Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

JUAL BELI ORGAN TUBUH MANUSIA

Disusun Oleh:

Nama : Ahmad
NIM : 2018.01.213
Semester : VII.D PAI REG B

Dosen Penganpu:
Zainal Abidin, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM AL QUR’AN AL ITTIFAQIAH
INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkankan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan
lahir dan batin pada kami untuk dapat menyelesaikan makalah study fiqh dengan judul Jual
Beli Organ Tubuh Manusia Menurut Perspektif Islam. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda besar Rasulullah SAW yang telah menuntuk kami dari jalan
kadzaliman menuju jalan kebenaran yakni agama Islam sehingga kami dapat marasakan
ni’mat-Nya iman dan Islam.
Merupakan suatu kebanggaan bagi kami, karena dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang tentunya tidak lepas dari dukungan, semangat dan segenap bantuan dari
berbagai pihak, khususnya bapak Zainal Abidin, M.Ag selaku dosen pengampuh mata kuliah
Masail Fiqhiyah Al Haditsah. Semoga dengan segala bantuan yang telah diberikan kepada
kami menjadikan amal sholeh dan diberikan balasan yang setimpal oleh Allah SWT.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena keterbatasan ilmu dan pengalaman kami ibarat pepatah yang
mengatakan “tiada gading yang tak retak”, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati,
saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa kami harapkan untuk memperbaiki
makalah ini.

                                                                        Indralaya, Oktober 2021

Ahmad

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jual Beli dalam Islam...........................................................................................3
2.1.1 Jual Beli............................................................................................................3
2.1.2 Rukun dan Syarat Jual beli...............................................................................4
2.1.3 Sebab-Sebab Diharamkannya Jual Beli............................................................5
2.2 Kategori Objek Dalam Jual Beli..........................................................................6
2.3 Jual Beli Organ Tubuh Manusia Menurut Perspektif Islam................................7

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan..............................................................................................................12
3.2 Saran....................................................................................................................12

DAFTAR RUJUKAN................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


 
Allah berfirman dalam surah an-Nisaa’ ayat 29:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu di antara
kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan
di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu, sesungguhnya Allah Maha
Penyayang Kepadamu”.
Seiring berkembangnya teknologi dan kemajuan zaman, dunia kesehatan juga mulai
mengalami banyak kemajuan terutama untuk beberapa penyakit yang telah ditemukan metode
baru dalam pengobatannya. Misalnya dengan ditemukan metode pengobatan baru dengan
cara pengcangkokan organ tubuh (transplantasi) untuk beberapa organ tubuh misalnya ginjal,
hati, paru-paru, dan tulang.
Tingginya angka keberhasilan dari transplantasi maka menyebabkan semakin banyak
permintaan akan organ tubuh untuk tujuan transplantasi maka keterbatasan donor yang
tersedia menjadi salah satu permasalahan dan hal tersebut semakin membuka kemungkinan
untuk terjadinya perdagangan organ tubuh secara ilegal. Praktek perdagangan organ tubuh ini
menjadi suatu prospek yang menguntungkan dan menjanjikan mengingat keuntungan yang
bisa didapat dari suatu organ yang diperjualbelikan. Ditengah himpitan ekonomi yang
dirasakan masyarakat belakangan ini, maka perdagangan organ tubuh menjadi lahan empuk
untuk mencari penghasilan dan keuntungan.
Melalui media online banyak terdapat kasus penawaran penjualan organ tubuh secara
terang-terangan, misalnya seperti yang dimuat dalam media Merdeka.com hari Jum’at 27
September 2013, seorang bapak tiga anak menjual ginjalnya dikarenakan terimpit hutang.
Agus Roni berniat “mendonorkan” ginjalnya demi mendapatkan uang guna membayar
hutang-hutangnya yang telah menumpuk1 . Media online banyak memuat berita mengenai
perdagangan organ tubuh akan tetapi hal ini seperti menjadi pemandangan yang biasa.
Parahnya lagi tidak ada satupun kasus mengenai jual beli organ tubuh ini sampai pada

1 www.merdeka.com/peristiwa/terimpit-utang-bapak-tiga-anak-ini-jual-ginjalnya.html,
Judul artikel: Terimpit hutang Bapak Tiga anak ini jual ginjalnya. Diakses Minggu September
2021

