Anda di halaman 1dari 9

Jakarta, 20 Juli 2022

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan
Tata Usaha Negara Jakarta. di-.
Jl. Raya Pendidikan No.1 Jakarta.

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :


Nama : Dylan Gerald Cornelis, S.E.
Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat tinggal : Jakarta, 27 Juni 1994
Pekerjaan : Karyawan Swasta (Direktur PT SPG)

Berdasarkan surat kuasa khusus Nomor 100 tanggal 10 Juli 2022 memberikan kuasa kepada :
Nama : Muhammad Naufal, S.H.
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Advokat, berkantor di Jalan Soekarno Hatta Indah
IV, No 18, Jakarta Selatan selanjutnya disebut
sebagai Penggugat;

Dengan ini Penggugat mengajukan gugatan terhadap Menteri Investasi/Kepala


Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan
Gatot Subroto No.44, RT.7/RW.1, Senayan, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12190, untuk selanjutnya disebut sebagai Tergugat ;

I. Objek Sengketa :
Pencabutan Izin Usaha Pertambangan, Nomor: 20221010-01-73164, PT SPG
Tanggal 11 Mei 2022

II. Tenggang Waktu Gugatan :


- Bahwa Objek Sengketa diterbitkan Tergugat tanggal 11 Mei 2022 oleh Menteri
Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia
yang isinya adalah Pencabutan Izin Usaha Pertambangan Nomor: 20221010-
01-73164, PT SPG. Kemudian, Penggugat mengirimkan surat kepada Tergugat
pada tanggal 12 Mei 2022 berdasarkan surat Nomor 005/PRMH/DBA/2/2022
Perihal Konfirmasi Pencabutan Izin Usaha Pertambangan PT SPG.
- Bahwa Objek Sengketa tersebut diterima diketahui Penggugat pada tanggal 11
Mei 2022 tepat setelah diterbitkannya Objek Sengketa oleh Menteri
Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia.
- Bahwa gugatan a quo diajukan pada tanggal 20 Juli 2022 oleh Penggugat
kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
- Bahwa oleh karenanya Gugatan a quo diajukan dalam masih dalam tenggang
waktu sesuai dengan pasal 55 UU Peradilan Tata Usaha Negara.

III. Kepentingan Penggugat Yang Dirugikan :


- Bahwa pasal 53 ayat (1) PTUN menyatakan orang atau badan hukum perdata
yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara
dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang
berisi tuntutan agar Keputusan tata Usaha Negara yang disengketakan itu
dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan, atau direhabiliasi.
- Bahwa penggugat adalah badan hukum privat berbentuk perseroan terbatas
yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia melalui akta
pendirian Nomor 17 Tanggal 9 September 2001 yang dibuat di hadapan
Shakeera Arjumand Bano, S.H. Notaris di Jakarta yang telah memperoleh
pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia berdasarkan
Nomor C-18.161 HT.01.01.TH.2002 tanggal 5 November 2002.
- Bahwa sebagaimana uraian di dalam alasan-alasan gugatan pada tanggal 7
Maret 2022 Penggugat mendapatkan izin usaha pertambangan operasi produksi
dari Bupati Griya Selatan berdasarkan keputusan Bupati Griya Selatan Nomor
188.45/35/2022 tentang persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan
eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi a.n. PT SPG
(IUP). Namun tanpa dasar dan alasan yang jelas Tergugat mencabut izin
Penggugat berdasarkan pencabutan izin usaha pertambangan Nomor 20221010-
01-73164, PT SPG tanggal 11 Mei 2022
- Bahwa dengan terbitnya objek sengketa Penggugat menjadi kehilangan
kesempatan untuk memanfaatkan izin usaha pertambangan operasi yang telah
diberikan kepada Penggugat. Akibat pencabutan izin itu, usaha tambang
Penggugat yang sudah dipersiapkan dengan sangat matang menjadi terhenti
begitu saja padahal Penggugat telah mengeluarkan biaya investasi, tenaga, dan
waktu yang tidak sedikit untuk memulai usaha. Kehilangan izin atau
pencabutan IUP Penggugat yang dilakukan tanpa dasar dan alasan yang jelas
sangat merugikan Penggugat, karena usaha Penggugat menjadi terhenti dan
semua investasi dan usaha yang telah dikerahkan Penggugat untuk memperoleh
izin usaha menjadi sia-sia dan tidak memiliki kepastian hukum sama sekali.
- Bahwa berdasarkan rangkaian diatas, Penggugat sebagai badan hukum privat
berbentuk pereseroan terbatas merasa dirugikan dengan terbitnya objek
sengketa yang diterbitkan oleh Tergugat, sehingga Penggugat sah dan berhak
mengajukan gugatan a quo sesuai dengan Pasal 53 ayat (1) UU PTUN.

