Anda di halaman 1dari 11

MEMAKSIMALKAN PROSES PENGADILAN ELEKTRONIK UNTUK

KEPENTINGAN BERKELANJUTAN BERAWAL DARI ADAPTASI DI MASA


PANDEMI COVID-19

Rafi Wiraseno*

*Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Korespondensi: rafi.wiraseno@ui.ac.id

Abstrak

Pada masa pandemi, seluruh kegiatan yang membutuhkan jarak dekat serta waktu yang
lama terlebih lagi jika dalam ruangan tertutup tidak bisa dilaksanakan seperti biasanya.
Tanpa terkecuali proses pengadilan yang menjadi suatu tolak ukur penegakkan hukum
dalam suatu wilayah atau yurisdiksi. Namun tentunya proses pengadilan tidak bisa
berhenti begitu saja tanpa adanya penyelesaian dengan cara alternatif lain bagi para
pencari keadilan yang masih membutuhkan kejelasan terkait permasalahan hukum yang
mereka hadapi. Sehingga Mahkamah Agung selaku badan yang mengatur sistem
peradilan di Indonesia mempercepat rencana besarnya tentang reformasi pengadilan
yang salah satunya ada rencana terkait pembuatan sistem pengadilan yang lebih
melibatkan digitalisasi serta elektronifikasi. Namun hal ini tidak bisa berjalan dengan
lancar tanpa adanya proses studi banding terhadap negara-negara lain yang sudah
melaksanakan pengadilan elektronik terlebih dahulu. Dan perlu diperhatikan agar
percepatan proses elektronifikasi pengadilan ini tidak menjadi terbengkalai ketika
pandemi sudah mulai mereda dan kehidupan seperti biasa sudah dapat dilaksanakan
kembali.
Pendahuluan

Dalam perkembangan proses penegakkan hukum khususnya pengadilan, selalu


ada berbagai macam rintangan yang datang dengan harapan dapat ditemukan solusi
penyelesaiannya. Pada kehidupan sehari-hari sudah sering terdengar keluhan
masyarakat umum terkait ketidakadilan yang sering terjadi dalam putusan di
pengadilan. Belum selesai masalah tersebut ditangani, muncul masalah baru lagi yakni
tidak bisanya terselenggara pengadilan karena pandemi Covid-19. Pandemi ini
memaksa seluruh kegiatan yang melibatkan interaksi sosial secara langsung ditunda,
tidak terkecuali kegiatan penting yang menentukan kelanjutan hidup seseorang yakni
pengadilan. Tercatat pada bulan Agustus 2020 ketika beberapa pengadilan memaksakan
untuk menggelar pengadilan secara langsung seperti biasanya, beberapa pegawai
termasuk majelis hakim terkena Covid-19 sehingga berstatus positif.1 Hal ini tidak
hanya terjadi di satu pengadilan, melainkan di beberapa pengadilan. Beberapa
pengadilan yang mengalami kejadian ini antara lain Pengadilan Negeri Surabaya,
Pengadilan Negeri Denpasar, Pengadilan Agama Surabaya, Pengadilan Negeri Parepare
dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun jika seluruh pengadilan yang mengalami
kejadian seperti ini memberhentikan sepenuhnya secara keseluruhan proses pengadilan
maka dapat dipastikan akan terjadi penumpukan kasus yang berimbas kepada tidak
pastinya keadaan hidup seorang terdakwa. Alhasil dibutuhkan adanya solusi alternatif
yang harus segera hadir sebagai bentuk kepastian penyelenggaraan pengadilan di masa
seperti ini.
Pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia ini memang sangat berdampak
pada kehidupan kita bahkan tidak ada satu bidang pun yang luput dari dampak pandemi
ini. Bidang hukum khususnya proses pengadilan menjadi salah satu bidang yang tidak
luput dari dampak yang diakibatkan oleh pandemi covid-19. Alhasil dibutuhkan adanya
solusi alternatif yang harus segera hadir sebagai bentuk kepastian penyelenggaraan
pengadilan di masa seperti ini. Tidak mungkin jika pandemi covid-19 yang melanda
kehidupan kita ini berujung pada pemberhentian segala proses pengadilan yang masih
memerlukan keputusan hakim untuk mencari kepastian keberlanjutan hidup dari
terdakwa. Maka sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019
terkait pelaksanaan pengadilan secara elektronik, akhirnya dilakukan pengadilan yang
sebelum ada pandemi dilaksanakan pada ruang sidang di pengadilan negeri menjadi
dilaksanakan melalui sarana video atau web conference.2
Tentunya jika pelaksanaan pengadilan secara elektronik ini hanya dilaksanakan
ketika pandemi, tindakan ini akan menjadi sebuah keputusan yang kurang efektif.
Pelaksanaan pengadilan secara elektronik ini perlu dilanjutkan sebagai bentuk adaptasi
dari perkembangan teknologi yang sudah berlangsung di masyarakat. Berbagai macam
permasalahan yang hadir dalam pengadilan konvensional bisa juga diminimalisir ketika
penggunaan teknologi dalam pengadilan semakin ditingkatkan.3 Pengaruh lainnya
pemanfaatan teknologi secara lebih baik yakni terlihat pada angka kepercayaan
masyarakat yang bisa meningkat jika terdapat transparansi pada suatu lembaga. Seperti

1
Dian Dewi Purnamasari, “Jumlah Pengadilan Tutup karena Covid-19 Terus Bertambah,”
https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/08/27/sejumlah-pengadilan-tutup-karena-pegawai-positif-
covid-19, diakses 5 Desember 2021.
2
RR. Dewi Anggraini, “Wabah Pandemi Covid-19, Urgensi Pelaksanaan Sidang Secara
Elektronik,” Adalah Buletin Hukum dan Keadilan 4 (2020), hlm. 9.
3
Faisal Luqman Hakim, “Simplifikasi Prosedur Beracara Dengan Pemanfaatan Teknologi
Dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata,” Jurnal Hukum Acara Perdata 5 (Juni 2019),
hlm. 1.
kasus pada lembaga kejaksaan yang telat untuk beradaptasi dengan berkembangnya
teknologi sehingga mengalami pemerosotan angka kepercayaan masyarakat.4 Tidak
hanya kejaksaan, lembaga kehakiman atau pengadilan juga masih mendapatkan angka
kepercayaan yang rendah dari hasil survei masyarakat luas tersebut. Bahkan ketika
kejaksaan mendapatkan tingkat kepercayaan sebesar 72,6 persen dan berada di
peringkat 7, lembaga kehakiman atau pengadilan hanya mendapat tingkat kepercayaan
sebesar 71,9 persen dan berada di peringkat 8 dibawah kejaksaan.5 Namun jika dilihat
secara keseluruhan, dua lembaga ini adalah lembaga yang terlibat secara aktif dalam
proses pengadilan dan penegakkan hukum. Dan sudah seharusnya lembaga penegak
hukum mendapatkan tingkat kepercayaan yang lebih besar apalagi dari masyarakat
selaku salah satu subjek hukum bagi sistem peradilan di Indonesia.
Pengadilan yang sebelumnya selalu dilaksanakan secara konvensional yakni
dengan menghadiri persidangan di tempat, kini harus tertunda karena adanya pandemi
covid-19 yang mengharuskan pengurangan interaksi sosial apalagi dalam ruangan
tertutup. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan terjadi ketidakpastian hukum karena
proses-proses penegakkan hukum tidak berjalan dengan baik. Muncul langkah alternatif
yang dapat menjamin kepastian hukum namun tetap memperhatikan keadaan pandemi
covid-19 yang ada yakni melaksanakan pengadilan secara elektronik. Selain dapat
menjadi jalan keluar dari pengadilan yang terhambat selama masa pandemi covid-19,
pengadilan secara elektronik menurut penelitian Faisal juga dapat meminimalisir
kendala serta permasalahan yang ada ketika pengadilan dilakukan secara konvensional
di ruang sidang.6 Dengan hanya menggunakan dokumen kertas dalam proses pengadilan
dapat membuat pihak yang berperkara terkadang merasa dirugikan karena sulitnya
mengorganisir berkas-berkas tersebut. Terdapat juga beberapa keuntungan yang
didapatkan ketika proses pengadilan lebih melibatkan unsur elektronik dalam
pelaksanaanya, antara lain biaya pengadilan secara berkelanjutan kedepannya akan lebih
murah, mempermudah kinerja para pekerja di pengadilan, dan mempermudah rangkaian
proses pemeriksaan yang ada ketika persidangan.
Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara yang bertugas di bidang
yudisial atau peradilan sudah membuat rencana besar terkait pelaksanaan pengadilan
secara elektronik mengingat banyaknya manfaat yang akan didapat ketika menerapkan
secara nyata. Rencana ini akan direalisasikan dalam rentang tahun 2010-2035, salah
satu bentuk komitmen dalam realisasi pelaksanaan persidangan secara elektronik adalah
dibentuknya aplikasi e-court dan e-llitigasi. Salah satu bentuk nyata digitalisasi
pengadilan yang sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung yakni membuat Sistem
Informasi Penelusuran Perkara. Sistem ini memiliki fungsi untuk dapat membantu
masyarakat umum menelusuri perkara yang sedang ada di pengadilan maupun yang
sudah selesai.7

4
Rudi Pradisetia Sudirdja, “Pemanfaatan Teknologi Cloud Computing Dalam Reformasi
Birokrasi Guna Mewujudkan Kejaksaan Yang Profesional, Komunikatif Dan Akuntabel,” Jurnal Hukum
dan Pembangunan 50 (2020), hlm. 830.
5
Yoga Sukmana, “Survei LSI: DPR, Lembaga Negara dengan Tingkat Kepercayaan Terendah,”
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/31/17242921/survei-lsi-dpr-lembaga-negara-dengan-tingkat-
kepercayaan-terendah?page=all, diakses 6 Desember 2021.
6
Faisal Luqman Hakim, “Simplifikasi Prosedur Beracara Dengan Pemanfaatan Teknologi
Dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata,” Jurnal Hukum Acara Perdata 5 (Juni 2019),
hlm. 9.
7
Faizatush Sholikhah dan Dewi Kumalaeni, “Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP):
Penelusuran Arsip Berkas Perkara di Pengadilan Agama Temanggung,” Jurnal Diplomatika 1 (September
2017), hlm. 41.
E-court sebagai aplikasi pendamping Sistem Informasi Penelurusan Perkara
memiliki berbagai macam fungsi yang dapat memudahkan kedua pihak baik pegawai
pengadilan maupun para masyarakat yang berperkara. Fungsi yang muncul dari
penggunaan e-court antara lain, dapat mendaftarkan perkara secara elektronik,
membayar taksiran biaya pengadilan secara elektronik, melakukan panggilan sidang
secara elektronik, dan pemberitahuan serta pengiriman putusan pengadilan secara
elektronik. Sistem ini sudah berkembang jauh dengan baik di berbagai negara seperti
Amerika, Singapura, India, Australia dan Malaysia. Selanjutnya terdapat aplikasi
terintegrasi lainnya yakni e-litigasi yang dapat mempermudah berjalannya persidangan
perkara perdata selain dalam hal pembuktian. Keuntungan yang diperoleh dari
penggunaan aplikasi e-litigasi antara lain terdapatnya jadwal sidang yang lebih pasti,
lalu dokumen baik jawaban; replik; maupun duplik yang tertulis secara fisik dapat
dikirim secara elektronik, pemeriksaan terhadap saksi dan ahli dapat dilakukan dengan
teleconference, dapat dibacakan putusan perkara tanpa harus dihadiri para pihak, dan
pengiriman salinan putusan dapat dilaksanakan secara elektronik namun tetap
berkekuatan hukum seperi putusan yang tertulis fisik.8
Tentunya jika pelaksanaan pengadilan secara elektronik ini hanya dilaksanakan
ketka pandemi, tindakan ini akan menjadi sebuah keputusan yang kurang efektif.
Pelaksanaan pengadilan secara elektronik ini perlu dilanjutkan sebagai bentuk adaptasi
dari perkembangan teknologi yang sudah berlangsung di masyarakat. Berbagai macam
permasalahan yang hadir dalam pengadilan konvensional bisa juga diminimalisir ketika
penggunaan teknologi dalam pengadilan semakin ditingkatkan. Penting untuk
memaksimalkan pemanfaatan teknologi pada proses pengadilan sekalipun pandemi usai
agar dapat membantu proses penegakkan hukum yang lebih efektif untuk seluruh
masyarakat Indonesia. Keadilan sosial yang dicita-citakan sejak berdirinya negara ini
diharapkan akan semakin mudah tercapai ketika proses pengadilannya dapat berjalan
secara lebih efisien dan benar-benar terbuka dengan pemanfaatan teknologi yang sudah
ada dan akan terus berkembang kedepannya.
Namun semua manfaat serta dampak positif yang datang bersamaan dengan
diterapkannya pengadilan secara elektronik masih menyisakan beberapa masalah
khususnya berkaitan dengan keadaan teknologi serta para penggunanya di Indonesia.
Seperti yang sudah umum diketahui tingkat literasi digital di Indonesia masih sangat
buruk,9 tidak terkecuali bagi beberapa pegawai serta majelis hakim yang ada tersebar di
pengadilan-pengadilan se-Indonesia. Kualitas sinyal yang menjadi faktor penting utama
pendukung penyelenggaraan pengadilan secara digital juga masih belum terlalu baik,
ditemukan pada pengadilan elektronik yang sudah berjalan terjadi kesulitan
penyampaian pendapat baik dari saksi maupun terdakwa kepada majelis hakim
dikarenakan kondisi sinyal yang kurang baik.10 Hal ini memperburuk pengadilan untuk
para terdakwa pidana, terlebih ketika penasihat hukum terdakwa ingin mengamati
secara detail barang bukti yang dikaitkan dengan dakwaan kliennya. Ketika pengadilan
dilaksanakan secara digital, proses pengamatan barang bukti tidak dapat dilakukan

8
Murshal Sanjaya, “Digitalisasi Pengadilan dalam Penyelesaian Perkara,” YUME: Journal of
Management 3 (2020), hlm. 76.
9
Akbar Evandio, “Kominfo: Literasi Digital Masyarakat Masih Jadi Tantangan,”
https://teknologi.bisnis.com/read/20210318/101/1369062/kominfo-literasi-digital-masyarakat-masih-jadi-
tantangan, diakses 5 Desember 2021.
10
Handoyo, “Ini Kendala Sidang Online, Mulai dari Potensi Diretas Hingga Masalah Koneksi
Internet,” https://nasional.kontan.co.id/news/ini-kendala-sidang-online-mulai-dari-potensi-diretas-hingga-
masalah-koneksi-internet, diakses 5 Desember 2021.
dengan baik sehingga terdapat kecenderungan kekeliruan terhadap proses berjalannya
pengadilan.
Tujuan artikel ini membahas pentingnya memaksimalkan pemanfaatan teknologi
pada proses pengadilan sekalipun pandemi usai adalah untuk membantu proses
penegakkan hukum yang lebih efektif untuk seluruh masyarakat Indonesia. Keadilan
sosial yang dicita-citakan sejak berdirinya negara ini diharapkan akan semakin mudah
tercapai ketika proses pengadilannya dapat berjalan secara lebih efisien dan benar-benar
terbuka dengan pemanfaatan teknologi yang sudah ada dan akan terus berkembang
kedepannya. Tujuan ini dapat dicapai dengan susunan artikel yang akan terdiri dari
beberapa bagian. Bagian pertama pada pembahasan yang akan melanjutkan
pendahuluan akan difokuskan untuk membahas bagaimana proses pengadilan dengan
pemanfaatan teknologi ini sudah berlangsung di negara lain. Lalu pada bagian kedua,
artikel ini akan mencoba membahas sudah sejauh apa Indonesia sendiri sebagai negara
hukum menjalankan proses pengadilan dengan memanfaatkan teknologi serta peraturan-
peraturan apa saja yang sudah ada untuk mengaturnya. Dan di bagian ketiga yang akan
menjadi bagian terakhir, akan dibahas mengenai hal-hal apa yang perlu dilakukan serta
peraturan apa yang mesti diterbitkan untuk dapat mengatur lebih jauh proses pengadilan
secara elektronik agar lebih efisien dan efektif.

Pembahasan

Pengadilan secara elektronik sudah seharusnya dapat berkembang lebih jauh lagi
melihat banyaknya keuntungan yang akan didapatkan oleh kedua pihak yakni bagi
pengadilan maupun masyarakat. Pengadilan yang sebelumnya kurang memperhatikan
manfaat dari pemaksimalan dilakukannya pengadilan secara elektronik kini menjadi
sangat memperhatikan karena ada disrupsi dalam sistem peradilan berupa pandemi
covid-19 yang melanda Indonesia. Pandemi ini pada awalnya memang melumpuhkan
segala bentuk proses penegakkan hukum yakni pengadilan di Indonesia, namun disisi
lain pandemi ini juga menjadi pembuka pikiran para petinggi dalam sistem peradilan di
Indonesia untuk lebih memperhatikan kesiapan dari sistem pengadilan secara elektronik.
Perkembangan Pengadilan Elektronik di Beberapa Negara Lain
Pengadilan elektronik yang sudah berkembang di beberapa negara lain memang
tidak dapat dipungkiri sudah terlampau jauh perkembangannya dari pengadilan
elektronik yang baru saja dikembangakan di Indonesia. Seperti di negara Singapura,
negara ini telah menerapkan ID Pass yang wajib digunakan oleh para pihak yang akan
berperkara di pengadilan. Bagi para warga negara individu mereka mendapatkan ID
dengan jenis SingPass ID, sedangkan untuk subjek yang berupa badan hukum mereka
mendapatkan jenis ID berupa CorpPass ID.11 Dengan ID Pass, baik warga negara
maupun badan hukum sudah dapat mengajukan proses persidangan maupun mengakses
data persidangan yang memang sesuai kebutuhan masing-masing pihak. Hal ini tentu
saja dapat terjadi karena penerapan pengadilan elektronik di Singapura sudah jauh lebih
dulu dikembangkan ketimbang sistem pengadilan elektronik yang ada di Indonesia.
Selain Singapura, ada beberapa negara lain yang sudah cukup baik juga
perkembangannya dalam hal pengadilan elektronik yakni antara lain; Australia;
Amerika Serikat; Britaria Raya dan Kanada. Negara Italia juga sudah memiliki sistem
pengadilan elektronik yang dinamakan Italian Trial Online, sistem ini mulai
11
Ika Atikah, “Implementasi E-Court dan Dampaknya Terhadap Advokat Dalam Proses
Penyelesaian Perkara di Indonesia,” Proceeding – Open Society Conference (2018), hlm. 109.
direncanakan pada tahun 2001 dengan tujuan utama menguji coba membentuk suatu
pengadilan yang bersifat paperless. Jadi ketika tujuan ini terlaksana akan terbentuk
sebuah proses persidangan yang secara penuh menggunakan teknologi komputer dan
gawai lainnya dari mulai pendaftaran perkara, pemutusan sidang dan pelaksanaan
putusan. Namun karena adanya hambatan dalam pemenuhan peralatan pendukung,
rencana ini baru dapat dijalankan pada tahun 2004 dan beroperasi secara penuh di tahun
2005. Terdapat kesamaan antara negara-negara yang sudah mengembangkan sistem
pengadilan elektroniknya terlebih dahulu yakni sudah adanya tingkat perkembangan dan
penetrasi internet yang cukup merata. Dan negara-negara ini sudah mendapatkan serta
merasakan bukti nyata dari manfaat penerapan pengadilan elektronik yang sudah
berjalan yakni: (1) Lebih murahnya biaya terhadap keseluruhan proses perkara
persidangan, (2) Waktu untuk persidangan suatu perkara semakin cepat sehingga
semakin banyak perkara yang dapat diselesaikan, (3) Proses pengadilan menjadi
semakin transparan dan semakin mudah untuk dapat diawasi baik oleh otoritas yang
berwenang mengawasi maupun masyarakat luas.12
Selain negara-negara maju yang perkembangannya sudah merata, ada juga
negara yang perkembangan sarana dan prasarananya masih cukup rendah dan kurang
merata seperti Indonesia, yakni Republik Rakyat Tiongkok. Tiongkok juga termasuk
negara yang baru mengembangkan sistem pengadilan elektroniknya dikarenakan
menurut pemerintah setempat, dengan banyaknya penduduk di negara tersebut maka
akan menjadi suatu kemajuan yang sangat bermanfaat jika dapat dikembangkan
pengadilan elektronik yang manfaat paling besarnya yaitu memotong waktu
persidangan suatu perkara menjadi lebih pendek. Sistem pengadilan ini nantinya akan
dikenal dengan nama Zhi Hui Fa Yuan atau Smart Court yang berarti pengadilan
pintar.13 Nama ini terbentuk karena nantinya dalam proses pelaksanaan secara nyata dari
sistem pengadilan elektronik yang akan dilakukan di Tiongkok akan menggunakan
banyak teknologi terbaru yang akan membuatnya berbeda dengan negara-negara yang
sudah terlebih dahulu menerapkan sistem pengadilan elektronik. Salah satu teknologi
terbaru atau inovasi yang akan digunakan yakni ialah teknologi Artificial Inteligence,
teknologi ini merupakan sebuah kecerdasan buatan yang menggunakan komputer untuk
melakukan pekerjaannya sendiri tanpa perlu dilakukan input oleh manusia atau
penggunanya terlebih dahulu. Teknologi ini nantinya akan memudahkan para pelaksana
persidangan dan hakim yang pastinya akan semakin mudah serta akan membuat
putusannya semakin tepat dan adil untuk terdakwa maupun masyarakat luas lainnya.
Pengadilan Elektronik Serta Regulasinya di Indonesia
Setelah mencoba melihat penerapan bagaimana terlaksananya pengadilan
elektronik di berbagai negara lain, maka selanjutnya akan dibahas bagaimana
perkembangan pengadilan elektronik dari Indonesia. Mahkamah Agung selaku lembaga
yang mengatur serta mengawasi seluruh sistem peradilan di Indonesia sudah membuat
cetak biru pembaruan peradilan 2010-2035 yang salah satu isinya meliputi proses
perkembangan pengadilan elektronik walaupun lebih luasnya lebih menuju pada proses
pembuatan lembaga peradilan yang lebih transparan. Terbukti bahwa kurang
transparannya suatu lembaga publik terhadap masyarakat luas dapat berpengaruh
terhadap kinerja dari lembaga tersebut. Laporan Ombudsman Republik Indonesia
mengatakan bahwa dari tahun 2014 sampai 2016, pengadilan negeri termasuk kedalam
12
Giampiero Lupo dan Jane Bailey, “Designing and Implementing e-Justice Systems: Some
Lessons Learned from EU and Canadian Examples,” Laws 4 (2013), hlm. 373.
13
Changqing Shi, Tania Sourdin dan Bin Li, “The Smart Court – A New Pathway to Justice in
China?” International Journal For Court Administration 12 (2021), hlm. 2.
jajaran lembaga publik yang laporan kinerja buruknya cukup tinggi. Total secara
keseluruhan terdapat 394 angka laporan kinerja buruk pengadilan negeri yang diterima
oleh Ombudsman, dari total laporan tersebut terdapat 215 aduan terkait penundaan
perkara yang berlarut-larut; lalu ada 117 aduan terkait tidak kompetennya dalam
pelaksanaan persidangan; dan 115 aduan tentang adanya kejadian penyimpangan
prosedur persidangan.14 Oleh karena itu rencana pembaruan peradilan yang sudah
disusun oleh Mahkamah Agung harus segera dilaksanakan dan dilaksanakan dengan
serius tidak dengan prinsip asal terlaksana.
Pelaksanaan e-Court di beberapa pengadilan negeri juga sudah memberikan
bukti nyata bahwa sistem pengadilan elektronik memberikan manfaat yang besar. Pada
tahun 2018 Mahkamah Agung mengeluarkan laporan tahunan yang mengatakan pada
tahun 2018 terdapat 18.544 perkara masuk yang terdiri dari 17.156 perkara baru di
tahun 2018 dan 1.388 perkara sisa dari tahun angaran 2017. Dari 18.544 perkara
tersebut yang berhasil sampai pada tahap putusan yakni 17.638 perkara dengan
persentase sekitar 96,33 persen. Tingkat penyelesaian ini melebihi target putusan yang
dibuat oleh Mahkamah agung yakni hanya 75 persen. Lalu jika dibandingkan dengan
tahun 2012 ketika e-Court belum diluncurkan, sisa perkara yang tersisa berada di angka
10.112 perkara. Tingkat persentase turunnya jumlah sisa perkara dari tahun 2012 ke
tahun 2018 yakni 91,04 persen.15 Dengan ini maka akan semakin baik jika pelaksanaan
e-Court yang baru dilaksanakan pada beberapa pengadilan diperluas ke pengadilan-
pengadilan lain bahkan lebih baik lagi jika bisa sampai ke seluruh pengadilan.
Pelaksanaan e-court yang tadinya hanya terlaksana di beberapa pengadilan
negeri uji coba menjadi terlaksana di seluruh pengadilan negeri yang ada di Indonesia
dikarenakan adanya pandemi covid-19 yang menyebabkan seluruh kegiatan persidangan
seperti pada biasanya tidak diperbolehkan. Virus covid-19 yang menyebar melalui
interaksi sosial jarak dekat serta terjadi di ruangan tertutup dalam jangka waktu yang
lama ini menyebabkan pengadilan yang belum siap beralih atau melaksanakan
pengadilan elektonik menjadi harus siap. Namun ketidaksiapan ini kemudian dilindungi
oleh keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 yang menjelaskan
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di
Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya. 16
Dalam surat edaran ini, Mahkamah Agung menegaskan beberapa hal antara lain
pemeriksaan khusus untuk perkara pidana, pidana militer, dan jinayat tetap
diperbolehkan untuk terlaksana dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Namun
hal itu juga terbatas pada kasus yang terdakwanya sudah dalam masa tahanan dan tidak
dapat begitu saja menunda proses pemeriksaan sehingga masa penahanannya terkena
perpanjangan. Untuk persidangan terkait hal lain dan terdakwanya tidak dalam masa
tahanan tetapi memiliki batasan waktu bagi pengadilan untuk dapat menyelesaikan
perkara tersebut dengan memberi putusan, maka diperbolehkan kepada pengadilan
negeri maupun pengadilan tinggi untuk menuliskan alasan penundaan penyelesaian
perkara berupa alasan keadaan luar biasa dalam berita acara sidang.

14
Sahira Jati Pratiwi, Steven dan Adinda Destaloka Putri Permatasari, “The Application of e-
Court as an Effort to Modernize the Justice Administration in Indonesia: Challenges and Problems,”
Indonesian Journal of Advocacy and Legal Services 2 (2020), hlm. 41.
15
Tim IT, “E-court dan Masa Depan Sistem Peradilan Modern di Indonesia,” https://ptun-
yogyakarta.go.id/index.php/artikel/193-e-court-dan-masa-depan-sistem-peradilan-modern-di-
indonesia.html, diakses 6 Desember 2021.
16
Wahyu Iswantoro, “Persidangan Pidana Secara Online, Respon Cepat MA Hadapi Pandemi
Covid-19,” Jurnal SELISIK 6 (Juni 2020), hlm. 61.
Sebelum pandemi memaksakan persidangan elektronik dilaksanakan secara luas,
Mahkamah Agung dalam rancangan besar pembaruan peradilan 2010-2035 sudah
memasukkan pengadilan elektronik sebagai salah satu fokusnya untuk menjadi bagian
dari pembaruan peradilan dan membentuk lembaga peradilan yang transparan. Rencana
ini kemudian tertuang jelas dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018
yang mengatur tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Namun
dikarenakan adanya kekurangan terhadap peraturan tersebut terutama terkait dengan tata
cara persidangan secara elektronik maka dikeluarkan peraturan baru yang memuat
secara menyeluruh terkait tata cara persidangan elektronik dari mulai pendaftaran
perkara sampai keluarnya putusan yang menandakan proses persidangan selesai.17
Peraturan baru tersebut adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019
tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Dalam Perma No. 1 Tahun 2019 dijelaskan tahapan-tahapan persidangan
elektronik yang bisa dilakukan dari mulai pendaftaran sampai putusan dikeluarkan.
Pada pendaftaran perkara online, khusus untuk advokat yang sudah dilantik pada
pengadilan tingkat banding dapat mendaftarkan perkaranya pada aplikasi e-Court secara
langsung. Perkara ini dapat berupa gugatan, bantahan, gugatan sederhana dan juga
permohonan. Untuk jenisnya yang dapat didaftarkan yakni ada perkara Peradilan
Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara. Lalu setelelah
mendaftarkan perkara, proses selanjutnya yang dapat dilakukan secara online yakni
pembayaran biaya panjar. Setelah pembayaran, pemanggilan bagi pihak penggugat yang
diwakili advokat saat proses pendaftaran juga dapat dilakukan secara elektronik. Lalu
ketika persidangan sudah berlangsung, beberapa proses dapat juga dilaksanakan secara
elektronik seperti pengiriman replik, duplik, kesimpulan dan atau jawaban yang
nantinya dapat diakses baik oleh pihak pengadilan maupun pihak yang berperkara.
Langkah Serta Regulasi yang Diperlukan Untuk Memaksimalkan Proses
Pengadilan Elektronik di Indonesia
Setelah memahami berbagai perkembangan pengadilan elektronik di berbagai
negara lain dan di Indonesia. Perlu ada langkah untuk dapat merumuskan hal-hal apa
saja serta peraturan-peraturan apa yang masih diperlukan untuk mengejar ketertinggalan
Indonesia terhadap negara lain yang sudah terlebih dahulu melaksanakan dan
menerapkan pengadilan elektronik. Hal ini diperlukan karena manfaat-manfaat yang
dibawa oleh pengadilan elektronik sangat dapat membantu keadaan hukum Indonesia
yang masih kurang baik. Manfaat tersebut antara lain yakni, biaya perkara baik
pendaftaran maupun selama berlangsungnya sidang semakin kecil, proses dari mulai
pendaftaran sampai keluarnya putusan semakin cepat, dan semua hal itu dapat dirasakan
dengan prosedur yang tidak sulit dan memudahkan para pencari keadilan.
Langkah pertama yakni diperlukan adanya proses studi banding terutama ke
negara-negara yang sudah sangat lama menerapkan proses pengadilan elektronik dan
terlihat berjalan dengan sangat baik seperti negara singapura. Lalu ketika sudah
mendapatkan dasar-dasar hal apa saja yang perlu diterapkan untuk menerapkan
pengadilan elektronik yang seperti umumnya, dapat dilanjutkan dengan melakukan studi
banding ke negara yang ingin menerapkan pengadilan elektronik secara lebih
berkelanjutan yakni negara Tiongkok. Dengan studi banding ke negara Tiongkok dapat
ditemukan langkah-langkah apa saja yang sebaiknya dihindari jika ingin menerapkan
sistem pengadilan elektronik yang tidak seperti pada umumnya. Lalu untuk langkah
17
Baiq Paridah, “Implementasi dan Dampak E-Court (Electronics Justice System) Terhadap
Advokat Dalam Proses Penyelesaian Perkara di Pengadilan Negeri Selong,” Jurnal JURIDICA 2
(November 2020), hlm. 46.
konkrit setelah melakukan studi banding dan menemukan segala hal terkait
pemaksimalan proses pengadilan elektronik, lembaga terkait yang membawahi sistem
peradilan di Indonesia dapat membentuk peraturan yang melengkapi aturan-aturan
terkait pengadilan elektronik sebelumnya dengan segala hal yang akan diterapkan
kedepannya dari perolehan proses studi banding.

Kesimpulan

Segala proses pengadilan elektronik yang sudah berjalan dan diterapkan di


Indonesia masih belum cukup memberikan manfaat yang maksimal terhadap keadaan
hukum di negara ini. Namun proses pengadilan elektronik yang terlaksana sedari lama
dan dilakukan secara maksimal di beberapa negara lain terbukti membawa manfaat
yang sangat besar terhadap kehidupan hukum di negara-negara tersebut. Sehingga
diperlukan adanya proses belajar dan menerapkan serta memperbaiki kekurangan yang
harus dilakukan oleh Mahkamah Agung selaku lembaga yang membawahi seluruh
sistem peradilan di Indonesia sehingga manfaat-manfaat maksimal yang sudah
dirasakan oleh negara-negara lain itu dapat dirasakan juga oleh masyarakat Indonesia.
Dan percepatan penerapan pengadilan elektronik yang terjadi karena diawali oleh
adanya pandemi covid-19 tidak boleh berhenti ketika nantinya pengadilan konvensional
sudah dapat dilaksanakan kembali. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pelaksanaan
pengadilan elektronik di Indonesia sejauh ini bukan berasal dari proses pengadilan
elektroniknya melainkan dari sumber daya manusia yang melakukannya serta sarana
dan prasarana yang menunjangnya. Sehingga tidak dapat dibenarkan jika alasan untuk
tidak ingin melanjutkan dan memaksimalkan proses pengadilan elektronik karena
adanya kekurangan-kekurangan tersebut.
Daftar Pustaka

Buku

Suadi, Amran. Buku Pembaruan Hukum Acara Perdata di Indonesia Menakar


Beracara di Pengadilan Secara Elektronik. Cet. 1. Jakarta: Prenada Media Group,
2019.

Artikel Jurnal

Anggraini, RR. Dewi. “Wabah Pandemi Covid-19, Urgensi Pelaksanaan Sidang Secara
Elektronik”. Adalah Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 4:1 (2020).
Hakim, Faisal Luqman. “Simplifikasi Prosedur Beracara Dengan Pemanfaatan
Teknologi Dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata”. Jurnal
Hukum Acara Perdata, Vol. 5:1 (Juni 2019).
Sudirdja, Rudi Pradisetia. “Pemanfaatan Teknologi Cloud Computing Dalam Reformasi
Birokrasi Guna Mewujudkan Kejaksaan Yang Profesional, Komunikatif Dan
Akuntabel”. Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 50:4.
Sanjaya, Murshal. “Digitalisasi Pengadilan dalam Penyelesaian Perkara”. YUME :
Journal of Management, Vol. 3:2 (2020). Hlm. 68-79.
Sholikhah, Faizatush dan Dewi Kumalaeni. “Sistem Informasi Penelusuran Perkara
(SIPP): Penelusuran Arsip Berkas Perkara di Pengadilan Agama Temanggung.”
Jurnal Diplomatika 1 (September 2017). Hlm. 38-46.
Atikah, Ika. “Implementasi E-Court dan Dampaknya Terhadap Advokat Dalam Proses
Penyelesaian Perkara di Indonesia.” Proceeding – Open Society Conference
(2018). Hlm. 107-127.
Lupo, Giampiero dan Jane Bailey. “Designing and Implementing e-Justice Systems:
Some Lessons Learned from EU and Canadian Examples.” Laws 4 (2013). Hlm.
353-387.
Shi, Changqing, Tania Sourdin dan Bin Li. “The Smart Court – A New Pathway to
Justice in China?” International Journal For Court Administration 12 (2021). Hlm. 1-
19.
Pratiwi, Sahira Jati, Steven dan Adinda Destaloka Putri Permatasari. “The Application
of e-Court as an Effort to Modernize the Justice Administration in Indonesia:
Challenges and Problems.” Indonesian Journal of Advocacy and Legal Services
2 (2020). Hlm. 39-57.
Iswantoro, Wahyu. “Persidangan Pidana Secara Online, Respon Cepat MA Hadapi
Pandemi Covid-19.” Jurnal SELISIK 6 (Juni 2020). Hlm. 56-63.
Paridah, Baiq. “Implementasi dan Dampak E-Court (Electronics Justice System)
Terhadap Advokat Dalam Proses Penyelesaian Perkara di Pengadilan Negeri
Selong.” Jurnal JURIDICA 2 (November 2020). Hlm. 41-54.

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Administrasi


Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Perma No. 1 Tahun
2019.
Indonesia, Mahkamah Agung. Surat Edaran Mahkamah Agung tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di
Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.
SEMA No.1 Tahun 2020.
Indonesia, Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Administrasi
Perkara di Pengadilan Secara Elektronik. Perma No. 3 Tahun 2018.

Laman Internet

Handoyo. “Ini Kendala Sidang Online, Mulai dari Potensi Diretas Hingga Masalah
Koneksi Internet.” https://nasional.kontan.co.id/news/ini-kendala-sidang-online
-mulai-dari-potensi-diretas-hingga-masalah-koneksi-internet. Diakses 5
Desember 2021.
Akbar Evandio. “Kominfo: Literasi Digital Masyarakat Masih Jadi Tantangan.”
https://teknologi.bisnis.com/read/20210318/101/1369062/kominfo-literasi-
digital-masyarakat-masih-jadi-tantangan. Diakses 5 Desember 2021.
Purnamasari, Dian Dewi. “Jumlah Pengadilan Tutup karena Covid-19 Terus
Bertambah.” https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/08/27/sejumlah-pengadilan-
tutup -karena-pegawai-positif-covid-19. Diakses 5 Desember 2021.
Susilo, Joko. “Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tutup Sementara Karena Covid-19.”
https://www.antaranews.com/berita/2225194/pengadilan-negeri-jakarta-pusat
-tutup-sementara-karena-covid-19. Diakses 5 Desember 2021.
Salim, Agus. “Kantor PN Medan Tutup Sepekan Setelah 38 Orang Positif Covid-19.”
https://www.antaranews.com/berita/1705342/kantor-pn-medan-tutup-sepekan
-setelah-38-orang-positif-covid-19. Diakses 5 Desember 2021.
Aziz, Abdul. “Ketua Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Lampung Positif Covid-19.”
https://tirto.id/ketua-pengadilan-tinggi-tanjungkarang-lampung-positif-covid-19
-f7mx. Diakses 5 Desember 2021.
BBC Indonesia. “Covid-19: Penutupan Pengadilan di Berbagai Daerah Dikhawatirkan
Berbuntut Penumpukan Kasus, Persidangan Virtual ‘Memberatkan’ Pencari
Keadilan.” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53837738. Diakses 5
Desember 2021.
Sukmana, Yoga. “Survei LSI: DPR, Lembaga Negara dengan Tingkat Kepercayaan
Terendah.” https://nasional.kompas.com/read/2018/07/31/17242921/survei-lsi
-dpr-lembaga-negara-dengan-tingkat-kepercayaan-terendah?page=all. Diakses 6
Desember 2021.
Admin. “Perma No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di
Pengadilan Secara Elektronik.” https://pn-telukkuantan.go.id/2019/12/26/perma
-no-1-tahun-2019-tentang-administrasi-perkara-dan-persidangan-di-pengadilan
-secara-elektronik/. Diakses 6 Desember 2021.
Tim IT. “E-court dan Masa Depan Sistem Peradilan Modern di Indonesia.” https://ptun
-yogyakarta.go.id/index.php/artikel/193-e-court-dan-masa-depan-sistem-
peradilan-modern-di-indonesia.html. Diakses 6 Desember 2021.

Anda mungkin juga menyukai