Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ISLAM DI INDONESIA

Oleh :

Yafi Muhamad Farid

( 202061122024 )

Fakultas Teknik dan Perencanaan


Jurusan Teknik Sipil
Universitas Warmadewa 2020
Kata Pengantar
Puji syukur kedahirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Islam Di Indonesia”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari Bapak Dosen Agama
Firman Ayani,S,Pdl,M.pd. Pada makalah dijelaskan tentang sejarah ringkas masuknya islam ke
Indonesia, Corak Islam di Indonesia, Kontribusi umat islam di Indonesia, dan Islam di Bali.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen Pembimbing, orang tua serta teman yang
telah memberikan dukungan dan telah mengarahkan agar makalah ini cepat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk orang yang membacanya. Saya ucapkan mohon
maaf apabila ada kesalahan atau kekurangan kata.

Denpasar, 19 November 2020

Yafi Muhamad Farid


DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
Pembahasan.............................................................................................................................................5
A. Sejarah Ringkas Masuknya Islam di Indonesia..................................................................5
B. Corak Islam di Indonesia......................................................................................................6
C. Kontribusi Umat Islam di Indonesia dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara........8
D. Islam di Bali...........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya
Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk
memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan
waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan
Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah
mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama
penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus
berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil
berdakwah. dalam makalah ini akan di bahas lebih mendalam mengenai sejarah
perkembangan islam di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah masuknya islam ke Indonesia?


2. Apa saja corak islam yang ada di Indonesia
3. Kontribusi apa saja yang sudah dilakukan oleh umat Islam di Indonesia
BAB II
Pembahasan
A. Sejarah Ringkas Masuknya Islam di Indonesia
Sejarah masuknya Islam ke Indonesia.Agama Islam dating ke Republik Indonesia berasal
saat negeri ini merupakan inti perdagangan di benua Asia bahkan bahkan seluruh dunia.
Terutama di daerah kesultanan Sriwijaya, pulau Sumatra.

Disini lokasi mampir para pedagang yang berlayar dari beragam tempat asal terliput juga dari
asal timur tengah yang pada saat itu warganya telah terlebih dahulu beragama agama Islam.

Rata-rata para pedagang itu menentukan berdiam sesaat di negara Indonesia untuk menunggu
angin yang cocok yang akan mengantarkan para pedagang tersebut bersama kapal mereka balik
ke negaranya semula.

Selama di Indonesia, pedagagang tersebut mulai menjalin yang pergaulan sangat bagus dengan
penduduk lokal yang saat itu sebagian besar masih beragama Hindu. Pedagang-pedagang itu
menceritakan tentang agama Islam. Masyarakat aslipun merasakan ketertarikan pada Islam ini.
Sebagian besar dari warga asli berpindah memeluk agama islam. Perwakilan antara pedagang
Arab dan warga asli berkontribusi dalam menebarkan pengaruh Islam di negara Indonesia.

Atas fakta temuan dan sejarah, proses masuknya Islam ke negara Indonesia memiliki 3 antara
lain.

Teori masuknya islam ke Indonesia

1. Teori Gujarat
Menurut teori Gujarat Islam masuk ke ke Republik Indonesia ketika abad ke tiga belas.
Islam disebutkan masuk dari para pedagang wilayah Gujarat wilayah India. Pendapat ini
pertegas dengan adanya fakta bahwa saat pada itu Republik Indonesia menjalin jalinan
perdangan yang baik dengan orang-orangdari gujarat.
Sriwijaya juga ketika pada itu menjadi sentra perdagangan dunia melalui jalur Indonesia
– Gujarat – Timur tengah – Eropa. Selain itu adanya batu nisan sultan Samudra Pasai,
Malik al Saleh yang mempunya ciri khas orang dari wilayah Gujarat.
2. Teori Mekkah
Teori Mekkah merupakan teori datangnya agama Islam yang baru-baru ini ada. Teori ini
ialah sanggahan dari teori Gujarat. Pada teori ini disebutkan Islam masuk ke Indonesia
saat pada itu abad ke-7 (6 abad lebih lama jika dibandingkan dengan pemahaman
gujarat).
Orang yang membawa Islam ke Indonesia adalah orang Arab Saudi. Hal itu dibenarkan
dengan adanya perkampungan yang sudah ditempati oleh orang-orang agama Islam di
daerah pantai barat Sumatra saat pada itu abad tersebut.
3. Teori Persia
Teori Persia mempunyai pemahaman yang sama tentang waktu masuknya Islam ke
Indonesia, adalah abad ke-13. Namun, perbedaannya pendapat Persia beranggapan agama
Islam datang dari Persia.
Peristiwa ini disebabkan karena adanya persamaan-persamaan budaya Islam di Indonesia
dengan di Persia.

