Anda di halaman 1dari 11

Al-Qadhâ: Vol. 5, No.

1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

STUDI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN NO.


1751/P/1989 TENTANG PERKAWINAN MELALUI TELEPON

Muhajir
Dosen Fakultas Syariah IAIN Langsa
Jl. Meurandeh-Kota Langsa

Abstract. The legal basis of marriage law in Indonesia Constitution No. 1 of 1974 concerning Marriage
and Compilation of Islamic law which is a reduction of Islamic rules regarding marriage, divorce,
representation and inheritance originating from classical Islamic jurisprudence literature from various
schools which are summarized and adapted to the needs of the people of Indonesia. The two legal bases
regarding the marriage are expected to be a legal basis for the Indonesian people who will carry out the
marriage. But in the practice of implementing marriage in the community, many new things appear that are
ijtihad because there are no rules specifically set out to regulate such matters such as marriage through
telephone.
Keywords: Marriage, Compilation of Islamic Law, Madhhab

Abstrak. Dasar hukum perkawinan di Indonesia secara yuridis adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan dan Kompilasi hukum Islam yang merupakan reduksi dari aturan-aturan Islam
mengenai perkawinan, perceraian, perwakafan dan pewarisan ini bersumber dari literatur-literatur fikih
Islam klasik dari berbagai mazhab yang dirangkum dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
Indonesia. Kedua dasar hukum mengenai perkawinan tersebut diharapkan dapat menjadi pijakan hukum
bagi rakyat Indonesia yang akan melaksanakan perkawinan. Namun dalam praktek pelaksanaan
perkawinan yang berlaku di masyarakat, banyak muncul hal-hal baru yang bersifat ijtihad dikarenakan
tidak ada aturan yang tertuang secara khusus untuk mengatur hal-hal tersebut seperti nikah melalui telepon.
Kata Kunci: Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Mazhab

Pendahuluan

Sebagai fukaha dalam mengemukakan hakekat depan individu keiuarga dan masyarakat yang lebih
perkawinan hanya menonjolkan aspek lahiriyah yang baik. Oleh karena itu, jika telah ada kesepakatan
bersifat normatif. Seolah-olah akibat sahnya sebuah antara orang pemuda dengan seorang pemudi untuk
perkawinan hanya sebatas timbulnya kebolehan meiaksanakan akad nikah pada hakekatnya kedua
terhadap sesuatu yang sebelumnya sangat dilarang, belah pihak telah sepakat untuk merintis jalan menuju
yakni berhubungan badan antara laki-iaki dengan kebahagiaan lahir batin melalui pembinaan yang
perempuan. Dengan demikian yang menjadi inti ditetapkan agama.
pokok pemikahan itu adalah akad (pernikahan) yaitu
Barangkali, faktor-faktor yang ditetapkan terakhir
serah terima antara orang tua calon mempelai wanita
inilah yang lebih mendekati tujuan hakekat dari
dengan calon mempelai laki-laki.
perkawinan yang diatur oleh Islam. Oleh sebab itu,
Perkawinan umat Islam di Indonesia juga sah tidaknya perkawinan menurut Islam adalah
mengacu pada pedoman hukum Islam. Dengan tergantung pada akadnya. Karena sedemikian rupa
perkataan lain hukum perkawinan yang berlaku di pentingnya akad daiam perkawinan itu maka
Indonesia sesuai dengan hukum islam sebagaimana berdasarkan dalil-dalil yang ditemukan, para fuqoha'
pemahaman kalangan fukaha. Perkawinan juga telah berijtihad menetapkan syarat-syarat dan rukun
bertujuan untuk memperluas dan mempererat untuk sahnya sesuatu akad nikah. Sebagaimana hasil
hubungan kekeluargaan, serta membangun masa ilmu pengetahuan dan teknologi mengenai

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|9


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

permasalahan baru dalam soal perkawinan yaitu terpisah jauh itu dapat mendengarkan dengan jelas
tentang sahnya akad nikah yang ijâb qabûlnya pertanyaan dengan ijâb dari pihak wali mempelai
dilaksanakan melalui telepon. putri dan pernyataan qobul dari pihak mempelai laki-
laki, sedangkan alat perekam itu dimaksudkan oleh
Uraian Singkat Perkara
Baharuddin sebagai alat bukti otentik atas
Kurang lebih satu dekade yang lalu, muncul berlangsungnya akad nikah pada hari itu.
peristiwa menarik dalam hal pelaksanaan akad nikah
Setelah akad nikah dilangsungkan lewat telepon,
yang dilakukan secara tidak lazim dengan
tetapi karena surat tawkil dari calon suami beium juga
menggunakan media teiepon. Peristiwa akad nikah
datang pada saat akad nikah dilangsungkan, maka
lewat teiepon mengundang reaksi yang cukup luas
kepala KUA Kebayoran Baru Jakarta Selatan tidak
dari masyarakat. Contoh yaitu pada tanggal 13 Mei
bersedia mencatat nikahnya dan tidak mau
1989 terjadi akad nikah jarak jauh Jakarta -
memberikan surat nikah, karena menganggap
Bloomington Amerika Serikat lewat telepon, yang
perkawinannya belum memenuhi syarat sahnya
dilangsungkan di kediaman Prof. Dr. Baharuddin
nikah, yakni hadirya mempelai-łaki-laki-atau
Harahap di Kebayoran Baru Jakarta. Calon suami
wakilnya.
Drs. Ario Sutarto yang sedang bertugas belajar di
program Pascasarjana Indiana University Amerika Peristiwa nikah tersebut mengundang reaksi yang
Serikat, sedangkan calon istri adalah Dra. Nurdiani, cukup luas dari masyarakat, terutama dari kalangan
putri guru besar IAIN Jakarta itu. Kedua calon suami ulama dan cendekiawan muslim. Kebanyakan mereka
istri itu sudah lama berkenalan sejak sama-sama menganggap tidak sah nikah lewat telepon itu, antara
belajar dari tingkat satu IKIP Jakarta, dan kehendak lain Munawir Syadzali, M.A Mentri Agama RI, K.H.
keduanya untuk nikah juga sudah mendapat restu dari Hasan Basri, ketua umum MUI pusat, dan Prof. Dr.
orang tua kedua belah pihak. Hasbullah Bakri, S.H. jadi, mereka dapat
membenarkan tindakan kepala KUA tersebut yang
Sehubungan dengan tidak bisa hadirnya calon
tidak mau mencatat nikahnya dan tidak memberikan
mempelai laki-laki dengan alasan tiadanya biaya
surat nikahnya. Dan inti alasan mereka ialah bahwa
perjalanan pulang pergi Amerika Serikat-Jakarta dan
nikah itu termasuk ibadah mengandung nilai sacral,
studinya agar tidak terganggu, maka disarankan oleh
dan nikah lewat telepon itu bisa menimbulkan
pejabat pencatat nikah (KUA) agar dilusahakan
confused (keraguan) dalam hal ini terpenuhi tidaknya
adanya surat tawkil (delegation of authority) dari
rukun-rukun nikah dan syarat-syarat secara sempurna
calom suami kepada seseorang yang bertindak
menurut hukum Islam
mewakilinya dalam akad nikah (ijâb qabûl) nantinya
di Jakarta. Kemudian status pemikahan ini dimohonkan
pengesahan melałui Pengadilan Agama Jakarta
Setelah waktu pelaksanaan akad nikah tinggal
Selatan. Oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan
sehari belum juga datang Surat taukil itu, padahal
hukumya dikukuhkan dengan dikeluarkannya Surat
surat undangan untuk walîmatu al-‘urs sudah
Putusan No. 1751/P/1989. Meski Pengadilan Agama
tersebar, maka Baharuddin sebagai ayah dan wali
Jakarta Selatan mengesahkan praktek semacam ini,
pengantin putri mempersiapkan segala sesuatu yang
namun putusan ini tetap dianggap riskan.
berkaitan dengan upacara akad nikah pada tanggal 13
Mei 1989, antara lain dengan melengkapi pesawat Peristiwa yang serupa dengan itu terulang
telepon di rumahnya dengan alat (mikrofon) dan dua kembali. Kali ini praktek akad nikah tertolong dengan
alat perekam, ialah kaset, tape recorder dan video. dunia teknologi yang selangkah lebih maju dengan
Alat pengeras suara itu dimaksudkan agar semua menggunakan fasilitas video teleconference.
orang yang hadir di rumah Baharuddin dan juga di Teknoiogi video teleconference lebih mutakhir dari
tempat kediaman calon suami di Amerika Serikat itu telepon, karena selain menyampaikan suara,
bisa mengikuti upacara akad nikah dengan baik, teknologi ini dapat menampilkan gambar/citra secara
artinya semua orang yang hadir di dua tempat yang realtime meialui jaringan internet. Hal ini seperti

