Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 2

A. Latar Belakang ....................................................................................................................................... 2

B. Rumusan Masalah .................................................................................................................................. 2

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 3

A. Definisi Renvoi........................................................................................................................................ 3

B. Istilah istilah Renvoi................................................................................................................................ 4

C. Jenis – Jenis Renvoi................................................................................................................................. 5

D. Penggunaan Renvoi dalam HPI…………………………………………………………………………………………………………….6

E. Perbedaan Pendapat Mengenai Adanya Renvoi……………………………………………………………………………………


6

F. Contoh
kasus………………………………………………………………………………………………………………………………………..8

BAB 3
PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………………………..12

A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………………………………………………….12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………………………………………………


13

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Renvoi adalah penunjukkan kembali atau penunjukkan lebih lanjut kaidah-kaidah HPI
dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI Lex Fori. Mengenai persoalan
renvoi dalam HPI(Hukum Perdata Internasional) Indonesia terdapat perkembangan tertentu. Dan
hal ini dapat dilihat secara nyata dari berbagai perbedaan pendapat para sarjana / yurisprudensi di
Nederland dan parasarjana / yurisprudensi di Indonesia mengenai persoalan apakah Renvoi ini
sebaiknya diterima atau tidak dalam sistem HPI. Seperti yang telah diketahui persoalan Renvoi
ini timbul akibat adanya perbedaan antara pemakaian prinsip nasionalitas dan prinsip domicilie
untuk status personil seseorang dimana kaidah HPI Lex Fori dan kaidah HPI lex Causae
berbeda.
Jika dinyatakan oleh kaidah-kaidah HPI suatu Negara bahwa kaidah-kaidah HPI Negara
lain (X) akan berlaku, apakah yang diartikan dengan istilah “kaidah-kaidah Negara X” ini hukum
intern Negara X kah (Sachnormen penunjukannya dinamakan Sachnormverweisung) atau hukum
Negara X ini berarti hukum secara keseluruhannya (yakni kaidah intern juga kaidah HPI nya /
Kollisionsnormen penunjukkannya disebut sebagai Gesamtverweisung). Jika yang pertama
diartikan, maka kita bicara tentang penunjukkan kepada Sachnormen-Sachnormverweisung
artinya renvoi ditolak, tetapi jika yang terakhir adalah yang tepat, maka kita bicara tentang
Gesamtverweisung, artinya renvoi diterima. Jika misalnya menurut ketentuan dari HPI
Indonesia, oleh hakim Indonesia telah ditentukan, bahwa hukum Inggris yang harus diperlakukan
untuk mengadili perkara HPI yang diperiksanya.
Renvoi akan timbul bilamana hukum asing yang ditunjuk lex fori menunjuk kembali
kepada lex fori tadi atau kepada system hukum yang lain. Dengan demikian penunjukkan
kembali dapat dibagi dua, yaitu :
 Penunjukkan kembali (simple renvoi atau remmision)
 Penunjukkan lebih lanjut atau penunjukkan lebih jauh (transmission atau renvoi at the
second degree)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan renvoi ?


