Anda di halaman 1dari 13

PENGADILAN ONLINE (E-COURT)

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Kasus Hukum Keluarga Islam

Dosen Pengampu:

Ita Musarrofa

Disusun Oleh: Kelompok 6

1. Azizah Selima Akmal (C01219011)


2. Dinda Puspita Maharani (C01219013)
3. Fahra Shabrina (C01219014)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2022

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penerapanhukum acara perdata dalam pemeriksaan perkara saat ini terjadi


pembaruan kearah yang sudah harus mengakomodasi perkembangan hukum
masyarakat. Pada saat ini Mahkamah Agung dalam melaksanakan salah satu
fungsinya, yaitu fungsi pengaturan telah membuat beberapa regulasi untuk mengisi
kekosongan hukum terutama dalam masalah hukum acara perdata. Hal ini disebabkan
karena adanya kemajuan perkembangan teknologi terutama dibidang informatika
serta keinginan masyarakat dalam percepatan penyelesaian perkara. Oleh sebab itu
Mahkamah Agung menerbitkan beberapa peraturan Mahkamah Agung dan berbagai
petunjuk teknis lainnya yang mengatur praktik beracara dalam perkara perdata. Salah
satu diantaranya adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2019 tanggal 6
Agustus 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan secara elektronik yang
diikuti dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor:
129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan
Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Dalam Persidangan secara elektronik
(e-Court) mulai tahap pendaftaran sampai putusan yang dilakukan secara online.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemeriksaan yang dilakukan secara online (E-court)?
2. Apa saja ketentuan pemeriksaan gugatan dalam hukum positif?
3. Bagaimana E-court dalam perspektif hukum islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan secara online (E-court)
2. Untuk mengetahui ketentuan- ketentuan pemeriksaan gugatan dalam hukum
positif
3. Untuk mengetahui perspektif hukum islam terhadap E-court
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Perkara di E-court


E-court merupakan sistem dipengadilan yang telah diatur dalam peraturan
Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2018 Jo No. 1 Tahun 2019 terkait administrasi
perkara di pengadilan yang dilakukan secara elektronik. Sehingga dengan adanya E-
court ini memudahkan administratif para pihak yang berada diluar wilayah hukum
pengadilan yang bersangkutan dengan melakukan pendaftaran secara online. Selain
itu dengan seiring berkembangnya zaman, E-court membuktikan bahwa wilayah
peradilan pun telah mengalami kemajuan dan mengikuti zaman yang saat ini telah
banyak yang berbasis teknologi dan menyesuaikan dengan era zaman sekarang (4.0)1
Sebagaimana asas dari pengadilan yaitu sederhana cepat dan juga biaya
ringan, adanya E-court ini telah mengimplementasikan asas tersebut, karna E-court
yang dilakukan secara online jelas tidak memakan biaya yang banyak. Selain itu, E-
court juga sesuai dengan asas peradilan yaitu dalam menghemat waktu dan biaya serta
lebih efektif dan efesien. Dengan adanya E-court ini juga dapat menekan adanya
kecurangan seperti contohnya korupsi dibidang administrasi yang dilakukan oleh
perorangan.2
Ruang lingkup dalam aplikasi e-court sendiri ialah sebagai berikut:
1. Pendaftaran perkara online (e-filling).
Dalam pendaftaran perkara secara online baru dibuka untuk jenis pendaftaran
dalam perkara gugatan saja, terdapat di peradilan umum, agama, TUN.
2. Pembayaran panjar biaya online (e-SKUM)
Biaya yang dibebankan dalam e-SKUM sudah akan dihitung berdasarkan
komponen biaya apa saja yang telah ditetapkan dan dikonfigurasikan oleh
pengadilan, dan biaya radius yang juga ditetapkan oleh ketua pengadilan.
3. Pembayaran panjar biaya perkara online (E-Payment)

