Anda di halaman 1dari 6

Mengenal Lebih Jauh Bentuk Persidangan Yang Baru Bernama

E-Litigation

Rafli Fadilah Achmad, S.H, M.H

Calon Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia

Istilah online pada tahun 2020 akan kian populer. Pasalnya selain belanja online
(Olshop) dan ojek online (Ojol) yang sudah kandung viral, Persidangan Online pun akan
meramaikan era digitalisasi Indonesia pada tahun 2020. Keseriusan Mahkamah Agung
dalam mewujudkan persidangan online diawali dengan disempurnakannya Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 menjadi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2019 yang menambah satu fitur baru bernama E-Litigation. (Pembahasan
mengenai Perma Nomor 1 Tahun 2018 dapat dilihat melalui artikel
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5bd6d11999924/e-court--prospek-
cemerlang-masa-depan-peradilan-indonesia-oleh--rafli-fadilah-achmad/). Saat ini
Mahkamah Agung sedang berbenah untuk mematangkan pelaksanaan E-Litigation
pada seluruh Pengadilan di Indonesia mulai dari Prasarana Meja E-Court, merekrut
Jabatan Pranata Komputer, dan penyempurnaan sistem E-Court itu sendiri.

Secara Filosofis, pelaksanaan E-Litigasi sudah sangat sesuai dengan asas


penyelenggaran yang dituntut untuk sederhana, cepat dan biaya ringan (Vide Pasal 2
ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Hal
itu dikarenakan E-Litigasi secara umum dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut yaitu mensimplifikasi prosedur yang terkesan rumit, mengintegrasikan hukum
acara yang bersifat parsial, dan mengotomatiskan administrasi yang dahulu bersifat
manual.

Lalu apa sebenarnya E-Litigation itu?

E-Litigation secara singkat adalah Persidangan yang dilakukan secara elektronik


dengan cara meminimalisir Para Pihak untuk bertatap muka dan datang ke kantor
Pengadilan, guna mewujudkan asas sederhana, cepat dan biaya ringan itu sendiri.
Teknisnya Para Pihak dapat melakukan beberapa rangkaian acara persidangan di
depan Laptop atau Personal Computer-nya sendiri. E-Litigation itu sendiri merupakan
salah satu dari 4 (empat) fitur yang dimiliki oleh Mahkamah Agung sebagai bagian
integral dari program induk bernama E-Court (Electronic Court). Namun hal yang perlu
digaris bawahi bahwasannya berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor
129/KMA/SK/VIII/2019 tidak semua perkara di Pengadilan dapat dilakukan secara E-
Litigation namun baru secara limitatif diberlakukan terhadap perkara dengan klasifikasi
Gugatan, Gugatan Sederhana, dan Bantahan Permohonan.

Apakah Semua Pihak dalam Perkara Gugatan, Gugatan Sederhana dan Bantahan
Permohonan bisa menggunakan fitur E-Litigation?

Semua Pihak yang berperkara bisa menggunakan fitur E-Litigation dengan syarat-
syarat tertentu. Jika dibagi secara garis besar terdapat 2 (dua) kelompok yang dapat
menggunakan fitur E-Litigasi, pertama adalah Pengguna Terdaftar dan kedua adalah
Pengguna Lain. Pengguna Terdaftar adalah advokat yang telah mendaftarkan akunnya
melalui ecourt.mahkamahagung.go.id dan telah diverifikasi oleh Pengadilan Tinggi
terkait.

Sedangkan Pengguna Lain adalah Perorangan, Kementrian dan Lembaga/BUMN atau


Badan Usaha lain yang notabenenya milik pemerintah, Kejaksaan dalam konteks
sebagai Pengacara Negara, Badan Hukum atau Kuasa Insidentil yang berperkara di
Pengadilan dengan cukup membawa identitas diri dan dilengkapi Surat Kuasa/Surat
Tugas. Jika Pihak merasa kebingungan atau tidak mengetahui teknisnya, maka akan
ada Petugas yang ditunjuk secara khusus di Pengadilan untuk memberikan layanan
dan informasi terhadap administrasinya.

Jika dibandingkan antara Pengguna Terdaftar dan Pengguna lain, bedanya adalah
Pengguna Lain harus mendaftarkan akunnya di meja khusus e-court yang ada di PTSP
Pengadilan sedangkan Pengguna Terdaftar dapat dimana saja. Selain itu Pengguna
Lain juga memiliki akun yang sifatnya temporary hingga 14 (empat belas) hari sejak
perkara diputus, dilain sisi Pengguna Terdaftar memiliki masa berlaku akun yang relatif
lebih lama. (Untuk selanjutnya baik Pengguna Terdaftar dan Pengguna Lain akan ditulis
sebagai Pengguna dalam artikel ini)
Bagaimana teknis Awal Persidangan secara E-Litigation?

Dalam artikel ini Penulis membatasi pembahasan hanya terhadap fitur E-Litigation yang
sifatnya teknis yudisial. Sedangkan terhadap fitur-fitur lain seperti pendaftaran perkara
secara online (E-Filling), pemanggilan secara online (E-Summons) dan pembayaran
secara online (E-Payment) telah dibahas secara khusus pada artikel lain.

E-Litigation sendiri secara teknis yudisial akan mempersingkat proses jawab jinawab,
pemeriksaan alat bukti, dan pembacaan putusan kepada Para Pihak.

Sidang Pertama tetap akan dilaksanakan secara tetap muka. Hakim akan meminta
Pengguna (khususnya Penggugat) untuk menyerahkan 3 (tiga) dokumen asli, yaitu
Surat Kuasa, Surat Gugatan dan Surat Persetujuan Prinsipal. Jika pada sidang
Pertama para Pihak sudah lengkap, maka sebagaimana diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 akan ditempuh upaya mediasi terlebih dahulu
dengan jangka waktu normal 30 (tiga puluh) hari.

Apabila di dalam proses mediasi tersebut tidak tercapai kesepakatan diantara Para
Pihak maka proses sidang dilanjutkan dengan tatap muka untuk kedua kalinya di ruang
persidangan. Dalam proses inilah sejatinya E-Litigation benar-benar dimulai. Kemudian
karena sedari awal Penggugat adalah Pihak yang telah mendaftarkan perkaranya
secara online (E-Filling), maka Hakim akan menawarkan kepada Tergugat untuk
beracara secara elektronik dengan cara menandatangani form kesediaan yang telah
disiapkan.

Kemudian apabila Tergugat setuju untuk beracara secara elektronik maka pelaksanaan
E-Litigation benar-benar dimulai dan persidangan akan ditunda sementara waktu.
Tergugat yang tidak menunjuk Advokat dan belum memiliki akun E-Court akan
diarahkan oleh Panitera Pengganti menuju Meja E-Court untuk mendaftarkan akunnya
terlebih dahulu dengan status sebagai “Pengguna Lain” yang dijelaskan teknisnya oleh
Petugas E-Court. Melalui akun tersebut Pengguna akan mengetahui jadwal sidang,
dokumen yang diupload oleh Pihak lain, dan mengupload dokumennya sendiri.
Setelah Tergugat memiliki akun, maka Tergugat kembali ke ruang persidangan dan
penundaan sidang dicabut oleh Hakim. Proses selanjutnya Hakim akan menyusun dan
menetapkan jadwal persidangan (court calendar) dari awal pemeriksaan hingga
pembacaan putusan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Jadwal Persidangan
inilah yang menjadi dasar untuk pelaksanaan sidang selanjutnya secara online, maka
dari itu harus dipahami dan ditaati dengan baik oleh Para Pihak.

Lalu dimana Online-nya karena pada akhirnya masih tetap harus bertatap muka?

Sedari awal Penulis sudah disclaimer pada bagian awal artikel bahwa pelaksanaan E-
Litigation ini bukan sama sekali tidak ada tatap muka di persidangan, tetapi
meminimalisir proses tatap muka yang misal sebelumnya dilakukan 15 (lima belas) kali
menjadi 4 (empat) kali saja. Tatap muka yang dimaksud setidaknya dilakukan hanya
pada tahap Persidangan Pertama, Persidangan Kedua, Verifikasi Bukti Surat, dan
Pemeriksaan Saksi atau Ahli jika dibutuhkan.

Proses meminimalisir tatap muka sangat terasa pada proses jawab jinawab seperti
penyerahan Jawaban, Replik, Duplik, dan Kesimpulan. Jika sebelumnya Para Pihak
harus datang ke pengadilan dan menyerahkan dokumen secara fisik kepada Hakim,
maka melalui E-Litigation proses tersebut tidak lagi diperlukan.

Para Pihak cukup didepan laptop atau Personal Computernya masing-masing untuk
melihat jadwal sidang yang akan dilaksanakan. Semisal, agenda sidang penyerahan
jawaban dilakukan pada hari Selasa, tanggal 19 November pukul 11.00 WIB, maka
Tergugat cukup mengupload dokumen jawaban dalam bentuk pdf,rtf atau doc tersebut
di akun E-Court selambat-lambatnya pada hari Selasa, tanggal 19 November pukul
10.59 WIB. Setelah di upload Hakim akan memverifikasi berkas tersebut untuk
diteruskan kepada Pihak lainnya melalui akun e-court masing-masing.

