Anda di halaman 1dari 9

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENIPUAN

ONLINE DENGAN MODUS KERJA PARUH WAKTU

Mahendra Nurrazaq
1312000173
Fakultas Hukum Prodi Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
caknurrazaqwinarto2000@gmail.com

Abstrak

Penipuan online telah menjadi masalah yang meresahkan dalam masyarakat modern, di
mana pelaku kejahatan semakin menggunakan teknologi untuk melakukan tindakan
kriminal. Salah satu modus yang semakin umum adalah penipuan online dengan modus
kerja paruh waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pertanggungjawaban
pidana pelaku penipuan online dengan modus kerja paruh waktu. Metode penelitian
yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif, di mana data
diperoleh melalui wawancara dengan pelaku penipuan online dan analisis dokumen
terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku penipuan online dengan modus
kerja paruh waktu sering kali mengelabui korban dengan menggunakan identitas palsu
dan menghasilkan keuntungan secara ilegal. Pembahasan meliputi aspek-aspek hukum
yang terkait dengan pertanggungjawaban pidana pelaku penipuan online, termasuk
pertimbangan mitigasi dan pertimbangan pengadilan. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah bahwa pelaku penipuan online dengan modus kerja paruh waktu harus
bertanggung jawab secara pidana atas tindakan mereka, dengan pertimbangan terhadap
faktor-faktor mitigasi yang relevan.

Kata kunci: Penipuan Online, Modus ,Kerja Paruh Waktu.

Abstract

Online fraud has become a troubling problem in modern society, where criminals are
increasingly using technology to commit criminal acts. One mode that is increasingly
common is online fraud with part-time work. This research aims to investigate the
criminal liability of online fraud perpetrators with part-time work mode. The research

1
method used is a case study with a qualitative approach, where data is obtained through
interviews with online fraud perpetrators and analysis of related documents. The
research results show that online fraud perpetrators with part-time work mode often
trick victims by using fake identities and making illegal profits. The discussion covers
legal aspects related to the criminal liability of perpetrators of online fraud, including
mitigation considerations and court considerations. The conclusion of this research is
that online fraud perpetrators with part-time work mode must be criminally responsible
for their actions, with consideration of relevant mitigating factors.

Keywords: Online Fraud, Mode, Part-Time Work.

Pendahuluan

Penipuan online telah menjadi masalah yang semakin meningkat dalam


masyarakat saat ini. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan internet, pelaku
kejahatan semakin menemukan cara baru untuk menipu orang secara online. Salah satu
modus yang semakin umum adalah penipuan online dengan modus kerja paruh waktu,
di mana pelaku penipuan tersebut menggunakan waktu senggang mereka untuk
melakukan kejahatan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami
pertanggungjawaban pidana pelaku penipuan online dengan modus kerja paruh waktu,
serta aspek hukum yang terkait. Era globalisasi1 identik dengan kemajuan teknologi
dan informasi yang berkembang sangat pesat dan cepat. Fenomena ini terjadi di seluruh
belahan dunia tanpa memandang negara maju maupun negara berkembang. Sebagai
masyarakat dunia suatu negara dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi dan
informasi ini, agar dapat bersaing di persaingan dunia global yang semakin modern,
praktis dan efisien.

Penipuan online telah menjadi masalah serius dalam masyarakat modern, di


mana teknologi informasi semakin merajalela dan memberikan peluang baru bagi
pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan kriminal secara anonim. Penipuan online
dengan modus kerja paruh waktu adalah salah satu bentuk penipuan yang semakin
umum terjadi. Modus ini melibatkan individu yang biasanya memiliki pekerjaan atau
aktivitas lain di luar kegiatan kriminal mereka, namun memanfaatkan waktu senggang
untuk melakukan penipuan secara online. Mereka menggunakan berbagai taktik
manipulatif, seperti menyamar sebagai orang lain atau menggunakan skema penipuan
yang kompleks, untuk memperoleh keuntungan secara ilegal. online yang ada. Lalu,

2
Penipuan ini dimulai dengan menawarkan pekerjaan yang sangat sederhana hanya
memerlukan tombol "Like, Follow, Subscrobe dan me Review" di platform seperti
YouTube,Instagram,TikTok dan toko E-commerce lainya, selanjutnya korban
kemudian dijanjikan komisi sebesar Rp 60.000 apabila mereka berhasil menyelesaikan
tiga tugas beruntun dengan menekan tombol tersebut (Febyana Siagian, 2023).

Berbagai modus penipuan melalui media online pun terus bermunculan dan
pelaku semakin rapi dalam memuluskan aksinya dalam tindak penipuan, hal ini di
terlihat dari banyaknya website-website jual beli palsu yang dibuat secara sedemikian
rupa dan menawarkan berbagai produk dengan harga dibawah harga normal, dengan
maksud menarik minat korban untuk membeli, serta ada juga penipuan dengan cara
mengorbankan rekening orang lain menjadi tempat hasil tindak pidana penipuan yang
bermoduskan pelaku telah mentransfer ke rekening penjual tersebut lebih dari harga
yang di sepakati dengan berbagai macam alasan dan meminta kelebihannya di
kembalikan ke rekeningnya, namun kenyataannya uang tersebut adalah hasil penipuan
pelaku terhadap korban di tempat lain yang mana pelaku berpura-pura menjual suatu
barang tertentu, dan memberi nomor rekening korban sebelumnya. Pelaku kejahatan ini
bahkan menciptakan situs web palsu yang memiliki nama domain mirip dengan
platform e-commerce yang sebenarnya beroperasi di Indonesia, ancaman terhadap
keamanan bisa berasal dari berbagai sumber berdasarkan asalnya, ancaman dapat
dikelompokkan menjadi yang berasal dari luar negeri dan yang berasal dari dalam
negeri (Budi Raharjo, 1998-2005).

Permasalahan hukum yang sering kali di hadapi pada tindak pidana penipuan
online adalah ketika terkait penyampaian informasi, komunikasi, dan atau transaksi
elektronik, yakni pada hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum
yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.6 Pasal penipuan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) masih belum dapat mengakomodir
hal tersebut, dikarenakan biasanya pelaku penipuan melalui media online ini juga
menggunakan sarana email untuk berhubungan dengan korbannya, dalam hal ini
apakah email sudah dapat dijadikan suatu alat bukti yang sah dan dapat dipersamakan
dengan surat kertas layaknya kejahatan penipuan konvensional di dalam dunia nyata.

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi


pertanggungjawaban pidana para pelaku penipuan online dengan modus kerja paruh

3
waktu. Melalui analisis mendalam terhadap aspek hukum yang terkait, serta melibatkan
studi kasus nyata, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
baik tentang dinamika kompleksitas dalam menangani kasus-kasus penipuan online
semacam itu.

Metode Penelitian

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus sebagai metode
penelitian. Analisis data yang digunakan berdasarkan data primer dan data sekunder.
Adapun data primer diperoleh melalui wawancara dengan pelaku penipuan online yang
menggunakan modus kerja paruh waktu dan data sekunder diperoleh dari analisis
dokumen terkait, referensi dari jurnal, buku-buku, dan sumber lain yang berkaitan
dengan masalah dan tujuan penelitian. seperti laporan polisi dan putusan pengadilan.
Partisipan dipilih melalui teknik purposive sampling, dengan ini dapat
mempertimbangkan pengalaman dan keahlian mereka dalam melakukan penipuan
online.

Analisis data dalam peneliti akan mengidentifikasi elemen-elemen kunci terkait


karakteristik pelaku penipuan online, modus operandi mereka, serta dampak dan akibat
hukum dari tindakan mereka. Analisis kualitatif akan membantu dalam
mengidentifikasi pola perilaku dan faktor risiko, sementara analisis kuantitatif dapat
digunakan untuk menggambarkan tren dan pola dalam kasus-kasus penipuan online.
Tinjauan literatur yang cermat tentang penipuan online dan modus kerja paruh waktu
akan memberikan landasan teoritis yang kuat bagi penelitian.

Analisis hukum akan menjadi bagian penting dari metodologi, di mana peneliti
akan meneliti undang-undang dan peraturan terkait dengan penipuan online dan
pertanggungjawaban pidana. Evaluasi kasus hukum yang relevan juga akan dilakukan
untuk memahami bagaimana hukum diterapkan dalam konteks kasus-kasus penipuan
online.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku penipuan online dengan modus kerja
paruh waktu sering kali menggunakan identitas palsu dan memanfaatkan teknologi
untuk mengecoh korban. Mereka sering kali berhasil menghasilkan keuntungan secara
ilegal tanpa memberikan layanan atau produk yang dijanjikan kepada korban. Aspek

4
hukum yang terkait dengan pertanggungjawaban pidana pelaku penipuan online
meliputi Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penipuan
dengan menggunakan media elektronik.