1
pengadilan padahal telah dilakukan dengan terang-terangan. Ditambah lagi saat ini semakin
banyak modus untuk melakukan perdagangan organ tubuh antara lain kasus pembunuhan
dimana sebelum dibunuh seluruh organ tubuh korbannya telah diambil terlebih dahulu untuk
dijual.
Islam adalah agama yang sempurna, datang dengan mengatur hubungan antara Sang
Khaliq (Allah SWT) dan makhluk, dalam ibadah untuk membersihkan jiwa dan mensucikan
hati. Dan (Islam) datang dengan mengatur hubungan di antara sesama makhluk, sebagian
mereka bersama sebagian yang lain, seperti jual beli, nikah, warisan, had dan yang lainnya
agar manusia hidup bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang.
Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah jual beli
yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun
mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi
jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-
tindakan aniaya terhadap sesama manusia. Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
ditulislah makalah dengan judul  Jual Beli Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif Islam.

1.2 Rumusan Masaslah


Rumusan masalah dalam makalah ini dipaparkan sebagai berikut.
1.      Bagaimana Islam mengatur tentang jual beli?
2.      Bagaimana kategori benda yang dapat dijadikan obyek jual beli dalam perspektif Islam?
3.      Bagaimanakah jual beli organ tubuh manusia menurut perspektif Islam?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pemaparan makalah adalah sebagai berikut.
1.      Untuk memaparkan cara Islam mengatur tentang jual beli
2.      Untuk memaparkan kategori benda yang dapat dijadikan obyek jual beli dalam perspektif
Islam
3.      Untuk memaparkan hukum jual beli organ tubuh manusia menurut perspektif Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jual Beli Dalam Islam


Dalam bahasa Arab, kata "Al Bay" berarti jual beli, yang secara harfiah memiliki
makna pertukaran atau mubadalah. Kata ini dipakai untuk menyebut penjualan maupun
pembelian. Jual beli dalam Islam adalah pertukaran sebuah barang untuk mendapatkan
barang lainnya, atau mendapat kepemilikan dari suatu barang yang dibayar melalui suatu
kompensasi atau iwad. Praktik jual beli dalam Islam sangat penting kedudukannya.  Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya aturan dan larangan yang tertulis dalam Al-Qur'an
mengenai rukun dan syarat jual beli dalam Islam 2.

2.1.1 Jual Beli


            Secara etimologi, al-bay’u (jual beli) berarti mengambil dan memberikan sesuatu, dan
merupakan derivat (turunan) dari (depa) karena orang Arab terbiasa mengulurkan depa
mereka ketika mengadakan akad jual beli untuk saling menepukkan tangan sebagai tanda
bahwa akad telah terlaksana atau ketika mereka saling menukar barang dan uang. Adapun
secara terminologi, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya
hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik berupa ucapan maupun
perbuatan (Taudhihul Ahkam, 4/211).
Menurut Suhendi (2002), jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau
barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain yang menerimaya sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan disepakati. Yang dimaksud sesuai
dengan  ketetapan hukum ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal
lainnya yang ada kaitannya dengan jual beli, maka bila syarat-syarat dan rukunnya tidak
terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak Syara’.
            Yang dimaksud dengan benda dapat mencakup pada pengertian barang dan uang,
sedangkan sifat benda tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang dapat berharga
dan dapat dibenarkan penggunaannya menurut syara’, benda itu adakalanya bergerak
(dipindahkan) dan adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), yang dapat dibagi-bagi,
adakalanya tidak dapat dibagi-bagi, harta yang ada perumpamaannya (mitsli) dan tak ada

22 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hal 70

3
yang menyerupainya (qimi) dan yang lain-lainnya, penggunaan harta tersebut diperbolehkan
sepanjang tidak dilarang syara’.
            Di dalam Fiqhus Sunnah (3/46), disebutkan bahwa al-bay’u adalah transaksi tukar
menukar harta yang dilakukan secara sukarela atau proses mengalihkan hak kepemilikan
kepada orang lain dengan adanya kompensasi tertentu dan dilakukan dalam koridor syariat.
Adapun hikmah disyariatkannya jual beli adalah merealisasikan keinginan seseorang yang
terkadang tidak mampu diperolehnya, dengan adanya jual beli dia mampu untuk memperoleh
sesuatu  yang diinginkannya, karena pada umumnya kebutuhan seseorang sangat terkait
dengan sesuatu yang dimiliki saudaranya (Subulus Salam, 4/47).

2.1.2 Rukun Syarat Jual Beli


Seseorang yang menggeluti praktek jual beli wajib memperhatikan syarat-syarat sah
praktek jual beli agar dapat melaksanakannya sesuai dengan batasan batasan syari’at dan
tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang diharamkan. Rukun jual beli ada tiga, yaitu
akad (ijab kabul), orag-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaih (objek
akad). Syarat jual beli ada yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan ada kaitan
dengan objek yang diperjualbelikan 3
1.      Yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, kedua belah pihak melakukan jual beli dengan
ridha dan sukarela, tanpa ada paksaan.
2.      Yang berkaitan dengan objek jual belinya, yakni sebagai berikut[3].
(1) Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang) merupakan barang yang suci
dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang haram, karena barang yang secara
dzatnya haram terlarang untuk diperjualbelikan. Di antara bangkai tidak ada yang
dikecualikan selain ikan dan belalang. Dari jenis darah juga tidak ada yang dikecualikan
selain hati (lever) dan limpa, karena ada dalil yang mengindikasikan demikian.
(2) Objek jual beli merupakan hak milik penuh, seseorang bisa menjual barang yang bukan
miliknya apabila mendapat izin dari pemilik barang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda,

3 Muhammad bin Ibrahim, Ringkasan Fiqh Islam, hal 6

4
“Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu” (HR. Abu Dawud 3503, Tirmidzi
1232, An Nasaa’i VII/289, Ibnu Majah 2187, Ahmad III/402 dan 434; dishahihkan Syaikh
Salim bin ‘Ied AlHilaly).
(3) Bahwa yang dijual sudah diketahui bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi dengan
melihat atau dengan sifat. Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya,
agar tidak terkena faktor "ketidaktahuan" yang bisa termasuk "menjual kucing dalam
karung", karena itu dilarang.
(4) Bahwa harganya sudah diketahui.
(5) Bahwa yang dijual itu sesuatu yang bisa diserahkan, maka tidak boleh menjual ikan yang ada
di laut, atau burung yang ada di udara, dan semisal keduanya, karena adanya unsur penipuan.
Dan syarat-syarat ini untuk menampik kedzaliman, penipuan, dan riba dari kedua belah
pihak.
(6) Tidak memberikan batasan waktu. Tidak sah menjual barang untuk jangka masa tertentu yang
diketahui atau tidak diketahui. Seperti orang yang menjual rumahnya kepada orang lain
dengan syarat apabila sudah dibayar, maka jual beli itu dibatalkan. Itu disebut dengan "jual
beli pelunasan".
(7) Diketahui (dilihat), barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya,
takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan
keraguan salah satu pihak.
2.1.3 Sebab Sebab Diharamkan Jusl beli

Pada dasarnya  hukum asal setiap jual beli adalah halal, maka hal yang semestinya
dikenali ialah hal-hal yang menjadikan suatu jual beli diharamkan dalam Islam. Imam Ibnu
Rusyud Al Maliky berkata: "Bila engkau meneliti berbagai sebab yang karenanya suatu
perniagaan dilarang dalam syari'at, dan sebab-sebab itu berlaku pada seluruh jenis
perniagaan, niscaya engkau dapatkan sebab-sebab itu terangkaum dalam empat hal.4
1.      Barang yang menjadi obyek perniagaan adalah barang yang diharamkan.
2.      Adanya unsur riba.
3.       Adanya ketidak jelasan (gharar).
4.      Adanya persyaratan yang memancing timbulnya dua hal di atas (riba dan gharar).

4 Deden Kushendar, Ensiklopedia Jual Bei dalam Islam, hal. 39-40

5
Inilah hal-hal paling utama yang menjadikan suatu perniagaan terlarang".5
            Faktor-faktor lain yang menjadikan suatu perniagaan dilarang, akan tetapi faktor-
faktor tersebut merupakan faktor luar.
(1)   Waktu, dilarang bagi seorang muslim untuk mengadakan akap perniagaan setelah muazzin
mengumandangkan adzan kedua pada hari jum'at. Hal ini sesuai dengan surah Al Jum'ah ayat
9.
‫س َع ْوا إِلَى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذ ُروا ا ْلبَ ْي َع َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر‬
ْ ‫صال ِة ِمنْ َي ْو ِم ا ْل ُج ُم َع ِة فَا‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا نُو ِد‬
َّ ‫ي لِل‬
‫إِنْ ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬                                                                                                     ‫لَ ُك ْم‬
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[a]. yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
(2) Penipuan, telah diketahui bersama bahwa penipuan diharamkan Allah, dalam segala hal. Dan
bila penipuan terjadi pada akad perniagaan, maka tindakan ini menjadikan perniagan tersebut
diharamkan.
(3) Merugikan orang lain, diantara bentuk-bentuk perniagaan yang merugikan orang lain ialah
menimbun barang dagangan, melangkahi penawaran atau penjualan sesama muslim, dan
percaloan.

2.2 Kategori Objek Jual Beli

Ada beberapa pengertian mengenai harta dalam pendangan ahli fiqh diantaranya:
Harta (mal) adalah sesuatu yang manusia cenderung kepadanya dan mungkin disimpan untuk
waktu keperluan. Pendapat lain mengatakan bahwa harta ialah segala benda yang berharga
yang bersifat materi yang beredar antara manusia.  Dalam pandangan para fuqaha, harta (mal)
bersendi pada dua asas dan unsur, yaitu: ainiyah dan urf.
1. Ainiyah ialah harta itu merupakan benda, ada wujudnya dalam kenyataan. Ain ialah
sesuatu yang berbentuk benda, seperti: rumah, kuda, dan sebagainya. Ain terbagi dua, yaitu : 
(1) Ain dzat qimatin adalah sesuatu yang berbentuk benda yang dapat menjadi harta, (dapat
dipandang sebagai harta). Dilihat dari kemanfaatannya, ain dzat qimatin  ada dua yaitu mal
mutaqawwim  yaitu yang dibolehkan kita memanfaatinya atau dapat pula diartikan yang
mempunyai nilai. Dan mal ghairu mutaqawwim yaitu yang tidak boleh kita memanfaatinya,

5 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Daar-Fikr hal 2/102.

6
contohnya adalah anak, darah, bangkai, binatang yang tidak disembelih menurut cara-cara
yang dibenarkan syara‟.
(2) Ain ghairu dzat qimatin adalah sesuatu yang berbentuk benda yang tidak dapat dipandang
sebagai harta.
2.  Urf adalah harta itu dipandang harta oleh manusia, baik oleh semua manusia ataupun
sebagian mereka, dapat diberi atau tidak diberi. Maka sesuatu yang tidak berlaku demikian,
tidaklah dipandang harta walaupun benda, seperti manusia yang merdeka, seperti sepotong
roti, secupak tanah dan bangkai. Maka manusia itu walaupun merupakan suatu benda, suatu
tubuh, namun tidak bisa dikatakan sebagai harta.6
Obyek aqad  adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad dan dikenakan padanya akibat
hukum yang ditimbulkannya.Tidak semua benda (barang) dapat dijadikan obyek akad.
Sejumlah benda dipandang tidak dapat menjadi obyek akad baik menurut ajaran agama
(syara’) maupun menurut adat.
Fuqaha’ menetapkan empat syarat yang harus terpenuhi pada obyek akad, yaitu
sebagai berikut.
1. Berbentuk
2. Obyek akad harus mal mutaqawwim
3. Dapat diserahkanterimakan ketika akad berlangsung
4. Obyek akad harus jelas dan dikenali oleh pihak Aqid

2.2 Jual Beli Organ Tubuh Manusia Menurut Perspektif Islam

Jual beli organ tubuh manusia dalam perspektif Islam hukumnya haram dan dilarang
dengan alasan sebagai berikut.
1.      Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa jual beli adalah menukar harta dengan harta
menurut cara-cara tertentu  dengan aqad, sehingga obyek perjanjian jual beli harus
merupakan harta yaitu mal mutaqawwim. Jadi, sesuatu yang tidak dipandang harta tidak sah
untuk diperjualbelikan. Dengan demikian, apabila dihubungkan dengan organ tubuh manusia,
penulis berpendapat, oleh karena organ tubuh manusia merupakan sesuatu yang berbentuk
benda tetapi tidak dipandang harta, maka organ tubuh manusia tidak memenuhi syarat untuk
menjadi obyek aqad, sehingga ia tidak dapat menjadi obyek dalam perjanjian jual beli.
2.      Dilarangnya jual beli organ tubuh manusia karena firman Allah dalam alQur’an
surah al-Baqarah ayat 195:
6 Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, hal 141
7
ِ ‫سبِ ْي ِل هللاِ َوالَ تُ ْلقُ ْوا بِأ َ ْي ِد ْي ُك ْم إِلَى التَّ ْهلُ َك ِة َوأَ ْح‬
ِ ‫سنُ ْوا إِنَّ هللاَ يُ ِح ُّب ا ْل ُم ْح‬
‫سنِ ْين‬ َ ‫ َوأَ ْنفِقُ ْوا ِف ْي‬ 
 “Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di jalan Allâh. Dan janganlah kalian menjatuhkan
diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan. Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allâh
menyukai orang-orang yang berbuat baik”
Ayat tersebut mengingatkan agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan
sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan berakibat fatal bagi diri
pendonor organ, meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan
luhur. Umpamanya seorang yang menyumbangkan ginjalnya atau sebuah matanya kepada
oaring lain yang memerlukannya, karena hubungan keluarga atau teman dan lain-lain.7
Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu ia hidup sehat kepada orang
lain, ia akan menhadapi resiko pada suatu waktu akan mengalami ketidakwajaran, karena
Allah menciptakan organ secara berpasangan mempunyai hikmah. Bila organ si donor tidak
berfungsi lagi, maka ia sukar untuk ditolong kembali. Sama halnya dengan menghilangkan
penyakit dari resipien dengan cara membuat penyakit baru bagi si donor. Hal ini tidak
diperbolehkan karena dalam kaidah fiqh disebutkan: “ Bahaya (kemudharatan)  tidak boleh
dihilangkan dengan bahaya (kemudharatan) lainnya.8
3.      Salah satu syarat sah jual beli adalah objek jual beli merupakan hak milik penuh,
seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila mendapat izin dari pemilik
barang. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu” (HR. Abu Dawud 3503, Tirmidzi
1232, An Nasaa’i VII/289, Ibnu Majah 2187, Ahmad III/402 dan 434; dishahihkan Syaikh
Salim bin ‘Ied AlHilaly).
Hadits tersebut dengan jelas megegaskan bahwa Rasulullah melarang transkasi jual
beli barang atau obyek yang bukan miliknya sepenuhnya. Apabila seseorang ingin
mengorbankan organ tubuhnya kepada orang lain dengan harapan adanya imbalan dari orang
yang memerlukan, disebabkan karena dihimpit penderitaan hidup atau krisis ekonomi, maka
hukumnya haram. Menjual organ tubuh manusia hukumnya haram, karena tidak boleh
memperjualbelikan organ tubuh manusia, karena seluruh tubuh manusia itu adalah milik

7 Abuddin Nata. Masail Al-Fiqhiyah, hal 103


8 Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazhair, (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 1415 H/ 1995M),
hal.62

8
Allah (milk ikhtishash). Manusia hanya berhak mempergunakannya, tetapi tidak boleh
menjualnya, walaupun organ tubuh itu dari orang yang sudah meninggal.9

dalam UUD No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (“UU 36/2009”). Hal ini ditegaskan


dalam Pasal 64 ayat (3) UU 36/2009, yang menyebutkan bahwa organ dan/atau jaringan
tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun. Pelaku penjualan organ dan/atau
jaringan tubuh ini diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 192 UU 36/2009. Dalam pasal
tersebut dinyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau
jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pandang para ulama terhadap jual beli organ tubuh manusia

Bila dilihat dari hukum Islam dimana Tranplatansi organ tubuh manusia diperbolehkan.
Dasar pengambilan hukumnya yaitu dalam hukum syara’ diperbolehkan seseorang pada saat
masih hidup menyumbangkan sebuah organ tubuhnya atau lebih dengan suka rela tanpa
paksaan siapapun. Ketentuan ini dikarenakan adanya hak seseorang yang tangannya
terpotong atau tercongkel matanya. Akibat perbuatan orang lain untuk mengambil diyat
(tebusan) atau memanfaatkan orang lain yang telah memotong tangannya atau mencongkel
matanya. Hal ini didasarkan pada Surat Al-Baqara ayat 179 Artinya: Dan di dalam qishas itu
ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hal orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa. (Ali Zarnudin : 2009). Selanjutnya bila dilihat dari Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang pernah mengumumkan fatwa tentang transplantasi organ tubuh manusia yang
difatwakan pada tahun 1950, di dalam fatwa tersebut disampaikan bahwa tranplantasi organ
diperbolehkan, tetapi yang tidak diperbolehkan atau haram adalah jual beli organ tubuh.
Sebenarnya seseorang tidak berhak memberikan organ tubuhnya, organ itu bukan milik
pribadi, dan tidak membeli. Manusia hanya diamanati oleh Sang Pencipta untuk menjaganya.
Apabila ada orang yang memerlukan organ tubuh orang lain, sepanjang tidak
membahayakan, boleh diberikan hanya tidak dikomerasialisasikan. Pengaturan tranplantasi
harus diatur negara (pemerintah) agar tidak disalah gunakan. (Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI): Tanggal 21 Maret 2013). 40 Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesi

           Tindakan jual beli organ tubuh kembali mengemuka. Orang-orang rela menjual organ
tubuhnya kepada sindikat karena mendapat iming-iming uang yang tidak sedikit.
9 Abuddin Nata. Masail Al-Fiqhiyah, hal 103

9
Secara hukum positif, praktik jual beli organ tubuh dilarang. Tindakan ini bisa mendapatkan
ancaman pidana. Lalu bagaimana hukum Islam memandangnya? Anggota Dewan Fatwa Al
Washliyah, KH Ovied R berpendapat, sesuai dengan ijma ulama praktik jual beli organ tubuh
dikategorikan haram. Tindakan menjual organ tubuh adalah tindakan batil dengan alasan
donor anggota tubuh hukumnya haram. Landasannya terdapat dalam Alquran surah al-
Maidah ayat 32. "Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-
akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.
Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-
sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi." Haramnya jual tubuh
organ tubuh juga dikarenakan praktik donor organ tubuh masih terdapat silang pendapat. Ada
yang mutlak mengharamkannya. Sementara yang memperbolehkan berpendapat donor harus
bersifat kemanusiaan. Artinya jika praktik pemberian organ tubuh itu disertai transaksi jual
beli, maka jatuhnya menjadi haram Menurut Kiai Ovied, sebahagian ulama yang
mengharamkan donor organ tubuh beralasan karena organ tubuh manusia tidak boleh diubah-
ubah dari tempatnya.
 Mengubah bentuk manusia sama dengan menyakiti manusia itu sendiri atau
mengubah ciptaan Allah baik manusia masih hidup maupun sudah mati. Namun sebahagian
ulama ada yang membolehkan donor organ tubuh. Mereka beralasan untuk kepentingan dan
kemaslahatan yang lebih besar seperti donor mata dan ginjal yang diambil dari orang yang
telah mati agar dapat digunakan untuk orang yang masih hidup sehingga manfaatnya dan
kemaslahatannya lebih besar. Berdasarkan kaidah fikih yang menyebutkan, Idza Ta'aradhat
Al Mashalih Bada'a Biahammiha (Apabila bertentangan sebuah kemaslahatan, maka
diutamakanlah kemaslahatan yang lebih besar). Dari kaidah ini disebutkan donor itu
merupakan tindakan pertolongan dalam kebaikan dan membawa kemaslahatan yang lebih
besar. Namun ada beberapa persyaratan cukup ketat dalam donor jenis ini.
Pertama harus sesuai dengan syari'ah agama artinya donor organ tubuh tidak
dilakukan dengan cara-cara yang zalim, pencurian, kecurangan, atau jalan yang batil. Kedua,
tidak dibenarkan dan hukumya haram menjual organ tubuh dengan alasan donor karena
miskin atau ingin mencari keuntungan finansial. Selanjutnya, harus sesuai menurut undang-
undang kesehatan dan kedokteran terhadap donor organ tubuh manusia atau donor darah.
Lalu harus ada izin orang yang ingin mendonorkan atau izin ahli warisnya, tidak ada paksaan

10
bagi yang ingin mendonorkan, semata-mata untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh
syar'i.Kemudian, tidak menyebabkan kemudratan yang lebih besar bagi yang mendonorkan.
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam kumpulan fatwanya juga berpendapat hampir sama.
Meski jawaban yang diberikan khusus donor mata, namun bisa diqiyaskan dengan
donor organ tubuh secara umum. Soal donor organ tubuh diperbolehkan asalkan pendonor
melakukan dengan niat kemanusiaan. Tidak boleh karena motivasi komersil. Sehingga harus
ikhlas karena Allah. Si penerima donor pun harus dipastikan bahwa setelah mengalami
penyembuhan benar-benar berkecenderungan untuk menyempurnyakan pengabdiannya
kepada Allah SWT. Bagi pendonor yang memiliki ahli waris izin ahli waris sangat
diperlukan. Setidaknya tidak ada ahli waris yang merasa keberatan. Kecuali si pendonor
berwasiat semasa hidup akan mendonorkan organ tubuhnya di hadapan ahli waris, maka
donor jenis ini tidak masalah. Hal ini juga sejalan dengan fatwa MUI tentang donor kornea
mata.
Seseorang yang semasa hidupnya berwasita akan menghidupkan kornea matanya
sesudah wafat dengan diketahui ahli waris, wasiat itu dapat dilaksanakan. Melihat berbagai
pendapat tadi, maka dapat disimpulkan jika praktik jual beli organ tubuh tidak dapat
dibenarkan secara agama. Yang diperbolehkan hanya donor organ tubuh dengan niat
membantu bukan komersil. Selain itu juga harus memenuhi beberapa persyaratan agar donor
organ tubuh bisa dilaksanakan. Allahua'lam.

