Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

KELAS XII MIPA 4

1. ANISA ASAHRA (02)

2. FAHRI RIYANTO(13)

3. KHAERULL FADHIL(18)

4. MEILANI KARTIKA PUTRI(20)

SMAN 2 KEBUMEN

TAHUN PELAJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Perkembangan Islam Di Indonesia” ini dengan tepat waktu.

Di tugas kali ini kami akan menyatakan tentang perkembangan Islam di Indonesia. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak kekurangan dan
memerlukan banyak perbaikan. Pada kesempatan ini, dengan tulus ikhlas kami
menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua kami, guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam , teman-teman kelas , dan semua orang yang telah turut
serta membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Kami berharap semua pihak dapat
mendukung berjalannya tugas kami ini, kami mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun guna menjadikan tugas kami menjadi lebih baik kedepannya.

Kami selaku penyusun berharap semoga karya tulis ini ada guna dan manfaatnya bagi
para pembaca. Serta kami minta maaf apabila ada beberapa hal yang belum tepat atau
salah.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….….. i

KATA PENGANTAR...............................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................1

A. LATAR BELAKANG…………….........................................1

B. RUMUSAN MASALAH..................................................1

C. TUJUAN PENULISAN………….......................................1

D. MANFAAT PENULISAN……………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................3

A. MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA……………..……...…….3

B. PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA………..………….5

C. HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA………9

BAB III PENUTUP...............................................................15

A. KESIMPULAN.............................................................15

B. SARAN.......................................................................15

DAFTAR PUSTAKA................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam adalah salah satu agama yang memiliki penganut terbesar di dunia.
Selain itu, penganutnya juga terus menerus mengalami peningkatan dan
perkembangan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Perkembangan tersebut
terjadi di seluruh dunia, tanpa terikat oleh geografis, etnis, dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa agama Islam diturunkan oleh
Allah kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Sejak saat itulah,
rasulullah SAW mulai menyebarkan keseluruh penjuru dunia khususnya Jazirah Arab.
Agama Islam lahir dan berkembang di Jazirah Arab. Dalam
perkembangannya, Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim dari Arab dan India
sekitar abad ke-7M. Para pedagang muslim tersebut  melakukan kegiatan
perdagangan sambil menyebarkan agama Islam.
Kehadiran agama Islam pada abad ke-6 Masehi membawa kemajuan
peradaban di Jazirah Arab dan sekitarnya. Peradaban dunia Arab yang semula
terbelakang, menjadi peradaban yang maju dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Seiring dengan perkembangan Daulah Islamiah, wilayah kekuasaan
Islam semakin luas, hingga mencapai daratan Eropa. Dalam perkembangan
selanjutnya, Islam tersebar sampai keseluruh benua di dunia. 
Mengenai sejarah awal mula masuknya Islam di Indonesia sedikit mengalami
kerancuan antara beberapa pakar. Hal itu terjadi karena tidak adanya bukti yang
kuat. Sehingga menimbulkan beberapa teori yang mutlak kebenarannya dan diterima
oleh para ahli sejarah. Sebagai warga negara Indonesia dan umat Islam yang baik,
maka kita harus mengetahui bagaimana perkembangan Islam di Indonesia.

Teori India (Gujarat)

Teori yang dicetuskan oleh G.W.J. Drewes yang lantas dikembangkan oleh
Snouck Hugronje, J. Pijnapel, W.F. Sutterheim, J.P. Moquette, hingga Sucipto
Wirjosuparto ini meyakini bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang
dari Gujarat, India, pada abad ke-13 Masehi. Kaum saudagar Gujarat datang
melalui Selat Malaka dan menjalin kontak dengan orang-orang lokal di bagian
barat Nusantara yang kemudian melahirkan Kesultanan Samudera Pasai sebagai
kerajaan Islam pertama di Indonesia.

Salah satu bukti yang mendukung teori ini adalah ditemukannya makam Malik
As-Saleh dengan angka 1297. Nama asli Malik As-Saleh sebelum masuk Islam
adalah Marah Silu. Ia merupakan pendiri Kesultanan Samudera Pasai di Aceh.
Dikutip dari buku Arkeologi Islam Nusantara (2009) karya Uka Tjandrasasmita,
corak batu nisan Sultan Malik As-Saleh memiliki kemiripan dengan corak batu
nisan di Gujarat. Selain itu, hubungan dagang antara Nusantara dengan India
telah lama terjalin.