IV. Posita/Alasan Gugatan :


A. FAKTA-FAKTA KRONOLOGIS
- Pada tanggal 8 Maret 2011 Penggugat mendapatkan Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi dari Bupati Barito Utara berdasarkan Keputusan Bupati
Barito Utara Nomor 188.45/35/2011 Tentang Persetujuan Peningkatan Izin
Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi
Produksi a.n PT SPG (“IUP”). IUP tersebut beralamat di Desa Muara Inu dan
Benghon, Kecamatan Lahei, Barito Utara, Kalimantan Tengah dengan luas
4.885 Hektar dengan jangka waktu berlaku selama 20 tahun. Objek Sengketa
tersebut menjadi dasar Penggugat kemudian mengurus perizinan untuk
kepentingan produksi pertambangan;
- Bahwa kemudian pada tanggal 4 Januari 2018 Penggugat menerima Sertifikat
Clear and Clean Nomor: 969/Bb/03/2017 dari Direktur Jenderal Mineral dan
Batubara karena Penggugat telah memenuhi syarat administrasi, syarat teknis,
dan syarat kewajiban keuangan (“Sertifikat Clear and Clean”);
- Bahwa tiba-tiba pada tanggal 6 September 2021 Penggugat menerima Sanksi
Administratif Peringatan Pertama berdasarkan Surat Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
Nomor B-736/MB.07/DJB.T/2021 (“Dirjen Minerba ESDM”) perihal
Pemberian Sanksi Administratif Peringatan Pertama (“Surat Peringatan I”). Inti
dari Surat Peringatan I tersebut adalah Penggugat dituduh belum melakukan
pengisian data pada tautan formulir pada lampiran surat Direktur Teknik dan
Lingkungan Mineral dan Batubara, belum pernah menyampaikan dokumen
rencana Reklamasi, belum menyampaikan dokumen rencana Reklamasi untuk
periode tahun 2021, dan/atau belum menempatkan Jaminan Reklamasi;
- Setelah penggugat menyampaikan/submit RKAB melalui erkab.esdm.go.id
maka pada tanggal 10 Februari 2022 Penggugat
melakukan pengecekan pada situs erkab.esdm.go.id dan melihat bahwa status
RKAB Penggugat masih dalam “Proses Pengesahan”. Karena status RKAB
masih proses pengesahan maka Penggugat menunggu dengan harapan RKAB
yang disampaikan tersebut mendapatkan rekomendasi persetujuan dari Dirjen
Minerba ESDM;
- Pada tanggal 11 Februari 2022 Penggugat bukannya mendapat rekomendasi
persetujuan RKAB malah menerima e-mail dari Menteri Investasi/Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal (“Tergugat”) yang isinya adalah
Pencabutan Izin Usaha Pertambangan Nomor: 20220202- 01-73164, PT SPG
tanggal 11 Februari 2022. Inti dari surat tersebut adalah Tergugat mencabut dan
menyatakan tidak berlaku IUP milik Penggugat mulai tanggal 11 Febuari 2022.
Adapun alasan pencabutan tersebut adalah Penggugat dituduh tidak memenuhi
kewajiban yang ditetapkan dalam IUP;
- Setelah IUP Penggugat dicabut, pada tanggal 14 Maret 2022 Dirjen Minerba
ESDM mengirimkan Peringatan Ketiga kepada Penggugat melalui Surat
Nomor B-1095/MB.07/DJB.T/2022 Perihal Pemberian Sanksi Administratif
Peringatan Ketiga. Inti dari surat tersebut adalah Penggugat dituduh belum
melakukan data inventarisasi pendahuluan, sehingga diminta untuk melakukan
pengisian data inventarisasi pendahuluan pemenuhan kewajiban Reklamasi dan
Pasca tambang paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal 14 Maret
2022 atau tanggal 28 Maret 2022;
- Pada tanggal 3 April 2022 Tergugat kemudian mengirimkan undangan kepada
Penggugat melalui Surat Nomor 107/A.9/B.3/2022 Perihal Undangan Rapat
(“Undangan Rapat I”). Inti dari surat tersebut adalah mengundang Penggugat
pada tanggal 06 April 2022 untuk melakukan klarifikasi dan verifikasi
dokumen perizinan yang telah dicabut. Pada pertemuan tersebut Direksi
Penggugat tidak dapat hadir sehingga dibuatkan jadwal ulang pertemuan;
- Kemudian Tergugat mengundang Penggugat melalui Surat Undangan Nomor
114/A.9/B.3/2022 Perihal Undangan Rapat tanggal 10 April 2022 (“Undangan
Rapat II”). Inti dari surat tersebut adalah mengundang Penggugat dalam
pertemuan tanggal 12 April 2022 untuk melakukan klarifikasi dan verifikasi
dokumen perizinan yang telah dicabut. Dalam pertemuan tersebut hanya
membahas klarifikasi dari Direksi Penggugat dan verifikasi legalitas
Penggugat, namun tidak ada keputusan dari Tergugat terkait dengan keberatan
administratif dari Penggugat;
- Bahwa hingga tanggal 13 Juni 2022 Tergugat belum menyelesaikan/ belum ada
keputusan terkait Keberatan Administratif Penggugat. Maka Penggugat
mengajukan banding administratif pada tanggal 20 Juni 2022 dan telah di
terima pada tanggal 22 Juni 2022. Namun atas banding administratif tersebut
atasan Tergugat tidak menanggapinya hingga gugatan ini diajukan;

