Anda di halaman 1dari 23

SEJARAH PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :
KELAS XII MIPA 4

1. MUHAMMAD IBANEZ RIDHO PRATAMA (22)


2. MUTIA CHARISMA AURA (23)
3. NANDA ZAKIYAH RAHMAH (26)
4. RIFQI SYAFIQ SABRI (32)

SMAN 2 KEBUMEN
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami
mampu menyelesaikan makalah dengan judul “Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia” yang
disusun dalam rangka menyelesaikan tugas dari Ibu Guru.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Allah SWT yang telah membantu
serta memperlancar proses penulisan dan penyususunan makalah ini. Ungkapan terima kasih
juga kami sampaikan kepada orang tua yang telah menyediakan fasilitas berupa handphone,
laptop, serta kuota yang membantu kami dalam mengerjakan makalah ini. Dan kami juga
mengucapkan terimakasih kepada google yang telah memperlancar dalam percanrian
informasi tentang sejarah penyebaran islam di Indonesia.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan
demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..............................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1

1.3 Tujuan................................................................................................................1

BAB II ISI............................................................................................................2

2.1 Teori-teori Masuknya Agama Islam ke Indonesia....................................................2

2.2 Kerajaan-kerajaan Islam yang Berkembang di Indonesia........................................4

2.3 Wali Songo..........................................................................................................16

BAB III PENUTUP...................................................................................................19

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................19

3.2 Saran..................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam lahir di Jazirah Arab lalu berkembang sekitar abad ke-7 hingga abad ke-8 di
Indonesia yang dibawa oleh pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat. Agama islam diterima
dengan baik dan berkembang dengan pesat di Indonesia. Faktor pendorong sehingga agama
Islam cepat berkembang di Indonesia yaitu syarat masuk Islam mudah, islam bersifat
terbuka, tidak mengenal sistem kasta, disebarkan secara damai, upacara sedehana dan
biaya murah, serta runtuhnya kerajaan majapahit.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja teori masuknya agama Islam ke Indonesia?


2. Apa saja kerajaan-kerajaan Islam yang berkembang di Indonesia?
3. Apa itu wali songo?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui tentang teori-teori masuknya agama Islam ke Indonesia.T


2. Mengetahui tentang kerajaan-kerajaan Islam yang berkembang di Indonesia.
3. Mengetahui tentang wali songo.

1
BAB II

ISI
2.1 Teori-teori Masuknya Agama Islam ke Indonesia

A. Teori India (Gujarat)

Teori yang dicetuskan oleh G.W.J. Drewes yang lantas dikembangkan oleh Snouck
Hugronje, J. Pijnapel, W.F. Sutterheim, J.P. Moquette, hingga Sucipto Wirjosuparto ini
meyakini bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang dari Gujarat, India, pada
abad ke-13 Masehi. Kaum saudagar Gujarat datang melalui Selat Malaka dan menjalin
kontak dengan orang-orang lokal di bagian barat Nusantara yang kemudian melahirkan
Kesultanan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.

Salah satu bukti yang mendukung teori ini adalah ditemukannya makam Malik As-Saleh
dengan angka 1297. Nama asli Malik As-Saleh sebelum masuk Islam adalah Marah Silu. Ia
merupakan pendiri Kesultanan Samudera Pasai di Aceh. Dikutip dari buku Arkeologi Islam
Nusantara (2009) karya Uka Tjandrasasmita, corak batu nisan Sultan Malik As-Saleh memiliki
kemiripan dengan corak batu nisan di Gujarat. Selain itu, hubungan dagang antara
Nusantara dengan India telah lama terjalin.

Ditemukan pula batu nisan lain di pesisir utara Sumatera bertanggal 17 Dzulhijjah 831
H atau 27 September 1428 M. Makam ini memiliki batu nisan serupa dari Cambay, Gujarat,
dan menjadi nisan pula untuk makam Maulana Malik Ibrahim, salah satu Walisongo, yang
wafat tahun 1419.

Sesuai namanya, Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke


Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 Hijriah, atau abad ke-13 Masehi. Gujarat
terletak di India bagian barat dan berdekatan dengan Laut Arab. Sarjana Belanda J. Pijnapel
dari Universitas Leiden adalah orang pertama yang mengemukakan teori ini pada abad ke-
19. Menurut Pijnapel, orang-orang Arab bermahzab Syafi’i telah bermukim di Gujarat dan
Malabar sejak awal Hijriah (abad ke-7 Masehi). Namun, yang menyebarkan Islam ke
Indonesia, menurut Pijnapel, bukan orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang
telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Nusantara.

Kemudian, dalam perkembangannya, pendapat Pijnapel diamini dan disebarkan oleh


orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Dalam pandangannya, yang termuat dalam
Revue de l'histoire des religions (1894), Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota
pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan
dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Menurut Hurgronje,
kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini
kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau
“syarif ” di depan namanya.

Selain Hurgronje, pada tahun 1912, giliran J.P. Moquetta memberikan afirmasi atas
Teori Gujarat dengan bukti sebuah batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal
17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurut Moquetta, batu nisan di Pasai dan
makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki
bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya
berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh
orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya
adalah kesamaan mahzab Syafi’i yang dianut oleh masyarakat muslim di Gujarat dan
Indonesia.
2
Pendapat Moquetta tersebut mendapat dukungan dari para sarjana lain seperti: Kern,
Winstedt, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke, dan Hall. Mereka ini sependapat dengan
Moquette, dalam hal Gujarat sebagai tempat datangnya Islam di Nusantara, tentu saja
dengan beberapa tambahan. Kendati demikian, Teori Gujarat tak lepas dari kritik.
Argumentasi Moquette, misalnya, ditentang oleh S.Q. Fatimi. Ia berpendapat, mengaitkan
seluruh batu nisan di Pasai, termasuk yang ada di makam Maulana Malik al-Saleh, dengan
Gujarat adalah keliru. Menurut penelitian Fatimi, yang berjudul Islam Comes to Malaysia
(2009), bentuk dan gaya batu nisan Malik la-Saleh berbeda sepenuhnya dengan batu nisan
yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang ditemukan Nusantara. Fatimi
berpendapat bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di
Bengal. Oleh karena itu, Fatimi menyimpulkan, seluruh batu nisan itu hampir bisa dipastikan
berasal dari Bengal.

B. Teori Arab (Mekah)

Teori selanjutnya tentang masuknya Islam di Indonesia diperkirakan berasal dari Timur
Tengah, tepatnya Arab. Teori Arab (Mekah) ini didukung oleh J.C. van Leur, Anthony H.
Johns, T.W. Arnold, hingga Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka. Menurut Buya
Hamka, Islam sudah menyebar di Nusantara sejak abad 7 M. Hamka dalam bukunya
berjudul Sejarah Umat Islam (1997) menjelaskan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa
Islam masuk ke Nusantara dari orang-orang Arab. Bukti yang diajukan Hamka adalah naskah
kuno dari Cina yang menyebutkan bahwa sekelompok bangsa Arab telah bermukim di
kawasan Pantai Barat Sumatera pada 625 M.

Di kawasan yang pernah dikuasai Kerajaan Sriwijaya itu juga ditemukan nisan kuno
bertuliskan nama Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672 M. Teori dan bukti yang dipaparkan
Hamka tersebut didukung oleh T.W. Arnold yang menyatakan bahwa kaum saudagar dari
Arab cukup dominan dalam aktivitas perdagangan ke wilayah Nusantara. Sebagian dari
pedagang Arab tersebut kemudian menikah dengan warga lokal dan membentuk komunitas
muslim. Mereka bersama-sama kemudian melakukan kegiatan dakwah Islam di berbagai
wilayah di Nusantara.

C. Teori Persia (Iran)

Teori bahwa ajaran Islam masuk ke Nusantara dari bangsa Persia (atau wilayah yang
kemudian menjadi negara Iran) pada abad ke-13 Masehi didukung oleh Umar Amir Husen
dan Husein Djajadiningrat. Abdurrahman Misno dalam Reception Through Selection-
Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia (2016) menuliskan, Djajadiningrat
berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam di Indonesia memiliki persamaan dengan
Persia.

Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan
bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatera
Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10 Muharam. Akan tetapi, ajaran
Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah Syiah. Kesamaan tradisi tersebut serupa
dengan ritual Syiah di Persia yang saat ini merujuk pada negara Iran. Teori ini cukup lemah
karena mayoritas pemeluk Islam di Indonesia adalah bermazhab Sunni.

D. Teori Cina

Penyebaran Islam di Indonesia juga diperkirakan masuk dari Cina. Ajaran Islam
berkembang di Cina pada masa Dinasti Tang (618-905 M), dibawa oleh panglima muslim
dari kekhalifahan di Madinah semasa era Khalifah Ustman bin Affan, yakni Saad bin Abi
Waqqash. Kanton pernah menjadi pusatnya para pendakwah muslim dari Cina. Jean A.
3
Berlie (2004) dalam buku Islam in China menyebut relasi pertama antara orang-orang Islam
dari Arab dengan bangsa Cina terjadi pada 713 M.

