NIM : 2108400 Kelas : Akuntansi 4B Dosen Pengampu : Dr. Rozmita Dewi Yuniarti Rozali, M.Si.
Judul Artikel : Analisis Fraud dalam Pinjaman Online Ilegal
Menggunakan Teori Ruang Publik Habermas (Terjemahan)
Fraud Analysis on Illegal Online Lending Using
Habermas' Theory of the Public Sphere (Original) Penerbit : JIAB (Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis) Vol. 17 No. 1 Tanggal Terbit : Januari 2022 Penulis : Nanang Shonhadji DOI : 10.24843/JIAB.2022.v17.i01.p03 Abstrak : Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengungkap bagaimana praktik tindakan ilegal berupa pinjaman online ilegal yang dilakukan oleh penyedia jasa lending P2P melalui sudut pandang pemikiran kritis Habermas. Narasumber yang dipilih merupakan korban pinjaman online ilegal yang berdomisili di Surabaya, Sidoarjo, dan Pasuruan, Jawa Timur. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan Paradigma Humanis Radikal dengan hasil penelitian yangg menunjukkan bahwa Teori Habermas tentang ruang publik dapat digunakan sebagai dasar pemikiran untuk mengungkap media penipuan yang digunakan oleh penyedia jasa pinjaman teknologi keuangan (fintech) ilegal. Pendahuluan : Berawal dari keresahan masyarakat mengenai permasalahan layanan pinjaman online yang diakibatkan oleh penipuan/tindakan fraud yangg sengaja dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa layanan pinjaman online ilegal dengan menjerat nasabahnya melalui pembebanan biaya bunga yang besar hingga mencapai 30% per bulan, mengenakan 10-30% dari pokok pinjaman sebagai denda atas keterlambatan pembayaran, serta memungut biaya administrasi yang transparansi/kejelasan transaksinya minim. Praktik fraud ini nyata dan dirasakan oleh nasabah yang awalnya berniat meminjam uang untuk mempertahankan usahanya akan tetapi penipuan yang dilakukan oleh perusahaan fintech ilegal tersebut justru mengakibatkan nasabah mengalami keterpurukan ekonomi. Banyaknya praktik kredit online di Indonesia dibuktikan dengan dari banyaknya penyelenggara fintech yang ada, baru sekitar 15% yang terdaftar di OJK sedangkan peraturan yang mengatur mengenai bisnis fintech sudah diterbitkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI Lembaran Negara Republik Indonesia ahun 2016 Nomor 324 Pasal 1 Nomor 3. Kurangnya edukasi yang kuat dan keamanan terhadap pinjaman online yang ilegal menjadi perdebatan di kalangan praktisi, akademisi, dan regulator untuk menemukan solusi yang terbaik. Kehadiran teknologi informasi yang memadai semakin memudahkan pelaku usaha lending P2P ilegal untuk mencari nasabah dan kemudian melakukan praktik fraud akuntansinya. Relevansi antara paradigma kritis Habernas dengan praktik fraud ini adalah karena praktik penyelenggara jasa pinjaman online ilegal dalam praktiknya mengggunakan internet/teknologi informasi sebagai ruang publik untuk melakukan fraud dan kejahatan mulai tahun 2015 hingga saat ini. Masih banyak celah yang dapat ditemukan berbagai celah kecurangan yang bisa dilakukan pihak penyelenggara pinjaman online meskipun struktur keamanan dalam bertransaksi sudah jelas. Perkembangan teknologi informasi tentu harus dibersamai oleh persiapan regulator dan pemangku kepentingan agar ruang publik menjadi aman, nyaman, dan mendukung kegiatan ekonomi nasabah. Tidak hanya semata-mata untuk kepentingan salah satu pihak yang menyebabkan meningkatnya kapitalisme seperti apa yang dituliskan Habernas dalam teori ruang publiknya. Ditinjau dari mekanisme sistemnya, praktik fraud dan white corral crime yang terjadi pada layanan P2P lending cenderung disebabkan oleh media ekonomi (uang) dan kekuatan media (tekanan prinsip dan aturan). Sedangkan dalam konsep lifeworld, terdapat upaya untuk meningkatkan kesadaran bagi P2P online lender untuk tidak melakukan fraud dan white collar crime dengan landasan pemikiran beyond compliance. (Jaduk, 2017; Rengganis, Sari, Budiasih, Wirajaya, & Suprasto, 2019 Shonhadji, 2020). Penerapan teori Habermas dalam penelitian akuntansi dapat mencerminkan peran manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial sebagai landasan tumbuhnya nilai-nilai humanis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fraud mungkin terjadi ketika seseorang berada di bawah tekanan. Kontrol yang lemah, kurangnya pengawasan, dan tata kelola yang buruk menambah peluang bagi pelaku fraud untuk merasionalisasi tindakannya. Fraud diamond disebut sebagai cara lain untuk menigkatkan pencegahan dan deteksi fraud dengan mempertimbangkan kemampuan individu (elemen keempat) selain tekanan, peluang, dan rasionalisasi. Menurut Rengganis (2019), fraud bernilai miliaran tidak akan terjadi tanpa orang yang tepat dengan kemampuan yang tepat. Fraud triangle tidak akan menyebabkan terjadinya fraud apabila ketiga faktor tersebut tidak jatuh ke tangan orang yang tepat dalam melakukan praktik fraud -nya. Oleh karena itu, muncul fraud diamond yang mengungkapkan empat unsur penyebab terjadinya fraud yaitu tekanan/intensif, peluang, rasionalisasi, dan kapabilitas. Teori fraud diamond juga memberikan perspektif lebih luas dalam hal peluang sehingga faktor lingkungan dan situasional juga dipertimbangkan dalam standar auditing. Hubungan antara teori fraud diamond dengan teori ruang publik Habermas dapat dilihat dari praktik penipuan penyedia atau pelaku pinjaman online ilegal dalam transaksi P2P lending karena kesempatan untuk menggunakan internet sebagai ruang publik yang seharusnya dilindungi oleh negara, pada kenyataannya tidak. serta kegiatan ekonomi material para pekerja menurut (Habermas, 1962) harus ada campur tangan pemerintah untuk memberikan perlindungan. Metode Penelitian : Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap seperti kajian literatur dan studi dokumentasi dalam teori fraud diamond yaitu Pressure, Opportunity, Rationalization, dan Capability. Kemudian tahap pembentukan dan perluasan teorema kritis untuk memahami objek penelitian yang dilakukan melalui proses wawancara mendalam bersama narasumber. Kemudian adalah tahap kesadaran dan pencerahan yang merupakan penyampaian gagasan dengan merefleksi konsep-konsep teori ruang publik Habermas yang menyatu dengan teori Fraud Diamond. Yang terakhir adalah tahap strategi tepat dengan menarik kesimpulan, evaluasi, dan verifikasi melalui proses sintesis pemahaman tentang makna realitas fraud di P2P illegal lending atau pinjaman online illegal seperti pada gambar di bawah.
Penelitian kualitatif ini menerapkan pendekatan Paradigma Kritis
khususnya Paradigma Humanis Radikal dalam melihat fenomena pinjaman online ilegal di layanan P2P lending. Paradigma Humanis Radikal memandang bahwa perubahan dilakukan dengan membangkitkan kesadaran dan pencerahan. Alasan memilih paradigma kritis karena memiliki tujuan ganda: 1) memahami praktik pinjaman online ilegal di layanan P2P lending di mana penerapannya; 2) menemukan solusi untuk perbaikan. Penelitian ini dilakukan pada kasus pinjaman online ilegal. Kriteria narasumber dalam penelitian adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta karyawan swasta. Informan adalah pengguna dan korban penipuan dari praktik pinjaman online ilegal yang berdomisili di Surabaya, Sidoarjo dan Pasuruan, Jawa Timur. Hasil dan Diskusi : Fraud yang kerap dilakukan oleh pinjaman online ilegal adalah (a) secara sengaja melanggar ketentuan yang ditetapkan OJK terkait izin penyelenggaraan P2P lending berbasis online, (b) secara sengaja dan menerapkan sistem bunga serta denda pinjaman lebih besar yang cenderung membuat nasabah menjadi cash cow melebihi batas suku bunga pinjaman yang telah ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, (c) menggunakan tindakan yang melanggar norma etik dan hukum dalam hal menagih serta meminjamkan karena cenderung memaksa dengan cara keras, mengancam, tidak manusiawi, dan melawan hukum, dan (d) tidak memiliki lokasi kantor yang jelas, bahkan sebagian besar perusahaan tersebut menjalankan operasinya di luar negeri untuk melakukan tindakan ilegal lain seperti salah satunnya menghindari pajak. Suseno dan Yeti (2021) dan Teten (2021) menyetujui bahwa transaksi pinjaman online ilegal penuh dengan penipuan yang merugikan masyarakat. Penelitian ini menggunakan teori fraud diamond untuk menginterpretasikan fenomena tersebut. Teori fraud diamond adalah penyempurnaan baru dari teori triangle fraud. Daftar Pinjaman Online Ilegal 2020 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berasal dari situs resmi www.ojk.go.id yang kerap melakukan kecurangan dan fraud sebanyak 125 perusahaan financial technology (fintech) dari berbagai developer. Salah satu bukti berdasakan hasil wawancara terhadap nasabah korban pinjaman online ilegal adalah Ibu Maria. Ibu Maria mulai menggunakan aplikasi pinjaman online pada Juli 2020, untuk modal kerja bisnisnya, pemasaran pinjaman online yang agresif telah membujuk Ibu Maria untuk meminjam Rp 10.000.000, tetapi ketika terealisasi hanya Rp 8.500.000, alasannya sedang untuk biaya administrasi sebesar Rp 1.500.000. Ibu Maria tidak bisa menolak karena uang langsung ditransfer ke rekeningnya dengan proses transaksi hanya 15 menit, melalui bukti foto diri sambil memegang kartu tanda penduduk (KTP). Bulan berikutnya ada tunggakan sehingga Ibu Maria bingung membayarnya. Akhirnya Bu Maria stuck dari satu aplikasi pinjaman online ke aplikasi lainnya. Hasil wawancara Ibu Maria menyebutkan bahwa utangnya hingga Januari 2021 bertambah menjadi Rp 57.000.000 tanpa kejelasan cara melunasinya. Saat ini, masyarakat resah dengan banyaknya penipuan yang dilakukan secara ilegal layanan pinjaman online. Hal ini terlihat dari banyaknya pengaduan dan pemberitaan di media online tentang praktik penipuan yang dilakukan oleh jasa pinjaman online ilegal tersebut. Masyarakat bingung bagaimana menghindari penipuan yang dilakukan melalui telemarketing pinjaman online ilegal, penjahat keuangan yang menggunakan internet untuk menipu orang lain dengan menawarkan kredit cepat tetapi dengan bunga pinjaman yang mencekik (Teten, 2021). Penipuan ini juga dimaksudkan untuk mencuri identitas pelanggan dan informasi pribadi lainnya untuk melakukan penipuan. Salah satu korban praktik penipuan pinjam meminjam uang ilegal, Ibu Maria (informan) mengatakan: “Awalnya saya hanya meminjam Rp 10.000.000 di awal Januari dengan jangka waktu 6 bulan dengan bunga bulanan 1%. Namun kenyataannya saya hanya diberi Rp 8.500.000 langsung ditransfer ke rekening saya tanpa ada konfirmasi ke saya. Kemudian dalam waktu kurang dari 1 bulan saya diminta untuk membayar cicilan sebesar Rp 500.000 dan jika tidak membayar akan dikenakan denda harian dengan bunga 5% per hari. Jadi waktu itu kalau saya telat 4 hari, denda yang harus saya bayar adalah Rp 100.000 ditambah cicilan Rp 500.000. Di sinilah saya mendapat masalah dan pada akhirnya saya terjebak dalam siklus penipuan dari satu pinjaman online ilegal ke pinjaman online ilegal lainnya. Peneliti menganalisis empat unsur teori fraud diamond yang terdiri dari Pressure, Opportunity, Rationalization dan Capability untuk mengungkap bagaimana praktik penipuan yang terjadi pada layanan pinjaman online ilegal (P2P online lending). Tekanan berarti kecurangan yang dilakukan didasari oleh rasa adanya kebutuhan atau dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan kecurangan. (Umarini, 2018). Peluang berarti adanya celah atau kelemahan dalam sistem pengawasan negara yang dapat dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman online ilegal untuk melakukan penipuan. Rasionalisasi berarti bahwa Indonesia adalah pasar yang sangat besar untuk layanan pinjaman konsumen. Hal ini diyakini menjadi alasan untuk melakukan bisnis layanan pinjaman online ilegal secara agresif. Capability artinya perusahaan dapat dilihat dari dukungan permodalan yang kuat dan penggunaan ruang internet yang terbuka dan gratis. Hal ini memperkuat praktik penipuan di bisnis jasa pinjaman online ilegal ini. Indikator tekanan atau insentif adalah rasa memiliki kebutuhan atau dorongan untuk melakukan kecurangan. Era industri 4.0 dan pandemi covid-19 menjadi faktor pendorong peningkatan transaksi online dengan memanfaatkan media internet. Teknologi informasi pada lembaga keuangan bank dan non bank terus berkembang seiring dengan peningkatan layanan yang diberikan kepada nasabah yang selalu menginginkan kecepatan dan kemudahan dalam bertransaksi dan dalam menggunakan semua produk dan layanan lembaga keuangan bank dan non bank (Kiarie, 2021). Hal ini menyebabkan transaksi pinjam meminjam dilakukan oleh pemilik modal kepada nasabahnya untuk turut memanfaatkan perkembangan teknologi informasi ini. Kondisi pandemi yang menuntut pelaku usaha lebih teliti dan strategis dalam mengelola usahanya juga menjadi kendala tersendiri. Di tengah pandemi COVID-19, pelaku usaha dan masyarakat membutuhkan sumber dana, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun kebutuhan modal usaha. Kondisi tersebut memicu kebutuhan dan dorongan munculnya layanan pinjaman online ilegal untuk memenuhi kebutuhan dana masyarakat dan pelaku UMKM yang membutuhkan dana dengan persyaratan mudah. Selain itu, penyedia pinjaman online ilegal juga melihat besarnya kebutuhan dana yang dapat mereka penuhi mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Indikator rasionalisasi adalah keinginan berlebihan penyedia pinjaman online ilegal untuk memaksimalkan keuntungan. Tak bisa dipungkiri, mereka sangat agresif dalam menawarkan layanannya melalui media online dan layanan pesan singkat hingga seluler. Penawaran juga dilakukan dengan cara yang menipu dengan memberikan informasi pinjaman berbunga rendah dan calon nasabah diminta mengunduh aplikasi pinjaman online yang telah dibuat dan disediakan (Huda, Sarno, & Ahmad, 2016; Ozili., 2018). Setelah tertarik, pelanggan akan mengunduh aplikasi untuk diproses lebih lanjut. Namun, aplikasi yang diunduh juga secara diam-diam dan menipu mencatat dan mengambil data contact person di ponsel pelanggan. Daftar kontak di ponsel nasabah nantinya akan digunakan sebagai alat untuk memeras nasabah dan mengancam nasabah ketika nasabah menemui masalah dalam membayar cicilan pinjamannya. Indikator kapabilitas mencakup berbagai cara berpikir tentang risiko penipuan yang dilakukan oleh penyedia jasa pinjaman online ilegal. Oleh karena itu, penelitian ini percaya bahwa penipuan yang dilakukan oleh penyedia layanan pinjaman online ilegal dapat diidentifikasi untuk meningkatkan pencegahan dan deteksi penipuan dengan mempertimbangkan empat elemen teori berlian penipuan. Selain mengatasi tekanan, peluang, dan rasionalisasi, fraud diamond theory juga mempertimbangkan kapabilitas individu yang merupakan sifat dan kemampuan pribadi yang berperan besar dalam menyebabkan terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh penyedia jasa pinjaman online ilegal. Banyak penipuan yang dilakukan oleh penyedia layanan pinjaman online ilegal tidak akan terjadi tanpa orang yang tepat dengan kemampuan yang tepat. Mayoritas investor pinjaman online yang juga bertindak sebagai operator adalah warga negara asing yang mempekerjakan warga negara Indonesia sebagai pelaksana operasional di lapangan. Pengetahuan yang lemah tentang layanan pinjaman berbasis online membuka pintu penipuan. Tekanan dan rasionalisasi dapat menarik seseorang untuk melakukan tindakan penipuan. Tetapi orang tersebut harus memiliki kemampuan untuk mengenali pintu yang terbuka sebagai peluang dan memanfaatkannya dengan melewatinya, tidak hanya sekali, tetapi berkalikali. Oleh karena itu, pertanyaan kritisnya adalah, “Siapa yang bisa mewujudkan peluang penipuan dalam kasus pinjaman online ilegal ini? Menilai kemampuan dan menanggapi kekhawatiran tentang penipuan ilegal ini pinjaman online tidak boleh dilihat sebagai praktik satu kali. Pemutakhiran berkelanjutan dari penilaian kemampuan dan tanggapan diperlukan karena dua alasan. Pertama, penyedia pinjaman online ilegal dapat mengembangkan kemampuan baru dari waktu ke waktu, terutama ketika mereka ingin meningkatkan kemampuan perusahaannya. Meskipun penyedia pinjaman online ilegal ini tidak memiliki kekuatan atau pengetahuan yang cukup untuk melakukan penipuan di suatu daerah, namun tidak ada jaminan bahwa mereka tidak akan mengembangkan kekuatan atau pengetahuan mereka untuk mendapatkan pelanggan sebanyak mungkin di masa depan. Kemampuan mereka untuk melakukan penipuan dapat meningkat, sehingga diperlukan kontrol atau pengawasan tambahan. Kedua, proses organisasi, kontrol, dan keadaan berubah dari waktu ke waktu. Akibatnya, beberapa orang mungkin lebih cocok melakukan kecurangan di lingkungan baru, padahal mereka tidak mampu di kondisi sebelumnya. Misalnya, pertimbangkan perusahaan pinjaman online ilegal yang baru-baru ini menerapkan sistem teknologi informasi baru yang kompleks. Sistem baru dapat membuat karyawan yang kurang paham secara digital tidak dapat mengeksploitasi kontrol mereka. Di sisi lain, bagi mereka yang memiliki keterampilan IT yang kuat, perubahan tersebut dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan penipuan kepada pelanggan. Berdasarkan teori ruang publik dariHabermas (1962), dapat dipahami bahwa praktik penipuan oleh penyedia pinjaman online ilegal dapat terjadi karena kelompok investor atau penyedia layanan pinjaman online (borjuasi) merasa kuat dan percaya bahwa mereka dapat melakukan apapun yang mereka inginkan. Mereka akan mengklaim bahwa bisnis mereka adalah bisnis yang sangat dibutuhkan selama pandemi covid-19. Banyak pelaku usaha membutuhkan pinjaman modal agar usahanya bisa bangkit dan bertahan di tengah krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Internet, sebagai ruang publik yang tidak memiliki batas dan dapat memberikan privasi, diyakini oleh Habermas sebagai ruang publik yang harus memiliki landasan regulasi yang jelas dan dikendalikan oleh negara. Peran pemerintah untuk melakukan kontrol dengan membuat serangkaian aturan yang melindungi masyarakat terkait transaksi menggunakan ruang media online sangat diperlukan. Kesimpulan : Risiko fraud dalam dunia bisnis terutama bisnis financial technology berupa pinjaman online ilegal akan selalu muncul apabila solusi/pengendaliannya belum ditemukan. Oleh karena itu, selain pemerintah yang harus memperketat regulasi dan evaluasi mengenai hal ini, para pelaku bisnis pun perlu mempekuat internal control dengan meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar serta meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi-regulasi yang telah ditentukan untuk menutup berbagai unsur pendukung terjadinya fraud. Terakhir, masyarakat atau nasabah juga perlu memiliki internal control terhadap diri sendiri serta lebih teliti dalam memilih penyedia jasa keuangan baik yang berbasis online maupun bukan.