Anda di halaman 1dari 13

RENVOI REMISSION

(STUDI KASUS RAAD VAN JUSTITIE PADANG 26/10/1939 T.151)

MAKALAH

Ditujukan untuk memenuhi salah satu kriteria penilaian dalam mata kuliah

Hukum Antar Tata Hukum

OLEH:

Hari Pamungkas 0910611044


Rayhan Maulana 0910611045
Sandy Muslim 0910611047
Hery Purnomo 0910611052
Singgih Wibowo 0910611053

S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2012
 
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya
sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Adapun judul dari makalah
ini adalah Renvoi Remission Studi Kasus Raad Van Justitie Padang 26/10/1939
T.151 . Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu kriteria
penilaian dalam mata kuliah Hukum Antar Tata Hukum semester genap di
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Makalah ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya
dukungan moril dan materiil dari berbagai pihak. Karena itu, penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua, yang telah memberi dukungan dan membantu dalam
pembuatan makalah ini.
2. Srie Pudjiati, S.H., M.Sc. selaku dosen Hukum Antar Tata Hukum.
3. Serta semua pihak yang telah membantu penyusun dalam penyusunan
makalah ini, yang namanya tidak bisa penyusun sebutkan satu-persatu.
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca. Namun, makalah ini mungkin memiliki kekurangan. Karena itu, sangat
diperlukannya kritik dan saran yang dapat membangun makalah ini sehingga
menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penyusun mengucapkan maaf yang sebesar-
besarnya atas segala kesalahan yang mungkin ada didalam makalah ini.

Jakarta, Mei 2012

Penyusun

i


KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................. 3

1.4. Metode dan Teknik Penulisan............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kasus Renvoi

2.1.1 Analis Kasus ........................................................................................... 5

2.2. Alasan-Alasan Terjadinya Renvoi ...................................................................... 6

BAB III KESIMPULAN............................................................................................................. 8

Daftar Pustaka ............................................................................................................................. 10

ii
 


   !"


Renvoi hladp nuae #m
jk e $%& $$t u'()*)+*,,$)
k %(#&- %$)+ut
,$&.$-/,$&.$- 012 .$3& 4*$tu4&45(6 -*,*6 $4&)7 $y)7 .&*t )+*, 8%(- ,$&.$-
012 Lex Fori9 :()7()$& '(348$%$) renvoi .$%$6 012 (Hukum Perdata
Internasional) Indonesia terdapat perkembangan tertentu. Dengan nyata dapat
dilihat perbedaan pendapat para sarjana / yurisprudensi di Nederland dan para
sarjana / yurisprudensi di Indonesia mengenai persoalan apakah renvoi ini
sebaiknya diterima atau tidak dalam sistim HPI. Seperti diketahui persoalan
renvoi ini merupakan pembawaan daripada adanya perbedaan antara
pemakaian prinsip nasionalitas dan prinsip domicilie untuk status personil
seseorang dimana kaidah HPI Lex Fori dan kaidah HPI lex Causae berbeda.
Jika dinyatakan oleh kaidah-kaidah HPI suatu Negara bahwa kaidah-
kaidah HPI Negara lain (X) akan berlaku, apakah yang diartikan dengan
istilah kaidah-kaidah Negara X ini hukum intern Negara X kah
(Sachnormen penunjukannya dinamakan Sachnormverweisung) atau hukum
Negara X ini berarti hukum secara keseluruhannya (yakni kaidah intern juga
kaidah HPI nya / Kollisionsnormen penunjukkannya disebut sebagai
Gesamtverweisung). Jika yang pertama diartikan, maka kita bicara tentang
penunjukkan kepada Sachnormen-Sachnormverweisung artinya renvoi ditolak,
tetapi jika yang terakhir adalah yang tepat, maka kita bicara tentang
Gesamtverweisung, artinya renvoi diterima. Jika misalnya menurut ketentuan
dari HPI Indonesia, oleh hakim Indonesia telah ditentukan, bahwa hukum
inggris yang harus diperlakukan untuk mengadili perkara HPI yang
diperiksanya, timbullah pertanyaan : apakah yang diartikan dengan hukum
inggris itu? Apakah istilah ini berarti :
(a) Hukum intern (domestic, municipal, local law) inggris, yakni hukum yang
berlaku di Negara inggris untuk hubungan-hubungan hukum antara sesama
warganegara inggris (Sachnormverweisung); atau.

