PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
MAHENDRA NURRAZAQ
NBI : 1312000173
FAKULTAS HUKUM
2023
"Tindak Pidana Penipuan Secara Online Dengan Modus Kerja Paruh Waktu”
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
Mahendra Nurrazaq
NBI : 1312000173
Dosen Pembimbing
NPP/NIP : 20310170749
FAKULTAS HUKUM
2023
ii
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
1. Latar Belakang..................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah............................................................................................................4
3. Tujuan Penelitian..............................................................................................................4
4. Manfaat Penelitian............................................................................................................4
4.1 Manfaat Teoritis...........................................................................................................4
4.2 Manfaat Praktis.............................................................................................................5
5. Tinjauan Pustaka..............................................................................................................5
5.1 Definisi dan Karakteristik Penipuan Online.................................................................5
5.2 Modus Operandi Penipuan Online...............................................................................9
5.3 Motivasi Pelaku Penipuan Online..............................................................................11
5.4 Dampak Penipuan Online...........................................................................................12
5.5 Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum.............................................................14
6. Metode Penelitian...........................................................................................................20
6.1 Jenis Penelitian..........................................................................................................20
6.2 Metode Pendekatan...................................................................................................20
6.3 Sumber Bahan Hukum..............................................................................................21
6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.........................................................................22
6.5 Teknik Analisa Bahan Hukum..................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24
1
1. Latar Belakang
Perkembangan pesat internet saat ini berdampak besar, tetapi juga membawa
masalah serius, yaitu kejahatan dunia maya. Di era modern yang dipenuhi teknologi
digital dan internet, penipuan online menjadi masalah serius. Semakin banyaknya
penggunaan teknologi ini, pelaku kejahatan dunia maya sangat mudah masuk ke dunia
maya untuk mendapatkan keuntungan. Adapun masyarakat yang kurangnya teliti dan
kesadaran masyarakat tentang penipuan online menjadi tren saat ini, hal ini
memungkinkan para pelaku kejahatan siber merampas keuntungan yang mereka incar
hal ini sebagai fenomena yang relatif baru hanya sedikit lembaga penegak hukum yang
memiliki kemampuan untuk mengungkapnya secara efektif (Susan W Brenner, 2010).
2
Literasi digital merupakan kunci dan kombinasi dari segi kemampuan membaca
dan menulis sebagai pemanfaatan teknologi komunikasi yang canggih untu
keberlangsungan hidup manusia (Sahiruddin, 2021) dan untuk membantu masyarakat
aktif dalam menggunakan smartphone dan meningkatkan kesadaran mengenai cara
menghindari ancaman yang sering terjadi di kalangan masyarakat, khususnya penipuan
online yang sedang marak saat ini, penting untuk memahami bahwa kejahatan dunia
maya atau cyber crime merupakan ancaman serius bagi negara dan masyarakat di era
digital saat ini. Kegiatan ilegal ini memanfaatkan kemajuan teknologi telekomunikasi
untuk mencari keuntungan atau merugikan pihak lain. (Maskun, 2013). Kesadaran
masyarakat terhadap kasus penipuan online masih perlu ditingkatkan, terutama terkait
risiko dan taktik yang digunakan oleh para penjahat atau scammer online salah satu
taktik yang sedang trend saat ini yang diliput Tempo.co bicara fakta menjelaskan dari
kasus penipuan online ini adalah salah satu strategi yang digunakan dalam penipuan ini
diawali tawaran pekerjaan paruh waktu via aplikasi pesan dengan nomor yang tidak
dikenal seperti WhatsApp saat menanyakan darimana mendapatkan data pribadi kita,
kata mereka dapat dari database calon korban dari portal-portal pekerjaan via online
yang ada (Azzani, I. K., Purwantoro, S. A., & Almubaroq, H. Z. (2023).
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hokum siber atau
hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk
istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi
hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain juga
3
Salah satu ciri khas dari tindak pidana penipuan online adalah modus operandi
yang fleksibel dan dapat dilakukan secara paruh waktu. Pelaku sering menggunakan
waktu luang mereka untuk melakukan penipuan, baik sebagai pekerjaan sampingan
atau sebagai cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Banyak orang yang
kurang waspada terhadap risiko penipuan online dan sering kali menjadi korban karena
kurangnya pengetahuan tentang cara-cara penipuan yang umum digunakan di dunia
digital.Penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan online sering kali sulit
karena sifatnya yang lintas batas dan kompleks. Diperlukan kerja sama lintas negara
dan upaya yang kuat dari pihak berwenang untuk mengatasi tantangan ini.
Berdasarkan berbagai uraian di atas, pada era teknologi yang canggih saat ini baik
dari segi kalangan anak-anak, tua maupun remaja dengan adanya media online yang
ada sekarang banyak sekali memngalami penyimpangan dalam penggunaan media
online dalam suatu pekerjaan salah satunya termasuk kerja paruh waktu, dimana kita
ketahui. Pekerjaan paruh waktu tersebut apabila dilakukan dengan menggunakan online
tanpa perantara yang jelas atau disebut dengan kejahatan illegal, banyak sekali
penipuan – penipuan yang terjadi pada saat ini. Oleh karena itu hal-hal tersebut, maka
dari itu penulis bermaksud akan mengkaji lebih dalam penelitian yang akan dibahas
pada Tugas Akhir ini dengan judul “TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA
ONLINE DENGAN MODUS KERJA PARUH WAKTU”
4
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka timbul pertanyaan yang
dapat dirumuskan, sebagai berikut:
3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut maka kita dapat mengetahui sebagai berikut:
4. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang "Tindak Pidana Penipuan Secara Online dengan Modus Kerja Paruh
Waktu" memiliki manfaat teoritis dan praktis yang signifikan:
Penelitian Lanjutan
Temuan dari penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lanjutan yang
mendalam, baik dalam hal memahami motif dan psikologi pelaku kejahatan
maupun dalam mengidentifikasi strategi pencegahan yang lebih efektif.
5
Perlindungan Korban
Penelitian ini dapat membantu dalam pengembangan layanan dukungan dan
bantuan bagi korban penipuan online. Ini termasuk memberikan akses ke sumber
daya hukum, dukungan psikologis, dan bantuan pemulihan untuk individu yang
telah menjadi korban.
5. Tinjauan Pustaka
Pengertian tindak pidana penipuan adalah dengan melihat dari segi hukum
sampai saat ini belum ada, kecuali yang dirumuskan dalam KUHP. 35 Rumusan
penipuan dalam KUHP bukanlah suatu defenisi melainkan hanyalah untuk
menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan
dan pelakunya dapat dipidana. Penipuan menurut Pasal 378 KUHP yang dirumuskan
sebagai berikut :
Untuk kasus penipuan online, KUHP mengalami kesulitan karena tidak ada
ketentuan khusus mengenai perbuatan tersebut. Jadi dalam KUHP harus melihat
unsur-unsur kasus ini terlebih dahulu, seperti terjadinya wanprestasi, menggunakan
media elektronik internet dalam transaksi, menyebabkan kerugian salah satu pihak,
barang yang diperdagangkan tidak sesuai dengan apa yang dikatakan para pihak.
Maka dari unsur-unsur ini baru disimpulkan bahwa Pasal 378 KUHP tentang
Penipuan dapat digunakan namun 36 belum cukup efektif dalam menanggulangi
tindak pidana tersebut. Sehingga dalam pemidanaannya biasanya diberlakukan pasal
berlapis. Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama
7
Penipuan online juga dijerat oleh Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang ITE yang
berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik” dengan ancaman pidana enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1
Miliar (Pasal 45 ayat (2) UU ITE).
Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang ITE tersebut adalah untuk
memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan konsumen. Perbedaan
prinsipnya dengan delik penipuan pada KUHP adalah unsur menguntungkan diri
sendiri dalam Pasal 378 KUHP tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1)
Undang-Undang ITE, dengan konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya
pelaku penipuan, tidak menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan
ketentuan perbuatan tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Sementara di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjual
online), sesuai Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
Banyak cara yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan untuk mendapatkan
korbannya dengan mudah. Dalam kasus penipuan onlien, para pelaku biasanya
menggunakan modus operandi menjual barang fiktif kepada pembeli setelah
dibayarkan maka pelaku menghapus jejaknya di dunia maya. Pengertian modus
10
operandi dalam lingkup kejahatan yaitu operasi cara atau teknik yang berciri khusus
dari seorang penjahat dalam melakukan perbuatan jahatnya. Modus operandi berasal
dari bahasa Latin, artinya prosedur atau cara bergerak atau berbuat sesuatu.
Modus penipuan yang menggunakan sarana telepon ada yang berdiri sendiri
dan ada yang merupakan kelanjutan dari modus penipuan menggunakan sarana
website. Namun umumnya keduanya menggunakan nama atau martabat palsu. Salah
satu contoh penipuan menggunakan sarana telepon adalah pelaku mengaku sebagai
keluarga dan meminta pertolongan karena kecelakaan atau tertangkap polisi agar
mentransfer sejumlah uang. Contoh yang merupakan kelanjutan dari modus
penipuan menggunakan sarana website adalah pelaku atau rekannya menelepon
mengaku sebagai petugas bea cukai kemudian mengatakan bahwa barang yang
dikirim sedang disita oleh bea cukai dan harus ditebus jika ingin dikirimkan. Ada
juga yang menggunakan cara meminta pembeli sebagai korban untuk pergi ke ATM
(Automated Teller Machine) dan akan dibimbing di sana untuk melakukan transaksi,
namun berujung pada korban mentransferkan sejumlah uang ke rekening yang
dikehendaki pelaku (Hendrik S, A. (2019).
Permasalahan hukum yang sering kali di hadapi pada tindak pidana penipuan
online adalah ketika terkait penyampaian informasi, komunikasi, dan atau transaksi
elektronik, yakni pada hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hokum yang dilaksanakan melalui system elektronik.Pasal penipuan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) masih belum dapat
12
Salah satu motif utama pelaku penipuan online adalah untuk mendapatkan
keuntungan finansial secara cepat dan mudah. Mereka menggunakan berbagai
metode, seperti phishing, skimming, atau penipuan investasi palsu, untuk mencuri
uang atau informasi keuangan dari korban. Beberapa pelaku penipuan online
mungkin terdorong oleh kepuasan ego atau dorongan untuk merasa superior.
Mereka mungkin merasa bahwa mereka lebih pintar atau lebih cerdik daripada
korban mereka karena berhasil menjalankan skema penipuan yang kompleks.
Korban penipuan online sering mengalami tekanan emosional dan stres akibat
kehilangan uang atau data pribadi, serta rasa malu atau marah karena menjadi
korban penipuan. Bagi bisnis, menjadi korban penipuan online dapat merusak
reputasi perusahaan mereka. Jika pelanggan atau klien kehilangan kepercayaan
pada bisnis tersebut, hal itu dapat berdampak negatif pada kinerja dan
keberlanjutan bisnis. Penipuan online juga memiliki dampak sosial yang luas,
karena dapat merusak kepercayaan antarindividu dan mengurangi kepercayaan
masyarakat pada platform online. Ini juga dapat menciptakan ketidakamanan dan
kekhawatiran di antara pengguna internet.
Penipuan online dapat membuka pintu bagi serangan keamanan yang lebih
serius, termasuk serangan malware, phishing, dan ransomware yang dapat
mengakibatkan kerugian yang lebih besar lagi bagi korban. Mengatasi konsekuensi
penipuan online bisa memakan banyak waktu dan upaya, baik bagi individu
maupun bisnis. Proses mengidentifikasi, melaporkan, dan memulihkan kerugian
dapat mengganggu produktivitas dan menyebabkan gangguan baik dalam
kehidupan sehari-hari.
Jadi sebagai suatu kajian awal, maka sepatutnya tanggung jawab dan si
pengembang dan atau si penyelenggara sistem elektronik tersebut adalah bersifat
mutlak (strict liability), yakni sepanjang sistem yang ada telah dapat diyakini
berjalan sebagaimana semestinya, maka risiko baru dapat dikatakan beralih secara
fair kepada para penggunanya (Puspitasari, I. (2018).
Permasalahan hukum yang sering kali di hadapi pada tindak pidana penipuan
online adalah ketika terkait penyampaian informasi, komunikasi, dan atau transaksi
elektronik, yakni pada hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Pasal penipuan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) masih belum dapat
mengakomodir hal tersebut, dikarenakan biasanya pelaku penipuan melalui media
online ini juga menggunakan sarana email untuk berhubungan dengan korbannya,
dalam hal ini apakah email sudah dapat dijadikan suatu alat bukti yang sah dan
15
Secara infrastruktur, telah dibentuk suatu badan yang mengawasi lalu lintas
data yaitu Id-SIRTII/CC (Indonesia Security Incident Response Team on Internet
and Infrastructure/ Coordination Center) yang memiliki tugas pokok untuk
melakukan sosialisasi dengan pihak terkait tentang IT security (keamanan IT),
16
Pihak kepolisian memiliki Subdit Cyber Crime (Mabes Polri, berada di Subdit
V) yang khusus yang menangani tindak pidana yang terkait dengan cyber crime,
tindak pidana infromasi dan transaksi elektronik. Tugas pokok dan fungsi (tupoksi)
Satuan Cyber Crime berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol.: KEP/54/X/2002
tanggal 17 Oktober 2002 tugasnya adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana khusus, terutama kegiatan penyidikan yang berhubungan dengan
teknologi informasi, telekomunikasi, serta transaksi elektronik.
Kebijakan autentikasi dan verifikasi produk seller dan akun konsumen dalam
beberapa situs jual beli online yang terpercaya juga telah dilakukan. Hal ini
diterapkan untuk menghindari adanya pelaku usaha dan konsumen fiktif yang
dapat merugikan. Kebijakan pengembalian dan refund serta pembayaran yang
dipusatkan pada satu bank account resmi juga telah diterapkan untuk
meminimalisir tindak pidana penipuan dalam situs jual beli online. Beberapa situs
jual beli online yang sudah menerapkan ini adalah Zalora, Berrybenka, Shopee,
Lazada, dan Tokopedia. Penerapan transaksi melalui rekening bersama yang
merupakan perantara atau pihak ketiga yang membantu keamanan dan kenyamanan
transaksi online sehingga pembeli tidak perlu ragu untuk bertransaksi atau barang
yang sampai tidak sesuai dengan yang diharapkan dan penjual dapat membangun
reputasi dan juga terhindar dari kecurigaankecurigaan yang berlebihan. Menurut
Brigpol Muh.
17
a. Penerimaan Laporan
Menanggulangi atau upaya pencegahan kejahatan/pelanggaran, bahwa
kejahatan/pelanggaran terdiri dari pre-emtif,preventif dan represif. Kepolisian
mengemban fungsi Represif yang dalam Proses penegakan hukum tindak pidana
penipuan berbasis online dapat dilakukan melalui tahap penerimaan pelaporan,
18
tahap penyelidikan dan tahap penyidikan. Penerimaan Laporan Polisi (LP) tentang
tindak pidana penipuan berbasis online.
b. Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur di dalam
undang-undang. Tindakan penyelidikan untuk menentukan apakah sebuah
peristiwa merupakan sebuah peristiwa pidana merupakan sebuah kewajiban bagi
pejabat yang berwenang ketika menerima sebuah laporan dari masyarakat
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 102 Ayat (1) KUHAP, yaitu : Penyidik
yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu
peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan
tindakan penyelidikan yang diperlukan.
c. Penyidikan
Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 angka 2 KUHP). Dalam
hal ini penyidikan tindak pidana penipuan online di Polda dilakukan oleh Polisi
Penyidik Ditreskrimsus Polda. Setelah dikeluarkan surat perintah penyidikan dan
surat perintah tugas, polisi penyidik segera melakukan penyidikan terhadap tindak
pidana penipuan berbasis online.
i. Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan transaksi elektronik
seperti carding, money laundering, pasar modal, pajak, perbankan, dan lain-
lain;
ii. Penyidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan teknologi komunikasi
dan informasi meliputi penyadapan telepon, penipuan melalui telepon
genggam;
20
6. Metode Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif (normative legal research). Penelitian hukum normatif yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan penelitian pendekatan dan bahan-bahan yang
digunakan harsu dapat dikemukakan dengan aturan hokum kemudian dianalisis
(Marzuki & Sh, 2006).
Untuk memberikan hasil penelitian yang tepat dan sesuai maka dibutuhkan
suatu metode pendekatan sebagai sumber informasi untuk memecahkan suatu isu
hukum. Penelitian ini menggunakan 2 metode pendekatan, yaitu sebagai berikut :
Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
sebagai berikut :
Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum primer yang berupa perundang-
undangan, yang memiliki otoritas tertinggi adalah Undang-Undang Dasar
karena semua peraturan di bawahnya baik isi maupun jiwanya tidak boleh
bertentangan UUD tersebut. Bahan hukum primer selanjutnya adalah undang-
undang. Undang-undang merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat,
sehingga mempunyai kekuatan mengikat un- tuk penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Sejalan dengan undang-undang, untuk tingkat daerah adalah
peraturan daerah yang juga mempunyai daya otoritas yang tinggi untuk tingkat
daerahnya karena dibuat oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Bahan hukum primer yang otoritasnya di bawah undang-undang adalah
peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau peraturan suatu badan, lembaga,
atau komisi sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 8 (1) Undang-Undang No.
12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Adapum
untuk tingkat dae- rah, keputusan kepala daerah mempunyai otoritas yang lebih
rendah dibandingkan Perda. Bahan hukum primer di samping itu perundang-
undangan yang memiliki otoritas adalah putusan pengadilan. Putusan
pengadilan merupakan konkretisasi dari perundang-undangan. Putusan
pengadilan inilah sebenarnya yang merupakan law in action.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang bersifat membantu atau
menunjang bahan hukum primer dalam penelitian yang akan memperkuat
penjelasan di dalamnya. Bahan hukum sekunder berasal dari studi kepustakaan
berupa buku-buku hukum, skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal-jurnal hukum.
Adapun terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-
prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang
mempunyai kualifikasi tinggi. Di dalam memilih buku teks ini, sekali lagi perlu
dikemukakan bahwa mengingat Indone- sia bekas jajahan Belanda sangat
dianjurkan kalau buku teks digunakan adalah buku teks yang ditulis oleh penulis
23
dari Eropa kontinental dan buku-buku teks yang ditulis oleh penulis Anglo-
Amerika. Di samping buku teks, bahan hukum sekunder dapat berupa tulisan-
tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal-jurnal. Tulisan-
tulisan hukum tersebut berisi tentang perkembangan atau isu-isu yang aktual
mengenai hukum bidang tertentu. Bahkan dianjurkan kepada peneliti dalam
mempersiapkan penelitiannya lebih dahulu merujuk kepada bahan sekunder
berupa tulisan- tulisan hukum baik dalam bentuk buku maupun artikel jurnal.
Dengan terlebih dahulu merujuk kepada bahan-bahan tersebut, peneliti dapat
mengetahui perkembangan terbaru dari sasaran yang akan diteliti. Perlu
dikemukakan di sini bahwa bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-
buku hukum ini pun juga harus relevan dengan topik penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki P,M & Sh (2006). Buku Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta,
2006, Hal 1-157, Peter Mahmud Marzuki (Peter Mahmud I), Penelitian
Hukum: Edisi. Revisi.
Marzuki P,M & Sh (2021). Buku Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2021, Hal 1-
270, Peter Mahmud Marzuki (Peter Mahmud I), Penelitian Hukum: Edisi.
Revisi