2. Macam-macam renvoi ?

2
3. Bagaimana contoh kasus single renvoi ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Renvoi
Renvoi adalah penunjukan kembali atau penunjukan lebih lanjut yang di lakukan oleh
kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang telah di tunjuk oleh kaidah HPI lex fori.
1
Masalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistim HPI, yang membuat tiap-tiap negara
di dunia ini memiliki sistem HPI-nya masing-masing. Hal ini berarti tidak ada keseragaman cara-
cara yang digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah HPI. 2
Persoalan renvoi ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah prinsip
nasionalitas atau prinsip domisili sebagai penentuan dari status personal seseorang3. Terutama
karena adanya perbedaan mengenai prinsip yang dianut ( nasionalitas atau domisli ) diberbagai
negara. Sunarjati Hartono menambah bahwa persoalan renvoi tidak bisa dilepaskan atau erat
sekali kaitannya dengan masalah “ kualifikasi “ dan masalah “ titik – titik taut “, Karena memang
sebenarnya ketiga persoalan tersebut dapat dicakup dalam suatu persoalan, yaitu hukum
manakah yang akan berlaku ( lex causae ) dalam suatu peristiwa HPI4.
Jika menurut suatu ketentuan HPI harus diberlakukan hukum suatu negara lain, maka
timbulah pertanyaan : Apakah yang diartikan dengan hukum negara asing itu ? Apakah istilah “
hukum asing “ senantiasa merujuk pada hukum intern suatu negara, atau mungkin lebih luas
lagi. Dan juga meliputi kaidah-kaidah HPI-nya harus turut diberlakukan.
Apabila misalnya menurut ketentuan dari HPI Indonesia, oleh hakim Indonesia telah
ditentukan bahwa hukum Inggris yang harus diberlakukan untuk mengadili perkara HPI yang
diperiksanya, timbulah suatu pertanyaan : Apakah yang diartikan dengan istilah “ hukum
Inggris” itu ? Apakah itu berarti;
a. Hukum intern ( domestic, municipal, local law ) Inggris adalah hukum yang berlaku di inggris
untuk hubungan-hubungan hukum antara sesama orang inggris 5 atau;
1
Indra Alam Muzzakir, “ Renvoi dalam hukum perdata internasional “, diakses dari http: //indraalam11.blogspot.
com/2017/01/renvoi-dalam-hukum-perdata-internasional.html?m=1/, pada tanggal 21 November 2019 pukul
13:00 WIB
2
Prof.Dr.S.Gautama.S.H, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia,Binacipta,Bandung,1977,hlm,89
3
Prof. Mr.Dr.S.Gautama S.H, Hukum Perdata Internasional Indonesia,PT Eresco,Bandung,1988,hlm 2
4
Anak Agung Gede Duwira Hadi Santosa, SH, M,HUM,Anak Agung Sri Utari, SH, MH dkk, Buku Ajar Hukum Perdata
Internasional,Universitas Udayana,Denpasar,hlm 54
5
Prof. Mr.Dr.S.Gautama S.H, Op.cit., hlm 3

3
b. Di dalamnya termasuk pula ketentuan-ketentuan HPI Inggris berikut peraturan-peraturan
choise of lawnya?

Di Jerman orang mengenal perbedaan istilah-istilah yang khusus dalam menjelaskan hal
ini. Orang mengenal istilah-istilah tertentu untuk kaidah-kaidah HPI yang dinamakan
Kollisionsnormen dan hukum intern ( tanpa HPI ) yang dinamakan Sachnormen dengan
pengertian, yang disebut belakangan ini diartikan orang des eigentliche Privatrech 6).
Kollisionsnormen dalam keseluruhannya disebut HPI.
Apa yang hendak diartikan dengan istilah “ hukum asing “ misalnya dari negara X ?
Apakah hanya Sachnormen negara X yang hendak diberlakukan, atau juga Kollisionsnormen-
nya, dengan lain perkataan : hukum negara X dalam keseluruhannya ( Sachnormen +
Kollisionsnormen ) ? Jika hanya Sachnormen negara X yang hendak norm-verweisung. Apabila
hukum negara X dalam keseluruhanya ( + HPI ) yang ditnjukan, maka penjukan macam ini
dinamakan Gesamtverweisung 7.
Dalam menghadapi persoalan-persoalan HPI kita harus selalu meyakini adanya
perbedaan ini. Sebab, apa yang sebenernya dikehendaki, Sachnormveisung atau
Gesamtverweisung akan mempunyai akibat-akibat yang besar artinya,8) Hukum yang pada
hakikatnya akan diberlakukan akan berlainan sekali dalam kedua hal ini.
Perbedaan ini dengan jelas sekali dapat kita, saksikan apabila tidak terdapat harmoni
antara sistem-sistem HPI dari negara-negara yang bersangkutan. Jika misalnya menurut
pandangan hakim negara X harus diberlakukan hukum negara Y dalam arti kata seluruh hukum
Y ( jadi termasuk pula HPI- nya), maka adakalanya HPI negara Y ini akan menunjuk kembali
pada hukum negara X ( penunjukan kembali ), atau HPI dari negara Y ini dapat menunjuk lebih
lanjut kepada hukum negara ketika, Z ( penunjukan lebih jauh )
Skema:
(1) Penjukan kembali
(II) Penunjukan lebih jauh
X-Y-Z
B. Istilah istilah Renvoi
Masalah renvoi selalu menarik perhatian bagi penulis penulis hukum perdata internasional dari
dahulu sampai sekarang, istilah renvoi sendiri dapat dikenal dengan adanya berbagai macam
istilah. Kita di Indonesia memilih istilah “Penunjukan kembali”. Istilah istilah lain renvoi adalah
Renvoi au premier atau “partial or single renvoi” di perancis, Ruckverweisung di jerman,
Renvoi ersten grades di inggris, Reference back remittal di amerika, Rinvio indrieto di Italy,

6
Ibid, hlm 4
7
Ibid, hlm 4
8
Bdgk. Niederer, h. 259 dst

4
terugwijzing di belanda. Apa yang kita namakan “Penunjukan lebih jauh” dikenal dengan istilah
istilah “Renvoi au second degree” di perancis, transmission di Anglo Saxon, weiterverweisung,
“Renvoi zweiten Grades” di jerman, “verderverwijzing” di belanda9.

C. Jenis – Jenis Renvoi


Didalam HPI dikenal adanya berbagai macam renvoi diantaranya :
1 Single Renvoi yang meliputi:
a. Remission, yaitu penunjukkan kembali yang dilakukan oleh hukum yang seharusnya berlaku
( lex causae ) berdasarkan ketentuan yang telah ditentukan oleh lex fori. Disini renvoi akan
timbul apabila hukum asing yang telah ditunjuk oleh lex fori menunjuk kembali kearah lex fori
yang tadi.
b. Transmission, yaitu proses renvoi yang dilakukan oleh kaidah HPI asing kearah suatu sistem
hukum asing yang lain
Didalam perjalanannya renvoi juga mengalami berbagai perkembangan didunia salah satunya
adalah di Inggris. Yang kemudian hal ini melahirkan sistem hukum sejenis renvoi yang kini
dikenal dengan nama the Foreign Court Theory (FCT )
C. the Foreign Court Theory
Teori ini didasarkan pada fiksi hukum, yang menyatakan bahwa Pengadilan Inggris dalam
menyelesaikan suatu perkara HPI harus bertindak seakan akan sebagai Forum / Pengadilan
Asing, dan memutus suatu perkara dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh badan
peradilan asing.
Ada dua hal yang perlu disadari dalam pelaksanaan doktrin FCT yaitu :
1. Hakim harus menentukan terlebih dahulu sistem hukum atau badan peradilan asing yang
seharusnya mengadili dan memutus perkara HPI yang dihadapi. Secara tradisional, hal ini
dilakukan dengan menggunakan titik titik taut dan kaidah-kaidah HPI lex fori
2. Langkah selanjutnya dalam proses penyelesaian perkara haruslah dilakukan berdasarkan
sistem HPI dari “ foreign forum “ yang ditunjuk itu.10

9
Prof.Dr.S.Gautama.S.H, Op.cit., hlm 90
10
I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, SH.,M.Hum,”Diktat Mata Kuliah Hukum Perdata
Internasional,”Denpasar,2015,hlm 4

5
D. Penggunaan Renvoi dalam HPI
Menurut Cheshire , Doktrin renvoi ini tidak dapat digunakan pada semua jenis perkara
HPI. Terutama dalam perkara-perkara yang menyangkut tentang transaksi-transaksi bisnis dan
setiap tindakan pilihan hukum. Didalam Pasal 15 Konvensi Roma 1980 , pemberlakuan renvoi
secara tegas ditolak terutama pada penyelesaian perkara perkara HPI dalam bidang
kontrak/perjanjian.
Masalah-Masalah HPI yang dapat diselesaikan menggunakan doktrin renvoi adalah
masalah yang berhubungan dengan validitas pewarisan, tuntutan-tuntutan atas benda-benda tetap
dinegara asing, perkara-perkara yang menyangkut benda bergerak dan juga masalah dalam
lingkup hukum keluarga 11

E.     Perbedaan Pendapat Mengenai Adanya Renvoi

1.      Alasan Kontra Renvoi


Pemberlakuan renvoi pada dasarnya tidak sepenuhnya disetujui ada beberapa alasan yang
mengakibatkan tidak disetujuinya renvoi diantaranya :
a.       Renvoi dianggap tidak logis.
Hal ini didasarkan pada suatu penunjukkan kembali secara terus menerus, maka yang ada
adalah suatu permasalahan yang menggantung karena tidak ada pihak yang mau menanganinya
dan terus saling melakukan suatu penunjukkan kembali. Pendapat yang menolak renvoi ini lantas
dibantah oleh pihak yang pro renvoi dengan alasan bahwa baik yang menerima atau yang
menolak dua-duanya selogis mungkin. Dalam kenyataannya tidak akan ditemui adanya suatu
penujukkan tiada akhir melainkan hanya ada satu kali renvoi/ penujukkan kembali.

b.      Renvoi merupakan penyerahan kedaulatan legislatif.


Menurut pandangan yang kontra dengan renvoi, menurut Cheshire dan Meyers, dengan
adanya suatu renvoi, maka seolah-olah kaidah-kaidah hakim itu sendiri yang dikorbankan
terhadap seuatu hukum asing yang kemudian dianggap berlaku. Sementara itu, pendapat ini
dibantah dengan alasan kaidah yang digunakan oleh hakim itu bukan dari sembarang kaidah
negara asing, dengan arti hanya sebatas kaidah HPI saja dimana yang menunjuk penggunaannya
adalah sang hakim itu sendiri sehingga secara tidak langsung, yang berlaku adalah HPI
negaranya sendiri dan bukan HPI dari negara asing.

11
Ibid.

6
c.       Renvoi membawa ketidak pastian hukum.
Jika renvoi diterima, maka yang ada kemudian adalah penyelesaian HPI itu yang samar-
samar, tidak kokoh dan tidak stabil sebagai hukum. Akan tetapi menurut kubu yang pro renvoi
mangatakan bahwa justru jika tidak ada renvoi, maka yang ada adalah ketidakpastian itu
sendiri.12

2.      Alasan Pro Renvoi


Sementara itu, alasan-alasan yang digunakan oleh pihak yang pro dengan adanya renvoi
adalah sebagai berikut:

a.       Renvoi memberikan keuntungan praktis


Jika sebuah renvoi itu diterima, maka hukum intern sendiri dari sang hakim yang akan
digunakan dan tentunya hal ini akan memberikan keuntungan praktis bagi hakim.

b.      Jangan bersifat lebih raja dari pada raja itu sendiri


Justru dengan adanya renvoi, chauvinisme juridis dapat dihindari dan merupakan suatu
penghormatan pada hukum asing yang bertautan dengan kasus yang ada.

c.       Keputusan-keputusan yang berbeda


Untuk menghindari adanya ketidak pastian hukum dalam bentuk keputusan yang berbeda-
beda atas perkara yang sama pada dua sistem hukum yang terkait.

Dari hal-hal yang telah disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa masalah renvoi
dapat dinilai dengan suatu logika. Dimana dalam hal ini kita harus dapat melihatnya berdasarkan
pada hukum positif dimana renvoi dipandang sebagai suatu bentuk dari apa yang dinamakan
dengan pelembutan hukum, meskipun tidak ditemukan dalam suatu peraturan tertulis di
Indonesia, renvoi diterima dalam kaidah hukum positif Indonesia secara nyata yang tercantum
secara tidak langsung dalam pasal 16 sampai 18 AB.