1
Ni Putu Riyani Kartika Sari, “Eksistensi E-Court Untuk Mewujudkan Asas Sederhana, Cepat, Dan Biaya
Ringan Dalam Sistem Peradilan Perdata Di Indonesia,” Jurnal Yustitia 13, no. 1 (October 1
, 2019): 3.
2
Hisam Ahyani, Muhamad Ghofir Makturidi, and Muharir Muharir, “Administrasi Perkara Perdata Secara E-
Court Di Indonesia,” Batulis Civil Law Review 2, no. 1 (May 31, 2021): 61.
Untuk melakukan pembayaran terhadap panjar biaya perkara yang ditetapkan
melalui aplikasi e-SKUM sebagai tindak lanjut pendaftaran secara elektronik.
4. Dokumen persidangan aplikasi e-court
Yang berisi replik, duplik, kesimpulan atau jawaban yang dapat diakses para
pihak dan pengadilan.
5. Pemanggilan elektronik (e-Summons)
Pemanggilan dilakukan dengan mengirimkan ke alamat domisili elektronik
pengguna terdaftar. Akan tetapi, untuk tergugat pada pemanggilan pertama
dilakukan dengan manual dan pada saat tergugat hadir di persidangan yang
pertama akan dimintakan persetujuan apakah setuju untuk dipanggil secara
elektronik sesuai dengan domisili elektronik yang diberikan dan apabila tidak
setuju pemanggilan dilakukan secara manual seperti biasanya.
6. Persidangan secara online/elektronik e-Litigation.

Dalam proses berperkara secara online sebagaimana yang diatur Mahkamah


Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan persidangan
dilakukan dengan menggunakan E-court atau online, maka proses pendaftaran perkara
dilakukan secara online, lalu mendapatkan e-SKUM secara online, dan melakukan
pembayatran, setelah melakukan konfirmasi secara pembayaran secara online dan
mendapatkan notifikasi atau pemberitahuan secara online.

Tahapan dalam pendaftaran perkara pada E-court secara lengkapnya adalah sebagai
berikut3:

A. Dari halaman utama setelah Login, tekan tombol “Tambah Gugatan”


B. Selanjutnya pilih pengadilan tempat advokat akan beracara dari daftar. Untuk
memudahkan, pengguna juga dapat langsung mengetikkan nama pengadilan untuk
mencari dengan cepat. Setelah itu, tekan tombol “Lanjut Pendaftaran”.
C. Dengan menekan tombol “Lanjut Pendaftaran”, maka tampilan berikutnya adalah
sebagai berikut. Pada tampilan ini, pengguna akan mendapatkan nomor registrasi
Online, bukan nomor perkara. Setelah memahami dan menyetujui syarat dan
ketentuan dalam pendaftaran online, tekan tombol “Daftar”.

3
Anggy Ayu Sputri, “Pelaksanakaan E- Court Dalam Penyelesaian Sengketan Perceraian” (Universitas Medan
Arean, n.d.), 9–12.
D. Langkah berikutnya adalah pendaftaran kuasa yang dilakukan dengan cara
mengunggah surat kuasa. Syarat - syarat pendaftaran lain seperti berita acara
sumpah, kartu anggota advokat, dan ktp tidak perlu dicantumkan lagi karena
sudah terlampir dalam setiap pendaftaran perkara. Untuk mengunggah surat kuasa,
tekan tombol “Upload Surat Kuasa”, beri judul dokumen, misalnya “surat kuasa
klien A”, pilih file surat kuasa, kemudian tekan tombol “Upload”. Untuk
melanjutkan ke tahap berikutnya, tekan tombol “Lanjut Isi Data Pihak”
E. Untuk mengisi data pihak, tekan tombol “Tambah Pihak”. Tampilan untuk
melakukan pengisian data pihak adalah sebagai berikut. Lengkapi kolom-kolom
yang tersedia dengan informasi yang benar. Kolom yang memiliki tanda bintang
(*) merah merupakan kolom yang wajib diisi. Dengan mengisi kolom Provinsi,
Kabupaten, dan Kecamatan, biaya panjar dapat ditaksir sesuai besaran radius
masing-masing wilayah pengadilan sesuai ketetapan Ketua Pengadilan. Setelah
melengkapi informasi, tekan tombol “Simpan” untuk menyimpan informasi.
Untuk melanjutkan ke tahap berikutnya, tekan tombol “Lanjut Upload Berkas”.
F. Pada tahapan ini, pengguna perlu mengunggah Berkas Gugatan dan Persetujuan
Prinsipal. Untuk mengunggah, tekan tombol “Upload Dokumen”, pilih jenis
dokumen yang sesuai, beri nama judul dokumen, misalnya “Surat Gugatan Klien
A”, pilih file dokumen yang diperlukan, kemudian tekan tombol “Upload”.
Berikut adalah tampilan setelah pengguna mengunggah berkas gugatan dan
persetujuan prinsipal. Untuk melanjutkan, tekan tombol “Lanjut Perhitungan
SKUM Panjar Perkara”.
G. Setelah selesai melengkapi data pendaftaran dan dokumen - dokumen pendukung,
pengguna akan mendapatkan taksiran panjar biaya perkara dalam bentuk
Electronic SKUM (e-SKUM) yang di generate secara otomatis oleh sistem.
Besaran taksiran panjar biaya perkara ini sudah diperhitungkan dengan rumusan
sesuai dengan penentuan taksiran biaya panjar untuk perkara gugatan, namun
demikian apabila terdapat kekurangan maka akan diberikan tagihan untuk tambah
biaya panjar. Sebaliknya, apabila terdapat kelebihan maka kelebihan tersebut akan
dikembalikan kepada pihak yang mendaftar perkara. Berikut adalah tampilan e-
SKUM dari aplikasi e-court. Untuk melanjutkan, tekan tombol “Lanjut
Pembayaran”.
H. Setelah mendapatkan taksiran panjar atau e-SKUM, pengguna akan mendapatkan
Nomor Pembayaran (Virtual Account) sebagai rekening virtual untuk melakukan
pembayaran. Berikut adalah contoh tampilan setelah pengguna menyelesaikan
pembayaran.
I. Selanjutnya, pengguna tinggal menunggu proses validasi dan verifikasi dari pihak
Pengadilan untuk mendapatkan nomor perkara. Berikut adalah tampilan apabila
Pengadilan telah selesai melakukan verifikasi pendaftaran.
J. Dengan mendapatkan nomor perkara maka seluruh proses pendaftaran telah
selesai dan pengguna tinggal menunggu pemanggilan dari Pengadilan secara
elektronik (e-Summons). Pengguna juga akan mendapatkan email pemberitahuan
sehingga informasi dapat tersampaikan dengan cepat. Sebelum kelahiran undang-
undang perkawinan, pemerintah sebenarnya telah mencoba menindak lannjuti
pesan UU No. 14 Tahun 1970. Usaha ini kemudian membutuhkan waktu yang
cukup lama. 17 tahun hingga akhirnya Rancangan Undang-undang Peradilan
Agama dapat diajukan ke DPR untuk memperoleh persetujuan dengan amanat
Presiden RI No R-0/PU/XII 1988 tanggal 3 Desember 1988 pemerintah
menyampaikan rancangan Undang-undang tentang Peradilan Agama.
K. Persidangan elektronik (e-litigasi). dengan mengirimkan dokumen persidangan
seperti replik, duplik, jawaban, kesimpulan.
L. Penyampaian putusan atau penetapan hakim ketua atau hakim pun dilakukan
secara online.

Namun meskipun telah terdapat E-court ini yang memudahkan para pihaknya
dalam berperkara di pengadilan tetap harus dilaksanakan atas izin tergugat dan
penggugat, Jika pada sidang pertama yang telah ditentukan barulah diminta
persetujuannya kepada pihak tergugat atau kalau memakai kuasa, maka secara
otomatis menjadi pengguna terdaftar atau bisa juga sebagai pengguna lain dengan cara
tertulis untuk dilakukan proses persidangan berikutnya secara elektronik. Berdasarkan
ketentuan Pasal 20 ayat (1), (2), (3), Peraturan Mahkamah Agung No.1Tahun 2019
tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik pada
pokoknya Menentukan persidangan elektronik dilaksanakan atas persetujuan
penggugat dan terugat setelah proses mediasi dinyatakan tidak berhasil. Dengan
demikian apabila penggugat dan tergugat setuju dengan menggunakan elektronik,
maka untuk selanjutnya dilakukan proses persidangan secara elektronik. Sebaliknya
apabila tergugat tidak setuju maka persidangan tetap dilakukan sebagaimana biasa
kecuali pemanggilan kepada penggugat tetap dilakukan secara elektronik. Sesuai
dengan ketentuan tetap memperhatikan tenggang waktu yang tidak boleh kurang dari
tiga hari kerja sejak panggilan disampaikan kepada para pihak, baik secara elektronik
maupun dengan cara manual.4

B. Pemeriksaan Gugatan dalam Hukum Positif


Perkara gugatan merupakan perkara yang diajukan ke pengadilan yang didalamnya
terdapat konflik atau sengketa yang meminta hakim untuk mengadili dan memutus siapa
diantara pihak-pihak yang bersengketa atau berkonflik tersebut yang benar. Perkara gugatan
disini termasuk dalam lingkup perkara perdata yang diatur tersendiri oleh hukum acara
perdata5.
Gugatan dalam hukum acara perdata umumnya terdapat 2 (dua) pihak atau lebih,
yaitu antara pihak penggugat dan tergugat, yang mana terjadinya gugatan umumnya pihak
tergugat telah melakukan pelanggaran terhadap hak dan kewajiban yang merugikan pihak
penggugat. Terjadinya gugatan umumnya setelah pihak tergugat melakukan pelanggaran hak
dan kewajiban yang merugikan pihak penggugat, tidak mau secara sukarela memenuhi hak
dan kewajiban yang diminta oleh pihak penggugat, sehingga akan timbul sengketa antara
penggugat dan tergugat.
Dalam praktek, cukup banyak dasar hukum yang dapat dijadikan alasan untuk
mengajukan gugatan. Secara awam, dapat dicontohkan: perceraian, perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad), ingkar janji (wanprestatie), menguasai tanah tanpa izindari
yang berhak atau kuasanya atau sering disebut penyerobotan (wilde occupatie), dan sengketa
status hukum (hak/recht)6.
Suatu gugatan yang diajukan oleh penggugat agar dapat diterima oleh pengadilan
haruslah mempunyai alasan-alasan yang kuat, yang mana salah satu alasan yang harus
dipenuhi adalah adanya pelanggaran hak dan telah merugikan penggugat. Apabila dalam
gugatan yang diajukan oleh penggugat ke pengadilan tidak mempunyai alasan-alasan yang
kuat tentang terjadinya peristiwa, maka gugatannya dalam persidangan akan berakibat
dinyatakan tidak dikabulkan oleh hakim yang memeriksa perkaranya7.
HIR/RBg tidak mengatur perihal syarat-syarat suatu gugatan namun di dalam praktik
suatu gugatan harus memenuhi syarat formal dan substansial meliputi:

4
Aris Priyadi, “Implementasi Beracara Secara Elektronik (E-Court) Dalam Perkara Perdata,” Cakrawala
Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma 23, no. 1 (March 11, 2021): 95.
5
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 2006, Hal 2
6
Sophar Maru Hutagalung, Praktek Peradilan Perdata (Teknis Menangani Perkara di Pengadilan), Jakarta,
Sinar Grafika, 2010, Hal 50-51
7
Sarwono, Hukum Acara Perdata, Jakarta Timur, Sinar Grafika, 2011, Hal 31
1. Syarat Formal
Pada umumnya syarat formal yang harus dipenuhi dalam suatu gugatan adalah:
a. Tempat dan Tanggal Pembuatan Surat Gugatan
Pembuatan surat permohonan gugatan harus mencantumkan tempat di mana surat
permohonan gugatan dibuat. Yang dimaksud dengan tempat disini adalah tempat
tinggal atau domisili pembuat surat permohonan gugatan. Tempat di sini kalau dibuat
oleh penggugat sendiri, maka pencantuman tempat di dalam surat gugatan berdasrkan
domisili penggugat masuk dalam wilayah kabupaten atau kotamadya mana,
sedangkan kalau di buat oleh kuasa hukumnya, maka tempat atau domisilinya
mengikuti kuasa hukumnya. Khusus untuk tanggal dalam surat permohonan surat
gugatan juga harus dicantumkan dengan jelas, tanggal berapa pembuatannya karena
berfungsi untu mengetahui kepastian tentang tanggal pembuatan surat gugatan.
b. Materai
Dalam surat permohonan gugatan dibubuhi materai sebesar Rp 6.000,- (enam ribu
rupiah) dan diatas materai diberi tanggal, bulan, dan tahun sesuai dengan tanggal
pembuatan surat permohonan, sedangkan tandatangannya harus dikenakan pada
bagian materai tersebut yang ditempel di atas nama penggugat atau kuasa hukumnya.
c. Tanda Tangan
Surat permohonan gugatan harus ditandatangani oleh pihak penggugat atau kuasa
hukumnya yang telah diberi surat kuasa khusus untuk menangani perkaranya di
persidangan pengadilan (Pasal 118 ayat (1) dan pasal 123 ayat (1) HIR). Surat
gugatan yang tidak ditandatangani oleh penggugat atau kuasa hukumya akan
dikembalikan oleh pengadilan karena surat gugatan yang tidak ditandatangani oleh
penggugat atau kuasa hukumnya secara yuridis belum sempurna.
Tanda tangan penggugat dalam surat gugatan yang di ajukan kepada Ketua
Pengadilan merupakan wujud dari pada pertanggungjawaban adanya gugatan yang
diajukan oleh penggugat terhadap tergugat.
Apabila surat gugatan yang diajukan oleh penggugat atau melalui kuasa hukumnya
tidak ditandatangani, jika gugatannya telah diproses di pengadilan oleh hakim yang
memeriksa dan telah terjadi replik dan duplik, maka kelemahan tersebut dapat
dijadikan sebagai alasan yang sah oleh pihak tergugat bahwa gugatan penggugat tidak
sah dan dapat batal demi hukum.
2. Syarat Substansial
Syarat substansial dari pada surat permohonan gugatan yang diajukan oleh penggugat
umumnya dalam praktik terdiri atas:
a. Identitas Para Pihak yang Berperkara
Surat gugatan harus disebutkan dengan jelas identitas para pihak yang bersengeta
atau subjek hukumnya yang menyangkut tentang nama lengkap, pekerjaan dan
alamat tempat tinggal atau domisili para pihak yang bersengketa secara detail yang
berguna untuk menentukan kewenangan relatif, yaitu pengadilan mana yang berhak
menangani suatu perkara.
Dalam surat gugatan haruslah jelas dan lengkap para pihaknya atau subjek
hukumnya baik itu penggugat maupun tergugat baik itu dilaksanakan sendiri atau
diwakilkan kepada kuasa hukumnya, karena bila mana surat permohonan tidak
lengkap dan jelas tentang subjek hukumnya, maka gugatan akan berakibat
dinyatakan tidak dapat diterima atau tidak dikabulkan oleh hakim yang memeriksa
dengan alasan bahwa gugatannya subjek hukumnya tidak jelas, sehingga bila terjadi
demikian sudah barang tentu akan merugikan penggugat.
b. Identitas Kuasa Hukum
Identitas kuasa hukum atau pengacara umumnya hanya ditulis nama,
pekerjaan/profesi, dan alamat kantor kuasa hukum atau domisilinya. Apabila
penggugat atau tergugat menggunakan jasa pengacara atau kuasa hukumnya (Advokat)
untuk mewakili penggugat atau tergugat di persidangan pengadilan, diperlukan adanya
surat kuasa khusus (pasal 132 ayat (1) HIR jo Pasal 147 ayat (1) RBg). Surat kuasa
khusus tersebut umumnya diberikan oleh penggugat atau tergugat kepada kuasa
hukumnya dengan maksdu agar penerima kuasa dalam pelaksanaanya dapat bertindak
untuk dan atas nama pemberi kuasa8.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa di dalam hukum acara perdata dikenal istilah
gugatan tidak dapat diterima dan gugatan ditolak:
1. Gugatan tidak diterima atau NO (niet ontvankelijk verklaard) adalah gugatan
yang tidak bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa-peristiwa sebagai dasar
tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini bermaksud
menolak gugatan diluar pokok perkara. Dalam hal ini, penggugat masih dapat
mengajukan kembali gugatannya atau banding. Gugatan ini cenderung karena
tidak memenuhi syarat formal.