B. Corak Islam di Indonesia


Corak keislaman yang tidak tunggal di Nusantara, telah melahirkan sejumlah teori
masuknya Islam dari asal-asal yang berbeda. Paling tidak ada 4 teori asal-usul masuknya
Islam ke Nusantara seperti yang dirangkum oleh Agus Sunyoto dalam “Atlas Wali Songo”.

1. Teori India (Gujarat, Malabar, Deccan, Coromandel, Bengal) hal ini berdasarkan asumsi
persamaan madzhab Syafii, batu-batu nisan dan kemiripan tradisi dan arsitektur India
dengan Nusantara. (Para peneliti yang mengajukan “teori India” seperti JP Mosquette, C.
Snouck Hurgronje dan S.Q. Fatimy).

2. Teori Arab (Mesir dan Hadramaut Yaman), berdasarkan persamaan dan pengaruh
madzhab Syafii. (Para peneliti: John Crawfurd dan Naguib Al-attas)

3. Teori Persia (Kasan, Abarkukh, Lorestan), berdasarkan kemiripan tradisi dengan muslim
Syiah, seperti Peringatan Asyura (10 Muharram), mengeja aksara Arab jabar (fathah),
jer/zher (kasrah), fyes (dhammah), pemuliaan terhadap keluarga Nabi Muhammad Saw
(Ahlul Bayt) dan keturunannya. Penyebutan kata, rakyat (dari ra’iyyah), masyarakat
(musyawarah), serikat (syarikah). (Para peneliti: Husein Djajadiningrat, Hasjmi dan Aboe
Bakar Atjeh).

4. Teori Tiongkok/Cina yang berdasarkan asumsi pengaruh budaya Cina dalam sejumlah
kebudaaan Islam Nusantara, dan sumber kronik dari Klenteng Sampokong di Semarang
(Para peneliti: De Graaf dan Slamet Muljana).

Keragaman teori masuknya Islam ke Nusantara ini bukan menunjukkan mana yang paling benar
tapi keragaman itu sesuai dengan kenyataan keragamaan corak keislaman yang ada di Nusatara.
Sehingga tidak ada satu teori yang monolitik yang bisa mewakili semua kenyataan yang ada.
Pada kenyataannya, baik teori India, Arab, Persia, hingga Tiongkok bisa didukung dan
dibenarkan adanya pengaruh budaya dalam masyarakat muslim di Nusantara. 

Meskipun dipercaya Islam sudah tiba di Nusantara sejak abad ke-7 M dan ditemukan makam-
makam sultan yang merujuk pada abad ke-12, khususnya di Aceh, namun Islam belum menjadi
agama yang mayoritas dipeluk di Nusantara ini. 
Menurut Agus Sunyoto kesuksesan islamisasi di tanah Jawa pada abad ke-15  H dengan
kedatangan rombongan muslim dari Champa, Raden Rahmat (Sunan Ampel) sekitar tahun 1440
yang memiliki bibi yang diperistri Raja Majapahit. Selanjutnya Islamisasi dimulai melalui
jaringan para juru dakwah (wali) secara terorganisir dan sistematis, mereka memanfaatkan
jaringan kekeluargaan, kekuasaan, kepiawaian mereka merebut simpati masyarakat. Kekuatan
gerakan ini terletak pada: (1) ajaran sufisme, (2) asimilasi dalam pendidikan, (3) dakwah lewat
seni dan budaya dan (4) membentuk tatanan masyarakat muslim Nusantara. 

1. Sufisme yang dimaksud adalah ajaran wahdatul wujud (kesatuan wujud) dan wahdatus
syuhud (kesatuan pandangan) sehingga tidak terlalu asing dengan kepercayaan lokal yang
mengakui banyak arwah di mana-mana, dan dalam memandang benda-benda alam
terpengaruh aura ketuhanan. 

2. Asimilisasi pendidikan adalah pembangunan pesantren yang mendidik generasi-generasi


pelanjut dakwah Islam, dalam konteks Raden Rakhmat (Sunan Ampel) terlihat peran
anak dan muridnya dalam perkembangan Islam di Jawa, seperti Sunan Bonang dan
Raden Fatah sebagai sultan dari kerajaan Islam pertama di Jawa, Demak. 

