Fahlil Umam FSH
Fahlil Umam FSH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Fahlil Umam
1112044100033
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah
memberikan nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan ridha-Nya kepada penulis tanpa ada
batasan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat seta Salam
mengalir deras kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, mahluk yang paling
sempurna sebagai suri tauladan umatnya, beserta keluarga, para sahabat dan
pengikutnya yang senantiasa selalu patuh dan ta’at dalam menjalankan perintah Allah
SWT dan Rosul- nya.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah banyak
membantu penulis baik dari segi moral maupun materil, oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis, Lc., M.A. Selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran pengurus Rektorat yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi S-1 di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Prodi Studi Hukum Keluarga yang selalu
memberikan pelayanan terbaik dan motivasi-motivasi kepada penulis.
4. Indra Rahmatullah, S.H.I., M. H. Selaku Sekretaris Program Studi Hukum
Keluarga yang selalu memberikan pelayanan prima.
5. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Selaku Dosen Pembimbing
skripsi, yang telah meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas
segala keikhlasannya. Semoga apa yang telah beliau berikan dapat bermanfaat
bagi penulis dan dibahas dengan kebaikan yang berlimpah.
vi
6. Dr. JM Muslimin, M.A., Ph.D. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
tak pernah mengenal lelah dalam mengarahkan penulis.
7. Selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, masukan, kritik dan
saran kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.
8. Seluruh Staf pengadilan Agama Bogor dan Cibinong yang telah mau
memberiakan data dan dokumentasi untuk terpenuhinya kesempurnaan
penelitian dalam skripsi ini.
9. Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta staf Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memfasilitasi penulis dalam
mencari referensi penelitian skripsi ini.
10. Seluruh bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Program Studi Hukum Keluarga
yang dengan ikhlas dan sabar memberikan ilmunya kepada penulis, semoga
bermanfaat. Aamiin
11. Kepada Ayahanda Aban Sobana Hamid dan Ibunda Tati Sugesti yang tak
pernah henti meneteskan air matanya di setiap sujudnya dan senantiasa
memberikan Ziyadah doa untuk kesuksesan putranya dalam menuntut ilmu
khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dimana pun berada.
12. Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Sindangsari Kersamanah Garut dan
Pondok Pesantren Fajrussalam Babakan Madang Bogor beserta para staf
pengajarnya, yang selalu memberikan dukungan, motivasi, serta doa harapan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
13. Kelurga Besar Ma’had Al-Jami’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Khusunya
Risris, Randi, Juadir, Irfan, Imron, Abdullah Maulani, Qomari dkk,
Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Forum Mahasiswa
Bidik Misi yang memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang
sangat mensupport atas terselesaikannya masa studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini.
14. Teman-teman seperjuangan Pengadilan Agama (PA) dan Administrasi
Keperdataan Islam (AKI) angkatan 2012 terkhusus Muchlisin Anam
(Terbaik),
vii
Ali Firdaus (Keren), Wahid Hasyim, Sayyid Rifai, Faisal Kamal, Asep
Awaludin, Sodikin Febrianto, Reinaldi Dzulkarnain, Nabil Asrof, Hilmi,
Ziyad, Rahmat Muhajir, Nanik, April, Malik, Luthfan, Ilham H, Ilham F,
Rizky, Fauzi Nabawi, Akrom, Rival, Martin, Sufyan, Putri, Nisa, Alfida,
Nafis, Syarifah, Deza, Aisyah, Abdul Qodir, Dani, Latif, Roni, Ridwan, Ayi,
Atmam Huda, Septian, Faisal Amin, Fadli, Iffah, Didin, Faiq, Rakha, Shaul
haq, Adlul (Alm) Ulfah, Husnul dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu tapi tidak mengurangi rasa terimakasih atas semangat dan bantuannya.
15. Teman-teman Azka dan Annizhamy yang selalu memberi masukan Positif
baik moril maupun materiil yang sangat mensupport atas terselesaikannya
skripsi ini. Jazzakumullah khoirul jaza
Semoga amal dan kebaikan mereka semua dibalas oleh Allah SWT dan
penulis berharap semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat yang besar bagi
penulis maupun bagi pembaca.
Ciputat, 10 Mei2019
Fahlil Umam
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN........................................................................................iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN..............................................................................iv
ABSTRAK....................................................................................................................v
KATA PENGANTAR..................................................................................................vi
DAFTAR ISI...............................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Masalah....................................................7
D. Kerangka Teori..........................................................................8
E. Metode Penelitian....................................................................10
F. Review Studi Terdahulu..........................................................13
G. Sistematika Penulisan..............................................................14
ix
B. Letak Geografis.......................................................................43
C. Keadaan Demografis...............................................................45
D. Profil Pengadilan Agama Bogor dan Cibinong.......................47
BAB V PENUTUPAN
A. Kesimpulan..............................................................................70
B. Saran-saran..............................................................................71
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................73
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Surat Lembar Bimbingan Skripsi
2. Surat Permohonan data Wawancara
3. Surat Keterangan
4. Pedoman Wawancara
5. Data-data
6. Dokumentasi
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Baharudin Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jakarta:
Gaung Persada Press) h.4
2
Jaenal Aripin, Pengadilan Agama Dalam Bingkai Reformasio Hukum di Indonesia, (Jakarta;
Kencana) h.464
1
2
Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa perceraian itu adalah
suatu perbuatan halal, tetapi paling dibenci oleh Allah. Nmun disisi lain, perkawinan
diorientasikan sebagai komitmen selamanya dan kekal. Tapi, faktanya, perceraian itu
menjadi fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia. Meskipun demikian,
terkadang muncul keadaan-keadaan yang menyebabkan cita-cita suci perkawinan
gagal terwujud.3
Oleh karena itu, Allah memberikan solusi yang sangat bijak agar menunjuk
seorang hakam atau mediator yaitu juru penengah. Keberadaan mediator dalam kasus
perkawinan merupakan penjabaran dari perintah Al-Quran. Dalam Al-Quran
disebutkan bahwa jika ada permasalahan dalam perkawinan, maka diharuskan
diangkat seorang hakam yang akan menjadi mediator. Dengan demikian, keberadaan
hakam menjadi penting adanya.
