Anda di halaman 1dari 3

ADMINISTRASI PERKARA DAN PERSIDANGAN BERBASIS ELEKTRONIK1

Oleh:
Rizkiansyah, S.H., LLM.2
Mustamin, S.H., M.H.3

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 (Perma 3/2018) adalah


milestone pengaturan administrasi perkara dan persidangan secara elektronik dalam
hukum acara Indonesia. Sebelumnya administrasi perkara secara elektronik diatur
secara sektoral yaitu melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum
Nomor 3/Dju/Hm02.3/6/2014 Tentang Administrasi Pengadilan Berbasis Teknologi
Informasi Di Lingkungan Peradilan Umum (SE Dirjen Badilum Nomor 3/2014). Surat
edaran ini menjadi cikal bakal penerapan Sistem Informasi Penelusuran Perkara
(SIPP) untuk seluruh lingkungan peradilan setelah sebelumnya SIPP hanya berlaku
bagi lingkungan peradilan umum. Sejak 2019, SIPP sudah menjadi instrumen
pengadministrasian perkara dan persidangan pada tingkat pertama dan tingkat
banding.
SE Dirjen Badilum Nomor 3/2014 mengatur beberapa hal penting diantaranya
adalah berjalannya double track system dalam administrasi perkara yaitu secara
manual melalui buku register dan secara elektronik melalui SIPP. Seluruh perkara aktif
harus terekam secara elektronik. Selanjutnya seluruh pencatatan administrasi
pengadilan negeri tidak boleh menggunakan aplikasi sejenis dengan SIPP. Selain itu,
diatur juga mengenai manajemen user termasuk didalamnya tanggung jawab masing-
masing pihak dalam penggunaan aplikasi. Dengan pengaturan mengenai manajemen
user ini, maka penginputan data tidak dilakukan oleh seorang administrator saja,
melainkan dilakukan oleh setiap pihak yang bertanggung jawab terhadap proses kerja
sesuai kewenangan yang dimilikinya. Sebagai contoh, panitera pengganti mengisi
jadwal persidangan dan juru sita mengisi tanggal dilaksanakannya pemberitahuan
putusan.
Berhasilnya implementasi SIPP pada seluruh lingkungan peradilan
memberikan ruang besar pengembangan teknologi informasi peradilan lainnya,
seperti misalnya layanan e-Court. SIPP akan menjadi backbonenya dalam arti

1 Disampaikan dalam Pelatihan Teknis Yudisial Gugatan Sederhana Bagi Hakim Tingkat Pertama Peradilan
Umum Seluruh Indonesia. (Megamendung, 20 Maret - 1 April 2023)
2 Hakim Yustisial pada Biro Hukum & Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung RI
3 Hakim Yustisial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI

e-Filing | e-Payment | e-Summons | e-Litigation 1


sebagai pengolah data, sedangkan e-Court menjadi pintu masuk data data dari para
pengguna. Dengan berlakunya Perma 3/2018, maka layanan e-Court diluncurkan
yang untuk kali pertama memberikan pelayanan terbatas pada pendaftaran (e-filing),
pembayaran (e-payment) dan panggilan/pemberitahuan (e-summon). Perkara
gugatan sederhana juga dapat menggunakan layanan ini.
Perma 3/2018 memperkenalkan beberapa terminologi baru yaitu pengguna
terdaftar dan pengguna lain. Secara konsep, pengguna terdaftar ini adalah advokat,
termasuk juga kurator. Verifikasi pengguna terdaftar dilakukan oleh pengadilan tinggi
tempat advokat tersebut diambul sumpahnya. Sedangkan pengguna lain adalah
pengguna non advokat yang menggunakan layanan e-court untuk sekali pakai.
Verifikasi pengguna lain tidak perlu dilakukan oleh pengadilan tinggi melainkan hanya
oleh admin e-court pengadilan saja. Selain itu, domisili elektronik yaitu alamat surat
elektronik (e-mail) juga menjadi hal baru setelah sebelumnya pengaturan domisili
hanya terhadap domisili alamat.
Hanya berlaku satu tahun, Peraturan Mahkamah Agung tentang Administrasi
Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik Nomor 1 tahun 2019
(Perma 1/2019) diundangkan dan mencabut Perma 3/2018. Fitur layanan bertambah
dengan layanan e-litigasi atau persidangan elektronik. Basis dari penerapan
persidangan elektronik adalah kesepakatan para pihak secara keseluruhan. Jika
salah satu pihak tidak menyetujui sidang secara elektronik maka persidangan
dilakukan secara konvensional. Selanjutnya pembacaan putusan secara elektronik
juga dibenarkan dengan memperluas pengertian ruang sidang yang tidak harus
dimaknai ruang sidang fisik, akan tetapi sistem informasi disamakan maknanya
dengan ruang sidang. Proses pembuktian tetap dilakukan di pengadilan. Upaya
hukum secara elektronik juga dimungkinkan dalam hal proses administrasi secara
elektronik dilakukan pada tahapan persidangan tingkat pertama.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang
Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik (Perma
7/2022) merupakan respon atau evaluasi Mahkamah Agung atas pelaksanaan Perma
1/2019. Beberapa hal penting dalam Perma 7/2022 adalah sebagai berikut,
1. Kesepakatan para pihak untuk beracara secara elektronik tidak diperlukan. Jika
terdapat pihak yang tidak setuju untuk beracara secara elektronik, maka diberikan

e-Filing | e-Payment | e-Summons | e-Litigation 2


ruang untuk menyerahkan dokumen kepada petugas pengadilan untuk selanjutnya
nanti diunggah ke aplikasi e-court.
2. Panggilan atau pemberitahuan yang digunakan adalah panggilan ke domisili
elektronik, umum dan surat tercatat.
3. Pendaftaran dan proses administrasi upaya hukum melalui e-court termasuk
upaya hukum gugatan sederhana.
4. Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
363/KMA/SK/XII/2022 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Dan Persidangan
Perkara Perdata, Perdata Agama, dan Tata Usaha Negara di Pengadilan Secara
Elektronik berlaku dan harus dipedomani.

e-Filing | e-Payment | e-Summons | e-Litigation 3

Anda mungkin juga menyukai