Apabila sampai waktu yang telah ditentukan Para Pihak tidak mengirimkan
dokumennya di akun E-Court pada waktu yang telah ditetapkan, maka Hakim akan
meniliti alasan Para Pihak terlebih dahulu. Apabila Para Pihak memiliki alasan yang sah
untuk tidak mengirim dokumennya pada waktu yang telah ditetapkan, maka atas dasar
kebijaksanaan Hakim agenda sidang tersebut akan ditunda satu kali. Namun apabila
Para Pihak tidak memiliki alasan yang sah, maka demi hukum dapat disimpulkan
bahwa Para Pihak tidak menggunakan haknya untuk itu dan proses persidangan akan
dilanjutkan dengan agenda lain.

Bagaimana Proses Pemeriksaan Alat Bukti Surat, Saksi dan Ahli dalam E-
Litigation?

Pemeriksaan Alat Bukti Surat dalam E-Litigation dilakukan secara double check system
mengingat sangat menentukannya Alat Bukti Surat dalam perkara perdata. Double
Check System artinya pemeriksaan dilakukan melalui dua tahap, yaitu pemeriksaan
secara online (softfile) dan pemeriksaan dokumen aslinya secara fisik. Maka dari itu,
pertama-tama Para Pihak wajib terlebih dahulu mengupload bukti-bukti surat yang telah
diberi materai melalui akun E-Courtnya. Apabila sudah,selanjutnya Para Pihak wajib
datang ke Kantor Pengadilan sesuai dengan court calendar yang telah ditetapkan
dengan membawa bukti fisik berupa dokumen aslinya.

Sedangkan untuk Pemeriksaan Saksi dan Ahli dalam E-Litigation telah dibuka ruang
untuk dilakukan secara teleconference. Itu artinya Para Pihak dan Saksi tidak perlu
datang ke kantor Pengadilan untuk proses pemeriksaan ini. Hal penting yang perlu
dicatat bahwa semua Pihak wajib terkoneksi dalam waktu dan media yang sama (misal
Skype) serta memperoleh informasi secara jelas sehingga keterangan Saksi dan Ahli
dapat digali secara komprehensif oleh semua Pihak. Sampai saat ini belum ada aturan
lebih lanjut mengenai pemeriksaan Saksi dan Ahli ini dan sekiranya menurut Penulis
perlu adanya ketentuan teknis lebih lanjut terkait pelaksanaan pemeriksaan Saksi dan
Ahli dalam E-Litigation ini.

Jika Proses Jawab Jinawab dan Pemeriksaan Sudah E-Litigation, lalu Bagaimana
dengan Pembacaan Putusan?

Memang pada dasarnya suatu Putusan dikatakan sah dan memiliki kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Vide Pasal 13 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman), namun pada
akhirnya era digitalisasi membuat Mahkamah Agung melakukan rechtvinding atau suatu
terobosan hukum. Makna “terbuka untuk umum” diperluas oleh Pasal 26 Ayat (2)
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 yang juga harus dimaknai bahwa
penyampaian putusan secara elektronik kepada Para Pihak melalui akun E-Court juga
sah dan memiliki kekuatan hukum yang sama.

Maka dari itu dalam agenda sidang pembacaan putusan, Para Pihak tidak perlu lagi
datang ke Pengadilan untuk mendengar pembacaan putusan namun cukup memantau
akun E-Courtnya saja untuk memperoleh Putusan.

Kesimpulan

Mengutip perkataan dari Alfonso Cuaron “Technology is Technology. Technology


doesn’t have a, it is not good or bad. Technologies are tools” dapat disimpulkan
bahwasannya E-Litigation sebagai bagian dari perkembangan teknologi pada akhirnya
hanyalah peralatan semata. Baik buruknya penggunaan E-Litigation dikembalikan
kepada manusia yang menggunakannya. Era digitalisasi ini harus direspon secara bijak
oleh semua pihak untuk mempermudah proses persidangan yang terkesan rumit. Akhir
kata, bersiaplah untuk menghadapi era baru Persidangan!

Sumber:

 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman;


 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang
Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik;
 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR);
 Surat Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan
Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik
 Booklet E-Litigasi Persidangan Secara Elektronik Hemat Biaya, Waktu dan
Energi, Mahkamah Agung Republik Indonesia;
 Power Point Arah Kebijakan Teknis Pemberlakukan Pengadilan Elektronik
(Kebutuhan Sarana dan Prasarana Serta Sumber Daya Manusia) oleh A.S
Pudjoharsoyo, Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai