PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kewenangan
Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate
power), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Namun demikian,
kekuasaan terkadang memiliki kekuatan untuk memengaruhi pemegang kewenangan,
misalnya kekuasaan politik mempunyai pengaruh besar terhadap pembuat dan
pelaksana keputusan. Mengingat betapa kekuasaan terkadang dapat memberi pengaruh
terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil, maka seharusnya kewenangan bebas dari
pengaruh-pengaruh kepentingan golongan dan kepentingan sesaat, akan tetapi lebih
berkomitmen pada kepentingan dan kemaslahatan bersama.
B. Sumber Kewenangan
Menurut Ramlan Subekti (1999) ada lima sumber kewenangan yang biasa
diakui yakni;
2
2. Berasal dari Tuhan, Dewa, atau Wahyu.
Kewenangan dianggap bersifat sakral, dimana orang yang berkuasa berusaha
menunjukkan kepada khalayak bahwa kewenangannya memerintah masyarakat
berasal dari kekuatan yang sakral, contohnya adalah Kaisar Jepang (Hirohito) yang
beserta penggantinya, yang menunjukkan kewenangannya sebagai Kepala Negara
berasal dari Dewa Matahari (Amaterasu Omikami).
3. Kualitas pribadi sang pemimpin.
Kewenangan yang berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin merupakan
kewenangan dimana seorang pemimpin memiliki “anugerah istimewa” dari
kekuatan super natural, sehingga menimbulkan pesona dan daya tarik bagi
anggota masyarakat. Pemimpin biasanya mampu memukau massa dengan
penampilan dan kemampuan Retoriknya. Kepemimpinan kharismatis ini tidak
dapat diwariskan, sebab sifatnya yang melekat pada pribadi tertentu, contohnya
adalah Bung Karno yang memiliki penampilan dan kemampuan Retorik.
4. Peraturan Perundangan Undangan.
Hak memerintah masyarakat berasal dari peraturan perundang-undangan yang
mengatur prosedur dan syarat-syarat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Sumber kewenangan hak memerinta masyrakat ini berasal dari Hukum.
5. Bersifat Instrumental seperti keahlian dan kekayaan.
Keahlian yang dimaksud terletak pada keahlian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
dimana keahlian diperlukan untuk melaksanakan pemerintahan yang mampu
mencapai tujuan masyarakat. Orang yang tidak memiliki keahlian akan patuh
kepada orang yang memiliki keahlian. Kekayaan yang dimaksud adalah pemilikan
uang, tanah, barang-barang berharga, surat-surat berharga, sarana, dan alat
produksi, dimana orang kaya akan dapat menjalankan pemerintahan yang mampu
mencapai tujuan masyarakat.
3
Dari kelima sumber kewenangan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi
dua tipe utama, yaitu kewenangan yang bersifat prosedural dan substansial.
kewenangan yang bersifat prosedural menyangkut mekanismenya dan kewenangan
yang bersifat substansial menyangkut sosok pribadi yang akan memimpin.
C. Peralihan Kewenangan
Jabatan, termasuk kepemimpinan, bersifat relatif tetap, sedangkan orang yang
memegang dan menjalankan fungsi (tugas dan kewenangan) jabatan bersifat tidak
tetap. Hal ini disebabkan umur manusia yang terbatas, kearifan dan kemampuan
manusia juga terbatas, begitu juga masa menjabat sebagai pemegang kewenangan
melalui sistem prosedural juga dibatasi waktu. oleh karena itu peralihan kewenangan
akhirnya menjadi sebuah kemestian.
Berbagai cara peralihan kewenangan yang biasa terjadi, setidaknya terdapat tiga
cara (Paul Conn, dalam Surbakti, 199), yaitu secara turun temurun, pemilihan dan
paksaan. Pada sistem substansial, biasanya terjadi secara turun temurun, meskipun
sesekali pernah terjadi dengan cara paksa karena terjadi kudeta atau peperangan.