Adapun beberapa yurisprudensi yang berkaitan dengan renvoi di Indonesia adalah


sebagai berikut:
1.      Perkara orang Armenia Nasrani tahun 1928
2.      Perkara palisemen seorang British India tahun 192513.
12
Indra Alam Muzzakir, “ Renvoi dalam hukum perdata internasional “, diakses dari http: //indraalam11.blogspot.
com/2017/01/renvoi-dalam-hukum-perdata-internasional.html?m=1/, pada tanggal 22 November 2019 pukul
13:04 WIB
13
Indra Alam Muzzakir, “ Renvoi dalam hukum perdata internasional “, diakses dari http: //indraalam11.blogspot.
com/2017/01/renvoi-dalam-hukum-perdata-internasional.html?m=1/, pada tanggal 22 November 2019 pukul
15:16WIB

7
F. Pengaturan renvoi dalam konvensi-konvensi internasional

Keberlakuan renvoi pada dasarnya diatur pada beberapa konvensi internasional diantaranya:
1.   Persetujuan Den Haag tentang HPI tahun 1951.
Tahun 1955 Diterima suatu konsep untuk mengatur “perselisihan” antara prinsip nasionalitas dan
domisili yang lantas ditindak lanjuti pada tanggal 15 Juni 1955 dengan ditetapkannya konvensi
yang bersangkutan. Pasal 1 mengatur bahwa apabila suatu negara di mana orang yang
dipersoalkan menganut sistem domisili, memakai sistem nasionalitas sementara negara asal
orang itu memakai sistem domisili, maka tiap negara peserta menggunakan Sachornen daripada
domisili.

2.   Persetujuan hukum uniform HPI negara-negara Benelux 1951.


Persetujuan itu dilakukan antara negara Belgia, Belanda dan Luxemburg. Dalam pasal 1-nya
ditentukan bahwa renvoi tidak dapat diterima. Jika tidak ditentukan berlainan, maka dalam
persetujuan tersebut diartikan dengan istilah hukum intern daripadanya dan bukan HPI-nya.

Kelompok kami akan mencoba membahas mengenai single renvoi berikut adalah contoh
kasusnya:

The Forgo Case 1879

Perkara The Forgo Case 1879 merupakan perkara mengenai masalah waris yang diajukan
ke pengadilan (forum) Prancis.Awal mula kasus ini dimulai dengan meninggalnya seorang pria
berkewarganegaraan Jerman (Bavaria) yang bernama Forgo.Sejak usia 5 tahun Forgo menetap di
Prancis tanpa adanya upaya untuk memperoleh tempat kediaman resmi (domicile) di Prancis.Di
ketahui juga bahwa Forgo merupakan anak luar kawin.Pada tahun 1879 ia meninggal di Prancis
tanpa meninggalkan testamen (wasiat) ,ia meninggalkan harta benda berupa sejumlah benda-
benda bergerak di Prancis.Berdasarkan hukum Prancis terkait dengan warisan anak luar kawin
harta warisan jatuh kepada negara.Akan tetapi menurut hukum Jerman (Bavaria) saudara-saudara
kandung berhak untuk mendapat harta warisan dari saudara kandungnya yang merupakan anak
luar kawin.Terkait dengan harta peninggalan Forgo ini kemudian timbul tuntutan(gugatan) yang
diajukan oleh saudara-saudara kandungnya di pengadilan Prancis terhadap pemerintah Prancis14.

14
Hardjowahono,bayu seto.Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional,Citra Aditya,Bandung,2006 hlm 107-108

8
Kasus Posisi
a) Forgo adalah seorang warga negara Bavaria (Jerman);
b) Forgo menetap di Perancis sejak berusia 5 tahun, tanpa berupaya untuk memperoleh
tempat kediaman resmi(domicile) di Perancis;
c) Forgo meninggal di perancis tanpa meninggalkan testament;
d) Forgo adalah seorang anak di luar kawin;
e) Ia meninggalkan sejumlah benda benda bergerak di Perancis;
f) Tuntutan atas pembagian harta peninggalan Forgo diajukan oleh saudara saudara
kandungnya di pengadilan Perancis.

Fakta Hukum

a) Hukum Perdata intern Bavaria menetapkan bahwa saudara saudara kandung dari seorang
anak di luar kawin tetap berhak untuk menerima harta peninggalan dari anak luar kawin
yang bersangkutan;
b) Hukum Perdata intern Perancis menetapkan bahwa harta peninggalan dari seorang anak
luar kawin jatuh ke tangan negara;
c) Kaidah HPI Bavaria menetapkan bahwa pewarisan benda benda bergerak harus tunduk
pada hukum dari tempat di mana pewarisan bertempat tinggal sehari hari (habitual
recidence);
d) Kaidah HPI Perancis menetapkan bahwa persoalan pewarisan benda benda bergerak
harus diatur berdasarkan hukum dari tempat dimana pewaris menjadi warga negara.

Masalah Hukum

Berdasarkan hukum manakah (Perancis atau Bavaria) status harta peninggalan benda
benda bergerak milik Forgo diatur?

Titik Taut Primer

a) Forgo orang Jerman/ berkewarganegaraan Jerman


b) Berdomisili di Prancis

9
Titik Taut Sekunder

a) Tempat terletaknya benda ( lex situs/ lex rei sitae )


Forgo meninggalkan harta berupa benda bergerak di Prancis, sehingga hukum yang
berlaku adalah hukum Prancis

b) Tempat dilakukannya perbuatan resmi ( lex loci forum )


Gugatan atas harta peninggalan Forgo dilakukan di Prancis, sehingga hukum yang
berlaku adalah hukum Prancis

Kualifikasi

Kualifikasi adalah suatu proses yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mendefinisikan
persoalan/masalah hukum yang terbit dari perkara yang dihadapi serta menetapkan
kategori yuridis dari masalah hukum tersebut. Didalam kasus Forgo terdapat 2 macam
kualifikasi yaitu :
a) Teori Kualifikasi Lex Fori ( Menurut Hakim )
Menurut teori kualifikasi ini hukum materiil dari sang hakim adalah hukum yang harus
digunakan dalam menyelesaikan suatu perkara.
Dalam kasus Forgo gugatan terhadap harta peninggalan Fogo dilakukan di Prancis,
sehingga hukum yang berlaku adalah hukum Prancis
b) Teori Kualifikasi Lex Cause ( Menurut Hakim )
Pada dasarnya menurut teori ini kualifikasi harus dilaksanakan sesuai dengan ukuran dari
keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara. Maksud dari teori ini adalah
guna menentukan kaidah HPI mana dari lex fori yang paling erat kaitannya dengan
kaidah hukum asing yang mungkin diberlakukan.
Dalam kasus diatas Forgo meninggalkan harta berupa benda bergerak di Prancis, Namun
pada benda bergerak berlaku asas mobilia personan sequuntur yaitu benda-benda
bergerak mengikuti status orang yang menguasainya. Karena Forgo orang Jerman maka
Hakim Prancis merujuk pada Hukum Jerman, Jadi hukum Jerman yang berlaku atas
benda tersebut

Proses Penyelesain masalah

a) Pada tahap pertama pengadilan Perancis menggunakan kaidah HPI nya dan menunjuk
kea rah Hukum Bavaria sebagai hukum dan tempat pewarisan sebagai hukum dan tempat
pewaris menjadi warga negara;

10
b) Penunjukan kea rah Hukum Bavaria ini ternyata dianggap sebagai Gesamtverweisung,
sehingga termasuk kaidah kaidah HPI Bavaria
c) Kaidah HPI Bavaria mengenai pewarisan benda-benda bergerak menunjuk ke arah
habitual residence Pewaris. Jadi, dalam hal ini kaidah HPI Bavaria menunjuk kembali
ke arah Hukum Perancis sebagai Lex Domicilii Forgo;
d) Hakim Perancis menganggap penunjukkan kembali ini sebagai Sachnormverweisung ke
arah hukum intern Perancis (dalam HPI sikap hakim Perancis ini disebut “menerima
Renvoi”);
e) Berdasarkan anggapan itu, Hakim Perancis lalu memberlakukan kaidah hukum waris
intern Perancis (Code Civil) untuk memutus perkara, dan menetapkan bahwa harta
peninggalan Forgo jatuh ke tangan negara Perancis.

11
BAB III

A. Kesimpulan

a) Renvoi adalah penunjukkan kembali atau penunjukkan lebih lanjut kaidah-kaidah HPI dari
suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI Lex Fori
b) Didalam HPI dikenal adanya berbagai macam renvoi diantaranya:
1 Single Renvoi yang meliputi:
a. Remission, yaitu penunjukkan kembali yang dilakukan oleh hukum yang seharusnya berlaku
( lex causae ) berdasarkan ketentuan yang telah ditentukan oleh lex fori. Disini renvoi akan
timbul apabila hukum asing yang telah ditunjuk oleh lex fori menunjuk kembali kearah lex fori
yang tadi.
b. Transmission, yaitu proses renvoi yang dilakukan oleh kaidah HPI asing kearah suatu sistem
hukum asing yang lain
Didalam perjalanannya renvoi juga mengalami berbagai perkembangan didunia salah satunya
adalah di Inggris. Yang kemudian hal ini melahirkan sistem hukum sejenis renvoi yang kini
dikenal dengan nama the Foreign Court Theory (FCT )
C. the Foreign Court Theory
Teori ini didasarkan pada fiksi hukum, yang menyatakan bahwa Pengadilan Inggris dalam
menyelesaikan suatu perkara HPI harus bertindak seakan akan sebagai Forum / Pengadilan
Asing, dan memutus suatu perkara dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh badan
peradilan asing.
c. Perkara The Forgo Case 1879 merupakan perkara mengenai masalah waris yang diajukan ke
pengadilan (forum) Prancis.Awal mula kasus ini dimulai dengan meninggalnya seorang pria
berkewarganegaraan Jerman (Bavaria) yang bernama Forgo.Sejak usia 5 tahun Forgo menetap di
Prancis tanpa adanya upaya untuk memperoleh tempat kediaman resmi (domicile) di Prancis.Di
ketahui juga bahwa Forgo merupakan anak luar kawin.Pada tahun 1879 ia meninggal di Prancis
tanpa meninggalkan testamen (wasiat) ,ia meninggalkan harta benda berupa sejumlah benda-benda
bergerak di Prancis.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

1. BUKU KETIGA HUKUM PERDATA INTERNASIONAL INDONESIA


KARANGAN PROF. Mr.Dr.S.Gautama S.H.
2. PENGANTAR HUKUM PERDATA INTERNASIONAL INDONESIA
KARANGAN PROF.Dr.S.Gautama S.H.
3. BUKU AJAR HUKUM PERDATA INTERNASIONAL KARANGAN
PROF.Dr.IDA BAGUS WYASA PUTRA, SH, M.HUM, DKK
4. DIKTAT HUKUM PERDATA INTERNASIONAL KARANGAN I GUSTI
NGURAH PARIKESIT WIDIATEDJA,SH., M.HUM.,LLM

B. INTERNET

1. http: //indraalam11.blogspot. com/2017/01/renvoi-dalam-hukum-perdata-


internasional.html?m=1/, pada tanggal 21 November 2019 pukul 13:00 WIB

13

Anda mungkin juga menyukai