Dalam Hukum Islam secara terminologi, perdamaian disebut dengan istilah
islah atau sulh yang artinya adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut
syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan
antara dua belah pihak yang saling bersengketa4
Upaya perdamaian dalam Pengadilan Agama disebut Mediasi. Mediasi adalah
suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih memulai perundingan
atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan
memutus5. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan
procedural dan substansial. Pendekatan mufakat dalam proses mediasi mengandung
pengertian bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi mengandung
pengertian bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus
merupakan hasil dari kesepakatan atau persetujuan para pihak.
3
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2013), h. 228
4
As Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz III (Beirut: Dar al-Fikr,1977), h.305
5
Takbir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalaui Pendekatan Mufakat, (Rajawali
Press: Jakarta,2011), h.12
3
Dalam negara hukum yang tunduk kepada the rule of law, kedudukan
pengadilan dianggap sebagai pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berperan sebagi
katup penekan atas segala pelanggaran dan ketertiban masyarakat. Peradilan dapat
dimaknai juga sebagai tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan (to enforce
the truth justice)6
Meskipun demikian, kenyataan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini
adalah ketidakefektivan dan ketidakefisienan dalam sistem penelitian. Penyelesaian
perkara membutuhkan waktu yang lama. Hal ini menjadi sesuatu yang bertolak
belakang dengan apa yang termaktub dalam Undangundang Nomor 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan salah satu asas penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman pasal 2 ayat (4) yaitu asa sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Pasal 130 HIR ayat (1) berbunyi: “jika pada hari yang ditentukan itu kedua
belah pihak datang, maka pengadilan negeri mencoba dengan perantaraan ketuanya
akan mendamaikan mereka”. Upaya perdamaian yang dimaksud oleh pasal 130 HIR
ayat (1) bersifat imperatif.7 Artinya hakim berkewajiban mendamaikan pihak-pihak
yang bersengketa sebelum dimulai persidangan. Sang hakim berusaha mendamaikan
dengan cara-cara yang baik agar ada titik temu sehingga tidak perlu ada proses
persidangan yang lama dan melelahkan.
Dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman, Pengadilan Agama dan Pengadilan
Negeri merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia. Dalam pasal 2
Undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan agama dinyatakan:
“Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang ini, yaitu: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
zakat, infak, shadaqah dan ekonomi syariah”.
6
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, cet VII, (Jakarta: Sinar Grafika,2008) h. 229
7
R Tresna, Komentar HIR cet XVIII. (Jakarta: Paradya Paramita.2005) h.100
4
8
SIPP Peradilan Tinggi Agama Jawa Barat
5
relatif minim yakni 30,7% dari jumlah perkara yang terdaftar. Total dari 5.230
perkara yang berhasil dimediasi hanya 1.604 perkara9
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa upaya yang
dilakukan oleh hakim merupakan suatu keutamaan atau kewajiban bagi hakim dan
mediasi tersebut harus dilakukan sungguh-sungguh.
Sebagai upaya untuk mencapai perdamaian yang diharapkan, dibutuhkan
kesungguhan hakim dalam mengupayakan imbauan perdamaian. Hakim merupakan
perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di tengah masyarakat dan mampu
menyelami perasaan dan keadilan yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dengan
demikian, hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa
keadilan. Disamping itu, sifat-sifat yang jahat maupun sifat-sifat yang baik dari para
pihak yang berperkara wajib diperhatikan dalam mempertimbangkan keputusan yang
akan dijatuhkan. Hakim juga dapat memberikan resep penyelesaiannya yang
melegakan kedua belah pihak, yang dapat diupayakan dengan penguasaan bidang
materi hukum Islam dan peraturan perundangan yang berlaku.10
Hakim dalam mendamaikan para pihak yang berperkara pada pengadilan
terbatas pada anjuran nasihat, penjelasan dan memberi bantuan dalam perumusan
sepanjang itu diminta oleh kedua belah pihak. Sebab mediasi ditinjau dari sudut
hukum Islam maupun hukum perdata barat (KUH Perdata) termasuk bidang hukum
perjanjian diantara kedua belah pihak yang berperkara.11
Akhir dari proses mediasi menghasilkan dua kemungkinan, yaitu para pihak
mencapai kesepakatan perdamaian atau gagal mencapai kesepakatan perdamaian.
Oleh karena itu, dalam proses mediasi diperlukan seorang mediator yang benar-benar
propesional. Kecendrungan ini tampak dari adanya ketentuan pada Nomor 1 Tahun
9
SIPP Peradilan Tinggi Agama Jawa Barat
10
Masburiyah & Bakhtiar Hasan, Upaya Islah dalam Perkara Perceraian di Pengadilan
Agama Kota Jambi, Jurnal Media Akademika, Vol.26, No.1, Januari 2011, Fakultas Syariah IAIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, h.4
11
Sulaikin Lubis, Wismar A. Marzuki dan Germala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan
Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), h.69
6
2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan, bahwa pada asasnya setiap orang yang
menjalankan fungsi mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh
setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah
memperoleh akreditas dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.12
Peranan hakim mendamaikan pihak-pihak yang berperkara sangatlah penting,
karena peranannya terbatas sampai anjuran, nasehat, penjelasan, memberi bantuan
dalam perumusan sepanjang itu diminta kedia belah pihak, hasil akhir harus benar-
benar hasil kesepakatan dari kedua belah pihak. Perdamaian dalam perkara perceraian
mempunyai nilai keluhuran tersendiri. Dengan dicapainya perdamaian anytara suami
dan istri dalam perkara perceraian, bukan hanya keutuhan ikatan perkawinan saja
yang dapat diselamatkan, sekaligus dapat diselamatkan kelanjutan pemeliharaan dan
pembinaan anak-anak secara normal.
Meskipun, secara presentase tingkat keberhasilan mediasi masih kecil, tapi
ampu menunjukan bahwa mediasi dapat menjadi alternatif penyelesaian sengketa.
Walaupun terdapat perubahan-perubahan aturan tentang mediasi, diharapkan dapat
membantu meningkatkan produktifitas para hakim mediator dalam meyelesaikan
perkara dengan mediasi. Namun, berdasarkan fakta dilapangan, mediasi belum bisa
menjadi sebuah alternatif penyelesaian sengketa yang tingkat keberhasilannya tinngi.
Hal ini bisa dibuktikan dari lebih banyaknya perkara yang gagal dimediasi, dibanding
dengan keberhasilanya, terutama dalam perkara perceraian. Hal inilah yang menjadi
salah satu pendorong penulis untuk tertarik meneliti dan menganalisis perbandingan
terhadap efektifitas peleksanaan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan
Agama Bogor dan Pengadilan Agama Cibinong tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
12
Takbir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalai Pendekatan Mufakat, (Jakarta;
Rajawali Press,2011), h.162
7
Yang menjadi permasalahan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana angka
perceraian tinggi padahal proses mediasi tetap dijalani di Pengadilan Agama Bogor
dan Pengadilan Agama Cibinong.
Untuk menjawab permasalahan pokok diatas, penulis mengajukan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian di
Pengadilan Agama Bogor dan Pengadilan Agama Cibinong?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat proses pelaksanaan mediasi
dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Bogor dan Pengadilan
Agama Cibinong?
3. Bagaimana upaya serta strategi Pengadilan Agama Bogor dan Cibinong
dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa?
4. Bagaimana perbandingan efektivitas proses pelaksanaan mediasi dalam
perkara perceraian di Pengadilan Agama Bogor dan Pengadilan Agama
Cibinong?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana angka perceraian tinggi
padahal proses mediasi tetap dijalani di Pengadilan Agama Bogor maupun
Pengadilan Agama Cibinong diantaranya adalah, sebagai berikut:
a. Proses pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian di
Pengadilan Agama Bogor dan Pengadilan Agama Cibinong.
b. Faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat proses
pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan
Agama Bogor dan Pengadilan Agama Cibinong.
c. Upaya serta strategi Pengadilan Agama Bogor dan Cibinong
dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa.
8
D. Kerangka Teori
Di Indonesia, Pancasila sebagai dasar filosofi kehidupan bermasyarakatnya,
telah mengisyaratkan banwa penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk
mufakat lebih diutamakan, seperti tesirat juga dalam Undang-Undang Dasar 1945.13
Kekuasaan Negara Indonesia sebagai negara hukum secara konstitutional telah
mengakui adanya kekuasaan kehakiman atau peradilan yang bebas. Adanya peradialn
yang bebas ini adalah hal yang mendasar dan sanagt penting dalam rangka untuk
menjamin atau memelihara sistem tertib hukum, tugas fungsi kelembagaan negara
dan menjamin perlindungan hakhak dasar atau hak asasi termasuk dalam hal
perlindungan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian sengketa atas pelenggaran
haknya oleh pihak lain.
Kewenagan pengadilan agama dari penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
(yudicial power) keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989
dengan diperbaharui Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 serta perubahan kedua
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
13
Rahmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, (JakartaTimur:
SinarGraffika.2012) h.2
9
14
Oyo Sunaryo Mukhlis, Pranata Sosial Hukum Islam, Bandung: Refika Aditama, 2015,
h.232
15
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz 2, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), h.201
16
Syahrizal Abbas, Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum
Nasional, cet I, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009 h.159-160
10
E. Metode Penelitian
17
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, cet.ke-
5, Jakarta Kencana.2008, h.152
18
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya 2013), h.67
19
Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, (Bandung: Remaja Karya,1985)
h.7
11
Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk meyusun skripsi ini,
maka penulis menggunakan beberapa metode, antara lain:
1. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan
memakai pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang data dan hasil
penelitiannya berupa deskripsi kata, skema, dan gamabar. 20 Pendekatan
kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan
pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia21. Dilihat dari sudut penerapannya, penelitian ini termasuk kedalam
penelitian sosiologis dan empiris, yaitu penelitian terhadap efektifitas huku.
Pada penelitian ini yang diteliti awalnya adalah data sekunder, untuk
kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap dan primer di lapangan atau
terhadap masyarakat.22
2. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana dapat diketemukannya data-data
penelitian.23 Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan skunder.
a. Data primer
Merupakan data utama yang dijadikan pedoman dalam penelitian
terdiri dari:
1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945
2) Herziene Inlandsch Reglement (HIR)
3) Rechtsreglement Voor De Buitengewesten (R. Bg)
4) PERMA Nomor 1 tahun 2008 dan tahun 2016
20
Saharismi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta.2006), h. 45
21
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktik Pembuatan Proposal dan Laporan
penelitian, (Malang: UMM Press, 2004), h.14
22
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum cet.3 (Jakarta:UI Press,1986) h.51-
23
M Syamsudin, Operasional Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Graffindo Persada.2007) h.
113-114
12
b. Data sekunder
Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, misalnya Rancangan Undang-undang, hasil penelitian hasil
karya ilmiah dari kalangan hukum, dll. Data sekunder adalah data
yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas
dokumen- dokumen yang berhubungan dengan masalah yang
diajukan.
3. Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Wawancara (Interview) atau wawancara yakni tanya jawab
lisan antara dua oarang atau lebih secara langsung antara
pewawancara denagn pihak-pihak yang ada kaitanya dengan
judul skripsi ini. Wawancara dilakukan penulis dengan Hakim
yang ditunjuk sebagai mediator di Pengadilan Agama Bogor
dan Pengadilan Agama Cibinong yang mampu mengkaji,
mengetahui, serta memeriksa sekaligus memutus jalanya
proses mediasi.
b. Dokumentasi yaitu proses pengumpulan data-data dari arsip
atau berkas-berkas yang diperlukan untuk penelitian.
Kemudian diinventarisir untuk dipelajari dan dikaji guna
keperluan penelitian.
4. Teknis Analisis Data
Metode data dilakukan dengan Cara mendeskripsikan data-data
tersebut secara jelas dan mengambil isinya dengan mangunakan content
analysis. Kemudian diinterpretasikan denagn menggunakan bahasa penulis
sendiri, dengan demikiankan nampak rician jawaban atas pokok permasalahan
yang diteliti.
13
24
Nusra Arini, Aplikasi PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Dalam
Putusan Perkara Perdata di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009
25
Acep Iwan, Efektifitas Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2016 tentang
Mediasi dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Purwakarta tahun 2016, Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2017
14
satu peradilan saja yaitu di Peradilan Agama saja, berbeda dengan yang penulis bahas
yaitu dengan melakukan perbandingan dengan dua peradilan yaitu Peradilan Agama
yang terletak di Kota dan Peradilan Agama yang terletak di Kabupaten.