B. OBJEK SENGKETA BETENTANGAN DENGAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN
Objek Sengketa Bertentangan Dengan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan;
- Bahwa Objek Sengketa bertentangan dengan Pasal 55 ayat (1) UU AP yang
menyatakan “Setiap Keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis,
sosiologis, dan filosofis yang menjadi dasar penetapan Keputusan”. Makna
pertimbangan tersebut dijelaskan pada Penjelasan Pasal 55 ayat (1) UU AP
yaitu: Pertimbangan yuridis adalah landasan yang menjadi dasar pertimbangan
hukum kewenangan dan dasar hukum substansi, Pertimbangan sosiologis
adalah landasan yang menjadi dasar manfaat bagi masyarakat, sementara
pertimbangan filosofis adalah landasan yang menjadi dasar kesesuaian dengan
tujuan penetapan Keputusan;
- Bahwa pertimbangan Objek Sengketa hanya mencantumkan sebagai berikut:
Berdasarkan Pasal 119 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah dapat mencabut Izin Usaha
Pertambangan (IUP) apabila tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam
IUP dan ketentuan peraturan perundang-undangan; Memperhatikan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Resiko, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
19 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Wewenang
Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam
Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal, Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Perizinan
Berusaha Berbasis Risiko, dan Surat Menteri Energi dan Sumber Daya Minedal
Nomor: T9/MB.03/MEM.B/2022 tanggal 06 Januari 2022, Pemerintah
Republik Indonesia Menetapkan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan Kepada;
- Bahwa karena Objek Sengketa tidak mencantumkan pertimbangan hukum dan
dasar manfaat kepada masyarakat maka secara mutatis mutandis Objek
Sengketa tidak mencerminkan aspek filosofis atau dasar tujuan dalam
menetapkan Objek Sengketa. Tujuan dari IUP Penggugat salah satunya adalah
memiliki manfaat kepada warga masyarakat, IUP Penggugat juga telah
memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan seperti mendapatkan sertifikat clear and clean sehingga Objek
Sengketa tidak memenuhi tujuan ditetapkannya Objek Sengketa karena telah
menghentikan maksud dan tujuan ditetapkannnya IUP Penggugat;
- Bahwa karena Objek Sengketa tidak memenuhi pertimbangan yuridis,
sosiologis dan filosofis maka Objek Sengketa bertentangan dengan Pasal 55
ayat (1) UU AP;
Objek Sengketa Bertentangan Dengan Pasal 9 ayat (3) Undang-undang;
- Bahwa Pasal 9 ayat (3) UU AP menyatakan “Badan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau
Tindakan wajib mencantumkan atau menunjukkan ketentuan peraturan
perundangundangan yang menjadi dasar Kewenangan dan dasar dalam
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan”. Bahwa dalam
Objek Sengketa tidak ada satupun ketentuan yang menjadi dasar Tergugat
dalam menetapkan Objek Sengketa;
- Bahwa dasar Tergugat untuk mencabut IUP Penggugat seharusnya berdasarkan
Pasal 151 ayat (1) UU Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (“UU 3/2020”) yang menyatakan “Menteri berhak
memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB,
atau IUP untuk Penjualan atau pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36A, Pasal 41, Pasal 52 ayat (4), Pasal 55 ayat (4), Pasal 58 ayat
(4), Pasal 61 ayat
(4), Pasal 70, Pasal 70A, Pasal 71 ayat (1), Pasal 74 ayat (4), Pasal 74 ayat (6),
Pasal 86F, Pasal 86G huruf b, Pasal 91 ayat (1), Pasal 93A, Pasal 93C, Pasal
95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99 ayat (1),
ayat (3), dan ayat (4), Pasal 100 ayat (1), Pasal 101A, Pasal 102 ayat (1),
Pasal 103 ayat (1), Pasal 105 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 106, Pasal 107,
Pasal 108 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 110, Pasal 111 ayat (1), Pasal 112
ayat (1), Pasal 112A ayat (1), Pasal 114 ayat (2), Pasal 115 ayat (2),
Pasal 123, Pasal 123A ayat (1) dan ayat (2), Pasal 124 ayat (1), Pasal
125 ayat (3), Pasal 126 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), Pasal 129 ayat (1),
Pasal 130 ayat (2), atau Pasal 136 ayat (1)”. Adapun sanksi Administratif
sebagaimana disebutkan Pasal 151 ayat (2) UU 3/2020 yang menyatakan
“Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a.