Ditemukan pula batu nisan lain di pesisir utara Sumatera bertanggal 17


Dzulhijjah 831 H atau 27 September 1428 M. Makam ini memiliki batu nisan
serupa dari Cambay, Gujarat, dan menjadi nisan pula untuk makam Maulana
Malik Ibrahim, salah satu Walisongo, yang wafat tahun 1419.
Sesuai namanya, Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 Hijriah, atau abad ke-13 Masehi.
Gujarat terletak di India bagian barat dan berdekatan dengan Laut Arab. Sarjana
Belanda J. Pijnapel dari Universitas Leiden adalah orang pertama yang
mengemukakan teori ini pada abad ke-19. Menurut Pijnapel, orang-orang Arab
bermahzab Syafi’i telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriah
(abad ke-7 Masehi). Namun, yang menyebarkan Islam ke Indonesia, menurut
Pijnapel, bukan orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah
memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Nusantara.

Kemudian, dalam perkembangannya, pendapat Pijnapel diamini dan disebarkan


oleh orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Dalam pandangannya,
yang termuat dalam Revue de l'histoire des religions (1894), Islam telah lebih
dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang Gujarat
telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding
dengan pedagang Arab. Menurut Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada
masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah
keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di
depan namanya.

Selain Hurgronje, pada tahun 1912, giliran J.P. Moquetta memberikan afirmasi
atas Teori Gujarat dengan bukti sebuah batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang
wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurut
Moquetta, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat
tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan
yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu
nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat
atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya
adalah kesamaan mahzab Syafi’i yang dianut oleh masyarakat muslim di Gujarat
dan Indonesia.

Pendapat Moquetta tersebut mendapat dukungan dari para sarjana lain seperti:
Kern, Winstedt, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke, dan Hall. Mereka ini
sependapat dengan Moquette, dalam hal Gujarat sebagai tempat datangnya
Islam di Nusantara, tentu saja dengan beberapa tambahan. Kendati demikian,
Teori Gujarat tak lepas dari kritik. Argumentasi Moquette, misalnya, ditentang
oleh S.Q. Fatimi. Ia berpendapat, mengaitkan seluruh batu nisan di Pasai,
termasuk yang ada di makam Maulana Malik al-Saleh, dengan Gujarat adalah
keliru. Menurut penelitian Fatimi, yang berjudul Islam Comes to Malaysia (2009),
bentuk dan gaya batu nisan Malik la-Saleh berbeda sepenuhnya dengan batu
nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang ditemukan
Nusantara. Fatimi berpendapat bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip
dengan batu nisan yang terdapat di Bengal. Oleh karena itu, Fatimi
menyimpulkan, seluruh batu nisan itu hampir bisa dipastikan berasal dari Bengal.

Teori Arab (Mekah)

Teori selanjutnya tentang masuknya Islam di Indonesia diperkirakan berasal dari


Timur Tengah, tepatnya Arab. Teori Arab (Mekah) ini didukung oleh J.C. van
Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, hingga Abdul Malik Karim Amrullah atau
Buya Hamka. Menurut Buya Hamka, Islam sudah menyebar di Nusantara sejak
abad 7 M. Hamka dalam bukunya berjudul Sejarah Umat Islam (1997)
menjelaskan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Islam masuk ke
Nusantara dari orang-orang Arab. Bukti yang diajukan Hamka adalah naskah
kuno dari Cina yang menyebutkan bahwa sekelompok bangsa Arab telah
bermukim di kawasan Pantai Barat Sumatera pada 625 M.

Di kawasan yang pernah dikuasai Kerajaan Sriwijaya itu juga ditemukan nisan
kuno bertuliskan nama Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672 M. Teori dan bukti
yang dipaparkan Hamka tersebut didukung oleh T.W. Arnold yang menyatakan
bahwa kaum saudagar dari Arab cukup dominan dalam aktivitas perdagangan ke
wilayah Nusantara. Sebagian dari pedagang Arab tersebut kemudian menikah
dengan warga lokal dan membentuk komunitas muslim. Mereka bersama-sama
kemudian melakukan kegiatan dakwah Islam di berbagai wilayah di Nusantara.

Teori Persia (Iran)

Teori bahwa ajaran Islam masuk ke Nusantara dari bangsa Persia (atau wilayah
yang kemudian menjadi negara Iran) pada abad ke-13 Masehi didukung oleh
Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat. Abdurrahman Misno dalam
Reception Through Selection-Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia
(2016) menuliskan, Djajadiningrat berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan
Islam di Indonesia memiliki persamaan dengan Persia.

Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan
bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di
Sumatera Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10 Muharam.
Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah Syiah.
Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan ritual Syiah di Persia yang saat ini
merujuk pada negara Iran. Teori ini cukup lemah karena mayoritas pemeluk
Islam di Indonesia adalah bermazhab Sunni.

Teori Cina

Penyebaran Islam di Indonesia juga diperkirakan masuk dari Cina. Ajaran Islam
berkembang di Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh panglima
muslim dari kekhalifahan di Madinah semasa era Khalifah Ustman bin Affan,
yakni Saad bin Abi Waqqash. Kanton pernah menjadi pusatnya para pendakwah
muslim dari Cina. Jean A. Berlie (2004) dalam buku Islam in China menyebut
relasi pertama antara orang-orang Islam dari Arab dengan bangsa Cina terjadi
pada 713 M.

Diyakini bahwa Islam memasuki Nusantara bersamaan migrasi orang-orang Cina


ke Asia Tenggara. Mereka dan memasuki wilayah Sumatera bagian selatan
Palembang pada 879 atau abad ke-9 M. Bukti lain adalah banyak pendakwah
Islam keturunan Cina yang punya pengaruh besar di Kesultanan Demak,
kerajaan Islam pertama di Jawa, seiring dengan keruntuhan Kemaharajaan
Majapahit pada perjalanan abad ke-13 M. Sebagian dari mereka disebut Wali
Songo. Dalam buku Sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna diungkapkan,
Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri
seorang perempuan asal Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah yang
memiliki nama Cina, Jin Bun, memimpin Demak bersama Wali Songo sejak 1500
M.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana penyebaran Islam di Indonesia?


2. Bagaimana cara masuknya Islam di Indonesia?
3. Bagaimana peran umat Islam pada masa penjajahan, perang kemerdekaan dan
pembangunan?
4. Siapa saja tokoh-tokoh perkembangan Islam di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN

a. Tujuan Khusus :
Untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 12
b. Tujuan Umum :
1. Mengetahuii tentang bagaimana Islam masuk ke Indonesia
2. Mengetahui bagaimana perkembangan Islam pada awal masuknya di
Indonesia
3. Dapat mengambil hikmah dari sejarah perkembangan Islam di Indonesia

D. MANFAAT PENULISAN

Dari data di atas, terdapat manfaat yang dapat diambil yaitu :


1. Bagi penulis
a. Dapat memberikan wawasan tentang perkembangan Islam di Indonesia
b. Sebagai tambahan materi di luar sekolah
c. Menambah pembendaharaan pustaka yang menunjang minat baca siswa
agar pengetahuannya lebih luas

BAB II
PEMBAHASAN

A. MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA 

Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan


kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Buddha telah dianut oleh
masyarakat Indonesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wilyah kepulauan
Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha.

Menurut hasil seminar “Masuknya Islam di Indonesia,” pada tanggal 17-20


Maret 1963 di Medan yang dihadiri oleh sejumlah budayawan sejarawan Indonesia,
disebutkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali pada abad
pertama Hijriah (kira-kira abad 8 Masehi). 

Cara Masuknya Islam di Indonesia 


Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan.
Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan
persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang
teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :

‫ك‬
َ ‫س‬
َ ‫م‬ ْ ‫اغوتِ َو ُيْؤ مِن بِاهللِ َف َق ِد‬
ْ ‫اس َت‬ ُ َّ‫من يَ ْك ُف ْر بِالط‬َ ‫ِن ا ْلغَيِّ َف‬
َ ‫ش ُد م‬ َ َّ‫ين َقد تَّبَي‬
ْ ‫ن ال ُّر‬ ِ ‫د‬ِّ ‫َآلِإ ْك َرا َه فِي ال‬
‫م‬
ٌ ‫ع َعلِي‬ٌ ‫سمِي‬ ُ ‫م لَ َها َو‬
َ ‫هللا‬ َ ‫صا‬ َ ‫بِا ْل ُع ْر َو ِة ا ْل ُو ْثقَى ال َ ا ْن ِف‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al-Baqarah: 256)

Menurut Uka Tjandrasasmita, masuknya Islam di Indonesia dilakukan enam


saluran yaitu :

1. Saluran Perdagangan

Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan.


Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat
pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para
raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan
mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi
banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-
kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai
Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk
Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah,
tetapi karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.
Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan
dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.

2. Saluran Perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial lebih
baik dari pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak sedikit penduduk
pribumi yang tertarik dengan para pedagang muslim tersebut khususnya putri-
putri raja dan bangsawan. Proses Islamisasi ini dilakukan sebelum adanya
pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses pernikahan sampai pada
akhirnya mereka mempunyai keturunan dan mampu membuat daerah-daerah
atau bahkan kerajaan-kerajaan Islam.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar
muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena bangsawan,
raja, dan adipati dapat mempercepat proses masuknya Islam di Indonesia.
Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau sunan ampel dengan nyai
manila. Sunan Gunung Jati dengan Putri Kaunganten. Brawijaya dengan Putri
Campa yang menurunkan Raden Fatah ( Raja pertama Demak ).

3. Saluran Tasawuf

Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan teosofi yangb


bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat .
dengan ilmu tasawufnya mereka mengajarkan Islam kepada pribumi yang
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya
menganut agama hindu, sehingga agama baru itu mudah dimenerti dan di
terima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra Islam itu adalah Hamzah Fansuri
di aceh, syeh lemah abang, dan sunan panggung di jawa. Ajaran mistik seperti
ini masih berkembang di Indonesia di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.

4. Saluran Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok


yang diselenggaakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di
pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dam kiai mendapat
pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren, mereka pulang ke kampung
masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat tertentu mengajarkan
Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang di
undang ke maluku untuk mengajarkan agama Islam.

5. Saluran Kesenian

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan


wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita mahabarata dan
Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama
pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti
sastra ( hikayat, babad, dan sebagainya ), seni bangunan dan seni ukir.

6. Saluran Politik
Di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah
rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam didaerah ini. Di samping itu, baik di sumatera dan jawa
maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam
secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Islam masuk ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu: 

 Jalur utara, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) – Damaskus – Bagdad
– Gujarat (Pantai Barat India) – Srilangka – Indonesia 
 Jalur selatan, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) – Yaman – Gujarat –
Srilangka – Indonesia 

Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai
Sumatera bagian utara. 

Berawal dari daerah itulah Islam mulai menyebar ke berbagai pelosok Indonesia,
yaitu: wilayah-wilayah Pulau Sumatera (selain pantai Sumatera bagian utara), Pulau
Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Kepulauan Maluku dan sekitarnya, dalam
kurun waktu yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan antara lain sebagai berikut: 

 Adanya dorongan kewajiban bagi setiap Muslim/Muslimah, khususnya para


ulamanya, untuk berdakwah mensyiarkan Islam sesuai dengan kemampuan
mereka masing-masing. 
 Adanya kesungguhan hati dan keuletan para juru dakwah untuk berdakwah
secara terus-menerus kepada keluarga, para tetangga, dan masyarakat
sekitarnya. 
 Persyaratan untuk memasuki Islam sangat mudah, seseorang telah dianggap
masuk Islam hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. 
 Ajaran Islam tentang persamaan dan tidak adanya sistem kasta dan
diskriminasi mudah menarik simpati rakyat, terutama dari lapisan bawah. 
 Banyak raja-raja Islam yang ada di berbagai wilayah Indonesia ikut berperan
aktif melaksanakan kegiatan dakwah Islamiah, khususnya terhadap rakyat
mereka. 

B. PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

1. Sumatera 

Kerajaan Samudera Pasai


Kesultanan atau Kerajaan Samudera Pasai adalah kerjaan Islam pertama
yang hadir di Nusantara. Kerajaan Samudera Pasai hadir pada abad ke 13 hingga
abad ke 16 M di Nusantara dan berdiri pada tahun 1267 serta masa kejayaannya
berakhir pada tahun 1521. Semuderan Pasai sendiri telah mengalami masa
kejayaan serta meninggalkan beberapa jejak melalui beberapa peninggalannya.
Kerajaan Samudera Pasai berdiri lebih awal dibandingkan Dinasti Utsmani di
Turki yang berdiri pada tahun 1297 masehi. Menurut catatan dari Marcopolo,
disebutkan pula bahwa ada seorang pedagangan yang berasal dari Venesia, Italia
dan singgah di Samudera Pasai tahun 1292 masehi.
Dari catatan dari Marcopolo tersebut, Marcopolo menerangkan bahwa ia telah
melihat sebuah kerajaan Islam yang telah berkembang pada saat itu, diketahui
bahwa kerajaan Islam yang Marcopolo lihat adalah Samudera Pasai dengan
ibukotanya di Pasai.
Selain dari dua catata dari Ibnu Battutah dan Marcopolo mengenai waktu
berdiri Samudera Pasai, ada pula sebuah hikayat yaitu Hikayat Raja Pasai serta
beberapa tulisan dari penyelidikan sejumlah ahli sejarah di Eropa.
Menurut para ahli sejarah di Eropa, Kerajaan Samudera Pasai muncul pada
sekitar pertengan abad ke 13 dengan raja pertamanya ialah Sultan Malik Al
Saleh. Beberapa sumber menyatakan bahwa Sultan Malik Al Saleh bisa menjadi
raja pertama dari Kerajaan Samudera Pasai karena Nazimuddin Al Kamil.
Nazimuddin Al Kamil ialah seorang laksamana laut yang berasal dari Mesir.
Pada tahun 1238 M, Nazimuddin Al Kamil diperintahakn oleh Kesultanan Mamluk
yang berada di Kairo untuk merebut sebuah pelabuhan yang bernama Kambayat
berada di Gujarat India. Perebutan pelabuhan tersebut bertujuan untuk
menjadikan pelabuhan sebagai tempat pemasaran barang perdagangan yang
berasal dari timur.
Atas perintah dari Kesultanan Mamluk tersebut, Nazimuddin Al Kamil
kemudian mengangkat Marah Silu atau Sultan Malik Al Saleh sebagai pemimpin
pertama atau raja pertama dari Kerajaan Samudera Pasai di Aceh dengan gelar
Sultan Malikussaleh atau Sultan Malik Al Saleh pada tahun 1267 hingga 1297 M.
Meskipun dipercaya bahwa Sultan Malik Al Saleh mendapatkan takhta
Kerajaan Samudera Pasai dari pemberian Nazimuddin Al Kamil, Sultan Malik Al
Saleh masih mendapatkan pengakuan sebagai pendiri sekaligus penguasa
pertama dari Kerajaan Samudera Pasai.
Kerajaan Samudera Pasai memiliki pusat pemerintahan yang berada di antara
Krueng Jambo Aye atau Sungai Jambu Air dengan Krueng Pase atau Sungai Pasai
di Aceh Utara. Menurut catatan cari Ibnu Batuthah, disebutkan bahwa Kerajaan
Samudera Pasai saat itu tidak memiliki benteng pertahanan dari batu, akan tetapi
telah memagari kota-kotanya dengan kayu yang memiliki jarak beberapa km dari
pelabuhannya. Pada kawasan pusat pemerintahan tersebut, kerajaan ini pun
memiliki masjid, pasat serta dilalui oleh sungar air tawar yang bermuara ke laut.
Dalam struktur pemerintahan yang ada di Kerajaan Samudera Pasai, ada
istilah menteri, syahbandar serta kadi. Sementara anak sultan saat itu baik laki-
laki atau perempuan mendapatkan gelar Tun, gelar ini juga diberikan kepada
beberapa petinggi kerajaan di Samudera Pasai. Kesultanan Pasai saat itu memiliki
beberapa kerajaan bawah serta penguasa dari kerajaan ini memiliki gelar sultan.
Pada era pemerintahan Sultan Muhammad Malik Az Zahir, Kerajaan Perlak
juga menjadi bagian dari kedaulatan Pasai. Lalu, Sultan Muhammad Malik Az
Zahir pun menempatkan salah seorang anaknya yang bernama Sultan Mansur di
Samudera.
Namun, pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik Az Zahir, kawasan
Samudera saat itu telah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai
yang memiliki pusat pemerintahan tetap yaitu di Pasai.
Pada masa pemerintahan Sultan Zain Al Abidin Malik Az Zahir, Kerajaan Pedir
atau Kerajaan Lide disebutkan menjadi salah satu kerajaan bawahan dari Pasai.
Sementara itu, Pasai saat itu juga memiliki hubungan yang cukup buruk dengan
Kerajaan Nakur, yaitu kerajaan yang berada di dekat perbatasan wilayah Pasai.
Hubungan buruk antara dua kerajaan tersebut diperparah dengan Kerajaan
Nakur yang menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai akhirnya
terbunuh.

2. Jawa 

Penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik


yang wafat tahun 1101 M dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa.
Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita
asing tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad
ke-13 M hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak Majapahit mencapai
puncak kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan Islam ditemukan lebih
banyak lagi. Misalnya, penemuan kuburan Islam di Troloyo, Trowulan, dan
Gresik, juga berita Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang adanya orang-
orang Islam yang bertempat tinggal di Gresik. 
Pertumbuhan masyarakat Muslim di sekitar Majapahit sangat erat kaitannya
dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan
orang-orang Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di Kerajaan
Samudra Pasai dan Malaka. Pengembangan Islam di tanah Jawa dilakukan oleh
para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Sanga
(sembilan wali). 

1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik 


Maulana Malik Ibrahim merupakan wali tertua di antara Wali Sanga
yang mensyiarkan agama Islam di Jawa Timur, sehingga dikenal pada
dengan nama Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik
dengan mendirikan masjid dan pesantren, tempat mengajarkan Islam
kepada para santri dan kepada para penduduk agar menjadi umat Islam
yang bertakwa. Beliau wafat pada tahun 1419 M (882 H) dan
dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik. 

2. Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya adalah Raden Rahmat. Lahir pada tahun
1401 M dan wafat pada tahun 1481 M serta dimakamkan di di desa
Ampel. Sunan Ampel menikah dengan seorang putri Tuban bernama Nyi
Ageng Manila dan dikaruniai empat orang anak, yaitu: Maulana Makdum
Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Nyi Ageng Maloka,
dan putri yang menjadi istri Sunan Kalijaga. 
Jasa-jasa Sunan Ampel antara lain: 
 Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. 
 Berperan aktif dalam membangun masjid agung Demak, yang
dibangun pada tahun 1479 M. 
 Memelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut
menobatkan Raden Fatah sebagai sultan pertamanya. 

3. Sunan Bonang 
Sunan Bonang nama aslinya adalah Maulana Makdum Ibrahim, putra
Sunan Ampel. Lahir pada tahun 1465 M dan wafat tahun 1515 M. semasa
hidupnya beliau mempelajari Islam dari ayahnya sendiri, kemudian
bersama Raden Paku merantau ke Pasai untuk mendalami Islam. Jasa
beliau sangat besar dalam penyiaran Islam. 
4. Sunan Giri (1365-1428) 
Beliau adalah seorang wali yang sangat besar pengaruhnya di Jawa,
terutama di Jawa Timur. Ayahnya, Maulana Ishak, berasal dari Pasai dan
ibunya, Sekardadu, putri Raja Blambangan Minak Sembayu. Belajar Islam
di pesantren Ampel Denta dan Pasai. 
Sunan Giri (Raden Paku) mendirikan pesantren di Giri, kira-kira 3 km
dari Gresik. Selain itu, beliau mengutus para mubalig untuk berdakwah ke
daerah Madura, Bawean, Kangean, bahkan ke Lombok, Makassar,
Ternate, dan Tidore. 

5. Sunan Drajat 
Nama aslinya adalah Syarifuddin, putra Sunan Ampel dan adik Sunan
Bonang. Beliau berjasa dalam mensyiarkan Islam dan mendidik para
santri sebagai calon mubalig. 

6. Sunan Gunung Jati 


Sunan Gunung Jati lebih dikenal dengan sebutan Syarif Hidayatullah.
Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat dan berhasil
mendirikan dua buah kerajaan Islam, yakni Banten dan Cirebon. Syarif
Hidayatullah wafat pada tahun 1570 M dan dimakamkan di Gunung Jati
(7 km sebelah utara Cirebon). 

7. Sunan Kudus 
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq, lahir pada pertengahan abad ke-15
dan wafat pada tahun 1550 M (960 H). Beliau berjasa dalam
menyebarkan Islam di daerah Kudus dan sekitarnya, Jawa Tengah bagian
utara. Sunan Kudus membangun sebuah masjid yang terkenal sebagai
Masjid Menara Kudus. Sunan Kudus juga terkenal sebagai seorang
sastrawan, di antara karya sastranya yang terkenal adalah gending
Maskumambang dan Mijil. 

8. Sunan Kalijaga 
Nama aslinya adalah Raden Mas Syahid, salah seorang Wali Sanga
yang terkenal karena berjiwa besar, toleran, dan juga pujangga. Beliau
adalah seorang mubalig yang berdakwah sambil berkelana. Di dalam
dakwahnya Sunan Kalijaga sering menggunakan kesenian rakyat
(gamelan, wayang, serta lagu-lagu daerah). Belau wafat pada akhir ke-16
dan dimakamkan di desa Kadilangu sebelah timur laut kota Demak. 

9. Sunan Muria 
Nama aslinya Raden Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga. Beliau
seorang mubalig yang berdakwah ke pelosok-pelosok desa dan daerah
pegunungan. Di dalam dakwahnya beliau menggunakan sarana gamelan
serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, yang
terletak di sebelah utara kota Kudus. 

3. Sulawesi 
Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak
kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian masih memeluk kepercayaan Animisme
dan Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling terkenal dan besar
adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang. 
Pada tahun 1562-1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama,
kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros,
Mandar, dan Luwu. Pada masa itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-
kelompok masyarakat Muslim dalam jumlah yang cukup besar. Atas jasa Dato
Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan pengembangan Islam lebih
intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605
Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam yang kemudian
bergelar Sultan Alaudin. Beliau berhubungan baik dengan Ternate, bahkan
secara pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan Babullah dari Ternate. 
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan
kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan pada tahun 1611
M. Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. 

4. Kalimantan 
Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat
kerajaan-kerajaan Hindu yang berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan
yang terletak di hulu sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini
sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja
Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab
“Negara Kertagama” karya Empu Prapanca. 
Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja
Sukarana. Setelah beliau meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung. Hal
ini menimbulkan kemelut keluarga, karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja
Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta kerajaan. Akhirnya Pangeran
Samudra dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang
membawahi daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di hilir
sungai Nagara. 
Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan
Demak (Sultan Trenggono) untuk memerangi Kerajaan Daha, dengan perjanjian
apabila Kerajaan Daha dapat dikalahkan maka Pangeran Samudra beserta
rakyatnya bersedia masuk Islam. Ternyata berkat bantuan tentara Demak,
Pangeran Tumenggung dari Kerajaan Daha dapat ditundukkan sesuai dengan
perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran Samudra beserta segenap rakyatnya
masuk Islam dan bergelar Sultan Suryamullah. Menurut A.A Cense dalam
bukunya, “De Kroniek van Banjarmasin 1928,” peristiwa itu terjadi pada tahun
1550 M. 

5. Maluku dan Sekitarnya 


Antara tahun 1400-1500 M (abad ke-15) Islam telah masuk dan berkembang
di Maluku, dibawa oleh para pedagang Muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa.
Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren
di Jawa Timur untuk mempelajari Islam. 

Raja-raja di Maluku yang masuk Islam di antaranya: 


1. Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
Setelah beliau meninggal, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang
besar jasanya dalam mensyiarkan Islam di kepulauan Maluku dan Irian,
bahkan sampai ke Filipina. 
2. Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin. 
3. Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin. 
4. Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan
Zaenal Abidin. 

Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian.
Daerah-daerah Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati, Pulau
Waigio dan Pulau Gebi. 

C. HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA 

1. Masa Penjajahan
a. Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan 
Dengan dianutnya agama Islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia,
ajaran Islam telah banyak mendatangkan perubahan. Perubahan-perubahan
itu antara lain:
 Masyarakat Indonesia dibebaskan dari pemujaan berhala dan pendewaan
raja-raja serta dibimbing agar menghambakan diri kepada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa. 
 Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan Islam, (lihat Q.S. An-
Nahl: 90), mampu mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya
menganut system kasta dan diskriminasi menjadi masyarakat yang setiap
anggotanya mempunyai kedudukan, harkat, martabat, dan hak-hak yang
sama. 
 Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang didengungkan Islam
dengan semboyan “Habbul Watan Minal-Iman” (cinta tanah air sebagian
dari iman) mampu mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia,
khususnya para pemuda, yang dulunya bersifat sekatrian (lebih
mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis (lebih
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara). 
 Semboyan yang diajarkan Islam yang berbunyi “Islam adalah agama yang
cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan” telah mampu mendorong
masyarakat Indonesia untuk melakukan usaha-usaha mewujudkan
kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara. 

Allah SWT berfirman,

‫يل فِي َو َقاتِلُوا‬


ِ ‫س ِب‬ ِ َّ‫ِين الل‬
َ ‫ه‬ ْ ‫ه ِإنَّ ۚتَ ْع َت ُدوا َولَ ُيقَاتِلُونَك‬
َ ‫ُم الَّذ‬ َ َّ‫ِين ُيحِبُّ اَل لل‬ ُ ‫ا ْل‬
َ ‫م ْع َتد‬

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)


janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas,” (Q.S. Al-Baqarah: 190). 

Menurut Islam, berperang dalam rangka mewujudkan dan


mempertahankan kemerdekaan bangsa, negara, dan agama merupakan
“Jihad fi sabilillah” yang hukumnya wajib. Sedangkan umat Islam yang
mati dalam “Jihad fi sabilillah” tersebut dianggap mati syahid, yang
imbalannya adalah surga. 

b. Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan 


1. Perlawanan terhadap Penjajah Portugis
Bangsa Portugis datang dari Eropa Barat ke Dunia Timur, termasuk
Indonesia, dengan semboyan “gold (tambang emas), glory (kemuliaan,
keagungan), dan gospel (penyebaran agama Nasrani).” 
Bangsa Portugis melakukan berbagai usaha dengan menghalalkan
segala cara. Antara lain pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka,
yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Sultan Mahmud Syah (1488 –
1511). 
Sikap bangsa Portugis yang kasar dan angkuh, yang bermaksud
merebut kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalah perdagangan,
menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia bangkit
untuk memberikan perlawanan mengusir penjajah Portugis dari bumi
Nusantara. 
Pada tahun 1526 bala tentara Demak di bawah pimpinan panglima
perang Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju Sunda Kelapa untuk
mengusir penjajah Portugis. Setibanya di Sunda Kelapa, Fatahillah dan
bala tentaranya mengepung Sunda Kelapa dan terjadilah pertempuran
sengit melawan penjajah Portugis. Dalam pertempuran ini Fatahillah dan
bala tentaranya memperoleh kemenangan. Sunda Kelapa direbut dari
tangan penjajah. Kemudian Sunda Kelapa diganti namanya menjadi
Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M yang
kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta. Portugis dan
Spanyol mengadakan Perjanjian Tordesilas (1529) yang isinya: 
1) Maluku menjadi milik Portugis 
2) Filipina Selatan menjadi milik Spanyol 

2. Perlawanan terhadap Penjajah Belanda 


Bangsa Indonesia kembali dijajah oleh bangsa Belanda, yang untuk
pertama kali berlabuh di Banten pada tahun 1596 dipimpin oleh Cornelis
de Houtman. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia sama dengan
tujuan penjajah Portugis, yakni untuk memaksakan praktik monopoli
perdagangan dalam menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan
yang ada di wilayah Nusantara. Penjajah Belanda menempuh berbagai
usaha dan menghalalkan segala cara. Misalkan, menerapkan politik Divide
et Impera, muslihat damai, mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dari
bumi Nusantara untuk membangun bangsanya, dan membiarkan rakyat
Indonesia berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan. 
Sejarah mencatat dengan tinta emas, sederetan nama para pejuang
kusuma bangsa yang menderita, bahkan berkorban jiwa dalam berperang
melawan penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan
negara tercinta Indonesia. 
Di pulau Jawa nama-nama tersebut antara lain: Sultan Ageng
Tirtayasa, Kyai Tapa dan Bagus Buang dari Kesultanan Banten, Sultan
Ageng dari Kesultanan Mataram, dan Pangeran Diponegoro dari
Kesultanan Yogyakarta. 
Dari Kesultanan Aceh kita bisa mengenal sederetan nama para
panglima perang Islam, seperti: Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku
Cek Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, dan
Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah. 
Dari Maluku, yakni dari Kesultanan Ternate dan Tidore, tercatat
nama-nama para pejuang kusuma bangsa seperti Saidi, Sultan
Jamaluddin, dan Pangeran Neuku. 
Dari Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Gowa-Tallo dan Bone,
terkenal nama pahlawan bangsa seperti Sultan Hasanuddin dan Lamadu
Kelleng yang bergelar Arung Palaka. 
Sedangkan dari Kalimantan Selatan, rakyat yang mengalami
penderitaan dan kesengsaraan akibat pajak yang tinggi dan kewajiban
kerja paksa serempak mengangkat senjata di bawah pimpinan para
panglima perang, seperti: Pangeran Antasari, Kyai Demang Lemam,
Berasa, Haji Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran Hidayat,
Pangeran Maradipa, dan Tumenggung Mancanegara. 
Demikianlah nama-nama para pahlawan Islam sebagai para pejuang
kusuma bangsa dari berbagai kepulauan di Nusantara, yang telah
berperang melawan imperialism Belanda. Sayangnya, perlawanan mereka
dapat dipatahkan oleh penjajah Belanda. Hal ini disebabkan antara lain
karena perlawanan mereka lebih bersifat lokal regional sporadis (tidak
merata) dan kurang terkoordinasi serta persenjataan pihak kaum imperialis
jauh lebih canggih. 

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut hasil seminar “Masuknya Islam di Indonesia,” pada tanggal 17-20 Maret
1963 di Medan menyebutkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali
pada abad pertama Hijriah (kira-kira abad 8 Masehi).
Perkembangan Islam di Indonesia terbagi menjadi beberapa wilayah diantaranya
yaitu Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku. Para tokoh yang
menyebarkan Islam di Indonesia di antaranya yaitu wali songo (Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung
Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria).
Sedangkan masuknya Islam di Indonesia menurut Uka Tjandrasasmita dilakukan
dengan enam saluran yaitu: Saluran perdagangan, Saluran perkawinan, Saluran
tasawuf, Saluran pendidikan, Saluran kesenian, dan Saluran politik. Dari keenam
saluran di ataslah Islam bisa menjangkau hampir ke seluruh pelosok Indonesia yang
salah satu pengaruhnya diakui sebagai kebudayaan Indonesia sendiri sampai
sekarang seperti Pengaruh bahasa dan nama, Pengaruh adat-istiadat, Pengaruh
kesenian.

B. SARAN

Islam adalah agama yang damai. Islam masuk ke Indonesia bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru
dengan cara damai berkat kegigihan para ulama. Maka dari itu melalui makalah ini
kita di ajarkan untuk dapat berdamai dengan orang-orang disekitar kita. Hindarilah
segala pertengkaran yang dapat merusak hubungan silaturrahmi kita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syamsuri. 2007. Pendidikan Agama Islam Untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.
2. http://rangkumanbukuagamaIslamxxx.blogspot.co.id/p/bab-6.html?m=1
3. http://tradentriolanwijaya.blogspot.co.id/?m=1
4. http://m2mexacta.blogspot.co.id/2013/07/metode-metode-masuknya-Islam-di.html?
m=1
5. Affandie, Wini Sopiani. Historiografi Islam Indonesia Telaah Historiografi Api Sejarah
Karya Ahmad Mansur Suryanegara. Skripsi, UIN Bandung, 2017.
6.
7. Al Adhim, Alik. Kerajaan Islam di Jawa. Surabaya: Jape Press Media Utama, 2012.
8.
9. Al-‘Usairy, Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media, 2003. Amstrong, Karen.
Islam: Sejarah Singkat. Yogyakarta: Jendela, 2003.

10. Anas, Ahmad. “Dakwah Nabi Muhammad terhadap Masyarakat Madinah Perspektif
Komunikasi Antarbudaya,” Ilmu Dakwah, 2017.
11.
12. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta,1998.
13.
14. Burhanudin, Jajat. Islam dalam Arus Sejarah Indonesia. Jakarta: Kencana, 2017.
Darmawijaya. Kesultanan Islam Nusantara. Jakartan: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
15.
16. Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
17.
18. Huda, Nor. Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers,
2015.

Anda mungkin juga menyukai