Anda di halaman 1dari 13

PROSPEK IMPLEMENTASI E-SUMMON

DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Muhammad Rifki Saputra

rifsapt@students.unnes.ac.id

A. Pendahuluan
a) Latar Belakang
Pelayanan publik yang optimal merupakan kewajiban dari penegak hukum
sebagai bentuk tanggung jawab dari jabatan yang diemban. Keoptimalan tersebut
tidak hanya diterapkan terhadap tujuan akhir dari penegakan hukum itu sendiri,
namun juga proses untuk mencapai tujuan dari penegakan hukum yang termasuk
namun tidak terbatas pada lama pengurusan permohonan/penggugat, biaya yang
mesti dibayar oleh pencari keadilan, dan pengeluaran yang minimal dengan
output maksimal1.
Teknologi mampu menunjang tujuan tersebut disebabkan fungsinya yang
mempermudah kehidupan manusia, salah satunya melalui pemanfaatan layanan
komunikasi elektronik seperti surel melalui Gmail. Sebagai media komunikasi
dalam dunia bisnis, pengguna surel bisa mengirimkan penawaran produknya
secara teratur dan terjadwal, pesan beruntun kepada puluhan bahkan ratusan orang
sekaligus dengan instan, dan sebagainya. Fitur-fitur ini ekslusif pada surel karena
pengiriman surat secara konvensional memakan lebih banyak sumber daya, entah
uang, waktu, SDM, dan sebagainya. Pun pada tiap pengadilan, terdapat puluhan
hingga ratusan perkara setiap tahunnya yang memerlukan biaya tidak sedikit dan
tidak efektif. Sering kali pihak yang bersangkutan melewatkan pemanggilan
sidang, sedang berada di luar kota untuk menangani urusan yang tidak bisa
ditunda, dan sebagainya. Di saat yang bersamaan, sumber daya yang terbatas dari
pengadilan menyebabkan perlunya efisiensi dan efektivitas dari praktek
persidangan itu sendiri agar institusi pengadilan bersifat fungsional.
Oleh karena itu, terdapat sebuah urgensi untuk menerapkan teknologi surel ini
dalam pelayanan publik apalagi terhadap instansi yang memerlukan pengiriman
surat dengan tanggap, tepat, dan murah biaya seperti pengadilan mengingat

