjanjian yang dibuat itu tidak bertentangan dengan syari’at islam atau
syari’at islam atau hakikat perkawinan, apapun bentuk perkawinan itu maka
perjanjian itu tidak sah, tidak perlu diikuti, sedangkan akad nikahnya sendiri
sah. Dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi masing-masing pihak untuk
Masing-masing pihak rela atau rida terhadap isi perjanjian tersebut, dan tidak
Bahwa dari isi perjanjian tersebut harus jelas apa yang diperjanjikan,
asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam buku III BW, tetapi seperti
Dalam perjanjian yang sah syarat sahnya suatu perjanjian di atur dalam
Kedua syarat yang pertama disebut syarat subjektif karena kedua syarat
diam.
8
Riduan, Syahrani, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni,2003), hlm.205
9
Ibid., 205-206
Perjanjian tersebut tidak sah apabila terjadi karena paksaan,
suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. Menurut pasal 1332
10
H.R. Daeng Naja. Op. Cit, hlm. 86
11
Riduan, Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni, 2003), hlm.209
menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal barang
itu, dengan kata lain causa berarti isi perjanjian itu sendiri.12 Adapun
apabila para pihak tidak ada yang keberatan, maka perjanjian itu
1. Ta’lik talak.
1. Perikatan bersyarat;
13
Subekti, Pokok-Pokok hukum perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 1983), hlm. 128-131
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjanjian perkawinan dalam Hukum Islam adalah diperbolehkan selama substansi dari
perjanjian tersebut tidak merugikan salah satu pihak dan sesuai dengan ketentuan syariat
perkawinan akan lebih membantu suami dan istri dalam meningkatkan pemahaman dan
kesadaran mereka akan kewajiban dan hak masing-masing pihak yang terlihat. Dengan
meminimalisir konflik atau permasalahan yang terjadi kedepannya karena telah jelas
kedudukan hukumnya.
B. Saran
Diharapkan dari pembahasan diatas dapat menambah pengetahuan yang lebih mendalam
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikhasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta : Balai
Pustaka. 2005
Peradilan Agama, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, 2001
Paramita. 1978
Riduan, Syahrani, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni,2003)