Diyakini bahwa Islam memasuki Nusantara bersamaan migrasi orang-orang Cina ke


Asia Tenggara. Mereka dan memasuki wilayah Sumatera bagian selatan Palembang pada
879 atau abad ke-9 M. Bukti lain adalah banyak pendakwah Islam keturunan Cina yang
punya pengaruh besar di Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, seiring
dengan keruntuhan Kemaharajaan Majapahit pada perjalanan abad ke-13 M. Sebagian dari
mereka disebut Wali Songo. Dalam buku Sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna
diungkapkan, Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri
seorang perempuan asal Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah yang memiliki nama
Cina, Jin Bun, memimpin Demak bersama Wali Songo sejak 1500 M.

2.2 Kerajaan-kerajaan Islam yang Berkembang di Indonesia

1. Kerajaan Samudera Pasai


Kesultanan atau Kerajaan Samudera Pasai adalah kerjaan Islam pertama yang
hadir di Nusantara. Kerajaan Samudera Pasai hadir pada abad ke 13 hingga abad ke
16 M di Nusantara dan berdiri pada tahun 1267 serta masa kejayaannya berakhir
pada tahun 1521. Semuderan Pasai sendiri telah mengalami masa kejayaan serta
meninggalkan beberapa jejak melalui beberapa peninggalannya.
Kerajaan Samudera Pasai berdiri lebih awal dibandingkan Dinasti Utsmani di
Turki yang berdiri pada tahun 1297 masehi. Menurut catatan dari Marcopolo,
disebutkan pula bahwa ada seorang pedagangan yang berasal dari Venesia, Italia
dan singgah di Samudera Pasai tahun 1292 masehi.
Dari catatan dari Marcopolo tersebut, Marcopolo menerangkan bahwa ia telah
melihat sebuah kerajaan Islam yang telah berkembang pada saat itu, diketahui
bahwa kerajaan Islam yang Marcopolo lihat adalah Samudera Pasai dengan
ibukotanya di Pasai.
Selain dari dua catata dari Ibnu Battutah dan Marcopolo mengenai waktu
berdiri Samudera Pasai, ada pula sebuah hikayat yaitu Hikayat Raja Pasai serta
beberapa tulisan dari penyelidikan sejumlah ahli sejarah di Eropa.
Menurut para ahli sejarah di Eropa, Kerajaan Samudera Pasai muncul pada
sekitar pertengan abad ke 13 dengan raja pertamanya ialah Sultan Malik Al Saleh.
Beberapa sumber menyatakan bahwa Sultan Malik Al Saleh bisa menjadi raja
pertama dari Kerajaan Samudera Pasai karena Nazimuddin Al Kamil.
Nazimuddin Al Kamil ialah seorang laksamana laut yang berasal dari Mesir.
Pada tahun 1238 M, Nazimuddin Al Kamil diperintahakn oleh Kesultanan Mamluk
yang berada di Kairo untuk merebut sebuah pelabuhan yang bernama Kambayat
berada di Gujarat India. Perebutan pelabuhan tersebut bertujuan untuk menjadikan
pelabuhan sebagai tempat pemasaran barang perdagangan yang berasal dari timur.
Atas perintah dari Kesultanan Mamluk tersebut, Nazimuddin Al Kamil
kemudian mengangkat Marah Silu atau Sultan Malik Al Saleh sebagai pemimpin
pertama atau raja pertama dari Kerajaan Samudera Pasai di Aceh dengan gelar
Sultan Malikussaleh atau Sultan Malik Al Saleh pada tahun 1267 hingga 1297 M.
Meskipun dipercaya bahwa Sultan Malik Al Saleh mendapatkan takhta
Kerajaan Samudera Pasai dari pemberian Nazimuddin Al Kamil, Sultan Malik Al Saleh
masih mendapatkan pengakuan sebagai pendiri sekaligus penguasa pertama dari
Kerajaan Samudera Pasai.
Kerajaan Samudera Pasai memiliki pusat pemerintahan yang berada di antara
Krueng Jambo Aye atau Sungai Jambu Air dengan Krueng Pase atau Sungai Pasai di
Aceh Utara. Menurut catatan cari Ibnu Batuthah, disebutkan bahwa Kerajaan

4
Samudera Pasai saat itu tidak memiliki benteng pertahanan dari batu, akan tetapi
telah memagari kota-kotanya dengan kayu yang memiliki jarak beberapa km dari
pelabuhannya. Pada kawasan pusat pemerintahan tersebut, kerajaan ini pun memiliki
masjid, pasat serta dilalui oleh sungar air tawar yang bermuara ke laut.
Dalam struktur pemerintahan yang ada di Kerajaan Samudera Pasai, ada
istilah menteri, syahbandar serta kadi. Sementara anak sultan saat itu baik laki-laki
atau perempuan mendapatkan gelar Tun, gelar ini juga diberikan kepada beberapa
petinggi kerajaan di Samudera Pasai. Kesultanan Pasai saat itu memiliki beberapa
kerajaan bawah serta penguasa dari kerajaan ini memiliki gelar sultan.
Pada era pemerintahan Sultan Muhammad Malik Az Zahir, Kerajaan Perlak
juga menjadi bagian dari kedaulatan Pasai. Lalu, Sultan Muhammad Malik Az Zahir
pun menempatkan salah seorang anaknya yang bernama Sultan Mansur di
Samudera.
Namun, pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik Az Zahir, kawasan
Samudera saat itu telah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang
memiliki pusat pemerintahan tetap yaitu di Pasai.
Pada masa pemerintahan Sultan Zain Al Abidin Malik Az Zahir, Kerajaan Pedir
atau Kerajaan Lide disebutkan menjadi salah satu kerajaan bawahan dari Pasai.
Sementara itu, Pasai saat itu juga memiliki hubungan yang cukup buruk dengan
Kerajaan Nakur, yaitu kerajaan yang berada di dekat perbatasan wilayah Pasai.
Hubungan buruk antara dua kerajaan tersebut diperparah dengan Kerajaan Nakur
yang menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan Pasai akhirnya terbunuh.
2. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak adalah sebuah kerajaan Islam pertama yang ada di pantai
utara Jawa. Dulu, wilayah Demak pertama muncul sebagai kabupaten dari Kerajaan
Majapahit. Kesultanan atau Kerajaan Demak menjadi salah satu pelopor yang cukup
besar dalam menyebarkan Agama Islam di wilayah Pulau Jawa. Namun, umur
Kerajaan Demak relatif pendek dibandingkan dengan kerajaan lainnya. Salah satu
peninggalan yang cukup terkenal dari Kerajaan Demak yaitu Masjid Agung Demak,
yang didirikan oleh para Wali Songo.
Selain itu, Kerajaan Demak juga menjadi salah satu pusat persebaran Agama
Islam yang ada di Indonesia. Pastinya, Kerajaan Demak mempunyai sejarah yang
cukup kompleks. Mulai dari proses berdirinya sampai berakhirnya kerajaan tersebut.
Pendiri Kerajaan Demak sendiri yaitu Raden Patah. Selain pendiri, Raden
Patah juga menjadi raja pertama di kesultanan tersebut. Setelah Ia pergi
meninggalkan Majapahit, Raden Patah memperoleh dukungan dari Bupati yang
berkuasa di sekitar wilayah Demak. Lalu, Ia mendirikan Kerajaan Demak. Hingga
kemudian kerajaan tersebut menjadi sebuah kerajaan Islam, sehingga aturan dan
norma yang diterapkan berlandaskan pada nilai-nilai dan ajaran Islam.
Tak hanya itu saja, berdirinya Kerajaan Demak ditandai oleh keberadaan
condro sengkolo. Menurut cerita yang beredar hingga saat ini, ketika Raden Patah
pergi berkunjung ke Glagah Wangi, Ia berjumpa dengan seorang yang dikenal
dengan panggilan Nyai Lembah. Disana Raden Patah kemudian disarankan untuk
menetap di Glagah Wangi.
Setelah menerima saran tersebut, akhirnya Raden Patah menerimanya dan
mulai tinggal di wilayah tersebut. Sekarang, daerah Glagah Wangi dikenal dengan
julukan Bintoro Demak. Seiring berjalannya waktu, wilayah Bintoro Demak berubah
menjadi pusat Ibu Kota untuk seluruh kegiatan Kerajaan Demak.
Di zaman dahulu kala, Kerajaan Demak terletak di tepi laut. Tempat tersebut
masuk ke dalam wilayah Kampung Bintara. Untuk sekarang ini, kampung tersebut
masuk ke dalam wilayah Jawa Tengah. Saat pemerintahan Demak dipimpin oleh
Sultan Prawoto, tempat tersebut mulai dipindahkan ke Demak Prawata.
5
Namun saat Sultan Prawoto meninggal dunia, kerajaan tersebut mulai
dipindahkan ke Jipang oleh Arya Penangsang yang saat itu memegang kekuasaan
pemerintahan kerajaan Demak. Setelah itu, Arya Penangsang meninggal dunia
karena dibunuh oleh Ki Gede Pamanahan dan juga Hadiwijaya. Untuk Hadiwijaya
sendiri berasal dari Pajang. Dimana setelah membunuh Arya Penangsang, Ia
kemudian menerima kendali penuh untuk mengatur semua hal di Kerajaan Demak.
Lalu setelah itu, Kerajaan Demak beralih menjadi Kerajaan Pajang.
Kerajaan resmi berdiri pada tahun 1481 M, saat itu kerajaan tersebut dipimpin
oleh raja-raja yang didukung langsung oleh pemuka agama yang dikenal dengan
sebutan Walisongo. Ada beberapa raja yang sudah memimpin Kerajaan Demak dari
awal berdiri, proses menuju kejayaan, dan sampai kerajaan tersebut mengalami
keruntuhan.
 Berikut ini adalah silsilah raja dari Kerajaan Demak yang perlu dipahami:
1) Raden Patah
Raden Patah merupakan putra dari pemimpin Kerajaan Majapahit yang
bernama Raden Brawijaya dari pernikahannya dengan seorang putri keraton
Campa. Di dalam Kerajaan Demak, Raden Patah adalah raja pertama dan
menjabat selama 18 tajun. Mulai dari tahun 1500 sampai 1518.
Selama Ia berkuasa di Kerajaan Demak, banyak hal yang sudah Ia
bangun. Mulai dari rumah peribadatan termasuk Masjid Agung Demak yang
sampai sekarang masih berdiri dengan kokoh di pusat Kota Demak.
2) Pati Unus
Setelah Raden Patah menjadi raja di Kerajaan Demak, Ia kemudian
memiliki seorang anak yang bernama Pati Unus. Dimana anak dari Raden
Patah ini kemudian naik tahta setelah masa kekuasaan sang ayah sudah
berakhir pada tahun 1518.
Akan tetapi, Pati Unus hanya berkuasa selama tiga tahun saja. Lalu,
Pari Unus diberi gelar dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Hal itu terjadi
berkat perlawanannya kepada Portugis dalam usahanya merebut Malaka.
Namun sayangnya, Pati Unus gugur dalam usahanya untuk menyerbu
Portugis yang kedua kalinya ke Malaka pada tahun 1521.
3) Sultan Trenggana
Sultan Trenggana menjadi salah satu raja dalam silsilah Kerajaan
Demak yang dikenal karena pertempurannya dalam merebut Sunda Kelapa
dari tangan penjajah Portugis yang ada di bawah pimpinan Fatahillah.
Di masa kekuasaan Sultan Trenggana, kerajaan besar yang ada di
Jawa seperti halnya Kerajaan Madura, Blambangan, Mataram, dan Pajang
berhasil dikuasai oleh Kerajaan Demak. Kemudian, Pemerintahan Sultan
Trenggana berakhir setelah Ia wafat ketika peperangan yang terjadi di
Pasuruan tahun 1546.
4) Sunan Prawoto
Setelah Raja Pati Unus turun tahta, mulai timbul pergolakan di dalam
Kerajaan Demak. Sebab, tidak ada lagi keturunan yang berasal langsung dari
permaisuri yang menjadi pemimpin sebelumnya. Oleh karena itu, Sultan
Trenggana menjadi raja setelah lengsernya Pati Unus.
Setelah Sultan Trenggana meninggalkan Kerajaan Demak, Ia lalu
digantikan oleh Sunan Prawoto yang hanya memimpin selama beberapa
tahun saja. Sebab, Ia lebih tertarik untuk mendalami kehidupannya sebagai
seorang ulama yang menyebarkan Agama Islam ke seluruh penjuru Jawa.
5) Arya Penangsang
Dalam sejarahnya, tercatat bahwa Sunan Prawoto meninggal dunia
karena dibunuh oleh orang suruhan Arya Penangsang yang ingin mengambil
6
alih kekuasaan di Kerajaan Demak. Oleh sebab itu, Arya Penangsangan
kemudian menjadi raja dari Kerajaan Demak selanjutnya dan memindahkan
pemerintahan yang ada di dalamnya ke Jipang.
Setelah itu, berbagai konflik mulai muncul. Terlebih setelah adanya
pemindahan Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1586 karena Hadiwijaya
berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Pada masa itu pula Kerajaan Demak
berakhir atau runtuh.
 Penyebab runtuhnya kerajaan Demak:
1) Terjadi Perang Antar Saudara
Tragedi perang antar saudara ini berawal dari persaingan yang terjadi
antara pangeran Surowiyoto atau yang lebih dikenal dengan Sekar Seda
Lepen dengan Sultan Trenggana. Mereka merupakan dua putra dari pemimpin
Kerajaan Demak sebelumnya yaitu Raden Patah.
Setelah Raden Patah meninggal dunia, kedua putranya mulai bersaing
untuk memperebutkan kedudukan tahta raja. Setelah adanya persaingan
tersebut, akhirnya Sultan Trenggana lah yang berhasil menduduki tahta raja.
Kemudian sesudah Sultan Trenggana meninggal dunia, kedudukan raja
digantikan oleh putranya yang bernama Sunan Prawoto.
Akan tetapi, kedudukannya tidak berjalan lancar dan ditentang keras
oleh Sekar Seda Lepen. Akibat dari penolakan dari Sekar Seda Lepen, Sunan
Prawoto akhirnya membunuh Seda Lepen di tepi sungai saat Ia baru pulang
dari masjid setelah melakukan sholat Jumat.
Pada tahun 1561, Arya Penangsang yaitu putra dari Sekar Seda Lepen
membalaskan dendam ayahnya dengan membunuh Sunan Prawoto
sekeluarga dan merebut posisi raja Demak yang kelima.
Setelah Ia berhasil menjadi seorang raja, Arya Penangsang
memerintahkan para pengikutnya untuk membunuh pemimpin Jepara yaitu
Pangeran Hadiri. Hal itulah yang kemudian membuat para adipati termasuk
Jaka Tingkir Hadiwijaya memusuhi raja tersebut.
2) Adanya Perdebatan Sengketa di Dalam Keluarga
Salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Demak selanjutnya adalah
perbedaan keturunan yang ada di dalam keluarga Raden Patah. Ia diketahui
mempunyai banyak anak laki-laki, tapi berasal dari ibu yang berbeda-beda.
Kerumitan yang pertama dialami setelah meninggalnya Adipati Unus yang
tidak memiliki anak laki-laki.
Kemudian Pangeran Surowiyoto atau Sekar Seda Lepen dan juga
Raden Trenggana memperebutkan kekuasaan. Perdebatan tersebut terjadi
karena Seda Lepen yang merupakan putra tertua dari sang raja, tapi Ia
terlahir dari istri ketiga. Sementara Raden Trenggana yang lebih muda, lahir
dari istri yang pertama.
3) Pemerintah Kerajaan yang Gagal
Pemerintah kerajaan Demak yang gagal menjadi salah satu faktor
penyebab Kerajaan Demak runtuh. Berbagai masalah yang terjadi seperti
perbedaan mazhab antara masyarakat dan bangsawa, pemerintah yang tidak
peduli dengan rakyatnya dan terlalu fokus dengan perang Portugis serta
kurangnya mendengarkan aspirasi dari rakyat, membuat Kerajaan Demak
tidak dapat bertahan.
 Berbagai macam hasil kebudayaan dari Kerajaan Demak, antara lain:
a) Soko Tatal
Salah satu hasil kebudayaan yang diturunkan oleh Kerajaan Demak
adalah Soko Guru dan Soko Tatal, dimana keduanya berada di Masjid
Agung Demak. Soko Guru merupakan tiga buah tiang yang terbuat dari
7
kayu utuh dan memiliki diameter sekitar satu meter. Sementara Soko Tatal
terbuat dari potongan kayu yang berasal dari kayu sisa pembuatan tiga
Soko Guru tadi.
Keunikan yang ada di dalam satu tiang Soko Tatal ini ada karena
Sunan Kalijaga hanya bisa membuat tiga tiang penyangga. Sementara
masjid sudah siap untuk dibangun. Oleh karena itu, Sunan Kalijaga memiliki
ide untuk mengumpulkan potongan kayu sisa yang berasal dari tiga Soko
Guru untuk kemudian dibuat menjadi satu tiang penyangga. Tiang itulah
yang menjadi daya tarik tersendiri untuk para pecinta wisata religi.
b) Pawestren
Kerajaan Demak merupakan salah satu kerajaan Islam yang ada di
Indonesia yang mewariskan banyak sekali hasil kebudayaan. Diantaranya
adalah Pawestren yang dibangun sebagai salah satu tempat suci dan
digunakan untuk sholat berjamaah untuk perempuan.
Pawestren mempunyai dinding yang sangat indah dengan ukiran yang
dibuat dengan motif Majapahit atau biasanya dikenal dengan motif
maksurah. Tempat ibadah tersebut dibangun dengan menggunakan empat
buah tiang utama dan diperkuat lagi dengan empat tiang penyangga. Tiang
utama yang ada di Pawestren menopang blandar balok yang terdiri dari tiga
lapisan.
c) Situs Kolam Wudhu
Situs tersebut sangat dikenal oleh masyarakat dan menjadi salah satu
hasil kebudayaan Kerajaan Demak yang kerap dikunjungi oleh para
wisatawan. Situs kolam wudhu ini dibangun dengan tujuan untuk
memfasilitasi para musafir ataupun santri yang mengambil air wudhu ketika
mengunjungi Masjid Agung Demak. Akan tetapi sekarang ini situs kolam
wudhu sudah tidak lagi digunakan.
d) Masjid Agung Demak
Masjid yang satu ini tentu sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Sebab,
Masjid Agung Demak sudah sangat sering dijadikan sebagai tujuan wisata
religi. Masjid tersebut dibangun pada masa Kerajaan Demak di tahun 1479.
Arsitektur yang ada di dalam masjid ini sangat memanjakan mata.
Kita bisa menyaksikan ornamen dan juga kaligrafi yang cukup kental
akan suasana Islamnya. Masjid ini berada di daerah Kota Demak, tepatnya
di Provinsi Jawa Tengah.
3. Kesultanan Ternate
Kesultanan Ternate atau juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu
dari empat kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan
Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada tahun 1257.
Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad
ke-13 hingga abad ke-19.
Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke-16 berkat
perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Pada masa jaya
kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi bagian utara, timur
dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di
Pasifik. Saat ini, takhta kesultanan dijabat oleh Sultan Syarifuddin Bin Iskandar
Muhammad Djabir Sjah yang menjabat sejak tahun 2016 untuk menggantikan Sultan
Mudaffar Syah II.
Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku
Utara khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan
Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang
Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu.
8
Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam
namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih
diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi
memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama
yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.
Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500).
Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan
gelar kolano dan menggantinya dengan sultan, Islam diakui sebagai agama resmi
kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan membentuk lembaga kerajaan sesuai
hukum Islam dengan melibatkan para ulama.
Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total,
hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate.
Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan
Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih).
Dua naskah surat sultan Ternate, dari Sultan Abu Hayat II kepada Raja
Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 diakui sebagai naskah Melayu tertua
di dunia setelah naskah Melayu Tanjung Tanah. Kedua surat Sultan Abu Hayat
tersebut saat ini masih tersimpan di Museum Lisabon, Portugal.
Peninggalan lain dari kesultanan ini meliputi kompleks permakaman sultan
Ternate serta benda-benda peninggalan di Museum Kesultanan Ternate (alat-alat
perang, singgasana raja, dan Al-Qur’an tulisan tangan raja).
4. Kerajaan Kesultanan Buton
Kerajaan Buton pada awalnya dibentuk karena datangnya sekelompk orang
melayu yang singgah ke Pulau Buton sekitar adab ke 13. Dari sekelompok orang
yang datang, dikenal lah 4 tokoh melayu yaitu Simalui, Sutamanajo, Sipanjongan,
dan Sijawangkati. Mereka datang ke Pulau Buton bersama pengikutnya masing
masing.
Sesampainya mereka di Pulau Buton, mereka membangun sebuah desa
dengan system pemerintahannya masing masing. Desa yang mayoritas diisi oleh
orang melayu akhirnya melebur menjadi satu yaitu menjadi Kerajaan Buton. Seorang
raja diangkat untuk mengisi pemerintahan dan raja pertamanya adalah seorang
perempuan yang bergelar Rajaputri Wa Kaa Kaa.
Pada awalnya, sebelum menjadi kerajaan islam, Kerajaan Buton adalah
kerajaan yang bercorak Hindu Budha. Setelah kedatangan Syeikh Abdul Wahid,
Sultan Timbang Timbangan atau yang dikenal dengan nama Halu Oleo memeluk
islam. Halu Oleo (Lakilaponto) secara tidak langusng menjadi pemimpin tahta
Kesultanan Buton pertama.
Kesultanan Buton dipimpin oleh Lakilaponto sebagai sultan pertama. Setelah
beliau memeluk islam, seluruh Raja Buton juga beragama islam. Nama lain
Lakilaponto setelah memeluk islam adalah Sultan Mahrum (1491-1537 M). Sultan lain
yang sempat memerintah adalah Sultan La Tumparasi (1545-1552), dan masih
banyak lagi.
Masa Kejayaan Kerajaan Buton Terjadi pada abad ke 17. Pada masa ini
seluruh system pemerintahan Buton sangat berkembang pesat. Pada waktu itu
dibentuk system perpajakan yang membuat Kerajaan Buton lebih maju di bandingkan
dengan kerajaan lain di Pulau Sulawesi. Dalam Sejarah Kesultanan Buton juga
dikabarkan saat abad ke 17 uang sudah digunakan.
Tak hanya adanya sistem perpajakan, di abad ke 17 Kesultanan Buton
memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan kerajaan sekitar. Hubungan yang
baik antara Kerajaan Buton dan kerajaan sekitar membuat perekonomian Buton

9
semakin meningkat. Tampaknya tak hanya hubungan diplomatik antar kerajaan di
Sulawesi, Kesultanan Buton juga membangun hubungan dengan Kerajaan Jawa.
Dalam segi Hukum juga Kesultanan Buton memiliki sistem yang sangat adil
dan bijaksana. Hukum berlaku untuk semua rakyat Buton sehingga siapapun yang
bersalah akan mendapat hukuman yang setimpal. Aturan ini membuat para pejabat
tinggi pemerintahan menjadi tertib dan menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
Adilnya sistem hukum di Kerajaan Buton sungguh tidak main main,
dikabarkan bahwa dalam Sejarah Kesultanan Buton terdapat 12 sultan yang sempat
dijatuhi hukuman karena melanggar aturan yang berlaku dalam sistem Hukum saat
itu. Sultan yang terakhir memerintah Kerajaan Buton adalah Sultan Muh. Falihi (1937
-1960 M).
 Peninggalan dan Saksi Pemerintahan Kerajaan Buton
1) Benteng Keraton Kerajaan atau Kesultanan Buton
Dalam Sejarah Kesultanan Buton, kesultanan yang satu ini dikenal
dengan sebutan negeri seribu benteng karena banyak benteng yang berdiri
untuk menghalau serangan penjajah. Salah satu benteng yang terkenal
adalah Benteng Keraton Buton yang dibangun pada masa Kesultanan La
Buke. Benteng ini berada di atas bukit dan lokasi ini menjadi ibu kota
Kerajaan Buton di masa lampau.
2) Batu Popaua atau Batu Pelantikan Raja
Batu Popaua atau batu pelantikan sultan merupakan salah stau bukti
peninggalan Kerajaan Buton yang berbetuk sebuah bati memanjang. Tak
hanya sembarang batu, di bagian tengah batu tersebut terdapat sebuah
lubang yang menyerupai telapak kaki manusia. Dulu saat pelantikan sultan,
batu ini menjadi saksi Sejarah Kesultanan Buton diiringi dengan pemutaran
payung kesultanan.
5. Kesultanan Banjar
Berdirinya Kesultanan Banjar diawali dengan drama perebutan tanah antara
anggota Kerajaan Negara Daha yang saat itu dipimpin oleh Maharaja Sukarama.
Sebelum wafat, Maharaja Sukarama berwasiat agar kelak penggantinya adalah
Raden Samudera.
Raden Samudera merupakan cucu dari perkawinan putrinya Galuh Intan Sari
dan Raden Manteri Jaya. Menurut Ras Johannes Jacobus dalam Hikayat Banjar
(1990), Raden Samudera merupakan Raja Banjarmasin pertama yang memeluk
Islam.
Setelah memeluk Islam, Raden Samudera bergelar Sultan Suriansyah. Namun
pada saat penunjukan takhta waris oleh Maharaja Sukarama, Raden Samudera masih
berusia dini sehingga kedudukan raja diambil oleh para putra Maharaja Sukarama.
Maharaja Sukarama memiliki tiga orang putra yakni Pangeran Mangkubumi,
Pangeran Tumenggung, dan Pangeran Bagalung. Naik takhtanya Pangeran
Mangkubumi sebagai Raja Negara Daha membuat posisi Raden Samudera terancam.
Bersama pengasuhnya, mereka melarikan diri ke hilir Sungai Barito.
Mengetahui Raden Samudera kabur ke sana, Pangeran Mangkubumi pun melakukan
pengejaran. Raden Samudera dan pengikutnya bahkan harus menyamar sebagai
nelayan meski penyamarannya terbongkar oleh Patih Masih.
Patih Masih merupakan anggota Kerajaan Bandar Masih. Patih Masih
menyarankan Raden Samudera untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Demak
karena armada perang Kerajaan Bandar Masih tidak begitu kuat. Raden Samudera
bersama pengikutnya lalu pergi ke Kerajaan Demak.
Menurut Slamet Muljana dalam bukunya Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan
timbulnya negara-negara Islam di Nusantara, kembalinya Raden Samudera ke
Kerajaan Bandar Masih membawa puluhan ribu prajurit dan ribuan armada.
10
Penyerangan Kerajaan Negara Daha saat itu dipimpin oleh Pangeran Tumenggung
yang juga Raja Negara Daha menggantikan Pangeran Mangkubumi. Dengan bantuan
dari Kesultanan Demak tersebut penyerangan yang dilakukan oleh Kerajaan Negara
Daha berhasil diredam.
Dengan bantuan bala tentara yang demikian banyak, Raden Samudera
bahkan berhasil mengalahkan Kerajaan Daha Negara yang dipimpin oleh Pangeran
Tumenggung. Kekalahan Kerajaan Negara Daha sekaligus mengakhiri masa kerajaan
bercorak Hindu di Kalimantan.
Raden Samudera kemudian memeluk Islam dan menjadi pendiri sekaligus raja
pertama di Kerajaan Banjar yang beragama Islam dan bergelar Sultan Suriansyah.
Sebagai pemenang, Sultan Suriansyah kemudian mengambil wilayah bekas
kekuasaan Kerajaan Negara Daha.
Sebagai sebuah Kesultanan besar di Kalimantan, Kerajaan Banjar
meninggalkan warisan sejarah yang masih berdiri sampai saat ini, yakni Masjid Sultan
Suriansyah dan makam para raja.
6. Kerajaan Waigeo
Sejarah berdirinya Kerajaan Waigeo tidak lepas dari kisah sejarah Kepulauan
Raja Ampat. Menurut cerita rakyat yang beredar, dahulu kala ada seorang wanita
yang menemukan tujuh buah telur yang kemudian dia simpan. Di antara tujuh telur
tersebut, empat telur menetas menjadi anak laki-laki dan satu telur menetas menjadi
anak perempuan, sedangkan dua lainnya berubah menjadi hantu dan batu.
Kelima anak tersebut memakai pakaian halus yang konon menjadi ciri khas
keturunan raja. Masing-masing dari mereka diberi nama War, Betani, Mohamad,
Dohar, dan Pintolee (perempuan).
Setelah dewasa, keempat pangeran tersebut berpisah dan mendirikan
kerajaan masing-masing. War menjadi Raja di Waigeo, Betani menjadi Raja di
Salawati, Dohar menjadi Raja di Misool, dan mohamad menjadi Raja di Waigama.
Sedangkan sang Putri, Pintolee diketahui sedang hamil dan diletakkan dalam
kulit Bia (kerang besar) oleh keempat kakaknya dan dihanyutkan hingga terdampar
di pulau Numfor.
Satu telur lagi yang berubah menjadi batu diberi nama Kapatnai dan
diperlakukan sebagaimana Raja. Batu tersebut disemayamkan di sebuah tempat
khusus dan disandingkan dengan dua batu lain yang dianggap sebagai pengawalnya.
Hingga kini, batu tersebut menjadi tempat pemujaan masyarakat suku Kawe dan
dimandikan setiap satu tahun untuk menghormatinya.
Menurut kacamata sejarah, pada abad ke 15, wilayah Papua terutama daerah
pesisir papua di pulau Biak sampai Mimika menjadi bagian dari mandala Kesultanan
tidore. Namun, wilayah pulau raja Ampat menjadi bagian dari Kesultanan Bacan dan
kesultanan Tidore.
Kesultanan Tidore pada saat itu merupakan kerajaan besar yang menganut
adat Persekutuan sembilan atau uli-Siwa dan lokasinya berdekatan dengan wilayah
Papua.
Kesultanan Tidore kemudian mengangkat 4 Raja lokal untuk memimpin di
wilayah Waigeo, Misool, Salawati dan Waigama yang merupakan 4 pulau terbesar di
antara gugusan kepulauan tersebut, dari situlah kemudian nama Raja Ampat
disematkan. Kepulauan Raja Ampat karena kepulauan tersebut memiliki empat orang
Raja.
Agama islam sudah mulai masuk ke tanah Papua sejak abad ke delapan di
mana Kerajaan Hindu Majapahit mengalami keruntuhan dan empat tokoh islam mulai
menyebarkan agama islam ke seluruh wilayah Indonesia. Keempat tokoh tersebut
adalah Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin, dan Syekh Umar.

11
Riwayat perkembangan islam di Kerajaan Waigeo sendiri tidak lepas dari
kondisi peradaban islam yang berkembang di Kerajaan Maluku karena pada abad ke
15 terjadi perebutan kekuasaan atas wilayah Kepulauan Raja Ampat oleh dua
kerajaan besar yaitu Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore.
Setelah berhasil dikuasai oleh Sultan Bacan yang merupakan Kesultanan islam
dari Maluku pada masa pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, namun Thomas
Arnold dalam bukunya menyebutkan bahwa raja Bacan yang pertama kali masuk
Islam dan menyebarkannya adalah Zainal Abidin yang memerintah pada tahun 1521.
Islam pertama kali masuk ke Papua Sultan Ibnu Mansyur atau yang terkenal
dengan gelar Sultan Tidore X atau Sultan Papua I, memimpin ekspedisi ke daratan
tanah besar (Papua). Sultan Ibnu Mansyur kemudian mengangkat Kaicil Patrawar
putera Sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi dan dia kawinkan dengan
puterinya yang bernama Boki Tayyibah.
Setelah itu berdirilah empat kerajaan di empat pulau besar di gugusan
Kepulauan Raja Ampat, salah satunya adala Kerajaan Waigeo.
Perlahan agama islam mulai menyebar di Kerajaan Waigeo dan menjadi
agama resmi di kerajaan tersebut sehingga Kerajaan Waigeo hingga kini dikenal
sebagai salah satu Kerajaan Islam yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan
Islam di tanah Papua.
Pengaruh agama Islam terhadap masyarakat Papua terutama Kerajaan
Waigeo dapat dilihat dari penerapan ajaran Islam yang digunakan sebagai hukum
yang berlaku di wilayah Kerajaan.
Perkembangan Islam di wilayah Papua membuat kehidupan sosial masyarakat
memiliki warna baru yang mengisi aspek cultural mereka. Terkadang terjadi
kontradiksi antara ajaran agama islam dengan adat dan kepercayaan penduduk
setempat yang membuat Islam berkembang sangat lambat.
Diantara bukti peninggalan kerajaan waigeo adalah masjid Tunasgain di fak
Timur, masjid Tubirseram di kabupaten Fakfak, dan masjid Patimburak di kampung
Patimburak.
7. Kerajaan Aceh
Cikal bakal menjadi Kerajaan Aceh bermula dari adanya Kerajaan Indra Purba
yang terletak di Lamuri. Pada tahun 1059-1069 M, tentara China menyerang
Kerajaan Indra Purba yang waktu itu dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti. Ketika
peperangan terjadi, Kerajaan Perlak sebagai sekutu dari Kerajaan Indra Purba
mengirimkan 300 pasukan, diantaranya terdapat pemuda kuat yang bernama Meurah
Johan yang memimpin pertempuran.
Akhirnya tentara China dapat dikalahkan dan diunsir mundur. Untuk
membalas jasa Meurah Johan, maka Maharaja Indra Sakti menikahkan anaknya
dengan pemuda tersebut. Setelah itu, Meurah Johan yang bergelar Sultan Alaidin
Johan Shah menggantikan mertuanya yang telah wafat sebagai raja di Kerajaan
Indra Purba. Kemudian kerajaan tersebut berganti nama menjadi Kerajaan
Darussalam yang terletak di Bandar Darussalam.
Hingga akhirnya sampailah pada generasi ke 11, yaitu Sultan Ali Mughayat
Shah. Dalam perkembangannya, Sultan Ali Mughayat Shah lah pendiri Kerajaan Aceh
Darussalam, dimana awalnya bernama Kerajaan Darussalam. Bukan hanya itu saja,
Sultan Ali Mughyat Shah juga menyatukan kerajaan-kerajaan kecil yang berhasil
ditakhlukannya di bawah naungan Kerajaan Aceh.
Selain itu, Sultan Ali Mughayat Shah berjasa dalam melakukan perlawanan
terhadap bangsa Portugis yang tiba di Malaka. Oleh sebab itu, Sultan Ali Mughayat
Shah membentuk angkatan laut dan darat. Kemudian juga membuat dasar-dasar
politik luar negeri Kerajaan Aceh.

12
Sultan Ali Mughayat Shah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada
tahun 12 Dzulhijah sekitar 17 agustus 1530 M. Kerajaan Aceh kemudian dipimpin
oleh Sultan Salahuddin pada tahun 1530-1539 M. Tak berlangsung lama
pemerintahannya, akhirnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat
Shah, anak dari Sultan Mughayat Shah.
Pada masa kepemimpinannya, Kerajaan Aceh mengalami penyerangan oleh
Portugis yang dibantu oleh Kerajaan Johor, Perak dan Pahang yang saat itu sedang
memusuhi Aceh. Penyerangan terus dilakukan hingga wafatnya Sultan Alauddin
Riayat Shah. Kemudian kepemimpinan Kerajaan Aceh digantikan oleh Sultan Husein
Ali Riayat Shah.
Sultan Husein Ali Riayat Shah melakukan penyerangan terhadap Malaka yang
diduduki Portugis dengan 7000 tentara dan 90 armada kapal. Pasukan Aceh berhasil
membakar Malaka bagian selatan, namun penyerangannya ini dikatakan sia-sia saja.
Sebab Malaka bertahan dan semakin memiliki tekad untuk membumi hanguskan
Kerajaan Aceh.
Kemudian Sultan Husein Ali Riayat Shah digantikan oleh anaknya Sultan
Moeda. Ia dinobatkan saat usianya masih belia yaitu, 4 bulan. Setelah menjabat
kurang lebih 7 tahun, Sultan Moeda dikabarkan wafat dan mengakhiri masa
pemerintahannya. Oleh sebab itu, ia hanya dianggap sebagai sultan bayangan,
karena hanya memerintah dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, kepemimpinan Kerajaan Aceh dialihkan pada Sultan Sri Alam,
anak dari Sultan Alauddin Riayat Shah. Dikisahkan bahwa Sultan Sri Alam sangatlah
kejam, hingga akhirnya wafat karena dibunuh dalam waktu pemerintahannya yang
sangat singkat. Selanjutnya Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Zain Al Abidin.
Namun, sayangnya tak berlangsung lama dalam memerintah, Sultan Zain Al
Abidin turun dari tahtanya karena dinilai sangat kejam. Pada masa inilah, Aceh
mengalami krisis dinasti. Hingga akhirnya, Sultan Alauddin Mansur Shah dijadikan
pemimpin. Ia adalah anak dari Sultan Ahmad dari Kerajaan Perak.
Pada masa kepemimpinannya, Sultan Alauddin Mansur Shah harus
dihadapkan oleh Kerajaan Johor yang ingin menyerang Aceh. Waktu yang genting
sekaligus krisis dinasti dalam masalah internal Aceh, membuat Sultan Alauddin
Mansur Shah tak bisa membendung serangan dari luar. Hal ini mengakibatkan,
kekalahan yang dialami serta armada Aceh yang berhasil dihancurkan Portugis di
depan Kedah.
Kemudian Sultan Alauddin Mansur Shah wafat karena dibunuh oleh
prajuritnya sendiri yaitu Sri Pada. Masa kepemimpinannya diteruskan oleh Sultan
Buyong pada tahun 1586 M. Pada masa kepemimpinannya, Sultan Buyong
melakukan perdamaian da mengajak Kerajaan Johor untuk bersekutu. Tak lama
setelah itu, Sultan Buyong pun wafat dan digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat
Shah Al Mukhammil.
Saat Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil menjabat, banyak buku-buku
Islam yang diterbitkan. Yaitu karya sastra melayu diantaranya seperti Mirat Al
Muminin, karangan Syams ud-Din. Kemudian ada Mahkota para raja, karangan
Bukhari Al Johari.
Setelah Sultan Alauddin Riayat Shah Al Mukhammil wafat, kepemimpinan
dilanjutkan oleh anaknya yaitu, Sultan Ali Riayat Shah. Namun, pada masa
pemerintahannya terjadi banyak masalah yang dialami oleh Kerajaan Aceh. Waktu itu
Aceh mengalami krisis pangan, hingga banyak menyebabkan rakyat kelaparan. Selain
itu, portugis juga menyerang Aceh secara tiba-tiba dengan armada Martin Affonse.
Akhirnya, masa kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda, yaitu
sepupu dari Sultan Ali Riayat Shah. Masa kepemimpinannya begitu gemilang,
Kerajaan Aceh mengalami puncak kejayaannya. Sultan Iskandar Muda berhasil
13
menduduki wilayah timur seperti, Pasai, Pedir, Deli, Aru. Sedangkan wilayah barat, ia
menguasai Dya, Labu, Singkel, Priaman, Padang.
Tak hanya itu saja, Sultan Iskandar Muda juga berhasil menaklukan negara-
negara luar di Semenanjung Melayu seperti, Johor, Pahang, Perak, dan Kedah. Sultan
Iskandar Muda juga berhasil meneruskan perjuangan melawan Portugis sekaligus
menguasai jalur perdagangan sebelah barat. Ia memimpin Kerajaan Aceh selama 29
tahun dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa, hingga mendapat julukan
“Marhom Mahkota Alam”.
Selanjutnya, usai kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh
dipimpin oleh Sultan Iskandar Thani Alaaddin Moeghayar Shah pada tahun 1636 M,
lalu Sultan Ahmad, Sultan Tadj al’alam Safiat Alauddin Shah atau Putri Sri Alam,
Sultan Noer alalam Nakiat addinSjah, Sultan Inayat Shah Zakiat addin atau Putri
Radjah Setia pada tahun 1678 M- 1688 M, Sultan Kamalat Shah pada tahun 1688-
1699 M, Sultan Badr al’alam Syafir Hasjim Djamal Alauddin pada tahun 1699M-1702
M, Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtoei ibn Syarif Ibrahim pada tahun 1702 M-1703
M, Sultan Djaman al’alam Badr al-Moenir pada tahun 1703 M- 1726 M.
Kemudian Sultan Djauhar al’alam Ama addin Shah yang meninggal 20 hari
setelah penobatannya, Sultan Shams al’alam atau Wandi Tebing, Sultan Alauddin
Ahmad Shah atau Maharaja Lela Melajo pada tahun 1727 M- 1735 M, Sultan
Alauaddin Johan Shah atau Poejoe Aoek pada tahun 1735 M-1760 M, Sultan Mahmud
Shah atau Tuanku Raja pada tahun 1760 M- 1781 M, Sultan Alauddin Muhammad
Shah atau Tuanku Mohammad pad tahun 1781 M- 1795 M, Sultan Alauddin Jauhar
al’alam Shah pada tahun 1795 M- 1824 M, Sultan Muhammad Shah atau Tuanku
Darid.
Kerajaan Aceh banyak meninggalkan benda-benda maupun bangunan
bersejarah selama masa kekuasaanya. Adapun peninggalan-peninggalannya adalah
sebagai berikut:
1) Masjid Raya Baiturahman
2) Meriam Kesultanan Aceh
3) Taman Sari Gunongan
4) Makam Sultan Iskandar Muda
5) Benteng Indra Prata
6) Uang emas Kerajaan Aceh
8. Kerajaan Cirebon
Sumber sejarah Kerajaan Cirebon didapat dari Babad Tanah Sunda dan Carita
Purwaka Caruban Nagari. Berdasarkan dua sumber tersebut, diketahui bahwa
Cirebon pada awalnya adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng
Tapa. Dengan dukungan pelabuhan yang ramai, wilayahnya pun berkembang
menjadi kota besar di pesisir utara Jawa.
Setelah Ki Gedeng Tapa wafat, cucunya yang bernama Walangsungsang,
mendirikan istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon. Dengan
demikian, orang yang dianggap sebagai pendiri Kesultanan Cirebon adalah
Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana.
Usai menunaikan ibadah haji, ia dikenal sebagai Haji Abdullah Iman dan
tampil sebagai raja Cirebon pertama yang aktif menyebarkan agama Islam kepada
rakyatnya. Salah satu raja terkenal Kerajaan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati, yang berkuasa antara 1479-1568 M.
Selain memajukan kerajaan, Syarif Hidayatullah berperan besar dalam
penyebaran agama Islam di Cirebon. Pada masa pemerintahannya, ia banyak
menaklukkan daerah di Pulau Jawa untuk kepentingan politik dan menyebarkan
ajaran Islam. Beberapa wilayah yang berhasil dikuasai adalah Banten, Sunda Kelapa,
dan Rajagaluh.
14
Sementara di bidang perekonomian, Sunan Gunung Jati menitikberatkan pada
perdagangan dengan berbagai bangsa, seperti Campa, Malaka, India, Cina, dan Arab.
Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan
Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat.
 Peninggalan kerajaan Cirebon
1) Keraton Kasepuhan
2) Keraton Kanoman
3) Keraton Kacirebon
4) Masjid Agung Cirebon
5) Makam Sunan Gunung Jati
9. Kerajaan Jeumpa
Jeumpa sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara memperluas hubungan
diplomatik dan perdagangannya dengan Kerajaan-Kerajaan lainnya. Banyak tempat
di sekitar Jeumpa berasal dari bahasa Parsi, yang paling jelas adalah Bireuen, yang
artinya kemenangan, sama dengan makna Jayakarta, asal nama Jakarta yang
didirikan Fatahillah, yang dalam bahasa Arab semakna, Fath mubin, kemenangan
yang nyata.
Karena letak gegrafisnya yang sangat strategis di ujung barat pulau Sumatra,
menjadikan wilayah Aceh sebagai kota pelabuhan transit yang berkembang pesat,
terutama untuk mempersiapkan logistik dalam pelayaran yang akanmenempuh
samudra luas perjalanan dari Cina menuju Persia ataupun Arab.
Hadirnya pelabuhan transito sekaligus kota perdagangan seperti Barus,
Fansur, Lamri, Jeumpa dan lainnya dengan komuditas unggulan seperti kafur, yang
memiliki banyak manfaat dan kegunaan telah melambungkan wilayah asalnya dalam
jejaran kota pertumbuhan peradaban dunia. ”Kafur Barus”, ”Kafur Fansur”, ”Kafur
Barus min Fansur” yang telah menjadi idiom kemewahan para Raja dan bangsawan
di Yunani, Romawi, Mesir, Persia dan lainnya.
Hadirnya komuditas unggulan ini telah melahirkan berbagai teknologi
pengolahan dalam penangannya. Tentu hal ini mengakibatkan hadirnya para pakar
ke kota penghasil kafur dan membuat komunitas baru sesuai dengan peran masing-
masing. Itulah sebabnya wajah orang Aceh berbeda dengan wajah orang Jawa,
Makassar ataupun Melayu. Wajah mereka lebih kosmopolit yang merupakan
perpaduan dari keturunan Arab, Cina, India, Parsi dan tentunya Eropa. Dan
perpaduan ini telah berjalan berabad-abad sebelum kedatangan Islam di wilayah ini.
Sehubungan dengan penyebaran Islam, tentu perkampungan para keturunan
Arab lebih dominan, relatif lebih mudah dalam menerima kedatangan Islam, dengan
beberapa alasan, dengan demikian, tidak diragukan bahwa Islam telah tumbuh
berkembang di Aceh, terutama di pesisirnya bersamaan dengan perkembangannya di
semenanjung Arabia dan Parsia.
Penyiaran ini utamanya dilakukan para pedagang Muslim asal Aceh yang
bergagang ke Arab, ataupun pedagang Arab, Persia, India, Cina atau lainnya yang
memang telah hilir mudik antara Dunia Arab Mesir sampai ke Tiongkok Cina melalui
sebuah daerah yang olehClaudius Ptolemaeus, disebut bernama ”Barousai”, yang
tidak diragukan maksudnya adalah Barus di dekat Lamuri wilayah Aceh.
Penyebaran Islam juga dilakukan oleh para diplomat yang di utus para
Khalifah yang menggantikan kedudukan Nabi Muhammad, terutama di zaman
Khalifah Umar bin Khattab yang terbukti telah mengutus beberapa orang shahabat ke
Cina yang meninggal di sana.
Cina menjadi salah satu tujuan dakwah Islam, karena pada masa itu Cina
sudah menjadi salah satu Kerajaan besar. Tentu sebelum sampai ke Cina, para
diplomat itu akan singgah di sekitar pesisir pantai Sumatra dan mencari
perkampungan Arab dengan komunitasnya.
15
Bukti-bukti ilmiah telah ditemukan bahwa perdagangan antaraTimur dengan
Timur Tengah dan Eropa berlangsung lewat dua jalur: jalur darat dan jalur laut. Jalur
darat atau ”jalur sutra” (silk road), terbentang dari Cina Utara lewat Asia Tengah dan
Turkistan terus ke Laut Tengah.
Jalur menghubungkan Cina, India, Persia, Arab dengan Eropa, adalah jalur
tertua yang di kenal sejak 500 tahun sebelum Masehi. Sedangkan jalan laut dimulai
dari Cina (Semenanjung Shantung) dan Nusantara, melalui Selat Malaka (Fansur) ke
India; selanjutnya ke Laut Tengah dan Eropa, ada pula jalur yang melalui Teluk
Persia dan Suriah, danmelalui Laut Merah dan Mesir. Diduga perdagangan lewat laut
antara Laut Merah, Cina dan Fansur (Sumatra) sudah berjalan sejak abad pertama
sesudah Masehi.
Gangguan-gangguan keamanan sering terjadi pada jalur perdagangan darat
di Asia Tengah, maka sejak tahun 500 Masehi perdagangan Timur-Barat melalui laut
(Selat Malaka/Fansur) menjadi semakin ramai. Lewat jalan ini kapal-kapal Arab,
Persia dan India telah mondar mandir dari Barat ke Timur dan terus ke Negeri Cina
dengan menggunakan angin musim, untuk pelayaran pulang pergi. Juga kapal-kapal
Sumatra telah mengambil bagian dalam perdagangan tersebut. Pada zaman Sriwijaya
atau sebelumnya, pedagang-pedagang Fansur atau Nusantara telah mengunjungi
pelabuhan-pelabuhan Cina, dan pantai timur Afrika.
Ramainya lalu lintas pelayaran di Selat Malaka, telah menumbuhkan kota-kota
pelabuhan yang terletak di bagian ujung utara Pulau Sumatra. Perkembangan
perdagangan yang semakin banyak di antara Arab, Cina dan Eropa melalui jalur laut
telah menjadikan kota pelabuhan semakin ramai, termasuk di wilayah Aceh yang
diketahui telah memiliki beberapa kota pelabuhan yang umumnya terdapat di
beberapa delta sungai. Kota-kota pelabuhan ini dijadikan sebagai kota transit atau
kota perdagangan.
Maka berdasarkan fakta sejarah ini pulalah,keberadaan Kerajaan Jeumpa
Aceh yang diperkirakan berdiri pada abad ke 7 Masehi dan berada disekitar
Kabupaten Bireuen sekarang menjadi sangat logis. Sebagaimana kerajaan-kerajaan
purba pra-Islam yang banyak terdapat di sekitar pulau Sumatra, Kerajaan Jeumpa
juga tumbuh dari pemukiman-pemukiman penduduk yang semakin banyak akibat
ramainya perdagangan dan memiliki daya tarik bagi kota persinggahan. Melihat
topografinya, Kuala Jeumpa sebagai kota pelabuhan memang tempat yang indah dan
sesuai untuk peristirahatan setelah melalui perjalanan panjang.
Kerajaan Jeumpa Aceh, berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa yang di tulis
Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari hikayat Radja Jeumpa adalah sebuah Kerajaan
yang benar keberadaannya pada sekitar abad ke 7 Masehi yang berada di sekitar
daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante
Krueng Peusangan di sebelah timur. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang
Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe
Ubeuet.
Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat
penduduknya dan juga merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di
Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang
besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala
Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong atau
ke ”Pintou Rayeuk” (pintu besar).

2.3 Wali Songo

Pada abad ke-14 di wilayah Jawa, dikenal sembilan penyebar agama Islam yang
kondang dengan sebutan Wali Songo. Sembilan wali itu tinggal di beberapa daerah penting

16
di sekitar pantai utara Jawa. Strategi dakwah yang digunakan Wali Songo amat bervariasi,
tergantung wilayah dan kondisi masyarakatnya.

Sebagian besar dari para penyebar Islam ini beradaptasi dengan luwes agar
penyampaian Islamnya diterima masyarakat. Penamaan Wali Songo sering kali dilekatkan
dengan wilayah dakwahnya. Akibatnya, sebagian besar masyarakat tidak mengenal nama
asli dari masing-masing wali.

 Nama-nama Wali Songo :


1. Sunan Gresik.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai orang pertama
yang menyebarkan Islam di Jawa. Ia pertama kali datang ke desa Sembolo,
sekarang Desa Laren di kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Strategi dakwahnya dimulai dari perdagangan, yang dilanjutkan dengan
pendekatan politik. Sunan Gresik kemudian menjalin hubungan dengan penguasa
saat itu. Sunan Grasik juga mendirikan pesantren dan masjid untuk menyebarkan
Islam.
2. Sunan Ampel
Nama asli Sunan Ampel ialah Raden Rahmat. Sunan Ampel lahir pada tahun
1401. Wilayah dakwahnya berada di sekitar Surabaya. Ia juga memiliki pesantren
Ampeldenta yang terletak di daerah Denta, Surabaya.
Strategi dakwahnya yang terkenal adalah dengan mendidik para dai atau juru
dakwah. Kemudian, ia menikahkan banyak juru dakwah dengan putra-putri
penguasa bawahan Majapahit.
3. Sunan Kudus
Sunan Kudus bernama asli Ja'far Shadiq, ia lahir pada tahun 1400. Wilayah
dakwahnya adalah di Kudus, Jawa Tengah. Sunan Kudus terkenal tegas dalam
menegakkan ajaran syariat Islam. Di masanya, ia dikenal sebagai eksekutor Ki
Ageng Pengging dan Syaikh Siti Jenar.
Strategi dakwah yang digunakan Sunan Kudus untuk menyebarkan Islam
adalah dengan mendekati masyarakat melalui kebutuhan mereka. Ia mengajarkan
alat-alat pertukangan, kerajinan emas, membuat keris pusaka, dan lain sebagainya.
4. Sunan Giri
Sunan Giri bernama asli Muhammad Ainul Yakin, ia lahir pada tahun 1442.
Orang tuanya adalah Syaikh Maulana Ishaq bersama Dewi Sekardadu, putri Menak
Sembuyu yang merupakan seorang penguasa wilayah Balambangan di ujung
kerajaan Majapahit.
Sunan Giri adalah salah seorang ulama Wali Songo, majelis penyebar dakwah
Islam pertama di Jawa dalam sejarah Indonesia atau Nusantara, pada abad ke-14
Masehi seiring munculnya Kesultanan Demak dan menjelang runtuhnya Kerajaan
Majapahit. Sunan Giri dikenal sebagai raja sekaligus guru suci.
Ia berperan penting dalam pengembangan dakwah di Nusantara. Strategi
dakwahnya yang terkenal adalah dengan memanfaatkan kekuasaan, perniagaan,
dan pendidikan. Dengan cara dakwah tersebut, pengaruh Sunan Giri mencapai
wilayah Banjar, Martapura, Pasir, Kutai, hingga Nusa Tenggara dan Maluku.
5. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati mempunyai sebuah nama asli Syarif Hidayatullah. Ia lahir
pada tahun 1448 di Kairo, Mesir. Di Mesir, ia adalah putra Sultan Hud dan pernah
menjadi pangeran untuk penerus raja Mesir, menggantikan ayahnya, tetapi ia
menolak dan memutuskan untuk menyebarkan ajaran Islam dengan ibunya di
wilayah Jawa.

17
Strategi dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati adalah dengan
menguatkan kedudukan politik. Ia menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh
berpengaruh di Cirebon, Banten, dan Demak untuk memuluskan dakwahnya.
6. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga atau Raden Said lahir pada tahun 1450 di Tuban. Ayahnya
adalah Tumenggung Wilatikta Bupati Tuban. Sunan Kalijaga adalah salah satu ulama
Wali Songo yang dikenal paling luas pengaruh dan cakupan dakwahnya di tanah
Jawa. Sejarah hidup. Sunan Kalijaga tidak semulus yang dibayangkan. Sebelum
menjadi pendakwah, ia adalah bromocorah alias penjahat.
Riwayat kehidupan Sunan Kalijaga melintas-batas era kerajaan di Jawa yang
silih-berganti. Ia menyaksikan perubahan sejak masa akhir Kerajaan Majapahit, lalu
Kesultanan Demak, Kesultanan Pajang, hingga awal Kesultanan Mataram Islam.
Strategi dakwah Sunan Kalijaga amat terkenal melalui seni dan budaya. Ia
piawai mendalang, menciptakan bentuk-bentuk wayang, dan lakon-lakon carangan.
Dakwah Raden Said dimulai di Cirebon, di Desa Kalijaga, untuk mengislamkan
penduduk Indramayu dan Pamanukan. Karena basis dakwahnya di Desa Kalijaga,
Raden Said kemudian dikenal dengan julukan Sunan Kalijaga.
Sebagaimana Wali Songo yang lain, Sunan Kalijaga berdakwah dengan
pendekatan seni dan budaya. Ia amat mahir mendalang dan menggelar pertunjukan
wayang. Sebagai dalang, ia dikenal dengan julukan Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang
Bengkok, Ki Dalang Kumendung, atau Ki Unehan.
Berbeda dengan pertunjukan wayang lainnya, Sunan Kalijaga tidak mematok
tarif bagi yang ingin menyaksikan pertunjukan beliau, melainkan cukup dengan
menyebut Kalimosodo atau dua kalimat syahadat sebagai tiket masuknya.
Dengan begitu, orang-orang yang menyaksikan pertunjukan wayang Sunan
Kalijaga sudah masuk Islam. Berkat kelihaian Sunan Kalijaga berbaur, lambat laun
masyarakat setempat mengenal Islam pelan-pelan dan mulai menjalankan syariat
Islam.
7. Sunan Muria
Sebagai putra Sunan Kalijaga, Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar
Said atau Raden Said mewarisi darah seni ayahnya. Ia lahir pada tahun 1450 dan
dianggap sebagai sunan termuda di antara para Wali Songo lainnya.
Dalam menyebarkan Islam, Sunan Muria melestarikan seni gamelan dan
boneka sebagai sarana dakwah. Dia menciptakan beberapa lagu dan tembang untuk
mempraktikkan ajaran Islam.
8. Sunan Bonang
Sunan Bonang lahir ada tahun 1465 serta nama asli Raden Maulana Makdum
Ibrahim. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila. Julukan Sunan
Bonang berasal dari salah nama desa di kabupaten Rembang, yaitu desa Bonang.
Sunan Bonang dikenal amat pandai dengan ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf,
seni, sastra, arsitektur, dan lain sebagainya. Wilayah dakwahnya adalah daerah
Kediri. Di sana, Ia mengajarkan Islam melalui wayang, tembang, dan sastra sufistik.
Karya sastra terkenal yang digubah Sunan Bonang adalah Suluk Wujil.
9. Sunan Drajat
Sunan Drajat memiliki nama asli Raden Qasim atau Syarifuddin. Ia lahir pada
tahun 1470 dan merupakan putra bungsu Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila.
Wilayah dakwahnya berada di Paciran, Lamongan.
Strategi dakwahnya terkenal dengan pendidikan akhlak kepada masyarakat.
Di Paciran, Sunan Drajat mendidik masyarakat untuk memperhatikan kaum fakir
miskin. Ia menjunjung tinggi kesejahteraan umat. Selain itu, Sunan Drajat juga
dikenal dengan pengajaran teknik membuat rumah dan tandu.

18
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Agama Islam masuk ke Indonesia kira-kira sejak abad ke-7. Kerajaan-Kerajaan Islam
yang berkembang di Indonesia antara lain : Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Demak,
Kesultanan Ternate, Kerajaan Buton, Kesultanan Banjar, Kerajaan Waigeo, dan juga
Kerajaan Aceh. Serta ada wali songo di wilayah Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

3.2 Saran

Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan maupun referensi pengetahuan


mengenai Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Namun, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan, karena melihat masih banyak hal-hal yang belum bisa dikaji lebih
mendalam dalam makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/Dorisagusnita/makalah-kerajaankerajaan-islam-di-indonesia

https://tirto.id/4-teori-masuknya-islam-ke-indonesia-sejarah-dan-penjelasannya-f8pm

https://www.gramedia.com/literasi/pendiri-kerajaan-samudera-pasai/

https://www.gramedia.com/literasi/pendiri-kerajaan-demak/

https://www.gramedia.com/literasi/kesultanan-ternate/#:~:text=Didirikan%20oleh%20Baab
%20Mashur%20Malamo,rempah%2Drempah%20dan%20kekuatan%20militernya

https://daihatsu.co.id/tips-and-event/tips-sahabat/detail-content/sejarah-asal-usul-kerajaan-
buton-dan-peninggalannya/

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210721160502-31-670415/sejarah-kerajaan-
banjar-dan-jejak-peninggalannya

https://www.selasar.com/kerajaan/waigeo/

https://tirto.id/nama-nama-asli-wali-songo-strategi-dakwah-wilayah-persebarannya-garD

https://www.gramedia.com/literasi/pendiri-kerajaan-aceh/

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/28/162453079/kerajaan-cirebon-letak-pendiri-
masa-kejayaan-dan-peninggalan

https://www.kompasiana.com/hamdaniwartawan/552af7c96ea8340866552cf6/kerajaan-
jeumpa-kerajaan-islam-pertama-di-nusantara

20

Anda mungkin juga menyukai