BAB III

11
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Pada Bab II telah dipaparkan penjelasan tentang (1) jual beli dalam Islam, (2) kategori
objek dalam jual beli dalam perspektif Islam, dan (3) jual beli organ tubuh manusia menurut
perspektif Islam. Berdasarkan pembahasan tersebut dapat dikemukakan simpulan sebagai
berikut.
(1)   Jual beli dalam Islam harus memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan. Rukun
jual beli meliputi akad (ijab kabul), orag-orang yang berakad (penjual dan pembeli),
dan ma’kud alaih (obyek akad). Sedangkan syarat jual beli ada yang berkaitan dengan
pihak-pihak pelaku dan ada yang berkaitan dengan objek jual belinya. Tidak sah suatu
transaksi jual beli apabila rukun dan syaratnya tidak terpenuhi.
(2)   Objek yang dapat diperjualbelikan harus memenuhi syarat-syarat sah dari objek itu
sendiri dan merupakan milik penjual sepenuhnya. Kategori obyek yang boleh
diperjualbelikan yaitu sesuatu yang dipandang sebagai harta bukan benda.
(3)   Islam melararang jual beli organ tubuh manusia berdasarkan ayat al-Qur’an (al-Baqarah:
195), hadits Nabi dan kategori dari obyek yang dapat diperjualbelikan.

3.2 SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, ada sejumlah saran yang perlu disampaikan,
yaitu meneyelesaikan suatu masalah tidak harus menimbulkan masalah lainnya. Masih
banyak solusi yang bisa dijadikan jalan keluar, karena bumi Allah sangatlah luas. Perlu ada
kajian selanjutnya mengenai batasan-batasan tidak diperbolehkannya jual beli organ tubuh
manusia apabila ditinjau dari segi kedaruratannya.

DAFTAR PUSTAKA

12
Al-Qur’anul Karim
Al-Suyuthi. Al-Asybah wa al-Nazhair.1995. Beirut-Libanon: Dar al-Fikr
Kushendar, Deden. 2010. Ensiklopedia Jual Bei dalam Islam. (online).
 http://www.slideshare.net/ediawaaludin3/ensklopedia-jual-beli-dalam-islam . diakses Senin 27
September 2021.
Muhammad bin Ibrahim. 2012. Ringkasan Fiqh Islam. (online), http//: Team-Indonesia
islamhouse.com. diakses 27 September 2021.
Nata, Abuddin. 2003. Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta: Prenada Media.
Rusyd, Ibnu. Tanpa Tahun. Bidayatul Mujtahid. Beirut: Daar-Fikr.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suminar, Sri Ratna.2010. Aspek Hukum Dan Fiqih Tentang Transaksi Organ Tubuh Untuk
Transplantasi Organ Tubuh Manusia. Fakultas Hukum Unisba. Vol. Xii. No. 1 Maret 2010.
Tanpa Nama. Tanpa Tahun. Fiqhus Sunnah.
(online), http://www.slideshare.net/ediawaaludin3/ensklopedia-jual-beli-dalam-islam . diakses
Senin 27 september 2021.
Tanpa Nama. Tanpa Tahun. Subulus Salam.
(online),  http://www.slideshare.net/ediawaaludin3/ensklopedia-jual-beli-dalam-islam . diakses
Senin 27 September 2021.
Tanpa Nama. Tanpa Tahun. Terimpit Hutang Bapak Tiga Anak Ini Jual Ginjalnya
www.merdeka.com/peristiwa/terimpit-utang-bapak-tiga-anak-ini-jual-ginjalnya.html, diakses
Senin 27 September 2021.

13

Anda mungkin juga menyukai