peringatan tertulis; b. denda; c. penghentian sementara sebagian atau seluruh
kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi; dan/atau d. pencabutan IUP, IUPK,
IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan";
- Bahwa di dalam Objek Sengketa Tergugat sama sekali tidak menyebutkan
pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal
151 ayat (1) UU 3/2020, sehingga sampai saat ini Penggugat tidak mengetahui
dan memahami secara pasti atas dasar apa Penggugat dipersalahkan sehingga
dijatuhkan sanksi administratif oleh Tergugat. Karena Objek Sengketa tidak
menyebutkan pelanggaran yang dilakukan Penggugat maka Objek Sengketa
bertentangan dengan Pasal 9 ayat (3) UU AP;
Objek Sengketa Bertentangan Dengan Pasal 119 Undang- Undang Nomor 3 Tahun
2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara;
- Bahwa IUP Penggugat hanya dapat dicabut berdasarkan alasan-alasan yang
limitatif berdasarkan Pasal 119 UU No. 3/2020 yang menyatakan “IUP atau
IUPK dapat dicabut oleh Menteri jika: a. pemegang IUP atau IUPK tidak
memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta ketentuan
peraturan perundang-undangan; b. pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini; atau c. pemegang
IUP atau IUPK dinyatakan pailit”;
- Bahwa adapun alasan Tergugat menerbitkan Objek Sengketa adalah frasa
“Pemerintah dapat mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) apabila tidak
memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP dan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Namun Tergugat tidak menjelaskan kewajiban dalam
IUP dan ketentuan peraturan perundangundangan mana yang tidak dipenuhi
oleh Penggugat. Bahkan sampai dengan saat ini Penggugat masih kebingungan
apa kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan Penggugat sehingga Tergugat
melakukan pencabutan IUP Penggugat dengan menerbitan Objek Sengketa.
Padahal Penggugat telah memenuhi kewajiban-kewajiban salah satunya adalah
terbitnya Sertifikat Clear and Clean yang diterbitkan oleh Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral;
- Bahwa karena Penggugat tidak pernah melakukan tindak pidana, tidak pernah
dinyatakan pailit dan selalu memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh IUP dan
Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan serta Tergugat tidak menjelaskan
secara rinci pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat dalam Objek Sengketa
maka Keputusan Tergugat yang menerbitkan Objek Sengketa bertentangan
dengan Pasal 119 UU No. 3/2020;
Objek Sengketa Bertentangan Dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan,
dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
- Bahwa sebagaimana fakta hukum di atas, Penggugat telah menyerahkan RKAB
melalui submit pada tanggal 11 Januari 2022. Dan berdasarkan status
pengecekan pada tanggal 10 Februari 2022 status RKAB sedang dalam proses
pengesahan Direktur Minerba ESDM. Namun secara tiba- tiba bukannya
melakukan pengesahan atas RKAB yang disampaikan oleh Penggugat, justru
Tergugat pada tanggal 11 Feburari 2022 menerbitkan Objek Sengketa yang
mencabut IUP Penggugat;
- Bahwa seharusnya Dirjen Minerba ESDM melakukan evaluasi atas RKAB
yang disampaikan oleh Penggugat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
diterimnya RKAB sebagaimana dinyatakan Pasal 80 ayat (2) Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Tata Cara
Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (“PERMEN ESDM 07/2020”) yang
berbunyi “Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal atas nama Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya
memberikan persetujuan atau tanggapan atas RKAB Tahunan dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya RKAB
Tahunan secara lengkap dan benar”;
- Bahwa karena Pengugat telah menyampaikan RKAB pada tanggal 11 Januari
2022 namun hingga saat ini tanggal 10 Juli 2022 Dirjen Minerba
ESDM belum memberikan persetujuan atau tanggapan atas RKAB Penggugat
maka seharusnya Tergugat harus menunggu sampai RKAB Penggugat
diberikan persetujuan atau tanggapan atau Tergugat tidak seharusnya langsung
buru-buru melakukan pencabutan IUP Penggugat karena status RKAB masih
dalam status “Pengesahan”. Karena keputusan Tergugat yang menerbitkan
Objek Sengketa terburu-buru maka tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal
80 ayat (2) PERMEN ESDM 07/2020;

C. OBJEK SENGKETA BERTENTANGAN DENGAN ASAS-ASAS UMUM


PEMERINTAHAN YANG BAIK (AUPB)
Objek Sengketa Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum;
- Bahwa setiap Keputusan harus berdasarkan asas-asas hukum pemerintahan
yang baik salah satunya adalah asas Kepastian Hukum. Asas Kepastian hukum
diartikan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf a UU AP yang menyatakan
“Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah asas dalam negara
hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan";
- Bahwa Tergugat tidak mengutamakan ketentuan peraturan perundangundangan
dalam menerbitkan Objek Sengketa. Bahkan sampai saat ini Penggugat tidak
mengetahui peraturan perundang- undangan yang dilanggar oleh Penggugat
sehingga Tergugat memiliki landasan hukum mencabut IUP Penggugat. Di
dalam konsideran “Berdasarkan” dan “Memperhatikan” dalam Objek Sengketa
tidak memuat landasan hukum yang dilanggar oleh Penggugat. Tergugat hanya
mencantumkan “… pemerintah dapat mencabut Izin Usaha Pertambangan
(IUP) apabila tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP dan
ketentuan peraturan perundang-undangan…” namun tidak menjelaskan
kewajiban dalam IUP dan kewajiban dalam peraturan perundang-undangan apa
saja yang tidak dilaksanakan oleh Penggugat;
- Bahwa karena Tergugat tidak mengutamakan landasan ketentuan peraturan
perundang-undangan dalam menetapkan Objek Sengketa maka Objek Sengketa
bertentangan dengan asas kepastian hukum;
Objek Sengketa Bertentangan Dengan Asas Ketidakberpihakan;
- Bahwa Tergugat seharusnya menggunakan asas ketidakberpihakan dalam
menerbitkan Objek Sengketa. Asas ketidakberpihakan diartikan dalam
Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU AP yang menyatakan “Yang dimaksud
dengan “asas ketidakberpihakan” adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara
keseluruhan dan tidak diskriminatif”;
- Bahwa dari seluruh uraian fakta yang telah Penggugat uraiakan di atas,
Tergugat sama sekali tidak pernah mempertimbangkan kepentingan Penggugat
sebelum menerbitkan Objek Sengketa. Tergugat tidak pernah mengundang,
mendengarkan atau meminta Penggugat untuk memperbaiki apabila Penggugat
melakukan kesalahan. Karena Tergugat tidak pernah mengundang,
mendengarkan atau meminta Penggugat untuk memperbaiki apabila Penggugat
melakukan kesalahan maka Penggugat tidak mengetahui alasan diterbitkannya
Objek Sengketa. Bahkan di dalam konsideran “Berdasarkan” dan
“Memperhatikan” dalam Objek Sengketa tidak merepresentasikan asas
ketidakberpihakan ini, karena tidak ada menyebutkan Penggugat pernah
didengar, diundang atau diminta memperbaiki kesalahan sebelum menerbitkan
Objek Sengketa;
Objek Sengketa Bertentangan Dengan Asas Ketidakcermatan;
- Bahwa Objek Sengketa tidak sesuai dengan asas ketidakcermatan. Asas
ketidakcermatan diatur dalam Pasal 10 ayat 1 huruf d UU AP yang menyatakan
“Yang dimaksud dengan “asas kecermatan” adalah asas yang mengandung arti
bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus
didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung
legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan
sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan
cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau
dilakukan”;
- Bahwa di dalam konsideran “Berdasarkan” dan “Memperhatikan” sama sekali
tidak mencantumkan dokumen dan informasi yang menjadi dasar dalam
menetapkan Objek Sengketa. Padahal sesuai dengan uraian fakta, Penggugat
justru telah mendapatkan dokumen-dokumen sebagai pendukung IUP
Penggugat. Salah satu dokumennya adalah “Sertifikat Clear and Clean” yang
artinya Penggugat telah memenuhi baik dari sisi teknis, administrasi dan
keuangan, sehingga Tergugat tidak memiliki dokumen yang lengkap dalam
menetapkan Objek Sengketa. Tergugat juga tidak merujuk pada dasar hukum
dalam menetapkan Objek Sengketa seperti pelanggaran-pelanggaran apa saja
yang dilakukan oleh Tergugat sehingga pantas diberikan sanksi pencabutan
IUP, sehingga keputusan Tergugat tersebut tidak mencerminkan keputusan
yang cermat;
Objek Sengketa Bertentangan Dengan Asas Tidak Menyalahgunakan
Kewenangan;
- Bahwa Objek Sengketa bertentangan dengan asas tidak menyalahgunakan
kewenangan. Pengertian asas tidak menyalahgunakan kewenangan diatur dalam
Pasal 10 ayat (1) huruf e yang berbunyi “Yang dimaksud dengan “asas tidak
menyalahgunakan kewenangan” adalah asas yang mewajibkan setiap Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan
pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan,
dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan”;
- Bahwa sebagaimana uraian di atas kewenangan dalam menerbitkan Objek
Sengketa merupakan kewenangan dari Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral sesuai denga Pasal 119 UU No. 3/2020. Tergugat tidak berwenang
dalam menerbitkan Objek Sengketa karena Tergugat hanya memiliki
kewenangan dalam pelaksana koordinasi kebijakan dan pelayanan di bidang
penanaman modal sebagaimana di atur dalam Pasal 2 Peraturan Presiden
Nomor 64 Tahun 2021 Tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal. Apabila
pun Tergugat mendapatkan kewenangan melalui delegasi berdasarkan
Peraturan Menteri maka sumber kewenangan tersebut tidak sah karena
kewenangan delegasi seharusnya didapatkan dari Pejabat yang lebih tinggi
yaitu presiden dan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
dan/atau Peraturan Daerah sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) huruf b UU AP;

V. Permohonan Penundaan :
- Bahwa Pasal 67 ayat (2) UU PTUN menyatakan “Penggugat dapat mengajukan
permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda
selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada
putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap”. Adapun alasan
yang dapat dipakai untuk mengabulkan permohonan penundaan adalah
sebagaimana diatur Pasal 67 ayat (4) huruf a UU PTUN yakni “Apabila
terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan
Penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat
itu tetap dilaksanakan”;
- Bahwa sebelum Objek Sengketa diterbitkan oleh Tergugat, Penggugat berada
dalam kondisi yang sedang melengkapi semua persyaratan perizinan yang
ditentukan peraturan perundang-undangan. Penggugat sudah mendapatkan IUP,
Sertifikat Clear and Clean, dan Surat Rekomendasi IPPKH. Sertifikat clear and
clean dari Kementerian ESDM yang menandakan bahwa usaha Penggugat
sudah layak dan dapat memulai operasi produksi di lapangan. Mencapai
persiapan pada titik saat ini tentu tidaklah mudah. Penggugat sudah
mengeluarkan tenaga,
waktu dan biaya investasi yang tidak sedikit guna memenuhi semua kewajiban
yang dibutuhkan agar memperoleh izin yang diperlukan. Penggugat sudah
berencana membangun fasilitas produksi dan sudah menyewa beberapa tim
yang akan melakukan kajian untuk kepentingan produksi tersebut. Namun
secara tiba-tiba Objek Sengketa dikeluarkan oleh Tergugat, penerbitan tersebut
telah merugikan investasi Penggugat yang telah berjalan selama ini, bahkan
mengakibatkan Penggugat harus mengalami kerugian nama baik dari pihak
investor, nama baik Penggugat di mata publik, rekan bisnis dan masyarakat
secara keseluruhan menjadi rusak karena terbitnya Objek Sengketa;
- Bahwa oleh karenanya Penggugat mohon agar diterbitkan Penetapan yang
berisi perintah kepada Tergugat agar menunda Pelaksanaan Objek Sengketa,
sampai perkara a quo berkekuatan hukum tetap.

VI. Petitum/Tuntutan :
A. Dalam Penundaan.
1. Mengabulkan Permohonan Penundaan yang diajukan Penggugat;
2. Memerintahkan Tergugat untuk menunda pelaksanaan Pencabutan IUP
Nomor: 20221010-01-73164, PT SPG Tanggal 11 Mei 2022;

B. Dalam Pokok Perkara/Sengketa.


1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Pencabutan IUP Nomor: 20221010-
01-73164, PT SPG Tanggal 11 Mei 2022;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Pencabutan IUP Nomor:
20221010-01-73164, PT SPG Tanggal 11 Mei 2022;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara;

Hormat Kami, Kuasa


Hukum Penggugat,

Muhammad Naufal, S.H.

Anda mungkin juga menyukai