Anda di halaman 1dari 10

Legalitas Persidangan Virtual dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia

Arief Budiono; Bagus Fakhri Utomo


ab368@ums.ac.id ; c100211091@student.ums.ac.id
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
Abstrak
Adanya pandemic ini tentu memberikan dampak terhadap beberapa hal salah satunya yaitu dalam ranah
hukum yaitu persidangan yang dilakukan secara virtual atau online. Oleh karena itu, dalam penulisan ini
akan membahas mengenai pelaksanaan persidangan virtual dalam hukum pidana Indonesia dengan
beberapa rumusan masalah yaitu bagaimana mekanisme yang dilakukan dalam penerapan hukum
persidangan secara virtual ini dalam mengatasi segala permasalahan pidana yang ada di Indonesia,
kemudian dalam penelitian ini akan membahas mengenai dasar hukum apa saja yang melandasi
pelaksanaan persidangan virtual di Indonesia ini apabila dikaji dalam system hukum pidana Indonesia.
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian penelitian hukum normatif kualitatif. Penelitian
hukum normative merupakan sebuah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara seperti melakukan
penelitian terhadap bahan Pustaka atau data sekunder. Dalam penelitian ini, seringkali hukum
dikonsepkan sebagai sesuatu yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau sebagai kaidah
norma yang merupakan patokan atas aktivitas manusia yang dianggap pantas. Hasil dari penelitian ini
adalah yang pertama, Kegiatan persidangan juga dipengaruhi oleh berbagai masalah akibat pandemi
Covid-19, yaitu dalam proses pidana dengan alasan bahwa terbatasnya masa penahanan menjadi dasar
bagi Mahkamah Agung RI untuk membentuk persidangan virtual sesuai dengan Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang tata cara persidangan tetapi tidak dalam peradilan pidana. Kedua,
pengadilan virtual secara langsung berdampak pada efisiensi administrasi peradilan serta transparansi
proses pencarian keadilan yang mendorong perilaku penegakan hukum yang profesional, transparan,
akuntabel, efektif dan efisien.
Kata Kunci: Pidana Pengadilan Virtual; Persidangan Online; Sistem Peradilan

Abstract
The existence of this pandemic certainly has an impact on several things, one of which is in the legal
realm, namely trials that are conducted virtually or online. Therefore, in this paper, we will discuss the
implementation of virtual trials in Indonesian criminal law with several problem formulations, namely
how the mechanism is carried out in the application of virtual court law in overcoming all criminal
problems that exist in Indonesia, then in this study will discuss the what legal basis underlies the
implementation of this virtual trial in Indonesia when studied in the Indonesian criminal law system. This
research uses qualitative normative legal research. Normative legal research is a legal research
conducted in a way such as conducting research on library materials or secondary data. In this research,
law is often conceptualized as something written in legislation or as norms which are the benchmark for
human activities that are considered appropriate. The results of this study are first, trial activities are
also influenced by various problems due to the Covid-19 pandemic, namely in the criminal process on the
grounds that the limited period of detention is the basis for the Supreme Court of the Republic of
Indonesia to establish a virtual trial in accordance with the Regulation of the Supreme Court of the
Republic of Indonesia Number 1 Year 2019 on trial procedures but not in criminal justice. Second,
virtual courts have a direct impact on the efficiency of judicial administration and the transparency of the
justice-seeking process that encourages professional, transparent, accountable, effective and efficient law
enforcement behavior.
Keywords: Virtual Court; Online Trial; Criminal Justice System.

