Oleh :
Segala puji dan syukur diucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Efektivitas
dan Eksistensi Penyelesaian Perkara Pidana dalam Persidangan Online yang
Berkeadilan Di Masa Pandemi Covid-19” dapat terselesaikan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di
akhirat.
Kami mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan
sehat-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan karya tulis
ilmiah ini. Tersusunnya karya tulis ilmiah ini pun tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak khususnya Panitia Penilai Karya Tulis Ilmiah Hukum. Kemudian
penulis mengucapkan terimakasih kepada teman anggota satu tim penulis yang
sudah bersedia membantu dalam menyusun serta membuat karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna dan terdapat kekurangan baik dalam materi maupun teknik
penulisannya. Kritik dan saran menuju perbaikan sangat diharapkan demi
kesempurnaan dalam penyusunan serta pembuatan karya tulis ilmiah ini. Semoga
karya tulis ilmiah ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca
dan semua orang tentang efektivitas dan eksistensi penyelesaian perkara pidana
dalam persidangan online yang berkeadilan di masa pandemi covid-19.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Penulis
ii
ABSTRAK
Pandemi Covid-19 telah menyebar luas dan menginfeksi banyak orang diseluruh
hampir belahan dunia sehingga merubah tatanan hidup dalam masyarakat dari
segala aspek kehidupan yang kemudian menciptakan tatanan baru (new normal)
termasuk tatanan baru bagi peradilan pidana di Indonesia. Persidangan secara
elektronik menjadi terobosan ditengah upaya untuk mencegah penyebaran Covid-
19. Persidangan secara elektronik merupakan proses persidangan yang
dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, audio visual
dan sarana elektronik lainnya. Persidangan secara elektronik ini belum diatur di
KUHAP yang hanya berdasar pada peraturan MA. Secara yuridis formal
pengaturan terkait dengan persidangan perkara pidana dimasa pandemi
melandaskan diri pada PERMA RI No. 4 Tahun 2020 Tentang Administrasi dan
Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Selain manfaat, ada
kendala substantif dan teknis dalam melaksanakan persidangan secara elektronik.
Kendala substantif persidangan secara elektronik tidak bersifat mandatory, relatif
tertutup, dan sulitnya pembuktian. Sedangkan kendala teknis keterbatasan sarana-
prasarana dan SDM IT, rendahnya pengetahuan aparat penegak hukum atas IT.
Untuk mengatasi kendala substantif maka perlu mengatur persidangan secara
elektronik dengan baik dalam KUHAP atau Undang-Undang tersendiri.
Sedangkan untuk mengatasi kendala teknis, perlu ada pelatihan IT untuk aparat
penegak hukum. Selain itu juga perlu menyediakan SDM IT, sarana prasarana,
dan jaringan internet.
iii
ABSTRACT
The Covid-19 pandemic has spread widely and infected many people in almost all
parts of the world, thus changing the order of life in society from all aspects of life
which then creates a new order (new normal) including a new order for criminal
justice in Indonesia. Electronic hearings are a breakthrough in the midst of efforts
to prevent the spread of Covid-19. An electronic trial is a trial process carried out
with the support of information and communication technology, audio-visual and
other electronic means. This electronic trial has not been regulated in the Criminal
Procedure Code which is only based on the Supreme Court's regulations. Legally,
the formal arrangements related to the trial of criminal cases during the pandemic
are based on PERMA RI No. 4 of 2020 concerning Administration and Trial of
Criminal Cases in Courts Electronically. In addition to the benefits, there are
substantive and technical obstacles in conducting the trial electronically.
Substantive obstacles in electronic trial are not mandatory, relatively closed, and
difficult to prove. Meanwhile, the technical constraints are limited IT facilities and
human resources, the low knowledge of law enforcement officers on IT. To
overcome substantive obstacles, it is necessary to properly regulate the electronic
trial in the Criminal Procedure Code or a separate law. Meanwhile, to overcome
technical obstacles, IT training is needed for law enforcement officers. In
addition, it is also necessary to provide IT human resources, infrastructure, and
internet networks.
iv
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
2.1 Sistem Peradilan Pidana Secara Elektronik di Masa Pandemi Covid-19 ....... 9
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dalam satu ruang persidangan akan dihadiri para pihak, yaitu Jaksa Penuntut Umum (JPU),
Terdakwa, Penasihat Hukum (PH), Saksi/ Ahli, Hakim/ Majelis Hakim, Panitera, dan pihak
lain yang memiliki kepentingan.
2
Lihat Pasal 230 ayat (1) KUHAP.
3
Panji Purnama, “Penerapan E-Court Sebagai Salah Satu Cara Mewujudkan Integrated Judiciary
pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2021,
hlm. 95-120.
1
kebijakan untuk melaksanakan tugas kedinasan dari rumah (work from home)
yang diterapkan pada hakim dan aparatur pengadilan, sehingga karena keadaan
terdesak tersebut pengadilan yang biasanya dilaksanakan secara konvensional
beralih dilaksanakan secara daring yaitu dilaksanakan melalui jarak jauh melalui
teleconference.
4
RR. Dewi Anggraeni, “Wabah Pandemi Covid-19, Urgensi Pelaksanaan Sidang Secara
Elektronik”, ADALAH: Buletin Hukum dan Keadilan, Volume 4, Nomor 1, 2020, hlm. 7.
2
mewujudkan reformasi di dunia peradilan Indonesia (Justice reform) yang
mensinergikan peran teknologi informasi (IT) dengan hukum acara (IT for
Judiciary).5 Selain itu, pembentukan peraturan Mahkamah Agung tersebut
bertujuan untuk optimalisasi peradilan dalam menangani perkara tindak pidana,
baik di lingkungan Mahkamah Agung maupun peradilan yang berada di
bawahnya.
5
Ditjenmiltun Mahkamah Agung RI, “Era Baru Beracara di Pengadilan”, E-Court,
https://www.pt-bengkulu.go.id/berita/e-court-era-baruberacara-di-pengadilan (di akses pada
tanggal 18 Oktober 2020).
3
Persidangan perkara pidana yang dilakukan secara online ini tidak diatur
dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sehingga akan menimbulkan disharmonisasi hukum dan pada praktiknya terkesan
tergesa-gesa atau dipaksakan dan mengurangi bahkan mengesamping ketentuan
hukum acara tersebut. Disisi lain ada pihak yang belum bisa menggunakan
teknologi informasi dan ketersediaan jaringan internet di daerah tertentu. Meski
sudah ada nota kesepahaman terkait penggunaan video conference perkara pidana,
terutama untuk pemeriksaaan saksi, namun ketersediaan perangkat elektronik di
masing-masing instansi, posisi terdakwa, dan keberadaan pihak terkait (saksi)
belum merata dan memadai.6
Pada pasal 154 KUHAP meskipun tidak secara eksplisit disebutkan bahwa
Terdakwa wajib hadir dalam persidangan. Namun dari ketujuh ayat pada Pasal
154 KUHAP menegaskan bahwa Terdakwa sepatutnya hadir dan tidak
diperbolehkan untuk diwakili dalam persidangan berdasarkan surat panggilan oleh
Jaksa Penuntut Umum.7 KUHAP tidak memperbolehkan proses peradilan in
absentia dalam acara pemeriksaan biasa dan pemeriksaan singkat hal ini dapat di
lihat pada Pasal 154 ayat (4) KUHAP.8 Asas kehadiran terdakwa ini biasa dikenal
dalam tindak pidana khusus seperti pada tindak pidana korupsi dan tindak pidana
6
Hamidah Abdurrachman, “Legalitas Persidangan Online Dalam Sistem Peradilan Pidana
Indonesia”, Univeritas Bung Hatta, https://hukum.bunghatta.ac.id, diakses tanggal 15 Juli
2020.
7
Pasal 152 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
8
Aristo M.A. Pangaribuan, Arsa Mufti, dan Ichsan Zikry, Pengantar Hukum Acara Pidana di
Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 2017, hlm. 245.
4
ekonomi. Asas kehadiran terdakwa ini memiliki sebutan lain yakni ius singular,
ius speciale, atau bizonder strafrecht.9 Selain itu asas kehadiran terdakwa ini
berhubungan dengan asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan.10
9
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Indonesia: Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat
Dakwaan, Eksepsi,dan Putusan Pengadilan, Bandung: PT. Citra. Aditya Bakti, 2012, hlm. 16.
10
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm 25.
5
2. Mengetahui bagaimana efektivitas persidangan online dalam menyelesaikan
perkara pidana di masa Pandemi Covid-19
3. Mengetahui eksistensi dalam pembuktian pada perkara pidana dalam
persidangan online sistem peradilan Indonesia
6
Nomor 4 Tahum 2020 Tentang Administrasi Dan Persidangan Perkara Pidana Di
Pengadilan Secara Elektronik merupakan pelengkap atas Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 1 Tahun 2019 Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan
Secara Elektronik yang telah ada sebelumnya oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia dalam mewujudkan reformasi di dunia peradilan Indonesia (Justice
reform) yang mensinergikan peran teknologi informasi dengan hukum acara
sebagai solusi di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Cetakan ke-8, 2013, hlm. 83.
12
Rosalia Dika Agustanti, “Penegakan Hukum Pelaku Perbuatan Cabul Dalam Putusan Bebas
Terhadap Perempuan”, Jurnal Yuridis, Volume 7, Nomor 1, 2020, hlm.30.
7
Pendekatan yang digunakan penulis yaitu Pendekatan Undang-Undang
(statute approach), pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua Undang-
Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani,13 serta Pendekatan konseptual (conseptual approach), pendekatan ini
beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di
dalam ilmu hukum. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin
tersebut merupakan sandaran bagi penulis dalam membangun suatu argumentasi
hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.14
Sumber bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini
meliputi peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan,
sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan seperti buku teks, karya tulis
ilmiah (skripsi dan tesis), jurnal hukum, doktrin-doktrin serta bahan lain yang
menunjang penelitian.
13
Ibid., hlm. 133.
14
Peter Mahmud Marzuki, op,cit, hlm. 134.
8
BAB II
PEMBAHASAN
15
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hlm. 134.
9
Seiring dengan berkembangnya teknologi saat ini dunia telah memasuki era
globalisasi dan Revolusi Industri 4.0 di mana proses komputerisasi dan digitalisasi
terjadi dan telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan manusia, tak
terkecuali sistem hukum. Penggunaan sarana teleconference di dalam persidangan
di Indonesia atau dikenal dengan persidangan secara elektronik (e-court)
sebenarnya bukan merupakan hal yang mutlak baru. Dimana persidangan secara
elektronik (e-court) adalah serangkaian proses memeriksa dan mengadili perkara
oleh pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi dan
komunikasi. Apabila mengacu pada cara berpikir formal legalistik, teleconference
memang tampak tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 160 ayat (1) huruf a dan
Pasal 167 KUHAP yang menghendaki kehadiran saksi secara fisik di ruang
sidang. Namun, Majelis Hakim pada saat itu juga menimbang ketentuan Pasal 5
ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan untuk menggali, mengikuti, dan
memahami dan mengejar kebenaran materiil dalam hukum pidana, aspek formal
hendaknya bisa ditinggalkan secara selektif.16
16
Dewi Rahmaningsih Nugroho, S.Suteki, “Membangun Budaya Hukum Persidangan Virtual
(Studi Perkembangan Sidang Tindak Pidana via Telekonferensi),” Jurnal Pembangunan
Hukum Indonesia, Volume 2, Nomor 3, 2020, hlm. 295-296.
10
saksi/korban dapat didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana
elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang.
17
Anggita Doramia Lumbanraja, “Perkembangan Regulasi Dan Pelaksanaan Persidangan Online
Di Indonesia Dan Amerika Serikat Selama Pandemi Covid- 19,” Jurnal Crepido, Volume 02,
Nomor 01, 2020, hlm. 47.
11
Nomor: B009/A/SUJA/03/2020 tanggal 27 Maret 2020 perihal optimalisasi
pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan ditengah upaya pencegahan
penyebaran Covid-19.
18
Pasal 2, “Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahum 2020 Tentang Administrasi Dan
Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik”, Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2020, Nomor 1128.
12
Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020
Tentang Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2020 mengatur tentang Persidangan Pengadilan selama pandemi Covid-19.
Meskipun Mahkamah Agung menerapkan E-litigatasi untuk menggantikan
persidangan secara konvensional yang menghadirkan para pihak di ruang
pengadilan, namun tidak semua persidangan dapat dilakukan dengan E-litigatasi.
Persidangan perkara pidana di Pengadilan Negeri, pidana militer di Pengadilan
Militer dan jinayat di Pengadilan Agama tetap dilaksanakan secara khusus apabila
dalam perkara tersebut Terdakwa sedang ditahan, sementara masa penahanannya
tidak dimungkinkan untuk diperpanjang lagi selama masa pandemi ini. Namun
dalam perkara di mana Terdakwanya secara hukum masa penahanannya masih
dimungkinkan untuk diperpanjang, maka persidangannya ditunda sampai
berakhirnya masa pandemi. Khusus mengenai perkara-perkara yang dibatasi
jangka waktu pemeriksaannya oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
Hakim diberi kewenangan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2020 untuk dapat menunda sidang pemeriksaannya meskipun telah melampaui
tenggang waktu pemeriksaan yang diatur oleh ketentuan perundang-undangan.
Hakim mengeluarkan perintah kepada Panitera Pengganti agar mencatat dalam
Berita Acara Sidang adanya keadaan luar biasa yakni Kejadian Pandemi COVID-
19 ini.19
19
Anggita Doramia Lumbanraja, Op. Cit., hlm. 50.
13
Pada keadaan pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, diselenggarakannya
sidang tindak pidana yang dilaksanakan secara daring melalui teleconference ini,
merupakan suatu inovasi dan terobosan yang tepat, namun harus terus
disempurnakan oleh Mahkamah Agung. Salus Populi Suprema Lex Esto yang
artinya keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (Cicero) adigium tersebut
merupakan adigium yang sangat tepat jika dikaitkan sebagai dasar dalam
mengambil suatu kebijakan di tengah wabah Covid-19, sebab suatu hukum yang
ditetapkan dan diberlakukan harus dapat benar-benar memayungi hukum
masyarakat pencari keadilan.
14
berhubungan dengan aspek penting dalam kehidupannya, salah satunya aplikasi e-
litigation untuk memberikan pelayanan hukum bagi para pencari keadilan.20
20
Ibid., hlm. 52.
21
Dewi Rahmaningsih Nugroho dan S.Suteki, Op.Cit., hlm. 298-299.
15
undang-undang menentukan lain dan putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.
Dalam perkara pidana terdapat 5 (lima) alat bukti yang sah berdasarkan
Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa dan petunjuk. Kemudian ada
tambahan alat bukti baru yang diakui berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu alat bukti elektronik
(electronic evidence).
22
Hanafi, Reza Aditya Pamuji, “Urgensi Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti Berdasarkan Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia”, Jurnal Al’Adl, Volume 10 Nomor 1, 2019, hlm. 84.
23
Pasal 11 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020
Tentang Adminstrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
16
a. Kantor penuntut dalam daerah hukumnya;
b. Pengadilan tempat Saksi dan/atau Ahli berada apabila yang bersangkutan
berada di dalam dan di luar daerah hukum pengadilan yang
menyidangkan perkara;
c. Kedutaan/konsulat jenderal Republik Indonesia atas
persetujuan/rekomendasi Menteri Luar Negeri, dalam hal saksi/ahli
berada di luar negeri; atau
d. Tempat lain yang ditentukan oleh Hakim/Majelis Hakim.
2. Pemeriksaan saksi yang identitasnya menurut hakim/majelis hakim wajib
dirahasiakan, maka fitur video dalam tampilan aplikasi pelaksanaan sidang
tersebut harus dinonaktifkan dan suaranya harus disamarkan. Atau
mendengarkan keterangan saksi tersebut tanpa dihadiri oleh terdakwa.24
24
Pasal 12 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Adminstrasi dan
Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
25
Pasal 13 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Adminstrasi dan
Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
26
Pasal 13 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Adminstrasi dan
Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
27
Pasal 13 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Adminstrasi dan
Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
17
c. Apabila terdakwa tidak ditahan, didengar keterangannya di pengadilan,
kantor penuntut, atau tempat lain yang ditentukan oleh Hakim/Majelis
Hakim melalui penetapan.
3. Apabila terdakwa tidak ditahan, ketua/kepala pengadilan tempat terdakwa
didengar keterangannya menyediakan fasilitas persidangan secara elektronik
serta menunjuk 1 orang Hakim dan 1 orang Panitera/Panitera Pengganti
tanpa menggunakan atribut persidangan untuk mengawasi jalannya
pemeriksaan Terdakwa.28
Akan tetapi yang menjadi catatan dan perlu diperhatikan adalah sidang
secara online ini sering menimbulkan kendala teknis, seperti sistem jaringan
internet yang tidak stabil, suara dan/atau gambar yang tidak jelas, dan sebagainya.
Hal ini tentu membuat proses pembuktian menjadi tidak maksimal dan berpotensi
mengganggu prinsip fair trial yaitu peradilan yang jujur dan adil. Dengan kata
lain diperlukannya strategi-strategi dalam pembenahan persidangan online baik
28
Dewi Rahmaningsih Nugroho dan S.Suteki, Op.Cit., hlm. 296.
29
Anggita Doramia Lumbanraja, Op.Cit., hlm. 53.
18
dengan melakukan kajian dari segi anggaran dalam rangka menunjang penguatan
aset dan fasilitas terhadap penyelenggaraan Persidangan Pidana Daring dan juga
melakukan evaluasi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pelaksanaan BIMTEK
khusus di bidang IT30 mendukung diterbitkannya aturan terbaru mengenai
Standarisasi persidangan online agar proses persidangan online berjalan tanpa
kendala berarti mulai dari tahap pembacaan dakwaan, pemeriksaan saksi-saksi,
pemeriksaan terdakwa, pembacaan tuntutan, sampai pembacaan putusan. Sebab,
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengakomodasi
pemeriksaan persidangan melalui daring.31
Kualitas pembuktian tentu sangat penting untuk dijaga agar apa yang
dihasilkan dari proses pembuktian menjadi valid dan memenuhi sifat kebenaran
materiil sebagaimana yang menjadi tujuan dari penegakkan hukum pidana. Jika
tidak bisa dipastikan kualitas pembuktiannya maka akan sangat berbahaya, karena
bisa jadi hakim akan salah dalam mengambil putusan yang merugikan terdakwa
maupun keadilan masyarakat pada umumnya.
30
Anggi Astari Amelia Putri, Dahlan Ali, “Keabsahan Pembuktian Perkara Pidana Dalam Sidang
yang Dilaksanakan Via Daring (Video Conference) Dalam Masa Pandemi Covid-19”, Syiah
Kuala Law Journal : Volume 4, Nomor 3, 2020, hlm. 263.
31
Dian Cahyaningrum, “Persidangan Secara Elektronik Pada Masa Pandemi Covid-19”, Jurnal
Hukum, Volume XII, No.14/II/Puslit, 2020, hlm. 264.
19
ketiga, penyampaian alat-alat bukti (Bewijsvoering); keempat, beban pembuktian
(bewijslast); dan kelima; kekuatan pembuktian (bewijskracht).32
Selain itu sisi penting dari keyakinan hakim adalah sebagai sarana kontrol
atas segala macam fakta-fakta dipersidangan. Dalam persidangan pidana hakim
tidak cukup hanya disuguhi alat alat bukti beserta penjelasan-penejalasannya,
lebih dari itu hakim harus mencermati betul-betul tentang alat-alat bukti tersebut
dan menghubungkan dengan seluruh fakta-fakta yang ada dalam persidangan.
32
Eddy O.S Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, Jakarta: Erlangga, 2012, hlm. 15.
20
Dalam pelaksanaan sidang secara biasa (langsung) hakim dapat memperoleh
informasi baik yang secara jelas dikemukakan sebagai alat bukti maupun
mencermati dan memperhatikan seluruh fakta-fakta dalam persidangan. Selain itu
dalam persidangan pidana hakim juga akan bersifat aktif dalam melakukan proses
pembuktian. Situasi tidak memungkinkannya persidangan langsung (dimuka
pengadilan) menjadi dilema tersendiri. Terlebih dengan berbagai kendala/problem
yang berpotensi mengganggu jalannya persidangan. Terganggunya proses
persidangan tentu juga akan berpengaruh dalam menghadirkan keyakinan hakim
itu sendiri.
Ada beberapa konsekuensi jika secara subyektif hakim tidak secara penuh
memiliki keyakinan atas suatu perkara. Pertama, hakim akan memutus hanya
berdasarkan pemeriksaan alat bukti, yang dengan demikian berarti mereduksi
implementasi pada penerapan sistem pembuktian negative (negative wettelijk
bewijs theory). Kedua, hakim akan mengambil putusan yang paling meringankan
bagi terdakwa berdasarkan prinsip indubio prorero.
33
Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramita, 2015, hlm. 2
34
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 241.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persidangan yang dilaksanakan secara daring ini merupakan bukti nyata dari
pertanggungjawaban MA terhadap publik mengenai pemberian pelayanan yang
cepat, sederhana, dan akurat tanpa menunda atau menghambat masyarakat dalam
memperoleh dan mengakses keadilan. Karena, bagi Mahkamah Agung “Justice
Delayed, Justice Denied” yang memiliki makna bahwa jika suatu keadilan
tertunda maka sama seperti tidak adanya keadilan.
22
3.2 Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Pangaribuan, Aristo M.A, Arsa Mufti, dan Ichsan Zikry. Pengantar Hukum Acara
Pidana di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo. 2017.
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
Hiariej, Eddy O.S. Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga. 2012.
Artikel Jurnal
24
Nugroho, Dewi Rahmaningsih, S.Suteki. “Membangun Budaya Hukum
Persidangan Virtual (Studi Perkembangan Sidang Tindak Pidana via
Telekonferensi)”. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia.Volume 2,
Nomor 3. 2020.
Hanafi, Reza Aditya Pamuji. “Urgensi Keterangan Ahli Sebagai Alat Bukti
Berdasarkan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia”. Jurnal Al’Adl. Volume
10 Nomor 1. 2019.
Putri, Anggi Astari Amelia, Dahlan Ali. “Keabsahan Pembuktian Perkara Pidana
Dalam Sidang yang Dilaksanakan Via Daring (Video Conference) Dalam
Masa Pandemi Covid-19”. Syiah Kuala Law Journal. Volume 4, Nomor 3.
2020.
Internet
25
Peraturan Perundang-Undangan
26