BAB I
PENDAHULUAN
A. Negara Hukum
1
menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali. Krabe
mengemukakan bahwa: 1
yaitu:2
1
Usep Ranawijaya, Hukum Tatanegara Dasar-Dasarnya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm.
181.
2
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, Refika Aditama, 2009, hlm. 27.
3
Musdah Mulia, Islam dan Hak Asasi Manusia, Naufan Pustaka, Bandung, 2010. hlm. 18. Ada
empat hal pokok HAM yakni hak individual, hak kolektif, hak sipil dan politik serta hak ekonomi,
sosial dan budaya.
4
Bandingkan dengan Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 61.
2
menyerahkan hak-hak politik dan sosialnya kepada
negara.
3
Untuk memberikan jaminan terhadap perlindungan
4
juga yang berdimensi pemisahan secara tegas baik
warga negara.
pemerintahan.
5
Prinsip seperti ini bagi negara hukum sangatlah
dinyatakan:5
5
Sunaryati Hartono, Ombudprudensi, Lembaga Negara Ombudsman, Jakarta, 2010, hlm. 11
6
Negara Indonesia adalah Negara hukum” Menjadi
7
tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya di
negara itu.
sebagai berikut:6
6
Munir Fuady, Negara Hukum ...Op.Cit, hlm. 56
8
Belas Pasal (The Twelve Tables) di Romawi. Hal
VI Masehi.
Masehi.
9
d. Fase Resepsi Hukum Romawi;
Masehi.
10
di sana-sini dilakukan perubahan. Belanda
tahun 1848.7
zaman absolutisme.8
7
Ibid., hlm. 57.
8
Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, 1983, hlm. 1.
11
Sedangkan negara hukum dengan konsep Rule
12
William mempertahankan hukum kebiasaan
9
Munir Fuady, Perbandingan Hukum…, Op.Cit., hlm. 58
13
b. Hukum Equity, yang berkembang sejak abad XV
14
dinamakan pula azas legalitas dari negara hukum.
wenang.
10
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, op.cit, hlm. 3.
15
3) Konstitusi merupakan dasar dari segala hukum
kemerdekaan rakyat.
hukum ini.11
11
Ibid., hlm. 2.
16
Thomas, sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady
bahwa:12
12
Ibid., hlm. 5.
17
melainkan juga menerima pengaturan dan
keadilan.
dalam hukum.
13
Ibid., hlm. 6.
18
Menurut Soediman Kartohadiprodjo, Pada
14
Strong, C.F., Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Studi Perbandingan Tentang Sejarah dan
Bentuk, Terjemahan, Derta Sri Widowatie, Nusa Media, Bandung, 2011, hlm. 105. Negara kesatuan
adalah negara yang memiliki pelaksanaan kebiasaan otoritas legislatif tertinggi oleh satu kekuasaan
pusat. Berbeda halnya dengan negara federal, yakni suatu alat politik yang dimaksudkan untuk
merekonsilisasikan kekuasaan dan persatuan nasional dengan pemeliharaan hak-hak negara. Jadi
negara kesatuan adalah negara yang kekuasaan legislatifnya dibagi antara kekuasaan pusat dengan
kekuasaan daerah dengan unit-unit yang lebih kecil.
19
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
dan ekonomi.15
15
Soediman Kartohadiprodjo, Op.Cit., hlm. 27.
20
Dari apa yang telah dikemukakan di atas,
16
Muchsin, Ikhtisar Sejarah Hukum, STIH IBLAM, Jakarta, 2004, hlm. 36.
21
NRI Tahun 1945 adalah pola perilaku (politik) yang
17
Soediman Kartohadiprodjo, Op.Cit ., hlm. 28.
22
UUD Tahun 1945 dibaca, dipahami dan
Pancasila.18
18
Ibid., hlm. 29.
19
Maria Farida Indrarti Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan, Bagian II, Kanisius, Jakarta,
2007, hlm. 231.
23
undangan khususnya Pasal 5 yang dirumuskan
meliputi:
a. kejelasan tujuan;
d. dapat dilaksanakan;
g. keterbukaan.”
20
Lihat Pasal 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
24
nilai-nilai dan falsafah hidup masyarakat itu sendiri,
25
ketertiban dan keteraturan yang memunculkan
26
maka sebagai negara kesejahteraan yang
27
harus berbentuk tertulis. Ini juga merupakan aspek
28
mewajibkan hal tertentu sedangkan kepentingan
tentu.22
(BPTUN)
22
L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2009, hal. 14
29
dinyatakan tentang tujuan Negara. Tujuan negara
23
Achmad Ali dengan mengutip pendapat Paton, memandang bahwa hukum dapat
didefinisikan dengan mengutip satu dari 5 kemungkinan yang ada yakni sesuai dengan sifat-sifatnya
yang mendasar, logis, relijius, ataupun etis; menurut sumbernya yaitu kebiasaan, preseden atau
undang-undang; menurut efeknya di dalam kehidupan masyarakat; menurut metode pernyataan
formalnya atau pelaksanaan otoritasnya dan menurut tujuan yang ingin dicapai. Lihat: Achmad Ali,
Menguak Tabir Hukum, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 17.
30
sosial.24 Tujuan negara ini kemudian dijabarkan
24
Lihat Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
25
Franz Magnis Suseno, Etika Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hlm. 68.
Hukum adalah suatu sistem norma-norma yang mengatur kehidupan dalam masyarakat. Bersama
dengan norma-norma sopan santun dan moral, norma-norma hukum termasuk dalam kelompok norma
umum kelakuan manusia.
31
dinamakan pula azas legaliteit dari negara hukum.
sendiri.
32
“supremasi hukum” (supremacy of law) atau
26
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, Refika Aditama, Jakarta, 2009 hlm. 1.
33
terkenallah konsep yang di negara-negara yang
34
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
sendiri.
35
(rechtsstaat) secara sederhana adalah negara yang
kekuasaan hukum28.
28
A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia, Makalah pada Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum UI, Jakarta, 25 April 1992, hlm. 8.
36
Lain halnya dengan negara hukum dalam arti luas
bahwa:30
37
kekuasaan dari penguasa. Karena itu, konsep rule
keadilan.
38
Karena itu, konsep Negara Rule of Law
dalam hukum.
31
Ibid., hal. 6.
39
elemen-elemen hukum sebagai berikut sebagaimana
modern.
32
Ibid., hal. 8
40
7. Hukum lebih baik mencegah pelanggaran daripada
41
yaitu hukum dalam aksinya. Aksi hukum berhenti
33
Ibid., hal. 9
42
Dalam Liber Amicorum CFG. Sunaryati Hartono,
43
pengaruh mempengaruhi satu sama lain antara
berbagai komponen atau unsur yang disebut di
atas tadi. Aspek atau unsur mana yang dianggap
paling penting tergantung dari falsafah hukum
yang dianut oleh sistem hukum yang
bersangkutan. 34
34
Elly Erawati, Bayu Seto Hardjowahono, Ida Susanti, Beberapa Pemikiran tentang
Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia, Liber Amicorum untuk Prof. Dr. CFG. Sunaryati
Hartono, SH, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 7.
44
sedangkan hukum nasional Indonesia adalah hukum
adalah:36
35
Ibid., hlm. 8.
36
Sunaryati Hartono, Potitik Pembaharuan Hukum Datam Pembangunan Hukum Di Indonesia,
Forum Komunikasi Penelitian Bidang Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, tanggal 5
Desember 1994 di Bandungan, Semarang; dan dalam Langkah Kebijaksanaan Pembinaan Hukum
Nasional Pada Pembangunan Jangka Panjang Tahap II.
45
terlepas dari sistem hukum tersebut. Artinya, sebagai
37
Sunaryati Hartono, Landasan, Kerangka, Struktur Dan Materi Sistem Hukum Nasional Kita.
38
Ph. M. Langbroek & P. Rijpkema. Ombudsprudentie. (Boom Juridische Uitgevers, Den,
Haag 2004), hal 9, dsl. Dalam Sunaryati Hartono, Ombudsprudentie, op.cit.
39
Ibid.
46
1. Untuk mengembangkan dirinya warga negara dan
daripada sebelumnya;
47
undangan saja), menuju ke negara hukum yang
bertanggungjawab.40
hukum.41
48
dari peralihan prinsip “staatsonthouding”, yang
42
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1988,
hlm. 28-29.
49
Disamping berlakunya asas legalitas, untuk mencapai
50
dalam undang-undang tersebut. Di Perancis asas
“rule of law”.43
51
Sesuai sifatnya, tidak semua instrumen hukum
52
“geen bevoegdheid zonder verantwoordelijkheud”; atau
44
A.D. Belinfante sebagaimana dikutip oleh Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara,
Cetakan Kedua, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 253.
53
eksternal, adalah pertanggungjawaban terhadap pihak
anggota masyarakat.
45
Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia, Disertasi,
Universitas Airlangga, Surabaya, 1990, hlm. 80.
54
administrasi sebagai pengawas internal, lembaga
46
Paulus E. Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. XVI.
55
tebentuk sejak diundangkan Undang-undang Nomor 5
47
Dengan Keppres Nomor 52/1990, dibentuk untuk pertama kali PTUN di Jakarta, Medan,
Palembang, Surabaya, dan Ujung Pandang. Kemudian setelah itu dengan PP Nomor 7/1991, resmi
beroperasi melayani masyarakat pencari keadilan.
56
Upaya pembentukan BPTUN sebagai pranata
48
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Undang-
Undang tentang PTUN disahkan pada tanggal 29 Desember 1986 (Lihat: UU Nomor5/1986, LN
Nomor 77/1986), kemudian PTUN dibentuk untuk pertama kalinya di Jakarta, Medan, Palembang,
Surabaya, dan Ujung Pandang (Lihat: Keppres Nomor 52/1990, dan resmi beroperasi melayani
masyarakat pencari keadilan pada tanggal 14 Januari 1991 (Lihat: PP Nomor 7/1991, LN Nomor 8/
1991). Jadi, PTUN terbentuk setelah 46 (empat puluh enam) tahun Indonesia Merdeka: Dalam Lintong
Siahaan, Teori Hukum dan Wajah PTUN Setelah Amandemen 2004, Perum Percetakan Negara RI,
Jakarta, 2009, hlm. 33.
57
karena sistem kontrol itu masih tetap belum ada,
58
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
51
Ibid, Pasal 1 angka 3.
52
Sjachrahan Basah, Op. Cit., hlm 210-224.
59
Keputusan Tata Usaha Negara tidak akan ada
2009 merumuskan:
60
disebut “ketetapan” atau “penetapan” (beschikking).53
53
Bagir Manan, op.cit, hlm.97
54
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986, Pasal 1 angka 3 dan penjelasan
61
“freis ermessen” dapat melakukan perbuatan-
perbuatan lainnya meskipun belum diatur
secara tegas oleh undang-undang. Kepustakaan
Belanda lebih populer menggunakan istilah
“bestuur” dari pada istilah “uitvoerende macht”…
dalam kaitannya dengan KTUN, disamping
keputusan pelaksanaan (executive decision atau
gebonden beschikking) juga ada keputusan
bebas (discretionary decision atau vrije
beschikking). Kepustakaan Belanda
menggambarkan kegiatan/lapangan “bestuuren”
adalah seluruh lapangan kegiatan negara
setelah dikurangi “regel giving” dan
“rechtspraak”. Dengan demikian kalau
pengertian Tata Usaha Negara diartikan sebagai
urusan pemerintahan (Pasal 1 angka 1) maka
urusan pemerintahan itu tidak hanya meliputi
kegiatan yang bersifat eksekutif saja. Mungkin
konsep Belanda tersebut dapat kita gunakan
untuk merumuskan pengertian urusan
pemerintahan itu secara tepat. Hal ini menjadi
sangat penting artinya apabila kita kaitkan
dengan “toetsingsgronden…”.55
fungsional.56
55
Philipus M. Hadjon, et.al.op.cit, hlm.138
56
Ibid. Hlm. 139
62
Dalam penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-
63
Dari sifatnya sebagai tindakan hukum publik,
64
sedangkan dalam gugatan perdata ditujukan kepada
keputusan tersebut.”
57
Ibid, hlm. 139-140
65
disebutkan meskipun yang dituju jelas alamatnya,
mutlak diperlukan.58
66
permohonan izin tidak dapat diproses karena instansi
hukum perdata.
67
berdasar kepada Undang-undang (wetmatigheld van
het bestuur).59
selengkapnya bersembunyi:
59
Indroharto (I), op.cit, hlm. 72
68
c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih
memerlukan persetujuan.
69
Keputusan Tata Usaha Negara, dan sebagian isi Pasal
tepat.
70
1) Apabila badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Negara.
71
Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap
72
Nomor 5 Tahun 1986 dengan demikian telah
menyatakan:
62
Indoharto (I), Op.Cit, hlm. 187.
73
tidak termasuk dalam kompetensi PERATUN. Kapan
Negara
63
Suparto Wijoyo, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi, Airlangga University
Press, Surabaya, 1997, hlm. 13.
74
Ciri utama yang membedakan hukum acara
75
Basah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu:64
peraturan lainnya.
64
Sjachran Basah, Hukum Acara Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Administrasi
(HAPIA), Cetakan Kedua, Rajawali Pers, Jakarta, 1992, hlm. 2.
76
Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai
pembuktian bebas.
77
Ketentuan tersebut, sering menimbulkan
65
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi ketiga, cetakan Pertama,
Liberty Yogyakarta, 1988, hlm 2-3.
78
berkepentingan… kalau tidak ada tuntutan hak
2. Hakim pasif
hakim.
pemeriksaan di persidangan.
79
Di dalam hukum acara perdata kedua belah pihak
didengar bersama-sama.
mengadili.
sebagai berikut:66
66
Philipus M. Hadjon et.al, op.cit, hlm 313.
80
b. Kemungkinan adanya “reformatio in peius”
penggugat/pembanding).
dipersiapkan.
81
g. Hak gugat dari pihak ketiga dapat dimungkinkan
penguasa.
82
menunda atau menghalangi dilaksanakannya
menggariskan:
67
Dalam UU Nomor 9 Tahun 2004 jis UU Nomor 51 Tahun 2009 masih sama.
83
pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian
84
hakim dapat ditemukan antara lain dalam
(1).
85
Tahun 1986 yaitu bahwa hanya sengketa Tata Usaha
68
Indroharto(II), op.cit, hlm.15
86
diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986,
perseorangan.
69
Ibid, hlm.25-28
87
2. Hendaknya disadari kenyataan masing-masing
PERATUN seperti:
sengketa ke PERATUN.
88
hanya terdiri dari acara biasa dan acara-acara
khusus.
89
berlaku yang disebut ajaran pembuktian bebas yang
90
angka 1 undang-undang tersebut “…tidak semata-
Negara;
dikeluarkannya KTUN.
91
Menjadi pertanyaan adalah apakah Tata Usaha
92
Philipus M. Hadjon70, menyatakan yang
70
Philipus M. Hadjon., Op.Cit, hlm. 138.
71
Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku
I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Cetakan IV, 1993, hlm. 78.
93
(yudikatif) yang dilakukan oleh badan-badan
peradilan”.
94
terjadi adanya sengketa TUN sebagaimana dimaksud
TUN.
72
Bambang Priyambodo, Op.Cit., hlm. 217
95
Menurut Pasal 1 Angka 8 yang dimaksud
96
eksekutif. Apakah dengan demikian sesuai dengan
perundang-undangan saja?
pemerintahan.
97
memperhitungkan setiap urusan pemerintahan yang
akan datang.
98
eksekutif. Kemudian apakah yang dimaksud dengan
99
undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Perundang-undangan.
100
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
perdata.
sepihak.
101
7.Keputusan Tata Usaha Negara
75
Lutfi Effendi, Op.Cit., hal. 53.
102
menunjuk pada isi dan bukan kepada bentuk yakni
jelas:
mengeluarkannya;
ditetapkan di dalamnya.
103
Sedangkan regeling sebagai peraturan yang
behoorlijke wetgeving.76
76
Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 14.
77
Jeremy Bentham, Teori Perundang-undangan, Prinsip Legislasi Hukum Perdata dan Hukum
Pidana, Nuansa, Bandung, 2006, hlm. 25.
104
segala kesatuan dan kedaulatan lain. Prinsip ini
seragam.
105
gambaran pertama/elemen tentang hukum
administrasi.78
78
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 2005, hlm. 21
106
antara lain : P. de Haan et al., Bestuursrecht in de Sociale
Recht.79
79
Ibid., hlm. 22.
107
penulis-penulis Nederland, Belgia, Prancis, Jerman,
80
Ibid.
108
namun hendaklah disadari tentang lapangan/ruang
J.H.A. Logemann.
81
Ibid., hlm. 23.
109
dat complex van rechtsvoorschriften, dat organen instelt
ketatanegaraan.
hukum administrasi.82
82
Ibid., hlm. 23
110
negara secara tegas. Keduanya memandang hukum
negara.
83
Ibid.
111
negara, ilmu pemerintahan dan public administration,
84
Ibid., hlm. 24
112
W.F. Prins dalam tulisannya De Vrijheid der
pidana.85
85
Ibid., hlm. 25.
113
Vollenhoven memberikan ciri hukum administrasi
86
Ibid.
114
Negara Otonom adalah hukum operasional yang dicipta
87
Ibid., hlm. 26.
115
Administratief Recht cetakan kelima, 1984, h. 1 - 2
116
1. Perkembangan Hukum Administrasi
117
dalam suatu bidang konkrit yang terbatas dan urusan
Pemerintah.88
88
Ibid., hlm. 29.
118
penumpukan dan pengeluaran aturan dan
119
demikian hukum administrasi khusus meningkat
pemerintah.
120
administrasi umum sebagai bagian dari ilmu hukum.
89
Ibid., hlm. 31.
121
2. Perkembangan kedua yang penting dimulai dengan
122
tetap bernasib terbatas. Dengan diperkenalkannya
pemerintahan umum.
123
penetapan prosedur surat-surat keberatan dan
berlaku.
itu.
124
Yang dimaksudkan dengan lapangan hukum
90
Ibid., hlm. 32.
91
Ibid., hlm. 33.
125
a. Penelitian Lapangan Hukum Administrasi
Khusus
dikutip sekedarnya.
126
(hukum perburuhan, hukum perikatan). Di bidang
kita teliti.
127
“besturen”, dari daftar tersebut dapat kita
kesejahteraan sosial;
luar negeri.
staatszorg).
128
Perlu ditekankan di sini bahwa seperti telah
No. 10);
129
2. Peraturan tentang menghilangkan hambatan-
April 1931);
(ICW);
130
Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhituagan
11. Statistik;
12. Sensus;
Sipil;
131
20. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil;
Keluarganya;
Pegawai;
Kebangsaan/Kemerdekaan;
Sosial;
Miskin;
Jompo;
132
30. Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis;
34. Undian;
36. Hygiene;
Tubuh Manusia;
133
45. Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin
Gigi/Apoteker;
47. Farmasi;
49. Apotik;
Sekolah;
Pegawai Negeri;
134
Kepada Masing-masing Kementerian Yang
Bersangkutan;
Kiservasi.
Hasil Hutan
67. Perikanan
135
68. Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona
69. Irigasi
(Stadsvormingsverordening)
(Stadsvormingsordonantie)
Kesehatan Hewan
76. Ketenagalistrikan
136
79. Perindustrian
Industri
137
agar dikembangkan bidang-bidang hukum
bidang-bidang lainnya.
138
masing-masing bidang urusan pemerintah ditandai
umum;
pemerintah.
139
sangat besar. Dalam suatu negara yang demokratis
140
mengesahkan keputusan-keputusan tertentu oleh
141
undang dasar). Disitu kita menemukan badan-
yang bebas;
142
pelaksanaan pembentukan aspirasi politik itu, jadi
143
D. Teori Hukum
144
kemerdekaannya.92 Konstitusi memiliki fungsi-fungsi
negara.
ceremony.
92
Taufiqurrohman Syahuri, 2004, Hukum Konstitusi, Proses dan Prosedur Perubahan UUD di
Indonesia 1945-2002, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 29.
93
Ibid.
145
f. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat
146
Menata suatu negara dimulai dari pembentukan hukum
147
didalam proses penciptaan dan perkembangannya ia
kultur budaya.
94
John Gillesen dan Frits Gorle, 2005, Sejarah Hukum, Suatu Pengantar, Terjemahan, Disadur Oleh:
Freddy Tengker, Refika Aditama, Jakarta, hlm. 91.
148
keberagaman tersebut yang dibentuk menjadi satu
faktor sosial.95
95
Barack Hussein Obama, Bicara Tentang Indonesia, Kuliah Umum, Jakarta, Balairung Universitas
Indonesia, Rabu, 10 November 2010.
96
Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka
Kembali, Refika Aditama, Bandung, hlm. 153.
149
kekuatan-kekuatan politik yang dijalankan oleh
150
kultural/budaya menggunakan pengaruhnya yang
97
Ibid.
151
diolah, bahan dasar tersebut akan berkaitan dengan
98
Ibid.
152
Fungsi utama hukum adalah untuk memelihara dan
mempertahankan ketertiban yang telah dicapai. Di
samping itu fungsi hukum harus memenuhi lima
unsur, yaitu direktif, integratif, stabilitatif, perfektif,
dan korektif.99
99
Ateng Syarifudin, 1989, Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah Berkenaan Dengan Undang-
undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Bahan Penyuluhan Hukum, Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung. hlm. 1.
100
Lawrence M. Friedman, 1990.The Republic of Choice; Law, Authority, and Culture, Harvard
University Press, tanpa halaman.
153
tempat yang logis dalam kerangka budaya milik
masyarakat.
erat.101
101
Ateng Syafrudin, Op.Cit.
154
dimaksudkan dengan hukum itu melalui perumusan
102
Lili Rasjidi dan Ira Tania Rasjidi, 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung,.hlm
38.
155
kurang dipahaminya hakikat hukum. Lili Rasjidi
156
yang dogmatik dan ilmu kenyataan hukum, kemudian
103
Anthon F. Susanto, 2007, Hukum Dari Consilience Menuju Paradigma Hukum Konsruktif-
Transgresif, Refika Aditama, Jakarta, hlm. 60.
157
yang paling kecil untuk kemudian melakukan
158
satu dengan bagian lain ada pada wilayah yang sudah
administratief recht.
159
area of concern from another. Nevertheless, for
convenience sake, we can list those activities that it
conventionally concerns, e.g., social security, health,
housing, planning, education, immigration, the
exercise of powers by central and local government
and the police, tribunals and inquiries. You will also
notice that these roughly correspond to the main
activities of the modern state. In so far as it is
possible to identify a common body of rules and
procedures that apply in these areas, such rules,
taken together, form the basis of what we call
administrative law.
160
untuk hal kecil di bidang tata usaha pemerintah pusat
161
pendidikan, imigrasi, pelaksanaan kekuasaan oleh
104
Peter Leyland Terry Woods. 1994, Textbook on Administrative Law. Blackstone Press Limited,
London.. hlm. 1-2.
105
Soediman Kartohadiprodjo, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Gatra Pustaka, Jakarta,
2010, hlm. 78.
162
diberi akibat yang tidak menyangkut di dalamnya
peristiwa hukum.
163
kegiatan pemerintahan dan negara harus sesuai dengan
164
bersama sekaligus kepentingan pribadi, termasuk milik
bermoral.108
108
Ibid., hlm. 87.
165
Untuk memastikan suatu aturan hukum benar-
109
Ibid., hlm. 88.
166
mana negara yang bersangkutan sudah mulai
110
Ibid.
167
dikatakan bahwa hukum Amerika, seperti hukum
111
Harold J. Berman, 1996, Segi-segi Filosofis Hukum Amerika, Dalam Ceramah Tentang Hukum
Amerika Serikat, Tata Nusa, Jakarta, hlm. 267.
168
Penjaminan hak asasi manusia dan keadilan
169
adil, logis, dan layak, yang harus dijalankan oleh yang
berwenang.
170
Rasionalisme Kritikal)112 sampai kepada teori
Serikat.
112
B. Arief Sidharta, 2008, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum
dan Filsafat Hukum, Refika Aditama, Jakarta, hlm. 31.
113
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Op,Cit., hlm. 53.
171
Apabila aliran sebelumnya menganggap penting
terkenal, yaitu:114
Hans Kelsen.
114
Ibid., hlm. 55
172
manusia akan bertindak untuk mendapatkan
115
Ibid., hlm. 60.
173
yang tercermin pada setiap tingkah laku individu-
116
Ibid., hlm. 64.
174
An Introduction to the Philosophy of Law (1922), The Task
175
cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh timbal-
hukum ke masyarakat.117
117
Ibid., hlm. 65-66.
176
Wendell Holmes, Karl Lewelyn, Jerome Frank, William
engineering).118
118
Ibid., hlm. 67-69.
177
menjadi peletak dasar asas legalitas dalam hukum
178
epistemologi dan hermeneutika, atau antara
mengabaikannya.’
179
hermeneutika (dalam arus dominannya) sebagai ajakan
119
Gregory Leyh, 2008. Hermeneutika Hukum, Sejarah Teori dan Praktek (Legal Hermeneutics), Nusa
Media, Bandung, hlm. 15-17.
180
sebagaimana maksud dari tujuan pembentukannya.
120
Jazim Hamidi, 2008, Mengenal Lebih Dekat Hermeneutika Hukum, Dalam Butir-butir Pemikiran
Dalam Hukum, Refika Aditama, Bandung, hlm. 82.
181
hasil pemikiran/doktrin hukum itu dalam pengertian
hermeneutika hukum.122
121
Ibid.
122
Ibid.
182
BAB II
183
Apa yang dimaksud dengan pemeniksaan sidang
dilakukan oleh:123
atau
administratif.
123
R. Wiyono, Op.Cit., hlm. 129.
184
Sesuai dengan hari, tempat, dan waktu sidang
185
surat panggilan, tetapi dalam pemeriksaan dengan
124
Pasal 99 ayat (3).
186
tempat yang bersangkutan berkedudukan atau
sebagai berikut:
187
a. Penggugat atau kuasanya 2 (dua) kali tidak hadir
di persidangan, yaitu:
yang kedua;
dipertanggungjawabkan;
patut.
ad. a
188
Untuk menjelaskan dapat diberikan contoh
sebagai berikut.
189
Penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan
kedua.
ad. b
dipertanggungjawabkan” tersebut.
190
Sebagai contoh mengenai “tanpa adanya alasan
ad. c
dengan sah.
191
menerima yang dapat dibuktikan dengan adanya
dipertanggungjawabkan.
perkara.
192
Pasal 72 menentukan: “(1) Dalam hal tergugat
193
pemeriksaan mengenai segi pembuktannya
sebagai berikut:
menanggapi gugatan;
194
b. ketidakhadiran Tergugat atau tidak menanggapi
dipertanggungjawabkan;
patut;
menanggapi gugatan;
dari tergugat;
ad. a
195
sidang pertama seperti yang menjadi syarat
menanggapi gugatan.
125
Pasal 71 ayat (1).
196
Yang dimaksud dengan tidak menanggapi
kuasanya.
ad. b
197
dipertanggungjawabkan” pada perumusan Pasal 72
ayat (1).
dipertanggungjawabkan” tersebut.
penggantian.
ad. c
198
ad. d
acara cepat.
ad. e
199
tentang Tergugat untuk hadir di persidangan
ad. f
200
dipertanggungjawabkan, pemeriksaan sengketa itu
tanpa kehadirannya”.
c. Tahap-Tahap Pemeriksaan
201
Negara masih membuka peluang pemeriksaan
202
ad. a
203
kesempatan kepada Tergugat mengajukan jawaban.
204
b. eksepsi tentang kewenangan relatif Pengadilan
sengketa diperiksa;
A TA U
A TA U
205
untuk memberikan kesempatan kepada Penggugat
banding.
ad. b
206
Sebelum Penggugat mengajukan replik, atas
ad. c
207
Pada hari sidang yang telah ditetapkan,
oleh hakim.
208
diajukan oleh Tergugat, karena Penggugat sudah
diberikan salinannya.
ad. d
209
alat bukti yang berupa surat atau tulisan, maka
aslinya.
210
perlu asli alat bukti tersebut tetap ada di
pengadilan.
sengketa itu.126
126
Pasal 85 ayat (1).
211
ganti yang asli sehama surat yang asli belum
pidananya dijatuhkan.
saksi fakta.
212
memerintahkan seorang saksi untuk didengar
dalam persidangan.127
ke persidangan.128
kediaman saksi.129
127
Pasal 86 ayat (1).
128
Pasal 86 ayat (2).
129
Pasal 86 ayat (3).
213
Pejabat yang dipanggil sebagai saksi wajib
bersangkutan.131
130
Pasal 93.
131
Pasal 94 ayat (1).
132
Pasal 95 ayat (2).
214
mengambil sumpah atau janjinya dan mendengar
saksi tersebut.133
pemeriksaan persiapan.
Sidang.
133
Pasal 95 ayat (3).
134
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku
II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Cetakan IV, hlm. 202.
215
Tergugat untuk mengajukan pertanyaan secara
huruf e).
ad.e
216
Pada tahap pengajuan kesimpulan ini,
sudah selesai.
sah.
217
para pihak (Pasal 100 ayat (1) huruf d), yaitu
ad. f
mengambil putusan.
218
dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan
suara terbanyak.
kekuatan hukum.
219
Jika terdapat perbedaan antara putusan yang
pengadilan tersebut.
220
Terhadap putusan Pengadilan tersebut,
221
Tergugat telah menerima baik putusan Pengadilan
lampau.
222
B. Pemeriksaan Dengan Acara Biasa
1. Pengajuan Gugatan
223
ketentuan tentang sengketa Tata Usaha Negara yang
tersedia.
ditafsir oleh Panitera (Pasal 59 ayat (1) jo. ayat (2)), yang
224
biaya alih bahasa, biaya pemeriksaan di tempat lain dan
selanjutnya.135
135
Pasal 59 ayat (3) dan (4).
225
perkara kepada Penggugat dengan diberi waktu paling
tersebut.
226
Dengan demikian, gugatan yang diajukan melalui
di pengadilan.
227
dilampirkan surat keterangan tidak mampu dan Kepala
perkara diperiksa.137
dipergunakan.
kasasi.139
2. Penelitian Administratif
136
Pasal 60 ayat (2).
137
Pasal 61 ayat (1).
138
Pasal 61 ayat (2).
139
Pasal 61 ayat (3).
228
Ketentuan-ketentuan tentang penelitian
229
yang terdapat dalam Pasal 56, tetapi tidak sampai
masalah gugatan.
berikut:
230
b. apa yang menjadi objek gugatan dan apakah objek
rugi/atau rehabilitasi.
3. Rapat Permusyawaratan
231
rapat permusyawaratan sebagaimana dimaksud dalam
yang layak;
digugat;
232
e. gugatan yang diajukan sebelum waktunya atau telah
233
diajukan ke pengadilan dinyatakan tidak diterima atau
tidak berdasar.
234
indien de verdere behandeling van de zaak hem niet
bhjven;
235
dengan “rapat permusyawaratan” seperti yang
berlaku di Indonesia?
236
politik bagi negara yang bersangkutan, sehingga
237
hanya saja pelaksanaan dari rapat permusyawaratan
238
“rapat permusyawaratan” seperti yang disebutkan
239
diketahui bahwa pendapat Philipus M. Hadjon dkk.
dan pelaksanaannya.
berikut:
permusyawaratan;
240
musyawarah dengan para hakim dalam suatu rapat
permusyawaratan.
(Raportir).
241
Kepaniteraan, dilakukan sendini oleh Ketua
Pengadilan;
Contoh:
Pasal 2.
242
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam
Contoh:
Contoh:
243
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah
digugat.
waktunya.
Pengadilan.
244
Jika hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh
4. Pemeriksaan Persiapan
Ketua Majelis.
245
Oleh karena pemeriksaan persiapan dilakukan
memakai toga.
Usaha Negara.
pokok sengketa.
246
Wewenang Hakim ini untuk mengimbangi dan
tangan penggugat.
gugat.
247
Dalam rangka pemeriksaan persiapan, hakim
ketentuan Pasal 3.
248
Pemeriksaan persiapan terutama untuk menerima
gugatan.
249
Pasal 63 ayat (2) menentukan bahwa dalam
hari;
250
yang menunjuk Majelis Hakim untuk memeniksa
Pengadilan berhalangan).
251
1. jika pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam
252
5. jika gugatan yang diajukan sebelum waktunya atau
untuk mendengarkannya.
253
Terhadap penetapan dismissal tersebut, menurut
dismissal diucapkan.
mengajukan gugatan.
254
dalam pemeriksaan dengan acara biasa dengan
ayat (1).
sengketa dipercepat’.
sebagai berikut:
255
a. Dalam surat gugat harus sudah dimuat atau
256
kepentingan dari Penggugat yang cukup mendesak
mendesak.
(1).
257
penintah pembongkaran bangunan atau rumah yang
ditempati penggugat.
pemeriksaannya.
1. Penelitian Administratif
258
sama dengan penelitian administratif yang dilakukan
2. Rapat Permusyawaratan
259
memeriksa apakah dari alasan-alasan yang dimuat
(3)).
260
b. permohonan dan Penggugat dikabulkan.
ayat (2)).
261
1. Jenis Putusan
2. putusan akhir.
262
akhir, bahkan pada perumusan Pasal 124 disebut:
ad.1
selesai.
sidang pengadilan.
contohnya adalah:
263
sendiri ke pemeriksaan sidang pengadilan, meskipun
(Pasal 107).
264
Putusan hakim ini tidak sampai akan
memerintahkan pembuktian.
dipraktikkan.
265
melainkan cukup diucapkan oleh hakim secara lisan
saja.
atas.
266
Tetapi yang jelas, dalam Undang-Undang Nomor 5
(1).
267
Apa sebab sampai gugatan tidak menunda
dikeluarkannya.
268
membayar nafkah untuk istrinya selama perkara sidang
diperiksa.
269
Mengenai bentuk dari putusan yang bukan
acara sidang.
absolut;
270
2. putusan hakim yang mengabulkan eksepsi tentang
Acara Perdata.
271
ad. 2
a. Gugatan ditolak
b. Gugatan dikabulkan
272
Putusan yang berupa gugatan dikabulkan
bersangkutan, atau
273
ini dikeluarkan berdasarkan peraturan perundang-
rehabilitasi.
274
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah
275
d. Gugatan gugur
meninggal dunia.
2. Isi Putusan
276
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
277
dibatalkan, karena tidak dipenuhinya salah satu
(1).
KUHAP.
3. Sistematika Putusan
278
Dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam
1. Pembukaan
4. Kesimpulan
6. Penutup
ad. a
disebutkan:
2. Nomor Perkara;
279
4. Pengadilan yang menjatuhkan putusan atau yang
mengeluarkan penetapan;
ad. b
280
menggambarkan duduknya perkara yang diperiksa dan
ad. c
perkara.
Tergugat.
tingkat kasasi.
281
ad. d
ad. e
1. gugatan ditolak;
2. gugatan dikabulkan;
4. gugatan gugur.
282
selalu diikuti dengan rumusan diktum yang merupakan
terdapat pada Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR/Pasal 198
petitum.
(3) HIR/Pasal 198 ayat (2) dan (3) RBg tersebut, dalam
140
Fockema Andreae, Kamus Istilah hokum, Binacipta, Bandung, Cetakan I, 1983, hlm. 594.
283
a. menurut putusan Mahkamah Agung Nomor
284
kekuatan hukum dari putusan hakim di lingkungan
a. kekuatan pembuktian;
b. kekuatan mengikat;
c. kekuatan eksekutorial.
Acara Perdata.
ad. a
sesuatu.
285
pembuktian yang sempurna (Pasal 1868 jo. Pasal 1870
KUH Perdata).
ad. b
melaksanakannya.
286
Yang dimaksud dengan “yang berkepentingan”
terdiri dari:
yang kalah.
287
Jadi, kekuatan mengikat dari suatu putusan
Negara adalah:
bersangkutan”;
288
2. intervensi tidak mutlak terjadi (adanya) karena
semua orang.
ad. c
dapat dilaksanakan.
tersebut.
289
Dasar hukum eksekusi putusan PTUN adalah
290
saja, yaitu jika: Penggugat dan Tergugat telah
Negara.142
141
R. Wiyono, Op.Cit., hlm. 232.
142
Ibid. hlm. 233.
291
Mengenai pelaksanaan putusan pengadilan
belas hari.
hukum.
292
3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus
jabatan.
293
dalam ayat (3) melaksanakan putusan pengadilan
tersebut.
negara:143
143
Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1997, hlm. 161.
294
pencabutan KTUN (beschikking) yang
bersangkutan.
2. Asas Eksekusi
295
pengadilan, penggugat dapat datang ke pengadilan
3. Teori Eksekusi
144
Lintong O Siahaan, Berbagai Instrumen Hukum di PTUN, Perum Percetakan Negara, 2007,
hlm. 144.
296
pelaksanaan putusan pengadilan. Putusan terutama
297
kewenangannya yang hanya mengadili dari segi
BAB III
CONTOH KASUS-KASUS
145
Ibid., hlm. 148.
298
A. Studi Kasus Pelaksanaan Putusan Peradilan Tata
Usaha Negara
299
33/G/2006/PTUN-JKT., dan setelah melalui proses
buktinya).
300
dilakukan Pelantikan Pejabat Struktural Setingkat
301
Surat Penggugat ke Presiden, Kantor Menpan dan
mengindahkannya.
SK.02/KP.306/RO.2/DKP/2006, tentang
302
Januari 2006 tentang penempatan Pegawai Negeri
303
Perencanaan dan Hukum. Hal ini tertera pada butir
304
ini harus dilakukan secara tertulis, tetapi hal ini
305
Tahun 1979 tentang Daftar Urut Kepangkatan (DUK)
306
oleh Tergugat terhadap Penggugat, maka sejak bulan
104/KP.403/SEKJEN/DKP/05. tanggal 28
sangat dirugikan.
307
b) Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan
720000548;
SK.104/KP.403/SEKJEN/DKP/05. tanggal 28
NIP : 720000548;
308
d) Mengembalikan status dan posisi Penggugat
perkara;
Dalam Eksepsi:
309
Terhadap putusan Nomor 77/G/2006/PTUN.JKT
c. Putusan Banding
MENGADILI
Penggugat/Pembanding;
banding .
MENGADILI SENDIRI
Dalam Eksepsi
dapat diterima
310
Dalam Pokok Perkara
SK.104/KP.403/SEKJEN/DKP/05 tanggal 28
NIP. 720000548.
104/KP.403/SEKJEN/DKP/05 tanggal 28
311
tersebut Nomor 3 atas nama Peris Tua Siagian, SH.
NIP. 720000548
kasasi.
d. Putusan Kasasi
MENGADILI
312
Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk
Kembali.
MENGADILI:
PARIWISATA tersebut.
313
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali
tersebut.
No.W2.TUN1.172/HK.06/VIII/2009 tanggal 19
314
Usaha Negara Jakarta
315
Usaha Negara Jakarta berdasarkan surat dari Ketua
Pengadilan.
316
kepada Ketua Ombudsman RI yang isinya adalah
317
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta,
hukum tetap.
318
agar Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan fungsi
pengawasannya.
319
kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
2 hal yaitu :
320
2. Memohon agar memanggil Tergugat dan pihak BKN
Pengadilan.
berikut :
321
merupakan sikap yang tidak menghormati hukum
322
Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
RI.
Intervensi).
323
a. Tentang Duduknya Perkara
Laut Natuna.
324
yang berasal dari milik sendiri maupun dari dalam
Pemerintah Daerah.
325
kabupaten Bekasi melalui Badan Usaha Milik
menguasai bidangnya.
326
maupun hasil seleksi sepenuhnya dilaksanakan
4) Dst;
327
Bahwa berdasarkan hasil ranking yang
328
yang telah disepakati dalam Peijanjian Kerja Sama
(Bukti P-3);
329
Bahwa untuk menghindari kerugian yang
(Bukti P-5).
330
199/XI/BBWM/2003; 09/MBP-DIR/12/03 Tentang
331
Pertamina yang tertuang dalam surat Nomor
(Bukti P-8).
gas tersebut;
332
Bahwa dalam rangka penyelesaian pemutusan
333
lain. Juga Penggugat telah melakukan beberapa
334
mempunyai hak dan kapasitas dalam bentuk
(3).
335
Huk/2004, maka Penggugat meminta pendapat dan
3. Pertamina ;
Bekasi.
336
a. Putusan Tingkat Pertama
Dalam eksepsi:
b. Putusan Banding
Penggugat/Pembanding ;
337
tanggal 18 Desember 2008 yang dimohonkan
banding;
Mahkamah Agung.
c. Putusan Kasasi
MENGADILI
338
No.136/G/2008/PTUN.Jkt. tanggal 18 Desember
2008;
MENGADILI SENDIRI:
DALAM EKSEPSI:
seluruhnya;
DALAM PENUNDAAN:
339
Juni 2008 tentang Izin Usaha Pengolahan Gas
kembali.
MENGADILI
340
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali I dan
341
memperoleh Kekuatan Hukum Tetap kepada PT.
surat tercatat.
342
pokoknya mendengar keterangan para pihak atas
dilaksanakan.
Pertanahan)
343
Jakarta, (Tergugat II Intervensi) dan PT. Bima Sarana
344
Perusahaan Daerah Sarana Jaya DKI Jakarta, dan
345
Bahwa Penggugat telah mengajukan Gugatan
346
Nomor 38/Kuningan Barat, Jakarta Selatan yang
347
Bahwa tanah yang terletak di JI. Jend. Gatot
348
juta rupiah) sebagaimana tertuang dalam Perjanjian
349
atas tanah a quo kepada Tergugat berdasarkan
P-5).
350
Oman Abdurachman. Kemudian setelah itu
351
melawan kewenangan Opstib Pusat pada saat itu.
8).
352
menyerahkan beberapa surat sebagai syarat-syarat
353
selaku Penuntut Umum tidak mengajukan Kasasi,
354
Bahwa surat Penggugat tersebut dalam butir 9
2168/09.M/SKEP.
14).
355
I memberikan jawaban yang memberi penegasan
sama.
356
Bahwa ternyata tanpa sepengetahuan
357
Pusat hanyalah berstatus sebagai barang titipan,
358
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN (Tergugat III)
359
tersebut berakhir, Penggugat telah mengajukan
360
6 Desember 1990, telah menyerahkan surat-surat
361
Tergugat melanggar UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Jo.
Tahun 1986;
362
Terhadap gugatan Penggugat tersebut Majelis
MENGADILI
DALAM EKSEPSI
2. Membatalkan :
Jakarta Seatan,
363
No.113/HPL/DA/1988 tanggal 25 Oktober
364
m2 yang merupakan sebagian dan tanah
Selatan,
Jakarta Selatan),
3. Mewajibkan kepada:
365
dan Sertipikat HGB No.B119/Kuningan Barat
turutannya;
Jakarta Selatan;
turutannya;
366
4. Memerintahkan kepada Tergugat I (Kepala
c. Putusan Banding
MENGADILI
367
I/Pembanding IV dan Tergugat II Intervensi
Il/Pembanding V ;
MENGADILI SENDIRI
DALAM EKSEPSI
- Menghukum
368
339.000, (tiga ratus tiga puluh sembilan ribu
rupiah).
Mahkamah Agung.
d. Putusan Kasasi
MENGADILI
MENGADILI SENDIRI
DALAM EKSEPSI:
369
Menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III,
2. Membatakan:
7.154 m2;
370
2.3. Sertifikat HPL No. 1/Kuningan Barat, Jakarta
371
Surya Shakti berikut turutannya yang
3. Mewajibkan kepada:
Selatan
372
3.3. Tergugat III (Menteri Negara Agraria/Kepala
Jakarta Selatan;
373
Menghukum Termohon Kasasi I, II, III, IV,
rupiah);
Kembali.
MENGADILI
Selatan,
Nasional,
374
4. Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya
375
mengeluarkan surat Nomor
tersebut.
Putusan Pengadilan.
376
Dalam perkara Susuna Dewi tersebut
pengadilan.
377
2010 ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan
selesai.
378
BAB IV
1 Pengertian Birokrasi
379
prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang
potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Birokrasi
juga merupakan alat politik untuk mengatur dan
mewujudkan agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat
birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap
dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam.
Birokrasi juga dapat dibedakan dengan dua tipe, yaitu tipe
birokrasi klasik dan birokrasi perilaku.
380
yang menjalankan tugas pelayanan pemerintahan baik
ditingkat pusat maupun ditingkat daerah Pasolong
(2008:68).
urusan pribadi.
381
Dalam melaksanakan birokrasi negara, setiap pejabat
dalam mekasanakan tugasnya dilengkapi dengan dua asas,
yaitu :
a) Asas Legalitas
382
2.1 Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat
peraturan yang memungkinkan administrasi negara
menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga
melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi
negara, dan melindungi administrasi negara itu
sendiri.
2.2 HAN sebagai menguji hubungan hukum istimewa
yang diadakan memungkinkan para pejabat
(ambtsdrager) adminstrasi negara melakukan tugas
mereka yang khusus. Lebih lanjut Utrecth
menyebutkan bahwa HAN adalah hukum yang
mengatur sebagian lapangan pekerjaan adminsitrasi
negara. Bagian lain diatur oleh Hukum Tata Negara
(hukum negara dalam arti sempit), Hukum Privat, dan
sebagainya.
383
dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan,
khususnya dalam ajaranwelfare state, yang memberikan
kewenangan yang luas kepada Administrasi Negara
termasuk kewenangan dalam bidang legislasi, maka
peraturan-peraturan hukum dalam hukum adminsitrasi
negara di samping dibuat oleh lembaga legislatif, juga ada
peraturan-peraturan yang dibuat secara mandiri oleh
administrasi negara. Dengan demikian, pertanyaan yang
diajukan diatas, dapat diberikan jawaban bahwa hukum
administrasi negara adalah hukum dan peraturan
peraturan yang berkenaan dengan pemerintah dalam arti
sempit atau administrasi negara, peraturan-peraturan
tersebut dibentuk oleh lembaga legislatif untuk mengatur
tindakan pemerintah dalam hubungannya dengan warga
negara, dan sebagian peraturan-peraturan itu dibentuk
pula oleh administrasi negara. Penulis lain menyebutkan
bahwa hukum administrasi negara mencakup hal-hal
sebgai berikut :
a) Sarana-sarana (instrumen) bagi penguasa untuk
mengatur, menyeimbangkan, dan mengendalikan
berbagai kepentingan masyarakat;
b) Mengatur cara-cara partisipasi warga masyarakat
dalam proses penyusunan dan pengendalian tersebut,
termasuk proses penentuan kebijaksanaan;
384
c) Perlindungan hukum bagi warga masyarakat;
3. Etika
385
Seperti telah dikemukakan sebelumnya. Bahwa etika
merupakan cabang dari ilmu filsafat, nilai, dan moral. Etika
bersifat abstrak dan mempersoalkan baik dan buruk,
bukan mempersoalkan benar dan salah. Sedangkan
birokrasi publik (administrasi negara) bersifat kongkrit dan
harus mewujudkan apa yang harus di inginkan.(get the job
done). Berdasarkan gambaran ini timbul masalah :
1. Bagaimana menghubungkan antar birokrasi publik
seperti ketertiban, efesiensi, kebijakan publik,
kemanfaatan, produktivitas yang dapat menjelaskan
etika dalam praktek.
2. Bagaimana gagasan-gagasan etika seperti mewujudkan
baik dan minghidari yang buruk untuk menjelaskan
hakekat administrasi publik (birokrasi publik).
386
dibandingkan dengan pendekatan sebelumnya, yaitu
rationalitas, efesiensi.
3) Berkembangnya pemikiran-pemikiran pembaruan
yang disebutkan sebagai counter cultur critiqu dalam
kelompok Administrasi Negara Baru.
387
kekuasaan politik dan melaksanakan kebijakan ada dalam
administrasi negara. Namun karena administrasi negara
(birokrasi publik) dalam melaksanakan kebijakan publik,
yakni keleluasaan untuk menafsirkan kebijakan politik
dalam bentuk program, proyek maka timbul pertanyaan
apakah dalam melaksanakan itu dapat dijamin bahwa itu
dilaksanakan dengan baik dan benar. Atas dasar inilah
etika diperlukan dalam administrasi negara (birokrasi
publik). Etika dapat dijadikan pedoman, referensi dan
petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh birokrasi
dalam menjalankan kebijakan politik. Disamping itu dapat
dipakai ukuran nilai atau standar penilaian perilaku,
apakah kebijakan itu dijalankandengan baik.
388
merupakan sebuah sistem yang di dalamnya ada
kecenderungan untuk bertambah baik, unit organisasinya
dan kewenangannya, sehingga perlu menyandarkan diri
pada nilai-nilai moral dan etika.
389
3.3 Gambaran Umum Birokrasi di Indonesia
390
1) Pejabat-pejabat disaring atas kineerja pribadi
kekayaaan
3) Pejabat-pejabat mengontrol, baik fungsi politik atau
pun administrative
4) Setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan
politik
391
karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang
dalam lingkungan yang kondusif terhadap hidup dan
berkembangnya nilai-nilai sentralisrik terssebut.
392
Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi
merupakan kebutuhan yang sangat nyata, jarang sekali
birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Kalaupun ada
sering tidak dijalankan secara konsisten. Disamping
hambatan yang berkaitan dengan keterampilan teknis
dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah
adanya keengganan merumuskannya dengan tuntas.
Kesulitan lain yang dihadapi birokrasi di Indonesia adalah
kesulitan dalam merumuskan jabatan fungsional. Secara
mendasar, jabatan fungsional akan berkembang dengan
baik jika didukung oleh rumusan tugas yang jelas serta
spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan yang telah
dirumuskan secara jelas pula. Selai itu masih banyak
aspek-aspek lain yang menonjol dalam birokrasi di
Indonesia, diantarannya adalah perimbangan dalam
pembagian penghasilan, yaitu selisih yang amat besar
antara penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dan
terendah.
393
Indonesia, karena dengan adanya hubungan pribadi
dengan para key person banyak persoalan yang sulit
menjadi mudah atau sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa
birokrasi di Negara kita belum baik dan masih banyak yang
perlu diperbaiki.
394
bukan menjadi tujuan utama mereka. Mereka mau
melayani hanya karena tugas dari pimpinan instansi atau
karena sebagai pegawai pemerintah, bukan karena
tuntutan profesionalisme kerja. Ini yang membuat
keberpihakannya kepada masyarakat menjadi sangat
rendah. Pelayan publik akan bersikap ramah kepada
masyarakat pengguna layanan kalau ada “sesuatu” yang
memberikan keuntungan atau melatar belakanginya,
seperti hubungan pertemanan, status sosial ekonomi warga
dan lain-lain. Bagi masyarakat pengguna layanan yang
kebetulan mempunyai kenalan, sebagai kerabat, saudara,
orang kaya yang dapat memberikan “ucapan terima kasih”,
serta mereka yang mempunyai status sosial terpandang di
masyarakat, biasanya akan memperoleh “perlakuan
khusus” dari para pelayan publik. Dalam situasi demikian,
maka budaya antri menjadi hilang, sebaliknya budaya
pelayanan “jalan pintas’ menjadi pilihan stategis dan
menjadi hal yang biasa dilakukan. Ini hanya mungkin
dilakukan oleh masyarakat yang memiliki kelebihan uang,
status, dan sejenisnya yang tidak dimiliki oleh masyarakat
biasa.
395
sangat belum memenuhi kewajibannya dan sangat tidak
mengenakan pelayanan yang diberikannya itu, kita pun
barangkali juga pernah mengalami secara langsung betapa
tidak nyamannya berurusan dengan birokrasi. Birokrasi
dan Pelayanan Publik Yang Lamban. Kategori keluhan ini
berkaitan dengan karakter eksternal birokrasi, yaitu
karakter birokrasi dalam menghadapi pihak-pihak di luar
dirinya, terutama dengan pihak publik sebagai klien utama
dari pelayanan jasa yang diberikannya. Secara umum,
muncul keluhan bahwa birokrasi itu bersifat bertele-tele,
lamban, berbelit-belit dan sebagainya. Apakah memang
birokrasi itu harus selalu berwatak bertele-tele, lamban
atau berbelit-belit? Sesungguhnya tidak harus demikian.
Birokrasi akan menjadi demikian manakala para aparatur
birokrasi lebih berorientasi pada aturan-aturan atau
prosedur dalam menjalankan tugasnya ketimbang pada
tujuan pokok dari tugasnya.Dengan kata lain, situasi itu
akan tercipta manakala aparatur birokrasi mementingkan
prosedur demi prosedur itu sendiri.
396
B. Birokrasi Dalam Sistem Administrasi Negara Di
Indonesia
397
yang diambil dari ilmu kehidupan yaitu ekologi. Ekologi
adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan pengaruh
yang bersifat timbal balik antara alam sekitar dengan
organisme hidup.
398
hubungan pengaruh timbal balik antara faktor-faktor
tersebut dengan administrasi negara.
1. Birokrasi
399
kemampuan diri dan tetap bersikap independen.
Mengabaikan kemampuan seperti itu akan mendorong
birokrasi jatuh kedalam kubangan hujatan masyarakat.
400
menyimpulkan, bahwa terdapat empat perspektif mengenai
penilaian terhadap birokrasi yang meliputi:
401
yang optimum. Karena birokrasi adalah organisasi yang
melayani tujuan dan cara untuk
402
mulai pudar. Salah satu wujud dari pudarnya kerajaan
pejabat itu ialah dilakukan gerakan reformasi dalam
birokrasi pemerintah antara lain berusaha mengubah sikap
keterbukaan pelaku-pelakunya.
403
berhubungan dengan kelompok-kelompok kepentingan
dalam masyarakat.
404
sebab lembaga inilah tampak kaku yang dikuasai oleh
orang-orang di belakang meja. Mengapa demikian ?
405
guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik
yang efektif dan efisien.
406
diajukan oleh Max Weber. Menurut Weber, paling tidak
terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu: :
407
Untuk melihat tipe-tipe birokrasi negara, dapat kiranya kita
manfaatkan pemisahan tipe birokrasi menurut ideal typhus
Amerika Serikat. Ideal typhus tersebut lalu kita
komparasikan dengan apa yang ada di Indonesia.
408
Atom Nasional (Batan), Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (Lapan).
409
lalu dianggap banyak merugikan keuangan negara, dan
secara lebih jauh, kesejahteraan masyarakat Indonesia
akibat, katakanlah, 'kredit-kredit macet' mereka.
1. Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi
administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan
pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi
dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah
mengimplementasikan undang-undang yang telah
disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU
tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian,
administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan
umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu
sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna
mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2. Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani
410
masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Badan
metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia
merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana
badan tersebut ditujukan demi melayani kepentingan
masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau
mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam.
Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi
negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan
Telekomunikasi juga menjalankan fungsi public
service ini.
3. Pengaturan(regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya
dirancang demi mengamankan kesejahteraan
masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan
birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan:
Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat
banyak. Badan birokrasi negara biasanya
diperhadapkan pada dua pilihan ini.
4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan
pokok:
Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah
pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-
kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah
berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh
sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan
kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data
sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya,
pemungutan uang yang tidak semestinya (pungli)
ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya
411
mengalami pembengkakan. Pungli tersebut
merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi
negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan
ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan
membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan
STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan
melakukan pungli.
PENUTUP
412
Jika Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara tidak
Pasal 116 ayat (4), 116 ayat (5) dan 116 ayat (6).
413
pengumuman pada media massa dan mendapat teguran
414
kesadaran dan kepatuhan hukum serta perilaku
415
adalah hasil dari tegaknya keadilan maka Pengadilan
yang berlaku.
pemerintah di Indonesia.
416
8) Ada beberapa aspek pada penampilan birokrasi di
Indonesia yakni:
DAFTAR PUSTAKA
417
A. Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara,
Refika Aditama, Bandung, 2009.
418
D.F. Carvers, Legal Education in Berman, H.J., Talks on
American Law, Harvard, Voice of America,
Washington, 1972.
419
Harorld J. Berman, Ceramah-ceramah Hukum Tentang
Hukum Amerika Serikat, Tatanusa, Bandung, 1996.
420
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2009.
421
M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Alumni, Bandung, 1981.
422
Otje Salman, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007.
423
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992.
424
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif,
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009.
425
W. Riawan Tjandra, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara, Universitas Atmajaya yogyakarta, Yogyakarta,
2005.
426