8
Ibid, 32- 36
2. Gugatan ditolak adalah gugatan tidak beralasan hukum yaitu apabila tidak
diajukan peristiwa-peristiwa yang membenarkan tuntutan. Putusan hakim dengan
melakukan penolakan bermaksud menolak setelah mempertimbangkan pokok
perkara. Dalam hal ini Penggugat tidak ada kesempatan mengajukan kembali
tapi haknya adalah banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat materil
(pembuktian).9

C. E-court dalam perspektif hukum islam


Dewasa ini Mahkamah Agung Republik Indonesia mewujudkan inovasi baru
dalam perkembanagan peradilan di Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 03
Tahun 2018 merupakan inovasi sekaligus komitmen bagi Mahkamah Agung Republik
Indonesia dalam mewujudkan reformasi di dunia peradilan Indonesia (Justice reform)
yang mensinergikan peran teknologi informasi (IT) dengan hukum acara (IT for
Judiciary) yang disebut dengan e-Court. Dengan lahirnya e-Court yang dicetuskan pada
bulan Maret 2018 adalah sebuah aplikasi yang diluncurkan Mahkamah Agung untuk
memudahkan administrasi perkara perdata secara electronic. Sehingga peradilan
berwenang untuk menerima pendaftaran online (e-Filing), pembayaran online (e-
Payment) dan jawaban, replik duplik, putusan secara electronic (e-Litigasi). Selain
mengatur dalam beracara secara elektronik eCourt juga memberikan kewenangan kepada
juru sita/juru sita pengganti di pengadilan untuk menyampaikan relaas
(panggilan/pemberitahuan) secara online (e-Summons). 10
Sejak diterbitkan PERMA No 1 Tahun 2019 tentang “Administrasi Perkara dan
Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik” yang mana langsung berdampak pada
efisiensi administrasi peradilan sekaligus wujud transparansi proses pencari keadilan dan
memenuhi asas peradilan sederhana, cepat biaya ringan. Dampak langsung yang
dirasakan para pencari keadilan melalui penerapan e-Court membuat masyarakat pencari
keadilan dapat lebih mudah mengakses dan mengontrol proses yang sedang berjalan
sekaligus melakukan penghematan waktu dan biaya dalam berperkara namun ada
beberapa kendala para pihak gaptek oleh karena itu perlu adanya sosialisasi kepada
masyarakat.
Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan sistem e-Court bahwa Islam juga
menerima modrenisasi atau perkembangan zaman begitu pula dengan peradilan. Dalam
9
H. Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Jakarta, Prenadamedia, 2015, Hal 22
10
Amran Suadi, Pembaruan Hukum Acara Perdata Di Indonesia Menakar Beracara di Pengadilan Secara
Elektronik, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), h. 58
menetapkan kebijakan penguasa harus memberikan kemaslahatan bagi masyarakat oleh
karena itu aplikasi e-Court yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung guna untuk
memberikan maslahat kepada para pencari keadilan sudah memenuhi syariat Islam yang
mana dalam Islam itu adalah mudah. Dan Allah tidak sedikitpun menyulitkan manusia
dalam kehidupan dunia asalkan tidak bertentangan dengan syari‟at Islam.
Dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat ini merupakan hal
yang wajar yang dapat kita terima sebagai umat Islam, selama masih sesuai dengan ajaran
Islam yang berlaku. Hukum-hukum atau aturan yang diterapkan dalam pelaksanaannya
yang menimbulkan kesukaran, maka syariah memudahkannya sehingga mukallaf mampu
melaksanakanya tanpa kesukaran dan kesulitan sesuai dengan firman Allah dalam Q.S
Al-Baqarah (2) ayat 185:
... ‫ي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ ِب ُك ُم ْاليُسْ َر َواَل ي ُِر ْي ُد ِب ُك ُم ْالعُسْ َر‬
Artinya: “..Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu”..
Maksud ayat ini Allah menghendaki hal yang memudahkan bagi kalian jalan
yang menyampaikan kalian kepada ridha-Nya dengan kemudahan yang paling mudah dan
meringankannya dengan keringanan yang paling ringan. Segala yang diperintahkan Allah
atas hamba-hamba-Nya pada dasarnya adalah sangat mudah sekali. Bila terjadi rintangan
yang menimbulkan kesulitan maka Allah akan memudahkannya.
Berdasarkan ayat diatas dapat disimpulkan, bahwa syariah Islam selamanya
menghilangkan kesulitan dari manusia dan tidak ada hukum Islam yang tidak bisa
dilaksankan karena diluar kemampuan manusia yang memang sifatnya lemah.
Demikianlah maka umum yang bisa ditarik dari ayat-ayat diatas.11

11
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang
Praktis, (Jakarta:Kencana,2007) h. 59.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

 Dalam praktek, cukup banyak dasar hukum yang dapat dijadikan alasan untuk
mengajukan gugatan. Secara awam, dapat dicontohkan: perceraian, perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad), ingkar janji (wanprestatie), menguasai tanah
tanpa izindari yang berhak atau kuasanya atau sering disebut penyerobotan (wilde
occupatie), dan sengketa status hukum (hak/recht). Suatu gugatan yang diajukan oleh
penggugat agar dapat diterima oleh pengadilan haruslah mempunyai alasan-alasan
yang kuat, yang mana salah satu alasan yang harus dipenuhi adalah adanya
pelanggaran hak dan telah merugikan penggugat. Apabila dalam gugatan yang
diajukan oleh penggugat ke pengadilan tidak mempunyai alasan-alasan yang kuat
tentang terjadinya peristiwa, maka gugatannya dalam persidangan akan berakibat
dinyatakan tidak dikabulkan oleh hakim yang memeriksa perkaranya.
 Dampak langsung yang dirasakan para pencari keadilan melalui penerapan e-Court
membuat masyarakat pencari keadilan dapat lebih mudah mengakses dan mengontrol
proses yang sedang berjalan sekaligus melakukan penghematan waktu dan biaya
dalam berperkara namun ada beberapa kendala para pihak gaptek oleh karena itu
perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat.
Tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan sistem e-Court bahwa Islam juga
menerima modrenisasi atau perkembangan zaman begitu pula dengan peradilan.
Dalam menetapkan kebijakan penguasa harus memberikan kemaslahatan bagi
masyarakat oleh karena itu aplikasi e-Court yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung
guna untuk memberikan maslahat kepada para pencari keadilan sudah memenuhi
syariat Islam yang mana dalam Islam itu adalah mudah. Dan Allah tidak sedikitpun
menyulitkan manusia dalam kehidupan dunia asalkan tidak bertentangan dengan
syari‟at Islam.
Daftar Pustaka

Djazuli, A, 2007, Kaidah-kaidah Fikih, Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan


Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta:Kencana.
H. Zainal Asikin,2015, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Jakarta: Prenadamedia.
Maru Hutagalung, Sophar, 2010, Praktek Peradilan Perdata (Teknis Menangani Perkara di
Pengadilan), Jakarta: Sinar Grafika.
Mertokusumo, Sudikno, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty.
Suadi, Amran, 2019, Pembaruan Hukum Acara Perdata Di Indonesia Menakar Beracara di
Pengadilan Secara Elektronik, Jakarta: Prenadamedia Group.
Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata (Teori dan Praktik), Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai