Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkatrahmat dan
hidayahnya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ‘Kesultanan-kesultanan
Maritim Masa Islam di Nusantara’
Berdasarkan sumber-sumber yang kami dapat dari luar maupun dari dalam, walaupun masih banyak
kekurangan.Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai sejarah masuknya islam
ke Indonesia, juga memberikan penjelasan yang jelasmengenai proses masuknya islam ke Indonesia serta
menjelaskan islam pada masa yang akan datang.
Diharapkan bahwa makalah ini membantu pembaca untuk memahami dengan lebih baik tentang sejarah
masuknya islam ke indonesia. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, disebabkan karena terbatasnya
kemampuan kami, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami perlukan dari pembaca
terutama dari Bapak Guru pembimbing kami. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua.
, Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang
sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan
antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat
Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian,
terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah
lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku
dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-
pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang
asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka
tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan
agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran
para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
1.2 Tujuan
Makalah ini mempunyai tujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai proses
perkembangan islam di Indonesia bagi para pembaca. Disamping itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
informasi kepada para pembaca bahwa kami menjelaskan sejarah perkembangan islam dan perkembangan pada masa
yang akan datangnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan
pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur
Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang
bercorak khas Gujarat.
Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.
Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori
Gujarat.
Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal
dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan
berita Cina.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal
dari Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli
yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik
Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang
berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak
teori berikutnya.
Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran).
Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam
Indonesia seperti:
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu
Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda
bunyi Harakat.
Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari
peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati.
Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali
yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1.Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2.Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3.Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim,
menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4.Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di
daerah Gresik/Sedayu.
5.Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6.Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7.Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah
Demak.
8.Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di
daerah Gunung Muria.
9.Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)
Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa
sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat
dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang
dikasihi Allah.
ada zaman kerajaan–kerajaan di Nusantara dan zaman sebelumnya, kehidupan masyarakat pada
dasarnya bertumpu pada pertanian dan kegiatan yang bersifat agraris. Beberapa komoditas yang
dihasilkan di Nusantara antara lain kapur barus, merica, pala, cengkeh, nila, mur, borax, kesturi,
dan emas. Produksi komoditas ini tersebar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Maluku
dan Papua (Nugroho, 2010). Masyarakat Indonesia pada masa itu kemudian memanfaatkan laut
untuk mengangkut berbagai hasil bumi ini ke wilayah Nusantara lainnya ataupun ke India, Afrika,
dan Cina.
Beberapa penemuan di beberapa negara di Asia dan Afrika menunjukkan adanya peninggalan
dari masyarakat Nusantara yang diperkirakan sudah berumur ribuan tahun. Peninggalan arkeologi
ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia saat itu sudah memiliki ilmu dan teknologi
perkapalan serta navigasi yang baik sehingga mampu menyeberangi Samudera Hindia hingga ke
Semenanjung India bahkan sampai ke Timur Tengah dan Afrika. Hal ini menunjukkan masyarakat
Nusantara saat itu sudah mampu mengintegrasikan pengelolaan wilayah darat, pesisir, dan laut
sehingga aktivitas di ketiga wilayah dapat saling mendukung satu sama lainnya.
Beberapa kerajaan Nusantara dengan kultur peradaban maritim antara lain Kerajaan Kutai (abad
ke-4), Sriwijaya (tahun 600an-1000an), Majapahit (1293-1500), Ternate (1257-sekarang),
Samudera Pasai (1267-1521), dan Demak (1475-1548). Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tercatat
sebagai kerajaan-kerajaan Nusantara yang pada zaman keemasannya menjadi adidaya karena
karakter kemaritiman yang tertanam pada masyarakat.
Pada kuartal ketiga abad ke-12, seorang penulis Cina mengatakan, “Dari semua kerajaan asing
yang kaya raya sekaligus memiliki simpanan barang-barang berharga dan banyak macamnya,
tidak ada yang melebihi bangsa Ta-Shih (Arab). Posisi kedua ditempati oleh She-
p’o (Jawa/Majapahit), sementaraSan-fo-chi (Sriwijaya) di tempat ketiga. Marco Polo, seorang
pedagang dan penjelajah Italia juga menyatakan tentang Nusantara, “Jumlah emas yang
dikumpulkan di sana lebih banyak daripada yang dapat dihitung dan hampir tak dapat dipercaya.
Kemudian, dari tempat itulah para pedagang dari Zai-tun (Hangzhou, Cina) dan Manji mengimpor
logam mulia, yang menurut ukuran impor masa kini, jumlahnya sangat besar.” (Nugroho,2010).
Sejak Kerajaan Kutai, masyarakat Indonesia sudah memanfaatkan laut untuk aktivitas
perdagangan dan pelayaran. Dengan teknologi yang ada saat itu, para penduduk melakukan
kegiatan niaga antar pulau, kerajaan, bahkan berlayar hingga pulau yang jauh seperti Sri Lanka
dan Madagaskar. Kultur bahari dan maritim ini kemudian terlihat juga dalam aktivitas kerajaan-
kerajaan Nusantara lainnya. Kerajaan Sriwijaya di zaman keemasannya memiliki pelabuhan
internasional yang besar dan menguasai perdagangan dan pelayaran di wilayah barat Indonesia
hingga Semenanjung Malaya.
Berbeda dengan Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Sunda di wilayah Jawa Barat dan Banten saat itu
tidak memiliki kultur bahari dan maritim yang kuat. Masyarakat di kerajaan ini umumnya melakukan
aktivitas pertanian sebagai mata pencahariannya. Hal ini dikarenakan kuatnya armada maritim
Kerajaan Sriwijaya saat itu yang kemudian secara berangsur-angsur diambil-alih oleh kekuatan
maritim Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit menjadi pusat kerajaan maritim Nusantara yang berperan melindungi jalur
perdagangan laut sebagai jalur utama perdagangan dan menghilangkan ancaman jalur laut di
sepanjang wilayah laut Nusantara hingga kawasan di sekitarnya. Armada laut Majapahit sangat
besar di masa itu. C.R. Boxer, profesor sejarah dari Inggris mencatat total jumlah kapal yang
dimiliki VOC pada tahun 1650, 1674, dan 1704 sebanyak 74 kapal, 124 kapal, dan 81 kapal. Kapal
ini dibutuhkan untuk memonopoli komoditas internasional di Nusantara.
Kerajaan Ternate yang terdapat di wilayah Maluku Utara saat ini memiliki sumber daya rempah-
rempah yang dikenal mancanegara hingga ke Benua Eropa. Untuk mendukung aktivitas
perdagangan rempah-rempahnya, Kerajaan Ternate membangun pelabuhan dan galangan kapal
di beberapa pulau utamanya. Terdapat juga pelabuhan pendukung di beberapa pulau kecil yang
bertujuan untuk membawa hasil bumi dari pulau-pulau kecil ini ke pelabuhan utama.
Aktivitas perdagangan dan pelayaran Kerajaan Ternate serta kerajaan-kerajaan lain di Nusantara
pada abad 11 hingga abad 14 terintegrasi dengan aktivitas maritim Kerajaan Majapahit. Terjalin
hubungan yang baik dan perjanjian di antara kerajaan-kerajaan ini dimana Kerajaan Majapahit
dipercaya untuk melindungi dan mengontrol jalur perdagangan dan pelayaran yang ada di wilayah
Nusantara.
Kerajaan Samudera Pasai yang berada di ujung barat Nusantara memiliki peranan yang penting
sebagai bandar pelabuhan kapal-kapal yang hendak menuju Nusantara ataupun sebaliknya.
Peranan penting ini terutama terjadi karena menurunnya kekuatan maritim Kerajaan Sriwijaya
yang juga terdapat di wilayah Sumatera. Namun aktivitas maritim Kerajaan Samudera Pasai masih
berada di bayang-bayang Kerajaan Majapahit yang saat itu merupakan kerajaan maritim
Nusantara terbesar. Sejak merosotnya kekuatan Kerajaan Majapahit karena konflik internal dan
eksternal, Kerajaan Samudera Pasai membuat kebijakan maritim sendiri dan tidak lagi bergantung
kepada Kerajaan Majapahit. Kerajaan Samudera Pasai menguasai aktivitas perdagangan dan
pelayaran di Selat Malaka hingga tahun 1521.
Kerajaan Majapahit tidak memonopoli sendiri penguasaan pelabuhan yang ada di setiap daerah
Nusantara. Pelabuhan yang ada di setiap daerah Nusantara dikelola oleh kerajaan masing-masing
dengan menyediakan sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar perdagangan antar
kerajaan dan daerah. Setiap kerajaan saling bekerjasama dalam melakukan aktivitas
perdagangan dan pelayaran. Kerjasama ini juga dilakukan ketika terdapat ancaman dari luar
Nusantara yang hendak menyerang salah satu kerajaan di Nusantara. Kerjasama yang baik di
antara kerajaan-kerajaan ini yang membuat aktivitas perdagangan dan pelayaran masyarakat
Nusantara saat itu bisa kuat dan disegani mancanegara.
Islam masuk ke Indonesia terbukti dengan adanya peninggalan sejarah masa kerajaan pada abad ke
13. Bukan merupakan kebetulan apabila di berbagai penjuru tanah air kini kita saksikan beragam
bentuk dan corak peninggalan sejarah Islam. Ada cerita sejarah teramat panjang di balik keunikan
peninggalan sejarah tersebut.
iap-tiap peninggalan sejarah Islam tersebut melukiskan bagaimana kehidupan bangsa kita sejak
berabad silam hingga masa kontemporer. Di dalam bentuk peninggalan sejarah Islam di Indonesia,
terdapat sumber ilmu pengetahuan yang sangat kaya.
Bagi generasi penerus bangsa dan negara, Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia bisa di jadikan
cermin bagaimana tahap kehidupan bangsa pada masa itu. Nah, apa saja peninggalan sejarah Islam di
Indonesia? berikut kami sajikan 8 corak peninggalan sejarah Islam di Indonesia.
Dalam seni bangunan wujud akulturasi budaya Islam danbudaya tradisional Indoneesia
yang paling menonjol ada padabangunan mesjid. Bagi pemeluk Agama Islam, mesjidmerupakan
tempat suci bagi umat Islam untuk melakukanperibadatan. Mesjid yang ada di Indonesia memiliki ciri-
ciriarsitektur yang berbeda dengan mesjid-mesjid di negara lain.
Mesjid-mesjid kuno yang ada di Indonesia mempunyai ciri khasperpaduan budaya Islam dan
tradisional.Ciri khasnya adalah pada atapnya yangbertingkat lebih dari satu (atap tumpang),biasanya
sampai tiga tingkat. Atap tumpangini menurut ahli sejarah merupakanperpaduan unsur budaya
tradisional, budayaHindu dan budaya Islam. Bangunannyaberbentuk bujur sangkar, ada serambi
dibagian samping dan belakang. Memilikifondasi yang kokoh, terdapat mihrab atautempat khotbah
imam/tempat berdakwahdalam masjid. Terdapat kolam air untukmenyucikan tubuh (wudhu)
sebelummelakukan ibadah.
b. Keraton
Bangunan pusat kerajaan atau kesultanan, tempat rajamenetap. Pada masa Islam di Indonesia,
keraton berperanpenting baik sebagai pusat kekuasaan politik, juga berfungsisebagai pusat
penyebaran Agama Islam. Keraton atau istanayang dibangun pada masa Islam berorak khas
perpaduan unsurunsurarsitektur tradisional, budaya Hindu-Buddha dan budayaIslam.
Pada atapnya yang tumpang dan pintu masuk keraton yangberbentuk gapura. Letak keraton biasanya
dihubungkan dengankepercayaan masyarakat, selalu menghadap ke arah utara, disebelah barat ada
mesjid, dan sebelah timur ada pasar, sebelahselatan alun-alun. Tata ruang seperti merupakan
tradisimasyarakat pra sejarah Indonesia yang disebut macapat. Dilapangan luas keraton terdapat
pohon beringin besar.
c. Makam
selalu diusahakan untuk menjadiperumahan yang sesuai dengan orang yang dikuburnya. Makampara
sultan atau raja dan tokoh Agama dibangun sepertilayaknya sebuah istana. Pada umumnya makam di
kerajaandibangun di lereng sebuah bukit, seperti komplek pemakam rajarajaketurunan Mataram di
Imogiri Yogyakarta
Dalam kepercayaan masyarakat pra sejarah Indonesia.Komplek pemakaman ditempatkan di atas bukit
atau lereng.Pada komplek makam raja di Imogiri Yogyakarta berada di atas sebuah bukit. Makam
tertua di Indonesia adalahmakam Fatimah binti Maimun yanglebih dikenal dengan putri Suwari
diLeran Gresik bertahun 1082. Makam inimirip candi. Makam lainnya, sepertiMakam Syeikh Maulana
Malik Ibrahim
d. Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni tulisan indah dengan mengunakanbahasa Arab. Kaligrafi mulai berkembang pada
abad ke-16, senitulis indah dalam bahasa Arab dipahatkan pada sebuah batuatau kayu. Kalimat yang
diambil biasanya dari ayat-ayat suciAl-Qur'an dan Hadits. Motif kaligrafi biasanya berbentuktumbuh-
tumbuhan, bunga-bungaan, pemandangan alam atauhanya garis-garis geometris saja. Seni kaligrafi
Islam ini turutmewarnai perkembangan seni rupa di Indonesia. Biasa senikaligrafi dipakai untuk hiasan
pada bangunan masjid, motifbatik, hiasan keramik, hiasan pada keris, hiasan pada batu nisan,dan
pada dinding rumah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agama Islam masuk ke Indonesia mayoritas dibawa oleh para pedagang Muslim
dari Arab, India, Cina, dan Persia. Kedatangan mereka secara damai dan penuh
dengan ramah tamah menjadikan rakyat Nusantara pada masa itu tertarik pada
orang-orang Muslim terlebih agama yang mereka anut. Begitu banyak pula para
penguasa maupun raja-raja yang tertarik dengan budi akhlak mereka sehingga
pernikahan dengan putri raja pun terjadi. Hal inilah yang menjadi faktor utama
berdirinya Kerajaan/Kesulthanan di Indonesia dan Berjaya hingga zaman
imperialisme barat berkuasa. Pada masa penjajahan pun umat Muslim tidak
hanya diam. Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara menyatukan kekuatan
bersama-sama berperang mengusir penjajah. Bahkan, sampai detik-detik
proklamasi pun umat Muslim memegang kontribusi yang besar. Oleh karena itu,
lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia tak pernah lepas dari bantuan
tangan umat Muslim di Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA