Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN E-COURT DAN E-LITIGASI

DALAM PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2022


TENTANG ADMINISTRASI PERKARA DAN PERSIDANGAN SECARA
ELEKTRONIK
(Studi di Pengadilan Agama Pasuruan Tahun 2022)

Nasaritha Randithia Permata


Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana
Universitas Islam Malang
Email: nasaritha@gmail.com

Abstrak

Lahirnya Perma Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi perkara dan


persidangan di pengadilan secara elektronik, kehadirannya diharapkan mampu
memberikan kemudahan bagi para pencari keadilan dan untuk menjawab beberapa
tiga persoalan utama, yaitu keterlambatan (delay), keterjangkauan (access), dan
intergritas penanganan suatu perkara (integrity). Dari keseluruhan jumlah perkara
yang didaftarkan secara e-court di Pengadilan Agama Pasuruan pada tahun 2022 tidak
berbanding lurus dengan jumlah perkara yang diproses melalui e-Litigasi sehingga
tujuan agar masyarakat untuk mendapatkan keadilan melalui persidangan secara
elektronik belum sesuai dengan asas peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pada penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris yang bersifat
deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Sumber data
dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari lapangan dan data
sekunder dari kepustakaan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Uji keabsahan data dilakukan dengan
trianggulasi sumber dan teori. Teknik analisis data berupa reduksi data, penyajian data,
verifikasi data dan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini yaitu Pertama, bahwa e-court
dan e-Litigasi di PA Pasuruan pada tahun 2022 telah berjalan, namun belum
maksimal. Kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ecourt dan e-litigasi
di PA Pasuruan pada tahun 2022 adalah kurangnya literasi atau pemahaman bagi
kalangan hakim khususnya yang sudah senior dan kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap penggunaan teknologi dan informasi serta kurangnya sosialisasi dari aparatur
Pengadilan Agama Pasuruan terkait e-Litigasi kepada masyarakat maupun para
penegak hukum. Ketiga, upaya yang dilakukan PA Pasuruan untuk meningkatkan
penggunaan e-court dan e-litigasi di Pengadilan Agama Pasuruan adalah
mensosialisasikan terkait fitur terbaru yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung yaitu
e-Litigasi yang dilakukan dengan cara melakukan seminar-seminar, siaran di radio
atau televisi, maupun dalam media sosial atau media cetak seperti koran, majalah dan
lainnya yang memungkinkan dapat tersampaikan kepada masyarakat..

Kata Kunci: Problematika, Penerapan, Upaya Peningkatan e-court dan e-Litigasi.

1
A. Pendahuluan

Teknologi Informasi semakin berkembang dari waktu ke waktu.


Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia memberikan kontribusi positif
dalam memperoleh kemudahan informasi kapanpun dan dimapun. Dengan
menghubungkan computer atau smartphone ke jaringan internet maka semua
dapat dengan mudah diakses tanpa batas. Perkembangan Teknologi Informasi
telah masuk ke seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Pemerintah sebagai penyedia utama layanan publik dituntut untuk mengikuti
perkembangan . Salah satu implementasi teknologi tersebut bahkan sudah
mencapai ke ranah Kekuasaan Kehakiman yang mana terlihat dalam Lembaga
Peradilan yang menghadirkan e-court sebagai wujud The Electronic Justice
System dalam hal perbaikan sektor hukum dan politik di Indonesia.
Sebelum e-court muncul, proses peradilan dilaksanakan dengan cara manual
serta dalam pelaksanannya lembaga peradilan pada saat itu justru hanya
mendapati sebagian masalah atau kendala yang cukup terbilang kompleks
diantaranya tahapan penyelesaian sengketa yang cukup lama, biayanya yang
terlampau mahal, pengadilan dirasa kurang tanggal perihal penanganan dari
adanya suatu perkara hingga suatu putusan biasanya lebih cenderung untuk tidak
dapat menyelesaikannya permasalahan, dan juga terjadinya tumpukan-tumpukan
terkait perkara pada tingkat Kasasi atau Mahkamah Agung yang sehingga pada
akhirnya di tahun 2018, ada sebuah ide maupun gagasan dari lembaga peradilan
guna menerapkannya konsep digitalisasi perkara dengan mempergunakan suatu
perangkat lunak, yakni e-Court. Aplikasi ini diharap bisa memberikan bantuan
terkait para pencari yang namanya keadilan serta mampu dalam mengatasinya
bermacam-macam rintangan serta hambatan yang selama ini dirasakan oleh para
masyarakat sehingga pelaksanaan perihal asas peradilan yang dilaksanakannya
dengan cukup sederhana, biaya yang ringan, cepat, bisa diraih ataupun tercapai.1
Dalam mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai
dengan pada pasal 2 ayah (4) Undang-Undang Nomer 48 Tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman perlu dilakukan pembaruan dalam system peradilan untuk
mengatasi kendala dan hambatan dalam proses penyelesaian perkara. Perlu
adanya inovasi baru yang dipadukan kecanggihan teknologi di era digital saat ini.
Para pencari keadilan pun menginginkan berperkara cepat dan tidak bertele-tele
sehingga menghabiskan banyak biaya dan juga waktu. Pengadilan sebagai sarana
pelayanan publik yang merupakan fasilitas Lembaga kenegaraan harus
menyediakan ruang keadilan sebagai asas kemanfaatan.
Sejak diberlakukannya Perma Nomor 3 Tahun 2018, masyarakat semakin
mudah mengajukan perkara di pengadilan. Namun Perma No. 3 Tahun 2018
masih terbatas mengatur pada administrasi perkara yang tidak mencakup proses
peradilan elektronik, begitu juga dengan permohonan e-court cuma bisa
dipergunakan oleh pengacara yang sudah teregistrasi. Bahwa Advokat yang
belum terdaftar atau masyarakat umum tidak memiliki kesempatan untuk
menggunakan e-Court. 2 Oleh karena itu, Perma Nomor 3 Tahun 2018 dirubah
menjadi Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara Dan
Persidangan Secara Elektronik. Ketentuan Perma tersebut mencakup proses

