Anda di halaman 1dari 37

ISLAM DI MALAYSIA

MATA KULIAH SEJARAH ISLAM ASIA TENGGARA

KELOMPOK V:

NURZAL AIDY (12220212985)


M. IZZA HANAFI (12220211907)

PROGRAM S1

HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022 M/1444
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Hormat Kami,

Penyaji

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Batasan Masalah................................................................................. 7
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
D. Tujuan Dan Manfaat Pemabahasan Makalah ..................................... 8
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 9
A. Profil Singkat Negara Malaysia ......................................................... 9
B. Sejarah Masuknya Islam Ke Malaysia ............................................... 11
C. Corak Mazhab Di Bidang Fiqih Dan Aqidah Di Malaysia ................ 14
D. Hukum Perkawinan Islam Di Malaysia ............................................. 14
1. Hukum Keluarga Islam di Malaysia............................................ 14
2. Sejarah Undang-undang Perkawinan di Malaysia ...................... 22
E. Kerajaan-kerajaan Islam di Malaysia ................................................. 24
1. Kesultanan Kedah ....................................................................... 24
2. Kesultanan Negeri Pahang .......................................................... 24
3. Kesultanan Terengganu ............................................................... 25
4. Kesultanan Melayu Johor – Riau – Lingga – Pahang ................. 25
5. Kesultanan Selangor .................................................................... 26
F. Akulturasi Islam dan Budaya di Malaysia ......................................... 26
BAB III PENUTUP ................................................................................. 29
Kesimpulan .............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Malaysia adalah salah satu negara tetangga Indonesaia yang sering disebut-sebut

sebagai bangsa dan tetangga yang serumpun. Hal ini dapat dilihat dari berbagai sisi, seperti

karena seerumpun yakni Melayu dan berbahasa Melayu, atau karena sama-sama beragama

Islam yang mayoritas. Semuanya bisa mengena, tetapi ada baiknya kita melihat dari segi

sejarah lebih dahulu. Dari segi ini ditemukan keterangan bahwa betul, pada abad – abad ke 16

dan ke 17 populer sekali istilah orang Melayu, negeri melayu, dan bahasa Melayu, tetapi jangan

lupa istilah bahasa Jawi, rupanya adalah penyebutan orang – orang Arab untuk seluruh

penduduk kepulauan ini.

Hal tersebut disampaikan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas dakan bukunya Islam

dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, kedatangan Islam telah membawa bersama tulisan

Arab yang dijadikan tulisan Melayu yang mempunyai tambahan beberapa huruf istimewa bagi

bahasa itu, dan tampaknya tulisan Jawi inilah yang mengikat perpaduan satu bahasa meloputi

golongan bangsa Melayu. Kita dapati bahwa dalam tulisan – tulisan Melayu pada abad – abad

ke 16 dan ke 17 terdapat istilah – istilah seperti “orang melayu” dan “negeri melayu”. Bilamana

bahasa melayu dimaksudkan dalam tulisan – tulisan itu, maka terdapat disitu istilah “bahasa

Jawi”. Kita tahu bahwa istilah Jawi itu adalah sebutan untuk orang Arab terhadap bangsa –

bangsa penduduk kepulauan ini, dapat disimpulkan mengenai sejarah bahasa Melayu bahwa

orang Melayu sendiri menamakan bahasanya bahasa Jawi.1

1
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu (Cet. IV;
Bandung: Mizan, 1990), h. 64

1
Jika merujuk pada tulisan Hamka misalnya, maka yang dimaksud dari negeri – negeri

Melayu dalam sejarah sangat luas, karena mencakup Siam (Petani) di Thailand sekarang,

Malaysia, Indonesia, dan Pilipina Selatan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut,

“yang dimaksud dengan negeri – negeri Melayu, atau boleh juga dikatakan pulau –

pulau Melayu, ialah sejak dari Semananjung Tanah Melayu, turun ke Sumatera, Jawa,

Kalimantan, Sulawesi, dan pulau – pulau Nusa Tenggara. Pulau – pulau Maluku

termasuk Irian – pen. Papua sekarang – dan naik terus ke pulau – pulau Luzon dan

Mindanaoyang disebut Pilipina di waktu sekarang. …. Sebahagiannya telah termasuk

ke dalam wilayah Siam, yaitu Melayu Petani dan Ligor. Semenanjun Tanah Melayu

telah tersusun dalam Kerajaan Persekutuan Tanah Melayu yang telah mencapai

kemerdekaannya pada tanggal 31 Agustus 1957. Kemudian pada bulan September 1963

bergabung pulalah Kalimantan Utara, yaitu Serawak dan Sabah yang selama ini

dibawah kuasa Inggris ke dalam negara tersebut lalu memakai nama baru Malaysia.” 2

Setelah Islam datang, barulah perdagangan sangat meluas adanya dan bahkan

menjangkau wilayah yang sangat luas dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa

kedua, sehingga Selat Malaka pernah mendapat julukan “Bandar Niaga Muslim di Timur”.

Kenyataan ini juga dapat dibaca dalam tulisan Syed Muhammada Naquib al – Attas, yang

kutipannya berbunyi sebagai berikut:

“Sesungguhnya tanggapan umum bahwa bahasa Melayu telah lama tersebar luas

sebagai lingua franca sebelum datangnya Islam masih boleh dipersoalkan, sebab di

zaman pra – Islam perdagangan di Kepulauan ini tidak melusa pasarannya. Hanya

2
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid IV (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 34.

2
sesudah datangnya Islam sajalah keadaan perdagangan berlaku semakin giat dan subur

serta peranannya pun tersebar ke pelabuhan – pelabuhan antarbangsa.” 3

Walaupun kedatangan Islam di Malaysia memiliki kesamaan dengan kedatangannya di

Indonesia yakni tidak dapat ditentukan tahunnya secara persis, kecuali abad

kedatangannya yang sering kali disebut – sebut, tetapi begitu datang, langsung

menyebar secara damai bagaikan minyak yang jatuh ke dalam kertas, menyebar dengan

sendirinya. Jika kedatangan Islam di Indonesia yang diperbincangkan oleh para ahli

adalah antara abad ke 7 dan ke 13 M. sedangkan di Malaysia kedatangan Islam disebut

– sebut abad ke 10, sebagaimana disebut oleh salah satu rujukan berikut yaitu, anggapan

umum bahwa islam wujud buat pertama kali di Malaysia pada abad ke 10 di Trengganu

yang merupakan negeri Melayu pertama menerima Islam. Pandangan ini adalah

berdasarkan Bati Bersurat Terengganu yang ditemukan di Kuala Berang, Terengganu.

Batu Bersurat tersebut tertulis pada tahun 1303 M. 4

Dari sisi budaya dan bahasa, bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia adalah bahasa yang

serumpun yaitu bahassa Melayu. Islam-lah yang mendominasi kebudayaan Melayu, kadang –

kadang tidak dapat dipisahkan antara keduanya. Artinya Islam adalah Melayu dan Melayu

adalah Islam. Bahkan dapat kita lihat beberaa referensi di internet, dengan jelas menyatakan

bahwa Islam mendominasi kebudayaan melayu, Islam adalah pusat dan mendominasi dalam

kebudayaan Melayu. Sebagian besar perkataan dalam bahasa Malaysia mempunyai asal – usul

dari bahasa Arab, bahasa dari agama Islam. Dibalik itu, juga terdapat pula perkataan dari

bahasa Malaysia yang berasal dari bahasa Portugis, Cina, Inggris, dan Perancis. Islam sudah

3
Syed Muhammad Naquib al-Attas, op. cit., h. 57
4
http:/ms.wiki pedia.org/wiki/Islam-di-Malaysia, diakses 08-08-2011.

3
begitu kuat sebagai identitas Melayu sehingga adat istiadat pun telah diasimilasikan dengan

budaya Melayu. 5

Terlihat dengan jelas antara Islam dan Melayu sangat akrab. Demikian itu keadaanya,

sehingga dimasa kekuasaan sultan-sultan yang berdaulat pada masanya, maka Selat Malaka

diberi gelar “Bandar Niaga Muslim di Timur”, dan hal ini yang mewarnai suasana kesehari di

Malaysia baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Sejak tahun 1700 M, Inggris dan

Belanda melakukan perjanjian menjadi dua kawasan kesultanan – kesultanan yang disebutkan

terdahulu yaitu: Pertama, kawasan Utara Selat Malaka termasuk wilayah kekuasaan Inggris.

Kedua, kawasan Selatan Selat Malaka termasuk eilayah kekuasaan Belanda. Pada saat itu

sangat terassa campur tangan dari negara asing, inggris khususnya terhadap politik dan

ekonomi Semenanjung Malaya.6 Diperkuat lagi setelah terjadi perjanjian “Pangkor” pada tahun

1874 M, antara Inggris dan Sultan – sultan di Semenanjung Malaya yang berisikan penunjukka

Residen Inggris untuk kerajaan – kerajaan Melayu, dan penguasa – penguasa Melayu

diwajibkan meminta nasehat Residen dalam banyak hal, kecuali agama dan adat istiadat

Melayu.7 Pada perjanjian ini ada dua hal yang tidak dimasukkan sebagai bentuk petunjuk dari

Residen Inggris yaitu : Agama dan Adat Istiadat, karena kedua hal tersebut menyatu dengan

masyarakat Malaysia atau Melayu sejak berabad – abad lamanya. Dengan keadaan ini, Inggris

mengetahui betul dominasi agama dan adat istiadat pada tubuh masyarakat Malaysia sehingga

mereka tidak inhin mencampurinya. Di sisi lain, pendidikan anak – anak mereka sangat

diperhatikan meskipun secara tradisional seperti belajar membaca Al – Quran dan belajar dasar

– dasar ilmu Islam yang praktis di rumah dan lingkungan keluarga. Hal ini enjadi keadaan

5
Ibid
6
Leonard Y. Andaya, History of Malaysia (Honolulu: University of Hawaii, t. th.), h. 1.
7
Lihat John L’ Espito “Malaysia” Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid III (Cet. II;
Bandung: Mizan, 2002), h. 329.

4
umum dikalangan umat Islam, di Uni Soviet pun terjadi hal yang sama pada masa kekuasaan

Komunias berkuasa.

Di Malaysia, hal inilah yang dikembangkan dan kemudian menjadi madarasah –

madrasah. Keterangan ini lebih lanjut dipertegas dan dikemukan oleh John L. Esposito yaitu

pendidikan formal selama abad ke 19 bagi masyarakat Melayu adalah pendidikan agama Islam

murni yakni membaca dan menghafal Al – Quran serta mempelajari ibadah – ibadah dasar

lainnya, masjid merupakan satu – satunya tempat pendidikan, hal ini memantik munculnya

pondok pesantren pada akhir abad ke 19 serta madrasah – madrasah pada abad ke 20.8

Ditemukan beberapa madarasah yang ada pada abad ke 19 hingga paruh kedua abad ke

20 sebagai berikut :

1. Madrasah al – Masykur al – Islamiyah di Pulau Penang

2. Madrasah al – Hadi di Malaka

3. Madrasah al – Idrisiyah dan Madrasah al – Diniyah Kampung Lalang di Perak

4. Madrasah al – Hamidiyah di Lembong Kapal

5. Madrasah Muhammadiyah di Klantang oleh Majlis Agama dan Adat Istiadat

Melayu

6. Madrasah Arabiyah di Terengganu

7. Madrasah Sultan Zainal Abidin di Panca Bunga

8. Madrasah Alwiyah al – Diniyah di Perlis. 9

Sejalan dengan perkembangan pemahaman masyarakat, khususnya generasi muda

tentang agama dan ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat itu melalui madarasah –

madarasah tersebut diatas, maka diterbitkan pula beberapa majalah yang merupakan saran

8
Ibid.
9
Van Hoeve, op. cit., h. 414.

5
untuk memperluas wawasan keilmuan dan keislaman masyarakat pada umumnya. Majalah

sebagai salah satu media massa yang turut mencerdaskan masyarakat sepanjang masa adalah

suatu fakta yang tidak dapat dibantah. Pembaharuan Syekh Muhammad Abduh sebelum dibaca

bukunya “Tafsir al – Manar”, majalahnya lebih dahulu terbca oleh imum di Asia Tenggara,

termasuk Malaysia. Jadi peranan media masssa dalam rangka pencerdasan umat dan

masyarakat adalah sesuatu yang dapat dilihat dan diamati pada masyarakat tertentu. Hal

demikian karena pada majalah dapat dibaca pembahasan tentang hal – hal yang berhubungan

dengan agama, adat istiadat, dan isu – isu actual pada masanya, serta hal – hal menyangkut

kemunduran bangsa Melayu sebagai eksploitasi kekuatan asing dalam bidang politik dan

ekonomi. Majalah – majalah yang terbit di abad ke 19 dan abad ke 20 dapat dilihat sebagai

berikut:

1. Al – Imam di Singapura (1906 – 1908)

2. Jawi Peranakan (1876 – 1890 an)

3. Nujum al – fajr atau Idaran Bintang (1877 – 1888)

4. Syamsu al – Qamar ( 1877 – 1888)

5. Sekolah Melayu (1888 – 1890 an)

6. Cahaya Pulau Pinan (1900 an). 10

Demikian gambaran Islam di Malaysia sebagai agama masyarakat Melayu, tatanan

keislaman sudah kental dan menyatu dalam kehidupan masyarakat Malaysia. Hal ini pula yang

melatar belakangi kehadiran partai – partai Islam, baik sebelum kemerdekaan maupun

sesudahnya. Juga ditemukan sejumlah kelompok dakwah yang berkeinginan mempertahankan

dan menguatkan Islam di Malaysia. Hal ini dapat dilihat dengan jelas ketika isu Nasionalisme

10
Ibid

6
mulai didengungkkan, maka perjuangan kaum nasionalis ini selalu berbarengan dan

bergandengan tangan antara mereka dan kaum Islam Melayu. Bahkan agama sering menjadi

aspek menegaskan perjuangan nasional. Mohammad Abu Bakar menyebutkan Islam dan

Nasionalisme selalu hadir berdampingan dalam sejarah politik Malaysia. Seringkali agama

bahkan menjadi aspek yang menegaskan perjuangan nasional. Hal ini terlihat jelas selama masa

penjejahan, ketika nilai – nilai nasional Melayu seringkai dimasukkan dalam konteks ajaran

Islam. 11

Dari rangkaian penjelasan yang telah disampaikan diatas, membuat kami para penyaji

serta penulis makalah ini menjadi tertarik dalam membahas dan mendalami keberadaan Islam

di Asia tenggara, terkhususnya pada Negara Malaysia.

B. BATASAN MASALAH

Agar penulisan makalah ini tidak menyimpang dari pokok permasalahan dan

pembahasan maka penyaji membatasi permasalah dan pembahasan yang berfokus pada profil

negara Malaysia, Sejarah Masuknya Islam ke Malaysia, Corak Mazhab di bidang Fiqih dan

Aqidah di Malaysia, Hukum Perkawinan Islam di Malaysia, Kerajaan – Kerajaan Islam di

Malaysia, dan Akulturasi Islam dan Budaya di Malaysia.

C. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah pada pembahasan pada makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Malaysia?

2. Bagaimana corak mazhab di bidang fiqih dan aqidah di Malaysia?

3. Bagaimana hukum perkawinan Islam di Malaysia?

11
Mohammad Abu Bakar, Islam dan Nasionalisme pada Masyarakat Melayu Dewasa
ini, dalam Taufik Abdullah & Sharon Siddique (ed.), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara
(jakarta: LP3S, 1988), h. 167.

7
4. Apa saja kerajaan – kerajaan Islam yang ada di Malaysia

5. Bagaimana Akulturasi Islam dan Budaya yang ada di Malaysia

D. TUJUAN DAN MANFAAT PEMBAHASAN MAKALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas diatas, secara umum mempunyai tujuan

dan manfaat dalam penulisan makalah ini antara lain :

1. Tujuan Pembahasan

Untuk mengetahui bagaimana masuknya Islam ke Malaysia, corak mazhab di bidang

fiqih dan aqidah di Malaysia, hukum perkawinan Islam di Malaysia, Kerajaan –

kerajaan Islam di Malaysia, serta akulturasi Islam dan Budaya di Malaysia.