Dalam wawancara penelitian ini dilakukan dengan beberapa pelaku penipuan


online yang menggunakan modus kerja paruh waktu. Wawancara ini bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang motivasi, metode, dan pengalaman
mereka dalam melakukan tindakan kriminal tersebut. Berikut ini adalah rangkuman
hasil wawancara dengan salah satu pelaku penipuan online yang bernama Rahmat
berusia 28 tahun dengan pendidikan tamatan Sarjana Ilmu Komputer

Rahmat mengungkapkan bahwasanya “motivasinya untuk terlibat dalam


penipuan online adalah kebutuhan akan uang tambahan. Meskipun memiliki pekerjaan
tetap sebagai seorang programmer, gaji yang diterimanya dianggapnya tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia merasa tertarik dengan peluang
yang ditawarkan oleh internet untuk menghasilkan uang dengan cara yang relatif
mudah”.

Rahmat menjelaskan bahwa dia menggunakan berbagai metode untuk melakukan


penipuan online. Salah satunya adalah dengan membuat situs web palsu yang
menawarkan produk atau layanan palsu dengan harga murah. Dia juga menggunakan
identitas palsu dan mengirimkan email phishing kepada calon korban untuk mencuri
informasi pribadi mereka.

Dalam hasil wawancara tersebut dimana Rahmat menceritakan bahwa dia telah
terlibat dalam penipuan online selama lebih dari dua tahun. Dia mengaku telah berhasil
mengumpulkan sejumlah besar uang dari korban-korbannya. Namun, dia juga
menyadari bahwa tindakannya melanggar hukum dan bisa berakhir dengan konsekuensi
pidana.“Ia mengatakan dengan meskipun menyadari risiko hukuman yang
dihadapinya, Rahmat mengungkapkan bahwa dia merasa tidak terlalu khawatir karena
sulitnya menemukan dan mengidentifikasi pelaku kejahatan online. Namun, dia juga
menyadari bahwa jika tertangkap, dia harus siap menerima konsekuensi pidana atas
tindakannya”.

Hasil pembahasan dalam jurnal tentang pertanggungjawaban pidana pelaku


penipuan online dengan modus kerja paruh waktu menyoroti beberapa poin penting.
Pertama-tama, penelitian ini menggarisbawahi kompleksitas fenomena penipuan online

5
di era digital saat ini. Pelaku penipuan dengan modus kerja paruh waktu sering
menggunakan teknologi untuk melancarkan aksi kejahatan mereka, memanfaatkan
celah dalam sistem untuk meraih keuntungan pribadi. Dalam konteks
pertanggungjawaban pidana, penelitian ini menemukan bahwa penegakan hukum
terhadap pelaku penipuan online dengan modus kerja paruh waktu sering kali
menghadapi tantangan yang signifikan. Identifikasi dan penangkapan pelaku dapat sulit
dilakukan sifat paruh waktu dari kegiatan mereka, serta kompleksitas lingkungan digital
yang terus berkembang.

Selain itu, pembahasan dalam jurnal ini menyoroti pentingnya pemahaman


terhadap dampak sosial dan ekonomi dari penipuan online dengan modus kerja paruh
waktu. Korban sering mengalami kerugian finansial yang besar, sementara masyarakat
secara luas juga terpengaruh oleh meningkatnya ancaman keamanan dalam ranah
digital. Dari perspektif hukum, penelitian ini mendorong perlunya penyesuaian dan
peningkatan dalam kerangka hukum yang ada untuk mengatasi tantangan penegakan
hukum terhadap penipuan online. Ini mencakup perluasan definisi dan ketentuan
hukum yang relevan serta peningkatan dalam upaya penegakan hukum dan kerjasama
antar lembaga.

Secara keseluruhan, pembahasan dalam jurnal ini menekankan pentingnya


pendekatan yang holistik dan berkelanjutan dalam menanggapi penipuan online dengan
modus kerja paruh waktu. Ini mencakup peningkatan kesadaran masyarakat, perbaikan
kerjasama antar lembaga, dan pembaharuan dalam kerangka hukum untuk menciptakan
lingkungan digital yang lebih aman dan terjamin bagi semua pihak yang terlibat.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelaku penipuan online


dengan modus kerja paruh waktu harus bertanggung jawab secara pidana atas tindakan
mereka. Pengadilan harus mempertimbangkan faktor-faktor mitigasi, seperti kerjasama
dengan penyidik dan restitusi kepada korban, dalam menentukan hukuman yang tepat
bagi pelaku penipuan tersebut. Hal ini penting untuk mencegah penipuan online yang
merugikan masyarakat dan untuk menegakkan keadilan dalam sistem hukum.Dari hasil
penelitian, beberapa kesimpulan dapat ditarik:

6
1. Pelaku penipuan online dengan modus kerja paruh waktu sering kali
menggunakan identitas palsu dan teknologi untuk mengecoh korban dengan
tujuan memperoleh keuntungan secara ilegal.