1
Mulyana, Asep N. Pendekatan ekonomi dalam penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2018. Hlm 53
banyaknya surat serta biaya eksternalitas yang timbul dari kegiatannya.
Persidangan elektronik, atau e-court, mampu mengatasi permasalahan tersebut.
PERMA No. 3 Tahun 2018 tentang Administasi Perkara di Pengadilan Secara
Elektronik telah memberikan legitimasi terhadap e-court dengan kelebihannya
sebagai berikut.
1) Hemat biaya.
Biaya yang dikeluarkan oleh pengadilan untuk melakukan pemanggilan
direduksi dengan signifikan karena surat pemanggilan dikirimkan melalui
e-summon ke domisili elektronik pihak yang bersangkutan. Tidak hanya
hemat bagi pengadilan, namun juga bagi pihak yang bersangkutan tidak
perlu mengeluarkan biaya transportasi yang besar untuk memenuhi
panggilan sidang, apalagi apabila domisilinya berjarak jauh.
2) Hemat waktu.
Pihak yang ingin mendaftarkan gugatan/permohonan PTUN melalui e-
court tidak perlu mengantri sehingga merupakan solusi bagi para pihak
yang memiliki kesibukan tinggi.
3) Hemat tenaga.
Keistimewaan untuk melakukan persidangan kapan pun dan di mana pun
ini membuat sidang bisa dilakukan dengan sangat efisien karena hambatan
jarak dan waktu dapat diantisipasi.
4) Bebas dari pungutan liar
Pengelolaan sistem e-court oleh pemerintah pusat menyebabkan
interaksi antara aparatur pengadilan dan pihak yang bersangkutan benar-
benar diminimalisasi karena pembayaran dan pemberkasan diserahkan
kepada sistem pusat terlebih dahulu, sedangkan pengadilan yang dituju
sebatas melaksanakan fungsi peradilan.
5) Pembayaran multi-channel
MA berkooperasi dengan bank pemerintah untuk menunjang metode
pembayaran yang instan kepada pengadilan yang dituju melalui fitur
virtual account pada telepon genggam masing-masing.
6) Pengarsipan dilakukan dengan lebih baik dan rapi
Server e-court memiliki database perkara yang terarsip dengan baik
yang dikelola langsung oleh pemimpin sehingga pendataan
7) Transparan
Terhubungnya e-court dengan direktori putusan MA menyebabkan
akuntabilitas fungsi peradilan dilaksanakan dan dipantau dengan baik.
Berdasarkan Keputusan Ketua MA RI No: 129/KMA/SK/VIII/2019, panggilan
elektronik adalah surat panggilan yang terautomasi oleh aplikasi dan database e-
court yang dikirimkan melalui perantara surel(e-summon) oleh Jurusita.
Dengan kata lain, pengiriman surel melalui e-summon mampu menggantikan
peran atau tradisi dalam kirim-mengirim surat konvensional untuk urusan
pengadilan dengan lebih baik karena hadirnya teknologi ini.
b) Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat dua rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana mekanisme pelaksanaan e-summon di PTUN?
2. Mengapa e-summon merupakan solusi untuk pemanggilan para pihak yang
lebih efisien dan efektif?
A. Pembahasan
a) Mekanisme E-Summon dalam Perkara PTUN
Alur pendaftaran perkara melalui e-court bagi nonadvokat terdiri dari enam
langkah dengan sebagai berikut.
1) Perseorangan, perseorangan dengan kuasa insidentil kejaksaan, kementrian,
dan lembaga yang berkepentingan harus memiliki KTP dan alamat email
yang aktif untuk pendaftaran administratif.
2) Penggugat datang ke pengadilan untuk pembuatan akun e-court.
3) Pengadilan tujuan ditentukan oleh penggugat dan mendaftarkan jenis
perkara yang ingin didaftarkan bersamaa dengan pelengkapan berkas
perkara.
4) Pembayaran panjar dilakukan online.
5) Jurusita/JSP akan memberikan informasi panggilan sidang melalui email
dan/atau akun e-court.
Pada dasarnya, Pasal 65 UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN menyebutkan
bahwa:
“Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila masing-
masing telah menerima surat panggilan yang dikirimkan dengan surat tercatat.”,
Sehingga pemanggilan para pihak yang bersangkutan mesti berbentuk “surat
tercatat”2, sedangkan e-summon merupakan dokumen surat yang diketik secara
elektronik yang bisa saja berdampak pada keabsahan mekanisme pemanggilan itu
sendiri3. Untuk mengatasi hal tersebut, dibentuklah Pasal 16 jo Pasal 18 PERMA
No.1 Tahun 2019 yang bersifat mengikat4 murni demi kemudahan dalam proses
beracara dengan bunyi sebagai berikut.
“Panggilan/pemberitahuan secara elektronik merupakan
panggilan/pemberitahuan yang sah dan patut, sepanjang
panggilan/pemberitahuan tersebut terkirim ke domisili elektronik dalam
tenggang waktu yang ditentukan undang-undang”.
Pengguna yang mendaftar melalui e-court dipanggil oleh juru sita melalui surel
yang didaftarkan ketika registrasi persidangan sesuai PERMA No.1 Tahun 2019.
Pemanggilan konvensional masih dipertahankan kepada pihak tergugat untuk
persidangan pertama melalui pengiriman surat tertulis sesuai dengan
domisili/alamatnya5. Selanjutnya, berdasarkan konsensualisme/persetujuan dari
tergugat, ia akan menentukan untuk kepentingan dirinya sendiri apakah
pemanggilan selanjutnya disampaikan melalui surat tertulis ke alamat kediaman
pejabat yang bersangkutan atau surel dengan mendaftarkan domisili elektronik
yang telah diverifikasi6. Namun, berdasarkan Pasal 15 ayat (1) huruf b PERMA
tersebut, khusus untuk perkara tata usaha negara, pemanggilan melalui surel ini

2
Setiawan, Heru. "Perlindungan Hukum Terhadap Tergugat Ataupun Termohon Yang Tidak Menerima Relaas
Pemberitahuan Secara Langsung." Jurnal Ilmiah Dunia Hukum 4, no. 1 (2019): 19-24.
3
Bimasakti, Muhammad Adiguna. "Pembaruan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara Pasca-Reformasi
Di Era Peradilan Elektronik Renewing The Law Of Administrative Court Post-Reformation In The Era Of
Electronic Litigation." (2020). Hlm 116
4
Baca Tamin, Budianto Eldist Daud. "Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Peraturan Mahkamah Agung
(Perma) Dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia." Lex Administratum 6, no. 3 (2019).
Hlm 119 bahwa Peraturan Mahkamah Agung ini termasuk dalam jenis Peraturan Perundang-undangan yang
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.
5
Soebiyantoro, Bambang, S. I. P. Dikdik Somantri, MH SH, S. H. Yuliant Prajaghupta, and S. H. Muhammad
Adiguna Bimasakti. Praktik dan Wacana Seputar Persidangan Elektronik (E-Litigation) di Peradilan Tata
Usaha Negara. Deepublish, 2020.
6
Adelia, Inggrid, Muhammad Zaki, and Abdul Razak. "Implementasi E-Court Dalam Proses Penyelesaian
Perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi." PhD diss., UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2021. Hlm
11
tidak memerlukan persetujuan si tergugat sehingga pemanggilan akan langsung
ditujukan ke kedua belah pihak7.
Gambar 1: Alur pendaftaran e-court hingga verifikasi akun untuk pemanggilan

Secara teknis, atas perintah majelis hakim, juru sita mengirimkan pemanggilan
sidang sesuai dengan informasi yang telah diverifikasi dalam proses pendaftaran
dan keterangan waktu persidangan8 melalui dokumen elektronik terbubuhi cap
dinas serta bertanda tangan ke domisili elektronik pihak yang bersangkutan
sebagaimana tabel berikut.
Tabel 1 Format e-summon PTUN9

Dokumen
Jenis Panggilan Pihak
Panggilan
Panggilan Sidang Nomor Nama: Muhammad Rifki Judul Dokumen:
perkara: Saputra Relaas Sidang
xxx/Pdt.G/2021/PTUN.Po Email: Pengiriman: Rabu,
tertanggal 29 September rifsapt@gmail.com 20 September Jam
2022 jam sidang 09:00 10.00 WIB
(Dikirim oleh:

7
Bimasakti, Muhammad Adiguna. Panduan Beracara di Peradilan Tata Usaha Negara dan Persidangan
Elektronik (E-Litigasi). Prenada Media, 2022. Hlm 75
8
Triana, Angreani, and Taun Taun. "EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI E-COURT SEBAGAI PERWUJUDAN
PERADILAN CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN DI PENGADILAN NEGERI
KARAWANG." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 9, no. 7 (2021): hlm 1107
9
Muhammad Jihad
Al-Atiq, S.H)

Tabel di atas merupakan informasi utama yang mesti tercantum dalam surat
panggilan. Namun, walaupun sudah berbentuk elektronik, format dari surat
panggilan tetap mengikuti kaidah yang berlaku kumulatif memaksa sebagaimana
tercantum dalam Pasal 390 Ayat (1) HIR dan Pasal 2 Ayat (3) Rv yang
rinciannya sebagai berikut10.
- Identitas nama dari pihak yang dipanggil
- Keterangan waktu dan tempat persidangan
- Menyediakan saksi yang diperlukan
- Mempersiapkan dokumen yang digunakan sebagai pembuktian
- Jawaban terhadap gugatan melalui surat sebagai penegasan.
Pemanggilan diasumsikan telah diterima dan dipahami oleh pihak yang
bersangkutan apabila dalam riwayat log aplikasi e-summon telah berstatus
"terkirim" sehingga pengecekan rutin dalam email yang telah didaftarkan serta
dashboard akun e-court.
Apabila salah satu atau semua pihak yang bersangkutan sedang berada dalam
yurisdiksi pengadilan yang didaftarkan, jurusita langsung saja menghubungi para
pihak yang bersangkutan yang selanjutnya disalurkan ke pengadilan dalam
domisili hukum pihak tersebut berada. Namun, apabila tergugat/termohon sedang
berada di luar yurisdiksi peradilan tersebut, walaupun sudah melalui e-summon
dan disalurkan ke pengadilan yang dituju, jurusita juga perlu memohon delegasi
bantuan pemanggilan secara manual/langsung melalui pengadilan dalam domisili
hukum si tergugat berada11.
Konsekuensi dari praktek Jika selama ini jurusita mesti mengantarkan surat
pemanggilan langsung ke alamat rumah pejabat TUN yang bersangkutan, melalui
e-summon, relaas panggilan dikirimkan via surel oleh jurusita yang berwenang.
Walaupun begitu, jurusita harus tetap memperhatikan asas-asas e-summon
berikut.

10
Khaleed, Badriyah. "Mekanisme Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)." (2016). Hlm 116
11
Satria, Rio. "Persidangan secara Elektronik (E-Litigasi) di Pengadilan Agama." (2020). Hlm 17. Walaupun
buku ini membahas penerapan e-court dalam pengadilan agama, namun semua pembahasan merujuk kepada
PERMA sebagaimana hukum acara TUN pun dilaksanakan.
1. Asas panggilan yang resmi
Sesuai dengan Pasal 388 dan Pasal 390 Ayat (1) HIR, pemanggilan
elektronik tetap saja harus dilakukan oleh petugas yang ditunjuk secara
resmi oleh ketua majelis hakim sebagai jurusita atau juru sita pengganti
melalui surat penunjukan dalam melakukan pemanggilan sidang yang
tercantum dalam penetapan hari sidang atau penetapan pemberitahuan.
Apabila asas ini diindahkan dengan pengoperasionalan pemanggilan
melalui mekanisme e-court bukan oleh juru sita yang berwenang,
keabsahan dari e-summon tersebut artinya tidak ada sejak awal karena
tidak sah.
2. Asas panggilan yang patut
Asas ini disusun oleh dua komponen krusial, bahwa:
1) panggilan disampaikan langsung kepada domisili elektronik penerima
yang bersangkutan, dan;
2) waktu pengiriman surat panggilan tidak boleh kurang dari ketentuan
yang tercantum dalam Pasal 122 HIR dan Pasal 10 Rv sebelum
persidangan yang direncakan dimulai (tidak termasuk hari libur).
Ketentuan tersebut terdiri dari tiga poin, yakni:
a. Patokan penentuan waktu persidangan berdasarkan konsiderasi
jarak para pihak. Pemanggilan paling lambat disampaikan
dalam:
i. 8 hari sebelum persidangan dimulai apabila jarak
tempuh menuju pengadilan tidak jauh
ii. 14 hari apabila jarak tempuh bukanlah hambatan yang
berarti bagi pihak yang bersangkutan; dan
iii. 20 hari apabila jarak tempuh bagi para pihak menuju
pengadilan begitu jauh
b. Patokan penentuan panggilan sidang dalam keadaan mendesak
akan dilakukan dengan mempersingkat jarak waktu maksimal
tiga hari sebelum persidangan dimulai.
c. Patokan penentuan karena salah satu atau kedua belah pihak
berada di luar negeri
Panggilan diasosiasikan dengan kepatutan karena kedua komponen di
atas menyangkut kenyamanan, kesiapan, dan keterlibatan aktif para pihak
yang bersangkutan dalam persidangan. Pemanggilan yang mendadak bisa
saja membuat para pihak mengorbankan kenyamanan dirinya untuk
kepentingan pengadilan tersebut. Pun pemanggilan yang ditujukan salah
atau mendadak menentukan kesiapan para pihak dalam menghadapi
pengadilan entah secara pengetahuan untuk pembelaan, pembuktian, dan
sebagainya sebagai wujud partisipasi aktif para pihak yang bersangkutan
demi mencari keadilan subtantif di masyarakat.

3. Asas panggilan dengan persetujuan tertulis dari para pihak yang


bersangkutan
Berdasarkan PERMA No. 3 Tahun 2018, implementasi e-summon harus
disetujui oleh para pihak yang bersangkutan, namun khusus perkara TUN,
e-summon tidak memerlukan persetujuan dari pejabat yang bersangkutan
agar dapat dihubungi secara elektronik.
4. Asas pendelegasian panggilan
Pada dasarnya, seorang juru sita hanya berwenang dalam yurisdiksi
relatifnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 388 jo. Pasal 390 ayat (1)
HIR, artinya pemanggilan kepada para pihak yang sedang berada di luar
yurisdiksi relatifnya merupakan pelampauan batas wewenang dari seorang
jurusita. Konsekuensinya adalah sebagai berikut.
1) pemanggilan tidak memiliki keabsahan karena tidak sesuai dengan
wewenang juru sita
2) Penghukuman terhadap juru sita berupa penggantian biaya panggilan
dan acara serta pembayaran ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh
para pihak berdasarkan perbuatan melawan hukum (Pasal 21 Rv).

Berdasarkan Pasal 5 Rv, Apabila para pihak memang berada di luar


yurisdiksi untuk dipanggil, pendelegasian terhadap juru sita yang berada
dalam domisili hukum di tempat di mana para pihak berada merupakan
alternatifnya12.

12
Yuslim, S. H. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Sinar Grafika, 2022. Hlm 66
Terdapat beberapa macam panggilan yang tidak termasuk sebagai dokumen
elektronik sehingga pengiriman surat panggilan tidak memungkinkan bagi surat di
bawah ini sebagai berikut.

1. Panggilan delegasi saksi


2. Panggilan saksi ahli
3. Panggilan ke Luar Negeri
b) Komparasi Implementasi E-Summon dan Pemanggilan Konvensional

Hambatan serta kekurangan dalam e-summon pada dasarnya bersifat eksternal,


dalam artian bahwa kekurangan tidak terletak pada sistem surelnya, namun pada
pelaksana dengan rincian sebagai berikut.

 Ketidakbiasaan Menggunakan Surel dalam Lingkungan Kerja


Masyarakat Indonesia tidak terbiasa menggunakan layanan surel dalam
lingkungan kerja. Layanan dan fitur yang disediakan, oleh Gmail misalkan,
sudah lengkap untuk berfungsi secara resmi menunjang operasional
perusahaan, seperti menunjang penerima surat berjumlah banyak secara
sekaligus, fitur signature untuk surat lamaran kerja, dan sebagainya.
Sebaliknya, komunikasi kebanyakan dilakukan melalui whatsapp
mencampurkan urusan pribadi dan pekerjaan menjadi satu sehingga sering kali
pesan terlewatkan. Ketidakbiasaan ini menyebabkan praktek e-summon
terhambat dalam beberapa hal.
Patut diakui bahwa email begitu kompleks untuk dioperasikan. Fakta bahwa
pemberitahuan diamsusikan sudah diterima ke domisili elektronik atau email-
nya apabila dalam log aplikasi tercatat bahwasanya sudah terkirim 13 berpotensi
menyebabkan terlewatnya pemanggilan karena tercampurnya surel e-summon
dengan spam, promosi, pemberitahuan update dari perangkat lunak yang
tersambung dengan perangkat, dan sebagainya. Permasalahan ini menjadi
semakin buruk disebabkan Alhasil, selagi penggunaan email bukanlah
kebiasaan yang diterapkan dalam lingkungan kerja, apalagi dalam urusan
pemerintahan, mekanisme e-summon pada akhirnya akan berakhir dengan

13
Soebiyantoro, Bambang, S. I. P. Dikdik Somantri, MH SH, S. H. Yuliant Prajaghupta, and S. H. Muhammad
Adiguna Bimasakti. Praktik dan Wacana Seputar Persidangan Elektronik (E-Litigation) di Peradilan Tata
Usaha Negara. Deepublish, 2020. Hlm 27
panggilan manual pada domisili si tergugat atau pejabat PTUN yang
bersangkutan.
Sebagai upaya terakhir atas ketidakmampuan untuk mencapai pihak yang
bersangkutan, pemanggilan manual ini pastinya lebih kompleks karena
perlunya penyampaian secara langsung ke pihak yang bersangkutan,
sedangkan tidak semua orang dapat ditemui dalam domisili atau tempat tinggal
disebabkan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, sebagaimana tercantum
dalam Pasal 390 Ayat (1) dan Ayat (3) HIR bahwa apabila tempat tinggal
pihak yang bersangkutan diketahui maka penyerahan surat panggilan ditempuh
dengan:
1) surat dikirimkan ke tempat/kediaman pihak terkait;
2) kepada keluarganya; atau
3) kepala desa
Namun, apabila tempat tinggal pihak yang bersangkutan tidak diketahui,
pemanggilan manual ditempuh dengan menyampaikan surat panggilan kepada
bupati atau wali kota sesuai yurisdiksi relatif si juru sita yang selanjutnya akan
mengumumkan dan memuat surat panggilan dalam surat kabar pada domisili
hukum yang berdekatan dengan pengadilan.
 Ketidakseragaman Implementasi E-Summon antara Pengadilan
Selain pemanggilan melalui surel, e-summon pun dapat diakses melalui
dashboard akun e-court yang telah diverifikasi sebagai alternatif pemanggilan.
Namun, walaupun pemanggilan sudah berbasis surel dan/atau mengandalkan
tampilan tatap muka website yang dapat diakses oleh siapa saja, pengeluaran
untuk pemanggilan para pihak yang bersangkutan patut dipertanyakan.
Padahal berdasarkan Keputusan Ketua MA RI Nomor
129/KMA/SK/VIII/2019, biaya e-summon oleh jurusita tidak lagi memerlukan
biaya atau merupakan sebuah layanan yang cuma-cuma. Hal ini terjadi karena
efisiensi dari e-summon yang menihilkan konteks lokasi dan waktu dalam
persidangan. Berikut komparasi antarpengadilannya.
Tabel 2: Komparasi Biaya E-Summon antar-PTUN Tahun 202114
Instansi Perkara E-Court/ Biaya Pemanggilan
Perkara yang Masuk
PTUN Semarang Tidak bisa ditentukan Rp738.900
14
Laporan keuangan ini tersemat dalam laporan tahunan tiap PTUN, atau dengan file terpisah satu dan lainnya.
karena informasi
PTUN Bandung mengenai banyaknya Rp1.650.000
PTUN Surabaya jumlah persidangan Rp2.304.000
elektronik pengadilan
TUN dibandingkan
PTUN Jakarta Rp52.793.200
dengan persidangan
langsung tidak ada.

Biaya panggilan tersebut terlalu besar apalagi ketika:


a) pemanggilan bisa dilakukan melalu layanan gratis, misalnya Gmail;
b) perawatan dan pengawasan terhadap website e-court dikelola oleh
pemerintah pusat, dan;
c) fasilitas untuk melakukan e-summon sudah tersedia dengan lengkap15,
serta
d) tergugat, seorang pejabat, yang beralamat jelas dan tetap sehingga
mudah untuk dihubungi menyebabkan jumlah pengeluaran tersebut
terkesan terlalu eksesif dengan perincian informasi pengeluaran yang
minim dalam laporan keuangan tahunan.
Sebagai perbandingan, laporan keuangan PTUN Semarang hanya
mencantumkan biaya perkara, biaya proses/pemberkasan, dan biaya eksekusi.
Namun, PTUN Surabaya menyajikan laporan ekuitas sejak awal tahun, beban
pemeliharaan, beban barang dan jasa, dsb.
Dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b UU No.9 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas UU No.5 Tahun 1986 tentang PTU bahwa pemerintahan yang baik
mestinya berdasarkan asas akuntabilitas 16. Oleh karena itu, informasi dan/atau
bukti mengenai pengeluaran dalam pembiayaan e-summon mestinya
diberitahukan dengan lengkap.

15
Dalam laporan tahunan PTUN Semarang, tercantum bahwa pengadilan memiliki 40 buah personal computer,
41 laptop, dan 10 buah wifi berkecepatan internetnya 100 mbps dengan kabel CAT 5 dan CAT 6 di setiap
lantainya
16
Pratiwi, Cekli Setya. "Penjelasan hukum asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) hukum
administrasi negara." Sebuah proyek penelitian yang didanai oleh Kedutaan Kerajaan Belanda guna
mendukung program Dukungan Sektor Peradilan (Judicial Sector Support Program) bekerja sama dengan
Puslitbang Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun (2016). Hlm 64
Di balik kekurangan tersebut, sistem e-summon mampu menciptakan
penegakan hukum yang lebih efisien dan efektif disebabkan hal berikut.
 Kebanyakan kegiatan pekerjaan setiap orang melibatkan telepon genggam
atau komputer yang pastinya terhubung dengan domisili elektronik yang
tidak sulit untuk diakses ditambah dengan bermunculannya mekanisme
work from home (WFH) pascapandemi17.
 Berbeda dengan pemanggilan secara konvensional melalui pemberitahuan
secara langsung yang memerlukan biaya transportasi dan administasi,
pengiriman surel pada dasarnya tidak memerlukan biaya layanan untuk
menyampaikannya, entah oleh penyedia layanan atau dalam
penyampaiannya18.
 E-summon atau surel dikirimkan ke domisili elektronik yang telah
dipersonalisasikan kepada pemohon. Pun untuk menghubungi pejabat
sebagai pihak tergugat lebih mudah secara elektronik disebabkan
tersedianya alamat surel yang dikelola oleh institusi yang ia jabat sebagai
alternatif apabila tergugat tidak bisa dihubungi melalui domisili elektronik
pribadi dan/atau secara langsung.
B. Penutup
a) Kesimpulan
E-summon dikirimkan oleh panitera dengan format yang serupa dengan
pemanggilan sidang konvensional melalui surel yang terpersonalisasi kepada
penggugat setelah proses registasi akun e-court terverifikasi. Fitur ini berfungsi
secara efisien dengan pengiriman yang instan, tepat, dan berbiaya minimal.
Namun, fakta bahwa lingkungan kerja perusahaan dan instansi Indonesia yang
tidak berbasis e-mail untuk komunikasi serta ketidakseragaman dari implementasi
e-court itu sendiri merupakan sebuah hambatan dalam pelayanan publik yang
optimal. Walaupun begitu, e-summon berprospek menciptakan penegakan hukum
yang efisien dan efektif dengan pengirimannya yang tanggap, tepat, dan murah.
b) Saran

17
Ekna Satriyati, S. S., ed. Pola Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia Di Era Pandemi Covid-19. Cv
Literasi Nusantara Abadi, 2021. HLM 44
18
Sudarsono, and Rabbenstain Izroiel. Petunjuk praktis beracara di peradilan tata usaha negara: konvensional
dan elektronik. Kencana, 2019. Hlm 35
1. PTUN harusnya membuat dan mempublikasikan laporan keuangan yang
lengkap karena transparansi terhadap kegiatan yang mereka lakukan perlu
diketahui sebagaimana mestinya. Fakta bahwa PTUN Semarang tidak
mempublikasikan laporan keuangan yang menyeluruh dan mendetail dengan
akumulasi hanya hingga bulan November 2021 serta tidak adanya perincian
mengenai urusan dan/atau objek yang dibayarkan. Walaupun PTUN Bandung
mengeluarkan lebih banyak uang dalam pemanggilan sidang, namun
transparansi dalam laporan keuangannya yang mencantumkan invoice, tabel
pengeluaran, dan bukti fisik pembayaran, jumlah pengeluaran untuk
operasional PTUN tersebut bisa dipahami.
2. Penyeragaman format laporan keuangan pun sangatlah penting agar
kesinambungan kinerja dan penganggaran dilakukan secara bertanggung jawab
sebagai bentuk akuntabilitas pengadilan kepada masyarakat. Informasi yang
dimasukkan termasuk namun tidak terbatas pemisahan pengeluaran yang
dilakukan dalam praktek e-court atau persidangan langsung, bukti fisik atau
invoice dari pengeluaran untuk pemanggilan para pihak yang bersangkutan,
dsb.
3. Pengawalan terhadap administrasi dan pelaksanaan pengadilan yang berbasis
elektronik perlu dimonitor dengan lebih seksama karena sistem dan polanya
yang tergolong baru sehingga kesalahan, baik yang disengaja atau pun tidak,
dapat diatasi dengan baik dan sigap demi pelayanan masyarakat yang lebih
baik dan meningkatkan kepuasan publik terhadap pengadilan sebagai tempat
bagi pencari keadilan.

Anda mungkin juga menyukai