Sistem prosedural pada umumnya berdasarkan pemilihan, meskipun pernah terjadi
pemegang kewenangan harus diganti secara paksa melalui tindakan impeachment,
bahkan kudeta. Berbagai cara peralihan kewenangan tidak bisa dipastikan yang paling
baik, karena tergantung sistem Legitimasi kewenangan yang diberlakukan, baik
prosedural maupun substansial. Peralihan kewenangan dengan cara paksaan hampir
bisa dipastikan bukan cara yang baik dan diharapkan.
Terlepas dari cara yang digunakan dalam peralihan kewenangan yang lebih
penting adalah implementasi kebijakan yang diputuskan dan diberlakukan haruslah
memberi dampak kebaikan, bermanfaat untuk semua pihak. Semakin baik kualitas
kebijakan yang diberlakukan akan semakin meningkatkan penerimaan masyarakat
terhadap pemerintah sebagai pemegang dan penentu kebijakan.
4
D. Kewenangan Kepala Negara dan kepala Pemerintahan
5
Kepala Negara sebagai kepala pemerintahan dalam Amandemen UUD 45
mememiliki kewenangan:
1. Presiden memegang kekuasan Pemerintahan menurut UUD 45 (pasal 4 ayat 1).
2. Presiden menetapkan peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2).
3. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (pasal 17 ayat 2).
4. Hubungan wewenang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota atau Provinsi dan kabupaten, diatur dengan undang-undang
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
5. UUD 1945 Pasal 20 Ayat 4, Presiden mengesahkan rancangan undang-undang
yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
6. UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2, Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
7. UUD 1945 Pasal 23F Ayat 1, anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
8. UUD 1945 Pasal 24A Ayat 3, calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial
kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan
selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden
9. UUD 1945 Pasal 24B Ayat 3, Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
10. UUD 1945 Pasal 24C Ayat 3, Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang
Anggota Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-
masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
11. UUD 1945 Pasal 28I Ayat 4, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah.
6
12. UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, setiap Warga Negara wajib mengikuti Pendidikan
Dasar dan Pemerintah wajib membiayainya.
13. UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
14. UUD 1945 Pasal 31 Ayat 5, Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan Bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
E. Pengertian Legitimasi
Legitimasi merupakan sebuah kondisi yang menunjukkan bahwa penerimaan
keputusan pemimpin atau Pejabat Pemerintah pelaksanaan kekuasaan telah sesuai
dengan prosedur yang berlaku pada masyarakat umum dan sesuai dengan nilai-nilai
politik atau moral yang sepatutnya, seperti penerapan undang-undangan yang
berdasarkan keputusan peradilan. Penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak
moral pemimpin untuk memerintah, membuat, dan melaksanakan keputusan politik.
Legitimasi dibagi menjadi 2, yaitu:
7
Dalam prakteknya, hanya anggota masyarakat yang dapat memberikan
legitimasi pada kewenangan pemimpin yang memerintah. Pemerintah bisa saja
mengklaim atas kewenangan yang diperolehnya dan berusaha meyakinkan masyarakat
bahwa kewenangannya sah dan legitimate, namun demikian pemerintah harus
memiliki cara-cara tersendiri untuk berusaha meyakinkan masyarakat.
Legitimasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu cara simbolis, material dan
prosedural. Cara simbolis adalah melalui kecenderungan moral, emosional, tradisi dan
kepercayaan. Cara material dalam mendapatkan Legitimasi dari masyarakat adalah
dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan material kepada masyarakat.
Cara menyelenggarakan pemilihan umum untuk menentukan para wakil rakyat,
presiden dan wakil presiden, dan para anggota Lembaga tinggi negaraatau referendum
untuk mengesahkan suatu kebijakan umum.
8
F. Cara Mendapatkan Legitimasi
Cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan legitimasi,
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu cara simbolis, material dan procedural
(Ramlan Surbakti). Cara simbolis adalah melalui kecenderungan moral, emosional,
tradisi dan kepercayaan. Simbol-simbol yang dipercayai sebagai kekuatan, kebanggan
dan budaya masyarakat, jika dijadikan sebagai sesuatu yang berharga dan utama akan
meningkatkan kepuasan dan penerimaan masyarakat, contohnya adalah pelestarian
peninggalan sejarah dan budaya, peristiwa bersejarah, parade kekuatan militer, akan
menimbulkan kebanggan dan kepuasan, yang pada akhirnya meningkatkan
kepercayaan masyarakat pada pemegang kebijakan.
Cara Prosedural dengan cara pemilihan umum untuk menetukan wakil rakyat,
Presiden dan Wakil Presiden. Penyelengaraan pemilihan umum dianggap cukup untuk
menunjukkan suatu pemerintah yang memiliki legitimasi baik.
Ketiga cara tersebut dapat saja digunakan untuk mendapatkan legitimasi. Tidak
ada yang paling baik ataupun paling buruk, karena pada masing-masing cara memiliki
celah untuk dimanfaatkan menjadi cara yang tidak elegan bahkan memiliki efek
negatif. Semua cara yang ditempuh harus benar-benar dipastikan tidak ada kepentingan
yang terselubung. Semuanya harus berorientasi pada kebaikan, manfaat, kepuasan dan
kesejahteraan masyarakat secara bersama dan berkeadilan.
9
G. Tipe-Tipe Legitimasi
Berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap
pemerintah, menurut Surbakti (1999), dikelompokkan menjadi lima tipe, yaitu
legitimasi tradisional, legitimasi ideologi, legitimasi kualitas pribadi, legitimasi
prosedural dan legitimasi instrumental.
Pemimpin yang menggunakan metode simbolis dalam mendapatkan dan
mempertahankan legitimasi bagi kewenangannya, pada umumnya mendapatkan
legitimasi dari tiga tipe, tradisional, ideologi dan kualitas pribadi.
Pemimpin yang menggunakan metode prosedural dan instrumental, pada
umumnya mendapatkan legitimasinya juga dari tipe prosedural dan instrumental.
Dalam Ilmu Politik Legitimasi terhadap pemerintah dapat diklasifikasikan
sebagai berikiut:
1. Tradisional, masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin
pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan keturunan pemimpin
“berdarah biru” yang dipercaya harus memimpin masyarakat.
2. Ideologi, mendapat pengakuan dari masyarakat karena dianggap sebagai penafsir
dan pelaksana Ideologi yang sudah ada turun temurun, seperti Ideologi Nasional
Pancasila di Indonesia, Liberalisme dan Komunis.
3. Kualitas pribadi, masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada
pemimpin tersebut karena memiliki kualitas pribadi, berupa karisma maupun
penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bermacam bidang.
4. Prosedural, masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin
pemerintahan karena pemimpin tersebut mendapatkan kewenangan berdasarkan
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
5. Instrumental, masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin
pemerintahan karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan
material (instrumental) kepada masyarakat.
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan penulis mengenail makalah Kewenangan dan Legitimasi politik
adalah:
11
B. SARAN
Saran penulis makalah Kewenangan dan Legitimasi Politik adalah:
1. Kewenangan sebaiknya menjadi hal yang mendasar dalam menjalankan
kekuasaan.
2. Legitimasi Politik sebaiknya digunakan dalam pengambilan keputusan agar dapat
menimbulkan kestabilan politik dan perubahan sosial, meningkatkan kualitas
kesejahteraan, mengatasi masalah lebih cepat dan mengurangi sarana kekerasan
dalam menjalankan kewenangan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Trubus Rahardiansyah, P. 2018. Pengantar Ilmu Politik Paradigma, Konsep Dasar dan
Relevansunya untuk ilmu Hukum. Jakarta: Universitas Trisaksti
13