Anda di halaman 1dari 4

ACC/20-8-2021

OUTLINE PENULISAN HUKUM

PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MELALUI GUGATAN SEDERHANA DAN E-


COURT SEBAGAI IMPLEMENTASI ASAS PERADILAN CEPAT, SEDERHANA, DAN
BIAYA RINGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI TEGAL)

PENGUSUL :
RAMADAN DHARMAWAN PUTRA
11000118120175

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO


2021
A. Latar Belakang Masalah
Sudah bukan menjadi rahasia lagi, bahwa proses penyelesaian sengketa
melalui jalur litigasi atau peradilan adalah tidak jarang berjalan lambat,
prosedural, dan berbelit-belit sehingga bisa memakan waktu berbulan-bulan,
bahkan bertahun-tahun bila sengketa tersebut sampai pada tingkat kasasi di
Mahkamah Agung (MA), sehingga tidak mengherankan apabila masyarakat
Indonesia lebih memilih menyelesaikan sengketanya melalui jalur non-litigasi
atau alternatif penyelesaian sengketa.
Atas dasar alasan-alasan diatas itulah yang kemudian melandasi
Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yang telah
di rubah dengan PERMA No. 4 Tahun 2019, tidak cukup sampai disitu,
Mahkamah Agung juga menerbitkan PERMA No. 3 Tahun 2018 Junc. PERMA
No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan
secara Elektronik atau yang biasa disebut dengan E-Court (Electronic Court).
Pada bagian konsideran kedua PERMA tersebut, pada umumnya memuat
hal-hal yang tidak jauh berbeda, sebagai contoh, sebut saja pada poin b
konsideran PERMA No. 2 Tahun 2015 Junc. PERMA No. 4 Tahun 2019 yang
menyatakan :1
“bahwa perkembangan hukum di bidang ekonomi dan keperdataan
lainnya di masyarakat membutuhkan prosedur penyelesaian sengketa yang lebih
sederhana, cepat, dan biaya ringan, terutama di dalam hubungan hukum yang
bersifat sederhana, cepat, dan biaya ringan, terutama di dalam hubungan hukum
yang bersifat sederhana”.
Kemudian bisa dilihat pula pada konsideran poin b PERMA No. 3 Tahun
2018 Junc. PERMA No. 1 Tahun 2019 menyatakan :2

1
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Juncto Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 4 Tahun 2019, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1172 dan Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 942.
2
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 Juncto Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2019, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 454 dan Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 894.
“bahwa tuntutan perkembangan zaman mengharuskan adanya pelayanan
administrasi perkara dan persidangan di pengadilan yang lebih efektif dan
efisien”.
Substansi kedua poin konsideran di atas selain sama-sama menginginkan
proses penyelesaian sengketa yang serba cepat dan efisien sejak tahap
administrasi atau pendaftaran gugatan, proses persidangan, hingga putusan
dijatuhkan. Substansi kedua poin konsideran tersebut juga sama-sama
menggunakan kata “perkembangan” sebagai urgensi pembuatan PERMA terkait,
dewasa ini memang harus diakui bahwa perkembangan IT (Informasi dan
Teknologi) dan perkembangan masyarakat berjalan beriringan, yang mana hal
tersebut juga mempengaruhi aspek hukum yang hidup di masyarakat, dimana
mobilitas dan dinamika masyarakat yang semakin tinggi juga akan menuntut
adanya penyelesaian masalah hukum yang relatif cepat dan praktis dengan
menerapkan IT dan melakukan penyederhanaan pada prosesnya, dan proses inilah
yang pada hakikatnya merupakan ranah dari hukum acara perdata.
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan
bagaimana caranya hukum perdata materiil dilaksanakan.3sementara itu frasa
“sederhana, cepat, dan biaya ringan” merupakan salah satu asas yang terdapat
dalam hukum acara perdata yang diatur di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Yang dimaksud dengan sederhana adalah
proses beracara yang jelas, tidak berbeli-belit, dan mudah dipahami. Kemudian
kata cepat merujuk pada lamanya waktu peradilan berjalan. Dalam hal ini tidak
hanya mengenai bagaimana peradilan berjalan pada saat pemeriksaan di muka
sidang saja, akan tetapi juga mengenai penyelesaian berita acara pemeriksaan di
persidangan sampai dengan ditandatanganinya putusan oleh hakim dan
bagaimana pelaksanaannya. Terakhir adalah biaya ringan yang bermakna agar
biaya yang diperlukan dapat terpikul oleh rakyat. Hal ini dikarenakan biaya
perkara yang relatif mahal atau tinggi kebanyakan akan menjadi alasan bagi para
pihak yang berkepentingan sehingga enggan mengajukan tuntutan atas haknya di
pengadilan.4

3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
2010), hal. 2.
4
Ibid., hal. 47-48.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya terkait dengan di
terbitkannya PERMA No. 2 Tahun 2015 Junc. PERMA No. 4 Tahun 2019 dan
PERMA No. 3 Tahun 2018 Junc. PERMA No. 1 Tahun 2019, Mahkamah Agung
sebagai salah satu puncak kekuasaan kehakiman dan lembaga peradilan tertinggi
di Indonesia tampaknya berupaya memberikan solusi atas permasalahan yang
terjadi selama ini dan tentunya untuk mewujudkan asas Peradilan yang
Sederhana, Cepat dan Biaya ringan melalui pengadaan apa yang dinamakan
sebagai Gugatan Sederhana dan Fasilitas E-Court.
Gugatan sederhana dan fasilitas e-court ini pun sudah diimplementasikan
di berbagai lembaga peradilan dibawah MA, tidak terkecuali di Pengadilan
Negeri (PN) Tegal, yang berlokasi di Jalan Mayor Jenderal Soetoyo SM, Nomor
9, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah. Dalam salah satu
putusannya dengan nomor : 1/Pdt.G.S/2021/PN Tgl, terlihat bahwa PN Tegal
sudah menyediakan opsi gugatan sederhana dan fasilitas e-court dalam melayani
masyarakat yang hendak mereka tangani perkaranya.
Berangkat dari fakta-fakta diatas, kemudian menimbulkan suatu
pertanyaan, yakni bagaimana implementasi dari gugatan sederhana dan e-Court di
Pengadilan Negeri Tegal dan bagaimana konsep gugatan sederhana dan fasilitas
e-court bisa mewujudkan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut, hemat penulis, sangat penting dikaji, selain
sebagai upaya untuk memuaskan rasa keingintahuan dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan penulis sendiri, juga sebagai bentuk evaluasi terhadap
terobosan Mahkamah Agung dalam mewujudkan reformasi birokrasi pengadilan,
yakni terhadap proses penyelesaian sengketa keperdataan melalui gugatan
sederhana dan fasilitas e-court dengan melihat implementasinya secara langsung
di Pengadilan Negeri Tegal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi dari gugatan sederhana dan e-Court di Pengadilan
Negeri Tegal?
2. Bagaimana gugatan sederhana dan fasilitas e-court dapat mewujudkan asas
peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan?

Anda mungkin juga menyukai