3. Gerakan dalam seni dan budaya dalam bentuk wayang yang disesuaikan dengan kisah
dan nafas Islam, juga keterlibatan para wali dalam menyusun tembang, kidung, musik,
hingga permainan anak-anak yang bernafaskan Islam. Asimilasi juga tampak pada
arsitektur, misalnya bentuk atap masjid yang berundak tiga (simbol: iman, islam, ihsan)
merupakan perubahan terhadap atap berundak tujuh yang dikenal dalam bangunan Hindu.
Arsitektur Hindu masih tampak pada gerbang-gerbang masjid, juga ornamen-ornamen
yang berasal dari kesenian Tionghoa. 

4. Tatanan masyarakat muslim dimulai dari kediaman wali yang menjadi pusat masyarakat,
dengan masjid dan pesantren serta sebagai pemimpin dan sosok yang dituakan dan
dihormati di masyarakat itu. Pengaruh wali yang nantinya terlihat pada kyai, tidak hanya
pada dunia pesantren, namun juga pada masyarakat sekitarnya.

Selain sufisme Wali Sanga yang berpengaruh pada Jawa, sufisme juga sangat berpengaruh
terhadap gerakan islamisasi di kawasan-kawasan lain di Nusantara. Pada abad 16, Buton
menerima Islam yang toleran dengan tradisi lokal. Proses Islamisasi di Gowa (1602) yang
dilakukan oleh Khatib Bungsu yang tasawwufnya bercorak wahdatul wujud. Demikian pula di
Banjar, Kalimantan Selatan, Palembang, Sumatera Selatan (Miftah Arifin: 2015). 

 “Sintesis Mistik”: Corak Awal Islam Nusantara

Ajaran Islam dan kepercayaan lokal tidak berhadap-hadapan dan bertentangan dalam pola
kepercayaan lokal (tesis) dan ajaran Islam sebagai anti-tesis, namun ada upaya untuk
menemukan sintesis dari keduanya, inilah cikal-bakal dari Islam Nusantara. 

Dalam menerangkan “Sintesis Mistik” ini, menurut Ricklefs ada tiga pilar utama

1. kesadaran identitas Islami yang kuat: menjadi orang Jawa berarti menjadi muslim; 
2. pelaksanaan lima rukun ritual dalam Islam: syahadat, shalat lima kali sehari, membayar
zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu; 
3. terlepas dari kemungkinan munculnya kontradiksi dengan dua pilar pertama, penerimaan
terhadap realitas kekuatan spiritual khas Jawa seperti Ratu Kidul, Sunan Lawu (roh
Gunung Lawu yang pada dasarnya adalah dewa angin) dan masih banyak lagi makhluk
adikodrati yang lebih rendah. Intinya telah terjadi adaptasi dan akulturasi antara
kepercayaan terhadap ajaran Islam dan kepercayaan lokal yang terwujud juga dalam
praktik sehari-hari. 

 Corak Kedua Islam Nusantara: “Neo-Sufisme”

Dalam perkembangan selanjutnya, mulai abad ke-17 M muncul fenomena pembaruan yang bisa
dipahami semacam upaya pemurniaan terhadap “Sistesis Mistik” ini. Gejala ini berupa ortodoksi
keislaman dalam bentuk “neo-sufisme” yang dipengaruhi telaah hadits, pengaruh ilmu syariat
(dalam hal ini fiqih) yang merupakan bentuk lain dari “sintesis baru” antara tasawwuf dan syariat
yang telah didamaikan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin setelah sebelumnya
dua aspek ini (tasawwuf dan syariat) terjadi pertentangan dan pertarungan misalnya dalam kasus
Al-Hallaj dan Suhrawardi al-Maqtul, dua tokoh sufi yang dihukum mati oleh para ulama fiqih
dengan tuduhan melanggar syariat. Dan untuk kasus tanah Jawa, munculnya Syaikh Siti Jennar
yang dikabarkan dihukum mati oleh para Wali Sanga karena mengajarkan tasawwuf yang
bertentangan dengan syariat. 

