KETURUNAN (KB)
Disusun Oleh:
Talfia 19020101056
FAKULTAS SYARIAH
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Perbedaan Pendapat
Dalam Hal Mencegah Dan Mengatur Keturunan(KB)” ini tepat pada waktu Sholawat serta
salam semoga senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW,
para sahabat dan para pengikutnya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Fiqh Muqaran. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang perbedaan pendapat dalam hal mencegah dan mengatur keturunan (KB)
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak H. Muhammad Iqbal Lc, MHI., selaku
dosen Fiqh Muqaran yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I: PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
BAB II: PEMBAHASAN...............................................................................................
A. Pengertian dan tujuan Melakukan Keluarga Berencana(KB)....................................
B. Ruang Lingkup Dalam Melakukan Keluarga Berencana (KB).................................
BAB III: PENUTUP.............................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Keluarga berencana diakui sebagai program nasional, pionir dalam usaha keluarga
berencana adalah organisasi swasta, sedangkan peranan pemerintah melakukan supervisi dan
menyokong program tersebut selama program ini searah dengan program dari pemerintah.
Pemerintah belum mengambil alih semua tanggung jawab, karena itu dirasa perlu
mendirikan suatu lembaga yang semi pemerintah (LKBN). Kemudian pemerintah mengakui
keluarga berencana sebagai bagian dari integral dari program pembangunan, berhasilnya
program keluarga berencana hanya dapat dicapai bila pemerintah mengambil alih semua
tanggung jawabnya termasuk biayanya.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan keluarga berencana(KB) ?
b. Apa tujuan melakukan KB ?
c. Bagaimana ruang lingkup program keluarga berencanaKB?
BAB II
PEMBAHASAN
Syekh al-Hariri memberikan memberikan ketentuan bagi individu dalam pelaksanaan KB,
diantaranya : a) Untuk menjarangkan anak., b) Untuk menghindari penyakit, bila ia
mengandung. Untuk menghindari kemudharatan, bila ia mengandung dan melahirkan dapat
membawa kematiannya (secara medis), c) Untuk menjaga kesehatan si ibu, karena setiap
hamil selalu menderita suatu penyakit (penyakit kandungan), dan d) Untuk menghindari anak
dari cacat fisik bila suami atau istri mengidap penyakit menular seksual.
Syaikh Mahmud Syaltut membedakan konsep pembatasan keluarga (tahdiid al-nasl) dan
pengaturan atau perencanaan berketurunan (tandzhim al-nasl). Tandzim an-Nasl
diumpamakan dengan menjarangkan kelahiran karena situasi dan kondisi khusus, baik yang
ada hubungannya dengan keluarga yang bersangkutan maupun dengan masyarakat dan
negara.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh As-Sunnah juga membolehkan seseorang untuk melaksanakan KB
dengan alasan sang ayah adalah seorang faqir, tidak mampu memberikan pendidikan pada
anak-anaknya, dan sang ibu adalah orang yang dha’if (lemah) jika terus menerus melahirkan.
Sementara itu, salah satu ulama’ yang melarang pelaksanaan KB adalah Abu ‘Ala al-Madudi
(Pakistan), menurutnya pembatasan kelahiran adalah bertentangan dengan ajaran Islam. Islam
adalah suatu agama yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia, dan barangsiapa yang
merubah atau menyalahi fitrah maka ia telah menuruti perintah setan. Di samping pendapat
tersebut, para ulama yang menolak KB menggunakan dalil:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan
memberi rejeki kepadamu dan kepada mereka.”(QS. Al-Isra’ (17):31). Pendapat tersebut
menyatakan bahwa program KB melalui pembatasan kelahiran merupakan hal yang tidak
dibenarkan dalam agama Islam. Karena hal tersebut telah menyalahi fitrah manusia apalagi
hanya kerena takut akan kemiskinan dan melupakan bahwa Allah Yang Maha Memberi
Rejeki.
C. Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan umum Keluarga berencana yaitu meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam
rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin
terkendalinya pertambahan penduduk
Melihat pada tujuan KB pada keluarga, maka terlihat bahwa KB pada prinsipnya
memberikan manfaat yang sangat besar bagi keluarga tersebut terutama masa depan anak-
anaknya. Dalam hal ini, kita dapat melihat bahwa program KB merupakan suatu perbuatan
baik yang merupakan pengamalan Al-Quran surah An-Nisa’ 4:9 untuk senantiasa membentuk
generasi masa depan yang sehat dan kuat. Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada
nas yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-
KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam.
Menentukan halal dan haram dalam Islam harus berdasarkan keterangan yang bisa
dipertanggungjawabkan. Jika dilihat tujuannya, KB memiliki orientasi yang berbeda-beda. Ini
juga dapat menentukan hukum KB dalam Islam dilihat dari peruntukannya.
Dalam sebuah hadits, Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
تَزَ َّوجُوا ْال َودُو َد ْال َولُو َد فَِإنِّي ُم َكاثِ ٌر بِ ُك ُم ْاالُ َم َم
“Nikahilah perempuan yang penyayang dan banyak anak karena aku akan berlomba dalam
banyak jumlahnya umat.” (HR Abu Daud)
Para ulama memiliki pandangan bahwa hukum KB dalam Islam adalah haram jika
tujuannya untuk membatasi kelahiran. Allah SWT memberikan perintah agar para perempuan
dan keluarganya bisa memiliki keturunan yang banyak dan kuat untuk Islam.
Hal ini berbeda jika tujuannya untuk kesehatan. Membatasi kelahiran demi kesehatan
tentu bisa berefek kepada kesehatan seorang istri atau ibu, mengganggu kesehatan rahim,
dan juga pada aspek-aspek organ tubuh lainnya.Tapi jangan sampai alasan membatasi
kelahiran disebabkan alasan ekonomi. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rizki
kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS Al-Isra: 31)
Jika dilihat dari dua tujuan tersebut, hukum KB dalam Islam bisa menjadi haram jika
orientasinya bukan untuk kemaslahatan dan menyelamatkan. Tetapi bisa halal jika memang
berorientasi pada kesehatan dan juga kesejahteraan ibu.
a. Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan
firman Allah(Qs. Al-Baqarah: 195) “Janganlah kalian menjerumuskan diri
dalam kerusakan”.
b. Mengkhawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini
sesuai dengan hadits Nabi: “Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati
kekufuran”.
c. Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran
anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi: “Jangan bahayakan dan jangan
lupa membahayakan orang lain.
1. Ibu
Dengan jalan mengatur jumlah dan jarak kelahiran. Adapun manfaat yang
diperbolehkan oleh ibu adalah sebagai berikut
a. Tercegahnya kehamilan yang berulang kali dalam jangka waktu yang terlalu
pendek, sehingga keselamatan ibu dapat terpelihara tertama kesehatan organ
reproduksinya.
b. Meningkatkan kesehatan mental dan sosial yang dimungkinkan oleh adanya
waktu yang cukup untuk mengasuh anak-anak dan beristirahat yang cukup
karena kehadiran akan anak-anak tersebut memang diinginkan.
2. Suami Dengan memberikan kesempatan suami agar dapat melakukan hal berikut
1. Keluarga Berencana
PENUTUP
A. Kesimpulan
di kalangan umat islam ada dua kubu antara yang membolehkan keluarga
berencana dan yang menolak keluarga berencana. Ada beberapa alasan dari para
ulama yang memperbolehkan keluarga berencana, diantaranya dari segi kesehatan
ibu dan ekonomi keluarga.