2. Manfaat Penelitian

Penyaji mengharapkan dengan adanya makalah ini menjadi sumbangsih khazanah

intelektual dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca serta menjadikan

sebagai sumber informasi yang bersifat kontinyu dengan menjadikan makalah ini

sebagai referensi dan rujukan dasar untuk mengetahui dan memahami proses masuknya

Islam di Malaysia, corak dan mazhab di bidang fiqih dan aqidah di Malaysia, hukum

perkawinan Islam di Malaysia, Kerajaan – kerajaan Islam di Malaysia, serta akulturasi

Islam dan Budaya di Malaysia.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. PROFIL SINGKAT NEGARA MALAYSIA

Malaysia merupakan sebuah negara kerajaan yang konstitusional dan Islam sebagai

agama negaranya. Kerajaan ini merupakan federal dari negara – negara bagian. Rajanya

bergelar Yang Dipertuan Agong, yang dipilih oleh raja – raja dari negara bagian dengan masa

bakti 5 tahun. Kepala pemerintahan negara Malaysia dipegang oleh sebuah Kabinet yang

dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Malaysia merdeka pada tanggal 31 Agustus 1967

(semula bernama Malaya). Tanggal 16 September 1963 bernama Malaysia meliputi

Persekutuan Tanah Malaya seperti Singapura, Sabah, dan Serawak. Tetapii pada tanggal 9

Agustus 1965 Singapura memisahkan diri dan pada tanggal 1 Januari 1984 Brunei Darussalam

keluar menjadi negara Merdeka. Berikut adalah tabel Negara bagian Malaysia beserta Ibu

Kotanya.

No. Negara Bagian/Kesultanan Ibu Kota


1. Johor Johor Baru
2. Kelantan Kota Baru
3. Negeri Sembilan Seremban
4. Pulau Penang George Town
S. Perlis Kangar
6. Serawak Kuching
7. Trengganu Kuala trengganu
8. Kedah Alor Star
9. Malaka Malaka
10. Pahang Kuantan
11. Perak Ipoh
12. Sabah Kota Kinibalu
13. Selangor Shah Alam

9
Wilayah federasi Negara Malaysia adalah Kuala Lumpur, sebagai Ibu Kota Malaysia.

Negara Malaysia bergabung menjadi anggota PBB, tergabung juga dalam Comonwealth

Inggris (Negeri Persemakmuran) dan anggota ASEAN.

Letak wilayah Malaysia terbagi menjadi dua bagian yaitu, Malaysia Barat terletak pada

Semenanjung Malaysia dan Malaysia Timur terletak di Pulau Kalimantan Bagian Utara.

Memiliki luas secara keseluruhan 330.434 km2. Kedua bagian itu dipisahkan oleh Laut Cina

Selatan dan Kepulauan yang termasuk wilayah Indonesia.

Malaysia timur berada pada posisi 1OLU-7OLU dan 109O40'BT - 119OBT, yang dapat

diurai sebagai berikut

1. Sebelah utara dibatasi oleh negara Brune Darussalam dan Filipina

2. Sebelah selatan dibatasi oleh negara Indonesia

3. Sebelah timur dibatasi Laut Sulawesi

4. Sebelah barat dibatasi oleh Laut Cina Selatan dan Indonesia

Malaysia barat berada pada posisi 1OLU - 7OLU dan 100OBT - 104O02'BT, yang dapat

diurai sebagai berikut:

1. Sebelah utara dibatasi oleh negara Muangthai

2. Sebelah selatan dibatasi oleh Singapura dan Indonesia

3. Sebelah timur dibatasi oleh Laut Cina Selatan

4. Sebelah barat dibatasi oleh selat Malaka.

Tercatat pada tahun 2003, jumlah penduduk Malaysia adalah 25,1 juta jiwa dengan

pertumbuhan 2,1% setiap tahunnya. Sebagian besar penduduknya bertempat tinggal di Jazirah

Malaysia bagian barat dan selatan karena dataran rendahnya luas dan kaya akan barang

tambang. Bahasa nasional negara Malaysia adalah bahasa Melayu.

10
Penduduk Semenanjung Malaysia terdiri atas orang Melayu dengan 50%, Cina dengan

37%, dan India dengan 11% . sisanya adalah orang – orang Eropa, Erasia, dan penduduk asli.

Penduduk asli Malaysia adalah orang Sakai. Penduduk Serawak terdiri atas orang Dayak

Pesisir (Iban) sebanyak 50%, Cina dengan banyak 25%, dan orang Dayak pedalaman atau

Melanau sebanyak 7%. Penduduk Sabah terdiri dari atas orang Kadasan sebanyak 28%, Cina

sebanyak 21% dan Bajau sebanyak 12%.

Sementara itu, komposisi keyakinan di negara Malaysia berdasarkan agama yang

mereka anut yaitu: Islam sebanyak 52.9%, Budha sebanyak 17.3%, Kong Ho Chu sebanyak

11.6%, Hindu sebanyak 7%, Kristen sebanyak 4,8% dan lainnya sebanyak 4,8%.

Sektor perekonomian yang dapat dilihat di negara Malaysia yaitu:

1. Sektor Pertambangan

2. Sektor Pertanian Dan Perkebunan

3. Sektor Industri

4. Sektor Perhubungan Dan Pariwisata

5. Sektor Perdagangan

B. SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE MALAYSIA

Tidak adanya bukti dan dokumen lengkap mengenai kedatangan Islam ke Malaysia

menyebabkan unculnya berbagai teori tentang kapan dan dari mana Islam pertama kali

menyebar di negara Malaysia. Salah satu pendapat yang menyatakan Islam masuk ke Malaysia

adalah Azmi. Menurutnya Islam datang ke Malaysia sejak abad ke 7 M. pendapatnya

berdasarkan pada sebuah argumentasi bahwa pada pertengahan abad tersebut, pedagang Arab

Islam sudah sampai ke gugusan pulau – pulau Melayu, dia mana Malaysia secara geografis

tidak dapat dipusahkan darinya. Para pedagan Arab Muslim yang singgah di pelabuhan dagang

Indonesia pada paruh ketiga abad tersebut, menurut Azmi, tentu juga singgah di pelabuhan –

11
pelabuhan dagang di Malaysia.12 Sejalan pendapat Azmi, Abdullah dkk menegaskan, para

pedagang ini singgah di pelabuhan – pelabuhan Sumatera untuk mendapatkan barang – barang

keperluan dan sementara menanti perubahan angin Mosun, ada di antara mereka yang singgah

di pelabuhan – pelabuhan Tanag Melaya seperti Kedah, Terengganu, dan Malaka. Oleh yang

demikian bolehlah dikatakan bahwa Islam telah tiba di Tanah Malaya pada abad ke 7 M.13

Pendapat ini masih sangat meragukan karena hipotesis tersebut berlalu umum dan masih dapat

diperdebatkan.

Hipotesis lain dikemukan oleh Fatimi, bahwa Islam datang pertama kali di sekitar abad

ke 8 H atau ke 14 M. ia berpegang pada penemuan Batu Bersurat di Terengganu yang

bertanggal 702 H atau 1303 M. Batu Bersurat itu ditulis dengan akasara arab. Pada sebuah

sisinya, memuat pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk

berpegang teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasulullah. Sisi lainnya memuat daftar

singkat mengenai 10 aturan dan mereka yang melanggarnya akan mendapat hukuman.14

Selain itu, Majul mengatakan bahwa Islam pertama kali tiba di Malaysia sekitar abad

ke 15 dan ke 16 M. Kedua pendapat ini, baik Fatimi maupun Majul, juga tidak dapat diterima

karen bukti yang lebih kuat yang menunjukkan Islam telah tiba jauh sebelum itu yaitu pada

abad ke 3 H (10 M). Pendapat terakhir ini didasarkan dengan penemuan batu nisan di Tanjung

Inggris, Kedah pada tahun 1965. Pada batu nisai itu tertulis nama Syekh Abd al _ Qadir ibn

Husayn Syah yan meninggal pada tahun 291 H (940 M). Menurut sejarawan, Syekh Ab al –

Qadir adalah seorang ulama keturunan Persia. Penemuan ini merupakan suatu bukti bahwa

12
Wan Hussein Azmi, ‘Islam di Malaysia: Kedatangan dan Perkembangan (abad 7-20M)’, dalam Azizan
bin Abdul Razak, Tamadun Islam di Malaysia, Kuala Lumpur: Persatuan Sejarah Malaysia, 1980, hlm. 142.
13
Hashim Abdullah dkk., Perspektif Islam di Malaysia, (Kuala Lumpur : Jabatan Pengajian Media
Universitas Malaya & Hizbi Sdn. Bhd, 1998), hlm. 2
14
S.Q. Fatimi, Islam Comes to Malaysia, Singapore: Sociology Research Institute, 1963, hlm. 60-69.

12
Islam telah datang ke Malaysia pada sekitar abad ke 3 H (10 M).15 Baik Fatimi maupun Majul

kemungkinan tidak mengetahui mengenai penemuan batu nisan di Tanjung Kedah dan tulisan

tentangnya di majalah Mastika, karena tulisan tersebut baru diterbitkan tahun 1965, sedangkan

penelitian mereka masing – masing dihasilkan tahun 1963 dan 1964.

Tidak adanya consensus di kalangan sarjana ini bisa dimengerti. Bagaimanapun juga

problem utama untuk mempelajari Islam di wilayah ini dalam istilah Jhons adalah karena

keragaman dan keluasan wilayah, dimana pada kenyataannya tidak setiap wilayah atau masing

– masing bagian dari wilayah itu sama – sama bisa diketahui dengan baik, sehingga

menimbulkan distorsi penekanan, anakronisme dan ekstrpolasi yang tidak akurat.16

Sumber – sumber spekulasi lainnya adalah menyangkut cara dan situasi dimana

Islamisasi di Semenanjung Malaya ini terjadi. Mengenai asal – usul penyebaran, perdebatan

akademis berpusat di Arabia dan India. Sebagaiman diketahui secara umum, sebelum Idlam

datang ke Tanah Malaya, orang – orang melayu adalah penganut animism, hinduisme, dan

budhisme. Namun demikian, sejak kedatangannya, Islam secara berangsur – angsur mulai

diyakini dan diterima sebagai agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara.

15
Mansor Tobeng, ‘Keramat Tok Serban Hijau di Tanjung Inggeris, Kedah’, Mastika, Oktober 1965,
hlm. 33-35. Tanjung Inggris, Kedah, tempat di mana batu nisan ini ditemukan adalah daerah yang tanahnya lebih
tinggi dari daerah sekitarnya, lebih strategis dan layak dijadikan sebagai tempat persinggahan pedagang-pedagang
yang menggunakan Sungai Kedah. Di sekitar makam tersebut juga terdapat banyak batu nisan lama dan ini
memperlihatkan bahwa tempat itu merupakan sebuah perkampungan lama bagi orang Islam dan menjelaskan
bahwa Tanjung Inggris adalah tempat persinggahan pedagang-pedagang Arab dan Parsi. Artifak ini merupakan
sebuah bukti tentang kedatangan agama Islam di Tanah Melayu. Hashim Abdullah dkk., Perspektif Islam di
Malaysia, hlm. 4.
16
A.H. Johns, Islam in Southeast Asia: Reflection and New Directions, dalam Indonesia, Vol. 19 April
1975, hlm. 163

13
C. CORAK MAZHAB DI BIDANG FIQIH DAN AQIDAH DI MALAYSIA

Masyarakat Islam di Malaysia dilihat dari bidang fiqih dan aqidahnya menganut

mazhab Syafi’i. Kemudian diperkukuhkan melalui sistem pendidikan dan perundangan yang

berlaku.17

Salah satu peninggalan hukum penting kerajaan Malaka adalah Undang-undang

Malaka, yang kemudian diikuti dengan Undang-undang wilayah yang lahir di bawah

pengaruhnya, seperti Undang-undang Pahang dan Undang-undang Johor. Hal penting yang

harus ditegaskan dalam tulisan ini adalah bahwa sebagian kandungan undang-undang tersebut

berasaskan hukum Islam, khususnya Fikih Mazhab Syafi’i.18

D. HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI MALAYSIA

1. Hukum Keluarga Islam di Malaysia

Menurut khiruddin Nasution setelah terjadinya pembaharuan Undang – undang

Keluarga Islam yang berlaku di Malaysia menjadi dua kelompok besar.19 Undang – undang

yang mengikuti akta persekkutuan adalah Selangor, Negeri Sembilan, Pulau Pinang, Pahang,

Perlis, Terengganu, Serawak dan Sabah.

Kelantan, Johor, Malaka, dan Kedah meskipun dicatat banyak persamaanyya tetapi ada

perbedaan yang cukup signifikan, yaitu dari 134 pasal yang ada terdapat perbedaan sebanyak

49 kali.

1) Pencatatan Perkawinan di Malaysia

17
PM Dr. Abdul Halim el-Muhammady seperti “The Influence of Shafi’ite School in the Muslim Law
in Malaysia”, ms. 195-197, Seminar Pemikiran Islam (Imam al-Syafi‘i) 9-11 Oktober 1989, Pusat Islam
Malaysia, Kuala Lumpur
18
M.B. Hooker, Islamic Law ini Southeast Asia (Singapore: Oxford University Press, 1984), h. 11-13,
sebagaimana dalam Mahmood Zuhdi, “Mazhab Syafi’i di Malaysia”, dalam Jurnal Fiqh, h. 5
19
Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan
Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta :Ciputat Press,2003) hlm.22

14
Perkawinan di Malaysia dihasurkan adanya pendafataran atau pencatatan

perkawinan. Proses pencatatan secara prinsip dilakukan setelah di Akad Nikah.

Proses pencatatan tersebut ada tiga jenis yaitu:

pertama, untuk yang tinggal di negeri masing-masing pada dasarnya pencatatan

dilakukan segera setelah selesai akad nikah, kecuali Kelantan yang menetapkan

tujuh hari setelah akad nikah dan pencatatan tersebut disaksikan oleh wali, dua

orang saksi dan pendaftar. Sebagaimana dalam UU Pulau Pinang Pasal 22 Ayat

1 dinyatakan :

“Selepas sahaja akad nikah sesuatu perkahwinan dilakukan, pendaftar

hendaklah mencatat butir-butir yang ditetapkan dan ta'liq yang ditetapkan atau

ta'liq lain bagi perkahwinan didalam daftar perkahwinan”.

Kedua, warga asli Malaysia yang melakukan perkawinan dikedutaan Malaysia

yang ada diluar negeri. Proses pencatatan secara prinsip sama dengan proses

orang Malaysia yang melakukan perkawinan di negaranya. Perbedaanya adalah

hanya pada petugas pendaftar, yakni bukan oleh pendaftar asli yang diangkat oleh

negara, tetapi pendaftar yang diangkat di kedutaan atau konsul Malaysia di

Negara yang bersangkutan. Sebagaimana dalam UU Pulau Pinang Pasal 24 Ayat

1 dinyakatakan :

(1) Tertakluk kepada subsyeksen. (2) perkahwinan boleh diakadkan mengikuti

hukum syara oleh pendaftar yang dilantik dibawah seksyen.

Didalam Pasal 28 ayat 3 dinyatakan sebagai berikut:

“Dikedutaan Suruhanjaya Tinggi atau pejabat konsul Malaysia dimana-mana

Negara yang telah memberitahu kerajaan Malaysia tentang bentahannya

terhadap pengakad nikahan perkahwinan di kedutaan Suruhanjaya Tinggi atau

pejabat konsul itu”.

15
Ketiga, warga Malaysia yang tinggal di luar negeri dan melakukan perkawinan

tidak di kedutaan atau konsul Malaysia yang ada di Negara bersangkutan.

Prosesnya pria yang melakukan perkawinan dalam masa enam bulan setelah akad

nikah, mendaftarkan kepada pendaftar yang diangkat oleh kedutaan dan konsul

terdekat. Apabila yang bersangkutan pulang ke Malaysia sebelum habis masa

enam bulan maka boleh juga mendaftar di Malaysia. Ketentuan ini berdasarkan

UU Serawak pasal 29 ayat 1, UU Kelantan dan UU Negeri Sembilan.

2) Wali Dalam Perkawinan

Perundang-undangan (perkawinan) Malaysia juga mengharuskan (wajib) adanya

wali dalam perkawinan, tanpa wali perkawinan tidak dapat dilaksanakan. Dalam

perundang-undangan keluarga Malaysia, pada prinsipnya, wali nikah adalah wali

nasab. Hanya saja dalam kondisi tertentu posisi wali nasab dapat diganti oleh wali

hakim (di Malaysia disebut wali raja).

3) Pembatasan Usia Perkawinan

Dalam peraturan perundang-undangan Malaysia membatasi usia perkawinan

minimal 16 tahun bagi mempelai perempuan dan 18 tahun bagi mempelai laki-

laki. Ketentuan ini berdasarkan UU Malaysia yang berbunyi :

“Hal umur perkahwinan yang dibenarkan bagi perempuan tidak kurang dari 16

tahun dan laki-laki tidak kurang daripada 18 tahun. Sekiranya salah seorang

atau kedua-dua pasangan yang hendak berkahwin berumur kurang daripada had

umur yang diterapkan, maka perlu mendapatkan kebenaran hakim syariah

terlebih dahulu.”

4) Perceraian di Malaysia

16
Adapun alasan perceraian dalam perundang-undangan Keluarga Muslim di

negara-negara Malaysia sama dengan alasan-alasan terjadinya fasakh. Dalam

undang-undang perak dan pahang ada lima alasan, yaitu:

a. suami impoten atau mati pucuk;

b. suami gila, mengidap penyakit kusta, atau vertiligo, atau mengidap

penyakit kelamin yang bisa berjangkit, selama isteri tidak rela dengan

kondisi tersebut;

c. izin atau persetujuan perkawinan dari isteri (mempelai putri) diberikan

secara tidak sah, baik karena paksaan kelupaan, ketidak sempurnaan akal

atau alasan-alasan lain yang sesuai dengan syariat;

d. pada waktu perkawinan suami sakit syaraf yang tidak pantas kawin;

e. atau alasan-alasan lain yang sah untuk fasakh menurut syariah.

Adapun sebab-sebab terjadinya perceraian dalam Undang-undang Muslim

Malaysia mayoritas menetapkan empat sebab dengan proses masing-masing,

yakni:

a. perceraian dengan talak atau perintah mentalak;

b. tebus talak;

c. syiqaq;

Hanya Undang-undang serawak yang mencantumkan sebab lain.

Proses atau langkah-langkah perceraian dengan talak, secara umum adalah

sebagai berikut: pertama, mengajukan permohonan perceraian ke pengadilan,

yang disertai dengan alasan. Kedua, pemeriksaan yang meliputi pemanggilan oleh

pihak-pihak oleh pengadilan dan mengusahakan pengadilan. Ketiga, putusan.

Juru damai yang diangkat dalam proses perdamaian diutamakan dari keluarga

dekat yang berperkara. Kalau juru damai yang diangkat dianggap kurang mampu

17
menjalankan tugasnya, bisa diganti dengan juru damai lain yang dianggap lebih

mampu. Adapun masa usaha mendamaikan adalah maksimal enam bulan, atau

lebih dengan persetujuan pengadilan, kecuali Kelantan yang menetapkan tiga

bulan. Kalau para pihak tidak mau didamaikan, pegawai yang ditunjuk harus

membuat laporan dan melampirkan hal-hal yang perlu dipikirkan kaitannya

dengan akibat perceraian, seperti nafkah dan pemeliharaan anak sebelum dewasa,

pembagian harta dan lain-lain.

Dalam proses peradamaian ada kemungkinan mendatangkan pengacara atau

pembela, dengan izin juru damai. Setelah usaha perdamaian itu tidak

membuahkan hasil, pengadilan mengadakan sidang untuk ikrar talak, yang

idealnya diikrarkan oleh suami.

Adapun proses perceraian dengan tebus talak, kalau sudah disepakati kedua belah

pihak, adalah setelah pihak-pihak menyetujuinya dan menyelesaikan pembayaran

yang sudah disetujui, pengadilan menyuruh suami untuk melakukan ikrar talak,

dan talaknya akan jatuh talak bain sughra (tidak boleh dirujuk lagi).

Proses perceraian dengan taklik talak adalah isteri melapor tentang terjadinya

pelanggaran taklik talak. Kalau pihak pengadilan mempertimbangkan benar

terjadi, maka diadakan sidang perceraian yang kemudian direkam untuk

dicatatkan.

Sedangkan proses perceraian karena ada masalah di antara para pihak (syiqaq),

pada dasarnya mempunyai proses yang sama dengan proses perceraian talak yang

tidak disetujui salah satu pihak dan proses tebus talak, yakni didahului dengan

pengangkatan juru damai sampai putusan cerai, kalau tidak bisa didamaikan.

Bahkan Kelantan membuat proses yang sama antara talak dan syiqaq. Karena itu

secara prinsip, dalam proses perceraian dengan talak, tebus talak, taklik talak, dan

18
percekcokkan, antara sumi isteri mempunyai hak yang sama, dan pada akhirnya

untuk dapat bercerai harus dengan persetujuan bersama atau keputusan

Pengadilan Agama.

Hal-hal lain yang penting dicatat tentang proses perceraian adalah pertama, ikrar

talak (perceraian) harus di depan pengadilan. Kedua, perceraian harus

didaftarkan, dan perceraian yang diakui hanyalah perkawinan yang sudah

didaftarkan. Seorang janda boleh kawin lagi kalau sudah mempunyai :

a. surat yang dikeluarkan berdasarkan undang-undang; atau

b. salinan perceraian; atau

c. pengakuan cerai dari hakim.

Demikian juga seorang yang ditinggal mati boleh nikah lagi kalau sudah

mempunyai surat keterangan kematian.

Tentang perceraian sebab li’an tidak ada penjelasan lebih rinci. Hanya disebutkan

agar Pengadilan merekam perceraian dengan li’an. Sebagai tambahan, semua

undang-undang di Malaysia mencantumkan murtad sebagai alasan perceraian.

Tetapi tidak dengan sendirinya terjadi perceraian, melainkan dengan putusan

hakim.

Sementara yang berlaku di Negerisembilan, Persekutuan Pulau Pinang dan

Selangor, tercatat beberapa alasan yang sama seperti di Perak dan Pahang di atas

tetapi ada beberapa tambahan alasan diantaranya :

a. Tidak diketahui tempat tinggal suami selama satu tahun.

b. Suami tidak memberi nafkah selama tiga bulan.

c. Suami dipenjara selama tiga tahun atau lebih.

d. Suami tidak memberikan nafkah batin selama satu tahun.

19
e. Isteri dinikahkan bapak sebelum berumur enambelas tahun menolak

perkawinan tersebut dan belum disetubuhi suami.

f. Suami menganiaya isteri.

Dari beberapa alasan tersebut diatas ada tiga hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, meskipun semua undang-undang menjadikan unsurtidak waras sebagai
alasan perceraian. Undang-undang Negerisembilan, Pulau Pinang, Selangor dan
Serawak mensyaratkan sakitnya minimal 2 tahun. Sementara UU Kelantan,
Pahang, Perak tidak mensyaratkan batas minimal. Kedua, semua undang-undang
mencantumkan alasan-alasan lain untuk fasakh. Ketiga, undang-undang
Kelantan, Negerisembilan, Persekutuan Pulau Pinang, Selangor dan Serawak
mencantumkan perkawinan paksa sebagai salah satu alasan perceraian.
5) Poligami di Malaysia

Berdasarkan Undang-undang Perkawinan di Malaysia tentang boleh atau

tidaknya seorang laki-laki melakukan poligami. Adapun mengenai syarat yang

harus dipenuhi bagi seseorang yang hendak melakukan poligami adalah adanya

izin tertulis dari Hakim, ketentuan ini hampir tercantum di semua undang-undang

perkawinan negeri bagian. Namun demikian ada beberapa berbedaan yang secara

garis besar dapat dikelompokan diantaranya :

Pertama, merupakan kelompok mayoritas ( UU Negerisembilan Pasal 23 ayat 1,

UU Pulau Pinang Pasal 23 ayat 1, UU Selangor pasal 23 ayat 1, UU Pahang Pasal

23 ayat 1, UU Wilayah Persekutuan Pasal 21 ayat 1, UU Perak Pasal 21 ayat1

dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan:

“Tiada seorang laki-laki boleh berkahwin dengan seorang lain dalam masa dia

masih beristrikan istrinya yang sedia ada kecuali dengan terlebih dahulu

mendapatkan kebenaran secara tertulis daripada hakim syari'ah, dan jika dia

20
berkahwin sedemikian tanpa kebenaran tersebut maka perkawinan itu tidak boleh

didaftarkan dibawah Enakmen”.

Dalam UU Perak pasal 21 ayat 1 ada tambahan kalimat : Mendapat pengesahan

lebih dahulu dari Hakim bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isterinya.

Kedua, Poligami tanpa adanya izin dari pengadilan boleh didaftarkan dengan

syarat lebih dahulu membayar denda atau menjalani hukuman yang telah

ditentukan. Ketentuan ini berlaku terhadap Negeri-negeri seperti Serawak dan

Kelantan. Pertimbangan pengadilan memberi izin atau tidak, dilihat dari pihak

isteri dan suami. Adapun beberapa alasan yang dapat dikemukakan isteri

diantaranya, karena kemandulan, udzur jasmani, tidak layak dari segi jasmani

untuk bersetubuh, isteri gila. Sedangkan beberapa alasan yang dapat

dikemukakan suami diantaranya, kemampuan secara ekonomi, berusaha untuk

mampu berbuat adil, perkawinan yang dilakukan tidak membahayakan agama,

nyawa, badan, akal, atau harta benda isteri yang lebih dahulu dinikahi.

6) Ketentuan Pidana dalam UU Perkawinan di Malaysia

Ketentuan pidana UU Perkawinan di Malaysia secara tegas diatur dalam

perundang-undangannya, seperti dalam beberapa masalah seperti berikut :

a. Poligami

Suami yang melakukan poligami tidak sesuai dengan aturan perundang-

undangan yang ditetapkan, secara umum dapat dikenakan hukuman berupa

hukuman denda maksimal seribu ringgitatau kurungan maksimal 6 bulan

atau kedua-duanya sekaligus. Demikian juga bagi suami yang tidak mampu

berlaku adil terhadap isteri-isterinya dapat digolongkan sebagai orang yang

melanggar hukum dapat dikenakan sangsi hukuman denda maksimal seribu

ringgit atau kurungan maksimal 6 bulan atau kedua-duanya.

21
b. Pencatatan Perkawinan

Bagi orang yang melakukan perkawinan di luar Malaysia dan tidak sesuai

dengan aturan yang ada adalah perbuatan melaggar hukum maka dapat

dihukum dengan membayar denda sebesar seribu ringgit atau penjara

maksimal 6 bulan atau kedua-duanya.

c. Perceraian Bagi Orang yang Melanggar Peraturan Perceraian

Baik suami atau isteri, misalnya melakukan perceraian di luar pengadilan

dan tidak mendapatkan pengesahan atau pengakuan dari pengadilan, atau

membuat surat pengakuan palsu bisa dihukum dengan hukuman denda

sebesar seribu ringgit atau penjara maksimal enam bulan atau kedua-

duanya.

7) Perkawinan Beda Agama

Larangan perkawinan beda Agama di Malaysia didasarkan pada ketentuan yang

termuat dalam seksyen 51 Akta pembaharuan UU (Perkawinan dan Perceraian)

1976 sebagaimana disebutkan :

“Jika salah satu pihak kepada suatu perkahwinan telah masuk Islam, pihak yang

satu tidak masuk Islam boleh untuk perceraian. Dengan syarat bahwa tiada suatu

permohonan dibawah syeksen boleh diserahkan sebelum tamat tempo tiga bulan

dari tarikh masuk Islam itu”.

2. Sejarah Undang – undang Perkawinan di Malaysia

Sebelum masuknya Inggris, hukum yang berlaku adalah hukum Islam yang masih

bercampur dengan hukum adat,20 menurut Abdul Munir Yaacob undang – undang yang berlaku

di negari-negari bagian sebelum campur tangan Inggris adalah adat pepateh untuk kebanyakan

20
Khoirudin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, (Lieden – Jakarta, INIS, 2002), hlm. 62

22
orang-orang melayu di Negeri Sembilan dan beberapa kawasan di Malaka, dan adat

Temenggung dibagian Semenanjung. Sedangkan orang Melayu di Serawak mengikuti undang-

undang Mahkamah Melayu Serawak. Undang- undang tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum

Islam dan utamanya dalam masalah perkawinan, perceraian dan jual beli.21

1) Masa Penjajahan Inggris

Pada tahun 1880, Inggris mengakui keberadaan hukum perkawinan dan

perceraian Islam dengan memperkenalkan Mohammedan Marriage Ordinance,

No. V Tahun 1880 untuk diberlakukan dinegari-negari selat (Pulau Pinang,

Malaka, dan Singapur) yang isinya:22

BAB I : Pendaftaran Perkawinan dan Perceraian (Pasal 1 s.d 23)

BAB II : Pelantikan Qadi (Pasal 24 s.d 26)

BAB III : Harta Benda dalam Perkawinan (Pasal 27)

BAB IV : Ketentuan Umum (Pasal 28 s.d 33)

Sementara untuk negara-negara Melayu Persekutuan (Perak, Selangor, Negeri

Sembilan, dan Pahang) diberlakukan Registration of Muhammadan Marriages

and Divorces Enacthment 1885. Dan untuk negari-negari Melayu tidak

persekutuan atau negari-negari bernaung (Kelantan, Terengganu, Perlis, Kedah,

dan Johor) diberlakukan The Divorces Regulation Tahun 1907.23

2) Setelah Merdeka

Setelah Kemerdekaan Malaysia upaya pembaharuan hukum keluarga sudah

mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan perkawinan dan perceraian,

21
Abdul Monir Yacob, Pelaksanaan Undang-Undang dalam Mahkamah Syariyah dan Mahkamah Sipil
di Malaysia,( Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Malaysia (IKIM), 1995) hlm.8
22
Khoiruddin Nasution, Op.Cit, h. 62-65.
23
Ibid

23
bukan hanya pendaftaran perkawinan dan perceraian seperti pada undang-undang

sebelumnya. Usaha tersebut dimuali pada tahun 1982 oleh Malaka, Kelandan, dan

Negeri Sembilan yang kemudian diikuti oleh negara-negara bagian lain. Undang-

undang perkawinan Islam yang berlaku sekarang di Malaysia adalah undang-

undang perkawinan yang sesuai dengan ketetapan undang-undang masing-

masing negeri. Undang-undang keluarga tersebut diantaranya yaitu:24 UU

Keluarga Islam Malaka 1983, UU Kelantan 1983, UU Negeri Sembilan 1983, UU

Wilayah Persekutuan 1984, UU Perak 1984 (No. 1), UU Kedah 1979, UU Pulau

Pinang 1985, UU Terenngganu 1985, UU Pahang 1987, UU Selangor 1989, UU

Johor 1990, UU Serawak 1991, UU Perlis 1992, dan UU Sabah 1992.

E. KERAJAAN – KERAJAAN ISLAM DI MALAYSIA

Kerajaan-kerajaan Islam di negara Malaysia disebut dengan Kesultanan. Adapun

Kesultanan-kesultanan tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Kesultanan Kedah

Islam masuk ke Kedah dubaw oleh Syeikh Abdullah bin Syeikh Ahmad bin

Syeikh Qaumiri dengan sebelas orang kawannya datang ke Kedah dan berjumpa

dengan Maharaja Darbae Raja II di Istana Bukit Meriam. Kemudian nama raja

tersebut diubah menjadi Sultan Muzaffar Shah I, dan nama Kedah diubah pula

menjadi Kedah Darul’l-Aman, sejak itulah orang besar Kedah dan orang Melayu

Kedah memluk Agama Islam.

2. Kesultanan Negeri Pahang

Nama Pahang dari bahasa Kamboja yaitu “Biji Timah” sebab semula Pahang kaya

dengan biji timah tersebut, juga ada nama Pahang sebagai Pong-Fong (istilah

24
Ibid, h 20-21

24
China), bahasa Arab Pan atau Pam, dalam buku Eropa disebut Phaung atau

Pahang. Selanjutnya Pahang sudah didiami manusia sejak masa batu dahulunya.

Sultan Mahmud bin Sultan Ahmad Shah I, Sultan Abubakar bin Sultan Abdullah,

bahwa Islam di Pahang sangat berkembang pesat termasuk pada aliran tariqat dan

tasawuf.

3. Kesultanan Terengganu

Pada 1225 M menjadi taklukkan Palembang, menurut Negeraketgama pernah

pula taklukkan Majapahit. Batu Bersurat menyebut Terengganu dijabat oleh Raja

Mandalika, seterusnya Megat Panji alam dan Tun Telanai seterusnya disebutkan

dibawah Kerajaan Johor dihantarkan dua Laksaman yaitu Megat Sri Rama

memerintah Terengganu, Seterusnya dihantar pula Bendahara Hasan, seterusnya

Tun Zain Indra, Tun Yuan, Tun Suleman, Tun Ismail.

4. Kesultanan Melayu Johor – Riau – Lingga – Pahang

Kesultanan Melayu Johor – Riau – Lingga – Pahang dapat diurai berikut ini:

malaka diduduki Portugis sejak 1511 M – 1641 M, maka ibu negerinya

dipindahkan ke Johor di Saluyut atau Kota Tinggi, tetapi serangan Portugis

dilanjutkan maka sultan menyingkir ke Riau dan terbentuk Kesultanan Johor –

Riau dengan silsilah pemerintahan keturunan Malaka sampai tahun 1699 M.

Dengan meninggalnya Sultan Mahmud Shah II (1699), selanjutnya silsilah

diteruskan oleh keturunan Tun Habib yang ditundukkan oleh Raja Kecil putra

Sultan Mahmud mangkat dijulang (Sultan Mahmud Shah II, 1685-1699).

Pemerintahan diterukan oleh sultan-sultan lainnya.

Kemudian isteri Sultan Abdul Jalil Ria’yat Syah IV melahirkan diberi nama Raja

Sulaiman, kemudian lahirlah dinasti baru, yang seterusnya perjanjian London

1824 memisahkan Riau – Lingga (bagian jajahan Belanda), sedangkan Johor –

25
Pahang bagian jajahan Inggris. Sejak masa itu pembauran suku Bugis dalam

kesultanan Melayu, dimana keturunan Daeng Rilakka denga 5 orang putranya

diangkat sebagai Raja Muda di Kesultanan Riau – Lingga.

5. Kesultanan Selangor

Kesultanan Selangor yang wujud pada hari ini diasaskan oleh Raja Lumu, putra

Yang Dipertuan Raja Muda Daeng Chelak atau Daeng Pali. Ditabalkan sebagai

Sultan Selangor dengan gelar Sultan Salehuddin pada 1766 oleh Sultan Perak

yaitu Sultan Mahmud (Raja Kimas), kemudian keturunan baginda memerintah

Selangor sampai saat ini.

Menurut UU TUbuh Kerajaan Selangor 1959 menyatakan Raja Muda hendaklah

Orang Melayu, berdarah raja keturunan sultan Selangor, laki-laki dan berugama

Islam, zuriat, diakui sah dan halal, dan darah daging raja muda tidak mencampuri

pentabiran negeri dan kerajaan, kecuali dititahkan oleh sultan.

F. AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA DI MALAYSIA

Peradaban Nusantara, sebelumnya adanya kolonialisme-imperialisme peradaban

Barat, sejatinya telah memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Meski demikian, sebelum

kedatangan Islam, ketinggian peradaban ini masih dapat dikatakan bias identitas. Tidak

adanya dasar perpaduan, ciri khas, serta hal-hal lain yang membedakannya dengan

peradaban dan budaya bangsa lain menjadi dasar bahwa Islam sejatinya memiliki peran

penting dalam proses”pewarnaan” peradaban Nusantara. Datangnya Islam kemudian,

mewarnai peradaban Nusantara, khususnya menjadi faktor dominan pada pembentukan

identitas dan asas jati diri untuk diaplikasi dalam kehidupan bangsa Melayu. Hal

tersebut bahkan menjadi sangat identic hingga saat ini. Wujud kongkrit identifikasi ini

dapat dilihat dalam jargon “Dunia Melayu Dunia Islam”.

26
Islam sebagai ajaran agama yang (oleh pemeluknya) diyakini sebagai agama yang

sempurna, membuat bangsa Melayu (Malaysia) kemudian memilih Islam sebagai dasar

dalam kehidupan sosial budayanya. Paling tidak, atas dasar ini dapat dijabarkan

beberapa faktor yang menjadikan hubungan antara identitas Islam dan Budaya Melayu-

Malaysia menjadi sedemikian berat, antara lain:

1. Kesamaan sifat antara kondisi mental dan psikologis bangsa Melayu-Malaysia

dengan ajaran Islam dimana kesamaan ini berupa pengamalan nilai perilaku yang

lemah lembut, harmonis, dan universal.

2. Kemudahan dalam memahami ajaran Islam. Islam diyakini sebagai ajaran yang

rasional dan sesuai dengan sifat dasar alamiah manusia.

3. Universalitas Islam yang tidak membatasi ajarannya pada suatu bangsa tertentu

(Rahmatan lil ‘alamin) namun mencakup seluruh manusia yang berdasar pada

persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah). Asas humanisme ini tidak menerima

adanya stratifikasi manusia, dimana Islam mengajarkan bahwa kedudukan

manusia sebagai makhluk adalah sama di sisi Tuhan (Rahimin Affandi, 2005: 42).

Intelektual yang concern pada kajian Islam-Melayu, Syed Muhammad Naquib al-

Attas,menyampaikan –dalam beberapa bahasan mempertegas bahwa ajaran Islam

menjadikan bangsa Melayu kepada pemikiran (ilmu) yang rasional. Ilmu yang mempu

menempatkan akal-rasio manusia pada posisi yang tinggi. Selain itu, Islam juga

menjadikan dunia Melayu sebagai peradaban yang tinggi yang diwujudkan dalam

kekuasaan politik berupa berbagai kesultanan, serta mampu head to head dengan

peradaban Timur serta Barat. Lebih jauh, penerimaan masyarakat dunia Melayu

terhadap Islam juga dapat disebabkan adanya ketertarian pada lengkap dan indahnya

Islam itu sendiri, dimana hal ini kemudian dianggap dapat menjadikan bangsa Melayu

27
sebagai komunitas umat beragama yang lebih baik dibandingkan dengan umat agama

lain.

Dengan kecenderungan ini maka lekatnya Islam dengan dengan bangsa Melayu-

Malaysia menjadu rak terelakkan. Dominasi Islam telah mewujud melalui proses

transmisi yang panjang hingga mampu mempengaruhi adat dan kebudayaan Melayu.

Jati diri orang Melayu kemudia terwujud pada keteguhannya dalam memegang nilai-

nilai Islam yang murni, nilai yang tidak bercampur aduk dengan nilai serta amal budaya

dan adat yang melenceng. Dalam hal ini, penerimaan nilai adat-budaya bangsa Melayu

sebagai asas/pondasi identitas bangsa hanya dapat diterima jika ia benar-benar

bersesuaian dengan nilai-nilai (agama) Islam. Berbagai bentuk tradisi, kepercayaan

dan/atau kebiasaan yang ditradisikan sebelum memeluk Islam mesti ditinggalkan atau

(minimal) dimodifikasikan agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Budaya

masyarakat Melayu -Malaysia menggabungkan dua unsur utama, yaitu Islam dan adat

Melayu. Adat Melayu tidaklah ditinggalkan, namun, adat dan budaya yang menjadi ada

tetap (harus) berlandaskan kepada syariat. Tauhid kemudian menjadi jati diri Melayu-

Malaysia. Pandangan-pandangan ini kemudian menjadi nilai dan norma bagi

masyarakat Melayu-Malaysia untuk merujuk kepada ajaran Islam, sehingga adanya

pandangan yang menyebutkan bahwa jika seseorang itu memeluk Islam maka akan

digelari dengan istilah “Masuk Melayu”. Dalam konteks ini kemudian dapat

disimpulkan bahwa Islam sejatinya telah membentuk jati diri budaya dan bangsa

Malaysia. Sebagai implikasinya maka, kehidupan sosial budaya hingga politik dan

ekonomi di Malaysia dapat dikatakan menjadi lekat dengan Islam.

28
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Malaysia adalah salah satu negara tetangga Indonesaia yang sering disebut-sebut sebagai

bangsa dan tetangga yang serumpun. Hal ini dapat dilihat dari berbagai sisi, seperti

karena seerumpun yakni Melayu dan berbahasa Melayu, atau karena sama-sama

beragama Islam yang mayoritas.

2. Malaysia merupakan sebuah negara kerajaan yang konstitusional dan Islam sebagai

agama negaranya. Kerajaan ini merupakan federal dari negara – negara bagian. Rajanya

bergelar Yang Dipertuan Agong, yang dipilih oleh raja – raja dari negara bagian dengan

masa bakti 5 tahun. Kepala pemerintahan negara Malaysia dipegang oleh sebuah Kabinet

yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri.

3. Azmi, Abdullah dkk menegaskan, para pedagang ini singgah di pelabuhan – pelabuhan

Sumatera untuk mendapatkan barang – barang keperluan dan sementara menanti

perubahan angin Mosun, ada di antara mereka yang singgah di pelabuhan – pelabuhan

Tanag Melaya seperti Kedah, Terengganu, dan Malaka. Oleh yang demikian bolehlah

dikatakan bahwa Islam telah tiba di Tanah Malaya pada abad ke 7 M. Hipotesis lain

dikemukan oleh Fatimi, bahwa Islam datang pertama kali di sekitar abad ke 8 H atau ke

14 M. ia berpegang pada penemuan Batu Bersurat di Terengganu yang bertanggal 702 H

atau 1303 M. Batu Bersurat itu ditulis dengan akasara arab. Pada sebuah sisinya, memuat

pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang teguh

pada keyakinan Islam dan ajaran Rasulullah. Sisi lainnya memuat daftar singkat

mengenai 10 aturan dan mereka yang melanggarnya akan mendapat hukuman. Selain itu,

Majul mengatakan bahwa Islam pertama kali tiba di Malaysia sekitar abad ke 15 dan ke

16 M. . Kedua pendapat ini, baik Fatimi maupun Majul, juga tidak dapat diterima karen

29
bukti yang lebih kuat yang menunjukkan Islam telah tiba jauh sebelum itu yaitu pada

abad ke 3 H (10 M). Pendapat terakhir ini didasarkan dengan penemuan batu nisan di

Tanjung Inggris, Kedah pada tahun 1965. Pada batu nisai itu tertulis nama Syekh Abd al

_ Qadir ibn Husayn Syah yan meninggal pada tahun 291 H (940 M). Menurut sejarawan,

Syekh Ab al –Qadir adalah seorang ulama keturunan Persia. Penemuan ini merupakan

suatu bukti bahwa Islam telah datang ke Malaysia pada sekitar abad ke 3 H (10 M).

4. Masyarakat Islam di Malaysia dilihat dari bidang fiqih dan aqidahnya menganut mazhab

Syafi’i. Kemudian diperkukuhkan melalui sistem pendidikan dan perundangan yang

berlaku.

5. Menurut khiruddin Nasution setelah terjadinya pembaharuan Undang – undang Keluarga

Islam yang berlaku di Malaysia menjadi dua kelompok besar. Undang – undang yang

mengikuti akta persekkutuan adalah Selangor, Negeri Sembilan, Pulau Pinang, Pahang,

Perlis, Terengganu, Serawak dan Sabah. Hukum Perkawinan di Malaysia mengatur yang

meliputi:

1) Pencatatan Perkawinan di Malaysia

2) Wali Dalam Perkawinan

3) Pembatasan Usia Perkawinan

4) Perceraian di Malaysia

5) Poligami di Malaysia

6) Ketentuan Pidana dalam UU Perkawinan di Malaysia

7) Perkawinan Beda Agama

6. Kerajaan-kerajaan Islam di negara Malaysia disebut dengan Kesultanan. Adapun

Kesultanan-kesultanan tersebut antara lain sebagai berikut:

1) Kesultanan Kedah

2) Kesultanan Negeri Pahang

30
3) Kesultanan Terengganu

4) Kesultanan Melayu Johor – Riau – Lingga – Pahang

5) Kesultanan Selangor

7. Islam sebagai ajaran agama yang (oleh pemeluknya) diyakini sebagai agama yang

sempurna, membuat bangsa Melayu (Malaysia) kemudian memilih Islam sebagai dasar

dalam kehidupan sosial budayanya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik & Sharon Siddique (ed). Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara.
Jakarta: LP3S, 1988

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Cet. IV,
Bandung : Mizan, 1990.

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid IV, Jakarta: Bulan Bintang, 1976

L. Esposito, John. The Oxford Ensyclopedia of The Modern Islamic World, diterjemahkan oleh
Eva Y. N., et.al, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid II Cet. II, Bandung:
Mizan, 2002.

Van Hoeve. Ensiklopedi Islam. Jilid III; Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994.

Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara, Cet. I, Pekanbaru : Lembaga Penelitian Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
2014.

Abdullah, Abu Bakar, Ke Arah Perlaksanaan Undang-undang Islam di Malaysia: Masalah dan
Penyelesaiannya, Pustaka Damai, Kuala Lumpur, 1986.

Abdullah, Hashim, dkk., Perspektif Islam di Malaysia, Jabatan Pengajian Media Universitas
Malaya & Hizbi Sdn. Bhd, Kuala Lumpur, 1998.

Al-Attas, Syed. Muhammad Najib, Preliminary Statement on a General Theory of Islamization


of the Malay-Indonesian Archipelago, Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur,
1969.

Esposito, John L (ed), Islam and Development Religion and Socio-political Change, Syracuse:
Syracuse University Press, 1980.

Fatimi, S.Q. Islam Comes to Malaysia, Singapore: Sociology Research Institute, 1963.

Johns, A. H., Sufism as a Category in Indonesian Literature and History, I JSEAH, 2, II, 1961.

Nasution, Khoirudin, Status Wanita di Asia Tenggara, (Lieden – Jakarta, INIS), 2002

32
Yacob, Abdul Monir, Pelaksanaan Undang-Undang dalam Mahkamah Syariyah dan Mahkamah Sipil
di Malaysia, Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Malaysia (IKIM), 1995.

el-Muhammady, Abdul Halim, “The Influence of Shafi’ite School in the Muslim Law in Malaysia”, ms.
195-197, Seminar Pemikiran Islam (Imam al-Syafi‘i) 9-11 Oktober 1989.

Nasution, Khoiruddin, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan
UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta :Ciputat Press), 2003.

Hamdani, Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga) Islam Di Malaysia, Aceh: Institut Agama Islam
Negeri Ar-Raniry. 2012.

Adnan Amal, Taufik dkk, Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Nigeria,cet. 1, Jakarta :
Pustaka Alvabet, 2004

Nasution, Khairuddin dan Atho' Muzdhar, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern; Studi
Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab fiqih, cet.1,Jakarta :
Ciputat Press, 2003.

Samin, Suwardi Mohammad, 2015, Kerajaan Dan Kesultanan Dunia Melayu: Kasus Sumatera
dan Semananjung Malaysia. Jurnal Criksetra, Vol. 4 No. 7.

Abdullah Zakarya Ghazali , editor, 2005, Sejarah negeri Selangor dari zaman Prasejarah
hingga Kemerdekaan, Persatuan Sejarah Malaysia, Cawangan Selangor.

Amin Yacob, M., Sejarah Kerajaan Lingga, Johor-Pahang- Riau-Lingga, UNRI Press untuk
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lingga. 2004.

Arkip Negara Malaysia; Kementrian Perpaduan, Kebudayaan, Kesenian dan Warisan


Malaysia, Polemik Sejarah Malaysia, jilid 1, tanpa tahun, dan tempat terbit.

Omar, B. b.. 2014, Islam dan Kebudayaan Melayu di Era Globalisasi. Sosial Budaya: Media
Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya, Vol.10, No.1, Hal. 115-123,

Rahimin Affandi, A., 2005, Citra Islam dalam pembentukan manusia Melayu moden di
Malaysia: suatu analisa. Jurnal Pengajian Melayu (Journal of Malay Studies) , 15,
No.3, 19-51..

M.B. Hooker, 1984, Islamic Law ini Southeast Asia (Singapore: Oxford University Press), h. 11-13,
sebagaimana dalam Mahmood Zuhdi, “Mazhab Syafi’i di Malaysia”, dalam Jurnal Fiqh, h.5

33
Ikhsan, Muhammad, 2018, Sejarah Mazhab Fiqih Di Asia Tenggara, Jurnal Nukhbatul ‘Ulum, Vol. 4
No 2. hlm. 126.

34

Anda mungkin juga menyukai