C. Kontribusi Umat Islam di Indonesia dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Piagam Jakarta menjadi pionir dalam mengawal tolak ideologi dasar negara Indonesia
yang dari beberapa akar kebanyakan mengacu pada pakta Jakarta tersebut. Kontribusi umat
Islam yang begitu mendominasi menghasilkan wacana utama Islam sebagai dasar negara. Akan
tetapi pertentangan dengan kaum nasionalis, dan non muslim yang juga membantu dalam
tercapainya kemerdekaan meruntuhkan harapan masyarakat mayoritas Indonesia untuk
menjadikan Islam sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara, hinga pada akhirnya Indonesia
merdeka, Islam menjadi bayangan dari dasar negara yang akhirnya terbentuk, yakni pancasila.
Harapan muncul pada sidang majelis konstituante untuk menentukan dasar negara kembali
(1957-1959) dimana para tokoh-tokoh Islam sangat kekeh untuk menjadikan Islam sebagai dasar
negara. Akan tetapi pemerintah dan kaum sekuler cenderung lebih kuat tetap mempertahankan
ideologi Pancasila sebagai dasar negara yang memungkinkan multitafsir yang dapat dijadikan
dasar kuatnya orang-orang sekuler dan orang-orang non muslim dimana mayoritas penduduk
negeri ini adalah orang Islam untuk dikuasai dikemudian hari. Pandangan pada lini sejarah ini
yang menunjukkan kekalahan para kaum nasionalis Islam di sidang majelis konstituante dengan
jiwa lapang dada merupakan suatu hal yang sangat istimewa dan menunjukkan toleransi yang
sangat berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Peristiwa-peristiwa tersebut cenderung
dilupakan sejarah, bahwa umat Islam di Indonesia dalam berkehidupan bernegara dalam urusan
toleransi seperti hal yang strategis pembentukan dasar negara cenderung sangat toleran.

D. Islam di Bali
Masyarakat Muslim di Bali muncul berkat hubungan diplomatik yang baik antara
Majapahit sebagai negara penguasa dengan Bali sebagai negara vasal (negara yang dikuasai).
Ketika Hayam Wuruk memerintah, Dalem Ketut Ngelesir (1380-1460), putra raja pertama
Samprangan Sri Aji Krisna Kepakisan alias Dalem Sri Kresna Kepakisan (memerintah 1352),
mendapat undangan berkunjung ke Keraton Majapahit pada 1380-an. Saat itu, Hayam Wuruk
sedang mengadakan konferensi di kerajaannya. Turut diundang dalam acara tersebut negara-
negara koloni Majapahit dari seluruh wilayah Nusantara. Dalem Ngalesir datang mewakili
Kerajaan Gelgel, pecahan dari Kerajaan Samprangan yang dikuasai kakak tertuanya.

Dalam buku Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang, peneliti senior
Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) Dhurorudin Mashad menceritakan bahwa ketika
kembali ke Gelgel, Dalem Ngalesir mendapat pengawalan dari pemerintah Majapahit. Ia diberi
40 orang pengiring dalam perjalanan pulangnya itu. Mayoritas dari mereka berprofesi sebagai
tentara, sementara sisanya berkerja sebagai juru kapal dan juru masak. Yang menarik, para
pengawal tersebut seluruhnya beragama Islam. Spekulasi pun akhirnya muncul di antara para
ahli. Banyak yang beranggapan Hayam Wuruk ingin mengurangi jumlah populasi Muslim yang
terus berkembang di pusat pemerintahannya. Ia khawatir kaum minoritas itu akan mendominasi
daerah kekuasaannya. Mengingat Majapahit adalah kerajaan Syiwa-Buddha. Setelah sampai, 40
orang Islam itu enggan kembali ke wilayah Majapahit dan memilih untuk tinggal di Bali.
Akhirnya oleh Dalem Ngalesir mereka diberi satu daerah pemukiman khusus di Gelgel. Keempat
puluh orang itu pun diperintahkan mengabdi kepada Kerajaan Gelgel, tanpa syarat apapun.
Artinya mereka tidak harus berpindah kepercayaan mengikuti agama yang berkembang di
Gelgel. Sehingga praktis agama Islam pun memulai perjalanannya di Bali. Komunitas Muslim
pertama Bali itu lalu membangun masjid di Gelgel, yang sekarang dikenal sebagai masjid tertua
di tanah Bali. Sejak saat itu Islam mulai melakukan aktivitasnya.
Setelah Dalem Ngalesir melepaskan takhtanya, Kerajaan Gelgel-Klungkung diperintah
oleh Dalem Waturenggong (1460/1480--1550). Masa ini juga menjadi puncak kejayaan Islam di
Nusantara. Sementara Hindu-Buddha, termasuk Majapahit, pengaruhnya kian surut akibat
banyak kerajaan yang mulai menerima keberadaan agama Islam di wilayahnya. Majapahit
sendiri mendapat serangan dari Kesultanan Demak pada 1518. Akhirnya keruntuhan kerajaan
besar itupun tidak lagi dapat dihindari. Momen kehancuran Majapahit lalu dimanfaatkan oleh
Dalem Waturenggong untuk memerdekakan wilayah Bali dan memperluas wilayah
kekuasaannya. Berhasil merebut dan mengislamkan wilayah Majapahit di Jawa, Demak pun
berencana melancarkan aksi serupa di Bali. Namun kali ini mereka tidak menggunakan jalan
penaklukkan, tetapi melalui perdamaian. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana (1521-
1546), Demak mengirim utusan ke Kerajaan Gelgel-Klungkung. Menurut Dhurorudin ekspedisi
damai itu bertujuan menjalin hubungan baik sebagai sesama mantan vasal Kerajaan Majapahit.
Tetapi Dalem Waturenggong tidak tertarik dengan misi Islamisasi di wilayah kekuasaannya.
Sang raja lalu menyusun berbagai macam rencana untuk menghalau pengaruh Islam di Bali.
Sementara utusan dari Demak yang tidak diterima raja memilih bergabung dengan komunitas
Muslim yang sudah ada di Gelgel guna memperkuat posisi Islam di wilayah Bali. Menurut
Dhurorudin alasan Gelgel tidak dapat menerima pengaruh Islam di Bali adalah ikatan historis
emosional dengan Majapahit. Meski terbebas dari kuasa vasal Majapahit, tetapi penyerangan
Demak tidak bisa begitu saja diterima. “Mereka (para pangeran dan mantan pejabat Majapahit)
yang lari ke Bali tentu menyebarkan informasi tentang nasib tragis mereka ke penduduk lokal,
sehingga ikut menjadi kurang bisa menerima Islam,” tulis Dhurorudin.

Dalam Babad Dalem: Warih Ida Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan karya Tjokorda Raka
Putra disebutkan bahwa setelah menjadi negeri merdeka, Waturenggong segera memperluas
wilayah kekuasaannya hingga ke Blambangan, Lombok, dan Sumbawa. Ia berhasil menguasai
ketiga wilayah itu antara tahun 1512 sampai 1520. Menurut I Made Sumarja, dkk. dalam Sejarah
Masuknya Islam dan Perkembangan Pemukiman Islam di Desa Kecicang Kabupaten
Karangasem Provinsi Bali perluasan wilayah Kerajaan Gelgel-Klungkung hingga ke Lombok
merupakan usaha lain Waturenggong menghadang penyebaran ajaran Islam di negerinya.
Lombok menjadi pilihan terbaik bagi Waturenggong untuk menghentikan Islam masuk ke
Bali. Dengan menguasai Lombok, yang sejak 1500-an telah menerima keberadaan agama Islam,
maka Gelgel-Klungkung terhindar dari pengepungan. Mereka dapat fokus kepada Islam Demak
yang datang dari Jawa. Namun selepas Dalem Waturenggong, tidak ada lagi raja yang mampu
membangun Gelgel-Klungkung. Kerajaan itu pun akhirnya terpecah dan mulai menunjukkan
kemunduran. Akibatnya, kekuasaan mereka di Lombok berhasil diruntuhkan. Penguasa
Klungkung selanjutnya memilih menjalin hubungan baik dengan Lombok, bukan menaklukkan
dengan paksaan. Setelah itu penyebaran masyarakat Muslim dari Lombok ke Bali mulai gencar
terjadi. Meski pengaruhnya di masyarakat tidak dapat menggeser dominasi Hindu, yang telah
berabad-abad menjadi kepercayaan utama rakyat Bali. “Lama-lama terjadi akulturasi komunitas
Hindu-Muslim, terbangun kultur perekat yang lebih menonjolkan kesamaan serta saling
menghargai dan menghormati,” tulis Dhurorudin.

DAFTAR PUSTAKA
https://historia.id/agama/articles/riwayat-islam-di-bali-vV9Ql/page/3

https://www.gunromli.com/2018/07/corak-corak-islam-nusantara-dari-wali-sanga-sampai-gus-
dur-2/

Makalah Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia - Seilmu.com

https://reataxit.wordpress.com/2019/12/15/kontribusi-umat-islam-terhadap-kehidupan-politik-di-
indonesia/

Anda mungkin juga menyukai