Ketiga, skripsi dengan judul “Efektifitas Mediasi Melalui Badan Penasihat
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Menekan Angka Perceraian
(Studi Pada BP4 Pusat Tahun 2009)” Penulis: Tubagus Chaerul Laily / 2012 26.
Perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat adalah membahas efektifitas
BP4 dalam memediasikan sengketa yang terjadi setelah perkawinan dilangsungkan,
berbeda dengan yang penulis bahas lebih menekankan kepada keefektifan mediasi di
dalam perkara perceraian di Peradilan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok
penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata
urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai
berikut:
Bab pertama pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kerangka
teori, metode penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi kajian teori tentang mediasi yang mencakup pengertian
mediasi dan dasar hukumnya, serta prinsip-prinsip hukum mediasi, prosedur, tahapan
putusan serta tujuan dan manfaat mediasi
Bab ketiga berisi tentang profil masyarakat mencakup sejarah singkat, letak
geografis dan keadaan demografisnya serta profil Pengadilan Agamanya
Bab keempat merupakan isi skripsi yang berisi tentang data yang ditangani
yang meliputi data perkara perceraian di Peradilan Agama dan Peradilan Negeri
26
Tubagus Chaerul Laily, Efektifitas Mediasi Melalaui Badan Penasihat Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Pada BP4 Pusat Tahun
2009), Fahultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012
15
A. Pengertian Mediasi
Dalam bahasa Inggris mediasi disebut dengan mediation yang berarti
penyelesaian sengketa dengan menengahi1
Penyelesaian sengketa dengen menengahi menunjukan pada peran yang
ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya untuk
menengahi dan menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak yang
bersengkata2
Mohammad Anwar mendefinisikan perdamaian (sulhu) menurut lughot ialah
memutuskan pertentangan. Sedangkan menurut istilah adalah suatu perjanjian untuk
mendamaikan orang-orang yang berselisih.3
Sedangkan menurut Ranuhandoko dalam bukunya “Terminologi Hukum”
mediasi diartikan dengan pihak ketiga yang ikut campur dalam perkara untuk
mencapai penyelesaian.4
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses
pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu penyelesaian sebagai
penesehat.5
Menurut Rahmadi Usman, mediasi adalah Cara penyelesaian sengketa
melalaui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat nertal (non-
intervensi) dan tidak berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga tersebut “mediator” atau “penengah” yang tugasnya hanya
membantu pihak-pihak yang
1
Sujadi F.X., Penunjang Keberhasilan Proses Menejement, (Jakarta CV Masagung, 1990), cet
3, h.36
2
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum
Nasional, (Jakarta Kencana Prenada Media Grup, 2009), h.2
3
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (Jakarta; Rineka Cipta, 2001), cet. 2, h. 487
4
I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,2003), h.399
5
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, 1998), h.569
16
17
6
Rahmadi Usman, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PTAditya
Bakri,2003), h.82
7
Hilmi Karim, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), cet.1, h.49
8
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka
Kartini, 1993), cet.2, h.47
9
Lihat PERMA No.1 Tahun 2016 Tentang Pedoman Mediasi di Pengadilan
18
ۗٓ
َب َۡينُه َم ا˘ ِإ
Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya.
Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan hakam dari
keluarga perempuan, jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan
10
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, h.94
20
11
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Jakarta; Pustaka
Agung Harapan, 2006)
22
12
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, h.93
23
13
Muhammad Taufik Makaro, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2004), h.61
24
14
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, (Jakarta: Kencana.2009), h.28
15
Departemen Pendidikan Nasioanal, Kamus Besar Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001, h.427
16
Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h.239
25
17
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, (Jakarta: Kencana.2009), h.30
26
acara penyelesaian sengketa mereka, namun tidak ada kewajiban bagi mereka
untuk menghasilkan kesepakatan dalam proses mediasi tersebut. Sifat sukarela
yang demikian didukung fakta bahwa mediator yang menengahi sengketa para
pihak hanya memiliki peran untuk membantu para pihak menemukan solusi
yang terbaik atas sengketa yang dihadapi para pihak. Mediator tidak memiliki
kewenangan untuk memutuskan sengketa yang bersangkutan seperti layaknya
seorang hakim atau arbiter.18
f. Dalam proses mediasi bersifat netralitas
Artinya di dalam mediasi, peran seorang mediator hanya memfasilitasi
prosesnya saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa.
Mediator hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau tidaknya
mediasi. Dan juga seorang mediator dalam mediasi, tidak bertindak layaknya
seorang hakim atau juri yang memutuskan salah satu benarnya salah satu
pihak atau mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan
pendapat dan penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.
g. Hasil mediasi bersifat yuridis kecuali telah menjadi keputusan hakim19
Yuridis artinya berdasarkan hukum setelah proses mediasi ditempuh,
para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang
telah ditentukan untuk memberitahukankesepakata para pihak.20
Jika dicapai kesepakatan perdamaian, para pihak dan mengajukan
kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Disetujui dari
segi ketentuan pasal 130 ayat (1) HIR pilihan ini yang paling efektif, karena
akta perdamaian itu langsung mengikat para pihak sekaligus pada akta itu
melekat kekuatan eksekutorial, karena berdasarkan pasal 130 HIR, akta
18
Susanti Adi Nugraha, Naskah Akademis: MEDIASI, (Jakarta: Peslitbang Hukum dan
Peradilan MA-RI, 2007), h.18
19
Rumusan hasil diskusi Hukum Hakim Peradialan Agama se-DKI Jakarta pada tanggal 23
Januari 2009
20
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h.569
27
21
Ketua Mahkamah Agung RI, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2006
29
22
Ketua Mahkamah Agung RI, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 pasal 22-23 Tahun
2006
30
23
Ketua Mahkamah Agung RI, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 pasal 29 Tahun 2006
31
yang tidak sehat seperti akibat suap atau cara-cara tidak terpuji
lainnya.
c. Mekanisme perdamaian tidak dijalankan secara maksimum,
sehingga mengurangi jumlah perkara yang perlu disidangkan24
Pentingnya mediasi dimaknai bukan sekedar upaya untuk
meminimalisir perkara-perkara yang masuk ke pengadilan baik itu pada
pengadilan tingkat pertama maupun pada tingkat banding sehingga badan
pengadilan dimaksud terhindar dari adanya timbunan perkara, namun lebih
dari itu mediasi daipahami dan diterjemahkan dalam proses penyelesaian
sengketa secara menyeluruh dengan penuh kesungguhan untuk mengakhiri
suatu sengketa yang tengah berlangsung25
b. Menyelesaikan sengketa merupakan hakikat (inti) menyelesaikan
perkara secara efektif dan efisien.