2. Aspek hukum yang terkait dengan pertanggungjawaban pidana pelaku penipuan


online mencakup Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP
tentang penipuan dengan menggunakan media elektronik.

3. Meskipun menyadari risiko hukuman yang dihadapi, pelaku penipuan online


masih terus melakukan tindakan kriminal karena dorongan ekonomi dan
kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi internet.
4. Pentingnya pengembangan kebijakan yang adaptif dalam pencegahan dan
penegakan hukum terhadap kejahatan cyber, termasuk penipuan online dengan
modus kerja paruh waktu.

Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa saran dapat diajukan untuk penanganan


lebih lanjut terhadap pertanggungjawaban pidana pelaku penipuan secara online dengan
modus kerja paruh waktu:

1. Perlu adanya peningkatan hukuman yang sesuai dengan tingkat kejahatan yang
dilakukan oleh pelaku penipuan online. Hal ini dapat menjadi efektif sebagai
upaya pencegahan dan penindakan terhadap tindakan kriminal tersebut.

2. Edukasi mengenai risiko penipuan online dan cara-cara untuk mengidentifikasi


serta menghindari penipuan tersebut perlu ditingkatkan kepada masyarakat
secara luas. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye sosial, seminar, atau
program pendidikan yang ditujukan kepada berbagai kelompok usia.

3. Karena sifat internet yang tidak terbatas oleh batas negara, kerjasama
internasional dalam penegakan hukum terhadap kejahatan cyber menjadi sangat
penting. Peningkatan kerjasama antarnegara dalam pertukaran informasi dan
koordinasi penindakan dapat membantu dalam penanggulangan penipuan online
secara efektif.

4. Perlu adanya investasi dalam pengembangan teknologi keamanan untuk


melindungi pengguna internet dari berbagai jenis penipuan online. Penggunaan

7
teknologi seperti firewall, antivirus, dan filter spam dapat membantu dalam
mengurangi risiko menjadi korban penipuan online.

Dengan menerapkan saran-saran di atas, diharapkan dapat memberikan langkah-


langkah yang lebih efektif dalam menangani dan mencegah penipuan online dengan
modus kerja paruh waktu, serta meningkatkan keamanan dan perlindungan bagi
pengguna internet secara keseluruhan.

Daftar Pustaka

Azzani, I. K., Purwantoro, S. A., & Almubaroq, H. Z. (2023). Urgensi Peningkatan


Kesadaran Masyarakat Tentang Kasus Penipuan Online Berkedok Kerja Paruh
Waktu Sebagai Ancaman Negara. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan
Sosial, 10(7), 3556-3568.

Fadlullah, S. (2021). Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Penipuan Jual Beli Online
dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Menurut Perspektif Hukum
Islam (Doctoral dissertation, UIN Ar-Raniry).

Herrenauw, J. M., Titahelu, J. A. S., & Saimima, J. M. (2022). Kajian Hukum Pidana
Dalam Penipuan Jual Beli Akun Permainan Online Melalui Media
Sosial. TATOHI: Jurnal Ilmu Hukum, 2(3), 252-261.

Junaedi, N. R. P. (2022). Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Human


Trafficking Melalui Media Sosial (Studi Kasus Putusan Nomor 915/PID.
SUS/2019/PN. SBY) (Doctoral dissertation, Universitas Bhayangkara Surabaya).

Kurniawan, A. (2023). Rekonstruksi Regulasi Penyelidikan Dan Pengungkapan Pelaku


Kejahatan Penipuan Online Berbasis Nilai Keadilan (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Sultan Agung).

Muhtadi, A. F. (2021). Prostitusi Online Sebagai Tindak Pidana Perdagangan


Orang. Jurist-Diction, 4(6), 2125-2140.

8
Puspitasari, I. (2018). Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penipuan
Online Dalam Hukum Positif Di Indonesia. Humani (Hukum dan Masyarakat
Madani), 8(1), 1-14.

Sekedang, E. (2018). Modus Pengangkatan Anak Yang Berimplikasi Tindak Pidana


Perdagangan Orang. Jurnal Cahaya Keadilan, 6(1), 51-72.

Tantimin, T., & Ongko, J. S. (2021). Penegakan Hukum Terhadap Penipuan Bermodus
Donasi Aksi Kemanusiaan di Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha, 9(3), 801-811.

Anda mungkin juga menyukai