1
LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah melewati masa terpuruk. Akan tetapi,
Indonesia saat ini telah mengalami banyak kemajuan baik dalam berbagai bidang salah satunya
kemajuan dalam teknologi dan informasi. Teknologi informasi semakin berkembang oleh sebab
itu pemanfaatanya untuk memperlancar tugas-tugas peradilan kian masif melalui peradilan
elektronik (e-court ). Sekarang ini juga telah ada peraturan yaitu adanya Undang-Undang Nomor
19 Tahun 20161 mengenai Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik2 dimana dalam UU tersebut telah dijelaskan dan menagamantkan
pemerintah untuk mendorong dan memberikan dukungan atas teknologi informasi melalui
penegakan dan pembangunan hukum serta pengaturannya sehingga dalam memanfaatkan
teknologi secara aman yang berguna untuk mencegah segala bentuk penyalahgunaan yaitu
dengan memperhatikan segala aspek aspek seperti nilai keagamaan social yang mendasarkan
pada social masyarakat. Keterbukaan proses peradilan merupakan salat satu syarat dalam
menunjang hak ha katas terciptanya sebuah peradilan. Adanya hal itu akan menjadi sebuah
jawaban dalam menjawab kegelisahan yang terdapat pada prosedur birokrasi yang tidak jarang
berliku-liku dimana hal itu akan menyebabkan masyarakat enggan untuk memperjuangkan hak-
haknya dalam memperoleh sebuah keadilan melalui apparat penegak hukum3. Berdasarkan
laporan yang terdapat dalam Ombudsman Republik Indonesia dalam periode tahun 2020,
pengadilan negeri sebagai salah satu Lembaga peradilan yang paling banyak diadukan kurang
lebih sebanyaj 394 aduan yaitu dengan jenis mal administrasi yang paling banyak dikonflikkan
oleh public yaitu perkara yang telah berlarut-larut sebanyak 215 aduan dimana perkara tersebut
tidak dilakukan pemrosesan oleh pengadilan. Dan penyimpangan prosedur sendiri sebanyak 115
aduan serta terdapat ketidakjelasan dan tidak kompeten dalam melaksanakan kerja dalam system
peradilan terhitung sebanyak 117 aduan4. Maka perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, dapat menjadi babak baru untuk mengikis hal-hal tersebut.
Covid-19 atau disebut dengan Virus Corona telah menjadi pusat perhatian oleh berbagai
negara terutama negara Indonesia. Virus tersebut pertama kali muncul di Wuhan, China pada
awal tahun 2020. Virus ini termasuk dalam virus berbahaya karena dengan mudah dapat
menularkan seseorang. Virus tersebut menular melalui droplets orang yang terjangkit virus covid
tersebut. Penularan tersebut dapat menular melalui bersin, lendir, air liur, dan sebagainya.
Penyakit tersebut menyebabkan banyaknya korban jiwa karena menurut data terakhir, virus
tersebut menyebabkan kematian yang cukup besar. Virus tersebut sudah menyebar ke berbagai
negara termasuk Indonesia. Dengan adanya covid tersebut menumbuhkan sebuah pemikiran baru
salah satunya peradilan yang berupaya berinovasi dan melakukan reformasi dari uji coba
konvensional hingga virtual. Indonesia telah mulai menerapkan peradilan pidana virtual
berdasarkan kebijakan, yaitu "Work from Home" sebagai upaya pencegahan penyebaran virus
Corona covid-19. Pandemi Covid-19 telah menyebabkan berbagai masalah di berbagai bidang
kehidupan, termasuk di sektor penegakan hukum. Di satu sisi, Jaksa Penuntut Umum wajib
1
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
2
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
3
F. P. Alviolita and B. N. Arief, “Kebijakan Formulasi Tentang Perumusan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia,” Law Reform 15, no. 1 (2019).
4
www.ombudsman.go.id, “Ombudsman Terima 1.120 Laporan Terkait Lembaga Penegak Hukum Di Tahun 2020,”
last modified 2021, https://ombudsman.go.id/news/r/ombudsman-terima-1120-laporan-terkait-lembaga-penegak-
hukum-di-tahun-2020.
menyelesaikan penanganan perkara pidana, namun di sisi lain ada kekhawatiran bahwa
persidangan yang mengumpulkan sejumlah besar orang akan menyebabkan penyebaran Covid-
19. Oleh karena itu, pengadilan di Indonesia kini telah menerapkan pengadilan virtual 5. Masalah
dengan peradilan pidana virtual di Indonesia adalah bahwa tidak ada legalitas dalam menerapkan
peradilan pidana virtual. Peradilan pidana virtual hanya berdasarkan surat edaran dari Mahkamah
Agung Indonesia dan perjanjian kerja sama antara lembaga peradilan, sedangkan sistem hukum
perdata di Indonesia harus memiliki legalitas dalam bentuk hukum. Legalitas pengadilan virtual
di Indonesia hanya berlaku untuk pengadilan sipil, tetapi peradilan pidana virtual belum ada.
Pembaharuan adalah suatu keharusan, termasuk pembaharuan sistem hukum. Sistem
hukum menurut teori Lawrence M. Friedman, yaitu substansi, struktur, budaya dan
Infrastruktur, semua subsistem harus diperbarui seiring dengan perkembangan zaman. Karena
tidak mungkin keadilan tercapai jika hanya satu sistem yang diperbaiki, seperti keadilan akan
sulit dicapai jika peraturan tidak baik, sebaliknya, paling-paling peraturan tidak akan berguna
jika penegak hukum tidak profesional, maka itu menjadi hubungan sebab akibat dalam
penerapan hukum6. Untuk mencapai penerapan hukum yang berkualitas, sistem hukum juga
harus sejalan dengan tujuan negara Indonesia, yaitu Pancasila. Kehadiran virtual court
merupakan tanda dimulainya era baru keadilan modern di Indonesia. Peradilan pidana
konvensional di Indonesia mengharuskan semua pihak untuk hadir di pengadilan, sedangkan
dalam sistem peradilan pidana virtual dapat dilakukan tanpa kehadiran para pihak. Para pihak
dapat melakukan keadilan di tempat masing-masing. Oleh karena itu, perlu reformasi hukum
acara pidana di Indonesia. Jika melihat negara-negara lain seperti Amerika, Belanda, Australia
dan Inggris, mereka telah menerapkan pengadilan virtual di negara mereka untuk mendukung era
teknologi 4.0 dan pencegahan penularan Covid-19. Latar belakang di atas, dapat dilihat bahwa
sebenarnya peradilan pidana virtual adalah suatu keharusan dengan adanya situasi yang tidak
biasa di era ancaman Pandemic global, selain itu, tanpa keadaan atau kondisi pandemi, pada
kenyataannya era industri teknologi. 4.0 juga merupakan tantangan bagi peradilan modern di
Indonesia, dimana keadilan di dunia telah menggunakan pengadilan virtual di negara masing-
masing. Berdasarkan penelitian terdahulu persidangan yang dilakukan secara virtual atau online
ini telah tertuang dalam surat edaran dimana dalam surat itu disertai poin-point penting sebagai
penunjang pelaksanaan persidangan online tersebut. Peralihan system persidangan yang awalnya
langsung menjadi virtual tentu menimbulkan banyak perbedaan dan dampak yang beragam.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji sebuah rumusan masalah yaitu
membahas mengenai dasar hukum virtual court di Indonesia dan keuntungan penerapan virtual
court di Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui secara jelas mengenai dasar
hukum berlakunya persidangan virtual di Indonesia.