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|10


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

yang dipraktekkan oleh pasangan Syarif Aburahman mengucapkan qabûlnya dianggap tidak sah.1
Achmad ketika menikahi Dewi Tarumawati pada 4 Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud dengan
Desember 2006 silam. Ketika pelaksanaan akad bersatu "majelis" itu? Setelah meneliti pendapat
nikah, sang mempelai pria sedang berada di ulama, terdapat dua penafsiran terhadap apa yang
Pittsburgh, Amerika Serikat. Sedangkan pihak wali dimaksud dengan ittihad (bersatu) majelis sebagai
beserta mempeiai wanita berada di Bandung, berikut.
Indonesia. Kedua belah pihak dapat melaksanakan
Pertama, yang dimaksud dengan ittihâd al-majelis
akad nikah jarak jauh berkat layanan video
ialah bahwa ijâb dan qabûl harus dilakukan dalam
teleconference dari indosat.
jarak waktu yang terdapat dalam satu upacara akad
Hal ini tidak berbeda dengan apa yang dilakukan nikah, bukan dilakukan dalam dua ajarak waktu
oleh pasangan Sirojuddin Arif dan Halimatus secara terpisah, dalam arti bahwa ijâb diucapkan
Sa'diyah. Dengan memanfatkan teknoiogi ini, mereka dalam satu upacara, kemudian setelah upacara ijâb
melangsungkan akad nikah mereka pada Maret 2007 bubar, qabûl diucapkan pula pada acara berikutnya.
silam. Hanya perbedaannya adalah, kedua mempelai Dalam hal yang disebut terakhir ini, meskipun dua
sedang berada di aula kampus Oxford University, acara berturut-turut secara terpisah bisa jadi
Inggris, sedangkan wali mempelai berada di Cirebon, dilakukan dalam satu tempat yang sama, namun
Indonesia ketika akad nikah dilangsungkan. karena kesinambungan antara ijâb dan qabûl itu
terputus maka akad nikah tersebut tidak sah.
Fenomena seperti ini menarik untuk dikaji dan
dikomentari oleh para pakar hukum keluarga Islam di Dengan demikian, adanya persyaratan bersatu
indonesia. Oleh sebab praktek akad nikah jarak jauh majelis, adalah menyangkut keharusan
dengan menggunakan media teknologi ini belum kesinambungan waktu antara ijâb dan qabûl, bukan
pernah sekalipun dijumpai pada jaman sebelumnya. menyangkut kesatuan tempat. Karena, seperti
Praktek akad nikah pada jaman Nabi dan para Salafus dikemukakan di atas meskipun tempatnya bersatu,
shalih hanya menyiratkan diperbolehkannya metode tetapi apabila dilakukan dalam dua waktu, dalam dua
tawkil, yakni pengganti pelaku akad apabila pihak acara yang terpisah, maka kesinambungan antara
pelaku akad (baik wali maupun mempelai pria) pelaksanaan ijâb dan pelaksanaan qabûl sudah tidak
berhalangan untuk melakukannya. berwujud, dan oleh karena itu akad nikahnya tidak
sah. Sayid Sabiq dalam menjelaskan arti bersatu
Bersatu dalam Majelis dalam Ijâb dan Qabûl
majelis bagi ijâb dan qabûl, menekankan kepada
Puncak dari pelaksanaan akad nikah adalah ijâb- pengertian tidak boleh terputusnya antara ijâb dan
qabûl (yang merupakan rukun terakhir dari akad qabûl.
nikah). Sah atau tidaknya suatu akad nikah
Satu contoh dikemukakan oleh al-Jaziri dalam
tergantung kepada sah atau tidaknya ijâb-qabûl yang
memperjelas pengertian bersatu majelis dalam
dilakukan. Karenanya, tidak heran jika untuk
mazhab Hanafi adalah dalam masalah seorang lelaki
melakukan ijâb-qabûl biasanya penghulu melakukan
berkirim surat mengakadkan nikah kepada pihak
pengkondisian suasana dengan pembacaan istighfar,
perempuan yang dikehendakinya. Setelah surat itu
syahadat, dan shalawat. Tujuannya agaknya untuk
sampai, lalu isi surat itu dibacakan di depan wanita
menyiapkan hati, menghadirkan kalbu, dan
dan para saksi, dan dalam majelis yang sama setelah
meluruskan niat, agar ijâb-qabûl yang akan
isi surat dibacakan, wali perempuan langsung
dilaksanakan dapat berlangsung dengan sempurna
mengucapkan penerimaannya (qabûlnya), Praktik
sesuai ketentuan syariat.
akad nikah mikas seperti tersebut oleh kalangan
Abdurrahman Al-Jaziri menukil kesepakatan Hanafiyah dianggap sah, dengan alasan bahwa
ulama mujtahid mensyaratkan bersatu majelis bagi pembacaan ijâb yang terdapat dalam surat calon
ijâb qabûl. Dengan demikian apabila tidak bersatu
antara majelis mengucapkan ijâb dengan majelis 1 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-
Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th),hal.569.

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|11


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

suami dan pengucapan qabûl dari pihak wali wanita, batas yang berarti antara ijâb dan qabûl, dimaksudkan
sama-sama didengar oleh dua orang saksi majelis sebagai pendukung bagi kepastian bahwa ijâb dan
yang sama, bukan dalam dua ucapan berturut-turut qabûl itu benar-benar sebagai manifestasi dari
secara terpisah dari segi waktunya. Dalam contoh perasaan rela dari kedua belah pihak untuk
tersebut, ucapan akad nikah lebih dahulu diucapkan mengadakan akad nikah. Qabûl yang langsung
oleh calon suami, dan setelah itu baru pengucapan diucapkan setelah ijâb dan qabûl, bisa jadi
akad dari pihak wali wanita.2 menunjukkan bahwa calon suami tidak lagi
sepenuhnya rela untuk mengucapkan qabûl, dan wali
Praktik tersebut boleh menurut mazhab Hanafi.
nikah dalam jarak waktu itu bisa jadi sudah tidak lagi
Ucapan akad yang diucapkan lebih dahulu, disebut
pada pendiriannya semula, atau telah mundur dari
ijâb, baik diucapkan oleh wali, maupun oleh calon
kepastiannya.
suami, dan ucapan akad yang disebut kemudian
disebut qabûl, baik ia diucapkan oleh calon suami, Maka untuk lebih memastikan bahwa masing-
maupun oleh calon istri, yang penting digaris bawahi masing masih dalam kerelaannya, kesinambungan
dalam contoh tersebut bahwa yang didengar oleh para antara ijâb dan qabûl dipandang sebagai satu
saksi adalah redaksi tertulis dalam surat calon suami kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Untuk menjaga
yang dibacakan didepannya, dan si pembaca surat kesatuan itulah diisyarakan pula bersatu majelis
dalam hai ini bukan sebagai wakil dari calon suami, melakukan akad. Persyaratan bersatu majelis, apabila
karena yang disebut terakhir ini dalam suratnya tidak dimaksudkan hanya untuk kesinambungan waktu,
mewakilkan kepada seorang pun. Apa yang maka bersatu tempat bukan satu-satunya untuk
dibacakan dari surat itu tidak lain dari redaksi mewujudkan kesinambungan waktu. Umpamanya
langsung dalam bentuk tulisan calon suami. seorang wali mengucapkan ijâb di saru ruangan,
sedangkan calon suami mengucapkan qabûl di
Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Sayid
ruangan yang lain pada upacara dalam waktu yang
Sabiq bahwa apabila salah seorang dari dua pihak
bersamaan, dengan memakai alat pengeras suara,
yang akan meiakukan akad nikah gaib (tidak bisa
kesinambungan antara ijâb dan qabûl jelas dapat
hadir), maka jalan keluarnya, disamping bisa dengan
dipastikan.
mengutus wakil, juga bisa dengan menulis surat
kepada pihak lain untuk menyampaikan akad Konsekuensi dari pandangan ini, dua orang saksi
nikahnya. Bagi yang menerima surat jika menyetujui tidak mesti dapat melihat pihak-pihak yang
isi surat itu, hendaklah menghadirkan para saksi dan melakukan akad nikah. Ibnu Qudamah salah seorang
di depan mereka redaksi si rat itu dibacakan. Menurut ahli fiqh dari kalangan Hanbali menegaskan
Said Sabiq praktik seperti itu adalah sah, selama pei keabsahan kesaksian dua orang buta untuk akad
gucapan qabûlnya dilakukan langsung dalam satu nikah, dengan alasan bahwa yang akan disaksikan
majelis. Dalam praktik tersebut jelas bahwa dua adalah suara. Menurutnya kesaksian orang buta dapat
orang saksi itu hanya mendengar redaksi surat yang diterima, selain ia dapat memastikan secara yakin
dibacakan di depannya, yang bukan dalam bentuk bahwa suara itu benar-benar diucapkan oleh dua
tawkil.3 orung yang melakukan akad nikah.4 Pendapat Ibnu
Qudamah tersebut dikuti oleh Sayid Sabiq dalam
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa
kitabnya Fiqh as-Sunnah.
masalah esensi dari persyaratan bersatu majelis
adalah menyangkut masalah keharusan Apabila dikuti keterangan di atas, dan
kesinambungan antara ijâb dan qabûl. Adanya digabungkan antara keabsahan mengucapkan ijâb dan
persyaratan tidak boleh ada batas yang berarti antara qabûl melalui surat, dengan keabsahan kesaksian dua
ijâb dan qabûl. Adanya persyaratan tidak boleh ada orang buta, maka masalah bahwa dua orang saksi
harus mampu melihat kedua orang yang sedang
2 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-
Arba’ah, hal.570.
3 Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, (Beirut: Dar al Fiqr,1983), 4Ibnu Qudamuh, Al-Mugni, (Mulbu’ah al-Quhiruh,1970),
cet.ke-4,h.327 hal.768.

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|12


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

mengucapkan ijâb dan qabûl, sudah tidak menjadi kepada suara saja tidaklah memadai. Seandainya
penting, dan dengan demikian, masalah keharusan kedua orang saksi mendengar ijâb dan qabûl, tetapi
hadir kedua belah pihak dalam satu ruangan dengan tidak melihat kedua orang yang mengucapkannya,
alasan dapat dilihat, tidak lagi dianggap menjadi meskipun dua orang saksi mengetahui betul bahwa
syarat bagi keabsahan akad nikah. ijâb dan qabûl adalah suara dari kedua belah pihak,
namun akad nikahnya tetap dianggap tidak sah
Kedua, ialah pendapat yang menegaskan bahwa
dengan alasan tidak dilihat dengan mata kepala (al-
bersatu majelis disyaratkan, bukan saja untuk
mu'ayanah).6
menjamin kesinambungan antara ijâb dan qabûl,
tetapi sangat erat hubungannya dengan tugas dua Dalam nukilan di atas dipahami, bahwa untuk
orang saksi yang menurut pendapat ini, harus dapat keabsahan kesaksian akad nikah, ada satu target
melihat dengan mata kepalanya bahwa ijâb dan qabûl keyakinan yang harus diwujudkan oleh para saksi
itu betul-betul diucapkan oleh kedua orang yang dalam kesaksiannya. Meskipun suatu redaksi dapat
melakukan akad. Seperti diketahui bahwa di antara diketahui siapa pembicaranya dengan bobotnya tidak
syarat sah suatu akad nikah, dihadiri oleh dua orang akan sampai ke tingkat keyakinan apabila dilihat
saksi. Tugas dua orang saksi itu, seperti disepakati pengungkapannya dengan mata kepala. Sedangkan
para ulama, terutama untuk memastikan secara yakin dalam akad nikah, tingkat keyakinan yang disebut
akan keabsahan ijâb dan qabûl, baik dari segi terakhir inilah yang diperlukan. Pandangan tersebut,
redaksinya, maupun dari segi kepastian bahwa ijâb sangat erat hubungannya dengan sikap para ulama
dan qabûl itu adalah diucapkan oleh kedua belah terutama kalangan Syafi'iyah yang selalu bersikap
pihak. hati-hati dalam menetapkan suatu hukum, lebih-lebih
lagi dalam masalah akad nikah. yang berfungsi
Dimaklumi bahwa keabsahan suatu redaksi dapat
sebagai penghalalan dari sesuatu yang tadinya
dipastikan dengan cara mendengarkannya. Akan
diharamkan.
tetapi, bahwa redaksi itu benar-benar asli diucapkan
oleh kedua orang yang sedang melakukan akad, Oleh karena kesaksian harus didasarkan atas
kepastiannya hanya dapat dijamin dengan jalan pendengaran dan penglihatan, menurut pandangan ini
melihat para pihak yang mengucapkan itu dengan ijâb dan qabûl melalui surat tanpa mewakilkan, tidak
mata kepala. Pendapat ini, kesaksian orang buta tidak sah. Oleh karena itu pula mengapa Imam Namawi
dapat diterima untuk akad nikah. Ibnu Hajar al- menjelaskan, apabila salah seorang dari dua pihak
Haisami, seorang pakar hukum fiqh dari kalangan yang melakukan akad nikah mengucapkan ijâbnya
Syafi'iyah (wafat tahun 973 H) menolak kesaksian dengan jalan berteriak dari tempat yang tidak dapat
orang buta, alasannya karena kesaksian nikah harus dilihat, dan teriakan itu didengar oleh pihak lain, dan
didasarkan atas penglihatan dan pendengaran.5 pihak yang terakhir ini langsung mengucapkan
qabûlnya, akad nikah seperti itu tidak sah.7 Dalam
Kesaksian orang buta menurutnya sama dengan
pemahaman di atas secara tegas dapat diketahui
kesaksian seseorang yang berada dalam gelap gulita.
bahwa, adanya persyaratan bersatu majelis, bukan
Kedua kesaksian itu tidak sah, karena sama-sama
hanya untuk menjaga kesinambungan waktu, tetapi
tidak dapat melihat yang sedang melakukan akad, dan
juga mengandung persyaratan lain, yaitu al-
karena itu ia tidak dapat memastikan bahwa ijâb dan
mu'ayanah (kedua belah pihak sama-sama hadir
qabûl benar-benar diucapkan oleh kedua belah pihak
dalam satu tempat), karena dengan itu persyaratan
yang berakad. Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani
dapat melihat secara nyata pengucapan ijâb dan qabûl
dalam komentarnya terhadap ketetapan Ibnu Hajar
dapat diwujudkan.
tersebut mengatakan "Kesaksian orang dalam gelap
tidak sah, karena tidak dapat mengetahui kedua orang
yang sedang melakukan akad. Sedangkan berpegang
6 Al-Haitsani, Tufhatul Muhtaj, hal. 890.
5 Al-Haitsani, Tufhatul Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fiqr, t.th), hal. 7An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhazzab, (Beirut: Dar
890. Al-Fiqr,Lth),hal.671.

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|13


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

Di samping hal-hal tersebut di atas, satu hal yang moral, orang menikah itu harus hadir secara fisik.
perlu digaris bawahi dalam pandangan mazhab Karena ada kedekatan psikologis antara calon
Syafi’i ialah bahwa masalah akad mengandung arti pengantin. Dan ada juga yang berpendapat, bahwa
ta'abbud yang harus diterima apa adanya. Oleh sebab ijâb-qabûl sama dengan akad sehingga, kalau
itu, cara pelaksanaannya adalah masalah tauqifiyah, terpenuhi prinsip-prinsip kepastian, perkawinan bisa
dalam arti harus terikat dengan pola yang telah dilakukan jarak jauh. Sebagaimana hasil ilmu
diwariskan oleh Rasululah untuk umatnya. Itulah pengetahuan dan teknologi, muncul permasalahan
sebabnya mengapa ijâb dan qabûl itu lafalnya harus baru dalam soal perkawinan yaitu tentang sahnya
seperti terdapat dalam nash, seperti lafal nikah atau akad nikah yang ijâb-qabûlnya dilaksanakan melalui
tazwij, bukan lafal yang lain dengan jalan Qiyas. telepon. Ada contoh kasus yaitu ada seorang ayah
yang ingin menikahkan anaknya, tetapi perjalanan
Dari keterangan di atas dapat diketahui pokok-
seorang ayah tersebut masih tertunda di Jakarta
pokok pedoman Syafi'iyah dalam hai ini yaitu:
sedangkan akad nikah yang dilaksanakan di
a. Kesaksian harus didasarkan atas pengihatan dan Yogyakarta akan segera dilaksanakan karena rukun
pendengaran. Oleh sebab itu kesaksian orang buta nikah sudah terpenuhi kecuali wali perempuan. Ayah
tidak dapat diterima. Untuk memenuhi persyaratan dari mempelai perempuan tetap bersikeras ingin
itu diisyaratkan bersatu majelis, daiam arti bersatu menikahkan anaknya sendiri tanpa diwakilkan. Jalan
tempat secara fisik, karena dengan itu persyaratan keluar yang diambil yaitu akad nikah dilaksanakan
al-mu'ayanah dengan arti dapat dilihat secara fisik, dengan menggunakan video call atau 3G. Dari kasus
dapat dipenuhi. Pandangan tersebuut erat tersebut, timbul suatu keraguan apakah pernikahan
hubungannya dengan sikap hati-hati (ihtiyat) tersebut sah atau tidak sehingga perlu diiakukan akad
dalam masalah akad nikah. nikah ulang.
b. Akad nikah mengandung arti ta’abbud. Oleh
Sebagai perbandingan, di Mesir, berdasarkan buku
karena itu, pelaksanaannya harus terkait dengan
laporan pelatihan hakim Indonesia gelombang II di
apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh
Kairo, 2003, pengertian satu majelis tidak harus
karena akad nikah mengandung arti ta’abbud,
duduk dalam satu tempat. Oleh karenanya, ijâb-qabûl
pengembangan lewat analogi atau qiyâs tidak
melalui telepon dipandang sah bila dapat dipastikan
dapat diterima dalam pelaksanaannya.8
suara yang didengar adalah suara orang yang
melakukan ijâb qabûl. Begitupun apabila ijâb-qabûl
Analisa Putusan PA No. 1751/P/1989 Tentang dilakukan lewat surat elektronik dibacakan oleh
Perkawinan Melalui Telepon kuasanya yang sah di depan dua orang saksi nikah
Prosesi ijâb-qabûl masih kontroversial, hampir dan banyak orang. Adalah Abdurrahman Wahid alias
semua imam fikih berpendapat ijâb -qabûl harus satu Gus Dur yang pernah meiakukan perkawinan jarak
majelis. Namun ulama kontemporer, dengan jauh. la saat itu menempuh studi di Mesir dan saat
menimbang persoalan ekonomi, baru-baru ini ijâb-qabûl mewakikan dirinya kepada orang lain
memperbolehkan perkawinan jarak jauh. Tentang lewat surat kuasa. Saat itu, Gus Dur sebagai
perkawinan jarak jauh, menyangkut persoalan akad mempelai pria diwakili kakeknya dari garis ibu, KH
atau kontrak. Kontrak itu harus jelas, siapa yang Bisri Syansuri. Dan ini membuktikan bahwa di
melakukan akad, saksi dan walinya siapa. Apalagi Indonesia putusan pengadilan mengesahkan
perkawinan merupakan kontrak jangka panjang. Ada perkawinan lewat telepon. Rifyal yang menyabet
yang berpendapat bahwa momen perkawinan adalah gelar master dari Department of Social Sciences,
penting, sehingga kedua mempelai harus hadir. Kairo, Mesir menganalogikan ijâb dan qabûl
Bukan persoalan sah dan tidak sah. Tapi secara perkawinan dengan perdagangan yang menurut Islam
juga harus dilakukan dalam satu majelis.
8 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Menentukan sah atau tidaknya suatu nikah,
Islam Kontemporer: Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan tergantung pada dipenuhi atau tidaknya rukun-rukun
Ushuliyah, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2004), hal. 8.

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|14


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

nikah dan syarat-syaratnya. Secara formal, nikah e. Nikah lewat telepon mengandung risiko tinggi
lewat telepon dapat memenuhi rukun-rukunnya, berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau
yakni adanya calon suami dan istri, dua saksi, wali penipuan (gharar atau Khida’), dan dapat pula
pengantin putri, dan ijâb qabûl. Namun, jika dilihat menimbulkan keraguan (confused atau syak),
dari segi syarat-syarat dari tiap-tiap rukunnya, apakah telah dipenuhi atau tidak rukun-rukun dan
tampaknya ada kelemahan atau kekurangan untuk syarat-syarat nikahnya dengan baik. Dan yang
dipenuhi. Misalnya, identitas calon suami istri perlu demikian itu tidak sesuai dengan kaidah fikih:
dicek ada atau tidaknya hambatan untuk kawin (baik "Tidak boleh membuat mudarat kepada diri
karena adanya larangan agama atau peraturan sendiri dan kepada orang lain." Dan hadis Nabi:
perundang-undangan) atau ada tidaknya persetujuan "Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan engkau,
dari kedua belah pihak. (berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak
meragukan engkau."
Pengecekan masalah ini lewat telepon sebelum
akad nikah adalah cukup sukar. Demikian pula Ada ulama yang berpendapat bahwa status nikah
pengecekan tentang identitas wali yang tidak bisa lewat teiepon itu syubhat. artinya belum safe,
hadir tanpa taukil, kemudian ia melangsungkan ijâb- sehingga perlu tajdid nikah (nikah ulang) sebelum
qabûl langsung dengan telepon. Juga para saksi yang dua manusia yang berlainan jenis kelaminnya itu
sahnya mendengar pernyataan ijâb-qabûl dari wali melakukan hubungan seksual sebagai suami istri
dan pengantin putra lewaat telepon dengan bantuan yang sah. Adapula ulama yang berpendapat, bahwa
mikropon, tetapi mereka tidak melihat apa yang nikah lewat telepon tidak diperbolehkan, kecuali
disaksikan juga kurang meyakinkan. Demikian pula dalam keadaan darurat. Tetapi kebanyakan ulama dan
ijâb-qabûl yang terjadi di tempat yang berbeda cendekiawan Muslim menganggap nikah lewat
lokasinya, apalagi yang sangat berjauhan seperti telepon itu tidak sah secara mutlak.
antara Jakarta dan Bloomington Amerika Serikat
Proses pernikahan dalam Islam mempunyai
yang berbeda waktunyasekitar 12 jam.
aturan-aturan yang ketat. Sebuah akad pernikahan
Oleh karena itu, nikah lewat telepon itu tidak sah yang sah harus terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya.
dan tidak dibolehkan menurut hukum islam, karena Rukunnya adalah ijâb dan qabûl, sedang syaratnya
selain terdapat kelemahan atau kekurangan dan adalah ijin dari wali perempuan dan kehadiran dua
keraguan dalam memenuhi rukun-rukun nikah dan orang saksi. Ini semuanya harus dilakukan dengan
syarat-syaratnya, ada beberapa hal yang perlu jelas dan transparan, sehingga tidak ada unsur
diuraikan berikut ini: penipuan dan pengelabuhan. Oleh karena itu calon
suami atau wakilnya harus hadir di tempat, begitu
c. Nikah itu termasuk ibadah, Oleh karena itu,
juga wali perempuan atau wakilnya harus hadir di
pelaksanaan nikah harus sesuai dengan tuntunan
tempat, dan kedua saksipun harus hadir di tempat
Alqur'an dan Sunnah Nabi yang shahih,
untuk menyaksikan akad pernikahan.
berdasarkan kaidah hukum: "Pada dasarnya,
ibadah itu haram". Artinya, dalam masalah Ketika seseorang menikah lewat telepon, maka
ibadah, manusia tidak boleh membuat-buat banyak hal yang tidak bisa terpenuhi dalam akad
(merekayasa aturan sendiri). nikah lewat telpon tadi, diantaranya: tidak adanya dua
d. Nikah merupakan peristiwa yang sangat penting saksi, tidak adanya wali perempuan, dan tidak
dalam kehidupan manusia, dan itu bukanlah ketemunya calon pengantin ataupun wakilnya. Ini
sembarangan akad, tetapi merupakan akad yang yang menyebabkan akad pernikahan tersebut menjadi
mengandung sesuatu yang sakral dan syiar lslam tidak sah.
serta tanggungjawab yang berat bagi suami istri,
Seandainya dia menghadirkan dua saksi dan wali
sebagaimana firman Allah: "Dan mereka (isteri-
perempuan dalam akad ini, tetap saja akad
isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian
pernikahan tidak sah karena kedua saksi tersebut
yang kuat." (Q.S. An-Nisa': 21)
tidak menyaksikan apa-apa kecuali orang yang

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|15


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

sedang menelpon, begitu juga wali perempuan tidak yang bunyinya kira-kira: "Saya sebagai wakil dari
berfungsi sebagaimana mestinya. Suara yang ada fulan (nama ayah si gadis) menikahkan kamu (nama
ditelpon itu belum tentu suara calon suami atau istri. calon suami) dengan fulanah binti fulan (nama gadis
Ringkasnya bahwa akad pernikahan melalui telpon dan nama ayahnya) dengan mahar sekian sekian."
berpotensi untuk salah, atau rentan terjadinya Lalu calon suami menjawab (qabûl), kira-kira
penipuan dan manipuiasi. bunyinya: "Saya terima nikahnya fulanah binti
fulanah dengan mahar tersebut tunai." Dan akad itu
Disarankan siapa saja yang ingin menikah jarak
sudah sah.
jauh, untuk mewakilkan kepada orang yang
dipercaya. Seandainya dia sebagai perempuan yang Dan lebih menarik lagi, termyata perwakilan itu
bekerja di luar negri, maka cukup walinya sebagai bukan saja boleh dilakukan oleh wali kepada
wakil darinya untuk menikahkan dengan lelaki yang wakilnya, tetapi calon suami pun boleh pula
diinginkannya, dan harus ada dua saksi yang hadir. mewakilkan dirinya kepada orang lain. Sehingga
Bagi seorang laki-laki yang ingin menikah dengan namanya menjadi wakil calon suami melakukan
perempuan jarak jauh, maka hendaknya di proses qabûl. Misalnya seorang calon suami tidak
mewakikan dirinya kepada orang yang dipercaya, mungkin bisa datang ke negara di mana ayah si gadis
seperti adik, kakak, atau saudaranya dengan dihadiri mau mewakilkan dirinya kepada orang iain. Berarti
wali perempuan dan kedua saksi. Seandainya ada calon suami yang mengalah dan mewakilkan dirinya
laki-laki dan perempuan yang ingin menikah di luar kepada seseorang yang tinggal di satu kota dengan
negeri dan jauh dari wali maka wali tersebut bisa ayah di gadis. Proses pewakilannya sama saja, boleh
mewakilkan kepada orang yang dipercayai. Wakil jarak jauh dan menggunakan berbagai teknologi
dari wali tersebut beserta kedua saksi harus hadir di informasi modern. Asalkan jangan pakai telepati saja,
dalam akad penikahan. Semua proses pemberian tidak sah karena tidak ada bukti otentik. Lalu si wakil
kuasa untuk mewakili hendaknya disertai dengan calon suami melakukan akad nikah dengan ayah si
bukti-bukti dari instasi resmi terkait, supaya tidak gadis dan urusannya selesai.
disalahgunakan.
Bahkan yang lebih fantastis lagi, ternyata kedua
Masalah jarak yang memisahkan antara para belah pihak pun masih dibenarkan untuk mengajukan
pelaksana akad nikah dalam pandangan syariah wakil masing-masing. Sehingga yang melakukan
sangat mudah solusinya. Baik yang terpisah adalah akad nikah justru masing-masing wakilnya saja.
pasangannya atau pun walinya, atau bahkan ketiga Maka pernikahan jarak jauh bukanlah akad nikah
pihak yaitu calon suami, calon isteri dan wali semua dilakukan lewat telepon SLI atau yang lebih murah
terpisah jarak. Toh tetap masih dimungkinkan adanya pakai VoIP, namun yang yang diiakukan secara jarak
akad nikah. Tetapi yang solusinya bukan nikah jarak jauh adalah proses mewakilkannya. Sedangkan akad
jauh, melainkan solusinya adalah taukil atau nikahnya harus dilakukan dalam satu majelis, face to
perwakilan. Seorang ayah kandung dari anak gadis face, meski hanya oleh wakil dari masing-masing.
yang seharusnya menjadi wali dalam akad nikah dan Untuk itu, harus ada saksi yang memenuhi syarat.
mengucapkan ijâb, dibenarkan dan dibolehkan untuk adalah dua orang yang beragama Islam. Syaratnya
menunjuk seseorang yang secara syarat memenuhi mudah dan sederhana, tidak harus keluarga, famili
syarat seorang wali. Dan penunjukannya boleh atau kerabat. Bahkan tidak kenai pun tidak apa-apa.
dilakukan secara jarak jauh, baik lewat surat tertulis Yang penting saksi adalah dua orang yang beragama
atau pembicaraan telepon SLI, bahkan boleh lewat Islam, laki-laki, berakal, sudah baligh, adil dan
SMS, chatting, e-mail, atau Video Conference 3.5 G. merdeka (bukan budak). Dan syarat saksi ini kira-kira
sama dengan syarat orang yang berhak untuk menjadi
Cukup ditetapkan siapa yang akan menjadi wakil
wakil dari wali.
dari wali, yang penting tinggalnya satu kota dengan
calon suami. Lalu dilakukanlah akad nikah secara Dalam syariat Islam, akad nikah tidak terjadi
langsung di satu majelis yang dihadiri oleh minimal 2 antara seorang calon suami dengan calon isteri.
orang saksi laki-laki. Si wakil wali mengucapkan ijâb Melainkan antara ayah kandung seorang wanita

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|16


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

dengan laki-laki yang akan menjadi suaminya. Maka Bagi seorang wanita, tidak ada nikah tanpa wali.
tidak ada akad nikah kalau tidak melibatkan Dan wali adalah ayah kandungnya yang sah. Hanya
keduanya bersama.9 Adapun orang lain yang bukan di tangan ayah kandung sajalah seorang wanita boleh
ayahnya, lalu tiba-tiba mendadak mengangkat diri dinikahkan. Seandainya si ayah kandung tidak
menjadi wali, maka dia telah bertindak sebagai wali mampu menghadiri akad nikah anak gadisnya, maka
gadungan.10 Akad nikah yang dilakukannya 100% dia boleh mewakilkan dirinya kepada orang lain yang
tidak sah. Karena pada hakikatnya dia bukan wali dipercayainya. Namun hak untuk menjadi wali tidak
sedangkan wanita itu masih punya wali yang sah. boleh "dirampas" begitu saja dari tangan ayah
kandung. Bila sampai perampasan itu terjadi, lalu
Tidak ada masalah untuk melakukan nikah jarak
wali gadungan itu menikahkan anak, gadis itu, maka
jauh, di mana pengantin laki-laki dan pengantin
akad nikah itu tidak sah. Kalau mereka melakukan
perempuan tidak saling bertemu. Sama sekali tidak
hubungan suami isteri, hukumnya zina.
ada masalah karena akad nikah atau ijâb-qabûl dalam
syariah Islam memang tidak terjadi antara pengantin Yang lebih menarik, justru kehadiran petugas
laki-laki dan pengantin perempuan. Ijâb-qabûl terjadi pencatat nikah yang biasanya memimpin ijâb qabûl,
antara pengantin laki-laki dengan ayah kandung atau sama sekali tidak masuk dalam urusan sah atau
wali dari pengantin perempuan. Maka cukuplah si tidaknya pernikahan. Meski tugas itu didapat dari
pengantin laki-laki dan calon mertuanya itu saja yang pemerintah secara resmi, namun tanpa kehadirannya
mengucapkan ijâb qabûl. Asalkan ijâb-qabûl itu akad nikah bisa tetap berlangsung. Sementara
disaksikan oleh dua orang laki-laki muslim yang anggapan sebagian masyarakat kita, petugas KUA ini
sudah aqil baligh, akad itu sudah sah. seolah menjadi tokoh inti dari sebuah ijâb qabûl.
Padahal tugas hanya sekedar mencatat secara
administratiíf saja. Hadir atau tidak hadir, tidak ada
9Sama dengan jual beli, kita diharamkan membeli barang
urusan dengan sahnya sebuah akad nikah. Namun
dari orang yang bukan pemilik sah suatu barang. Misalnya dari demikian, demi tertibnya administrasi negara,
penadah atau dari pencuri. Kita hanya boleh membeli barang sebaiknya petugas ini dihadirkan juga, akan akad
dari pemiliknya. Paling tidak, atas izin dari pemilik barang.
Misalnya kita beli sebidang tanah, jangan mau kalau orang yang nikah itu secara resmi juga tercatat dengan baik di
mengakui sebagai pemilik tanah itu tidak bisa menunjukkan pemerintahan.
bukti-bukti kepemilikannya, misalnya SHM atau girik. Sebab
kalau kita asal beli begitu saja, jangan-jangan tanah itu sudah Memang benar apa yang anda katakan, sebuah
ada yang punya. Kita akan terlibat sengketa tanah tak pernikahan itu harus dilakukan oleh wali berdua
berkesudahan nantinya. Begitu juga ketika menikahkan anak,
kita harus ‘membeli’ langsung dari ‘pemiliknya’, yaitu ayah melafadzkan ijâb dan qabûl yang disaksikan oleh
kandung. Bukan maksud kami menyamakan seseorang wanita minimal 2 orang laki-laki dari pihak perempuan dan
dengan barang, tetapi ini sekedar ilustrasi yang memudahkan.
Kita ibaratkan seorang wanita adalah barang yang dimiliki oleh pihak mempelai laki-laki. Mereka musim. Tanpa
ayah kandungnya.maka lalu kita mau ‘menikahinya’, kita harus adanya keempat orang itu, nikahnya menjadi tidak
menyelesaikan akad dan transaksi dengan sang pemilik. Bukan
sah. Karena ketentuan dan persyaratan scbuah
dengan orang lain yang bukan pemilik.
10‘Wali Gadungan’ adalah pencuri yang akan disiksa di pernikahan. Namun yang perlu diperjelas di sini,
neraka nanti, karena telah menyerobot hak milik orang lain. bahwa seorang wali diperkenankan untuk meminta
Bahkan bukan sekedar mencuri, dia akan disiksa pedih karena
telah menghalalkan perzinahan. Dia telah menipu orang awam orang lain untuk mewakili tugas dan wewenang.
dengan fatwa sesatnya. Syarat multak dari sebuah pernikahan Orang lain yang ditunjuk ini, tentu saja harus benar-
adalah akad antara ayah kandung pengantin wanita dengan
benar ditunjuk dalam arti kata yang sesungguhnya.
seorang calon suami. Dalam implementasinya, seorang ayah
kandung boleh saja meminta orang lain untuk bertindak
Dalam masyarakat, seringkali kita lihat orang tua
mewakili dirinya, namun harus dengan penyerahan wewenag
secara sah dan resmi. Tidak boleh dirampas begitu saja. mempelai wanita meski hadir dalam acara akad nikah
Sehingga pernikahan jarak jah tetap bisa dilakukan. Maksudnya, itu, meminta kepada petugas pencatat nikah (KUA)
meski ayah kandung tidak ikut dalam akad nikah, dia oleh
mewakilkan otoritasnya kepada orang lain yang memenuhi untuk menjadi wakilnya. Sehingga yang
syarat sebagai wali untuk bertindak atas nama dirinya mengucapkan ijâb bukan orang tua mempelai wanita,
menikahkan putrinya. Akan tetapi kalau yang dimaksud dengan
nikah jarak jauh adalah merampas hak seorang ayah kandung
melainkan petugas KUA. Petugas itu tidak boleh
sebagai wali yang sah, maka hukumnya haram. mengambil alih wewenang sebagai wali mempelai

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|17


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

wanita, kecuali berdasarkan permintaan dari si wali dua orang saksi muslim, laki-iaki, yang sudah aqil
tersebut. Demikian juga, mempelai laki-laki pun dan baligh.
diperkenankan untuk meminta orang lain menjadi
Sesuatu yang sulit dikerjakan bila dilakukan
wakil dirinya, dalam akad nikah. Baik dirinya hadir
dengan jarak jauh dan bukan dalam satu majelis.
dalam acara akad itu atau pun tidak. Namun yang
Maka yang bisa kita simpulkan adalah bahwa setiap
kedua ini memang kurang lazim terjadi. Tapi secara
personal yang terkait dalam sebuah akad nikah boleh
hukum, bila memang hal itu yang dingininya, hukum
mewakilkan wewenangnya kepada orang lain. dalam
tetap sah. Seluruh ulama salaf dan khalaf sepakat
hal ini adalah calon suami dan mertuanya. Keduanya
membolehkan masalah mewakikan wali nikah ini
berhak meminta orang lain untuk mewakili dirinya
secara bulat. Baik Mazhab Abu Hanifah, Malik, As-
dalam sebuah akad. Sedangkan saksi nikah yang dua
Syafi’i dan Ahmad bin Hambal. Bahkan mazhab Abu
orang itu, memang tidak tergantikan, tetapi saksi
Hanifah lebih jauh lagi dalam masalah ini, yaitu
boleh siapa saja, asalkan muslim, laki, aqil, baligh,
seorang wanita boleh menjadi wakil dari ayah
merdeka dan adil.
kandungnya dalam Jumhur ulama mengatakan bahwa
kebolehan mewakilkan wewenang kepada orang lain Akad nikah atau ijâb-qabûl yang dilakukan oleh
(tawkil) dalam menikahkan pasangan pengantin ini masing-masing wakil dari kedua belah pihak adalah
berlaku juga dalam hampir semua hal yang terkait sebuah bentuk keluwesan sekaligus keluasan syariah
dengan masalah muamalah. Seperti jual beli, sewa Islam. Namun kalau tiba-tiba ada orang mengangkat
menyewa, gadai, salaf, istishna' dan lainnya. diri menjadi wakil tanpa ada pemberian wewenang
Sedangkan yang terkait dengan ibadah mahdhah dan dari yang punya hak yaitu wali atau mempelai laki-
bersifat langsung kepada Allah swt, tidak berlaku laki sekali tidak berhak melakukan akad nikah. Kalau
kecuali bila ada dalil. Shalat dan puasa tidak boleh secara sah, maka orang ini sama pun nekat juga,
diwakilkan kepada orang lain, namun ibadah haji maka nikah itu tidak sah di mata Allah swt.
termasuk rincian manasiknya seperti melontar Satria Effendi M. Zein sebagai salah satu pakar
jamarat dan lainnya, dimungkinkan untuk diwakilan. yang membidangi masalah hukum keluarga Islam di
Lantaran ada dalil yang tegas atas hal itu. Termasuk Indonesia ini dalam bukunya "Analisis Yurisprudensi
yang boleh diwakilkan adalah menyembelih qurban Mengenai Masalah Keluarga Islam Kontemporer
yang dipersembahkan kepada Allah swt., di hari Raya Indonesia" memberikan analisis yurisprudensi yang
Qurban. cukup mendalam mengenai perkawinan melalui
Pada dasarnya menurut para ulama, tidak media telepon sebagaimana dikukuhkan Putusan
disyaratkan ada persaksian dalam proses pemberian Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1751/P/1989.
wewenang unnuk menjadi wakil wali nikah. Namun Dalam pendapatnya, Satria Effendi M. Zein
mereka menganjurkan untuk dihadirkan saksi-saksi, menyatakan bahwa ada dua macam putusan yang
untuk berjaga-jaga agar jangan sampai orang yang dapat dipilih oleh majelis hakim mengenai masaíah
sudah menyerahkan wewenang kepada wakilnya, ini, yaitu membolehkan sesuai dengan kecenderungan
tiba-tiba mengingkarinya. Islam Memberi Madzhab Hanafi ataupun melarang sesuai dengan
Kemudahan Namun Sesuai Prosedur. kecenderungan Madzhab Syafi;i. Di sini Satria
Effendi M. Zein menyerahkan putusan yang diambil
Kemungkinan menunjuk wakil dalam akad nikah
sesuai dengan dasar yang dipakai majelis hakim, dan
ini untuk menjawab masalahnikah jarak jauh, di mana
memberikan penekanan bahwa keduanya boleh
wali mempelai wanita dan mempelai laki-laki sulit
dipakai selama belum ada undang-undang yang
untuk bisa duduk dalam satu majelis.
secara jelas mengatur mengenai hal ini. Untuk itulah,
Daripada mereka melakukan ijâb-qabûl lewat disini penulis berusaha mengedepankan
telepon, akan lebih utama bila secara sah mereka permasalahan ini, menjelaskan bagaimana metode
meminta orang lain mewakili mereka. Sebab ijâb- ijtihad yang dipakai oleh Satria Effendi M. Zein
qabûl jarak jauh ini masih meninggalkan banyak dalam mengkritisi Putusan Pengadiian Agama Jakarta
perdebatan. Lantaran ada keharusan disaksikan oleh Selatan No. 1751/P/1989, dasar-dasar yang menjadi

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|18


Al-Qadhâ: Vol. 5, No. 1, Juli 2018 Januari – Juni 2018

alasannya menentukan hukum yang sesuai, cara DAFTAR PUSTAKA


pandang ia melihat permasalahan ini dan
pertimbangan-pertimbangan rasional dan ushuliyah Abdurrahman AL-Jaziri, AL-Fiqh ‘ala al-Madzahib
al-Arba'an. (Beirut:Dar al-Fikr, t.th)
yang ia pakai.
Al-Haitsami, Tuhfatul Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fikr,
Penutup t.th)
Dari uraian yang penulis sampaikan di muka, An-Nawawi, Al-Majmu' Syarh al-Muhazzab,
dapat diambil kesimpulan bahwa nikah lewat telepon (Beirut: Dar al-Fikr, t.th)
tidak boleh dan tidak sah, karena bertentangan Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (t.tp: Matba' ah ai-
dengan ketentuan hukum syariah dan peraturan Qahirah, 1970)
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum
Penetapan atau Putusan Pengadilan Agama Jakarta Keluarga Islam Kontemporer: Analisis
Selatan yang mengesahkan nikah lewat telepon No. turisprudensi dengan Pendekauan Ushuliyyah,
175/P/1989 tanggal 20 April 1990 merupakan (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2004)
preseden yang buruk bagi dunia Peradilan Agama di
Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr,
indonesia, karena melawan arus dan berlawanan 1983)
dengan pendapat mayoritas dari dunia Islam.
Putusan Pengadilan Agama No. 1751/P/1989
Penetapan peradilan agama tersebut hendaknya tidak
Tentang Perkawinan Melalui Telepon
dijadikan oleh para hakim pengadilan agama seluruh
Indonesia sebagai yurisprudensi untuk membenarkan
dan mengesahkan kasus yang sama.

Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Islam|19

Anda mungkin juga menyukai