Anda di halaman 1dari 87

SEJARAH PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 01
KELAS XII MIPA 4

1. ANISA ASAHRA (02)


2. FAHRI RIYANTO (13)
3. KHAERULL FADHIL (18)
4. MEILANI KARTIKA PUTRI (20)

SMAN 2 KEBUMEN
TAHUN PELAJARAN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur dengan setulus-tulusnya dipersembahkanke hadirat Allah Swt.


yang telah mengutus Rasul pilihan-Nya, Nabi Muhammad SWA. Membawa agama
Islam yang dapat mengantarkan manusia kepada kehidupan bahagia di dunia dan
akhirat.

Agama yang disampaikan oleh Allah Swt. kepada manusia melalui Rasul-
Nya Nabi Muhammad Saw., kini telahberusia kurang lebih lima belas abad yang
tersebar luas dalam berbagai kawasan yaitu kawasan pengaruh kebudayaan Arab,
kawasan pengaruh kebudayaan Turki, kawasan pengaruh kebudayaan India Islam,
kawasan Asia Tenggara dan kawasan Afrika Selatan dan Afrika Tengah.

Tentu saja menjadi suatu keharusan bagi umat Islam, khususnya siswa dan
siswi SMA Negeri 2 Kebumen untuk mengetahui Sejarah Peradaban Islam di
berbagai kawasantersebut di atas, namun karena luasnya kawasan tersebut, maka
tidak mungkin disajikan sekaligus dalam makalah ini. Namun demikian, sangat
disadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi, metode
penulisan maupun analisisnya. Untuk itu, saran dan kritik dari guru dan kawan-
kawan tentu disambut dengan senang hati guna penyempurnaan makalah ini.

2
ABSTRAK

Merumuskan dan menjelaskan tentang sejarah masuknya Islam ke


nusantara dan, proses Islamisasinya. Sejarah masuknya Islam nusantara berkutat
pada perdebatan 4 (empat) teori penyebarannya, diantaranya teori Gujarat,
Makkah, Persia, dan Cina. Di mana pengambilan datanya merujuk dari tentang
Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara, Adanya
komunitas- komunitras Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya,
makam Islam dan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Kemudian, Islam
berkembang melalui berbagai cara, diantaranya yaitu melalui jalur Perdagangan,
Perkawinan, Tasawuf, Pendidikan, Kesenian, politik dan dakwah. Jalur tersebut di
posisikan oleh kerajaan Islam di nusantara yang di topang dengan kebudayaan.
Sebab itu, masuknya Islam di nusantara tidak merusak tatanan kebudayaan
melainkan mengakomodir yang direkonstruksi formulasinya dalam ajaran Islam.

Kata Kunci : nusantara, islam, kerajaan

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2
ABSTRAK.........................................................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................................4
BAB I...............................................................................................................................5
PENDAHULUAN................................................................................................................5
A. Latar Belakang.......................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...................................................................................................6
C. Tujuan...................................................................................................................6
BAB II..............................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................7
A. Sejarah dan Proses Masuknya Agama Islam di Indonesia..........................................7
B. Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia....................................................................8
C. Saluran Penyebaran Islam di Indonesia..................................................................13
D. Perkembangan Islam di Indonesia..........................................................................16
E. Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia..............................................19
F. Peran Wali Songo dalam Islamisasi di Indonesia.....................................................26
G. Pengembangan Tasawuf di Indonesia oleh Wali Songo............................................35
H. Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia..................................................................42
I. Hasil Kebudayaan Masyarakat Indonesia pada Masa Islam......................................47
J. Nilai-Nilai Keteladanan Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Perkembangan Islam di
Indonesia....................................................................................................................47
K. Menjunjung Tinggi Kerukunan dalam Kehidupan Sehari-hari....................................48
BAB III...........................................................................................................................50
PENUTUP.......................................................................................................................50
A. Kesimpulan...........................................................................................................50
B. Saran................................................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................52

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebaran Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam
sejarah Indonesia. Tampaknya, para pedagang muslim sudah ada di sebagian
wilayah Nusantara selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama yang
mapan dalam masyarakat-masyarakat lokal (Ricklefs, 2008; 3). Secara umum ada
dua proses yang mungkin telah terjadi; pertama, penduduk pribumi mengalami
kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya; kedua, orang-orang
asing Asia (Arab, India, Cina, dll) yang telah memeluk agama Islam tinggal dan
menetap di suatu wilayah di Nusantara, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti
gaya hidup lokal sedemikian rupa sehingga mereka menjadi orang Jawa, Melayu,
atau suku lainnya.

Kapan, mengapa, dan bagaimana konversi tersebut terjadi masih menjadi


perdebatan oleh beberapa ilmuwan. Tetapi Ricklefs menegaskan bahwa era
“Indonesia modern” dimulai sejak kedatangan Islam, agama telah mempersatukan
suku-suku di Nusantara menjadi “kesatuan sejarah yang padu” (a coherent
historical unit). Selain penyebaran Islam, kepentingan ekonomi masing-masing juga
menjadi benang merah penghubung antara berbagai negara dan negara-negara
kepulauan di Nusantara pada masa itu. Keberadaan selat Malaka telah menjadi
jaringan ekonomi dan kultural dari sistem perdagangan di Nusantara yang
membentang ke barat sampai India, Persia, Arabia, Suriah, Afrika Utara dan Laut
Tengah, ke utara sampai Siam dan Peru, serta ke timur sampai Cina dan Jepang.

Kunci keberhasilan Malaka terletak pada kebijakan-kebijakan penguasanya


yang berhasil membentuk suatu komunitas internasional kaum pedagang yang
mendapat fasilitas- fasilitas yang menguntungkan. Malaka senantiasa
mengembangkan politik hidup berdampingan (co-existence policy) dengan negara
tetangga di kawasan Nusantara sebagai upaya menjaga eksistensinya (Dahlan,
2014:119).

Kemaharajaan Melayu Malaka juga menjalin hubungan baik dengan


beberapa kerajaan besar di masa itu seperti Kerajaan Siam di Thailand, Majapahit di
Pulau Jawa, Dinasti Cina di dataran Asia serta kerajaan-kerajaan Islam di dataran
India dan jazirah Arab. Sejak Islam menjadi agama resmi pada masa pemerintahan
Sultan Muzaffar Syah I, Malaka menjadi salah satu pusat pengembangan Islam di
kawasan Nusantara sebelah Barat.

Kedudukan Malaka menjadi semakin penting, seiring terjalinnya kerjasama


politik dan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, secara alamiah
terjadi penyebaran agama Islam di kerajaan-kerajaan tersebut. Agama Islam tidak
hanya menyebar di sekitar selat Malaka, tetapi sampai ke Sumatera bagian selatan,
Kalimantan sebelah barat, Brunei Darussalam, kawasan kepulauan Sulu Mindanao,
Filipina, dan di tanah Jawa yang di bawa oleh para tentara bayaran dari Jawa yang
bekerja di Kemaharajaan Melayu Malaka.
5
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan proses masuknya agama Islam di Indonesia?
2. Bagaimana penyebaran agama Islam di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan agama Islam di Indonesia?
4. Apa saja peran dan kontribusi agama Islam pada masyarakat dan
peradaban di Indonesia?
5. Apa saja peran wali songo serta bagaimana pengembangan tasawuf dari
wali songo di Indonesia?
6. Apa saja aspek perkembangan Islam di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah dan proses masuknya agama Islam di Indonesia
2. Mengetahui penyebaran agama Islam di Indonesia
3. Mengetahui perkembangan agama Islam di Indonesia
4. Mengetahui peran dan kontribusi agama Islam pada masyarakat dan
peradaban di Indonesia
5. Mengetahui peran wali songo serta pengembangan waili songo di Indonesia
6. Mengetahui aspek perkembangan Islam di Indonesia

D. Manfaat
1. Terbuka wacana baru dan tumbuh semangat untuk terlibat dalam perjuangan
perkembangan islam di indonesia, untuk masa sekarang dan yang akan datang secara
proporsional

2. Mampu menjelaskan bahwa Islam datang di Indonesia pada abad ke-7 di Samudera
Pasal melalui para saudagar Arab, Persia, dan India, Gujarat dengan cara santun dan
damai.

3. Mampu menyebutkan bahwa islamisasi di Indonesia melalui hubungan interaksi dalam


perdagangan, perkawinan, pendidikan, birokrasi, dan seni budaya.

4. Mampu menjelaskan perkembangan Islam Indonesia di era kesultanam, era


penjajahan, era pra kemerdekaan, dan era pasca kemerdekaan.

5. Menyadari pentingnya membekali din agar mampu memberi kontribusi dalam


perjuangan perkembangan Islam di masa-masa yang akan datang.

6. Merasakan pentingnya beorganisasi dalam konteks perjuangan untuk kepentingan


agama, masyarakat, dan bangsa.

7. Terinspirasi dan termotivasi terhadap perjuangan para tokoh Islam dalam kancah
perjuangannya membela agama dan bangsa Indonesia, sehingga menjadi penerus
perjuangan para tokoh tersebut datang.
6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Proses Masuknya Agama Islam di Indonesia


Dapat dipastikan bahwa Islam sudah ada di Negara bahari Asia Tenggara
sejak awal zaman Islam. Dari masa khalifah ketiga “Utsman (644-56), utusan-
utusan muslim dari tanah Arab mulai tiba di istana Cina. Setidaknya pada abad IX
sudah ada ribuan pedagang muslim di Kanton. Kontak-kontak antara Cina dan dunia
Islam itu terpelihara terutama lewat jalur laut melalui perairan Indonesia. Karena
itu, tak aneh bila orang0orang Islam tampak memainkan peran penting dalam
urusan-urusan perdagangan. Di Sumatera Sriwijaya yang beragama Budha didirikan
akhir abad VII, antara tahun 904 dan pertengahan abad XII, utusan-utusan dari
Sriwijaya ke istana Cina memiliki nama Arab. Pada tahun 1282, Raja Samudra di
Sumatera bagian utara mengirim dua utusan bernama Arab ke cina. Sayangnya,
kehadiran muslim-muslim dari luar kawasan Indonesia tidak menunjukkan bahwa
Negara- negara Islam lokal telah berdiri, tidak juga bahwa telah terjadi perpindahan
agama dari penduduk local dalam tingkat yang cukup besar (Ricklefs, 2008:4).
Untuk mempelajari suatu agama, termasuk agama Islam harus bermula dari
mempelajari aspek geografis dan persebaran agama-agama dunia. Setelah itu dapat
dipahami pula proses kelahiran Islam sebagai salah satu dari agama dunia,
terutama yang dilahirkan di Timur Tengah, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam.
Ketiganya dikenal sebagai agama langit atau wahyu. Kedua hal itu, aspek geografi
dan persebaran agama itu sendiri. Selanjutnya untuk dapat memahami proses
perkembangan Islam sehingga menjadi salah satu agama yang dianut oleh
penduduk dunia yang cukup luas, harus dikenali lebih dahulu tokoh penerimaan
ajaran yang sekaligus menyebarkan ajaran itu, yaitu Nabi Muhammad saw, sang
pembawa risalah.
Keberhasilan proses Islamisasi di Indonesia ini, memaksa Islam sebagai
agama pendatang baru menyesuaikan diri untuk mendapatkan simbol-simbol
kultural yang selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman
masyarakat yang akan dimasukinya dalam mengenal ajaran agama Islam. Langkah
ini merupakan salah satu watak Islam yang pluralistis yang dimiliki semenjak awal
kelahirannya.
Sejarah masuknya Islam di Indonesia hingga saat ini masih diperdebatkan.
Beberapa para sejarawan mengatakan bahwasannya masuknya Islam ke Indonesia
pertama kali dibawa oleh para pedagang Arab. Akan tetapi, ada juga yang
mengatakan bahwa Islam dibawa pertama kali oleh 9 wali atau yang dikenal dengan
Wali Songo. Diketahui islam sendiri masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 masehi.
Sebelum Islam, ada beberapa agama lain seperti Hindu dan Budha sudah terlebih
dulu masuk dan menjadi kepercayaan masyarakat Indonesia. Banyaknya kerajaan
Islam yang ada juga turut memengaruhi perkembangan Islam di Indonesia. Dengan
runtuhnya kerajaan Hindu-Budha di nusantara, banyak masyarakat jajahan kerajaan
Hindu dan Budha tersebut masuk Islam dan turut menyebarkan agama Islam ke
seluruh negeri.

7
B. Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia
Kemungkinan sejarah selalu terbuka untuk ditulis ulang didasarkan pada
beberapahal, di antaranya adalah ditemukannya data baru, berkembangnya teori
dan metodologi yang membuka peluang dilakukannya interpretasi baru
(reinterpretasi), dan sudut pandang kajian yang berbeda. Mempelajari Islam di
Indonesia secara historis adalah meletakkan objek peristiwa yang dikaji dalam
ruang waktu yang temporalitasnya ditetapkan. Dengan kajian seperti itu akan
tergambarkan perjalanan suatu peristiwa sejarah secara prosesual. Dalam hal ini,
Islam di Indonesia (Islam in Indonesia) atau Islam Indonesia (Indonesia Islam,
indonesische Islam) menjadi objek yang dikaji.
Perlu dikaji ulang mengenai kemungkinan munculnya varian peristilahan:
Islam Indonesia (Indonesia Islam/Islam of Indonesia, indonesische Islam ), Islam di
Indonesia (Islam in Indonesia), orang Islam di Indonesia ( Indonesian muslim).
Variasi frase-frase tersebut membawa konsekuensi tersendiri. Islam Indonesia
mengandung arti Islam ala
Indonesia, Islam bergaya Indonesia, atau Islam lokal Indonesia. Islam di Indonesia
artinya Islam yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia. Orang Islam di
Indonesia artinya adalah orang Islam – dengan berbagai dimensi kehidupan yang
melekat pada orang Islam itu (sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya),
dengan beragam tampilannya yang ada di Indonesia. Peristilahan-peristilahan
tersebut akan berhadapan vis a vis dengan dengan nilai- nilai normatif Islam itu
sendiri yaitu Islam sebagaimana diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw
melalui Malaikat Jibril.
Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan,
demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai
situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke
Indonesia memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan
pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan
tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui
berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa)
yang datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di
Indonesia. Tokoh- tokoh itu diantaranya: Marcopolo, Muhammad Ghor, Ibnu
Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted.
Sedangkan sumber-sumber pendukung kedatangan agama Islam atau biasa
dikenal dengan teori-teori kedatangan agama Islam di Indonesia, diantaranya
adalah:

a) India (Gujarat)
Tokoh yang mendukung teori Gujarat adalah Pijnapel, seorang
ilmuwan dari Universitas Leiden, Belanda. Menurutnya, Islam dibawa ke
Indonesia sejak awal abad ke 13 Masehi oleh pedagang asal Gujarat, India
Barat. Menurut Pijnapel, masuknya Islam ke Nusantara didasarkan pada
hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dengan pedagang Gujarat
yang datang lewat jalur Indonesia-Cambay-Timur-Tengah-Eropa. Teori
Gujarat ini didukung oleh ilmuwan Belanda lain yaitu Snouck Hurgronje yang
mengatakan hubungan dagang Indonesia dengan pedagang Gujarat sudah
berlangsung lebih awal, bahkan sebelum orang-orang Arab datang.

Terlebih, saat itu Islam diketahui memiliki pengaruh kuat di kota-kota


India. Contoh, para muslim Dakka merupakan pedagang perantara antara
8
Timur Tengah dan Indonesia. Menurut teori Gujarat, proses penyebaran
Islam di nusantara terjadi ketika pedagang Gujarat itu menetap di Indonesia
untuk menunggu kedatangan angin musim. Mereka mulai berinteraksi
dengan pedagang lokal dan penduduk setempat. Proses interaksi tersebut
menghasilkan asimilasi budaya lewat perkawinan sehingga kebudayaan dan
ajaran Islam mulai menyebar melalui ikatan keluarga. Teori Gujarat ini
didukung beberapa bukti, salah satunya diterangkan oleh ilmuwan bernama
Moquette yang ikut memberi pendapat dan mengembangkan teori ini pada
1912. Beberapa di antaranya yaitu:

 Batu nisan Sultan Malik As-Saleh di Pasai, Sumatera Utara (1927) dan
batu nisan Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang punya
kesamaan dengan batu nisan di Cambay, Gujarat, India.
 Marcopolo dari Venesia (Italia) memberi keterangan, dirinya pernah
singgah di Perlak pada tahun 1292, yang penduduknya sudah
memeluk agama Islam. Ia menyatakan, ada banyak pedagang Islam
asal India juga yang menyebarkan ajarannya.
 Terdapat inskripsi tertua yang mendukung pendapat Hurgronje
bahwa hubungan antara Sumatra dan Gujarat sudah berlangsung
lama.

Meski ada beberapa bukti yang mendukung, teori Gujarat tak lepas dari
kritik dan sangkalan yang menunjukkan adanya kelemahan dari bukti
tersebut. Pendapat Mouquette tentang kemiripan batu nisan, dikritik S.Q
Fatimi lewat penelitian berjudul Islam Comes to Malaysia (2009). Menurutnya,
gaya batu nisan Malik al-Saleh sangat berbeda dengan batu nisan yang ada di
Gujarat. Hal ini ia lihat dari bentuknya yang justru mirip batu nisan di Bengal.
Selain Fatimi, ada dua sangkalan terhadap teori Gujarat. Pertama yaitu
masyarakat Samudera Pasai diketahui menganut mazhab Syafi'i, sedangkan
pedagang Gujarat lebih banyak menganut mazhab Hanafi. Ada juga yang
mengatakan, ketika Islam masuk di Samudera Pasai, Gujarat masih Kerajaan
Hindu. Terlepas dari kelebihan dan kelemahannya, dari penjelasan di atas
dapat kita ketahui bahwa teori Gujarat adalah salah satu teori yang
mengemukakan proses masuknya Islam ke Indonesia dibawa pedagang asal
Gujarat, India.

b) Benggali
Teori Bangladesh atau Benggali menjadi salah satu teori yang muncul
terkait sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia atau Nusantara
meskipun tidak sepopuler Teori Arab (Mekkah), Persia (Iran), Gujarat (India
), atau Cina. Islam masuk dan berkembang di Nusantara melalui
perdagangan, perkawinan, kesenian, politik, hingga tasawuf. Hadirnya Islam
membuat pembauran budaya dalam masyarakat Nusantara. Proses asimilasi
dan akulturasi yang melibatkan budaya Islam dengan budaya setempat
tampak terlihat pada seni bangunan, kesenian, kalender, seni ukir, dan
sebagainya. Ketika Islam datang di Nusantara, terdapat berbagai suku
bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya
setempat. Sebagian suku bangsa itu ada di pedalaman dan belum banyak
mengalami perubahan.
Namun, hal ini berbeda dengan penduduk yang tinggal di pesisir atau kota-
kota pelabuhan di tepi pantai. Warga pesisir cenderung lebih cepat
9
mengamali percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar.

10
Bangsa India, Persia, Arab, dan Eropa yang datang ke Nusantara
untuk berbagai tujuan, lebih mudah berbaur dengan masyarakat pesisir
ketimbang orang pedalaman. Menurut Teori Bangladesh atau yang kerap
disebut juga sebagai Teori Benggali, hadirnya ajaran Islam di Nusantara
yang kemudian menjadi agama mayoritas di Indonesia terjadi berkat
kedatangan orang-orang Benggali. Bangladesh sendiri kini merupakan
sebuah negara di Asia Selatan yang berbatasan langsung dengan India dan
Myanmar. Adapun Benggali adalah komunitas etnik atau suku bangsa yang
mendiami wilayah Benggala. Benggala Barat kemudian masuk ke dalam
wilayah India, sedangkan Benggala Timur menjadi bagian dari Bangladesh.
Suku Benggali merupakan kelompok etnis terbesar ke-3 di dunia setelah
Tionghoa (Cina) dan Arab.

Teori Bangladesh sebagai salah satu teori terkait sejarah masuknya


agama Islam ke Nusantara dicetuskan oleh S.Q. Fatimi. Landasan untuk
menguatkan teori ini salah satunya adalah bahwa ada tokoh-tokoh terkemua
di Pasai (Aceh) yang berasal dari Benggala alias dari etnis Benggali. S.Q.
Fatimi, dikutip dari Kuntala, Sriwijaya dan Suwarnabhumi (1981) karya
Slamet Muljana, mendukung pendapat Tomi Pires, penjelajah asal Portugal,
yang menyebut agama Islam masuk ke Pasai dari Benggala.

Orang-orang Benggali membawa Islam ke Nusantara diperkirakan


terjadi sejak abad 11 Masehi. Bukti lain yang dikemukakan Fatimi adalah
batu nisan yang ditemukan di Pasai, termasuk batu nisan yang terdapat di
malam Maulana Malik Al Saleh atau Sultan Malikussaleh alias Marah Silu,
pendiri Kesultanan Samudera Pasai pada 1267 M. Fatimi membantah
pendapat yang menyatakan model dan bentuk batu nisan di Pasai berasal
dari Gujarat seperti yang diyakini sebelumnya. Menurut Fatimi, seperti
dinukil Solikin M. Juhro dalam Praktik Ekonomi dan Keuangan Syariah oleh
Kerajaan Islam di Indonesia (2021), batu nisan di Pasai itu justru mirip
dengan yang ada di Benggala. Batu nisan ala Benggala juga banyak
ditemukan pada banyak kuburan lain yang berasal dari zaman Pasai.

Fatimi meyakini keberadaan artefak yang ada, turut menjadi kritik


atas pendapat ahli yang mengabaikan adanya batu nisan Siti Fatimah
bertanggal 475/1082 yang ditemukan di Leran, Jawa Timur. Kendati
demikian, penelitian Fatimi memiliki kelemahan seiring munculnya kritik dari
sisi mazhab Islam. Muslim Benggali di Bangladesh cenderung menganut
Mazhab Hanafi. Hal ini bertolak belakang dengan umat Islam di Indonesia
yang mayoritas menganut Mazhab Syafi’i.

c) Persia
Menurut Teori Persia, agama Islam masuk ke Indonesia pada rentang
waktu abad ke-7 hingga ke-13. Adapun yang membawa Islam adalah para
pedagang dari Persia, yang pertama kali menyebarkan agama Islam di Pulau
Sumatera. Teori ini didukung oleh sejarawan seperti Prof. Hoeseom
Djajadiningrat dan Prof. Umar Amir Husen. Seperti diketahui bahwa posisi
Pulau Sumatera sangat dekat dengan Selat Malaka, yang merupakan pusat
perdagangan serta bisnis pada saat itu. Sejak dulu, Selat Malaka telah
dipenuhi oleh pedagang asing dari segala penjuru dunia, salah satunya
adalah pedagang dari wilayah Timur Tengah seperti Persia. Pedagang
11
dari Persia

12
inilah, yang selama berdagang juga sembari melakukan penyebaran agama
Islam di Nusantara.

Salah satu bukti Teori Persia yang menjadi kelebihannya adalah


adanya perayaan 10 Muharam di Bengkulu dan Sumatera Barat yang dikenal
sebagai Tradisi Tabot. Pasalnya, tradisi untuk mengenang cucu Nabi
Muhammad SAW, Husain bin Ali, ini juga dikenal di Persia. Selain itu, adanya
penyerapan dan penambahan kosa kata bahasa Persia ke dalam bahasa
Melayu. Hal itu dibuktikan dalam beberapa buku yang memuat kosa kata
Persia, yang diserap ke dalam bahasa Melayu. Bukti lain adalah adanya
persamaan nisan pada makam Malik al-Shalih dan makam Maulana Malik
Ibrahim, yang memiliki kemiripan dengan nisan yang ada di Persia.

Meski memiliki beberapa kelebihan, namun ada sebagian ahli yang


masih meragukan bukti-bukti terkait masuknya Islam dari Persia. Hal ini
karena bukti-bukti yang ada masih diragukan dan dirasa kurang kuat.
Terlebih lagi, Persia bukanlah wilayah pusat agama Islam. Ditambah lagi,
pedagang yang berasal dari Persia jumlahnya tidak seberapa. Pedagang
Persia yang bertransaksi di Indonesia saat itu masih kalah jumlahnya dengan
pedagang Arab, China, dan India.

d) Arab
Teori ini antara lain dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold, Crawfud,
Viemann, dan De Hollander. Teori Mekkah atau Teori Arab dikemukakan oleh
Sir Thomas Arnold bersama Crawfurd, Niemann, dan de Hollander. Dalam
pandangan Arnold, para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka
dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau
abad ke-7 dan ke-8. Teori Mekkah menyatakan bahwa pengaruh Islam telah
masuk ke Nusantara pada sekitar abad ke-7, dibawa langsung oleh para
pedagang Arab. Buktinya adalah adanya permukiman Islam pada 674 di
Baros, Banten. Teori ini juga disetujui oleh beberapa ahli Indonesia, seperti
Buya Hamka dan M. Yunus Ismail, yang meyakini bahwa Islam masuk ke
Nusantara dibawa oleh pedagang Arab.
Seperti halnya teori-teori lain, meski masih dalam perdebatan para
ahli sejarah, Teori Mekkah juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan Teori Mekkah yaitu adanya persamaan mazhab di Arab dan di
Indonesia, yang memakai mazhab Syafi'i. Selain alasan kesamaan mazhab,
Hamka melihat bahwa gelar raja-raja Pasai adalah al-Malik, bukan Shah atau
Khan seperti yang terjadi di Persia dan India. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai
yang ditulis setelah 1350, disebutkan bahwa Syaikh Ismail datang dari
Mekkah melalui Malabar menuju Pasai dan mengislamkan rajanya, Merah
Silu, yang kemudian bergelar Malik al-Shalih. Hal ini sekaligus membantah
Teori Gujarat, yang menyatakan bahwa pengaruh Islam di Indonesia datang
dari Gujarat, India.
Teori Mekkah menyebut jika Islam masuk ke Indonesia dari Mekkah,
sebagai pusat agama Islam, sementara Gujarat hanya sebagai tempat
singgah. Di samping itu, pada abad ke-13, telah terdapat ulama-ulama Jawa
yang mengajarkan tasawuf di Mekkah. Naguib Al-Attas juga pembela Teori
Arab, yang berargumen bahwa sebelum abad ke-17, seluruh literatur
keagamaan Islam yang relevan tidak mencatat satu pengarang Muslim India.
Disamping kelebihannya, Teori Mekkah juga memiliki kelemahan, yaitu
13
kurangnya fakta terkait peranan bangsa Arab dalam proses penyebaran
agama Islam di Indonesia.
e) Cina
Menurut Teori Cina, Islam masuk ke Nusantara pada sekitar abad ke-
9. Dalam hal ini, etnis muslim Cina berperan dalam proses penyebaran Islam
di Nusantara bersamaan dengan migrasi mereka ke Asia Tenggara. Islam di
Cina sendiri berkembang berkat hubungan perdagangan Arab muslim dan
Cina yang sudah terjalin sejak awal abad pertama hijriah. Budaya dan
agama Islam masuk ke Cina melalui Kanton (Guangzhou) pada era Tai
Tsung (627- 650) dari Dinasti Tang. Pendapat lain mengatakan bahwa
penyebaran Islam dari Cina di Nusantara telah terjadi pada abad ke-7.
Setelah perkembangan Islam di Cina, penyebaran Islam kemudian datang ke
Sriwijaya. Dari Sriwijaya, Islam kemudian menyebar dan berkembang di
Jawa pada 674, bersamaan dengan kedatangan utusan Arab bernama Ta
Cheh/Ta Shi ke Kalingga pada masa Ratu Sima.

Adapun bukti yang mendukung Teori Cina adalah pengaruh yang


kuat budaya dan tradisi Cina pada budaya Sumatera bagian selatan. Selain
itu, Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak adalah keturunan Tionghoa dari
garis ibunya. Bukti lain terdapat pada masjid di beberapa kota di Indonesia
yang memiliki arsitektur Cina. Seperti contohnya Masjid Cheng Ho di
Surabaya yang kaya akan ornamen Cina. Laksamana Cheng Ho sendiri
dipercaya sebagai seorang penjelajah muslim Cina yang turut menyebarkan
Islam di Nusantara. Selain itu, adanya catatan penulisan gelar raja-raja
Islam yang ditulis dengan menggunakan istilah Cina.

Di samping kelebihan dan bukti-bukti pendukungnya, Teori Cina juga


memiliki kelemahan yang membuatnya ditentang beberapa ahli. Pasalnya,
Teori Cina tidak menjelaskan awal masuknya Islam ke Nusantara. Teori Cina
hanya menjelaskan peranan Cina dalam pemberitaan yang memuat bukti-
bukti Islam telah datang ke Nusantara.

14
C. Saluran Penyebaran Islam di Indonesia

Islam merupakan agama mayoritas yang pengikutnya banyak


ditemukan di Indonesia. Dalam proses penyebarannya memiliki banyak
saluran yang berbeda. Saluran ini kemudian mempertegas proses dan
berkembangnya Islam di Indonesia. Saluran-saluran tersebut sangat
berkontribusi bagi meluasnya proses penyebaran Islam dan diterima dengan
begitu mudah oleh masyarakat Indonesia. Proses tersebut dapat dijelaskan
melalui beberapa saluran di bawah ini.

 Perdagangan
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses
Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui
melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M
hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan ini banyak melibatkan
bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India, Cina dan
sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di negeri-
negeri bagian Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui jalur perdagangan ini sangat
menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam
aktivitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal
dan saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini dapat diketahui
berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome’ Pires bahwa
para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang
ketika itu penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-
masjid dan mendatangkan mullahmullah dari luar, sehingga jumlah
mereka semakin bertambah banyak.

Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka


menjadi penduduk muslim yang kaya raya. Pada beberapa tempat, para
penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupatibupati Majapahit yang
ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk Islam. Keislaman
mereka bukan hanya disebabkan oleh faktor politik dalam negeri yang
tengah goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan
para pedagang ini sangat menguntungkan secara material bagi mereka,
yang pada akhirnya memperkuat posisi dan kedudukan sosial mereka di
masyarakat Jawa.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, mereka mengambil
alih perdagangan dan kekuasaan di tempat tinggal mereka. Hubungan
perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai
sarana atau media dakwah. Sebab, dalam Islam setiap muslim memiliki
kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam kepada siapa saja dengan
tanpa paksaan. Oleh karena itu, ketika penduduk Nusantara banyak yang
berinteraksi dengan para pedagang muslim, dan keterlibatan mereka
semakin jauh dalam aktivitas perdagangan, banyak di antara mereka
yang memeluk Islam. Karena pada saat itu, jalur-jalur strategis
perdagangan internasional hampir sebagian besar dikuasai oleh para
pedagang muslim. Apabila para penguasa lokal di Indonesia ingin terlibat
jauh dengan perdagangan internasional, maka mereka harus berperan
aktif dalam perdagangan internasional dan harus sering berinteraksi
15
dengan para pedagang muslim.

16
 Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial
ekonomi yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini
menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang
tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada
ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus
diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak
merasa keberatan, karena proses pengislaman hanya dengan
mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit
lainnya. Setelah itu, mereka menjadi komunitas muslim di lingkungannya
sendiri. Keislaman mereka menempatkan diri dan keluarganya berada
dalam status sosial dan ekonomi cukup tinggi.

Sebab, mereka menjadi muslim Indonesia yang kaya dan


berstatus sosial terhormat. Kemudian setelah mereka memiliki keturunan,
lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul kampungkampung dan
pusat-pusat kekuasaan Islam. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula
para wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan lokal.
Hanya saja, anak- anak para bangsawan tersebut harus diislamkan
terlebih dahulu. Dengan demikian, mereka menjadi keluarga muslim
dengan status sosial ekonomi dan posisi politik penting di masyarakat.

Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila terjadi


antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja atau
anak adipati. Karena raja, adipati, atau bangsawan itu memiliki posisi
penting di dalam masyarakatnya, sehingga mempercepat proses
Islamisasi. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan di sini adalah,
perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai
Manila, antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya
dengan Puteri Campa, orang tua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak
dan lain-lain.

 Pendidikan
Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media
pendidikan. Para ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan
Islam, berupa pesantren. Pada lembaga inilah, para ulama memberikan
pengajaran ilmu keislaman melalui berbagai pendekatan sampai
kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan
baik. Setelah mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampung
halaman untuk mengembangkan agama Islam dan membuka lembaga
yang sama. Dengan demikian, semakin hari lembaga pendidikan
pesantren mengalami perkembangan, baik dari segi jumlah maupun
mutunya.
Lembaga pendidikan Islam ini tidak membedakan status sosial dan
kelas, siapa saja yang berkeinginan mempelajari atau memperdalam
pengetahuan Islam, diperbolehkan memasuki lembaga pendidikan ini.
Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya telah
memainkan peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan
kehidupan masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang kemudian
tertarik memeluk Islam. Di antara lembaga pendidikan pesantren yang
17
tumbuh pada masa awal Islam di Jawa, adalah pesantren yang didirikan
oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren Giri yang

18
didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa
hingga ke Maluku.

Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu, banyak


yang berdatangan ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama
Islam. Bahkan Sunan Giri dan para ulama lainnya pernah diundang ke
Maluku untuk memberikan pelajaran agama Islam. Banyak di antara
mereka yang menjadi khatib, muadzin, hakim (qadli) dalam masyarakat
Maluku dengan memperoleh imbalan cengkeh. Dengan cara-cara seperti
itu, maka agama Islam terus tersebar ke seluruh penjuru Nusantara,
hingga akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi muslim. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang
tidak mengenal kelas menjadi media penting di dalam proses penyebaran
Islam di Indonesia, bahkan kemudian diadopsi untuk pengembangan
pendidikan keagamaan pada lembaga-lembaga pendidikan sejenis di
Indonesia.

 Tasawuf
Jalur lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses
Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran
ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan
banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut.
Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau para sufi adalah guru-guru
pengembara, dengan sukarela mereka menghayati kemiskinan, juga
seringkali berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan
teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas
masyarakat Indonesia.

Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan


menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang menikahi anak-anak
perempuan para bangsawan setempat. Dengan tasawuf, bentuk Islam
yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai persamaan
dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk agama Hindu,
sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima mereka. Di antara para
sufi yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam
pikiran Indonesia pra-Islam adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh
Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini
terus dianut bahkan hingga kini.

 Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah
melalui pertunjukkan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga
adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak
pernah meminta upah materi dalam setiap pertunjukan yang
dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta kepada para penonton
untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar
cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi
muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim.

Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran


Islam di Indonesia adalah seni bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni
19
tari, seni musik dan seni sastra. Di antara bukti yang dihasilkan dari
pengembangan

20
Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sendang Duwur,
Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten, dan lain sebagainya.
Seni bangunan Masjid yang ada, merupakan bentuk akulturasi dari
kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam, seperti
bangunan candi.

Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat kita saksikan
hingga kini adalah Masjid Kudus dengan menaranya yang sangat terkenal
itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di
Indonesia yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui cara-cara
damai dengan mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat
efektif untuk menarik perhatian masyarakat pribumi dalam memahami
gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh para mubaligh, sehingga lambat
laun mereka memeluk Islam.

 Politik
Pengaruh raja dalam persebaran Islam di Nusantara sangat besar.
Jika seorang raja sudah memeluk agama Islam, maka warga istana dan
rakyat di wilayah kerajaan itu akan berbondong-bondong turut masuk
Islam. Salah satu contohnya adalah Kesultanan Demak. Raden Patah,
pendiri Kesultanan Demak, adalah pangeran dari Majapahit.

Raden Patah berguru kepada Wali Songo dan kemudian masuk


Islam hingga akhirnya mendirikan Kesultanan Demak sebagai kerajaan
Islam pertama di Jawa. Berdirinya Kesultanan Demak dengan Raden
Patah sebagai rajanya yang telah masuk Islam kemudian berbondong-
bondong diikuti oleh sebagian besar rakyatnya. Kehadiran Kesultanan
Demak pada akhirnya meruntuhkan Kerajaan Majapahit dan semakin
banyak orang yang memeluk Islam.

D. Perkembangan Islam di Indonesia


Pada sub-bab masuknya agama Islam ke Nusantara sudah kita
ketahui adanya beberapa teori. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, teori
Mekah cukup meyakinkan untuk dipilih, yaitu bahwa agama Islam sudah
masuk ke wilayah Nusantara dari abad ke-1 H. ( ke-7 M). Namun saat itu
perkembangannya masih belum pesat dan meluas. Pada abad-abad
selanjutnya baru terjadi perkembangan lebih pesat, terutama setelah
abad ke-7 H. (ke-13 M). Lebih jelasnya pada uraian berikut.

 Perkembangan Islam di Sumatra


Tempat mula-mula masuknya Islam di pulau Sumatera adalah Pantai
Barat Sumatera. Dari sana berkembang ke daerah-daerah lainnya.
Pada umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan perkembangan
agama Islam bermula dari Pasai, Aceh Utara. Orang yang
menyebarkan Islam di daerah ini adalah Abdullah Arif. Ia seorang
mubaligh dari Arab, dengan misi penyebarannya dengan berdakwah
dan berdagang. Dengan kesopanan dan keramahan orang Arab yang
berdakwah itu, maka penduduk Pasai sangat terkesan. Akhirnya
mereka menyatakan diri masuk Islam.

21
Bahkan raja dan pemimpin negeri, setelah melihat kesopanan
orang Arab yang berdakwah itupun, masuk Islam pula. Masyarakat
Pasai sangat giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan anak
raja sengaja diutus menuntut ilmu agama Islam ke Mekkah. Kerajaan
Islam Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal
dengan sebutan “Serambi Mekkah”. Setelah agama Islam
berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar pula ke daerah-daerah
lain yaitu ke Pariaman, Sumatera Barat. Islam datang ke Pariaman
dari Pasai melalui laut Pantai Barat Pulau Sumatera. Ulama yang
terkenal membawa Islam ke Pariaman itu adalah Syekh Burhanuddin.
Penyiaran agama Islam dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap,
sebab adat di Sumatera Barat sangat kuat.

Dengan arif dan bijaksana para mubaligh dapat memberikan


pengertian pada masyarakat, dan akhirnya masyarakat Sumatera
Barat dapat menerima agama Islam dengan baik. Sebagai bukti
bahwa Islam diterima oleh masyarakat Sumatera Barat dengan
kerelaan dan kesadaran adalah dengan istilah yang mengatakan:
Adat bersendi syura’, syara’ bersendi Kitabullah. Jadi, adat istiadat
yang dipegang teguh oleh masyarakat Sumatera Barat itu adalah
adat yang bersendikan Islam, artinya Islam menjadi dasar adat.

Sekitar tahun 1440 agama Islam masuk ke Sumatera Selatan.


Mubaligh yang paling berjasa membawa Islam ke Sumatera Selatan
adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Arya Damar yang kemudian
terkenal dengan nama Aryadillah (Abdillah) adalah bupati Majapahit
di Palembang waktu itu. Kemudian, Raden Rahmat (Sunan Ampel)
memberi saran kepada Abdillah agar bersedia menyebarkan agama
Islam di Sumatera Selatan. Atas rahmat dan petunjuk Allah Swt.,
saran Raden Rahmat tersebut dilaksanakan oleh Aryadillah, sehingga
agama Islam di Sumatera Selatan berkembang dengan baik.

 Perkembangan Islam di Kalimantan, Maluku, dan Papua


Di pulau Kalimantan, agama Islam mula-mula masuk di
Kalimantan Selatan, dengan ibu kotanya Banjarmasin. Pembawa agama
Islam ke Kalimantan Selatan ini adalah para pedagang bangsa Arab dan
para mubaligh dari Pulau Jawa. Perkembangan agama Islam di
Kalimantan Selatan itu sangat pesat dan mencapai puncaknya setelah
Majapahit runtuh tahun 1478. Daerah lainnya di Kalimantan yang
dimasuki agama Islam adalah Kalimantan Barat. Islam masuk ke
Kalimantan Barat mula-mula di daerah Muara Sambas dan Sukadana. Dari
dua daerah inilah baru tersebar ke seluruh Kalimantan Barat. Pembawa
agama Islam ke daerah Kalimantan Barat adalah para pedagang dari
Johor (Malaysia), serta ulama dan mubaligh dari Palembang (Sumatera
Selatan).

Sultan Islam yang pertama (tahun 1591) di Kalimantan Barat


berkedudukan di Sukadana, yaitu Panembahan Giri Kusuma. Penyebaran
Islam di Kalimantan Timur terutama di Kutai, dilakukan oleh Dato’ Ri
Bandang dan Tuang Tunggang melalui jalur perdagangan. Kemudian
sejak abad ke-15, antara tahun 1400 sampai 1500 Islam telah masuk dan
22
berkembang di Maluku.

23
Pedagang yang beragama Islam dan para ulama/mubaligh banyak
yang datang ke Maluku sambil menyiarkan agama Islam. Daerah-daerah
yang mula-mula dimasuki Islam di Maluku adalah Ternate, Tidore, Bacau,
dan Jailolo. Raja-raja yang memerintah di daerah tersebut berasal dari
satu keturunan, yang semuanya menyokong perkembangan Islam di
Maluku. Perkembangan agama Islam di papua berjalan agak lambat.
Islam masuk ke Irian terutama karena pengaruh raja-raja Maluku, para
pedagang yang beragama Islam dan ulama atau mubaligh dari Maluku.
Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di papua adalah Misol,
Salawati, Pulau Waigeo, dan Pulau Gebi.

 Perkembangan Islam di Sulawesi


Pada abad ke-16 Islam telah masuk ke Sulawesi, yang dibawa
oleh Dato’ Ri Bandang dari Sumatera Barat. Daerah-daerah yang mula-
mula dimasuki Islam di Sulawesi adalah Goa, sebuah kerajaan di Sulawesi
Selatan. Sebelum Islam datang ke daerah ini penduduknya menganut
kepercayaan nenek moyang. Setelah Dato’ Ri Bandang berkunjung ke
Sulawesi Selatan, Raja Goa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk
Islam. Kemudian atas usul Dato’ Ri Bandang, Raja Goa berganti nama
dengan Sultan Alauddin.

Jauh sebelum Raja Goa ini masuk Islam, para pedagang telah
menyiarkan agama Islam di tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan
dan banyak penduduk yang telah menganut agama Islam. Setelah Sultan
Alauddin wafat, beliau diganti oleh putranya yang bernama Sultan
Hasanuddin. Dari Goa Islam terus berkembang ke daerah-daerah lainnya
seperti daerah Tallo dan Bone.

 Perkembangan Islam di Nusa Tenggara


Sebagaimana daerah-daerah lain, pada tahun 1540 agama Islam
masuk pula ke Nusa Tenggara. Masuknya agama Islam Ke Nusa
Tenggara dibawa oleh para mubaligh dari Bugis (Sulawesi Selatan) dan
dari Jawa. Agama Islam berkembang di Nusa Tenggara mula-mula di
daerah Lombok yang penduduknya disebut Suku Sasak. Dari daerah
Lombok, secara pelanpelan selanjutnya tersebar pula ke daerah-daerah
Sumbawa dan Flores.

 Perkembangan Islam di Jawa


Agama Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira pada abad ke-11 M.,
yang dibawa oleh para pedagang Arab dan para mubaligh dari Pasai.
Tempat yang mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu daerah-
daerah pesisir utara Jawa Timur. Tokoh terkenal yang berdakwah di Jawa
Timur adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau menetap di Gresik, kemudian
mendirikan pusat penyiaran agama Islam dan pusat pengajaran.

Dalam majlisnya itu beliau mengkader beberapa orang murid.


selanjutnya mereka menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah lain di
pulau Jawa. Di Jawa Tengah, penyiaran Agama Islam berpusat di Demak.
Penyiaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh para wali yang
berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali Songo (Wali Sembilan). Kemudian
24
murid-murid Wali Songo turut pula menyiarkan agama Islam ke daerah
pedalaman pulau Jawa, sehingga agama Islam berkembang dengan
pesatnya.

E. Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

1. Kerajaan Perlak (840 M – 1292 M)

Menurut naskah Hikayat Aceh, pendiri Kesultanan Perlak berasal dari


kelompok dakwah asal Mekkah, Arab Saudi yang datang ke daerah Perlak
pada 506 Hijriah. Salah satu dalam rombongan tersebut yaitu Sayyid Ali Al-
Muktabar yang kemudian menikahi gadis lokal putri Tansyir Dewi.
Pernikahan Sayid Ali dan Tansyir Dewi ini dikaruniai putra yakni Allaidin
Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah yang menjadi pendiri Kerjaan Perlak
sekaligus raja pertama.

Saiyid Abdul Aziz ialah orang pertama yang mendirikan kerajaan


Perlak. Kerajaan ini mencapai akhir kejayaannya saat berada di bawah
kekuasaan Muhammad Amir Syah. Putri sang raja kemudian menikah
dengan Malik Saleh yang menjadi tokoh penting keberadaan Kerajaan
Samudera Pasai.

Peninggalan Kerajaan Perlak yang paling populer adalah batu nisan


Raja Benoa di Sungai Trenggulon. Benoa sendiri merupakan negara bagian
Kerajaan Perlak. Diperkirakan makam Benoa dibuat sekitar abad ke-11 M.
Ada pula mata uang perlak yang terdiri dari dirham (emas), kupang (perak),
dan tembaga/kuningan. Serta stempel kerajaan bertuliskan aksara Arab
dengan tulisan ‘Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Sanah 512’ yang
berarti Kerajaan Perlak.

25
2. Kerajaan Ternate (1257 M)

Kerajaan Ternate atau Kerajaan Gapi terletak di Maluku Utara.


Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Marhum dan menjadi pusat rempah-
rempah saat itu. Dengan kekuatan militer besar, kerajaan Ternate meraih
masa kejayaan saat dipimpin oleh Sultan Baabullah. Peninggalan Kerajaan
Ternate yang paling banyak ditumakan ialah bangunan-bangunan, di
antaranya Masjid Sultan Ternate, Makam Sultan Baabullah, Benteng Tolukko,
dan Keraton Kesultanan Ternate.

3. Kerajaan Samudera Pasai (1267 M – 1521 M)

Sultan Malik Al Saleh atau Meurah Silu menduduki kursi singgasana


pertama di Samudera Pasai. Meurah Silu adalah menantu raja terakhir dari
Kerajaan Perlak, Muhammad Amir Syah. Samudera Pasai sukses menjadi
pusat perdagangan rempah-rempah dunia sampai menerbitkan mata uang
dirham dari emas murni sebagai alat tukar resmi.
Samudera Pasai mengalami kehancuran di tahun 1521 karena konflik
internal serta penyerangan yang dilakukan pasukan Portugis. Peninggalan
bersejarah dari Samudera Pasai yang pernah ditemukan, antara lain makam
raja Samudera Pasai di Kampung Geudong, Cakra Donya, Dirham, dan
26
Naskah Surat Sultan Zainal Abidin.

27
4. Kerajaan Gowa (1300 M – 1945 M)

Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan mulai memeluk agama Islam


pada abad ke-16. Kerajaan Gowa terus berkembang sesudah melebur
dengan Kerajaan Tallo. Kedua kerajaan ini memiliki prajurit yang hebat, dan
merajai perdagangan di timur Nusantara, serta produsen kapal Pinisi serta
Lombo. Percampuran dua kerajaan melahirkan Kerajaan Islam Makassar
yang berjaya di bawah naungan Sultan Hasanuddin. Beberapa peninggalan
Kerajaan Gowa, antara lain bangunan kokoh Benteng Fort Rotterdam, Masjid
Tua Katangka, Museum Balla Lompoa, Istana Tamalate, dan Benteng Somba
Opu.

5. Kesultanan Malaka (1405 M – 1511 M)

Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara, sebutan ini


diberikan mengingat peranannya sebagai jalan lalu-lintas bagi pedagang-
pedagang asing yang berhak masuk dan keluar pelabuhan-pelabuhan di
Indonesia. Letak geografis Malaka sangat menguntungkan, yang menjadi
jalan silang antara AsiaTimur dan Asia Barat. Dengan letak geografis yang
demikian membuat Malaka menjadi kerajaan yang berpengaruh atas
daerahnya.Setelah Malaka menjadi kerajaan Islam, para pedagang,
mubaligh, dan guru sufi dari negeri Timur Tengah dan India makin ramai
mendatangi kota Bandar Malaka. Dari bandar ini, Islam di bawa ke Pattani
dan tempat lainnya di semenanjung seperti Pahang, Johor dan Perlak.
28
Kerajaan Malaka menjalin hubungan baik dengan Jawa, mengingat bahwa
Malaka memerlukan bahan-bahan pangan dari Jawa. Di mana hal ini untuk
memenuhi kebutuhan kerajaannya sendiri. Persediaan dalam bidang pangan
dan rempah-rempah harus selalu cukup untuk melayani semua pedagang-
pedagang. Begitu pula pedangan-pedagang Jawa juga membawa rempah-
rempah dari Maluku ke Malaka.
Selain dengan Jawa, Malaka juga menjalin hubungan dengan Pasai,
pedagang- pedangan Pasai membawa lada ke pasaran Malaka. Dengan
kedatangan pedagang Jawa dan Pasai, maka perdagangan di Malaka
menjadi ramai dan lebih berarti bagi para pedagang Cina. Selain dalam
bidang ekonomi Malaka juga maju dalam bidang keagamaan, banyak alim
ulama datang dan ikut mengembangkan agama Islam di kota ini, penguasa
Malaka dengan sendirinya sangat besar hati. Meskipun penguasa belum
memeluk agama Islam namun pada abad ke-15 mereka telah mengizinkan
agama Islam berkembang di Malaka. Penganut- penganut agama Islam
diberi hak-hak istimewa bahkan penguasa membuatkan bangunan masjid.
Kesultanan Malaka mempunyai pengaruh di daerah Sumatera dan
sekitarnya, dan mempengaruhi daerah-daerah tersebut untuk masuk Islam
seperti: Rokan Kampar, India Giri dan Siak. Kesultanan Malaka merupakan
pusat perdagangan internasional antara Barat dan Timur atau disebut
dengan pelabuhan transit. Kerajaan Malaka mempunyai peraturan-
peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada keamanan
perdagangan. Seperti contohnya aturan bea cukai, aturan tentang kesatuan
ukuran, sistem pemakaian uang logam dan sebagainya. Di samping aturan
yang diterapkan juga sistem pemerintahannya sangat baik dan teratur.
Dengan didudukinya Kesultanan Malaka oleh Portugis tahun 1511, maka
kerajaan di Nusantara menjadi tumbuh dan berkembang karena jalur Selat
Malaka tidak digunakan lagi oleh pedagang Muslim sebab telah diduduki oleh
Portugis.

29
6. Kerajaan Islam Cirebon (1430 M – 1677 M)

Kasultanan Cirebon didirikan oleh Syarief Hidayatullah atau Sunan


Gunung Jati. Dengan bantuan Fatahillah, kesultanan Cirebon dapat
meluaskan kekuasaannya meliputi Jayakarta dan Pajajaran. Kemenangan-
kemenangan Fatahillah membuat Sunan Gunung Jati tertarik dan
menjodohkan Fatahillah dengan Ratu Wulung Ayu. Ketika Sunan Gunung Jati
menua, Kesultanan Cirebon diserahkan kepada putranya Pangeran
Muhammad Arifin dengan gelar Pangeran Pasarean.

Sepeninggal Pangeran Pasarean, kedudukan Sultan diserahkan


kepada Pangeran Sabakingking atau yang bergelar Sultan Maulana
Hasanuddin. Pada abad ke-17 terjadi perselisihan dalam keluarga, sehingga
kesultanan Cirebon pecah menjadi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman.

30
7. Kerajaan Demak (1478 M – 1554 M)

Di Jawa, Islam di sebarkan oleh para wali songo (wali sembilan),


mereka tidak hanya berkuasa dalam lapangan keagamaan, tetapi juga dalam
hal pemerintahan dan politik, bahkan sering kali seorang raja seolah-olah
baru sah seorang raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi wali songo. Para
wali menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran Islam dan sekaligus
menjadikannya sebagai kerajaan Islam yang menunjuk Raden Patah sebagai
Rajanya. Kerajaan ini berlangsung kira-kira abad 15 dan abad 16 M,
disamping kerajaan Demak juga berdiri kerajaan-kerajaan Islam lainnya
seperti Cirebon, Banten dan Mataram.

Demak merupakan salah satu kerajaan yang bercorak Islam yang


berkembang di pantai utara Pulau Jawa. Raja pertamanya adalah Raden
Patah, sebelum berkuasa penuh atas Demak, Demak masih menjadi daerah
Majapahit. Raden Patah berkuasa penuh setelah mengadakan
pemberontakan yang dibantu oleh para ulama atas Majapahit. Dapat
dikatakan bahwa pada abad 16, Demak telah menguasai seluruh Jawa.
Setelah Raden Patah berkuasa kira-kira diakhir abad ke-15 hingga abad ke-
16, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Pati Unus.

Dan kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik oleh Sunan


Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada
tahun 1524-1546 dan berhasil menguasai beberapa daerah. Perkembangan
dan kemajuan Islam di pulau Jawa ini bersamaan dengan melemahnya posisi
raja Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk
membangun pusat-pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah
bimbingan spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari wali
songo, Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton
pusat. Kerajaan Demak menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa
Barat dan tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan
ekonomi. Politiknya adalah untuk mematahkan kerajaan Pajajaran yang
masih berkuasa di daerah pedalaman, dan dengan Portugis di Malaka.

31
8. Kerajaan Islam Banten (1526 M -1813 M)

Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada


abad ke-16, setelah pedagang-pedagang India, Arab, Persia, mulai
menghindarai Malaka yang sejak tahun 1511 telah dikuasai Portugis. Dilihat
dari geografinya, Banten merupakan pelabuhan yang penting dalam sektor
ekonomi karena mempunyai letak yang strategis dan menguasai Selat
Sunda, yang menjadi urat nadi dalam pelayaran dan perdagangan melalui
lautan Indoneia di bagian selatan dan barat Sumatera. Kepentingannya
sangat dirasakan terutama waktu selat Malaka di bawah pengawasan politik
Portugis di Malaka.

Sejak sebelum kedatangan Islam, ketika berada di bawah kekuasaan


raja-raja Sunda (dari Pajajaran), Banten sudah menjadi kota yang berarti.
Pada tahun 1524 Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakkan dasar bagi
pengembangan agama dan Kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-
orang Islam di sana. Kerajaan Islam di Banten yang semula kedudukannya
di Banten Girang dipindahkan ke kota Surosowan, di Banten lama dekat
pantai. Dilihat dari sudut ekonomi dan politik, pemindahan ini dimaksudkan
untuk memudahkan hubungan antara pesisir utara Jawa dengan pesisir
Sumatera, melalui selat Sunda dan samudra Indonesia. Situasi ini berkaitan
dengan kondis politik di Asia Tenggara masa itu setelah Malaka jatuh ke
tangan Portugis, para pedagang yang segan berhubungan dengan Portugis
mengalihkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda.
Tentang keberadaan Islam di Banten, Tom Pires menyebutkan
bahwa di daerah Cimanuk Kota Pelabuhan dan batas kerajaan Sunda
dengan Cirebon, banyak dijumpai orang Islam. Ini berarti pada akhir abad
ke-15 M diwilayah kerajaan Sunda Hindu sudah ada masyarakat yang
beragama Islam. Karena tertarik dengan budi pekerti dan ketinggian
32
ilmunya, maka Bupati Banten menikahkan Syarif Hidayatullah dengan adik
perempuannya yang bernama Nhay Kawunganten. Dari pernikahan ini
Syarif Hidayatullah dikaruniai dua anak yang diberi nama Ratu Winaon dan
Hasanuddin. Tidak lama kemudian, karena panggilan uwaknya,
Cakrabuana, Syarif Hidayatullah berangkat ke Cirebon menggantikan
uwaknya yang sudah tua. Sedangkan tugas penyebaran Islam di Banten
diserahkan kepada anaknya yaitu Hasanuddin yang menikahi puteri
Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552.

Hasanuddin meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan


daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan. Pada
tahun 1568, disaat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Hasanuddin
memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap sebagai
seorang raja Islam yang pertama di Banten. Banten sejak semula memang
merupakan vassal dari Demak. Pada masa kekuasaan Maulana
Hasanuddin, banyak kemajuan yang dicapai Banten dalam segala bidang
kehidupan. Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan dimakamkan
di samping Masjid Agung. Untuk meneruskan kekuasaannya beliau
digantikan oleh anaknya yaitu Maulana Yusuf. Pada masa pemerintahan
dijalankan oleh Maulana Yusuf, strategi pembangunan lebih dititikberatkan
pada pengembangan kota, keamanan wilayah, perdagangan dan
pertanian.
Di tahun 1579 Maulana Yusuf dapat menaklukan Pakuan, ibukota
kerajaan Pajajaran yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai
sebagian besar daerah pedalaman Jawa Barat. Maulana Yusuf meninggal
dunia pada tahun 1580, dan di makamkan di pakalangan Gede dekat
kampung Kasunyatan. Setelah meninggalnya Maulana Yusuf,
pemerintahan selanjutnya di teruskan oleh anaknya yaitu Muhammad
yang masih muda belia. Selama Maulana Muhamad masih di bawah umur,
kekuasaan pemerintahan dipegang oleh qadhi.

Maulana Muhamad terkenal sebagai orang yang saleh, untuk


kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak mengarang kitab-kitab
agama yang kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Pada
masa pemerintahannya Masjid Agung yang terletak di tepi alun-alun
diperindahnya, tembok masjid dilapisi dengan porselen dan tiangnya
dibuat dari kayu cendana. Untuk tempat solat perempuan dibuatkan
tempat khusus yang disebut pawestren atau pawedonan. Maulana
Muhamad meninggal tahun 1596 M, ketika sedang mengadakan
penyerangan terhadap Palembang.

Pemerintahan Banten kemudian dipegang oleh anak Maulana


Muhammad yang bernama Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdulkadir,
dinobatkan pada usia 5 bulan. Dan untuk menjalankan roda
pemerintahannya ditunjuk Mangkubumi Jayanagara sebagai walinya, ia
baru aktif memegang kekuasan pada tahun 1626. Pada tahun 1651 ia
meninggal dunia, dan digantikan oleh cucunya Sultan Abulfath. Pada masa
33
pemerintahannya pernah terjadi beberapa kali peperangan antara Banten
dengn VOC, dan berakhir dengan perjanjian damai tahun 1659 M.
9. Kerajaan Pajang (1568 M – 1586 M)

Pendiri Kesultanan Pajang adalah Adiwijaya. Setelah Sultan


Adiwijaya meninggal, seharusnya Pangeran Benawa yang menduduki
tahta Pajang, akan tetapi ia disingkirkan oleh Arya Pangiri (putra Pangeran
Prawata). Tindakan Arya Pangiri menimbulkan upaya-upaya perlawanan,
hal ini kemudian dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk merebut
kembali tahta Pajang. Karena itu, ia menjalin kerja sama dengan Mataram
yang dipimpin oleh Sutawijaya. Setelah Arya Pangiri dapat dikalahkan,
Pangeran Benawa justru menyerahkan kekuasaan pada Sutawijaya.
Selanjutnya Sutawijaya memindahkan Pajang ke Mataram sehingga
berakhirlah kekuasaan Pajang.

10. Kerajaan Mataram Islam (1588 M – 1680 M)

Mataram merupakan hadiah dari Adiwijaya kepada Ki Ageng


Pamanahan karena ia telah berjasa membantu Adiwijaya menaklukkan
Arya Penangsang. Ketika Ki Ageng Pamanahan meninggal, Mataram
dipegang oleh putranya, Sutawijaya. Sutawijaya diangkat menjadi Adipati
Mataram dan diberi gelar Senopati ing Alogo Sayidin Panatagama yang
berarti panglima perang dan pembela agama. Sepeninggal Senopati,
Tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya (Mas Jolang), tetapi Mas
Jolang meninggal sebelum berhasil memadamkan banyak pemberontakan.

Penggantinya adalah Raden Rangsang atau lebih dikenal dengan


Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai

Masa kejayaan. Akan tetapi Mataram mulai mengalami


kemunduran ketika masa pemerintahan pengganti-pengganti Sultan
Agung. Kemunduran Mataram yang lebih utama karena aneksasi yang
dilakukan Belanda. Setelah terjadinya Perjanjian Gianti, kerajaan Mataram
dipecah menjadi dua bagian, Kerajaan Surakarta dan Kerajaan
Yogyakarta. Lebih dari itu, dengan adanya Perjanjian Salatiga, Kerajaan
Surakarta terpecah lagi menjadi dua yaitu Mangkunegaran dan
Pakualaman/Kasunanan.

11. Tabel Kerajaan

Nama Kerajaan Nama Kerajaan


34
Kerajaan Islam di Sumatera

 Kerajaan Jeumpa (abad 8 M)  Kerajaan Pasaman

 Kesultanan Peureulak (abad 9 M)  Kerajaan


Pagaruyung (1500-1825)

 Kesultanan Samudera Pasai (1200-1600)  Kerajaan


Siguntur

 Kesultanan Lamuri  Kerajaan Sungai Pagu

 Kerajaan Pedir  Kerajaan Pulau Punjung

 Kerajaan Linge  Kerajaan Jambu Lippo

 Kesultanan Aceh (1496-1903)  Kerajaan Koto


Anau

 Kerajaan Malayu Tambayung (abad 6 akhir)  Kerajaan


Bungo Setangkai

 Kerajaan Daya  Kesultanan Indrapura (1500-1792)

Kerajaan Islam di Jawa

 Kesultanan Cirebon (1552-1677)  Kesultanan


Mataram (1586-1755)

 Kesultanan Demak (1475-1550)  Kasultanan


Ngayogyakarta (1755- sekarang)

 Kesultanan Banten (1524-1813)  Kasunanan


Surakarta (1755-sekarang)

 Kesultanan Pajang (1568-1618) 

Kerajaan Islam di Maluku

 Kerajaan Nunusaku  Kerajaan Sahulau

 Kesultanan Ternate (1257 )  Kerajaan Tanah Hitu


(1470-1682)

 Kesultanan Tidore (1110-1947)  Kerajaan Iha

 Kesultanan Jailolo  Kerajaan Honimoa/ Siri Sori

 Kesultanan Bacan  Kerajaan Huamual

35
 Kerajaan Loloda

Kerajaan Islam di Sulawesi

 Kesultanan Gowa (awal 16 )  Kesultanan Bone (abad


17)

 Kesultanan Buton (1332-1911)  Kerajaan


Banggai ([abad 16)

Kerajaan Islam di Kalimantan

 Kesultanan Pasir (1516)  Kesultanan Sambaliung


(1810)

 Kesultanan Banjar (1526-1905)  Kesultanan


Gunung Tabur (1820)

 Kesultanan Kotawaringin  Kesultanan Pontianak


(1771)

 Kerajaan Pagatan (1750)  Kerajaan Tidung (1076-


1916)

 Kesultanan Sambas (1671)  Kerajaan Tidung Kuno


(1076-1551)

 Kesultanan Kutai Kartanegara Dinasti Tengara (1551-


1916)

 Kesultanan Berau (1400)  Kesultanan Bulungan


(1731)

Kerajaan Islam di Papua

 Kerajaan Waigeo  Kerajaan Sekar (marga


Rumgesan)

 Kerajaan Misool/Lilinta  Kerajaan Patipi

PROSES MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA

36
PETA KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA

37
12. Kerajaan Pajang (1568 M – 1586 M)
Pendiri Kesultanan Pajang adalah Adiwijaya. Setelah Sultan
Adiwijaya meninggal, seharusnya Pangeran Benawa yang menduduki
tahta Pajang, akan tetapi ia disingkirkan oleh Arya Pangiri (putra Pangeran
Prawata). Tindakan Arya Pangiri menimbulkan upaya-upaya perlawanan,
hal ini kemudian dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk merebut
kembali tahta Pajang. Karena itu, ia menjalin kerja sama dengan Mataram
yang dipimpin oleh Sutawijaya. Setelah Arya Pangiri dapat dikalahkan,
Pangeran Benawa justru menyerahkan kekuasaan pada Sutawijaya.
Selanjutnya Sutawijaya memindahkan Pajang ke Mataram sehingga
berakhirlah kekuasaan Pajang.

13. Kerajaan Mataram Islam (1588 M – 1680 M)


Mataram merupakan hadiah dari Adiwijaya kepada Ki Ageng
Pamanahan karena ia telah berjasa membantu Adiwijaya menaklukkan
Arya Penangsang. Ketika Ki Ageng Pamanahan meninggal, Mataram
dipegang oleh putranya, Sutawijaya. Sutawijaya diangkat menjadi Adipati
Mataram dan diberi gelar Senopati ing Alogo Sayidin Panatagama yang
berarti panglima perang dan pembela agama. Sepeninggal Senopati,
Tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya (Mas Jolang), tetapi Mas
Jolang meninggal sebelum berhasil memadamkan banyak
pemberontakan.

Penggantinya adalah Raden Rangsang atau lebih dikenal dengan


Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram
mencapai

38
masa kejayaan. Akan tetapi Mataram mulai mengalami kemunduran
ketika masa pemerintahan pengganti-pengganti Sultan Agung.
Kemunduran Mataram yang lebih utama karena aneksasi yang dilakukan
Belanda. Setelah terjadinya Perjanjian Gianti, kerajaan Mataram dipecah
menjadi dua bagian, Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta. Lebih
dari itu, dengan adanya Perjanjian Salatiga, Kerajaan Surakarta terpecah
lagi menjadi dua yaitu Mangkunegaran dan Pakualaman/Kasunanan.

14. Tabel Kerajaan


Nama Kerajaan Nama Kerajaan
Kerajaan Islam di Sumatera
 Kerajaan Jeumpa (abad 8 M)  Kerajaan Pasaman
 Kesultanan Peureulak (abad 9 M)  Kerajaan Pagaruyung (1500-
1825)
 Kesultanan Samudera Pasai  Kerajaan Siguntur
(1200-1600)
 Kesultanan Lamuri  Kerajaan Sungai Pagu
 Kerajaan Pedir  Kerajaan Pulau Punjung
 Kerajaan Linge  Kerajaan Jambu Lippo
 Kesultanan Aceh (1496-1903)  Kerajaan Koto Anau
 Kerajaan Malayu  Kerajaan Bungo Setangkai
Tambayung (abad 6 akhir)
 Kerajaan Daya  Kesultanan Indrapura (1500-
1792)
Kerajaan Islam di Jawa
 Kesultanan Cirebon (1552-1677)  Kesultanan Mataram (1586-1755)
 Kesultanan Demak (1475-1550)  Kasultanan Ngayogyakarta
(1755- sekarang)
 Kesultanan Banten (1524-1813)  Kasunanan Surakarta (1755-
sekarang)
 Kesultanan Pajang (1568-1618) 
Kerajaan Islam di Maluku
 Kerajaan Nunusaku  Kerajaan Sahulau
 Kesultanan Ternate (1257 )  Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682)
 Kesultanan Tidore (1110-1947)  Kerajaan Iha
 Kesultanan Jailolo  Kerajaan Honimoa/ Siri Sori
 Kesultanan Bacan  Kerajaan Huamual
 Kerajaan Loloda
Kerajaan Islam di Sulawesi
 Kesultanan Gowa (awal 16 )  Kesultanan Bone (abad 17)
 Kesultanan Buton (1332-1911)  Kerajaan Banggai ([abad 16)
Kerajaan Islam di Kalimantan
 Kesultanan Pasir (1516)  Kesultanan Sambaliung (1810)
 Kesultanan Banjar (1526-1905)  Kesultanan Gunung Tabur (1820)
 Kesultanan Kotawaringin  Kesultanan Pontianak (1771)
 Kerajaan Pagatan (1750)  Kerajaan Tidung (1076-1916)
 Kesultanan Sambas (1671)  Kerajaan Tidung Kuno (1076-
1551)
 Kesultanan Kutai Kartanegara  Dinasti Tengara (1551-1916)
 Kesultanan Berau (1400)  Kesultanan Bulungan (1731)
Kerajaan Islam di Papua
 Kerajaan Waigeo  Kerajaan Sekar (marga
39
Rumgesan)
 Kerajaan Misool/Lilinta  Kerajaan Patipi

40
PROSES MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA

PETA KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA

41
42
F. Peran Wali Songo dalam Islamisasi di Indonesia

Walisongo berarti sembilan orang wali. Sembilan orang wali yang


dimaksud adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan
Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan
Gunung Jati. Meski mereka tidak hidup di zaman yang persis sama. Namun satu
sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga ada
hubungan erat seperti hubungan guru dan murid.
Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Beliau mempunyai anak yang
bernama Sunan Ampel. Sunan Giri pula adalah anak saudara Maulana Malik
Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajat
adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga pula merupakan sahabat dan juga
murid Sunan Bonang. Sunan Muria merupakan anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus
juga murid kepada Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para
sunan-sunan yang lain kecuali Maulana Malik Ibrahim yang terlebih dahulu
meninggal dunia.

Mereka semua tinggal di pantai utara Pulau Jawa dari awal abad 15
hingga pertengahan abad 16 yaitu di tiga wilayah penting (Surabaya-Gresik-
Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah serta Cirebon di
Jawa Barat). Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu
masyarakat pada zamannya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban
baru seperti dalam bentuk kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan
dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling
penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah
timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama tetapi ia
juga merupakan pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan
Kudus adalah penyumbang karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga ke
hari ini. Sementara Sunan Muria adalah pemimpin agama yang sangat rapat
dengan rakyat jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam


budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah
simbol penyebaran Islam di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Mereka
mempunyai peranan penting seperti Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan
diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang dianggap
oleh kolonialis sebagai "paus dari “Timur” serta Sunan Kalijaga telah mencipta
karya kesenian dengan menggunakan gaya dan cara yang dapat dipahami oleh
masyarakat Jawa dengan tidak meninggalkan kebudayaan Hindu dan Budha.

Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran Dakwah Islamiyah di


Tanah Jawa. Kesuksesan perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta emas.
Dengan didukung penuh oleh kesultanan Demak Bintoro, Agama Islam kemudian
dianut oleh sebagian besar masyarakat Jawa, mulai dari perkotaan, pedesaan,
dan pegunungan. Islam benar- benar menjadi agama yang mengakar. Para wali
ini mendirikan masjid, baik sebagai tempat ibadah maupun sebagai tempat
mengajarkan agama. Konon, mereka mengajarkan agama di serambi masjid yang
43
kelak dijadikan sebagai lembaga pendidikan tertua di Jawa yang sifatnya lebih
demokratis. Pada masa awal perkembangan Islam, sistem seperti ini disebut
”gurukula”, yaitu seorang guru menyampaikan ajarannya kepada beberapa murid
yang duduk di depannya, sifatnya tidak masal bahkan rahasia seperti yang
dilakukan oleh Syekh Siti Jenar. Selain prinsip-prinsip keimanan dalam Islam,
ibadah, masalah moral juga diajarkan ilmu-ilmu kanuragan, kekebalan, dan bela
diri.

Sebenarnya Walisongo adalah nama suatu dewan dakwah atau dewan


mubaligh. Apabila ada salah seorang wali tersebut pergi atau wafat maka akan
segera diganti oleh wali lainnya. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi
Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan
Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa.
Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang
sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya
terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung,
membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Berikut ini
beberapa sejarah singkat dan kiprah dari masing-masing anggota dari Walisongo,
yaitu:
 Maulana Malik Ibrahim (Wafat 1419)
Maulana Malik Ibrahim atau Makdum
Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir
di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh
awal abad 14. Ibrahim adalah anak dari
seorang ulama Persia yang menetap di
Samarkand yang bernama MaulanaJumadil
Kubro. Maulana Malik Ibrahim pernah
bermukim di Campa –sekarang Kamboja-
selama tiga belas tahun sejak tahun 1379.
Ia menikahi seorang putri raja dan
dikaruniai dengan dua orang putra yaitu
Raden Rahmat (kelak dikenal dengan nama
Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias
Raden Santri. Setelah merasa cukup
menjalankan misi dakwah di negeri itu,
pada tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim
pun memutuskan untuk berhijrah ke Pulau
Jawa meninggalkan keluarganya. Daerah
yang ditujunya pertama kali yakni Desa Sembalo yang pada saat itu masih
merupakan wilayah kekuasaan Majapahit.

Aktifitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan


cara membuka warung, yang menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah.
Selain itu, secara khusus Malik Ibrahim juga bekerja sebagai tabib yang membantu
mengobati masyarakat secara gratis. Bahkan konon katanya, beliau pernah
diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan
permaisuri yang dimaksudkan itu masih memiliki hubungan kerabat dengan
istrinya.

Selain berdagang dan menjadi tabib, Maulana Malik Ibrahim juga

44
mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam kepada masyarakat kelas bawah
yang selama ini disisihkan oleh ajaran Hindu. Hal ini membuatnya telah
berhasil

45
mendapatkan simpati dari masyarakat yang ketika itu tengah dilanda krisis
ekonomi dan perang saudara. Beliau meninggal pada tahun 1419 M setelah selesai
membangun dan menata pondok pesantren yang akan digunakan sebagai tempat
belajar agama di Leran. Hingga saat ini, makamnya yang berada di kampung
Gapura, Gresik, Jawa Timur itu pun masih menjadi tujuan wisata Walisongo.

 Sunan Ampel
Sunan Ampel merupakan putra pertama
Maulana Malik Ibrahim, yang pada saat
kecilnya lebih dikenal dengan nama Raden
Rahmat. Beliau lahir di Campa pada 1401
Masehi. Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa
pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali
Murtadho, sang adik. Di Jawa ia langsung
pergi ke Majapahit menemui bibinya,
seorang putri dari Campa, bernama
Dwarawati, yang dipersunting oleh salah
seorang Raja Majapahit yang beragama
Hindu dan bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri
seorang adipati di Tuban.

Dari perkawinannya itu ia dikaruniai


beberapa putra dan putri, diantaranya
adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak hendak
didirikan, Sunan Ampel turut memprakarsai lahirnya kerajaan Islam pertama di
Jawa. Beliau pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu
Brawijaya V yang merupakan Raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun
1475 M.

Sunan Ampel membangun pondok pesantren di Ampel Denta yang


merupakandaerah yang dihadiahkan oleh Raja Majapahit. Pada pertengahan abad
ke-15, pesantren tersebut berhasil menjadi pusat pendidikan agama Islam yang
sangat berpengaruh di wilayah Nusantara hingga mancanegara. Di antara para
santri yang dididik dan diperintahkannya untuk menyebarkan dakwah Islam,
Sunan Ampel juga memberikan tugas untuk berdakwah kepada Sunan Giri dan
Raden Patah. Para santritersebut kemudian berdakwah di pelosok Jawa dan
Madura.

Meski Sunan Ampel telah menganut Madzhab Hanafi dalam fiqh atau
hukum Islam. Namun, beliau tidak memperkenalkan madzhab tersebut sebagai
materi pelajarannya. Beliau justru hanya memberikan pengajaran sederhana yang
menekankan pada penanaman akidah dan ibadah melalui istilah "Mo Limo" ( moh
main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Istilah ini
digunakan sebagai bentuk seruan untuk tidak berjudi, tidak minum minuman
keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina. Sunan
Ampel diperkirakanwafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di
sebelah barat MasjidAmpel, Surabaya.

46
 Sunan Giri
Sunan Giri adalah nama salah seorang
Walisongo dan pendiri kerajaan Giri
Kedaton, yang berkedudukan di daerah
Gresik, Jawa Timur. Beliau lahir di
Blambangan pada tahun 1442 M. Sunan Giri
memiliki beberapa nama panggilan antara
lain yaitu Raden Paku, Prabu Satmata,
Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan
Joko Samudra.
Sunan Giri merupakan keturunan dari
Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari
Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri
Menak Sembuyu penguasa wilayah
Blambangan pada masa-masa akhir
Majapahit.

Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya,


Raden Paku pergi ke Jawa lalu mendirikan
sebuah pesantren yang diberi nama
Pesantren Giri di sebuah perbukitan di Desa Sidomukti, Kebomas. Dalam Bahasa
Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan
Sunan Giri.

Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat


penyebaranagama Islam di Jawa. Bahkan pesantern ini terkenal sampai ke
Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pengaruh Giri terus
berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang
menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya
ditumbangkan oleh Sultan Agung. Ada beberapa karya seni tradisional Jawa yang
sering dianggap berhubungan dengan Sunan Giri, diantaranya adalah permainan-
permainan anak seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng; serta beberapa
gending (lagu instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung. Setelah
Sunan Giri wafat, beliau pun dimakamkan di DesaGiri, Kebomas, Gresik.

47
 Sunan Bonang
Sunan Bonang merupakan anak
Sunan Ampel, yang berarti juga
cucu MaulanaMalik Ibrahim. Nama
kecilnya adalah Raden Makdum
Ibrahim. Beliau lahir pada tahun
1465 M. Ibunya bernama Nyi
Ageng Manila, yang merupakan
puteri seorang adipati di Tuban.
Sunan Bonang belajar agama dari
pesantren ayahnya di Ampel
Denta. Setelah cukup dewasa,
beliau pun memutuskan
berdakwah mulai dari Kediri
hingga ke berbagai pelosok Pulau
Jawa.

Di sana beliau mendirikan


Masjid Sangkal Daha. Beliau
kemudian bermukim di Desa
Bonang, Lasem, Jawa Tengah yang terletak sekitar kurang lebih 15
kilometer Timur kota Rembang. Di desa itu beliau membangun tempat
pesujudan atau zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan
nama Watu Layar. Beliau pun kemudian dikenal sebagai imam pertama
Kesultanan Demak dan juga sebagai panglima tertinggi di sana.

Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan


kebiasaannya untuk berkelana ke daerah- daerah terpencil. Adapun
daerah- daerah terpencil yang pernah disinggahinya antara lain Tuban,
Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia
meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid
Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.
Ajaran yang diperkenalkan oleh Sunan Bonang adalah perpaduan antara
aliran ahlussunnah bergaya tasawuf dengan salafi. Meskipun beliau
menguasai ilmu fiqh, ushuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur.

Akan tetapi, ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat cinta


('isyq). Hal ini membuatnya terlihat mirip dengan gaya Jalalludin Rumi.
Menurut beliau, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat)
dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Adapun media
pengajarannya itu sendiri disampaikan melalui media kesenian yang
disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan
murid utamanya yaitu Sunan Kalijaga. Sunan Bonang banyak melahirkan
karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah
suluk wijil yang dipengaruhi oleh Kitab Al-Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr
(wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau
atau burung laut.

Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu


kental dengan estetika Hindu menjadi gamelan khas Jawa yang
menggunakan instrumen bonang. Beliau juga menggubah liriknya dengan
lirik-lirik yang mencirikan kecintaan pada kehidupan transedental (alam
48
malakut). Salah satu contoh hasil karyanya adalah tembang "Tombo
Ati". Dalam pentas

49
pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius
penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan
tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan
Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah
(peneguhan).

 Sunan Drajat
Sunan Drajat diperkirakan lahir pada
tahun 1470 M. Beliau adalah putra dari
Sunan Ampel. Dengan kata lain, beliau
adalah saudara Sunan Bonang. Semasa
kecilnya, Sunan Drajat bernama Raden
Syarifuddin atau Raden Qosim putra
Sunan Ampel yang terkenal cerdas.
Setelah menguasai ilmu agama Islam
dikuasai, beliau pun kemudian tinggal di
Desa Drajat wilayah Kecamatan Pacitan,
Kabupaten Lamongan sebagai pusat
kegiatan dakwahnya sekitar abad 15
dan 16 M.

Beliau memegang otonomi


Kerajaan Demak selama 36 tahun di
wilayah Perdikan, Drajat. Pemikiran kesufian Sunan Drajat yang menonjol
adalah upaya menyadarkan manusia dari ambisi jabatan dan kedudukan,
yang akan mendorong manusia untuk menikmati dunia dengan pola hidup
berfoya-foya dan memuaskan nafsu perut.

Ia berpendapat bahwa perut adalah sumber segala syahwat dan


penyakit jasmani dan rohani. Jika perut diisi dengan makanan yang enak,
maka akan timbul nafsu serakah, yang kemudian diiringi dengan
munculnya nafsu-nafsu yang lain, seperti syahwat kelamin, permabukan,
perjudian, dan lain sebagainya. Selain dikenal sebagai seorang wali, beliau
juga dikenal sebagai tokoh yang berjiwa sosial dan sangat memperhatikan
nasib kaum fakir miskin.

Beliau terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru


memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan
pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan
menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena
Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang
mempunyai otonomi. Beliau bahkan mendapatkan gelar Sunan Mayang
Madu dari Raden Patah yang merupakan Sultan Demak kala itu, pada
tahun saka 1442 atau 1520 M. Penghargaan ini diberikan berkat
keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan mengurangi kemiskinan
warganya. Berikut ini, 7 ajaran Sunan Drajat yang terabadikan dalam
bentuk tingkatan- tingkatan dari tataran komplek Makam Sunan Drajat,
yaitu:
a) Memangun resep teyasing sasomo artinya kita selalu membuat senang
hati orang lain.
b) Jroning suko kudu eling lan waspodo artinya di dalam suasana
riang kita harus tetap ingat dan waspada.
50
c) Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah
artinya dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita luhur kita tidak
peduli dengan segala bentuk rintangan.
d) Meper Hardaning Pancadriya artinya kita harus selalu menekan
hawa nafsu.
e) Heneng-Hening-Henung artinya dalam keadaan diam kita akan
memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan
mencapai cita -cita luhur.
f) Mulyo guno panca waktu artinya suatu kebahagiaan lahir batin
hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu.
g) Menehono teken marang wong kang wuto, menehono mangan
marang wong kang luwe, menehono busono marang wong kang
wudo, menehono ngiyup marang wongkang kodanan artinya
berilah ilmu agar orang menjadi pandai, sejahterakanlah kehidupan
masyarakat yang miskin, ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak
punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita.

 Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1450 M. Ayahnya
bernama Arya Wilatikta yang merupakan seorang
Adipati Tuban keturunan dari tokoh pemberontak
Majapahit, Ronggolawe. Pada saat itu, Arya
Wilatikta diperkirakan telah menganut agama
Islam. Semasa kecilnya, Sunan Kalijaga bernama
Said. Sama halnya dengan wali lainnya, beliau
juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti
Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau
Raden Abdurrahman. Masa hidup Sunan Kalijaga
diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun.
Dengan demikian, beliau mengalami masa akhir
kekuasaan Majapahit pada tahun 1478,
Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan
Banten.

Beliau juga menyaksikan lahirnya Kerajaan Pajang pada tahun 1546 M


serta awal kehadiran Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan
Senopati. Dalam dakwah, beliau punya pola yang sama dengan mentor sekaligus
sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik
berbasis salaf" - bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Pemikiran kesufian
yang ditampilkan Sunan Kalijaga adalah tentang konsep zuhud. Pemikiran zuhud
ini berawal dari upaya membangun kesadaran masyarakat pada arti bekerja dan
beramal. Orang boleh bekerja apa saja asalkan layak bagi martabat manusia.
Bekerja untuk memperoleh makanan yang halal dan pantas untuk diri dan
keluarganya.

Manusia berupaya keras untuk memperoleh kekayaan, tetapi tetap


diingatkan agar tidak hidupbermewah-mewahan dan royal terhadap harta. Sebab
harta yang dimiliki mereka sesungguhnya digunakan untuk menunaikan zakat,
haji, sosial, dan lainnya. Mencari harta kekayaan tidak boleh menggunakan jalan
yang tercela dan serakah. Oleh karena itu, meskipun harta dunia itu penting,
tetapi harus diperoleh dengan menggunakan cara yang halal dan menjauhi cara
51
yang haram, bahkan syubhat.Dibanding dengan keutamaan akhirat maka dunia
macam

52
apapun sesungguhnyasangat kecil. Itulah arti zuhud yang diartikan dalam konsepsi
oleh Sunan Kalijaga.

Selain pemikirannya yang luar biasa dalam bidang tasawuf, beliau juga
memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Beliau
menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana
dakwahnya. Beliau juga merupakan tokoh pencipta baju takwa, perayaan
sekatenan, grebeg maulud, layang kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja.
Beliau adalah tokoh di balik terciptanya wayang purwa dan wayang kulit Islami
yang sekarang kitakenal. Beliau juga berjasa karena telah membuat corak batik
bermotif burung kakula, yang jika ditulis dalam Bahasa Arab terdiri dari dua
bagian yaitu du dan qila yang berarti peliharalah ucapanmu baik-baik. Selain itu,
Lanskap pusat kota berupa keraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid
diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.

Metode dakwah yang digunakan secara menarik itu pun berhasil membuat
sebagian besar adipati di Jawa untuk memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di
antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta
Pajang (sekarang Kotagede, Yogya). Setelah meninggalnya, Sunan Kalijaga
dimakamkan diKadilangu yang terletak di sebelah selatan Kota Demak.

 Sunan Kudus
Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq merupakan
seorang putra dari pasangan Sunan
Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang),
anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa
Sunan Ngudung adalah salah seorang putra
Sultan di Mesir yang berkelana hingga ke
Jawa. Di Kesultanan Demak, beliau pun
diangkat menjadi panglima perang. Beliau
merupakan murid Sunan Kalijaga. Setelah
mendapatkan pendidikan dari gurunya itu,
beliau pun memutuskan untuk berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah
seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul.
Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan
Sunan Kalijaga yang sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Sunan Kudus
berdakwah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu danBudha. Hal itu terlihat
dari arsitektur Masjid Kudus dengan bentuk menara, gerbang dan pancuran atau
padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud
kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.

Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid


mendengarkan tablighnya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang
diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang
mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar
penjelasan Sunan Kudus tentang Surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina.
Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk
menyembelih sapi.

53
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut

54
disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti
kelanjutannya.Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001
malam dari masa Khalifah Abbasiyah. Dengan cara berdakwah seperi itulah, Sunan
Kudus mengikat masyarakatnya. Selain berdakwah, Sunan Kudus juga pernah
menjadi seorang Panglima Perang Kesultanan Demak. Beliau ikut bertempur saat
Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati
Jipang, Arya Penangsang.

 Sunan Muria
Sunan Muria merupakan putra Dewi Saroh, adik
kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh
Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama
kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria
diambil dari tempat tinggal terakhirnya di
lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara
kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak
mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga.
Berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih
suka tinggal di daerah sangat terpencil dan
jauh dari pusat kota untuk menyebarkanagama
Islam. Beliau juga bergaul dengan rakyat
jelata, sambil mengajarkan keterampilan-
keterampilan bercocok tanam, berdagang dan
melaut.

Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik


internal di Kesultanan Demak (1518-1530). Beliau juga dikenal sebagai pribadi
yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu.
Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang
berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus
dan Pati. Salah satuhasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

 Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah


diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya
adalah Nyai Rara Santang, putri dari Raja Pajajaran
Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah
Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar
Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Syarif
Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia
14 tahun dari para ulama Mesir. Beliau juga
sempat berkelanake berbagai negara. Menyusul
berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas
restu kalangan ulama lain, beliau mendirikan
Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai
Kasultanan Pakungwati. Dengan demikian, Sunan
Gunung Jati adalah satu- satunya anggota
Walisongo yang memimpin pemerintahan.
Beliau memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk
55
menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.

56
Dalam berdakwah, beliau menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas.
Namun beliau juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa
jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah. Bersama putranya, Maulana
Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa
setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten
tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten. Pada usia 89
tahun, beliau pun mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah.
Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M,
beliau wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di
daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota
Cirebon dari arah barat.
G. Pengembangan Tasawuf di Indonesia oleh Wali Songo

 Tasawuf pada Masa Para Wali


Maraknya pengajian tasawuf dewasa ini, dan kian bertambahnya minat
masyarakat terhadap tasawuf memperlihatkan bahwa sejak awal tarikh Islam di
Nusantara, tasawuf berhasil memikat hati masyarakat luas. Dalam banyak buku
sejarah diuraikan bahwa tasawuf telah mulai berperan dalam penyebaran Islam
sejakabad ke-12 M. Peran tasawuf kian meningkat pada akhir abad ke-13 M dan
sesudahnya, bersamaan munculnya kerajaan Islam pesisir seperti Pereulak,
Samudra Pasai, Malaka, Demak, Ternate, Aceh Darussalam, Banten, Gowa,
Palembang, JohorRiau dan lain-lain. Itu artinya Wali Songo yang sangat berperan
dalam penyebaran Islam di Indonesia khususnya Tanah Jawa, mempunyai andil
yang besar dalam mengajarkan tasawuf kepada masyarakat.

Pada abad ke-12 M, peranan ulama tasawuf sangat dominan di dunia


Islam. Hal ini antara lain disebabkan pengaruh pemikiran Islam al-Ghazali (wafat
111 M), yang berhasil mengintegrasikan tasawuf ke dalam pemikiran keagamaan
Madzab Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah menyusul penerimaan tasawuf di kalangan
masyarakat menengah. Hal ini juga berlaku di Indonesia, sehingga corak tasawuf
yang berkembang di Indonesia lebih cenderung mengikuti tasawuf yang diusung
oleh al- Ghazali, walaupun tidak menutup kemungkinan berkembang tasawuf
dengan corak warna yang lain.

Abdul Hadi W. M. dalam tesisnya menulis : “Kitab tasawuf yang paling


awal muncul di Nusantara ialah Bahar al-Lahut (lautan Ketuhanan) karangan
`Abdullah Arif (w. 1214). Isi kitab ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang
wujudiyah Ibn`Arabi dan ajaran persatuan mistikal (fana) al-Hallaj”. Ini
menunjukan bahwa disamping tasawuf sunni juga berkembang tasawuf falsafi di
masyarakat. Sehingga sejarah mencatat di samping Walisongo sebagai
pengusung tasawuf sunni juga muncul Syekh Siti Jenar sebagai penyebar
tasawuf falsafi dengan ajaran manunggaling kawula gusti. Dengan demikian,
secara garis besar aliran tasawuf yang berkembang pada zaman Walisongo dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu
:
a) Tasawuf Sunni
Tasawuf sunni adalah bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-
Qur'an dan Al Hadits secara ketat, serta mengaitkan ahwal (keadaan) dan
maqamat (tingkat rohaniah) mereka pada dua sumber tersebut. Tasawuf sunni
adalah tasawuf yang mengedepankan praktis, maka termasuk di dalamnya
tasawuf akhlaki dan amali. Dalam tasawuf sunni terdapat tiga langkah utama
57
yang yang harus dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT :

58
1. Senantiasa mengawasi jiwa (muraqabah) dan menyucikannya dari
segala kotoran. Firman Allah SWT: "Dan jiwa serta penyempurnaan
(ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya rugilah orang yang
mengotorinya". Q.S Asy-Syams : 7-10.
2. Memperbanyak dzikrullah.
Firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah
(dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya". Q.S.
Al- Ahzab: 41. Sabda Rasulullah SAW "Senantiasakanlah lidahmu
dalam keadaan basah mengingat Allah SWT".
3. Zuhud di dunia, tidak terikat dengan dunia dan gemar pada akhirat.
Firman Allah SWT: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari
main- main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kampung
akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah
kamu memahaminya?". (Al-Anaam : 32).
b) Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal
Tuhan (ma'rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ke tingkat
yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma'rifatullah) melainkan
yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga
dikatakan tasawuf falsafi adalah tasawuf yang kaya dengan pemikiran- pemikiran
filsafat.

Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan


tasawuf sunni. Kalau tasawuf sunni lebih menonjolkan segi praktis, sedangkan
tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep
tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan
filosofis, yang sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi
orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.

 Implementasi Tasawuf pada Masa Wali Songo


Walisongo sebagai figur agamis menjadi simbol kesalihan
masyarakat pada saat itu. Sehingga apa yang dilakukan oleh para wali
menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Dalam kehidupannya sehari-
hari, Walisongo hidup dengan sederhana, tidak berlebih-lebihan, peduli
terhadap fakir miskin, bahkan menjadi pelopor dalam memberantas
kemiskinan dan kebodohan. Dalam memilih tempat tinggal, Walisongo
lebih memilih tempat terpencil, mereka lebih suka hidup di gunung dan
perkampungan daripada di perkotaan. Hal ini sesuai dengan salah satu
ajaran tasawuf yang disebut dengan ‘uzlah (mengasingkan diri).

Pada masa Sunan Giri ajaran tasawuf diadopsi menjadi norma


yang harus dipegang oleh masyarakat, diantara isi dari norma tersebut
adalah meper hardaning pancadriya (kita harus selalu menekan gelora
nafsu- nafsu). Heneng-hening-henung (dalam keadaan diam kita akan
memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan
mencapai cita-cita luhur). Mulyo guno panca waktu (suatu kebahagiaan
lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu).
Walisongo juga mengajak masyarakat untuk selalu berzikir mengingat
Allah SWT dan menumbuhkan kesadaran kehambaan, yang dikemas
dalam bentuk karya seni sesuai dengan budaya setempat, seperti
59
tembang "Tombo Ati", tembang “Lir Ilir”, "Suluk Wijil" yang dipengaruhi
kitab Al-

60
Shidiq, perseteruan Pandawa-Kurawa yang ditafsirkan sebagai
peperangan antara nafi (peniadaan), 'isbah (peneguhan) dan lain-lain. Di
samping implementasi tersebut di atas, masih banyak bentuk
implementasi lain yang tidak diungkapkan di sini karena keterbatasan
referensi.

Dalam istilah tasawuf, terdapat juga istilah tarekat. Tarekat adalah


perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara
mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh untuk mendekatkan
diri sedekat mungkin kepada Allah. Istilah tarekat ini tidak saja ditujukan
kepada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh
tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah
seorang syekh tarekat, tetapi melìputi segala aspek ajaran yang ada di
dalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya,
yang semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada
Allah. Usaha mendekatkan diri iní biasanya dilakukan di bawah bimbingan
seorang guru atau syekh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat
adalah cara dan jalan yang di tempuh seseorang dalam usahanya
mendekatkan diri kepada Allah.

Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang


telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan
spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya. Dari sisi
bahasa, tarekat atau thariqah berasal dari bahasa arab thariqah yang
artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Jamil Shaliba3
mengatakan secara harfiah, thariqah berarti jalan yang terang, lurus yang
memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat. Di kalangan
muhaddisin, Thariqah digambarkan dalam dua arti yang asasi. Pertama
menggambarkan sesuatu yang tidak dibatasi terlebih dahulu (lancar), dan
kedua didasarkan pada sistem yang jelas dibatasi sebelumnya. Selain itu
thariqah juga diartikan sekumpulan cara-cara yang bersifat renungan, dan
usaha inderawi yang mengantarkan pada hakikat, atau suatu data yang
benar.

Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah


pertama sering disebut sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya
sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun
tasawuf yang berorientasi ke arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi.
Tasawuf ini banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang
sebagai filosof di samping sebagai sufi.

Para sufi dan syekh, mursyid (Guru Pembimbing) dalam tarekat,


merumuskan bagaimana sistematika, jalan, cara dan tahapan-tahapan
yang harus dilalui oleh para calon sufi atau murid tarekat dalam
mendekatkan diri kepada Allah. Kenyataan dalam sejarah menunjukkan,
bahwa peran serta secara aktif dari pada sufi dan para syekh, mursyid
sangatlah besar dalam mengembangkan agama Islam. Mereka membina
dan membimbing umat yang meliputi segala aspek kehidupannya seperti
mendekatkan diri kepada Allah, membentuk moralitas pergaulan dalam
masyarakat, berbangsa dan bernegara.

61
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf dan thariqat
mempunyai pengaruh besar dalam berbagai kehidupan sosial, budaya dan

62
pendidikan yang banyak tergambar dalam dinamika dunia pesantren.
Kondisi semacam ini mempermudah tumbuh dan berkembangnya
organisasi-organisasi thariqat yang berkembang di dunia Islam. Tarekat
merupakan bagian dari tasawuf yang berperan penting dalam
melanggengkan ajaran Sufi. Bukan hanya itu, para pengamal tarekat juga
memainkan peranan penting dalam menyebarkan Islam di berbagai
kawasan yang kemudian dikenal sebagai dunia Islam. Peran ini semakin
jelas pada saat dunia Islam mengalami kemunduran secara politik mulai
abad ke tiga belas.

Pada saat ini, tarekat justru secara bertahap mengalami kemajuan.


Perkembangan pesat terjadi pada saat tarekat terjadi pada abad ke lima
belas dan abad ke enam belas. Periode ini menyaksikan bahwa tarekat
tidak hanya menjaga eksistensi Islam di berbagai wilayah di mana ia
berkembang, bahkan ia telah memperluas daerah penyebaran Islam
sampai ke dunia Arab seperti kawasan Afrika, India, Asia Tengah, Cina,
dan termasuk Indonesia.

Meskipun bukti-bukti kebesaran kedua negara besar ini berhasil


diperoleh pada abad- abad belakangan, tetapi tampak jelas bahwa ciri-ciri
umum tertentu dari negara-negara yang ada di Indonesia tidak berubah
selama beberapa abad. Khususnya, kondisi tanah dan iklim di daerah
tersebut mempunyai dampak yang penting bukan hanya terhadap
pertanian dan perdagangan, melainkan juga terhadap formasi negara.

Jawa mempunyai sederetan gunung berapi yang berjajar dari


timur ke barat di sepanjang pulau. Gunung-gunung dan dataran-dataran
tinggi lainnya membantu memisahkan wilayah pedalaman menjadi
kawasan- kawasan yang relative terpencil yang sangat cocok bagi
persawahan. Daerah-daerah padi di Jawa merupakan salah satu yang
terkaya di dunia, jalur- jalur perhubungan utama di Jawa adalah sungai-
sungai yang sebagian besar relative pendek- pendek. Sungai-sungai yang
paling cocok untuk hubungan jarak jauh hanyalah Sungai Brantas dan
Bengawan Solo, dan tidak mengherankan apabila lembah-lembah kedua
sungai itu menjadi pusat-pusat kerajaan besar.

Pada pertenganhan abad XVII, atau sebelumnya, terdapat pula


suatu system darat di Jawa dengan pos-pos cukai dan jembatan-jembatan
permanennya. Pada musim kering (kira-kira Maret-September), jalan-jalan
darat yang besar dapat dilalui kendaraan berat. Akan tetapi jalan darat
lebih berbahaya daripada sungai, para perampok atau penguasa local
dapat menghambat perjalanan.

Dengan demikian, Pulau Jawa terdiri atas kantong-kantong


penduduk yang relative terpisah satu sama lainnya. Populasi Pulau Jawa
pada abad-abad ini diperkirakan jumlahnya mencapai empat juta pada
tahun 1600, kemudian lima juta pada tahun 1800. Kalaupun terdapat
populasi yang lebih besar dari catatan di atas, Jawa tetap berpenduduk
sangat jarang. Setiap kerajaan besar di wilayah Jawa memerlukan suatu
bentuk kekuasaan pusat atas beberapa daerah yang terpencil, dan
tentunya sangat sulit karena faktor perhubungan. Jadi selain Majapahit
dan Demak,
63
kerajaan-kerajaan di Jawa adalah kerajaan-kerajaan pedalaman, maka
perdagangan luar negeri bukan kegiatan utama kerajaan-kerajaan di Jawa.

Di luar Jawa, negara-negara terbentuk dalam kondisi fisik yg agak


berbeda, sebagian besar permukaan tanah terdiri atas gunung-gunung,
dataran-dataran tinggi, dan hutan belantara, sedangkan banyak daerah
pantai merupakan rawa-rawa. Pulau-pulau luar Jawa hanya memiliki
sedikit jalan darat jarak jauh seperti yang terdapat di Jawa yang dapat
membantu komunikasi di pulau-pulau tersebut. Beberapa sungai hanya
dapat dijadikan jalur untuk menuju ke wilayah-wilayah pedalaman dari
negara-negara itu. Demikian pula halnya negara-negara Kalimantan
Selatan lebih sering mengadakan hubungan dengan kota-kota pelabuhan
di pantai utara Jawa daripada dengan wilayah pedalaman yang sangat
luas dari pulau itu sendiri.

Di seluruh Nusantara, para pedagang memperjualbelikan beras,


lada, dan tekstil dalam jumlah yang besar. Pulau Jawa merupakan
penghasil beras terbesar di Asia Tenggara sampai abad XIX, sedangkan
Sumatera adalah eksportir lada, produk yang paling diminati. Banyak
tekstil yang berkualitas tinggi diimpor ke Indonesia dari India dan Cina,
namun terdapat juga perdagangan tekstil yang cukup penting yang
diproduksi di Nusantara sendiri, terutama di Sulawesi Selatan dan Jawa.
Para pedagang asing datang ke Indonesia khususnya untuk mendapatkan
hasil-hasil hutan yang bernilai tinggi, seperti kamper dan cendana serta
emas dari Sumatera dan Kalimantan Barat. Terutama, mereka memburu
lada dari Indonesia bagian barat serta cengkih, pala, dan bunga pala dari
Maluku di Indonesia timur.

Beberapa pengamat telah berusaha menggambarkan perbedaan


yang jelas antara Negara-negara daratan di Jawa dan negara-negara laut
di pulau-pulau luar Jawa dalam kaitannya dengan landasan perekonomian
yang berbeda. Jawa dipandang sebagai masyarakat “hidrolis” yang
didasarkan pada pertanian sawah, sedangkan Negara-negara luar Jawa
sebagai kawasan-kawasan yang terutama tergantung pada perdagangan
luar negeri. Negara- negara luar Jawa biasanya bergantung pada
pertanian sawah untuk menghidupi rakyat mereka, dan sebagian dari
Negara-negara terbesar seperti Malaka, Aceh, Banten, dan Gowa,
menghidupi rakyat mereka terutama dengan beras yang diimpor dari
pesisir utara Jawa.

Terdapat banyak kondisi yang sama di seluruh Indonesia yang


mempengaruhi kehidupan ekonomi dan politik negara-negara pra kolonial.
Di semua daerah jumlah penduduknya sangat terbatas, dan oleh
karenanya merupakan basis yang terbatas pula bagi perpajakan dan
sumber daya manusia untuk penanaman padi dan pembentukan tentara.
Oleh karena itulah kadang-kadang salah satu tujuan perang adalah
memindahkan penduduk dari daerah yang ditaklukkan ke wilayah pihak
yang menang. Di Jawa, cara pemecahannya adalah dengan menerapkan
system kerajaan terbatas dan pemberian otonomi yang luas kepada para
penguasa lokal. Sama halnya dengan kerajaan-kerajaan luar Jawa
seringkali terpaksa harus memberi otonomi yang luas kepada para vasal
mereka. Oleh karena itu, selalu timbul ketegangan-ketegangan di dalam
64
negara-negara besar tersebut sebagai akibat benturan kepentingan antara
pusat dan kepentingan daerah, dan Negara-negara semacam ini mudah
runtuh.

65
Seorang penguasa pusat mempunyai tiga teknik utama yang dapat
digunakan untuk mempertahankan kekuasaannya. Pertama, dia dapat
memberi otonomi yang cukup luas`dan keuntungan-keuntungan langsung
yang berbentuk kekayaan, martabat, serta perlindungan kepada penguasa
daerah dan lawan-lawan lain yang potensial, seperti para pangeran dan
pemimpin daerah, sebagai imbalan bagi dukungan mereka kepadanya.
Kedua, dia dapat memelihara kultus kebesaran mengenai dirinya dan
istananya yang mencerminkan kekuatan- kekuatan ghaib yang
mendukung dirinya. Ketiga, dan yang paling penting dari semua teknik,
dia harus memiliki kekuatan militer untuk menghancurkan setiap oposisi.
Semua negara di Indonesia prakolonial pada akhirnya didirikan atas
kekuatan militer yang tangguh.

Dalam hal ini, pulau-pulau di luar Jawa mungkin telah memiliki


beberapa keuntungan, walaupun pola angin musim tidak selalu bebas
untuk melakukan pelayaran, tetapi mungkin lebih mudah mengerahkan
ekspedisi laut ke suatu sasaran daripada mengerahkan suatu pasukan
Jawa yang besar ke medan perang bersama dengan pasukan militer dari
negara- negara bawahannya. Maka membentuk konsensus di antara
tokoh-tokoh menjadi sangat penting untuk mendukung kekuasaannya.
Selain itu, diperlukan suatu jaringan mata-mata yang terus memberinya
informasi, serta perkawinan-perkawinan politik untuk mempertalikan
kepentingan pihak-pihak lain dengan masa depan negaranya.

Dua negara besar pada abad XIV dan XV adalah Majapahit dan
Malaka, dimana sejarah terperinci mengenai Majapahit sangat tidak jelas.
Sumber-sumber yang utama adalah prasasti-prasasti berbahasa Jawa
Kuno, naskah Desawarnana atau Negarakertagama Jawa Kuno yang
ditulis pada tahu 1365 (dikenal hanya dalam manuskrip-manuskrip),
naskah Pararaton berbahasa Jawa Tengahan (dikenal dari salinan-salinan
yang ditemukan di Pulau Bali) dan beberapa catatan berbahasa Cina.

Masa pemerintahan Hayam Wuruk merupakan zaman keemasan


Majapahit dan pada masa kekuasaannya itulah Desawarnana ditulis.
Kejadian-kejadian setelah itu kurang jelas, tampaknya terjadi perang
saudara pada tahun 1405-1406, pergantian raja yang dipertengkarkan
pada tahun 1450-an, pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang
bangsawan pada tahun 1468. Kronik-kronik berbahasa Jawa yang muncul
kemudian menyebutkan bahwa Majapahit jatuh ke tangan Negara Islam,
Demak, pada tahun 1478.

Desawarnana dan prasasti-prasasti tentang Majapahit memberikan


kemungkinan bagi dilakukannya penyusunan kembali corak dan pengaruh
Majapahit pada abad XIV. Negara ini mempunyai suatu bentuk pengaruh
atas negara-negara lain yang jumlahnya sangat banyak di seluruh
Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan dan Indonesia Timur.
Luasnya wilayah kekuasaan Majapahit pada saat itu, telah membentuk
semacam “kekaisaran” dalam pengertian yang lain. Namun dengan
luasnya wilayah dan keberadaan Negara-negara bawahan yang sangat
jauh di beberapa pedalaman, Majapahit tidak mungkin menyelenggarakan
suatu bentuk kekuasaan terpusat yang teratur. Nampaknya, hubungan
perdagangan yang telah menghubungkan beberapa daerah di Negara-
66
negara bawahan

67
dengan pihak Majapahit, dan mungkin sekali menjadi monopoli raja. Jadi,
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.

Majapahit menaklukkan bali pada tahun 1343, dan pada tahun


1377 mengirim suatu ekspedisi untuk menghukum Palembang di
Sumatera. Majapahit juga mempunyai hubungan dengan Campa,
Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, serta mengirim duta-
dutanya ke Cina. Ibukota Majapahit merupakan sesuatu yang hebat
dengan pesta-pesta tahunan yang sangat meriah dan agung. Kerajaan
mengamalkan agama Budha maupun penyembahan kepada dewa Hindu,
Siwa dan Wisnu, serta terjadi penyatuan kedua agama itu pada diri raja,
yang dianggap sebagai
„Siwa-Budha‟ dan „Nirguna‟ bagi para penganut agama Wisnu.
Pengganti- penggantinya yang sudah menganut agama Islam mengenang
Negara ini dengan amat bangga.

Pada akhir abad XIV dan awal abad XV, pengaruh Majapahit di
seluruh Nusantara mulai berkurang, pada saat yang sama, berdiri suatu
negara perdagangan Melayu yang baru di nusantara bagian barat. Asal-
usul tentang Malaka diperdebatkan, tampaknya seorang pangeran dari
Palembang bernama Parameswara berhasil meloloskan diri sewaktu
terjadi serangan Majapahit pada tahun 1377 dan akhirnya tiba di Malaka
sekitar tahun 1400. Di tempat ini dia menemukan suatu pelabuhan yang
baik dan dapat dirapati kapal-kapal di segala musim dan terletak di bagian
yang paling sempit dari Selat Malaka. Bersekutu dengan orang-orang laut
yaitu para perombak pengembara di Selat Malaka, dia berhasil
menjadikan Malaka sebagai pelabuhan internasional yang besar dengan
cara memaksa kapal-kapal yang lewat untuk singgah di pelabuhannya dan
memberikan fasilitas-fasilitas yang cukup baik dan dapat dipercaya bagi
pergudangan dan perdagangan. Malaka dengan cepat menjadi pelabuhan
yang sangat berhasil dan menguasai Selat Malaka, salah satu trayek yang
paling menentukan dalam system perdagangan internasional yang
membentang dari Cina dan Maluku di timur sampai Afrika Timur dan Laut
Tengah di barat.

Ancaman utama bagi Malaka sejak awal adalah Siam, tetapi


Malaka mendapatkan perlindungan Cina sejak tahun 1402. Setelah itu,
Malaka berkali-kali mengirimkan utusan ke Cina, sedangkan armada-
armada Cina secara besar-besaran mengunjungi Malaka di bawah
pimpinan Admiral Dinasti Ming bernama Zheng He (Chong Ho). Pada abad
XV, Malaka bergerak menaklukkan daerah-daerah di kedua sisi Selat
Malaka yang menghasilkan bahan pangan, timah, emas, dan lada,
sehingga meningkatkan kemakmuran dan posisi strategisnya. Pada tahun
1470-an dan 1480-an, kerajaan ini menguasai pusat-pusat penduduk yang
penting di seluruh Semenanjung Malaya bagian selatan dan pantai timur
Sumatera bagian tengah.

Pada mulanya Parameswara adalah seorang raja yang beragama


Hindu-Buddha, tetapi dia telah memaksa dan menganjurkan pedagang
Islam menggunakan pelabuhannya, ada beberapa perdebatan mengenai
kepindahan agamanya. Tampaknya di masa akhir pemerintahannya, dia
menganut agama Islam dan memakai nama Iskandar Syah. Pada masa
68
pemerintahan Sultan Muzaffar Syah (1446-59), posisi Islam semakin
kokoh di Kesultanan Malaka.

69
Di Malaka, sistem perdagangan Indonesia dihubungkan dengan
jalur-jalur yang membentang ke barat sampai India, Persia, Arabia,
Suriah, Afrika Timur dan Laut Tengah, ke utara sampai Siam dan Peru,
serta ke timur sampai Cina dan mungkin Jepang. Ini merupakan system
perdagangan yang terbesar di dunia pada masa itu, dan dua tempat
pertukaran yang penting di dunia pada masa itu adalah Gujarat di India
barat laut dan Malaka. Rempah- rempah Indonesia merupakan salah satu
hasil yang paling berharga, tetapi tekstil India dan beras Jawa merupakan
komoditas primadona pada masanya.

Selain letak Malaka yang strategis sebagai pelabuhan transito


dalam perdagangan internasional, kunci keberhasilan Malaka adalah
kebijakan- kebijakan penguasanya yang berhasil membentuk suatu
komunitas internasional kaum pedagang yang mendapatkan fasilitas-
fasilitas yang menguntungkan di Malaka.

Aspek yang paling menarik dari Malaka bagi Sejarah Indonesia


adalah jaringan perdagangannya yang sangat luas yang membentang
sampai pulau-pulau di Indonesia. Selain penyebaran Islam, kepentingan
ekonomi menjadi benang merah penghubung antara Semenanjung Malaya
dan negara-negara kepulauan Indonesia pada masa pra kolonial. Saat
bertukar barang-barang atas dasar saling menguntungkan dan
membutuhkan, mereka memasuki jaringan hubungan yang menjadikan
daerah itu bukan sebuah negara melainkan sebuah jaringan ekonomi yang
berhubungan dan juga merupakan jaringan kultural.

H. Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia


Gerakan pembaruan di Indonesia merupakan salah satu contoh
berkembangnya Islam di Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada
masyarakat yang statis, semua pasti mengalami perubahan dan perkembangan.
Secara garis besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia: (1)
Gerakan pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.
 Gerakan Pendidikan dan Sosial
Kaum pembaharu memandang, betapa pentingnya pendidikan
dalam membina dan membangun generasi muda. Mereka
memperkenalkan sistem pendidikan sekolah dengan kurikulum modern
untuk mengganti sistem pendidikan Islam tradisional seperti pesantren
dan surau. Melalui pendidikan pola pikir masyarakat dapat diubah secara
bertahap. Oleh sebab itu, mereka mendirikan lembaga pendidikan dan
mengembangkan organisasi sosial kemasyarakatan. Di antaranya sebagai
berikut.

a) Sekolah Thawalib
Sekolah ini berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar
atau masjid. Lembaga pendidikan Surau berarti pengajian di Masjid, mirip
dengan pesantren di Jawa. Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada
tahun 1906 telah merintis perubahan “sistem surau” menjadi sistem
sekolah. Pada tahun 1919 Haji Jalaludin Hayib menerapkan sistem kelas
dengan lebih sempurna. Ia mengharuskan pemakaian bangku dan meja,
kurikulum yang lebih baik, dan kewajiban pelajar untuk membayar uang
70
sekolah.

71
Selain itu kepada para pelajar pun diperkenalkan koperasi pelajar
guna memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Koperasi ini berkembang
menjadi organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan
nama Sumatera Thawalib. Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh
murid, tetapi oleh para guru. Pada tahun 1929 organisasi Thawalib
memperluas keanggotaannya. Tidak hanya guru dan murid di sekolah itu,
melainkan juga para alumni. Selain itu, keanggotaan pun terbuka bagi
mereka yang bukan murid, guru, dan alumni atau mereka yang tidak
memiliki hubungan apapun dengan sekolah Thawalib.

Organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi sebuah


organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan
sosial. Akhirnya organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi
organisasi politik dengan nama Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat
Permi. Permi merupakan partai Islam politik pertama di Indonesia. Asas
Permi tergolong modern. Bukan hanya Islam, tetapi juga Islam dan
Nasionalis.

b) Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia
pada tanggal 17 Juli 1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad
AlFachir bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan
bin Syihab. Semuanya termasuk golongan sayyid, yaitu kaum ningrat atau
bangsawan Arab.

Ada dua program yang diperhatikan Jamiat Khair, mendirikan dan


membina sekolah dasar, serta menyeleksi dan mengirim para pelajar
untuk mengikuti pendidikan di Turki. Jamiat Khair tidak hanya menerima
murid keturunan Arab, tetapi juga untuk umum. Bahasa Belanda tidak
diajarkan karena bahasa penjajah, tetapi diganti dengan bahasa Inggris.
Dengan menguasai bahasa Inggris, para alumni lembaga pendidikan
Jamiat Khair diharapkan dapat mengikuti kemajuan zaman.
c) Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta.
Al-Irsyad memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dengan
mendirikan sekolah dan perpustakaan. Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya.
Ada sekolah tingkat dasar, sekolah guru dan program takhassus
memperdalam agama dan bahasa asing. Cabang-cabang AlIrsyad segera
dibuka di Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan Lawang.

Aktivitas organisasi ini lebih dinamis daripada Jamiat Khair,


walaupun keduanya sama-sama didirikan oleh masyarakat Arab. Jika
Jamiat Khair dikuasai oleh golongan sayyid atau ningrat. Al-Irsyad
sebaliknya, menolak adanya perbedaan atau diskriminasi antara kaum
elite dengan golongan alit (kecil). Al-Irsyad tidak dapat dipisahkan dengan
Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab keturunan Sudan yang
menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam tubuh Al-
Irsyad.

d) Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul
Qulub, didirikan di Majalengka, Jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada
72
tahun 1911. Kiai Halim adalah alumni Timur Tengah. Ia menyerap ideide

73
pembaruan yang dihembuskan oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin
al- Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir. Hayatul Qulub memusatkan
perhatiannya pada bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. Sejak 1917
namanya diubah menjadi Persyarikatan Ulama. Perubahan nama ini
memiliki dua tujuan, yaitu menyatukan para ulama dan mengajak mereka
untuk menerapkan cara-cara modern dalam mengelola pendidikan.

Ada dua sistem pendidikan yang diperkenalkan Kiai Halim: “sistem


madrasah” dengan “sistem asrama”. Lembaga pendidikan dengan sistem
madrasah dan sistem asrama diberi nama “Santri Asromo”. Dibagi ke
dalam tiga bagian: Tingkat permulaan, dasar, dan lanjutan. Santri Asromo
memiliki kelebihan, yaitu kurikulumnya memadukan pengetahuan agama
dan umum seperti pada sistem madrasah sekarang. Para pelajar Santri
Asromo juga dilatih dalam pertanian, keterampilan besi dan kayu,
menenun dan mengolah bahan seperti membuat sabun.

Mereka tinggal di asrama dengan disiplin yang ketat. Persyarikatan


Ulama memiliki ciri khas, mempertahankan tradisi bermazhab dalam fiqih;
tetapi menerapkan cara-cara modern dalam pendidikan. Pada tahun 1952
Persyarikatan Ulama diubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) setelah
difusikan dengan Al-Ittihad alIslamiyah (AII) atau persatuan Islam. AII
didirikan dan dipimpin oleh K.H. Ahmad Sanusi yang berpusat di
Sukabumi, Jawa Barat.
e) Nahdatul Ulama (NU)
Di kalangan pesantren dalam merespon kebangkitan nasional,
membentuk organisasi pergerakan, seperti Nah«atul Wa an (Kebangkitan
Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 mendirikan Taswirul
Afkar atau dikenal juga dengan Nah«atul Fikri (kebangkitan pemikiran),
sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum
santri. Dari Nahdatul Fikri kemudian mendirikan Nah«atut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk
memperbaiki perekonomian rakyat.

Dengan adanya Nah«atut Tujjar, maka Taswirul Afkar, selain


tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang
berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Perkembangan selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar
dan lebih sistematis, serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka
setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan
untuk membentuk organisasi yang bernama Nah«atul Ulama (Kebangkitan
Ulama). Nahdatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari
1926).

Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais


Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim
Asy’ari merumuskan kitab Qānµn Asāsi (prinsip dasar), kemudian juga
merumuskan kitab I’tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah. Kedua kitab tersebut
kemudian diimplementasikan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai
dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang
sosial, keagamaan dan politik.

Organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ajaran Islam menurut


74
paham kitab I’tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah di tengah-tengah
kehidupan

75
masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di
berbagai bidang, antara lain sebagai berikut.
 Di bidang keagamaan, melaksanakan dakwah Islamiyah dan
meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan
dalam perbedaan.
 Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur,
berpengetahuan luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga
Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah
khususnya di Pulau Jawa bahkan sudah memiliki cabang di luar negeri.
 Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
 Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk
menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya
ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan
Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
 Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

f) Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November
1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan
dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal sosial. Muhammadiyah
mendirikan berbagai sekolah Islam ala Belanda, baik dalam satuan
pendidikan, jenjang maupun kurikulumnya. Muhammadiyah pun
menerima subsidi dari pemerintah Belanda.

Organisasi ini sangat menekankan keseimbangan antara


pendidikan agama dan pendidikan umum, serta pendidikan keterampilan.
Para alumni lembaga pendidikan Muhammadiyah diharapkan memiliki
aqidah Islam yang kuat, sekaligus memiliki keahlian untuk hidup di zaman
modern. Dengan bekal akidah, pendidikan dan keterampilan yang baik,
kaum muslimin dapat mengembangkan kualitas hidup mereka sesuai
dengan tuntutan ajaran al-Quran.

Bahkan sampai sekarang, Muhammadiyah merupakan ormas Islam


besar yang memiliki satuan-satuan pendidikan sejak dari Taman Kanak-
kanak hingga Program Pasca sarjana. Dalam bidang amal sosial, ormas
Islam ini memiliki antara lain beberapa puluh rumah sakit, Balai Kesehatan
Ibu dan Anak (BKIA) dan Panti Asuhan. Gerakan dakwah Muhammadiyah
sangat menekankan kemurnian aqidah; memerangi berbagai perbuatan
syirik, menyekutukan Allah Swt. dalam segala bentuknya; menentang
takhayul; khurafat; dan perbuatan bid’ah serta mengikis habis kebiasaan
taqlid buta dalam beragama. Muhammadiyah, menekankan pentingnya
membuka pintu ijtihad dalam bidang hukum Islam agar umat Islam
terbebas dari taqlid buta serta menolak tradisi bermazhab dalam fiqih.

g) Persatuan Islam (Persis)


Persatuan Islam (Persis) berdiri pada permulaan tahun 1920-an,
tepatnya tanggal 12 September 1923 di Bandung. Ide mulanya dari
seorang alumnus Dâr al-‘Ulûm Mekkah bernama H. Zamzam yang sejak
tahun 1910- 1912 menjadi guru agama di sekolah agama Dâr al-
76
Muta’alimîn. Ia bersama

77
teman dekatnya, H. Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang
sama-sama kelahiran Palembang, yang di masa mudanya memperoleh
pendidikan agama secara tradisional dan menguasai bahasa Arab,
sehingga ia mampu autodidak melalui kitab-kitab yang jadi perhatiannya.

Latar belakang pendidikan dan kultur yang sama ini, menyatukan


mereka dalam diskusi-diskusi tentang keislaman. Tema diskusi biasanya
mengenai beberapa masalah di sekitar gerakan keagamaan yang tengah
berkembang saat itu, atau masalah agama yang dimuat dalam majalah al-
Munîr terbitan Padang dan majalah alManâr terbitan Mesir, yang telah
lama menjadi bacaan dan perhatian mereka. Pada tahun 1924 A. Hassan
mulai terlibat dalam diskusi-diskusi agama dengan tokoh-tokoh agama di
Indonesia sekitar pertentangan antara kaum muda dan kaum tua, antara
paham modernis dan paham tradisional. Ayah A. Hassan memang
termasuk orang yang berpandangan modernis. Maka dapat dimengerti
jika A. Hassan juga sejalan dengan faham kaum muda.

Tidak lama kemudian A. Hassan pindah ke Bandung dan masuk


lingkungan Persatuan Islam. Selanjutnya ia memusatkan kegiatan
hidupnya dalam pengembangan pemikiran Islam dan menyediakan dirinya
sebagai pembela Islam melalui Persis.. Beliau dikenal sebagai pendiri
Persis. Sebagai organisasi, Persis memiliki ciri khas dalam gerak dan
langkahnya, yaitu menitikberatkan pada pembentukan paham keagamaan
yang dilancarkan melalui pendidikan dan da’wah lainnya. Persis bertujuan:
Pertama, mengamalkan segala ajaran Islam dalam setiap segi kehidupan
anggotanya dalam masyarakat, kedua, menempatkan kaum muslimin
pada ajaran aqidah dan syari’ah berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah.

Lahirnya Jami’at Khair, al-Irsyad, Persyarikatan Ulama, NU,


Muhammadiyah dan Persis yang bergerak di bidang pembaharuan
pendidikan dan dakwah tersebut dipicu oleh perkembangan baru di
bidang keagamaan. Agama harus fungsional dalam kehidupan, bukan
hanya sekedar tuntunan untuk kebahagiaan akhirat saja. Karena itu,
agama harus didukung oleh ilmu pengetahuan modern.

 Gerakan Politik
Islam tidak dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan
umat Islam dalam mengusir penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan
kekuatan senjata dan bersifat kedaerahan. Pada awal abad dua puluh perjuangan
itu dilakukan dengan mendirikan organisasi modern yang bersifat nasional, baik
ormas (organisasi sosial kemasyarakatan), maupun orsospol (organisasi sosial
politik).

Melalui pendidikan, ormas memperjuangkan kecerdasan bangsa agar


sadar tentang hak dan kewajiban dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dengan
orsospol, kaum muslimin memperjuangkan kepentingan golongan Islam melalui
saluran politik yang diakui pemerintah penjajah. Mereka misalnya berjuang
melalui parlemen Belanda yang disebut Volksraad. Di antara partai politik Islam
yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah Persaudaraan Muslimin
Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam Indonesia (PII). SI
didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai kelanjutan dari
Sarekat Dagang Islam
78
(SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905. SI
kemudian berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII).

Partai Islam Masyumi pada awal berdirinya merupakan satu-satunya partai


politik Islam yang diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan seluruh
golongan umat Islam dalam negara modern yang diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945. Masyumi merupakan partai federasi yang menampung semua
golongan tradisional.

I. Hasil Kebudayaan Masyarakat Indonesia pada Masa Islam

 Masjid
masjid merupakan tempat ibadah bagi pemeluk agama Islam. dan masjid-masjid
yang berasal pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia yang dapat kita
jumpai, yaitu adalah Masjid Demak, Masjid Menara Kudus, Masjid Sendang Duwur
(Tuban). Selain itu, Masjid Agung Kasepuhan (Cirebon), Masjid Sunan Ampel
(Surabaya), Masjid Baiturakhman (Aceh), Masjid Angke (Jakarta), dan Masjid
Ketangka (Makassar).

 Keraton
Masjid Keraton adalah istana tempat tinggal untuk raja atau sultan bersama
dengan keluarganya. Bangunan keraton kerajaan Islam dapat kita jumpai
beberapa di Jawa 234 Syafrizal, Achmad. 2015. “Sejarah Islam Nusantara”.
Islamuna: Jurnal Studi Islam 2 . Pamekasan, Indonesia, 229 dan Sumatra.
Keraton merupakan salah satu karya arsitek yang memadukan beberapa
kebudayaan setempat dengan kebudayaan Islam.

 Makam
Makam adalah tempat dikebumikannya seseorang setelah meninggal dunia.
umumnya pada makam kuno yang bercorak Islam terdiri dari tiga komponen,
yaitu Jirat, Nisan, dan Cungkup. Jirat atau Kijing adalah bangunan yang terbuat
dari batu yang berbentuk persegi panjang. Sedangkan, nisan adalah tonggak
pendek dari batu atau kayu yang ditanamkan di atas Jirat. Umumnya, di dalam
nisan terdapat beberapa tanda mengenai peristiwa atau sejarah orang yang
dikuburkan.

 Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni melukis indah yang diperoleh dengan merangkai huruf-huruf
Arab. Selain itu, kaligrafi juga dapat menuliskan ayat suci Al Qur'an menjadi
bentuk yang kita inginkan. Kita sering kali melihat tulisan kaligrafi di dalam
bangunan masjib atau nisan kubur.

 Karya Sastra
Karya sastra juga merupakan hasil kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan
Islam. Umumnya, karya sastra akan berisikan tasawuf atau budi pakerti yang
baik. Selain itu, juga dapat beberapa filsafat kemasyarakatan.

J. Nilai-Nilai Keteladanan Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Perkembangan


Islam di Indonesia
79
Tokoh-tokoh penggerak utama dalam penyebaran Islam dan telah
menggoreskan nilai-nilai keteladan mereka lebih dikenal dengan sebutan “Wali
Songo” yaitu sebagai berikut.
 Maulana Malik Ibrahim, nama lainnya adalah Maulana Maghribi (Barat).
Disebut Maghribi karena asalnya dari Persia, pusat kegiatannya di Gresik,
Jawa Timur.
 Sunan Ampel atau Ngampel, nama kecilnya Raden Rahmat yang
berkedudukan di Ngampel Surabaya. Melalui peran beliau lahirlah generasi
Islam yang tangguh, salah satunya Raden Fatah sultan pertama Demak.
 Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku. Beliau adalah murid Sunan Ampel.
Pusat kegiatannya di Bukit Giri, Gresik.
 Sunan Bonang, nama kecilnya adalah Makdum Ibrahim putra Raden Rahmat
yang berkedudukan di Bonang dekat Tuban.
 Sunan Drajat, nama kecilnya adalah Malik Munih juga putra Raden Rahmat
dengan pusat kegiatan di daerah Drajat, dekat Sedayu suatu wilayah antara
Gresik dan Tuban.
 Sunan Kalijaga, nama aslinya Joko Said. Pusat kegiatannya di Kadilangu,
Demak (Jawa Tengah).
 Sunan Gunung Jati disebut pula Syarif Hidayatullah, berkedudukan di Gunung
Jati, Cirebon (Jawa Barat).
 Sunan Kudus, berkedudukan di Kudus.
 Sunan Muria, yang berkedudukan di gunung Muria dekat Kudus.
Masing-masing anggota Wali Songo tersebut, memiliki tugas menyampaikan
dakwah Islam, melalui berbagai perbaikan dalam sistem nilai dan sistem sosial
budaya masyarakat. Menurut buku Atlas Wali Songo, disebutkan tugas
tokohtokoh Wali Songo dalam mengubah dan menyesuaikan tatanan nilai-nilai
budaya masyarakat, sebagai berikut:
 Sunan Ampel membuat peraturan-peraturan yang islami untuk masyarakat Jawa.
 Raja Pandhita di Gresik merancang pola kain batik, tenun lurik dan
perlengkapan kuda.
 Susuhunan Majagung, mengajarkan mengolah berbagai jenis masakan, lauk
pauk, memperbaharui alat-alat pertanian, membuat gerabah.
 Sunan Gunung Jati di Cirebon mengajarkan tata cara berdoa dan membaca
mantra, tata cara pengobatan, serta tata cara membuka hutan.
 Sunan Giri membuat tatanan pemerintahan di Jawa, mengatur perhitungan
kalender siklus perubahan hari, bulan, tahun, windu, menyesuaikan siklus
pawukon, juga merintis pembukaan jalan.
 Sunan Bonang mengajar ilmu suluk, membuat gamelan, menggubah irama
gamelan.
 Sunan Drajat, mengajarkan tata cara membangun rumah, alat yang digunakan
orang untuk memikul orang seperti tandu dan joli.
 Sunan Kudus, merancang pekerjaan peleburan, membuat keris, melengkapi
peralatan pande besi, kerajinan emas juga membuat peraturan undangundang
hingga sistem peradilan yang diperuntukkan orang Jawa.

K. Menjunjung Tinggi Kerukunan dalam Kehidupan Sehari-hari


Sikap dan perilaku mulia yang harus kita kembangkan sebagai
Implementasi dari pelajaran tentang sejarah perkembangan Islam di Indonesia,
antara lain sebagai berikut.

80
 Menghargai jasa para pahlawan muslim yang telah mengorbankan
segalanya demi tersebarnya syiar Islam.
 Berusaha memahami dan menganalisis sumber-sumber sejarah untuk
mendapatkan informasi terkini dan valid mengenai sejarah
Islam,mengingat terbatasnya sumber data dan perdebatan para pakar
tentang validitas data sejarah.
 Meneladani sikap dan perilaku para tokoh teladan pada masa permualaan
masuknya Islam yang mengedepankan cara damai.
 Menjadikan semua aktivitas dalam hidup (pernikahan, perdagangan,
kesenian, dan lain-lain) sebagai sarana syiar Islam dan dakwah.
 Belajar dari para tokoh penyebar Islam di Indonesia yang
memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat
tentang Islam, dengan prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut.
 Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling
menghormati dan tolong menolong.
 Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah Swt., derajat semua manusia
sama, kecuali takwanya.
 Islam mengajarkan bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih,
bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
 Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah Swt.
dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik
terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.

Melalui prinsip-prinsip di atas, ajaran Islam ini sangat menarik perhatian


penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin
meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa
karena Islam menjunjung tinggi kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan
sehari-hari.

81
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah dan proses Islamisasi di Indonesia menampilkan bukti-bukti sejarah
yang sangat sedikit untuk bisa dijadikan gambaran tentang bagaimana Islam
mengalami perkembangan di Indonesia, tetapi beberapa bukti seperti batu nisan
setidaknya memberi sedikit gambaran tentang terjadinya proses Islamisasi. Islam
dimulai di wilayah Indonesia lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau dari
penduduk asli sendiri yang telah memeluk Islam. Dengan usaha mereka, Islam
tersebar sedikit demi sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran Islam
mulai dilakukan secara besar-besaran ketika telah memiliki orang-orang yang khusus
menyebarkan dakwah.

Kedatangan Agama Islam di Nusantara telah membawa tamaddun (kemajuan)


dan kecerdasan. Islam juga telah membawa perubahan pada kehidupan-kehidupan
sosial budaya dan tradisi kerokhanian masyarakat Indonesia. Kedatangan Agama Islam
membawa titik terang bagi masyarakat di wilayah Asia Tenggara, karena ajaran Islam
sangat mendukung intelektualisme yang berbeda dengan ajaran Agama Hindu-Buddha
yang berkembang sebelumnya.Dengan pengaruh ajaran Agama Islam, Indonesia
menjadi lebih maju dalam bidang perdagangan terutama dalam perdagangan
internasional dan hubungannya dengan kawasan Timur-Tengah, khususnya pedagang-
pedagang dari Arab, Persia, dan India.

Dalam hal ini sesuai dengan reinterpretasi teori-teori kedatangan Agama Islam
yang berasal dari beberapa pendapat yaitu: berita dari Arab, Eropa, India, Cina, dan
berita dari dalam negeri. Sementara itu perkembangan dan bagaimana proses
Islamisasi terjadi, banyak faktor yang mendukungnya, termasuk peran para penyebar
Agama Islam di beberapa daerah baik oleh para ulama maupun penguasa sebuah
negara, sehingga Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, beberapa saluran
penyebaran Islam di Indonesia adalah melalui: perdagangan, pernikahan, tasawuf,
pendidikan, kesenian, dan politik.
Selain itu, terdapat aspek-aspek umum, yang mempengaruhi peranan dan
kontribusi Agama Islam bagi Sejarah Indonesia yaitu kebesaran Kerajaan Majapahit
dan Kesultanan Malaka yang berhasil membangun jaringan perdagangan yang sangat
luas yang membentang sampai pulau-pulau di Indonesia. Kepentingan ekonomi
menjadi benang merah penghubung dalam proses Islamisasi, pada saat bertukar
barang-barang atas dasar saling menguntungkan dan membutuhkan, mereka
memasuki jaringan hubungan yang menjadikan daerah itu bukan sebuah negara
melainkan sebuah jaringan ekonomi yang saling berhubungan dan juga merupakan
jaringan kultural. Sistem perdagangan Indonesia dihubungkan dengan jalur-jalur yang
membentang ke barat sampai India, Persia, Arabia, Suriah, Afrika Timur dan Laut
Tengah, ke utara sampai Siam dan Peru, serta ke timur sampai Cina dan mungkin
Jepang. Termasuk peran dan kontribusi yang diberikan oleh wali songo dalam
penyebaran serta perkembangan agama Islam di Indonesia. Serta gerakan
pembaharuan Islam yang terjadi di Indonesia dan hasil-hasil kebudayaan masyarakat
Indonesia pada masa Islam juga nilai-nilai keteladanan yang bisa kita pelajari dari para

82
tokoh-tokoh penyebar agama Islam.

83
B. Saran
Untuk memahami peristiwa yang terjadi pada masa lalu, sangat penting
memperkaya pengetahuan tentang bagaimana dan mengapa suatu kejadian masa lalu
dapat terjadi serta hubungannya dengan masa kini sehingga dapat diperoleh dasar
yang rasional terhadap kejadian-kejadian di masa kini, maka merekonstruksikan
peristiwa masa lalu dapat membantu memprediksi sesuatu yang akan terjadi di masa
mendatang.
Dengan mengetahui akar-akar historis kedatangan dan perkembangan Islam di
masa lampau, maka diharapkan akan diperoleh keterampilan sejarah untuk bisa
menganalisis peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa kini yang berkaitan dengan
perkembangan Agama Islam. Di samping itu, menjadi menarik mempelajari Sejarah
Islam di Indonesia karena menjadi bagian dari perkembangan peradaban modern
termasuk dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan lembaga-lembaga pendidikan
Islam.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk mengkaji perkembangan sejarah
Islam di Indonesia dan menambah referensi bagi para guru serta siswa dan siswi SMA
Negeri 2 Kebumen

84
DAFTAR PUSTAKA

AB Yass, Marzuki. 2004. Metodologi Sejarah dan Historiografi. Diktat. Fakultas


KeguruanDan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya.
Al-Attas, S.M.N. (1972). Islam dalam sejarah dan kebudayaan Melayu. Bangi:
PenerbitUniversiti Kebangsaan Malaysia.
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam, Sezak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,
(Jakarta: Akbar Media, 2003), hlm. 336
Ahmad Dahlan, PhD. 2014. Sejarah Melayu, Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia).
Alian. 2004. Masalah Historiografi Sejarah Indonesia . Pidato Ilmiah Pada Pelantikan
Sarjana Baru FKIP Unsri 24 September 2004.
Alian. 2004. Laporan Kegiatan Seminar dan Lokakarya Penyusunan Silabus Mata Kuliah
Program Studi Pendidikan Sejarah. FKIP Unsri.
Amirul Hadi, Aceh: Sejarah, Budaya, dan Tradisi , (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2010).
Athoullah Ahmad, Antara Ilmu Akhlak dan Tasawuf , (Serang: Saudara, 1995), hlm.
109 Azra, Azyumardi. 1995. Jaringan Ulama; Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad
XVII dan XVIII. Bandung: Mizan.
Badri Yatim, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 1998), hlm. 30
Busman Edyar, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss,
2009), hlm207
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 195
Drewes, GWJ. 1968. “New Light on the Coming of Islam to Indonesia”,
BKI, 124, pp.: 439-
440.
Fatimi, S.Q. 1963. Islam Comes to Malaysia. Singapore: Malaysian Sociological
Institute,pp.: 31-32.
Gibb, HAR. 1955. “An Interpretation of Islamic History”, MW, 45, II, p. 130.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (terjemahan). Jakarta: Universitas
IndonesiaPress.
Hurgronje, C.S. 1924. Verspreide Geschriften. Den Haag: Nijhoff.
Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya,1999)
Johns, A.H. 1961. “Muslim Mystics and Historical Writtings”, dalam DGE Hall (peny.).
Historians of South East Asia. London: Oxford University Press.
Karel A Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia, (Jakarta: Bulan
Bintang,1984).
Kartodirdjo, Sartono. 1983. Pendekatan Ilm Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

85
Kartodirdjo, Sartono. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: Pustaka Jaya
Krom, N.J. (1950). Zaman Hindu. Translated by Arif Effendi form the
original version titled
De Hindoe-Javaansche Tijd. Jakarta: P.T. Pembangunan.
Kuntowijaya. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Leirissa. 2001. Sejarah dan Demokrasi. Makalah Disampaikan Dalam
Konferensi Nasional
Sejarah Indonesia VII. Jakarta. 28-31 Oktober 2001.
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarikat, Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia, (Bandung: 1995, Mizan), hlm. 115.
M. C. Ricklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi.

Mohd. Zariat Abdul Rani, The History Of Hinduism and Islam In Indonesia: A Review
On Western Perspective, MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1,
JULI 2010:51-55.
Morrison, G.E. 1951. “The Coming of Islam to the East India”, JMBRAS, 24, 1, pp.: 31-37.
P.A. Hoesain Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, (Jakarta: Pustaka
Jaya,1983), hlm.119
Piah, H.M. (1989). Puisi Melayu tradisional: Satu pembicaraan genre dan fungsi . Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Purwanto, Bambang. 1997. Nusa Jawa: Tantangan Bagi Historiografi Indonesia Sentris .
Dalam Lembaran Sejarah. Vol 1.No.1.1997.
Renier, G.J. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suswanti. 2003. Ada Apa Dengan Sejarah. Dalam VISI. Tahun IV.No.1
(januari-Juni).
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka,
1984)Van Leur, J.C. (1955). Indonesian trade and society, Den Haag: W.
Van Hoeve.
Vlekke, B.H.M. (1959). Nusantara: A history of Indonesia. The Hague & Bandung: W.
Van Hoeve.
Zamachsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup Kya,
(Jakarta: LP3S, 1982).
Zed, Mestika. 2001. Menggugat Tirani Sejarah Nasional Suatu Telaah Pendahuluan
Tentang Wacana Sejarah Nasional Dalam Perspektif Perbandingan. Makalah.
Disampaikan Dalam Konferensi Nasional Sejarah Indonesia VII. Jakarta. 28-31
Oktober 2001.

86

Anda mungkin juga menyukai