METODE
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum
normatif kualitatif. Penelitian hukum normative merupakan sebuah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara seperti melakukan penelitian terhadap bahan Pustaka atau data sekunder 7.
Menurut Peter Mahmud Marzuki yang dimaksud dengan penelitian hukum normatif adalah suatu
proses yang dipergunakan untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum
5
D. R. Nugroho and S. Suteki, “Membangun Budaya Hukum Persidangan Virtual (Studi Perkembangan Sidang
Tindak Pidana via Telekonferensi),” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 2, no. 3 (2020): 291–304.
6
L. M. Friedman, Sistem Hukum : Perspektif Ilmu Sosial (Cetakan VI) (Bandung: Nusa Media, 2018).
7
S. S. Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003).
maupun doktrin yang dipergunakan untuk menjawab sebuah isu atau masalah hukum yang
sedang dihadapi 8.
Dalam penelitian ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai sesuatu yang tertulis dalam
peraturan perundang-undangan atau sebagai kaidah norma yang merupakan patokan atas
aktivitas manusia yang dianggap pantas9. Dalam penelitian hukum normatif menggunakan
beberapa pendekatan, yaitu pendekatan hukum, pendekatan konseptual, dan pendekatan
komparatif. Dengan menggunakan metode normatif kualitatif ini dalam penelitian ini terkait
dengan pendekatan hukum dan pendekatan terhadap masalah tersebut. Analisis normatif
kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada analisis deskriptif dan prediktif.

PEMBAHASAN DAN ANALISIS


Analisis Pengaturan Virtual Court di Indonesia
Virtual Court Sebagai Budaya Baru Untuk Pengadilan Masa Depan di Indonesia Wabah
Covid-19 telah melumpuhkan aktivitas masyarakat di berbagai sektor, termasuk dalam perspektif
hukum. Kegiatan persidangan juga dipengaruhi oleh berbagai masalah akibat pandemi Covid-19,
yaitu dalam proses pidana dengan alasan bahwa terbatasnya masa penahanan menjadi dasar bagi
Mahkamah Agung RI untuk membentuk persidangan virtual sesuai dengan Peraturan Mahkamah
Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 10 tentang tata cara persidangan. tetapi tidak dalam peradilan
pidana 11. Mengenai penyelenggaraan Peradilan Pidana, Mahkamah Agung (MA) membentuk
Perma tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik di Pengadilan,
yaitu Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan
Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online) 12. Persidangan
yang dahulu dilakukan secara langsung akan tetapi sekarang ini dilakukan secara virtual akibat
adanya pandemic covid-19.
Penerapan Peradilan Pidana Virtual adalah sesuatu yang dapat dilihat sebagai progresif
bagi peradilan di Indonesia yang kini sudah mulai ditetapkan pada saat ancaman wabah Covid
19. Hal ini tentu sesuai dengan prinsip keadilan " cepat, sederhana, dan berbiaya rendah, ini
adalah konsep yang sangat positif untuk masa depan “. Hal lain yang dapat dipelajari dari
persidangan digital adalah dapat menghemat waktu karena Anda tidak perlu menunggu terdakwa
datang ke pengadilan. Kebijakan sistem virtual di peradilan mewujudkan kemajuan dari prinsip
biaya cepat, sederhana, dan rendah. Ini memotong rantai birokrasi yang tidak perlu dan
mencegah praktik menyimpang di peradilan 13. Persidangan secara virtual ini menghindari
terjadinya kerumunan yang kemudian dapat mempermudah penularan virus covid-19.
Peradilan elektronik ini merupakan perubahan adaptasi yang harus diterima dan
dilakukan, karena dunia teknologi informasi telah berkembang. Adaptasi terhadap digitalisasi
keadilan diperlukan dalam kondisi normal baru yang akan datang dalam pola hubungan kerja
8
P. M. Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada, 2010).
9
A. D. Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006).
10
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2019, Tentang Tata Cara Persidangan Tetapi Tidak Dalam
Peradilan Pidana.
11
A. Irawan, “Peranan Kejaksaan Dalam Implementasi Penegakan Hukum Peraturan Mahkamah Agung Ri Nomor:
02 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam Kuhp Terhadap
Penyelesaian Tindak Pidana Harta Kekayaan,” Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum
2, no. 2 (2019): 155–169.
12
Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2020, Tentang Administrasi Dan Persidangan Perkara Pidana Di
Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online).
13
L. J. M. Cornet and J.-L. Van Gelder, “Virtual Reality: A Use Case for Criminal Justice Practice,” Psychology,
Crime & Law 26, no. 7 (2020): 631–647.
antara manusia untuk kehidupan yang akan datang. Pengembangan sistem peradilan modern
berbasis virtual, diharapkan pengadilan yang transparan dan akuntabel akan tercipta14. Ada tiga
masalah utama yang dihadapi lembaga peradilan di seluruh dunia, yaitu lambatnya penanganan
perkara (delay), kesulitan fasilitas umum dan akses (akses), serta integritas aparatur peradilan
(judicial integrity)15. Dengan demikian penggunaan teknologi dalam dunia peradilan akan
memecahkan masalah dalam keadilan konvensional 16.
Dalam pelaksanaan virtual court, infrastruktur juga menjadi pembahasan penting karena
jika tidak memadai maka jelas akan berimplikasi karena tidak memenuhi keadilan bagi
masyarakat. Pengadilan virtual sebagai penerapan hukum membutuhkan pembaharuan dalam hal
infrastruktur. Respons peradilan untuk memenuhi keadilan publik adalah hal utama. Hal ini
dimaksudkan agar akses terhadap keadilan dapat terbuka lebar untuk pemenuhan bagi seluruh
masyarakat17. Dalam menjalankan fungsi peradilan, penegak hukum dalam hal ini juga memiliki
tugas pokok, yaitu keadilan (gerechtigheit), manfaat (zwachmatigheit) dan kepastian
(rechsecherheit). Penegak hukum sebagai organ utama di pengadilan dan sebagai eksekutor
peradilan seperti menuntut, menerima, memeriksa, dan mengadili suatu kasus harus memiliki
konsep profesionalisme, yaitu dalam hal kreativitas, inovasi, dan responsif. Kehadiran peradilan
pidana virtual, akan meningkatkan pengalaman pengguna bagi para pencari keadilan. Peradilan
pidana virtual juga merupakan kesempatan untuk membela diri(audi et alteram partem).
Adanya penggunaan system yang berbasis online ini tentu memberikan kemudahan bagi
berbagai pihak untuk melaksanakan sebuah keadilan dan memperjuangkan hak-hak mereka
sehingga mampu memberikan sebuah perlindungan hukum terhadap para pihak. Adanya
penerapan peradilan secara virtual ini memberikan jejak digital yang tentu sangat sulit untuk
dihilangkan sehingga segala dokumen dapat disimpan dengan aman tanpa hilangnya suatu
dokumen. Adanya e-court ini diharapkan memberikan kemudahan berbagai pihak dalam
memperoleh dan mengetahui sejauh mana kasus yang sedang dihadapi sehingga meningkatkan
rasa percaya terhadap masyarakat dan akses masyarakat atas Lembaga peradilan serta apparat
penegak hukum juga semakin berkembang dan berkualitas 18. Hal ini sepemikiran dengan yang
disampaikan oleh Stephan, jika elemen yang sangat penting dalam proses peradilan itu sendiri
adalah adanya keberadaan Lembaga hukum formal yang kemudian menjadi tempat yang dapat
dipegang kepercayaannya oleh masyarakat sebagai Lembaga yang netral, efektif, dan bersifat
professional. Sedangkan menurut Gollub, sebuah kepuasan serta kepercayaan public itu sendiri
sebagai elemen penting dalam terciptanya sebuah keadilan dan sangat penting bagi Lembaga-
lembaga formal 19. Oleh karena itu, adanya persidangam secara virtual ini menunjukan sebuah
kebudayaan baru dalam peradilan sebagai kemudahan dalam pemberian akses terhadap berbagai
pihak sebuah bentuk pelayanan public dan para pencari keadilan sehingga membuat pengadilan
lebih dapat dipercaya, berintegritas, akuntabelm transparan, bersifat efektif dan efisien. Adanya
14
A. Anand, “Virtual Courts: The Changing Face of Indian Judicial System,” SSRN Electronic Journal. Elsevier BV
(2021).
15
A. Caligiuri, “Cooperation in Judicial, Legal, Security, and Socioeconomic Matters: The Legal Basis of the
Principle of Ne Bis In Idem in the Italian Criminal System (Note by Andrea Caligiuri),” The Italian Yearbook of
International Law Online 29, no. 1 (2020): 456–459.
16
Ibid.
17
S. Handika and M. I. F. Rahim, “Virtual Court’ in the Perspective of Criminal Procedure Code,” International
Journal of Innovative Research and Development 9, no. 6 (2020).
18
S. Handika, M. I. F. Rahim, and R. P. Sudirdja, “Virtual Court Policy For Criminal Justice on Corona Virus
Disease Pandemic,” Substantive Justice International Journal of Law 3, no. 1 (2020).
19
A. Witasari and M. S. Arif, “Implementasi Diversi Guna Mewujudkan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak,” Jurnal Hukum 35, no. 2 (2019).
perkembangan teknologi yang semakin lama makin berkembang diharapkan memberikan
pengaruh dan dampak positif dalam kebermanfaatan.
Pengaturan Virtual Court di Beberapa Negara
Pengadilan virtual pidana yang akan datang juga akan memenuhi rasa keadilan semua
pihak, yang menurut Richard Susskins terdiri dari 7 (tujuh) prinsip keadilan, yaitu keadilan
substantif, yang berisi keputusan yang adil, keadilan prosedural, yang berisi proses yang adil
bagi semua pihak, Keadilan terbuka yaitu transparan dan terbuka untuk semua orang, Keadilan
distributif, yang merupakan sistem yang dapat diakses oleh semua pihak tanpa kecuali, Keadilan
yang proporsional, yaitu rasa keadilan yang proporsional yang proporsional dengan semua pihak
secara tepat, keadilan yang dapat ditegakkan, yang didukung oleh semua pihak, terutama dalam
hukum negara, keadilan berkelanjutan, yaitu mengandung sumber daya yang cukup dalam
perubahan berkelanjutan sehingga terus menjadi yang terbaik 20. Ada perbandingan hukum yang
merupakan salah satu studi ilmu hukum untuk menemukan hal baru dalam sistem saat ini,
sehingga diperlukan perbandingan untuk menjadi tolok ukur pembentukan sistem baru yang
sesuai dengan harapan dan kebutuhan. Ada beberapa negara yang telah menggunakan sistem
peradilan online, yaitu:
Tabel 1. Beberapa Negara dengan Sistem Peradilan Virtual

Negara Dasar Hukum Istilah Yang Digunakan

Amerika Public Act 262 of 2001 America Cyber Court

Australia High Court Bulletins 1996 E-Justice

Belanda Act 78a and 131a Straafvoerdering Remote Justice

Inggris Criminal Justice 1988 act 32 and Statute Roma act 68 Digital Court
(2).

Singapura The Evidence Act 97 Virtual Court


Sumber: Barlian & Herista, 2020 21

Berdasarkan tabel diatas beberapa negara telah memasukan persidangan virtual sebagai
sistem hukum mereka. Dengan keadaan yang ada serta didukung perkembangan teknologi
lembaga peradilan telah dapat mengeksplorasi, merekonstruksi, dan menangkap substansi
keadilan yang semakin berkembang di masyarakat dan kemudian mengembalikannya kepada
masyarakat dalam bentuk keputusan pengadilan yang berfokus pada keadilan, kepastian dan
manfaat hukum. Jaminan perlindungan hak asasi manusia di Konstitusi, pengembangan norma-
norma hak asasi manusia internasional dan nilai-nilai demokrasi, adalah faktor penting dalam
mempengaruhi kebijakan hukum pidana suatu negara. Oleh karena itu, untuk mewujudkan
Indonesia virtual court, diperlukan langkah-langkah yang efektif dan efisien sejak awal
masuknya perkara dalam sistem peradilan pidana sehingga pengadilan, khususnya di tingkat