Penyelesaian melalui pengadilan tidak selalu memberikan kepuasan.
Selain ongkos, waktu, reputasi dan lain-lain, tidak jarang dijumpai bagitu
banyak rintangan yang dihadapi menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
Bukan saja kemungkinan keputusan tidak saja memuaskan. Suatu
kemenangan yang telah ditetapkan itupun belum tentu secara cepat dapat
dinikmati karena berbagai hambatan seperti hambatan eksekusi. Bahkan
kemungkinan ada perkara baru, baik dari pihak yang kalah atau pihak
‘kepentingan’ lainya.
Dalam keadaan seperti itu, putusan pengadilan, sekedar sebagai
putusan, tetapi tidak berhasil menyelesaikan sengketa. Berbeda dengan
penyelesaian sengketa diluar proses peradilan seperti mediasi, bukan semata-
mata mencapai putusan, tetapi putusan yang menyelesaikan sengketa.26
24
Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis: MEDIASI, h. 39-41
25
Mahyudin Igo, Tujuan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara
Perdata, Varia Peradilan, Tahun keXXI No.235 (Desember2006), h.51
26
Bagir Manan, Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa, Varia Pengadilan, Tahun
keXXI No248 (Juli 2006), h.14-15
33
27
Mahyudin Igo, Tujuan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perkara Perdata, Varia Peradilan, Tahun keXXI No.235 (Desember2006), h.47
28
Tim Peneliti, Laporan Penelitian: Prinsip-prinsip Hukum Islam (Fiqih) Dalam Transaksi
Ekonomi Pada Perbankan Syariah (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Bekerjasama dengan Direktorat
Hukum BI,2003), h.136
34
sebagai pihak yang kalah (the losser), selanjutnya dalam posisi ada pihak yang
menang dan kalah, bukan kedamaian dan ketentraman yang timbul, tetapi
pihak yang kalah timbul dendam dan kebencian.29
Oleh sebab itu, hasil kesepakatan mediasi yang telah dilakukan dalam
akta perdamaian diharapkan menimbulkan kedamaian anatar para pihak dan
bersifat mengikat. Karena mediasi dapat mengantarkan para pihak pada
perwujudan kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat
penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada
posisi yang sama tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang
dikalahkan (win-win solution).30
Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang
melibatkan pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan sejumlah manfaat
sebagai berikut:
a. Mediasi dapat mengurangi masalah penumpukan perkara.
b. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada
kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi
atau psikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju
pada hak-hak hukumnya
c. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk
berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam
menyelesaikan perselisihan mereka
d. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan
control terhadap proses dan hasilnya
e. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan mampu
menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para
29
Muhammad Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan Dan
Penyelesaian Sengketa, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 1997), h.158
30
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h.24
35
31
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h.25-26.
32
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, h.26.
36
33
Takbir Rahmadi, Penyelesaian Sengketa Mediasi Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta; PT.
Grafindo Persada.2011), h.15
34
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia,2008, h.10
37
35
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Gugatan Persidangan Penyitaan Pembuktian
dan Putusan Pengadilan, (Jakarta; Sinar Grafika, 2011), h.262
36
D.Y. Wiranto, Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan
Umum dan Peradialan Agama Menurut No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
(Bandung: Alfabeta,2012), h.159
38
37
Rahmat Muhajir, Efektivitas Mediasi dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama
Ternate Kelas 1B, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), h,50
38
I. Made Sukadana, Mediasi Peradilan Mediasi dalam Sistem Pengadilan Perdata Indonesia
Dalam Rangka Mewujudkan Proses Pengadilan Yang Sederhana, Cepat dan Ringan, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2012), h 191
39
38
39
Pada saat ini Kota Bogor sedang dipimpin oleh seorang walikota
bernama Bima Arya yang lahir di Paledang Bogor 17 Desember 1972.
Pendidikan dasar hingga SMA ditamatkan di Bogor. Setelah menamatkan
SMA pada 1991, Bima mengambil jurusan hubungan Internasional,
Universitas Parahyangan, Bandung. Pada tahun 1998 Bima menjadi salah satu
deklarator berdirinya PAN dan menjabat sebagai Sekretaris DPD PAN Kota
Bandung pada tahun 1998-2000. Saat ini Bima menjabat sebagi ketua DPP
bidang politik dan komunikasi.
Sebagai wakilnya Ir. Usmar Hariman lahir di Bndung pada 26 Maret
1963. Kecintaanya kepada dunia pertanian membawanya untuk melanjutkan
studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB) dan berhasil lulus pada tahun 1983.
Karir politik Usmar lumayan mulus, ketegasan dan kualitas kepemimpinannya
membawanya menjadi ketua DPC PD Kota Bogor pertama pada tahun 2002-
2007. Pengabdianya pada partai dan kota Bogor ia menifestasikan dalam
wujud keikutsertaannya untuk mencalonkan sebagai anggota DPRD Bogor
tahun 2004
1
tps://kotabogor.go.id/index.php/page/detail/5/sejarah-bogor
40
7 April 1952, tertulis “Hoofd Van de Negorij Bogor” yang berarti kurang
lebih Kepala Kampung Bogor, yang menurut informasi kemudian bahwa
Kampung Bogor itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya Bogor yang mulai
dibangun pada tahun 1817. Asal mula adanya Masyarakat Kabupaten Bogor,
cikal bakalnya adalah dari penggabungan Sembilan kelompok pemukiman
oleh Gubernur Jendral Baron Van Inhof pada tahun 1745, sehingga menjadi
kesatuan masyarakat yang berkembang menjadi besar di waktu kemudian.
Kesatuan masyarakat itulah yang menjadikan inti masyarakat kabupaten
Bogor.Pusat pemerintahan semula masih berada di wilayah Kota Bogor yaitu
tepatnya di Panaragan, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6
tahun 1982, ibukota Kabupaten Bogor dipindahkan dan ditetapkan di
Cibinong. Sejak tahun 1990 pusat kegiatan pemerintahan menempati Kantor
Pemerintahan di Cibinong.2
Hj. Nurhayanti, S.H., M.M., M.Si. adalah Bupati Bogor yang
menggantikan Rahmat Yasin karena tersandung kasus korupsi. Pada tanggal 8
Desember 2014, Nurhayanti ditunjuk menjadi pelaksana tugas (Plt) bupati
Bogor. Nurhayanti resmi dilantik menjadi Bopati Bogor defenitif oleh
Geburnur Jawa Barat Ahmad Heryawan di Gedung Sate Bandung, Jawa barat,
tanggal 16 Maret 2015.
Visi kabupaten Bogor ialah “Kabupaten Bogor Menjadi Kabupaten
Termaju di Indonesia”. Adapun Misinya ialah
a. Meningkatkan kesalehan social dan kesejahteraan masyarakat;
b. Meningkatkan daya saing perekonomian masyarakat dan
pengembangan usaha berbasis sumber daya alam dan pariwisata;
c. Meningkatkan integritas, koneksitas, kualitas, dan kuantitas
infrastruktur wilayah dan pengolahan lingkungan hidup yang
berkelanjutan;
2
http://bogorkab.go.id/index.php/page/detail/1/sejarah-kabupaten-bogor#.W5p-g84zZdg
43
B. Letak Geografis
1. Kota Bogor
Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106° 48° BT dan
6°26°LS, kedudukan geografis Kota Bogor di tengah- tengah wilayah
Kabupaten Bogor serta lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara,
merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industry, perdagangan,
transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Luas wilayah Kota Bogor sebesar
11.850 Ha terdiri dari 6 Kecamatan dan 68 kelurahan. Kemudian secara
administrative Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah Kecamatan, 31 Kelurahan
dan 37 Desa (lima diantaranya termasuk Desa tertinggal yaitu desa
Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210
dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor
yaitu sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede,
dan Kec. Sukaraja Kabupaten Bogor
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec.
Ciawi Kabupaten Bogor
c. Sebelah Barat berbatasan dengan kec. Dermaga dan
Kec.Ciomas, Kabupaten Bogor
d. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec.
Caringin, Kabupaten Bogor
2. Kabupaten Bogor
Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas kurang lebih 298.838,31 Ha.
Secara geografis terletak diantara 6?18’0” – 6?47’10” Lintang Selatan dan
44
C. Keadaan Demografis
1. Kota Bogor
Kependudukan Kota Bogor berjumlah 1.064.687 jiwa, yang tersebar
dalam 6 Kecamatan, mayoritas penduduk Kota Bogor ialah bersuku Sunda,
meskipun terdapat beberapa penduduk dari suku dan etnis lain. Adapun
rincian dari penduduk Kota Bogor sebagai berikut:
TABELI
Jumlah penduduk Kota Bogor menurut Jenis Kelamin
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio
jenis
kelamin
01 Bogor Selatan 101.972 97.276 199.248 104,83
02 Bogor Timur 52.855 51.882 104.737 101.88
03 Bogor Utara 97.765 95.047 192.812 102.86
04 Bogor Tengah 52.827 51.855 104.682 101.87
46
3
Laptah 2018 PA Bogor
51
4
Laptah PA Cibinong 2017
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN TERHADAP EFEKTIVITAS
PELAKSANAAN MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA
BOGOR DAN PENGADILAN AGAMA CIBINONG
53
54
TABEL IV
Presentase Keberhasilan Mediasi
No Tahun PA Perkara yang di Perkara yang Presentase
Mediasi berhasil di Keberhasilan
mediasi (%)
1 2016 Bogor 288 29 10%
Cibinong 749 171 22,8%
2 2017 Bogor 234 10 4,2%
Cibinong 790 147 18,6%
3 2018 Bogor 290 25 8,62%
Cibinong 859 207 24,09%
9. Dihukum
10. Cacat biologis
11. Politis
12. Gangguan pihak ketiga
13. Tidak ada harmonis
14. Lain-lain
Adapun dari faktor tersubut ada 3 faktor besar yang menjadi alasan para pihak
berperkara untuk penyebab terjadinya perceraian:
TABEL V
Faktor terjadinya perceraian
No Tahun PA Tidak ada tanggung Ekonomi Tidak ada
Jawab Keharmonisan
1 2016 Bogor 168 161 182
Cibinong 850 851 1053
2 2017 Bogor 602 193 240
Cibinong 892 1064 1643
3 2018 Bogor 162 386 730
Cibinong 956 1353 2094
1
www.google.com,Mediasi, diakses pada tanggal 7 November 2018
57
menyatakan tidak mau bercerai pada saat siding pertama, maka dilaksanakanlah acara
mediasi tersebut.
Penerapan mediasi di Pengadilan Agama Bogor dan Cibinong menggunakan
system court connected mediation. Penerapan mediasi di lembaga pengadilan tersebut
berdasarkan PERMA. Maka sebelum dilaksanakan proses siding, perkara gugatan
yang didaftarkan harus dilakukan proses mediasi.2
Adapun tahapan proses mediasi sesuai dengan PERMA No 1 tahun 2016 pasal
24 yaitu:
1. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak penetapan
sebagaimana di maksud dalam pasal 20 ayat (5), para pihak dapat
menyerahkan resume perkara kepada pihak lain dan mediator.
2. Proses mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak penetapan perintah melakukan mediasi.
3. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat
diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
4. Mediator atas permintaan para pihak mengajukan permohonan
perpanjangan jangka waktu mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) kepada haklim pemeriksa perkara disertai dengan alasannya.
Di Pengadilan Agama Bogor maupun Cibinong menyatakan bahwa para pihak
yang hendak memilih mediator non Hakim atau mediator di luar Pengadilan, maka
harus dengan persyaratan adanya sertifikat mediator yang dimilikinya. Dan para
pihak tidak memilih mediator dan menyerahkannya kepada Hakim maka hakim yang
akan menunjuk mediator yang akan memediasi para pihak yang berperkara.
Setelah selesai menunjuk mediator, maka mediator akan diperkenalkan kepada
para pihak yang berperkara kemudian siding akan ditunda untuk diadaklan mediasi
2
Hasil wawancara dengan mediator PA Cibinong Azmi Muhammad Adil, S.H di ruang
mediasi Pengadilan Agama Cibinong pada tanggal 16 Oktober 2018
58
terlebih dahulu. Penentuan hari siding selanjutnya diperkirakan kurang lebih dua atau
tiga minggu lamanya. Batas lamanya mediasi selam 40 hari kerja ditambah 14 hari
kerja berdasarkan PERMA No 1 Tahun 2016.
Mediator menjadi pemeran penting dalam keberhasilan Mediasi dan menjadi
penggerak atas kelancaran dan kesesuaian prosedur mediasi yang telah diatur dalam
PERMA No 1 Tahun 2016.
Berbeda dengan Pengadilan Agama Cibinong, Pengadilan Agama Bogor
bahwasannya institusi mediator itu berdiri sendiri, jadi yang menangani mediasi
tersebut idealnya dari akademisi bukan dari Hakim. Karena di PA Bogor pernah jadi
bahan referensi dari universitas lain untuk mengadakan penilaian karena
keefektivitasaanya karena mediator dari akademisi. Dinilai bahwa akademisi lebih all
out dalam mendamaikan para pihak perkara. Para pihak bahkan ada yang mencabut
gugatannya setelah paham di mediasi oleh akademisi tersebut. Ataupun dengan cara
win win solution seperti cerai talak, kewajiban suami untuk memberikan nafkah di
jelaskan oleh mediator dan mediator memfasilitasi apa yang diinginkan kedua belah
pihak terkabulkan. Walaupun berakhir dengan perceraian akan tetapi kedua belah
pihak merasa tercukupi keinginannya dan pihak pengadilan pun mampu mewujudkan
asas pengadilan dengan biaya ringan dan singkat, karena para pihak tidak
mengajukan banding ataupun kasasi.3
3
Hasil wawancara dengan Panmud Hukum PA Bogor Agus Yuspian, S. Ag., M.H. di ruang
sidang Pengadilan Agama Bogor pada tanggal 2 Januari 2019
59
2. Dukungan Kelembagaan.
62
4
Kamus Hukum Indonesia
5
Soejono Soekamto, Factor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2007), h.7
63
6
Soejono Soekanto, Factor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2007), h.8
64
perkara yang sedang mereka hadapi. Begitu pula dalam hal mediasi.
Kedua belah pihak bersengketa akan memiliki harapan kepada
penegak hukum yakni mediator, agar sengketa diantara mereka dapat
selesai dengan baik. Peran mediator sangat penting dalam proses
mediasi yang berlangsung antara kedua belah pihak. Kemampuan
mediator tentang nilai-nilai dan kaidah yang berlaku dikalangan
masyarakat sangatlah penting untuk diketahui, agar mediator dapat
mencari solusi atas sengketa dan bukan malah memperkeruh suasana
akibat ketidaktahuannya akan nilai-nilai dan kebiasaan yang terdapat
di sebuah masyarakat.
e. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan yang sebenarnya menjadi satu dengan
factor masyarakat dibedakan karena di dalam pembahasannya
diutamakan dalam masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari
kebudayaan spiritual maupun material. Sebagai suatu sistem atau
subsistem dari sistem kemasyarakatan.
Mediasi di Pengadilan Agama yang diketahui oleh para pencari
keadilan adalah nilai-nilai islam yang menjadi syarat akan pedoman, karena
telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat muslim.
Demikian lima factor keberhasilan mediasi yang dijadikan penulis
sebagai alat ukur penelitian ini. Adapun teori efektivitas ini bersifat netral,
maka dikatakan efektif apabila berhasil dijalankan dan dikatakan tidak efektif
apabila tidak dijalankan. Demikianlah teori efektivitas hukum hasil pemikiran
Soejono Soekamto.
Mengacu pada lima faktor yang dikemukakan oleh Soedjono Soekanto
diatas yang menjadikan kurang efektifnya sebuah mediasi di Pengadilan
Agama Bogor dan Pengadilan Agama Cibinong ialah faktor sarana dan
fasilitas yaitu sebuah ruang mediasi yang kurang begitu privat sehingga
kenyamanan para
65
D. Analisis Penulis
Menempuh jalur Mediasi dalam menyelesaikan sengketa sebenarnya memiliki
beberapa keuntungan bagi para pihak, diantaranya adalah;
1. Proses Cepat
Sengketa-sengketa yang ditangani oleh mediasi publik dapat
dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsung antara dua sampai
tiga minggu dan rata-rata waktu yang digunakan pada setiap kali pertemuan
hanya berkisar satu sampai satu setengah jam saja, ini sangat jauh berbeda
dengan jangka waktu yang digunakan dalam proses arbitrase dan litigasi.
2. Tertutup/ Rahasia
66
perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. Meskipun upaya perdamaian telah
diupayakan secara maksimal.
Dalam hal ini, mediasi menjadi media Pengadilan untuk menekan angka
perceraian di Kota dan Kabupaten Bogor.
Sejak pemberlakuan PERMA No.1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi
maka proses persidangan perkara perdata diwajibkan kepada para pihak yang
berperkara untuk menempuh proses mediasi, dilaksanakan dalam beberapa tahap
yaitu tahap pramediasi dan tahap proses mediasi. Tahap pramediasi diawali ketika
pada persidangan pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, hakim menjelaskan
tujuan mediasi dan memerintahkan untuk menempuh proses mediasi. Setelah para
pihak menentukan mediator, baik dari daftar Pengadilan yang tersedia maupun dari
luar. Mediator menentukan jadwal pertemuan mediasi dan mewajibkan para pihak
menyerahkan resume perkara. Selanjutnya hari pertemuan para pihak dengan
mediator disebut tahap proses mediasi. Proses mediasi berlangsung selama 40 hari.
Jika mediasi berhasil dibuatkan akta perdamaian, jika masalah harta benda dan jika
masalah perceraian dicabut perkaranya. Namun jika mediasi gagal, persidangan
dilanjutkan sesuai hukum acara yang berlaku. Pengadilan Agama Bogor dan
Peradilan Agama Cibinong sudah menerapkan PERMA No.1 Tahun 2016 secara
fleksibel.
Sejauh ini dengan berdasarkan data dan wawancara dengan narasumber dari
mediator dan Panitera Muda Hukum bahwa proses mediasi di kedua Pengadilan
Agama Bogor dan Cibinong sesuai dengan PERMA No 1 tahun 2016. Para Mediator
pun memenuhi syarat sebagai mediator karena memiliki sertifikat mediator apabila
mediator diambil dari luar Pengadilan ditambah dengan fasiliats Pengadilan yang
memadai. Adapun keberhasilan mediasi yang masih jauh dari harapan
keberhasilannya dikarenakan para pihak yang bersisikukuh untuk menempuh sidang
perceraian meskipun sudah melalui tahapan mediasi yang sesuai prosedur. Meskipun
berakhir dengan perceraian para mediator mengusahakan adanya win win solution
antar kedua belah pihak, agar tidak mengajukan banding ataupun kasasi.
68
perlunya mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih fleksibel dan responsif bagi
kebutuhan para pihak yang bersengketa. Untuk memperkuat keterlibatan masyarakat
dalam proses penyelesaian sengketa, serta memperluas akses untuk mencapai atau
mewujudkan keadilan sehingga setiap sengketa yang memiliki ciri-ciri tersendiri,
terkadang tidak sesuai dengan bentuk penyelesaian yang satu dengan penyelesaian
yang lain dan para pihak dapat memilih mekanisme penyelesaian sengketa yang
terbaik dan sesuai dengan sengketa yang dipersengketakan.
Dengan demikian, tindakan Mahkamah Agung yang mengatur masalah
mediasi yang dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2016
tentang prosedur mediasi ini sejalan dengan konsep tahkim dalam literatur Islam yang
secara etimologi berarti menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau disebut Hakam
sebagai penengah suatu sengketa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Upaya Hakim dalam memediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama
Bogor dan Cibinong secara keseluruhan terlaksana sesuai dengan Undang-
undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-undang No.50 Tahun
2009, Perubahan kedua atas Undang-undang No.7 Tahun 1999 tentang
Pengadilan Agama, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1
tahun 2016 tentang Mediasi, Namun dalam kasus perceraian masih belum
dikatakan berhasil untuk mendamaikan para berperkara, dilihat dari indikasi
perkara perceraian.
2. Keberhasilan maupun kegagalan dalam sebuah mediasi di Pengadilan Agama
Bogor dan Cibinong dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain;
a. Kualitas Sumber Daya Manusia (kualitas dan Kuantitas Mediator),
meskipun para mediator melaksanakan tugasnya sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan, namun secara umum masih belum
maksimal dalam pendekatan dengan para pihak berperkara.
b. Dukungan kelembagaan di Pengadilan Agama Bogor dan Cibinong
sangat memadai. Kelengkapan ruangan mediasi pun sangat tertutup
dan difasilitasi dengan Air Conditioner (AC) yang sejuk.
c. Sikap para pihak (suami istri yang berperkara) yang bersikukuh untuk
menempuh perceraian.
3. Adapun upaya Pengadilan Agama dalam mendamaikan pasangan yang
bersengketa ialah dengan cara win win solution apabila para berperkara
bersikukuh untuk melakukan perceraian dengan difasilitasi oleh Pengadilan dan
mediator.
4. Dengan presentase keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Bogor yang
relative rendah yaitu 4,2% di tahun 2017 menunjukan kurang efektifnya
70
71
B. Saran-saran
1. Kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama yang
membawahi Kantor Urusan Agama (KUA) dan Badan Penasihat,
Pembinaan, dan Pelestarian Pernikahan (BP4), agar memberikan
pelatihan dan pembinaan kepada para calon pasangan yang ingin
menikah. Hal ini dilakukan agar mereka memiliki pengetahuan yang
cukup serta kesiapan mental yang baik. Sehingga dapat memperkecil
kemungkinan perceraian yang disebabkan ketidaksiapan mereka
menjalani kehidupan rumah tangga. Hal ini merupakan tindakan
preventif terhadap perceraian.
2. Kepada Pengadilan Agama, agar menjalankan proses mediasi dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan prosedur yang ada serta
mengoptimalkan kinerja dari mediator dari hakim yang telah
ditetapkan. Dan melakukan evakuasi kinerja para mediator secara rutin
demi memaksimalkan hasil mediasi.
3. Kepada Hakim yang menjadi mediator, agar melaksanakan tugas
dengan baik sesuai dengan pelatihan mediasi yang telah diberikan oleh
MA, dan bagi yang belum mendapatkan pelatihan hendaknya belajar
secara mandiri sehingga meningkatkan kualitas individu dalam
menjalankan mediasi.
4. Kepada para pihak yang berperan di Pengadilan agar memenuhi aturan
yang telah ditetapkan, sehingga tidak menghambat prosedur
Pengadilan. Karena selain bermanfaat untuk masa sekarang, mediasi
juga bermanfaat untuk kehidupan para pihak di masa mendatang.
Karena penyelesaian sengketa lewat mediasi mengutamakan prinsip-
72
73
74
Karim, Hilmi, Fikih Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993,
cet.1.
Kharlie, Ahmad Tholabi, Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2013
Lubis, Sulaikin, dkk, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia,
Jakarta: Kencana, 2008.
Makaro, Muhammad Taufik, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2004.
Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan
Agama, cet.ke-5, Jakarta Kencana.2008.
Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, tt.
Mukhlis, Oyo Sunaryo Pranata Sosial Hukum Islam, Bandung: Refika
Aditama, 2015.
Rahmadi, Takbir, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalai Pendekatan
Mufakat, Jakarta; Rajawali Press,2011.
Ranuhandoko, I.P.M, Terminologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika,2003.
Sabiq, As Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Juz III Beirut: Dar al-Fikr,1977.
Sabiq, Sayyid, Tarjamah Fiqh Sunnah Juz 2, Kairo: Dar al-Fath 1990.
Soekamto, Soerjono, Factor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007.
, Pengantar Penelitian Hukum cet.3, Jakarta:UI Press,1986.
, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Bandung: Remaja
Karya,1985.
Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta; Rineka Cipta, 2001, cet. 2.
Sukadana, I. Made, Mediasi Peradilan Mediasi dalam Sistem Pengadilan
Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Pengadilan
Yang Sederhana, Cepat dan Ringan, Jakarta Prestasi Pustaka, 2012.
Syamsudin, M, Operasional Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Graffindo
Persada.2007.
75