1
(b) Didalamnya termasuk pula ketentuan-ketentuan HPI inggris berikut
kaidah-kaidah choice of law nya (Gesamtverweisung) ?
Jika sub (a) yang diterima, maka kita mengatakan bahwa renvoi ditolak
artinya Jika kaidah HPI dalam sistem hukum Lex Fori menunjuk ke arah
sistem hukum asing dan penunjukkan itu langsung dianggap sebagai
sachnormenverweisung. Dan apabila sub (b) yang gunakan, maka kita katakan
bahwa renvoi diterima, artinya Jika penunjukkan kembali dianggap sebagai
sachnormverweisung dan mengarah pada kaidah-kaidah intern Lex Fori atau
system dalam system HPI Negara bersangkutan.
Renvoi akan timbul bilamana hukum asing yang ditunjuk lex fori
menunjuk kembali kepada lex fori tadi atau kepada system hukum yang lain.
Dengan demikian penunjukkan kembali dapat dibagi dua, yaitu :
1. Penunjukkan kembali (simple renvoi atau remmision)
2. Penunjukkan lebih lanjut atau penunjukkan lebih jauh (transmission
atau renvoi at the second degree)
;<=< >?@?ABC DBABEBF
Mengingat bahwa dengan turut berkembangnya HPI di dalam negara-
negara dunia, sehingga adanya penunjukkan kembali (renvoi) tidak dapat di
hindarkan. Seperti diketahui persoalan renvoi ini merupakan pembawaan
daripada adanya perbedaan antara pemakaian prinsip nasionalitas dan prinsip
domicilie untuk status personil seseorang dimana kaidah HPI Lex Fori dan
kaidah HPI lex Causae berbeda. Persoalan renvoi memang erat sekali
kaitannya dengan persoalan prinsip nasionalitas atau domisisli dalam
menentukan status personal seseorang, persoalan renvoi juga tidak bias
dilepaskan atau erat sekali kaitannya dengan masalah kualifikasi dan
masalah titik-titik taut , karena memang sebenarnya persoalan tersebut
dapat dicakup dalam suatu peroalan. Persoalan semacam ini timbul karena
menurut kenyataan terdapat aneka warna system HPI, oleh karena itu
terjadilah conflict de systems in de international prive. Sehingga, tidak ada
keseragaman dalam menyelesaikan masalah HPI di berbagai Negara. Setelah
sekumpulan fakta dalam suatu perkara HPI dikualifikasikan, kemudian dicari
titik-titik taut yang dapat memberikan petunjuk tentang hukum mana yang

2
akan berlaku terhadap kasus atau perkara bersangkutan. Oleh karena itu
penyusun hendak memberikan suatu contoh kasus perihal renvoi / remission
untuk menjadi bahan kajian dalam makalah ini. Dari uraian di atas, penyusun
dapat mengemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses pelaksanaan renvoi dalam kasus terlampir?
2. Apakah alasan-alasan yang digunakan oleh lex fori dan lex causae
dalam pelaksanaan renvoi tersebut?
GHIH JKjuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan renvoi dalam kasus terlampir.
2. Untuk mengetahui alasan-alasan yang digunakan oleh lex fori dan lex
causae dalam pelaksanaan renvoi.
1.4. Metode dan Teknik Penulisan
Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan karya
tulis ini adalah metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk
mendapatkan data dan informasi yang bersifat teoritis yang kemudian data
tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman untuk menemukan pemecahan
permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini. Sumber-sumber yang
dijadikan sebagai rujukan untuk studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber
bacaan. Baik itu buku maupun situs-situs yang ada di internet.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kasus Renvoi


Merujuk kepada renvoi (remission) yang di putus dengan
yurisprudensi oleh Raad Van Justitie Padang pada Tahun 1939 sebagai
berikut :
Putusan RvJ Padang 26-10-1939, T. 151 :

Seorang perempuan inggris yang hendak menikah kembali disini


sebelum perkawinan pertamanya diputus harus mengindahkan
ketentuan yang tertera dalam BW.

Seorang perempuan inggris hendak menikah kembali di Indonesia sebelum


perkawinan pertamanya di Inggris diputus. Dalam hal ini perempuan inggris
tersebut mengajukan permohonan untuk melakukan perkawinan kepada Raad
Van Justitie Padang, namun menurut kaidah HPI Indonesia permohonan
tersebut tidak dapat diadili di Indonesia, karena Indonesia menganut prinsip
Nasionalitas dalam hal hukum perkawinan, oleh karena itu Raad Van Justitie
Padang berdasarkan kaidah HPI Indonesia menunjuk kepada hukum Inggris,
karena perempuan tersebut merupakan warga negara inggris. Kemudian
hakim inggris yang menganggap penunjukkan dari kaidah HPI Indonesia
tersebut sebagai Gesamtverweisung maka berdasarkan kaidah HPI Inggris
yang menganut prinsip domicilie, melakukan renvoi kepada hukum Indonesia
sebagai domicilie dari perempuan bersangkutan. Sehingga yang digunakan
oleh Raad Van Justitie perihal permohonan ijin kawin menggunakan kaidah
intern hukum Indonesia (Sachnormverweisung) dari Indonesia yaitu BW-lah
yang berlaku.1

Sudargo Gautama, Hukum Antar Tata Hukum, cet.5, (Bandung: PT Alumni, 2010),
1

hal. 191.

4
2.1.1. Analisa Kasus
Proses penyelesaian perkara
1. Klasifikasi perkara adalah hukum perkawinan;
2. Titik Taut Primer dalam perkara adalah dalam hal permohonan ijin
perkawinan seorang warga negara Inggris dimana perkawinan
sebelumnya di Inggris belum diputus di Indonesia. Sehingga bertemu
dua sistem hukum antara hukum Inggris dan Hukum Indonesia =>
foreign element (hukum inggris);
3. Titik Taut Sekunder, Penunjukkan, dan Renvoi
Sesuai dengan kaidah HPI Indonesia yang menganut asas Nasionalitas
maka hakim Indonesia (Lex Fori) menunjuk kepada hukum Inggris
(Lex Causae) dimana perempuan tersebut sebagai warganegara. Oleh
Karena menurut hakim Inggris penunjukkan kaidah HPI Indonesia
sebagai Gesamtverweisung yang berdasarkan kaidah HPI Inggris
menganut asas Domicilie maka hakim Inggris me-renvoi ke Indonesia.
Hal ini diartikan bahwa penunjukkan kembali (renvoi) dari kaidah HPI
Inggris ke hukum Indonesia sebagai Sachnormverweisung;
4. Pada tahap pertama, hakim Indonesia melakukan penunjukkan ke arah
hukum Inggris sesuai dengan kaidah HPI Indonesia => (prinsip
Nasionalitas);
5. Tampaknya, hakim Inggris menganggap penunjukkan itu sebagai
Gesamtverweisung. Sehingga meliputi pula kaidah-kaidah HPI Inggris;
6. Diketahui bahwa kaidah-kaidah HPI Inggris yang menyangkut hukum
perkawinan bahwa hukum yang harus digunakan adalah hukum tempat
domisili (habitual residence) dari pihak bersangkutan; jadi kaidah HPI
Inggris me-renvoi ke arah hukum Indonesia . pada tahap inilah baru
dapat dikatakan adanya renvoi;
7. Berdasarkan itu, hakim Indonesia menganggap bahwa penunjukkan
kembali (renvoi) oleh kaidah HPI Inggris sebagai suatu
Sachnormverweisung.

5
8. Atas dasar anggapan tersebut, hakim Indonesia dalam hal ini hakim
Raad Van Justitie Padang kemudian memberlakukan kaidah
perkawinan Indonesia Intern (Burgerlijk Wetboek / BW) untuk
memutus perkara tersebut.

Perbedaan antara pemberlakuan hukum Indonesia atau hukum Inggris


untuk memutus perkara bukanlah sekedar masalah teoritis saja, tetapi juga
dapat menghasilkan keputusan yang mungkin berbeda.

Simple Renvoi

C C

S S
P P

Lex fori Lex Causae

C, C = Conflict of law
S, S = Subtantive law
P, P = Procedural rules
2.2. Alasan-Alasan Terjadinya Renvoi
Berdasarkan uraian pada kasus tersebut diatas, dapat diuraikan alasan-alasan
dalam pelaksanaan renvoi tersebut :
(a) Dalam pengambilan keputusan yuridis, klasifikasi dapat dikatakan
sebagai penerjemahan fakta sehari-hari ke dalam kategori hukum
tertentu (translated into legal term), sehingga dapat diketahui arti
yuridisnya (legal significance). Penerapannya dalam kasus di atas,
dilihat dari fakta yang terjadi sehari-hari maka peristiwa tersebut
diklasifikasikan ke dalam hukum perkawinan.
(b) Titik taut primer merupakan faktor-faktor atau keadaan yang
menciptakan dan menimbulkan hubungan HATAH yang lebih
dikenal sebagai titik taut pembeda. Dalam kasus ini dapat dilihat
bahwa unsur asing (Foreign Element) adalah kaidah hukum Inggris.

6
(c) Titik taut sekunder merupakan faktor-faktor dan keadaan-keadaan
yang menentukan berlakunya suatu sistem hukum tertentu atau
disebut juga titik taut penentu. Dalam hal ini dapat dilihat dari
kaidah-kaidah HPI dari masing-masing Negara untuk menentukan
hukum mana yang berlaku yang dalam hal ini hingga terjadinya
renvoi.
(d) Perbedaan asas HPI dalam klasifikasi antara lex fori dengan lex
causae.
Indonesia menganut asas Nasionalitas
Inggris menganut asas Domisili

Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya penunjukan dan


penunjukan kembali atau renvoi.

(e) Penerjemahan dari hakim atas penunjukan dan penunjukan kembali


(renvoi), dalam kasus ini dapat dilihat dengan skema berikut ;

Simple Renvoi

Sachnormverweisung Gesamtverweisung

nasionalitas
C C

(f) S domicilie S
P P
(g)

Lex fori Lex Causae

C, C = Conflict of law
S, S = Subtantive law
P, P = Procedural rules

7
BAB III

KESIMPULAN

Dari penjelasan yang penyusun kemukakan dalam kedua BAB tersebut di


atas, maka simpulan atas permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :

1. Proses penyelesaian perkara dalam kasus di atas digambarkan dalam skema


sebagai berikut :

Simple Renvoi

Sachnormverweisung Gesamtverweisung

(1) nasionalitas
C C

(h)S (2) domicilie S


P P

Lex fori Lex Causae

C, C = Conflict of law
S, S = Subtantive law
P, P = Procedural rules
alasan-alasan dalam pelaksanaan renvoi tersebut :
(a) Dalam pengambilan keputusan yuridis, klasifikasi dapat dikatakan
sebagai penerjemahan fakta sehari-hari ke dalam kategori hukum
tertentu (translated into legal term), sehingga dapat diketahui arti
yuridisnya (legal significance). Penerapannya dalam kasus di atas,
dilihat dari fakta yang terjadi sehari-hari maka peristiwa tersebut
diklasifikasikan ke dalam hukum perkawinan.
(b) Titik taut primer merupakan faktor-faktor atau keadaan yang
menciptakan dan menimbulkan hubungan HATAH yang lebih

8
dikenal sebagai titik taut pembeda. Dalam kasus ini dapat dilihat
bahwa unsur asing (Foreign Element) adalah kaidah hukum Inggris.
(c) Titik taut sekunder merupakan faktor-faktor dan keadaan-keadaan
yang menentukan berlakunya suatu sistem hukum tertentu atau
disebut juga titik taut penentu. Dalam hal ini dapat dilihat dari
kaidah-kaidah HPI dari masing-masing Negara untuk menentukan
hukum mana yang berlaku yang dalam hal ini hingga terjadinya
renvoi.
(d) Perbedaan asas HPI dalam klasifikasi antara lex fori dengan lex
causae.
Indonesia menganut asas Nasionalitas
Inggris menganut asas Domisili

Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya penunjukan dan


penunjukan kembali atau renvoi.

(e) Penerjemahan dari hakim atas penunjukan dan penunjukan kembali


(renvoi)

9
Daftar Pustaka

Gautama Sudargo. Hukum Antar Tata Hukum, Bandung: PT Alumni, 2010.

10

Anda mungkin juga menyukai