20
V. Ariyanti, “Equity Sebagai Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Dalam Menyelesaikan Perkara Pidana
Perempuan,” Jurnal Ilmu Hukum 5, no. 1 (2020): 63–84.
21
A. Barlian and A. Herista, “Virtual Court as Alternative On the Future Criminal Justice System in Indonesia,”
Proceedings of The International Conference on Environmental and Technology of Law, Business and Education on
Post Covid 19, ICETLAWBE 2020 (2020).
pertama, mampu melayani kepentingan masyarakat, yang ditandai dengan proses peradilan
berbiaya rendah, peradilan sederhana, dan persidangan dengan waktu untuk menyelesaikan
perkara. Karena secara umum, standar waktu adalah ukuran efisiensi dan efektivitas yang
ditetapkan oleh pengadilan dan lembaga lain untuk mendukung standar kinerja dan indikator
yang bertujuan untuk memastikan proses yang efisien dan akuntabilitas22.
Keuntungan Penerapan Virtual Court
Penerapan pengadilan yang dilakukan secara online atau virtual tentu akan memberikan
akibat atau efek terhadap pelaksanaannya seperti dalam hal administrasi peradilan dan adanya
transparasi dalam proses memperoleh keadilan dimana memberikan dorongan terhadap perilaku
penegakan hukum yang bersifat professional, transparan, akuntabel, efektif, serta efisien 23.
Modernisasi dan reformasi peradilan telah mengakibatkan sebuah keterlambatan dalam hal
penyelesaian penaganan atas kasus serta peningkatan integritas dengan profesionalisme antara
Lembaga penegak hukum. Dampak yang secara langsung dapat diterima oleh seseorang yang
memperjuangkan keadilan itu sendiri adalah melalui penerapan sistem pengadilan virtual mereka
sendiri yang benar-benar memudahkan komunitas pencari keadilan untuk mengakses dan
mengendalikan proses yang sedang berlangsung serta menghemat biaya pengadilan. Teknologi
informasi adalah kebutuhan yang tidak dapat disangkal, namun, menurut pandangan penulis;
harus tetap mematuhi legalitas hukum acara pidana Indonesia, seperti dalam aspek substansial
dan prosedural.
Kebaruan dalam aspek Substansial adalah untuk menciptakan norma-norma hukum di
pengadilan pidana virtual seperti peraturan Mahkamah Agung atau undang-undang dan peraturan
yang setidaknya menjelaskan dalam "keadaan tertentu" dapat memilih atau menggunakan
pengadilan virtual. Kemudian mengenai kebaruan aspek prosedural, yaitu berupa pedoman
pelaksanaan pengadilan virtual dalam perkara pidana yang didasarkan pada hukum acara yang
mengakomodir kepentingan para pihak mulai dari hakim, jaksa penuntut umum, penasehat
hukum, terdakwa, dan saksi/ahli serta prinsip-prinsip hukum acara lainnya. Tujuan modernisasi
peradilan di Indonesia adalah untuk memberikan layanan yang berkualitas, efektif dan efisien
kepada para pencari keadilan. Untuk mencapai pelayanan hukum yang berkualitas, setiap sistem
hukum harus sesuai dengan perkembangan zaman, karena tidak mungkin proses hukum dapat
tercapai dengan baik jika hanya satu sistem yang ditingkatkan seperti penegakan hukum akan
mengalami kesulitan mencapai keadilan dan menegakkan hukum jika peraturan perundang-
undangan masih belum memadai, begitu juga sebaliknya. sebaik mungkin peraturan hukum yang
ditetapkan tidak akan berguna jika penegak hukum tidak profesional, maka itu menjadi
hubungan sebab akibat dalam penerapan hukum untuk membangun sistem hukum yang sejalan
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.
Dalam mereformasi hukum pidana, Indonesia mengakui pengembangan sub-sistem dalam
hukum pidana, yaitu pengembangan struktur, substansi dan budaya. Pembangunan struktur
adalah dengan memperbarui model online untuk penegak hukum dan juga semua pihak terkait
seperti Hakim, Jaksa, Advokat, Saksi, Ahli, korban terdakwa dan pihak lain. Sedangkan dalam
pengembangan substansi adalah pembaharuan norma atau regulasi seperti jenderal yang longgar,
yaitu hukum acara pidana dan peraturan pelaksana seperti Peraturan Mahkamah Agung.
Kemudian dalam pengembangan budaya di virtual court adalah pembaharuan infrastruktur dan
pembaharuan yang mengikuti kondisi budaya dan kebiasaan masyarakat saat ini, akhirnya perlu
22
Muhammad Rafi Urrutab, “Konsep Keadilan Restoratif Dalam Penegakan Hukum Pidana Di Masa Pandemi
Covid 19,” Syntax Idea 3, no. 7 (2021).
23
Nugroho and Suteki, “Membangun Budaya Hukum Persidangan Virtual (Studi Perkembangan Sidang Tindak
Pidana via Telekonferensi).”
memperbaharui infrastruktur yang juga akan mendukung jalannya virtual court di masa depan.
Inilah yang harus diselesaikan dalam sistem hukum nasional Indonesia di masa depan. Sesi
virtual harus direformasi sesuai dengan kebutuhan era saat ini yang tidak dapat dihindari dan
dapat diikuti oleh semua pihak, tetapi karena mereka menyadari banyak kelemahan dan
kekurangan, sesi virtual sebenarnya merupakan bentuk alternatif dari implementasi peradilan
yang dapat dilakukan secara online jika ada keadaan tertentu dan pentingnya kesepakatan semua
pihak dalam kasus ini ke depan.
Keberadaan peradilan pidana virtual setidaknya dapat memenuhi secara substansial untuk
dilakukan dengan benar jika dirumuskan dalam Peraturan Mahkamah Agung atau Peraturan
Perundang-undangan. Dengan adanya regulasi yang jelas dalam pelaksanaan kejahatan virtual,
peradilan pidana virtual tidak akan menjadi masalah dan kecemasan di masyarakat dan pencari
keadilan. Selain itu, konsep pidana virtual akan sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
Pancasila, terutama sesuai dengan sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
dengan sistem yang dapat mengakomodir semua keinginan masyarakat. Dikatakan bahwa sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila, pengadilan peradilan pidana di Indonesia akan lebih saleh,
manusiawi, bersatu, demokratis dan adil secara sosial. Mengacu pada peradilan pidana virtual
yang akan datang juga akan semakin menyadari prinsip keadilan yang cepat, biaya rendah yang
sederhana, prinsip ini juga sejalan dengan nilai-nilai Pancasila di Indonesia.
Dapat dinilai bahwa nantinya penerapan sistem pidana virtual juga akan membuat
persidangan yang cepat tanpa ada hambatan, gangguan dan keterlambatan dalam bentuk apapun.
Virtual court juga akan lebih sederhana, mudah, lebih canggih, kurang rumit oleh birokrasi dan
dapat diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia. Kemudian pengadilan virtual juga tidak akan
memakan biaya banyak dan tidak akan memakan banyak waktu bagi para pencari keadilan.
Tujuan modernisasi peradilan di Indonesia adalah untuk memberikan layanan yang berkualitas,
efektif dan efisien kepada para pencari keadilan. Untuk mencapai layanan hukum yang
berkualitas, setiap sistem hukum harus selaras dengan perkembangan zaman. Secara filosofis,
keberadaan peradilan pidana virtual akan meningkatkan keadilan dan memberikan perlindungan
bagi hak-hak para pihak serta kenyamanan yang signifikan dalam proses peradilan. Secara
sosiologis, keberadaan peradilan pidana virtual merupakan bentuk kehadiran yang telah
ditunggu-tunggu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di era teknologi ini melalui peradilan
pidana virtual. Secara yuridis, keberadaan peradilan pidana virtual adalah sebagai lex generalist,
yaitu prinsip kekuasaan yudisial dan sebagai lex priori dalam peraturan peradilan saat ini, yang
akan segera dipatuhi dan dilaksanakan tanpa ada gejolak dari pihak manapun.

