Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Perkawinan melalui Media Elektronik

menurut Sistem Hukum di Indonesia


Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hukum Perkawinan


Dosen Pembimbing : Putri Ayi Winarsasi, SH, MH, MKn

Kelompok 3:
Dinar Okti Noor Satitah 207420100509
Lina Khasanah 207420100503
Ermadiah Defiyanti 207420100497
Sinta Intan Pratiwi 207420100484
Bella Azimatul Husna 207420100492
Sherly Nur Rahmi 207420100499

Fakultas Hukum
Universitas Antakusuma
Tahun Ajaran 2021/2022

1
Daftar Isi
Bab I.....................................................................................................................................3
Pendahuluan.........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................6
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................................................6
1.4. Manfaat Teoritis........................................................................................................6
1.5. Manfaat Praktis.........................................................................................................6
1.6. Tinjauan Pustaka.......................................................................................................6
Bab II...................................................................................................................................7
Pembahasan..........................................................................................................................7
2.1. Perkawinan................................................................................................................7
1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.................................7
2. Tujuan Perkawinan................................................................................................7
3. Syarat-syarat Perkawinan......................................................................................7
2.2. Hukum Siber.............................................................................................................8
2.3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB.....................................8
2.4. Surat Edaran No. P-002/DJ.III/HK.007/03/2020 tentang Pelaksanaan Perkawinan
Selama Masa Pencegahan COVID-19 juncto Surat Edaran No.
P-003/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid 19.....9
2.5. Metode Penelitian......................................................................................................9
1.Tipe Penelitian Hukum..............................................................................................9
2.Pendekatan Masalah..................................................................................................9
2.6.Sumber Bahan Hukum...............................................................................................9
1. Bahan Hukum Primer...............................................................................................9
2. Bahan Hukum Sekunder.........................................................................................10
2.7. Metode Pengumpulan Bahan Hukum.....................................................................10
2.8. Analisis Bahan Hukum............................................................................................10
2.9.Sistematika Penulisan...............................................................................................10
Daftar Pustaka....................................................................................................................12

2
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekitar tahun 1989 di Indonesia sempat dibuat heboh oleh pemberitaan mengenai
adanya perkawinan jarak jauh melalui telepon. Pada tanggal 13 Mei 1989 di Jakarta
perkawinan jarak jauh antara Ario Sutarto dan Nurdiani namun proses akad nikah
tersebut dilakukan melaui telepon dikarenakan mempelai laki-laki sedang berada di
Amerika menyelesaikan studinya, dan kedua belah pihak sama-sama tidak mempunyai
biaya untuk pulang ke Indonesia ataupun pergi ke Amerika.
Proses Akad Nikah dilakukan melalui telepon dimana pihak perempuan
menghadap kepada kepala KUA Kebayoran Baru pukul 10.00 WIB atau pukul 22.00
waktu Indiana, Amerika Serikat, dihadiri oleh perangkat perkawinan, para undangan,
serta saksi dari mempelai perempuan dan saksi dari pihak laki-laki yang berada di
Amerika Serikat, dan diawasi langsung oleh Kepala KUA.1
Namun jauh sebelumnya pada tahun 1968 perkawinan jarak jauh pertama kali
dilakukan oleh mantan Presiden ke empat Republik Indonesia Gus Dur yang sedang
menyelesaikan studinya di Kairo Mesir dan Sinta Nuriah di Jombang. Uniknya Gus Dur
menikahi Sinta melalui perantara kakeknya Kiai Bisri Syansuri yang berusia 81 tahun.
Sekembalinya dari Kairo akhirnya Gus Dur dan Sinta sepakat untuk menikah lagi
setelah sama-sama lulus kuliah.
Terjadinya Perkawinan jarak jauh dengan menggunakan telepon sebagai alat
komunikasi merupakan bentuk dari perkembangan teknologi modern. Kemajuan
teknologi memberikan kemudahan bagi seseorang dalam hubungannya secara individu
dengan orang lain. Teknologi tidak hanya bermanfaat membantu manusia dalam
melakukan aktivitas hubungan sosial baik dalam siaran informasi yaitu dengan
pemberitahuan kabar melalui media televisi, radio, hingga era digital saat ini dengan
menggunakan sosial media ataupun dengan handphone. Bahkan teknologi berupa
handphone, tablet, laptop, desktop dan lain-lain dapat menjadi sarana dalam
melangsungkan beberapa kegiatan dengan cara mengunduh aplikasi yang mendukung
untuk melihat lawan bicaranya melalui video call, seperti skype, zoom, google meet atau
WhatsApp video call.
Pada perkembangannya, teknologi tidak hanya merambah pada dunia bisnis, dan
sosial kini merambah ke dunia privat yaitu perkawinan. Sesuai dengan peranan dan
fungsinya dimana hukum akan berubah sesuai perubahan zaman, waktu dan perubahan
tempat sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Permasalahan yang terjadi
saat ini ialah belum adanya aturan spesifik yang mengatur perkawinan melalui jalur
komunikasi, sementara perkembangan teknologi informasi berkembang lebih cepat dan
pesat jika dibandingkan dengan perkembangan substansi hukum, perangkat hukum, dan
sumber daya manusia di bidang aparatur penegak hukum.

1
Sadiani, Nikah Via Telepon, Menggagas Pembaharuan Hukum Perkawinan di Indonesia, Intimedia dan
STAIN, Palangkaraya, 2008 , h. 52.

3
Perkawinan melalui media Skype dilakukan di kota Bandung antara Rita Sri
Mutiara Dewi dengan Wiriadi Sutrisno yang berada di California, Amerika Serikat.
Perkawinan tersebut dilaksanakan pada 11 Desember 2006 di kantor Telkom Setia Budi
Bandung yang dihadiri mempelai wanita, wakil mempelai, penghulu dan beberapa orang
saksi serta sebuah mas kawin berupa emas 20 gram. 2 Teknologi yang digunakan adalah
Virtual Private Network On Internet, agar suara bisa didengar real time digunakan clear
channel 007. Sehingga mempelai dapat bertatap muka melalui media layar dan para
saksi yang berada di Bandung maupun California dapat juga melihat langsung jalannya
proses ijab kabul. Sepasang aparatur penegak Hukum, mencetak sejarah baru di jajaran
Kepolisian Indonesia. Briptu Nova sedang mengemban tugas seleksi polisi PBB atau
United Nations Police di Cikeas, Bogor dan Briptu Andik Rianto berada di Pontianak
melakukan ijab kabul di depan penghulu pada 28 April 2018 melalui layar ponsel Pada
akhir tahun 2019.3
Dunia Internasional dihebohkan dengan virus mematikan asal kota kecil di
Wuhan, China. Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan COVID-19 sebagai
pandemi global. Menurut kamus Cambridge, lockdwon adalah situasi dimana orang
tidak diperbolehkan untuk masuk atau meninggalkan sebuah bangunan atau kawasan
dengan bebas karena alasan sesuatu yang darurat. Sejumlah negara yang
memberlakukan lockdown terkait dengan penyebaran virus corona yaitu : China, Italia,
Spanyol, El-Savador, Perancis, Denmark, Libanon, Irlandia, Belgia, Polandia,
Argentina, Yordania, Belanda, Malaysia, Filipina.
Pemerintah Indonesia tidak melakukan lockdown, namun alternatif cara lain yang
ditempuh oleh Indonesia adalah melakukan pembatasan dan menerapkan jumlah aturan
di setiap daerah. Menteri Kesehatan mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Berskala
Besar yang selanjutnya disebut PSBB diatur dalam PMK No. 9 tahun 2020. Pada
Peraturan Pemerintah Nomor. 21 tahun 2020, yang dimaksud dengan PSBB adalah
pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1).
Akibat merebaknya Pandemi COVID-19 dengan pembatasan kegiatan hal
menimbulkan adanya masalah yang menyangkut kehidupan Hukum terutama dalam
bekerjanya Hukum di masyarakat dalam lingkup Perkawinan. Pada tanggal 2 April 2020
Kementrian Agama menerbitkan Surat Edaran Nomor P-003/DJ.III/HK.007.04/2020
tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid 19 pada area publik di lingkungan
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Surat Edaran tersebut merupakan
perubahan dari Surat Edaran No. P-002/DJ.III/HK.007/03/2020 yang telah ditetapkan
pada 19 Maret 2020 tentang pelaksanaan perkawinan selama masa pencegahan COVID-
19.
Kamaruddin Amin, selaku Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam
menegaskan bahwa pelayanan pendaftaran Akad Nikah selama masa darurat COVID-19
tetap dilaksanakan namun pendaftarannya tidak dengan pendaftaran melalui tatap muka
2
Ibid,..
3
https://www.liputan6.com/news/read/3493227/kisah-haru-briptu-nova-polwan-yang-bertu gas-di-hari-
pernikahannya, Penulis Ika Defianti, diakses pada tanggal 19 Oktober 2021.

4
di KUA, tapi secara online melalui web simkah.kemenag.go.id. Sedangkan pelayanan
akad nikah di luar KUA ditiadakan. Sedangkan pelaksanaan akad nikah secara online
baik melalui telepon, video call atau media online tidak diperbolehkan.4 Sedangkan
menurut Prof. H.A Fahmi Al Amrozi dan Prof Khairuddin, dosen UIN Antasari
Banjarmasin, nikah online adalah suatu keniscayaan sekaligus solusi atas kondisi dan
dinamika zaman.5
Pada tanggal 25 Maret 2020 Kardiman bin Haeruddin dan Febrianti Bin
Hasanuddin terpaksa melangsungkan ijab kabul melalui panggilan telepon video atau
video call. Perkawinan di masa darurat dilaksanakan melalui jaringan telepon dimana
hal ini telah disepakati oleh penghulu setempat, orang tua pengantin dan pemerintah
terkait. Saat perkawinan, Kardiman dan Febrianti sempat terkendala kualitas jaringan
sehingga pengucapan ijab kabul diganti menggunakan telepon langsung dan di
loudspeaker. Untuk memberikan rasa aman dan tetap mendukung pelayanan nikah
dalam tatanan normal baru (new normal), pada 10 Juni 2020 Direktur Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam mengeluarkan SE Nomor: P-006/DJ.III/Hk.00.7/06/2020
tentang Pelayanan Nikah menuju Masyarakat Produktif Aman Covid dimana pada
ketentuan huruf E angka 4 bahwa pelaksanaan akad nikah dapat diselenggarakan di
KUA atau di luar KUA. Dengan dikeluarkannya SE tersebut, maka mempermudah calon
pengantin untuk melaksanakan perkawinan di wilayah manapun dengan syarat
memenuhi protokol kesehatan yaitu dengan menngunakan masker, sarung tangan dan
cuci tangan dengan air mengalir atau handsanitizer.
Proses perkawinan Shaffira Hermana dan Max Walden, terpaksa
dilangsungkan melalui aplikasi zoom pada 20 Juni 2020 di kediaman rumah masing-
masing. Perkawinan Shaffira Gayatri dan Max Walden dilakukan antara Surabaya dan
Sydney karena adanya travel warning dari pemerintah Australia yang tidak
memperbolehkan wisata ataupun kunjungan di luar wilayah Australia akibat COVID-
19.6 Pasangan perkawinan campuran Ariestya Dewi dan Jason Findlay melakukan
perkawinan online Jakarta dan Canberra melalui de facto relationship dengan cara
mengunggah data ke website pemerintah Australia. Evi Marlina dan Adam Dellaway
terpaksa harus menelan pil pahit pesta perkawinan yang akan diselenggarakan pada 10
Oktober 2020 batal karena COVID-19. Sejatinya mereka akan melangsungkan
perkawinan di rumah kediaman Evi pada Oktober mendatang. Rasa cinta dan keinginan
untuk bersatu yang tak terbendung akhirnya membuat mereka melakukan perkawinan
online pada 27 September 2020, Evi Marlina dan Adam Dellaway melaksanakan ijab
kabul melalui zoom antara Bandar Lampung, Indoensia dan New Castle, Australia
dengan dihadiri penghulu dari KUA setempat, ustadz dan saksi dari kedua belah pihak
keluarga pengantin. Ketiga pasangan beda warganegara ini melaksanakan Perkawinan
online dengan berbagai cara untuk menyatukan hubungan keluarga yang ingin dicapai
ditengah pandemi COVID-19. Permasalaham ini menarik untuk dikaji karena keabsahan
4
https://nasional.kontan.co.id/news/pandemi-virus-corona-kemenag-hanya-layani-akad-nikah-yang-daftar-
sebelum-1-april diakses pada 10 Oktober 2021
5
https://kalsel.kemenag.go.id/opini/687/Nikah-Online-suatu-Keniscayaan-? Diakses pada 10 Oktober
2021
6
https://www.tempo.co/abc/5730/ijab-kabul-yang-menegangkan-pasangan-indonesia-australia-nikah-lewat-
zoom, diakses pada 10 Oktober 2021

5
dalam proses perkawinan melalui alat telekomunikasi merupakan poin penting yang
perlu penelitian lebih mendalam.

1.2. Rumusan Masalah


Dengan demikian, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengesahan perkawinan melalui media elektronik menurut Hukum
Perkawinan di Indonesia?
2. Apa akibat hukum perkawinan melalui media eletronik terhadap kedudukan
suami istri, harta perkawinan dan anak yang dilahirkan ?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Menganalisis Pengesahan Perkawinan Melalui Media Elektronik menurut
Hukum Perkawinan di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
2. Menganalisis akibat hukum perkawinan melalui media eletronik terhadap kedudukan
suami istri, harta perkawinan dan anak yang dilahirkan.

1.4. Manfaat Teoritis


Secara teoritis, penelitian bermanfaat untuk menambah dan melengkapi literatur
pengetahuan khususnya masalah mengenai hukum perkawinan, yang bermanfaat bagi
mahasiswa Fakultas Hukum dan civitas akademik Universitas Antakusuma
.

1.5. Manfaat Praktis


Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk semua pihak yang terkait dalam
bidang perkawinan. Penelitian ini bermanfaat untuk menggambarkan nyata mengenai
aturan hukum dalam bidang hukum perkawinan, bagi subjek perkawinan yang
menjalani proses perkawinan di tengah Pandemik COVID-19. Selain itu, penelitian ini
juga bermanfaat bagi praktisi hukum sehingga memberikan sumbangan pemikiran
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

6
Bab II
Pembahasan
2.1. Perkawinan

1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan


Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa berarti membentuk
keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Berasal
dari kata an-nikah yang menurut bahasa berarti mengumpulkan, saling memasukkan,
dan wathi atau bersetubuh. Konsep perkawinan memiliki arti dari berbagai sudut
pandang, secara yuridis definisi perkawinan di atur dalam UU Perkawinan Pasal 1,
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Tujuan Perkawinan
Adapun tujuan dari perkawinan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam
rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.Sedangkan menurut
Imam Al Ghozali yang dikutip oleh Abdul Rohman Ghozali, tujuan perkawinan adalah:
a. mendapatkan dan melangsungkan keturunan;
b. memenuhi hajat manusiauntuk menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih
sayang;
c. memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan;
d. menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta
kewajiban dan untuk memperoleh harta kekayaan yang halal; dan

3. Syarat-syarat Perkawinan

Berdasarkan UU Perkawinan, ada dua macam syarat-syarat perkawinan yaitu syarat


materiil adalah syarat yang melekat pada diri masing-masing pihak disebut juga syarat
subjektif, dan syarat formal yaitu mengenai tata cara atau prosedur melangsungkan
perkawinan menurut hukum agama dan undang-undang disebut juga syarat objektif.
Syarat materiil pelaksanaan perkawinan telah diatur pada Pasal 6 sampai dengan Pasal
12 UU Perkawinan dan mengalami perubahan syarat perkawinan (syarat materiil)
menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 diatur dalam Pasal 7 UU Perkawinan
adalah sebagai berikut:

a. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19
(sembilanbelas) tahun
b. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti
pendukung yang cukup.
c. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan
perkawinan

7
d. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon
mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga
ketentuan mengenai permintaa dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6)

2.2. Hukum Siber


Teknologi Multimedia merupakan perpaduan dari teknologi komputer yang
terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk memproses dan
menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirim
informasi20. Sedangkan menurut Ashar Arsyad, Multimedia dalam konteks komputer
adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dua atau lebih media digital dengan
menggabungkan teks, suara, gambar, animasi dan video dengan alat bantu (tool) dan
koneksi (link) sehingga pengguna dapat bernavigasi, berinteraksi, berkarya dan
berkomunikasi secara bersamaan.21 Komunikasi menggunakan video call merupakan
pemanfaatan teknologi multimedia sebagai salah satu alternatif komunikasi yang
efektif. Video Call memudahkan manusia untuk bisa berkomunikasi jarak jauh melalui
telepon secara face to face. Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait
pemanfaatan teknologi informasi. Istilah tersebut lahir sebagai akibat dari kegiatan
internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Cyber Law memiliki
aspek hukum yang sangat luas memiliki aturan yang melindungi para pelaku pengguna,
diantaranya adalah aspek hak cipta, aspek merk dagang, aspek fitnah dan pencemaran
nama baik, aspek privasi. Maka dapat dilihat bahwa dunia siber tidak hanya
dimanfaatkan untuk dunia publik namun kini hinga ranah privat yang disebut dengan
aspek privasi yaitu mengenai Perkawinan.

2.3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB


Pada Pasal 1 PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB menyebutkan bahwa
Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk
dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease
2019 (COVID-I9). Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini juga mendapat
persetujuan dari menteri kesehatan guna keselamatan dan kesehatan seluruh Warga
Negara Indonesia. Pelaksanaan PSBB berbeda di tiap daerah hal ini disebabkan setiap
Kepala daerah memiliki wewenang tersendiri dalam memutuskan karantina
wilayahnya yaitu dengan pengajuan permohonan Karantina wilayah melalui
Kementrian Kesehatan, Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang
PSBB.

2.4. Surat Edaran No. P-002/DJ.III/HK.007/03/2020 tentang Pelaksanaan


Perkawinan Selama Masa Pencegahan COVID-19 juncto Surat Edaran No.
P-003/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid 19.
PSBB membuat sejumlah instansi pemerintah memberlakukan pembatasan bekerja
bagi staffnya, salah satunya Kementrian Agama yang menerapkan WFH sesuai arahan
8
Presiden. Pelaksanaan pelayanan WFH sangat terbatas diantaranya pelayanan
konsultasi dan informasi kepada masyarakat secara daring (online). Terkait
pelaksanaan akad nikah secara online baik melalui telepon, video call, atau
penggunaan aplikasi berbasis web lainnya tidak diperkenankan, sesuai dengan
perubahan pada ketentuan huruf E.

2.5 Yurisprudensi oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan dikeluarkannya


Surat Putusan No. 1751/P/1989.
Pada tanggal 13 Mei 1989 terjadi akad nikah jarak jauh Jakarta - Bloomington
Amerika Serikat lewat telepon, yang dilangsungkan di kediaman Prof. Dr. Baharuddin
Harahap di Kebayoran Baru Jakarta. Calon suami Drs. Ario Sutarto yang sedang
bertugas belajar di program Pascasarjana Indiana University Amerika Serikat,
sedangkan calon istri adalah Dra. Nurdiani, putri guru besar IAIN Jakarta itu. Kepala
KUA Kebayoran Baru Jakarta Selatan tidak bersedia mencatat nikahnya dan tidak mau
memberikan surat nikah, karena menganggap perkawinannya belum memenuhi syarat
sahnya nikah, yakni hadirnya mempelai-łaki-laki-atau wakilnya. Kemudian status
pemikahan ini dimohonkan pengesahan melałui Pengadilan Agama Jakarta Selatan
dengan dikeluarkannya Surat Putusan No. 1751/P/1989.

2.5. Metode Penelitian

1.Tipe Penelitian Hukum


Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu proses menemukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab
isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum normatif memliki ciri khas pada ilmu
hukum yang terletak pada metode penelitiannya yang bersifat normatif hukum.

2.Pendekatan Masalah
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain Statute Approach dan
Conceptual Approach. Statute Approach merupakan pendekatan yang dilakukan
melalui instrumen hukum yang berlaku (ius constitutum), Conceptual Approach
merupakan pendekatan yang dilakukan melalui doktrin atau konsep, literatur-literatur,
keterangan-keterangan, dan informasi-informasi yang berkaitan dengan perkawinan.
Dalam penelitian ini yaitu UU Perkawinan.

2.6.Sumber Bahan Hukum


Di dalam penelitian ini terdapat beberapa sumber bahan hukum yang digunakan yaitu
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

1. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam penulisan hukum
ini yang meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
9
b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
e. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Islam.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Skala Besar
Besaran
g. Surat Edaran Nomor P-002/DJ.III/HK.007/03/2020 tentang pelaksanaan perkawinan
selama masa pencegahan COVID-19 juncto Surat Edaran No.
P-003/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid-19
h. Surat Edaran Nomor: P-006/DJ.III/Hk.00.7/06/2020 tentang Pelayanan Nikah
menuju Masyarakat Produktif Aman Covid

2. Bahan Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian adalah :
i. Hasil-hasil penelitian
j. Buku-buku karya pakar dan berkaitan dengan perkawinan
k. Materi perkuliahan para dosen dari Universitas Antakusuma
l. Makalah-makalah, jurnal, surat kabar serta majalah.

2.7. Metode Pengumpulan Bahan Hukum


Bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dan dikumpulkan baik berupa bahan hukum
primer maupun bahan hukum sekunder kemudian dianalisa secara kualitatif untuk
mendapat jawaban atas penelitian ini.

2.8. Analisis Bahan Hukum


Bahan hukum yang sudah dikumpulkan di analisis dengan pedoman pada metode
deskriptif yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif analitis.
Kemudian menguraikan fakta-fakta yang telah ada dalam tesis kemudian di tarik suatu
kesimpulan dan saran dengan memanfaatkan cara berpikir deduktif yaitu menarik
kesimpulan dari hal –hal yang bersifat umum menuju hal- hal yang bersifat khusus.

2.9.Sistematika Penulisan
BAB I merupakan pendahuluan, yang berisi mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode
penelitian dan sistematika penulisan
BAB II merupakan pembahasan penjelasan dari rumusan masalah mengenai
Pengesahan Perkawinan Campuran Melalui Media Elektronik yang dilakukan oleh
warga negara Indonesia dengan warga negara Australia akibat COVID-19. Uraian
mengenai hukum Perkawinan di Australia melalui penelitian ini diharapkan mengetahui
10
sah atau tidaknya pelaksanaan perkawinan tersebut.
BAB III merupakan pembahasan untuk menganalisis akibat hukum yang terjadi pada
perkawinan campuran melalui elektronik akibat COVID-19 pada status
kewarganegaraan suami istri dan anak yang akan dilahirkan. Memberi penjelasan
mengenai harta dalam perkawinan serta memaparkan hukum Perkawinan di Australia
terhadap status hubungan hukum antara suami istri, harta perkawinan dan kedudukan
anak yang dilahirkan.
BAB IV merupakan bab Penutup, didalamnya berisi kesimpulan mengenai pokok-
pokok pembahasan yang telah dibahas dalam bab sebelumnya serta memberi saran yang
berisi masukan dengan memberikan alternatif serta solusi. Diharapkan dengan adanya
penelitian ini memberikan masukan yang bermanfaat bagi penegakkan hukum
perkawinan dalam masa darurat dan bermanfaat bagi para pembaca

11
Daftar Pustaka
Buku
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islami dan undang-undang Perkawinan (Undang- undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan), Cetakan V, 2004 Liberty:Yogyakarta

Internet
https://www.liputan6.com/news/read/3493227/kisah-haru-briptu-nova-polwan-yang-bertu gas-di-
hari-pernikahannya, Penulis Ika Defianti, diakses pada tanggal 19 Oktober 2021.
https://nasional.kontan.co.id/news/pandemi-virus-corona-kemenag-hanya-layani-akad-nikah-yang-
daftar-sebelum-1-april diakses pada 10 Oktober 2021
https://kalsel.kemenag.go.id/opini/687/Nikah-Online-suatu-Keniscayaan-? Diakses pada 10 Oktober
2021
https://www.tempo.co/abc/5730/ijab-kabul-yang-menegangkan-pasangan-indonesia-australia-nikah-
lewat-zoom, diakses pada 10 Oktober 2021

12

Anda mungkin juga menyukai