1 Pengadilan Tinggi Agama Maluku Utara, “Apa Itu e-Court?” https://www.pta -malut.go.id/apa -
itu-e-court/, diakses Pada 23 Desember 2023.
2 Acho Nur and Amam Fakhrur, “Hukum Bera ca ra S eca ra Elektronik di Pengadilan Agama”,

(Jakarta: Nizamia Learning Center, 2019), h. 7.

2
elektronik yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada registrasi elektronik,
pembayaran dan panggilan, tetapi juga dalam proses persidangan dilakukan
secara elektronik ataupun biasa dikenalnya dengan sebutan Electronic Litigation
(e-litigation). 3 Dengan E-litigasi ini, pencari keadilan tidak harus ke pengadilan
kecuali saat sidang/agenda pembuktian, karena sidang perkara perdata mulai dari
pendaftaran sampai dengan pembacaan putusan hakim dilakukan secara
elektronik (kecuali agenda pembuktian, para pihak atau pengacara mereka
diminta untuk menghadiri persidangan).
Pemanfaatan secara maksimal sistem e-court secara elektronik (e-litigation )
yang sudah berjalan sejak dikeluarkan Perma Nomor 1 Tahun 2019 telah menjadi
solusi bagi institusi pengadilan di bawah Mahkamah Agung untuk tetap
memberikan pelayanan hukum meskipun para pencari keadilan tidak hadir di
persidangan secara langsung, namun saat melakukan proses Electronic Litigation
(e-litigation) para pencari keadilan masih terbatas untuk melakukan persetujuan
secara elektronik dari pihak Tergugat. Apabila tidak ada persetujuan dari pihak
Tergugat maka persidangan secara elektronik tidak dapat dilaksanakan dan tetap
bersidang secara manual dengan datang ke Pengadilan. Oleh karena itu Perma
Nomor 1 Tahun 2019 masih perlu penyempurnaan lagi dimana pemanfaatan e-
court ini pada akhirnya akan bermuara pada pentingnya penerapan virtual court
yang dilakukan secara daring tanpa perlu menghadirkan para pihak di ruang
persidangan, sehingga cita-cita Mahkamah Agung untuk menciptakan pelayanan
yang baik dan efisien dapat terwujud. 4
Pada tahun 2022, Mahkamah Agung meluncurkan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di
Pengadilan Secara Elektronik. Perma Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi
Perkara dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik ini merupakan
penyempurnaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Perma
Nomor 7 Tahun 2022 ini permohonan e-court secara langsung proses persidangan
dilakukan secara elektronik atau dikenal dengan Electronic Litigation (e-litigation)
tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu seperti pada Perma Nomor 1 Tahun
2019.
Saat pertama kali diluncurkan, fungsi yang ada dalam e-court hanya 3 macam
yakni melakukan pendaftaran gugatan secara online (e-filling), melakukan
pemanggilan/pemberitahuan secara elektronik (e-summons) dan melakukan
pembayaran biaya perkara secara elektronik (e-payment). Sekarang telah
berkembang menjadi pengiriman dokumen persidangan (replik, duplik,
kesimpulan, jawaban) dan dapat langsung mengunduh Salinan putusan yang telah
ber tanda tangan elektronik pada aplikasi e-court.
Oleh karena itu, penyempurnaan Perma Nomor 3 Tahun 2018 menjadi
Perma Nomor 1 Tahun 2019 dan disempurnakan lagi menjadi Perma Nomor 7
Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara
Elektronik pada dasarnya mencakup proses elektronik yang lebih luas, tidak
hanya terbatas pada registrasi elektronik, pembayaran dan panggilan, tetapi juga
proses persidangan dilakukan secara elektronik atau dikenal dengan Electronic
Litigation (e-litigation). Dengan E-litigasi, pencari keadilan tidak harus ke
pengadilan kecuali saat sidang / agenda pembuktian, karena sidang perkara

3 PERMA 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan Secara Elektronik
4 Surat Edaran Sekretaris Mahkamah Agung Nomor 771/SEK/KS.00 /4/2020 Tentang Pelaksaan
Kerja Dari Rumah (Work Form Home) dalam rangka pembatasan social berskala .

3
perdata mulai dari pendaftaran sampai dengan pembacaan putusan hakim
dilakukan secara elektronik (kecuali agenda pembuktian, para pihak atau
pengacara mereka diminta untuk menghadiri persidangan).
Kebijakan Mahkamah Agung RI yang mengeluarkan dua produk hukum
yang mengubah proses litigasi dari proses konvensional menjadi elektronik perlu
diapresiasi, meski kebijakan tersebut jauh terlambat dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Singapura. Singapura sendiri telah menerapkan e-litigasi sejak
2013 dengan diluncurkannya Electronic Filling System (EFS). EFS ini
menyediakan 4 layanan utama, yaitu layanan Arsip Elektronik, Layanan Ekstrak
Elektronik, Layanan Elektronik, Layanan Dokumen dan Layanan Informasi
Elektronik.5
Peradilan di Indonesia memiliki suatu asas yaitu Asas Contante Justice
ataupun asas peradilan cepat serta dana yang ringan sebagaimananya yang telah
diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 mengenai Kekuasaan
Kehakiman, mengatur bahwa “Peradilan dilaksanakan dengan cara cepat,
sederhana, serta biaya ringan.” Berkenaan dengan asas tersebut merupakan asas
peradilan yang sangat mendasar dari pelayanan serta pelaksanaan administrasi
peradilan yang memfokuskannya kepada sebuah prinsip asas efisien serta efektif,
seta tahapan peradilan yang tidaklah berbelit, gampang untuk dipahaminya, acara
yang jelas, serta biaya bisa terjangkau bagi para penduduk maupun masyarakat.
Ketiga-tiganya prinsip tersebut sudah dilakukannya pengupayaan dengan
sedemikian rupa agar bisa diberlakukan dengan sangat baik oleh semua sistem
peradilan yang ada di negara Indonesia terkhusus dalam sistem peradilan
perdata.6
Pengadilan Agama sebagai salah satu Pengadilan tingkat pertama yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Agama, setelah
hadirnya Perma No.3 Tahun 2018 kemudian diperbaharui dengan Perma No. 1
Tahun 2019 dan diperbaharui dengan Perma No.7 Tahun 2022 secara serentak
telah melaksanakan e-court dan e-litigasi efektifnya sejak bulan Januari 2020
termasuk diantaranya Pengadilan Pasuruan yang berada di dibawah Pengadilan
Tinggi Agama Surabaya.
Berdasarkan data Laporan Kegiatan Tahun 2022 dari Pengadilan Agama
tersebut dapat dilihat bahwa perkara masuk di Pengadilan Agama Pasuruan
sebanyak 3478 perkara dan pendaftaran perkara secara e-court sebanyak 186
perkara dan perkara yang diperiksa melalu e-litigasi sebanyak 101 perkara dan
perkara ecourt yang diperiksa dan diputus secara biasa sebanyak 85 perkara.7
Dari keseluruhan jumlah perkara yang didaftarkan secara e-court dari
Pengadilan Agama tersebut pada tahun 2022 tidak berbanding lurus dengan
jumlah perkara yang diperiksa dan diproses melaui e-litigasi, padahal tujuan
utama lahirnya Perma No. 7 Tahun 2022 adalah dalam rangka mendorong
masyarakat untuk mendapatkan keadilan melalui persidangan secara elektronik
sesuai dengan asas peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan.
Berdasarkan pada latar belakang yang sudah dijabarkan diatas bisa
ditentukan berbagai macam masalah yang bakal diteliti yakni:

5
M. Beni Kurniawan, “Implementation Of Elektronic Trial (E-Litigation) On The Civil Caases In Indonesia
Court As A Legal Renewal Of Civil Procedural Law”, Dalam Hukum dan Peradilan, Vol. 9 No. 1, 2020, h. 4.
6Mohamad Saleh, “Penerapan Asas Peradilan, Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan Pada
Eksekusi Putusan Perkara Perdata”, Cet. 3, (Yogyakarta: Graha Cendikia, 2016), h. 39.
7
Laporan Kegiatan Pelaksanaan Pengadilan Agama Pasuruan Tahun 2022, hl. 54

4
1. Bagaimana prosedur pelaksanaan persidangan e-court dan e-litigasi di
Pengadilan Agama Pasuruan tahun 2022?
2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan e-court dan e-
litigasi di Pengadilan Agama Pasuruan Tahun 2022?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan PA Pasuruan untuk meningkatkan
penggunaan e-court dan e-litigasi di Pengadilan Agama Pasuruan?

B. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum empiris yaitu mengkaji hukum
yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata, sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak
tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat atau
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan.8 Penelitian ini kemudian dilakukan dengan melalui
pendekatan yuridis sosiologis yang bersifat deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hal demikian data yang diperoleh peneliti berasal dari informan
dan dokumen. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data keadaan
perkara e-court dan e-Litigasi di Pengadilan, sedangkan informan-informan yaitu
yang mengetahui dan terlibat secara langsung dalam penerapan e-Litigasi di
Pengadilan Agama Pasuruan. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini ialah observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Kemudian pada teknik analisa data berupa reduksi
data, penyajian data, dan yang terakhir kesimpulan.

C. Hasil Penelitian
a. Pelaksanaan e-court dan e-Litigasi di Pengadilan Agama Pasuruan
Pelaksanaan e-court telah berjalan sesuai dengan standar prosedur yang
telah dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Pasuruan yaitu Standar Operasional
Prosedur (SOP) karena pada dasarnya keberadaan akan SOP ini sebagai patokan
berjalan atau tidaknya e-court di PA Pasuruan. Dapat diketahui bahwa
pelaksanaan ecourt dan e-Litigasi di PA Pasuruan telah terlaksana, Di PA
Pasuruan ada 196 perkara yang diterima secara ecourt dan diputus 195 perkara
sisa 1 perkara. Disamping itu dari seluruh e-court yang diputus selama tahun
2022 terdapat 79 perkara yang persidangannya dilaksanakan dengan acara biasa
(manual) dan 116 perkara yang persidangannya dilakukan secara elektronik (e-
litigasi).9 .
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan e-court dan e-litigasi di
Pengadilan Agama Pasuruan
Pelaksanaan e-court di PA Pasuruan telah berjalan juga sebagaimana
mestinya, sama halnya dengan PA Pasuruan bahwa dari sekian yang mendaftar
perkara di e-court hanya pengguna terdaftar saja yang mendaftar dan belum ada
satupun pengguna lain yang mendaftar perkara di e-Court. Berbeda dengan
Pelaksanaan e-Litigasi di PA Pasuruan, keberadaan e-Litigasi tersebut masih
belum terlaksana, bahkan belum ada satupun yang menggunakan persidangan
elektronik ini.
Dapat diketahui bahwasannya dari ketentuan alur pelaksanaan
persidangan telah sesuai dengan Perma Nomor 7 tahun 2022 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik,

8 Abdulkadir Muhammad, “Hukum dan Penelitian Hukum”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2004), h. 54.
9 Keadaan Perkara e-court dan e-Litigasi tahun 2022 di Pengadilan Agama Pasuruan.

5
namun disini terdapat kendala yang menjadi tak terlaksananya persidangan
tersebut ialah terdapat pada prinsipal yang hendak berperkara, karena
sebelum hendak melaksanakan e-Litigasi Hakim akan menanyakan kepada
para pihak baik tergugat maupun penggugat apakah ingin berperkara secara e -
Litigasi, jika dari salah satu pihak saja yang setuju maka persidangan
elektronik tersebut tidak dapat dilaksanakan karena ketentuan dari Perma No
1 Tahun 2019 persidangan elektronik ini harus dengan persetujuan antar
kedua belah pihak, yang terdapat pada Pasal 20 ayat (1) bahwa:“Persidangan
secara elektronik dilaksanakan atas persetujuan penggugat dan tergugat”.10
Maka dapat disimpulkan jika hanya sepihak saja yang setuju menggunakan e -
Litigasi ini maka tidak bisa menggunakan persidangan elektronik
Terdapat salah satu kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan e-court
dan e-Litigasi bahwa belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang dikeluarkan oleh PA Pasuruan terkait e-court dan e-Litigasi, karena
pada dasarnya SOP ini merupakan aturan yang berketerkaitan dengan
prosedur yang tertata dan terarah untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dan
juga hal tersebut dijadikan sebagai patokan atau acuan agar pelaksanaan
terkait e-court dan e-Litigasi bisa berjalan secara efektif, tanpa adanya SOP
maka tidak adanya acuan yang dilaksanakan sebagaimana mestinya. Maka
dari itu sangat pentingnya keberadaan SOP ini untuk mempermudah kinerja
dalam Instansi dengan menegakkan suatu aturan yang berlaku.
Adapun faktor yang menghambat implementasi fitur e-Litigasi dengan
baik di PA Pasuruan yaitu mengenai kurangnya literasi dan pemahaman
masyarakat akan penggunaan Teknologi dan Informasi. Dalam kondisi ini
akan berdampak pada adanya keengganan masyarakat untuk melakukan e -
Litigasi karena khawatir dokumen atau hal-hal lainnya yang terkait dengan
persidangan tidak dapat mereka terima dengan baik karena d ilakukan secara
online pada sistem di aplikasi e-court. Kemudian, terkait perkara yang itupun
harus dari persetujuan kedua pihak, jika hanya sepihak saja yang setuju akan
persidangan elektronik maka e-Litigasi tidak akan bisa dilaksanakan ataupun
dijalankan.
Dari hasil wawancara tersebut maka penelitian menyimpulkan setidaknya
terdapat beberapa faktor atau kendala yang menyebabkan masih belum
efektifnya pemanfaatan e-Litigasi di PA Pasuruan, yakni sebagai berikut:
1) Sumber Daya Manusia (SDM) salah satunya ialah Pihak Hakimnya.
Kurangnya penguasaan terhadap informasi teknologi menjadi salah satu
penghambat berjalan nya e-litigasi karena Hakim memiliki peran penting
sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dan
mengadili perkara yang didaftarkan di Pengadilan Agama Pasuruan.
Meskipun usia hakim yang sudah tidak lagi muda bukan menjadi
hambatan untuk memahami dan menggunakan e-litigasi. Namun
adakalanya posisi Hakim disini amat sangat berpengaruh akan berjalannya
e-Litigasi, karena jika hakim belum paham akan prosedur dari
persidangan elektronik maka hal tersebut tidak bisa berjalan sebagaimana
mestinya.
2) Pihak Berperkara, atau yang disebut dengan pengguna lain (masyarakat).
Terkait e-Litigasi masyarakat masih kurang pemahaman akan persidangan
elektronik, selain itu dari e-Litigasi masyarakat harus memahami tentang
10 Perma No 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara

Elektronik.

6
IT jika tidak masyarakat akan kebingungan dari mengubah data menjadi
pdf atau doc/rtf hingga kepenggunaan dari fitur e-Litigasi itu sendiri, dan
juga persidangan elektronik inipun harus dari persetujuan antar kedua
belah pihak baik tergugat maupun penggugat, jika dari salah satu pihak
tidak setuju menggunakan persidangan elektronik tersebut maka
persidangan tidak bisa berlangsung dan kembali kepersidangan secara
prosedur manual.
Begitupun juga berakibat munculnya kekhawatiran bagi mereka jika
hendak menyampaikan dokumen seperti jawaban, replik d an duplik serta
mengajukan alat bukti secara elektronik dengan melalui e-court maka tidak
akan tersampaikan dengan baik kepada pengadilan maupun kepada pihak
lawan. Terlebih kekhawatiran itu sendiri sebenarnya tidak perlu ada
dikarenakan sistem dari Mahkamah Agung sudah baik dan justru ketika
dikirim melalui via e-court dokumen tersebut akan lebih aman karena akan
terarsip oleh sistem. Namun dalam hal ini, menjadi tugas bagi Mahkamah
Agung khususnya pada PA Pasuruan untuk terus selalu mensosisalisasikan
dan beredukasi terkait akan kemudahan dan efisiensi yang didapatkan dari
penggunaan e-Litigasi kepada para pencari keadilan guna mewujudkan asas
peradilan yaitu secerhana, cepat dan biaya ringan.
Salah satu faktor enggannya pihak berperkara untuk mengikuti
persidangan secara elektronik karena adanya keterbatasan pemahaman pihak
berperkara terhadap e-litigasi terutama yang berkaitan dengan apa saja
kelebihan dan manfaat beracara secara elektronik;
Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh RN selaku pihak berperkara
(Termohon) di Pengadilan Agama Pasuruan yaitu:
“Saya pernah berperkara sebagai pihak lawan dalam perkara Cerai Talak di
Pengadilan Agama Pasuruan dan pernah ditawarkan oleh Majelis Hakim
namun saya menolak karena saya tidak paham mengenai apa itu e litigasi
maupun tata caranya dan saya lebih memilih persidangan manual”.11
Disini peneliti dapat menyimpulkan tak hanya aspek tingkat pendidikan
yang rendah saja, namun juga pemhamahan masyarakt kurang akan e -
Litigasi tersebut, walaupun dari sisi manfaatnya sangat banyak dari biayanya
dan juga proses pelaksanaannya tidak berlarut-larut.
3) Sarana dan prasarana terkait pada akses jaringan internet, keberadaan
akses internet yang kurang stabil menjadi kendala yang sangat serius
bahkan menjadi penghambat utama karena penggunaan e-litigasi sangat
bergantung kepada jaringan internet sehingga masih sedikit pihak yang
memilih untuk menggunakan e-litigasi atau persidangan elektronik
sedangkan konsidi jaringan internet tidak stabil maka dapat menghambat
pelaksaanaan e-litigasi bahkan e-Litigasi bisa saja gagal terlaksana.
Sebaigamana yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa beberapa
kendala tersebut perlu dilakukannya sosialiasi, dari sosialisasi tersebut
merupakan hal terpenting yang harus dilakukan agar penggunaan e-Litigasi
dapat berjalan secara efektif, bahkan sebagaimana penuturan dari dua orang
advokat diatas bahwa perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan
advokat perihal berperkara secara e-Litigasi.
Tentunya pula sosialisasi perlu dilakukan terhadap petugas di pengadilan
itu sendiri, karena pihak pengadilan dalam memberikan pelayanan harus
11 RN merupakan pihak termohon pada perkara cerai talak, Penelit i melakukan wawancara

langsung pada tanggal 28 Juli 2022 pada Pukul 10:30 - 11:00 WIB di Pengadilan Agama Pasuruan.

7
mengetahui perihal penggunaan e-court maupun e-litigasi, jangan sampai
petugas pengadilan sendiri tidak mengetahui penggunaan e-court maupun e-
litigasi, lalu bagaimana pengadilan dapat memberikan pemahaman terhadap
masyarakat atau bagaimana petugas dapat memberikan bantuan kepada
masyarakat yang tidak mengetaui penggunaan sistem e-court maupun e-
litigasi, sedangkan mereka sendiri tidak mengetahui. Jadi dapat disimpulkan
bahwa sosialisasi e-court maupun e-litigasi harus dilaksanakan terhadap
semua elemen yaitu aparatur pengadilan, advokat dan masyarakat umum.
Selain sosialisasi, sebagaimana yang telah dijelaskan seberlumnya
bahwa perlunya ketentuan hukum yang dapat memberikan payung hukum
terhadap kewajiban dalam berperkara secara e-court maupun e-litigasi
sehingga perkara tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien. Untuk
langkah awal dapat diwajibkan kepada para penegak hukum seperti advokat,
selanjutnya secara bertahap diwajibkan bagi sarjana, pegawai negeri, dan
pada akhirnya diwajibkan bagi seluruh masyarakat berbagai elemen.

c. Upaya yang dilakukan PA Pasuruan agar e-litigasi berlaku efektif dan


efisien di PA Pasuruan
Penerapan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009. sederhana memiliki arti
acara persidangannya tidak rumit serta mudah dipahami. Semakin sederhana
formalitas dalam beracara maka akan semakin baik pula pelaksanaan
persidangannya. Sedangkan asas cepat mengacu pada jalannya persidangan di
pengadilan agar tidak berlarut-larut dalam proses penyelesaiannya. Kemudian,
asas biaya ringan berarti bayaran yang serendah mungkin sehingga dapat
terjangkau bagi para pencari keadilan.12
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh oleh Bapak Ach. Zakiyuddin
selaku Ketua Pengadilan Agama Pasuruan, bahwa:
“Dalam hal sosialisasi kepada masyarakat akan lebih ditingkatkan terkait fitur
terbaru yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tentang e-Court, karena
pada dasarnya dari fitur ini lebih memudahkan para pencari keadilan itu
sendiri dari hal pendaftaran (e-Filling), pembayaran (e-Payment), Pemanggilan
(e-Summons), dan hingga ke tahap Persidangan (e-Litigasi)”.13
Hal senada juga dikemukakan oleh Muhamad Anwar Umar, selaku Hakim
Pengadilan Agama Pasuruan yang mengatakan :
“E-Litigasi sebenarnya merupakan perkara yang dilangsungkan secara
elektronik dan perkara yang terdaftar melalui e-Court, yang memiliki banyak
keuntungan seperti halnya biayanya ringan, tidak perlu lama mengantri yang
dalam hal ini sangat membantu masyarakat”14
Berdasarkan pernyataan Hakim dan Ketua Pengadilan Agama tersebut,
menunjukkan bahwa dengan adanya e-litigasi tentu dapat menjamin
kemudahan pelaksanaan penyelesaian perkara bagi para pihak pencari
keadilan.ahkan menjadi penunjang untuk terpenuhinya asas sederhana, cepat

12 Zainal Asik in, “Hukum Acara Perdata Di Indonesia”,(Jakarta: PrenadaMedia Group, 2015),
h. 14.
13 Ach. Zakiyuddin, merupakan Ketua di Pengadilan Agama Pasuruan. Peneliti melakukan wawancara

langsung pada tanggal 13 November 2023 di Pengadilan Agama Pasuruan Pukul 11:20-11:50 WIB.

14Muhamad Anwar Umar, merupakan Hakim di Pengadilan Agama Pasuruan. Peneliti melakukan
wawancara langsung pada tanggal 13 November 2023 di Pengadilan Agama Pasuruan Pukul 13:00-13:30 WIB.

8
dan biaya ringan dalam lingkup beracara di Pengadilan Agama Pasuruan, yang
apabila dirincikan ialah sebagai berikut:

a. Asas Sederhana
Terkait makna dari “sederhana” d isini merupakan peristiwa yang
jelas, mudah dipahami, serta tidak berbelit-belit yang kemudian semakin
sedikit dan sederhana prosedur yang diwajibkan atau diperlukan maka
dalam proses di pengadilan akan semakin baik pula. 15 Berkenaan dengan
makna dari sederhana tersebut peneliti menyimpulkan bahwa terkait e-
Litigasi atau persidangan elektronik ini mempunyai prosedur atau alur
persidangan yang tidak rumit atau tidak bertele-tele asalkan kedua belah
pihak taat dalam berjadwal di Court Calender yang telah disepakati oleh
majelis hakim/hakim.
b. Asas Cepat
Mewujudkan Asas Cepat ini sangat dipengaruhi oleh kesungguhan para
pihak dalam melaksanakan e-litigasi. Apabila mereka dengan tekun
mengikuti sesuai prosedur maka asas ini dapat diwujudkan. Namun
apabila mereka tidak kessungguhan untuk menyelesaikan perkara ini
dengan cepat, tidak patuh dalam melaksanakan agenda sidang yang sudah
menjadi kesepakatan dalam court calendar, maka aspek cepat tidak akan
terlaksana sehingga tahapan persidangan tidak berjalan sebagaimana
mestinya bahkan penyelesaian perkara akan memakan waktu yang lama.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Bapak Muhammad Anwar
Umar selaku Hakim Pengadilan Agama Pasuruan bahwa:
“Sebenarnya dalam fitur e-Litigasi ini telah menyempurnakan hal proses
persidangannya dari persidangan awal, mediasi hingga pada tahap
kesimpulan dan musyawarah majelis. Namun terkadang dari pihaknya
sendiri tidak taat dalam berjadwal yang telah ditetapkan pada Court
Calender, jika pihak tidak taat maka persidangan akan dilanjutkan ke
tahap selanjutnya”.16
Berdasarkan pernyataan dari Bapak Muhamad Anwar Umar ini bahwa
dilihat sangat jelas pada proses pemeriksaan perkara secara elektronik lebih
dari persidangan manual yang pada umumnya bisa lebih dari 1 bulan
sehingga menghemat waktu penyelesaian perkara khususnya bagi majelis
hakim dan memberikan keuntungan pelayanan bagi masyarakat yang
mendapatkan kecepatan dalam pelayanan hukum.
c. Asas Biaya Ringan
Sebelum dijalankannya e-Court, pencari keadilan harus menyiapkan
panjar biaya perkara yang wajib dibayarkan pada saat mendaftarkan perkaranya di
pengadilan dan adanya ongkos transportasi yang cukup ketika harus datang
langsung bahkan akan bertambah mahal ketika perkara yang dihadapi lama
diselesaikan maka semakin tinggi total biaya yang dikeluarkan baik itu
ongkos transportasinya dan juga biaya panggilan yang dikenakan. Berkenaan
dengan adanya e-court dan e-Litigasi yang telah dikeluakan Perma No. 7
Tahun 2022 tentang Administrasi perkara dan persidangan di Pengadilan
secara elektronik ini lebih memudahkan para pihak yang hendak berperkara,

15Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet 1, (Yogyakarta: Liberty


Yogyakarta, 2006), h.36.
16 Muhamad Anwar Umar, Hakim....., Wawancara, 13 November 2023.

9
dari panjar biaya perkara khususnya bagi pihak penggugat/pemohon lebih
minim dari pada persidangan manual.

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang sebagaimana telah
dipaparkan pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat menyimpulkan sebagai
berikut:
1. Prosedur pelaksanaan mengenai E-litigasi atau persidangan elektronik di
Pengadilan Agama Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2022 telah
berjalan, namun hanya saja belum maksimal, dikarenakan dari keseluruhan
total 196 perkara yang telah didaftarkan secara e-court 116 perkara dimana
tidak 100% yang diputus secara e-Litigasi atau persidangan elektronik
disebabkan karena kurangnya literasi dan pemahaman masyarakat terhadap
penggunaan Teknologi dan Informasi atau biasa yang disebut dengan IT selain
itu kurangnya sosialisasi terkait e-Litigasi kepada masyarakat.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksaan e-court dan e-litigasi di
Pengadilan Agama Pasuruan Provinsi Jawa Timur antara lain kurangnya
sosialisasi terkait pelaksaan persidangan secara elektronik, sarana dan
prasarana yang kurang memadai dan lemahnya aturan yang mengatur
diterapkannya proses e-Litigasi di Pengadilan. Selain itu kurang pahamnya
masyarakat dan para advokat yang beracara di Pengadilan akan persidangan
elektronik.
3. Upaya yang dapat dilakukan agar pelaksanaan e-Litigasi berjalan secara efektif
dan efisien di Pengadilan Agama Pasuruan Provinsi Jawa Timur ialah dengan
mensosialisasikan terkait fitur terbaru yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Agung yaitu e-Litigasi, sebelum membahas tentang upayanya adapun yang
menjadi faktor terkendalahanya e-Litigasi ini ialah kurangnya sosialisasi
terkait e-Litigasi, lemah secara hukum, sarana dan prasarana, selain itu dari
Advokat dan masyarakatnya. Maka dari itu upaya yang harus dilakukan ialah
lebih meningkatkan pemahaman masyarakat akan mudahnya persidangan
elektronik bahwasannya dari fitur e-Litigasi ini lebih banyak keuntungan yang
didapatkan yakni proses mudah, biayanya ringan, dan tidak berlama -lama
dalam mengantri, selain itu lebih ditingkatnya Sosialisasinya tersebut terkait e-
Litigasi dilakukan dengan cara melakukan seminar-seminar, siaran di radio
atau televisi, maupun dalam media sosial atau media cetak seperti koran,
majalah dan lainnya yang memungkinkan dapat tersampaikan kepada
masyarakat.

E. Daftar Pustaka

Buku
Abdulkadir Muhammad, (2004) Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Aco Nur, (2020) Inovasi & Akselerasi Perubahan di Peradilan Agama, Cet 1,
Surabaya: CV Saga Jawadwipa.
Aco Nur Amam Fakhrur, (2019) Hukum Acara Elektronik Di Pengadilan Agama, Sidoarjo:Nizamia
Learning Center,

10
Amirudin. (2006). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Amran Suadi, (2019) Pembaharuan Hukum Acara Perdata Di Indonesia (Menakar
Beracara di Pengadilan Secara Elektronik), Cet 1, Jakarta; Prenada Media,.
Andi, Rianto Andi. (2004). Metode Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit
A.S. Pudjoharsoyo, “Arah Kebijakan Teknis Pemberlakuan Pengadilan Elektronik
(Kebutuhan Sarana dan Prasarana Serta Sumber Daya Manusia)”, presentasi,
Jakarta (13 Agustus 2019)
Bambang Soebiyantoro, dkk, (2020) Praktik Dan Wacana Seputar Persidangan
Elektronik (E-Lititasion) Di Peradilan Tata Usaha Negara, Cet. 1,
Yogyakarta: CV Budi Utama.
Dalih Effendy, Pemeriksaan Perkara Secara Elektronik (e-Litigasi) Antara Teori Dan Praktek Di
Pengadilan Agama, dalam Artikel Pengadilan Tinggi Agama Pontianak, 7 September 2020
Departemen Agama, (2014) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, serta
Kompilasi Hukum Islam. Jakarta.
Efa Laela Fakhriah, (2017) Bukti Elektronik Dalam sistem Pembuktian Perdata,
(Bandung: PT Refika Aditama.
H. Ridwan Syahrani, (2004) Materi Hukum Acara Perdata, Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Junaidi, Ahmad, (2014). Filsafat Hukum Islam. STAIN Jember Pres. Jember
Julato, dkk, (2021) “Efetivitas Implementasi Kebijkan e-Litigasi Di Pengadilan
Negeri Dan Pengadilan Agama Kota Batam, Indonesia”, Jurnal Media
Komunikasi Pendidikan Dan Kewarganegaraan”, Vol. 3 Nomor 1 Tahun
M. Amin, (2004). Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan
Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta : Rajagrafindo.
Mahkamah Agung RI Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di
Pengadilan Secara Elektronik, Buku Panduan E-Court, (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2019)
Masyhudi dan Sigit Suseno, (2021) “Sidang Virtual: Idealisme, Peluang, Tantangan,
dan Implementasinya”, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Muhaimin. (2020). Metode Penelitian Hukum. Mataram: Mataram University Press.
Muhammad Syarifuddin, (2020) Transformasi Digital Persidangan Di Era New
Normal,Cet Pertama, Jakarta: PT. Imaji Cipta Karya
Milles dan Huberman, (1992) Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia
Press
Nahliya Purwantini, dkk., (2021). “Penerapan E -Litigasi Terhadap Keabsahan
Putusan Hakim Di Pengadilan Agama Menurut Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan
Secara Elektronik”, Dinamika, Vol. 27, No. 8
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009),
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan Re-D,
(Bandung: Alfabeta, 2009)
Soerjono Soekanto (Soekanto2), (1986). Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali
Pres.
Soekanto, Soerjono. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Suharsimi Arikunto, (2002), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta.
Suratman dan H. Philips Dillah. (2015). Metode Penelitian Hukum. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2007

11
Sugiono, Metodelogi Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuatitatif, Kualitatif, dan
R&D, Cet 17, (Bandung: Alfabeta, 2013)
Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta: Sebelas Maret University Press,
2002
Wati Rahmi Ria, (2020). Dimensi Keluarga Dalam Perspektif Dokrin Islam Di
Indonesia. Bandar Lampung : Pustaka Media.
Zainal Asikin, (2015)Hukum Acara Perdata Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group
Zil Aidi, (2003). “E-Litigation As The Amenities For The Principe Of Contante Justitie
Manifestation Of Civil Jurisdiction In Indonesia”, Jurnal Cendikia Hukum, Vol. 6 No. 2,
Maret 2021 Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : Rajagrafindo.

Jurnal dan Internet


Direktorat Jendral Badan Peradiral dan Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah
Agung Republik Indonesia, e-Court, Era Baru Beracara di Pengadilan,
https://ditjenmiltun.mahkamahagung.go.id, diakses pada tanggal 28
September 2023
Jurnal Studi Tentang Putusan-Putusan Pengadilan Agama Sebagai Produk Pemikiran
Hukum Islam. (2007:05).
Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Al Daulah yang berjudul Disparitas Putusan
Hakim dalam Kasus Nikah SIRI Oleh Nafi Mubarok. Volume 6. (2016:10)
Julianto et.al, “Efektivitas Implemetasi Kebijakan E-Litigasi Di Pengadilan Negeri
Dan Pengadilan Agama Kota Batam, Indonesia”, Jurnal Media Komunikasi
3, no 1 (2021).
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Panduan E-court 2019: The Electronic Justice
System, https://ecourt.mahkamahagung.go.id/, 2009
Pengadilan Tinggi Agama Maluku Utara, “Apa Itu e-Court?” https://www.pta-
malut.go.id/apa-itu-e-court/, diakses Pada 21 Februari 2023.
Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:
129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan
Persidangan di Pengadilan secara Elektronik.

Wawancara
Ach. Zakiyuddin, Ketua, Pengadilan Agama Pasuruan, Wawancara, 21 Mei 2023.
Muhamad Anwar Umar, Hakim, Pengadilan Agama Pasuruan, Wawancara, 24 Juni
2023.
RN, Prinsipal, Pengadilan Agama Pasuruan, Wawancara, 28 Juli 2023

Laporan
Laporan Kegiatan Pelaksanaan Pengadilan Agama PasuruanTahun 2022.

12

Anda mungkin juga menyukai