KESIMPULAN
Adanya pandemic covid-19 ini menyebabkan seluruh kegiatan dihentikan salah satunya
persidangan langsung diganti dengan persidangan secara virtual. Persidangan yang dilakukan
secara virtual ini merupakan salah satu bukti nyata yang dilakukan oleh pemerintah khususnya
Mahkamah Agung terhadap seluruh elemen masyarakat maupun pihak lainnya yaitu dengan
memberikan pelayanan public secara cepat, sederhana, dan akurat tanpa adanya penundaan
maupun hambatan kepada masyarakat dalam memperoleh dan memperjuangkan sebuah keadilan.
Karena Mahkamah Agung sendiri memiliki sebuah prinsip “Justice Delayed, Justice Denied”
dimana memiliki arti jika sebuah keadilan itu tertunda maka sama saja seperti tidak adanya
keadilan. Terkait pelaksanaan sidang online ini belum memiliki dasar hukum secara pasti dan
jelas karena hanya muncul informasi jika Mahkamah Agung akan segera mungkin untuk
mengeluarkan peraturan baru dimana aturan itu sebagai pedoman dalam pelaksanaan
persidangan virtual di Indonesia.
Mengenai penyelenggaraan Peradilan Pidana, Mahkamah Agung (MA) membentuk
Perma tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik di Pengadilan,
yaitu Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan
Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online). Sementara ini,
Mahkamah Agung hanya membentuk sebuah aturan yaitu membentuk persidangan virtual sesuai
dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang tata cara persidangan.
Terdapat beberapa negara yang telah melaksanakan sidang online sebagai salah satu upaya untuk
mencegah persebaran virus covid-19 ini antara lain Amerika, Australia, Belanda, Singapura dan
Inggris juga telah menggunakan sistem peradilan pidana Virtual. Dengan adanya atau tidaknya
Covid 19 di Indonesia, sidang pidana virtual tetap harus dipersiapkan sebagai upaya alternatif
dalam keadaan tertentu, sehingga dapat mewujudkan keadilan modern bagi masa depan
Peradilan Pidana di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Asikin, A. D. (2006). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Friedman, L. M. (2018). Sistem Hukum : Perspektif Ilmu Sosial (Cetakan VI). Bandung: Nusa
Media.
Mamudji, S. S. (2003). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Marzuki, P. M. (2010). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada.

Artikel jurnal :
Alviolita, F. P., dan B. N. Arief. Kebijakan Formulasi Tentang Perumusan Tindak Pidana
Pencemaran Nama Baik Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia. Law
Reform, Volume 15 Nomor 1 2019.
Anand, A. Virtual Courts: The Changing Face of Indian Judicial System. SSRN Electronic
Journal Elsevier BV, 2021.
Ariyanti, V. Equity Sebagai Dasar Pertimbangan Putusan Hakim Dalam Menyelesaikan
Perkara Pidana Perempuan. Jurnal Ilmu Hukum, Volume 5 Nomor 1 2020.
Barlian, A., dan A. Herista. Virtual Court as Alternative On the Future Criminal Justice System
in Indonesia. Proceedings of The International Conference on Environmental and
Technology of Law, Business and Education on Post Covid 19, ICETLAWBE 2020.
Caligiuri, A. Cooperation in Judicial, Legal, Security, and Socioeconomic Matters: The Legal
Basis of the Principle of Ne Bis In Idem in the Italian Criminal System (Note by Andrea
Caligiuri). The Italian Yearbook of International Law Online, Volume 29 Nomor 1
2020.
Cornet, L. J. M., dan J.-L. Van Gelder. Virtual Reality: A Use Case for Criminal Justice
Practice. Psychology, Crime & Law, Volume 26 Nomor 7 2020.
Handika, S., dan M. I. F. Rahim. Virtual Court’ in the Perspective of Criminal Procedure Code.
International Journal of Innovative Research and Development, Volume 9 Nomor 6
2020.
Handika, S., M. I. F. Rahim, dan R. P. Sudirdja. Virtual Court Policy For Criminal Justice on
Corona Virus Disease Pandemic. Substantive Justice International Journal of Law,
Volume 3 Nomor 1 2020.
Irawan, A. Peranan Kejaksaan Dalam Implementasi Penegakan Hukum Peraturan Mahkamah
Agung Ri Nomor: 02 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan
Dan Jumlah Denda Dalam Kuhp Terhadap Penyelesaian Tindak Pidana Harta
Kekayaan. Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum, Volume 2
Nomor 2 2019.
Nugroho, D. R., dan S. Suteki. Membangun Budaya Hukum Persidangan Virtual (Studi
Perkembangan Sidang Tindak Pidana via Telekonferensi). Jurnal Pembangunan Hukum
Indonesia, Volume 2 Nomor 3 2020.
Urrutab, M. R. Konsep Keadilan Restoratif Dalam Penegakan Hukum Pidana Di Masa Pandemi
Covid 19. Syntax Idea, Volume 3 Nomor 7 2021.
Witasari, A., dan M. S. Arif. Implementasi Diversi Guna Mewujudkan Restorative Justice
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Jurnal Hukum, Volume 35 Nomor 2 2019.

Internet / Media Online


www.ombudsman.go.id. 2021. Ombudsman Terima 1.120 Laporan Terkait Lembaga Penegak
Hukum Di Tahun 2020. Available from https://ombudsman.go.id/news/r/ombudsman-
terima-1120-laporan-terkait-lembaga-penegak-hukum-di-tahun-2020.

Undang-undang atau peraturan lainnya :


Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2020. Tentang Administrasi Dan Persidangan Perkara
Pidana Di Pengadilan Secara Elektronik (Perma Sidang Pidana Online).
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2019. Tentang Tata Cara Persidangan Tetapi
Tidak Dalam Peradilan Pidana.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai