DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 01
KELAS XII MIPA 4
SMAN 2 KEBUMEN
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Agama yang disampaikan oleh Allah Swt. kepada manusia melalui Rasul-
Nya Nabi Muhammad Saw., kini telahberusia kurang lebih lima belas abad yang
tersebar luas dalam berbagai kawasan yaitu kawasan pengaruh kebudayaan Arab,
kawasan pengaruh kebudayaan Turki, kawasan pengaruh kebudayaan India Islam,
kawasan Asia Tenggara dan kawasan Afrika Selatan dan Afrika Tengah.
Tentu saja menjadi suatu keharusan bagi umat Islam, khususnya siswa dan
siswi SMA Negeri 2 Kebumen untuk mengetahui Sejarah Peradaban Islam di
berbagai kawasantersebut di atas, namun karena luasnya kawasan tersebut, maka
tidak mungkin disajikan sekaligus dalam makalah ini. Namun demikian, sangat
disadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi, metode
penulisan maupun analisisnya. Untuk itu, saran dan kritik dari guru dan kawan-
kawan tentu disambut dengan senang hati guna penyempurnaan makalah ini.
2
ABSTRAK
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................2
ABSTRAK.........................................................................................................................3
DAFTAR ISI......................................................................................................................4
BAB I...............................................................................................................................5
PENDAHULUAN................................................................................................................5
A. Latar Belakang.......................................................................................................5
B. Rumusan Masalah...................................................................................................6
C. Tujuan...................................................................................................................6
BAB II..............................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................................7
A. Sejarah dan Proses Masuknya Agama Islam di Indonesia..........................................7
B. Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia....................................................................8
C. Saluran Penyebaran Islam di Indonesia..................................................................13
D. Perkembangan Islam di Indonesia..........................................................................16
E. Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia..............................................19
F. Peran Wali Songo dalam Islamisasi di Indonesia.....................................................26
G. Pengembangan Tasawuf di Indonesia oleh Wali Songo............................................35
H. Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia..................................................................42
I. Hasil Kebudayaan Masyarakat Indonesia pada Masa Islam......................................47
J. Nilai-Nilai Keteladanan Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Perkembangan Islam di
Indonesia....................................................................................................................47
K. Menjunjung Tinggi Kerukunan dalam Kehidupan Sehari-hari....................................48
BAB III...........................................................................................................................50
PENUTUP.......................................................................................................................50
A. Kesimpulan...........................................................................................................50
B. Saran................................................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................52
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebaran Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam
sejarah Indonesia. Tampaknya, para pedagang muslim sudah ada di sebagian
wilayah Nusantara selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama yang
mapan dalam masyarakat-masyarakat lokal (Ricklefs, 2008; 3). Secara umum ada
dua proses yang mungkin telah terjadi; pertama, penduduk pribumi mengalami
kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya; kedua, orang-orang
asing Asia (Arab, India, Cina, dll) yang telah memeluk agama Islam tinggal dan
menetap di suatu wilayah di Nusantara, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti
gaya hidup lokal sedemikian rupa sehingga mereka menjadi orang Jawa, Melayu,
atau suku lainnya.
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah dan proses masuknya agama Islam di Indonesia
2. Mengetahui penyebaran agama Islam di Indonesia
3. Mengetahui perkembangan agama Islam di Indonesia
4. Mengetahui peran dan kontribusi agama Islam pada masyarakat dan
peradaban di Indonesia
5. Mengetahui peran wali songo serta pengembangan waili songo di Indonesia
6. Mengetahui aspek perkembangan Islam di Indonesia
D. Manfaat
1. Terbuka wacana baru dan tumbuh semangat untuk terlibat dalam perjuangan
perkembangan islam di indonesia, untuk masa sekarang dan yang akan datang secara
proporsional
2. Mampu menjelaskan bahwa Islam datang di Indonesia pada abad ke-7 di Samudera
Pasal melalui para saudagar Arab, Persia, dan India, Gujarat dengan cara santun dan
damai.
7. Terinspirasi dan termotivasi terhadap perjuangan para tokoh Islam dalam kancah
perjuangannya membela agama dan bangsa Indonesia, sehingga menjadi penerus
perjuangan para tokoh tersebut datang.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
B. Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia
Kemungkinan sejarah selalu terbuka untuk ditulis ulang didasarkan pada
beberapahal, di antaranya adalah ditemukannya data baru, berkembangnya teori
dan metodologi yang membuka peluang dilakukannya interpretasi baru
(reinterpretasi), dan sudut pandang kajian yang berbeda. Mempelajari Islam di
Indonesia secara historis adalah meletakkan objek peristiwa yang dikaji dalam
ruang waktu yang temporalitasnya ditetapkan. Dengan kajian seperti itu akan
tergambarkan perjalanan suatu peristiwa sejarah secara prosesual. Dalam hal ini,
Islam di Indonesia (Islam in Indonesia) atau Islam Indonesia (Indonesia Islam,
indonesische Islam) menjadi objek yang dikaji.
Perlu dikaji ulang mengenai kemungkinan munculnya varian peristilahan:
Islam Indonesia (Indonesia Islam/Islam of Indonesia, indonesische Islam ), Islam di
Indonesia (Islam in Indonesia), orang Islam di Indonesia ( Indonesian muslim).
Variasi frase-frase tersebut membawa konsekuensi tersendiri. Islam Indonesia
mengandung arti Islam ala
Indonesia, Islam bergaya Indonesia, atau Islam lokal Indonesia. Islam di Indonesia
artinya Islam yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia. Orang Islam di
Indonesia artinya adalah orang Islam – dengan berbagai dimensi kehidupan yang
melekat pada orang Islam itu (sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya),
dengan beragam tampilannya yang ada di Indonesia. Peristilahan-peristilahan
tersebut akan berhadapan vis a vis dengan dengan nilai- nilai normatif Islam itu
sendiri yaitu Islam sebagaimana diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw
melalui Malaikat Jibril.
Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan,
demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai
situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke
Indonesia memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan
pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan
tersebarnya budaya serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui
berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa)
yang datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di
Indonesia. Tokoh- tokoh itu diantaranya: Marcopolo, Muhammad Ghor, Ibnu
Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted.
Sedangkan sumber-sumber pendukung kedatangan agama Islam atau biasa
dikenal dengan teori-teori kedatangan agama Islam di Indonesia, diantaranya
adalah:
a) India (Gujarat)
Tokoh yang mendukung teori Gujarat adalah Pijnapel, seorang
ilmuwan dari Universitas Leiden, Belanda. Menurutnya, Islam dibawa ke
Indonesia sejak awal abad ke 13 Masehi oleh pedagang asal Gujarat, India
Barat. Menurut Pijnapel, masuknya Islam ke Nusantara didasarkan pada
hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dengan pedagang Gujarat
yang datang lewat jalur Indonesia-Cambay-Timur-Tengah-Eropa. Teori
Gujarat ini didukung oleh ilmuwan Belanda lain yaitu Snouck Hurgronje yang
mengatakan hubungan dagang Indonesia dengan pedagang Gujarat sudah
berlangsung lebih awal, bahkan sebelum orang-orang Arab datang.
Batu nisan Sultan Malik As-Saleh di Pasai, Sumatera Utara (1927) dan
batu nisan Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang punya
kesamaan dengan batu nisan di Cambay, Gujarat, India.
Marcopolo dari Venesia (Italia) memberi keterangan, dirinya pernah
singgah di Perlak pada tahun 1292, yang penduduknya sudah
memeluk agama Islam. Ia menyatakan, ada banyak pedagang Islam
asal India juga yang menyebarkan ajarannya.
Terdapat inskripsi tertua yang mendukung pendapat Hurgronje
bahwa hubungan antara Sumatra dan Gujarat sudah berlangsung
lama.
Meski ada beberapa bukti yang mendukung, teori Gujarat tak lepas dari
kritik dan sangkalan yang menunjukkan adanya kelemahan dari bukti
tersebut. Pendapat Mouquette tentang kemiripan batu nisan, dikritik S.Q
Fatimi lewat penelitian berjudul Islam Comes to Malaysia (2009). Menurutnya,
gaya batu nisan Malik al-Saleh sangat berbeda dengan batu nisan yang ada di
Gujarat. Hal ini ia lihat dari bentuknya yang justru mirip batu nisan di Bengal.
Selain Fatimi, ada dua sangkalan terhadap teori Gujarat. Pertama yaitu
masyarakat Samudera Pasai diketahui menganut mazhab Syafi'i, sedangkan
pedagang Gujarat lebih banyak menganut mazhab Hanafi. Ada juga yang
mengatakan, ketika Islam masuk di Samudera Pasai, Gujarat masih Kerajaan
Hindu. Terlepas dari kelebihan dan kelemahannya, dari penjelasan di atas
dapat kita ketahui bahwa teori Gujarat adalah salah satu teori yang
mengemukakan proses masuknya Islam ke Indonesia dibawa pedagang asal
Gujarat, India.
b) Benggali
Teori Bangladesh atau Benggali menjadi salah satu teori yang muncul
terkait sejarah masuknya agama Islam ke Indonesia atau Nusantara
meskipun tidak sepopuler Teori Arab (Mekkah), Persia (Iran), Gujarat (India
), atau Cina. Islam masuk dan berkembang di Nusantara melalui
perdagangan, perkawinan, kesenian, politik, hingga tasawuf. Hadirnya Islam
membuat pembauran budaya dalam masyarakat Nusantara. Proses asimilasi
dan akulturasi yang melibatkan budaya Islam dengan budaya setempat
tampak terlihat pada seni bangunan, kesenian, kalender, seni ukir, dan
sebagainya. Ketika Islam datang di Nusantara, terdapat berbagai suku
bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya
setempat. Sebagian suku bangsa itu ada di pedalaman dan belum banyak
mengalami perubahan.
Namun, hal ini berbeda dengan penduduk yang tinggal di pesisir atau kota-
kota pelabuhan di tepi pantai. Warga pesisir cenderung lebih cepat
9
mengamali percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar.
10
Bangsa India, Persia, Arab, dan Eropa yang datang ke Nusantara
untuk berbagai tujuan, lebih mudah berbaur dengan masyarakat pesisir
ketimbang orang pedalaman. Menurut Teori Bangladesh atau yang kerap
disebut juga sebagai Teori Benggali, hadirnya ajaran Islam di Nusantara
yang kemudian menjadi agama mayoritas di Indonesia terjadi berkat
kedatangan orang-orang Benggali. Bangladesh sendiri kini merupakan
sebuah negara di Asia Selatan yang berbatasan langsung dengan India dan
Myanmar. Adapun Benggali adalah komunitas etnik atau suku bangsa yang
mendiami wilayah Benggala. Benggala Barat kemudian masuk ke dalam
wilayah India, sedangkan Benggala Timur menjadi bagian dari Bangladesh.
Suku Benggali merupakan kelompok etnis terbesar ke-3 di dunia setelah
Tionghoa (Cina) dan Arab.
c) Persia
Menurut Teori Persia, agama Islam masuk ke Indonesia pada rentang
waktu abad ke-7 hingga ke-13. Adapun yang membawa Islam adalah para
pedagang dari Persia, yang pertama kali menyebarkan agama Islam di Pulau
Sumatera. Teori ini didukung oleh sejarawan seperti Prof. Hoeseom
Djajadiningrat dan Prof. Umar Amir Husen. Seperti diketahui bahwa posisi
Pulau Sumatera sangat dekat dengan Selat Malaka, yang merupakan pusat
perdagangan serta bisnis pada saat itu. Sejak dulu, Selat Malaka telah
dipenuhi oleh pedagang asing dari segala penjuru dunia, salah satunya
adalah pedagang dari wilayah Timur Tengah seperti Persia. Pedagang
11
dari Persia
12
inilah, yang selama berdagang juga sembari melakukan penyebaran agama
Islam di Nusantara.
d) Arab
Teori ini antara lain dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold, Crawfud,
Viemann, dan De Hollander. Teori Mekkah atau Teori Arab dikemukakan oleh
Sir Thomas Arnold bersama Crawfurd, Niemann, dan de Hollander. Dalam
pandangan Arnold, para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka
dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau
abad ke-7 dan ke-8. Teori Mekkah menyatakan bahwa pengaruh Islam telah
masuk ke Nusantara pada sekitar abad ke-7, dibawa langsung oleh para
pedagang Arab. Buktinya adalah adanya permukiman Islam pada 674 di
Baros, Banten. Teori ini juga disetujui oleh beberapa ahli Indonesia, seperti
Buya Hamka dan M. Yunus Ismail, yang meyakini bahwa Islam masuk ke
Nusantara dibawa oleh pedagang Arab.
Seperti halnya teori-teori lain, meski masih dalam perdebatan para
ahli sejarah, Teori Mekkah juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan Teori Mekkah yaitu adanya persamaan mazhab di Arab dan di
Indonesia, yang memakai mazhab Syafi'i. Selain alasan kesamaan mazhab,
Hamka melihat bahwa gelar raja-raja Pasai adalah al-Malik, bukan Shah atau
Khan seperti yang terjadi di Persia dan India. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai
yang ditulis setelah 1350, disebutkan bahwa Syaikh Ismail datang dari
Mekkah melalui Malabar menuju Pasai dan mengislamkan rajanya, Merah
Silu, yang kemudian bergelar Malik al-Shalih. Hal ini sekaligus membantah
Teori Gujarat, yang menyatakan bahwa pengaruh Islam di Indonesia datang
dari Gujarat, India.
Teori Mekkah menyebut jika Islam masuk ke Indonesia dari Mekkah,
sebagai pusat agama Islam, sementara Gujarat hanya sebagai tempat
singgah. Di samping itu, pada abad ke-13, telah terdapat ulama-ulama Jawa
yang mengajarkan tasawuf di Mekkah. Naguib Al-Attas juga pembela Teori
Arab, yang berargumen bahwa sebelum abad ke-17, seluruh literatur
keagamaan Islam yang relevan tidak mencatat satu pengarang Muslim India.
Disamping kelebihannya, Teori Mekkah juga memiliki kelemahan, yaitu
13
kurangnya fakta terkait peranan bangsa Arab dalam proses penyebaran
agama Islam di Indonesia.
e) Cina
Menurut Teori Cina, Islam masuk ke Nusantara pada sekitar abad ke-
9. Dalam hal ini, etnis muslim Cina berperan dalam proses penyebaran Islam
di Nusantara bersamaan dengan migrasi mereka ke Asia Tenggara. Islam di
Cina sendiri berkembang berkat hubungan perdagangan Arab muslim dan
Cina yang sudah terjalin sejak awal abad pertama hijriah. Budaya dan
agama Islam masuk ke Cina melalui Kanton (Guangzhou) pada era Tai
Tsung (627- 650) dari Dinasti Tang. Pendapat lain mengatakan bahwa
penyebaran Islam dari Cina di Nusantara telah terjadi pada abad ke-7.
Setelah perkembangan Islam di Cina, penyebaran Islam kemudian datang ke
Sriwijaya. Dari Sriwijaya, Islam kemudian menyebar dan berkembang di
Jawa pada 674, bersamaan dengan kedatangan utusan Arab bernama Ta
Cheh/Ta Shi ke Kalingga pada masa Ratu Sima.
14
C. Saluran Penyebaran Islam di Indonesia
Perdagangan
Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses
Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui
melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M
hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan ini banyak melibatkan
bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India, Cina dan
sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di negeri-
negeri bagian Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui jalur perdagangan ini sangat
menguntungkan, karena para raja dan bangsawan turut serta dalam
aktivitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka menjadi pemilik kapal
dan saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini dapat diketahui
berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome’ Pires bahwa
para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang
ketika itu penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-
masjid dan mendatangkan mullahmullah dari luar, sehingga jumlah
mereka semakin bertambah banyak.
16
Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial
ekonomi yang lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini
menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang
tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada
ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus
diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak
merasa keberatan, karena proses pengislaman hanya dengan
mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit
lainnya. Setelah itu, mereka menjadi komunitas muslim di lingkungannya
sendiri. Keislaman mereka menempatkan diri dan keluarganya berada
dalam status sosial dan ekonomi cukup tinggi.
Pendidikan
Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media
pendidikan. Para ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan
Islam, berupa pesantren. Pada lembaga inilah, para ulama memberikan
pengajaran ilmu keislaman melalui berbagai pendekatan sampai
kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan
baik. Setelah mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampung
halaman untuk mengembangkan agama Islam dan membuka lembaga
yang sama. Dengan demikian, semakin hari lembaga pendidikan
pesantren mengalami perkembangan, baik dari segi jumlah maupun
mutunya.
Lembaga pendidikan Islam ini tidak membedakan status sosial dan
kelas, siapa saja yang berkeinginan mempelajari atau memperdalam
pengetahuan Islam, diperbolehkan memasuki lembaga pendidikan ini.
Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya telah
memainkan peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan
kehidupan masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang kemudian
tertarik memeluk Islam. Di antara lembaga pendidikan pesantren yang
17
tumbuh pada masa awal Islam di Jawa, adalah pesantren yang didirikan
oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren Giri yang
18
didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa
hingga ke Maluku.
Tasawuf
Jalur lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses
Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran
ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan
banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut.
Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau para sufi adalah guru-guru
pengembara, dengan sukarela mereka menghayati kemiskinan, juga
seringkali berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan
teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas
masyarakat Indonesia.
Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah
melalui pertunjukkan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga
adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak
pernah meminta upah materi dalam setiap pertunjukan yang
dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta kepada para penonton
untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar
cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi
muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim.
20
Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sendang Duwur,
Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten, dan lain sebagainya.
Seni bangunan Masjid yang ada, merupakan bentuk akulturasi dari
kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam, seperti
bangunan candi.
Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat kita saksikan
hingga kini adalah Masjid Kudus dengan menaranya yang sangat terkenal
itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di
Indonesia yang dilakukan oleh para penyebar Islam melalui cara-cara
damai dengan mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat
efektif untuk menarik perhatian masyarakat pribumi dalam memahami
gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh para mubaligh, sehingga lambat
laun mereka memeluk Islam.
Politik
Pengaruh raja dalam persebaran Islam di Nusantara sangat besar.
Jika seorang raja sudah memeluk agama Islam, maka warga istana dan
rakyat di wilayah kerajaan itu akan berbondong-bondong turut masuk
Islam. Salah satu contohnya adalah Kesultanan Demak. Raden Patah,
pendiri Kesultanan Demak, adalah pangeran dari Majapahit.
21
Bahkan raja dan pemimpin negeri, setelah melihat kesopanan
orang Arab yang berdakwah itupun, masuk Islam pula. Masyarakat
Pasai sangat giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan anak
raja sengaja diutus menuntut ilmu agama Islam ke Mekkah. Kerajaan
Islam Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal
dengan sebutan “Serambi Mekkah”. Setelah agama Islam
berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar pula ke daerah-daerah
lain yaitu ke Pariaman, Sumatera Barat. Islam datang ke Pariaman
dari Pasai melalui laut Pantai Barat Pulau Sumatera. Ulama yang
terkenal membawa Islam ke Pariaman itu adalah Syekh Burhanuddin.
Penyiaran agama Islam dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap,
sebab adat di Sumatera Barat sangat kuat.
23
Pedagang yang beragama Islam dan para ulama/mubaligh banyak
yang datang ke Maluku sambil menyiarkan agama Islam. Daerah-daerah
yang mula-mula dimasuki Islam di Maluku adalah Ternate, Tidore, Bacau,
dan Jailolo. Raja-raja yang memerintah di daerah tersebut berasal dari
satu keturunan, yang semuanya menyokong perkembangan Islam di
Maluku. Perkembangan agama Islam di papua berjalan agak lambat.
Islam masuk ke Irian terutama karena pengaruh raja-raja Maluku, para
pedagang yang beragama Islam dan ulama atau mubaligh dari Maluku.
Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di papua adalah Misol,
Salawati, Pulau Waigeo, dan Pulau Gebi.
Jauh sebelum Raja Goa ini masuk Islam, para pedagang telah
menyiarkan agama Islam di tengah-tengah masyarakat Sulawesi Selatan
dan banyak penduduk yang telah menganut agama Islam. Setelah Sultan
Alauddin wafat, beliau diganti oleh putranya yang bernama Sultan
Hasanuddin. Dari Goa Islam terus berkembang ke daerah-daerah lainnya
seperti daerah Tallo dan Bone.
25
2. Kerajaan Ternate (1257 M)
27
4. Kerajaan Gowa (1300 M – 1945 M)
29
6. Kerajaan Islam Cirebon (1430 M – 1677 M)
30
7. Kerajaan Demak (1478 M – 1554 M)
31
8. Kerajaan Islam Banten (1526 M -1813 M)
35
Kerajaan Loloda
36
PETA KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA
37
12. Kerajaan Pajang (1568 M – 1586 M)
Pendiri Kesultanan Pajang adalah Adiwijaya. Setelah Sultan
Adiwijaya meninggal, seharusnya Pangeran Benawa yang menduduki
tahta Pajang, akan tetapi ia disingkirkan oleh Arya Pangiri (putra Pangeran
Prawata). Tindakan Arya Pangiri menimbulkan upaya-upaya perlawanan,
hal ini kemudian dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk merebut
kembali tahta Pajang. Karena itu, ia menjalin kerja sama dengan Mataram
yang dipimpin oleh Sutawijaya. Setelah Arya Pangiri dapat dikalahkan,
Pangeran Benawa justru menyerahkan kekuasaan pada Sutawijaya.
Selanjutnya Sutawijaya memindahkan Pajang ke Mataram sehingga
berakhirlah kekuasaan Pajang.
38
masa kejayaan. Akan tetapi Mataram mulai mengalami kemunduran
ketika masa pemerintahan pengganti-pengganti Sultan Agung.
Kemunduran Mataram yang lebih utama karena aneksasi yang dilakukan
Belanda. Setelah terjadinya Perjanjian Gianti, kerajaan Mataram dipecah
menjadi dua bagian, Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta. Lebih
dari itu, dengan adanya Perjanjian Salatiga, Kerajaan Surakarta terpecah
lagi menjadi dua yaitu Mangkunegaran dan Pakualaman/Kasunanan.
40
PROSES MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA
41
42
F. Peran Wali Songo dalam Islamisasi di Indonesia
Mereka semua tinggal di pantai utara Pulau Jawa dari awal abad 15
hingga pertengahan abad 16 yaitu di tiga wilayah penting (Surabaya-Gresik-
Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah serta Cirebon di
Jawa Barat). Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu
masyarakat pada zamannya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban
baru seperti dalam bentuk kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan
dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling
penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah
timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama tetapi ia
juga merupakan pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan
Kudus adalah penyumbang karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga ke
hari ini. Sementara Sunan Muria adalah pemimpin agama yang sangat rapat
dengan rakyat jelata.
44
mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam kepada masyarakat kelas bawah
yang selama ini disisihkan oleh ajaran Hindu. Hal ini membuatnya telah
berhasil
45
mendapatkan simpati dari masyarakat yang ketika itu tengah dilanda krisis
ekonomi dan perang saudara. Beliau meninggal pada tahun 1419 M setelah selesai
membangun dan menata pondok pesantren yang akan digunakan sebagai tempat
belajar agama di Leran. Hingga saat ini, makamnya yang berada di kampung
Gapura, Gresik, Jawa Timur itu pun masih menjadi tujuan wisata Walisongo.
Sunan Ampel
Sunan Ampel merupakan putra pertama
Maulana Malik Ibrahim, yang pada saat
kecilnya lebih dikenal dengan nama Raden
Rahmat. Beliau lahir di Campa pada 1401
Masehi. Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa
pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali
Murtadho, sang adik. Di Jawa ia langsung
pergi ke Majapahit menemui bibinya,
seorang putri dari Campa, bernama
Dwarawati, yang dipersunting oleh salah
seorang Raja Majapahit yang beragama
Hindu dan bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri
seorang adipati di Tuban.
Meski Sunan Ampel telah menganut Madzhab Hanafi dalam fiqh atau
hukum Islam. Namun, beliau tidak memperkenalkan madzhab tersebut sebagai
materi pelajarannya. Beliau justru hanya memberikan pengajaran sederhana yang
menekankan pada penanaman akidah dan ibadah melalui istilah "Mo Limo" ( moh
main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Istilah ini
digunakan sebagai bentuk seruan untuk tidak berjudi, tidak minum minuman
keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina. Sunan
Ampel diperkirakanwafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di
sebelah barat MasjidAmpel, Surabaya.
46
Sunan Giri
Sunan Giri adalah nama salah seorang
Walisongo dan pendiri kerajaan Giri
Kedaton, yang berkedudukan di daerah
Gresik, Jawa Timur. Beliau lahir di
Blambangan pada tahun 1442 M. Sunan Giri
memiliki beberapa nama panggilan antara
lain yaitu Raden Paku, Prabu Satmata,
Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan
Joko Samudra.
Sunan Giri merupakan keturunan dari
Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari
Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri
Menak Sembuyu penguasa wilayah
Blambangan pada masa-masa akhir
Majapahit.
47
Sunan Bonang
Sunan Bonang merupakan anak
Sunan Ampel, yang berarti juga
cucu MaulanaMalik Ibrahim. Nama
kecilnya adalah Raden Makdum
Ibrahim. Beliau lahir pada tahun
1465 M. Ibunya bernama Nyi
Ageng Manila, yang merupakan
puteri seorang adipati di Tuban.
Sunan Bonang belajar agama dari
pesantren ayahnya di Ampel
Denta. Setelah cukup dewasa,
beliau pun memutuskan
berdakwah mulai dari Kediri
hingga ke berbagai pelosok Pulau
Jawa.
49
pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius
penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan
tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan
Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah
(peneguhan).
Sunan Drajat
Sunan Drajat diperkirakan lahir pada
tahun 1470 M. Beliau adalah putra dari
Sunan Ampel. Dengan kata lain, beliau
adalah saudara Sunan Bonang. Semasa
kecilnya, Sunan Drajat bernama Raden
Syarifuddin atau Raden Qosim putra
Sunan Ampel yang terkenal cerdas.
Setelah menguasai ilmu agama Islam
dikuasai, beliau pun kemudian tinggal di
Desa Drajat wilayah Kecamatan Pacitan,
Kabupaten Lamongan sebagai pusat
kegiatan dakwahnya sekitar abad 15
dan 16 M.
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1450 M. Ayahnya
bernama Arya Wilatikta yang merupakan seorang
Adipati Tuban keturunan dari tokoh pemberontak
Majapahit, Ronggolawe. Pada saat itu, Arya
Wilatikta diperkirakan telah menganut agama
Islam. Semasa kecilnya, Sunan Kalijaga bernama
Said. Sama halnya dengan wali lainnya, beliau
juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti
Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau
Raden Abdurrahman. Masa hidup Sunan Kalijaga
diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun.
Dengan demikian, beliau mengalami masa akhir
kekuasaan Majapahit pada tahun 1478,
Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan
Banten.
52
apapun sesungguhnyasangat kecil. Itulah arti zuhud yang diartikan dalam konsepsi
oleh Sunan Kalijaga.
Selain pemikirannya yang luar biasa dalam bidang tasawuf, beliau juga
memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Beliau
menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana
dakwahnya. Beliau juga merupakan tokoh pencipta baju takwa, perayaan
sekatenan, grebeg maulud, layang kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja.
Beliau adalah tokoh di balik terciptanya wayang purwa dan wayang kulit Islami
yang sekarang kitakenal. Beliau juga berjasa karena telah membuat corak batik
bermotif burung kakula, yang jika ditulis dalam Bahasa Arab terdiri dari dua
bagian yaitu du dan qila yang berarti peliharalah ucapanmu baik-baik. Selain itu,
Lanskap pusat kota berupa keraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid
diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah yang digunakan secara menarik itu pun berhasil membuat
sebagian besar adipati di Jawa untuk memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di
antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta
Pajang (sekarang Kotagede, Yogya). Setelah meninggalnya, Sunan Kalijaga
dimakamkan diKadilangu yang terletak di sebelah selatan Kota Demak.
Sunan Kudus
Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq merupakan
seorang putra dari pasangan Sunan
Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang),
anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa
Sunan Ngudung adalah salah seorang putra
Sultan di Mesir yang berkelana hingga ke
Jawa. Di Kesultanan Demak, beliau pun
diangkat menjadi panglima perang. Beliau
merupakan murid Sunan Kalijaga. Setelah
mendapatkan pendidikan dari gurunya itu,
beliau pun memutuskan untuk berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah
seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul.
Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan
Sunan Kalijaga yang sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Sunan Kudus
berdakwah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu danBudha. Hal itu terlihat
dari arsitektur Masjid Kudus dengan bentuk menara, gerbang dan pancuran atau
padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud
kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
53
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut
54
disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti
kelanjutannya.Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001
malam dari masa Khalifah Abbasiyah. Dengan cara berdakwah seperi itulah, Sunan
Kudus mengikat masyarakatnya. Selain berdakwah, Sunan Kudus juga pernah
menjadi seorang Panglima Perang Kesultanan Demak. Beliau ikut bertempur saat
Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati
Jipang, Arya Penangsang.
Sunan Muria
Sunan Muria merupakan putra Dewi Saroh, adik
kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh
Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama
kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria
diambil dari tempat tinggal terakhirnya di
lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara
kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak
mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga.
Berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih
suka tinggal di daerah sangat terpencil dan
jauh dari pusat kota untuk menyebarkanagama
Islam. Beliau juga bergaul dengan rakyat
jelata, sambil mengajarkan keterampilan-
keterampilan bercocok tanam, berdagang dan
melaut.
56
Dalam berdakwah, beliau menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas.
Namun beliau juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa
jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah. Bersama putranya, Maulana
Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa
setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten
tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten. Pada usia 89
tahun, beliau pun mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah.
Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M,
beliau wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di
daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota
Cirebon dari arah barat.
G. Pengembangan Tasawuf di Indonesia oleh Wali Songo
58
1. Senantiasa mengawasi jiwa (muraqabah) dan menyucikannya dari
segala kotoran. Firman Allah SWT: "Dan jiwa serta penyempurnaan
(ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya rugilah orang yang
mengotorinya". Q.S Asy-Syams : 7-10.
2. Memperbanyak dzikrullah.
Firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah
(dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya". Q.S.
Al- Ahzab: 41. Sabda Rasulullah SAW "Senantiasakanlah lidahmu
dalam keadaan basah mengingat Allah SWT".
3. Zuhud di dunia, tidak terikat dengan dunia dan gemar pada akhirat.
Firman Allah SWT: "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari
main- main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kampung
akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah
kamu memahaminya?". (Al-Anaam : 32).
b) Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal
Tuhan (ma'rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ke tingkat
yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma'rifatullah) melainkan
yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga
dikatakan tasawuf falsafi adalah tasawuf yang kaya dengan pemikiran- pemikiran
filsafat.
60
Shidiq, perseteruan Pandawa-Kurawa yang ditafsirkan sebagai
peperangan antara nafi (peniadaan), 'isbah (peneguhan) dan lain-lain. Di
samping implementasi tersebut di atas, masih banyak bentuk
implementasi lain yang tidak diungkapkan di sini karena keterbatasan
referensi.
61
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf dan thariqat
mempunyai pengaruh besar dalam berbagai kehidupan sosial, budaya dan
62
pendidikan yang banyak tergambar dalam dinamika dunia pesantren.
Kondisi semacam ini mempermudah tumbuh dan berkembangnya
organisasi-organisasi thariqat yang berkembang di dunia Islam. Tarekat
merupakan bagian dari tasawuf yang berperan penting dalam
melanggengkan ajaran Sufi. Bukan hanya itu, para pengamal tarekat juga
memainkan peranan penting dalam menyebarkan Islam di berbagai
kawasan yang kemudian dikenal sebagai dunia Islam. Peran ini semakin
jelas pada saat dunia Islam mengalami kemunduran secara politik mulai
abad ke tiga belas.
65
Seorang penguasa pusat mempunyai tiga teknik utama yang dapat
digunakan untuk mempertahankan kekuasaannya. Pertama, dia dapat
memberi otonomi yang cukup luas`dan keuntungan-keuntungan langsung
yang berbentuk kekayaan, martabat, serta perlindungan kepada penguasa
daerah dan lawan-lawan lain yang potensial, seperti para pangeran dan
pemimpin daerah, sebagai imbalan bagi dukungan mereka kepadanya.
Kedua, dia dapat memelihara kultus kebesaran mengenai dirinya dan
istananya yang mencerminkan kekuatan- kekuatan ghaib yang
mendukung dirinya. Ketiga, dan yang paling penting dari semua teknik,
dia harus memiliki kekuatan militer untuk menghancurkan setiap oposisi.
Semua negara di Indonesia prakolonial pada akhirnya didirikan atas
kekuatan militer yang tangguh.
Dua negara besar pada abad XIV dan XV adalah Majapahit dan
Malaka, dimana sejarah terperinci mengenai Majapahit sangat tidak jelas.
Sumber-sumber yang utama adalah prasasti-prasasti berbahasa Jawa
Kuno, naskah Desawarnana atau Negarakertagama Jawa Kuno yang
ditulis pada tahu 1365 (dikenal hanya dalam manuskrip-manuskrip),
naskah Pararaton berbahasa Jawa Tengahan (dikenal dari salinan-salinan
yang ditemukan di Pulau Bali) dan beberapa catatan berbahasa Cina.
67
dengan pihak Majapahit, dan mungkin sekali menjadi monopoli raja. Jadi,
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
Pada akhir abad XIV dan awal abad XV, pengaruh Majapahit di
seluruh Nusantara mulai berkurang, pada saat yang sama, berdiri suatu
negara perdagangan Melayu yang baru di nusantara bagian barat. Asal-
usul tentang Malaka diperdebatkan, tampaknya seorang pangeran dari
Palembang bernama Parameswara berhasil meloloskan diri sewaktu
terjadi serangan Majapahit pada tahun 1377 dan akhirnya tiba di Malaka
sekitar tahun 1400. Di tempat ini dia menemukan suatu pelabuhan yang
baik dan dapat dirapati kapal-kapal di segala musim dan terletak di bagian
yang paling sempit dari Selat Malaka. Bersekutu dengan orang-orang laut
yaitu para perombak pengembara di Selat Malaka, dia berhasil
menjadikan Malaka sebagai pelabuhan internasional yang besar dengan
cara memaksa kapal-kapal yang lewat untuk singgah di pelabuhannya dan
memberikan fasilitas-fasilitas yang cukup baik dan dapat dipercaya bagi
pergudangan dan perdagangan. Malaka dengan cepat menjadi pelabuhan
yang sangat berhasil dan menguasai Selat Malaka, salah satu trayek yang
paling menentukan dalam system perdagangan internasional yang
membentang dari Cina dan Maluku di timur sampai Afrika Timur dan Laut
Tengah di barat.
69
Di Malaka, sistem perdagangan Indonesia dihubungkan dengan
jalur-jalur yang membentang ke barat sampai India, Persia, Arabia,
Suriah, Afrika Timur dan Laut Tengah, ke utara sampai Siam dan Peru,
serta ke timur sampai Cina dan mungkin Jepang. Ini merupakan system
perdagangan yang terbesar di dunia pada masa itu, dan dua tempat
pertukaran yang penting di dunia pada masa itu adalah Gujarat di India
barat laut dan Malaka. Rempah- rempah Indonesia merupakan salah satu
hasil yang paling berharga, tetapi tekstil India dan beras Jawa merupakan
komoditas primadona pada masanya.
a) Sekolah Thawalib
Sekolah ini berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar
atau masjid. Lembaga pendidikan Surau berarti pengajian di Masjid, mirip
dengan pesantren di Jawa. Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada
tahun 1906 telah merintis perubahan “sistem surau” menjadi sistem
sekolah. Pada tahun 1919 Haji Jalaludin Hayib menerapkan sistem kelas
dengan lebih sempurna. Ia mengharuskan pemakaian bangku dan meja,
kurikulum yang lebih baik, dan kewajiban pelajar untuk membayar uang
70
sekolah.
71
Selain itu kepada para pelajar pun diperkenalkan koperasi pelajar
guna memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Koperasi ini berkembang
menjadi organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan
nama Sumatera Thawalib. Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh
murid, tetapi oleh para guru. Pada tahun 1929 organisasi Thawalib
memperluas keanggotaannya. Tidak hanya guru dan murid di sekolah itu,
melainkan juga para alumni. Selain itu, keanggotaan pun terbuka bagi
mereka yang bukan murid, guru, dan alumni atau mereka yang tidak
memiliki hubungan apapun dengan sekolah Thawalib.
b) Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia
pada tanggal 17 Juli 1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad
AlFachir bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan
bin Syihab. Semuanya termasuk golongan sayyid, yaitu kaum ningrat atau
bangsawan Arab.
d) Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul
Qulub, didirikan di Majalengka, Jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada
72
tahun 1911. Kiai Halim adalah alumni Timur Tengah. Ia menyerap ideide
73
pembaruan yang dihembuskan oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin
al- Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir. Hayatul Qulub memusatkan
perhatiannya pada bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. Sejak 1917
namanya diubah menjadi Persyarikatan Ulama. Perubahan nama ini
memiliki dua tujuan, yaitu menyatukan para ulama dan mengajak mereka
untuk menerapkan cara-cara modern dalam mengelola pendidikan.
75
masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di
berbagai bidang, antara lain sebagai berikut.
Di bidang keagamaan, melaksanakan dakwah Islamiyah dan
meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan
dalam perbedaan.
Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur,
berpengetahuan luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga
Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah
khususnya di Pulau Jawa bahkan sudah memiliki cabang di luar negeri.
Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk
menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya
ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan
Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
f) Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November
1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan
dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal sosial. Muhammadiyah
mendirikan berbagai sekolah Islam ala Belanda, baik dalam satuan
pendidikan, jenjang maupun kurikulumnya. Muhammadiyah pun
menerima subsidi dari pemerintah Belanda.
77
teman dekatnya, H. Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang
sama-sama kelahiran Palembang, yang di masa mudanya memperoleh
pendidikan agama secara tradisional dan menguasai bahasa Arab,
sehingga ia mampu autodidak melalui kitab-kitab yang jadi perhatiannya.
Gerakan Politik
Islam tidak dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan
umat Islam dalam mengusir penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan
kekuatan senjata dan bersifat kedaerahan. Pada awal abad dua puluh perjuangan
itu dilakukan dengan mendirikan organisasi modern yang bersifat nasional, baik
ormas (organisasi sosial kemasyarakatan), maupun orsospol (organisasi sosial
politik).
Masjid
masjid merupakan tempat ibadah bagi pemeluk agama Islam. dan masjid-masjid
yang berasal pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia yang dapat kita
jumpai, yaitu adalah Masjid Demak, Masjid Menara Kudus, Masjid Sendang Duwur
(Tuban). Selain itu, Masjid Agung Kasepuhan (Cirebon), Masjid Sunan Ampel
(Surabaya), Masjid Baiturakhman (Aceh), Masjid Angke (Jakarta), dan Masjid
Ketangka (Makassar).
Keraton
Masjid Keraton adalah istana tempat tinggal untuk raja atau sultan bersama
dengan keluarganya. Bangunan keraton kerajaan Islam dapat kita jumpai
beberapa di Jawa 234 Syafrizal, Achmad. 2015. “Sejarah Islam Nusantara”.
Islamuna: Jurnal Studi Islam 2 . Pamekasan, Indonesia, 229 dan Sumatra.
Keraton merupakan salah satu karya arsitek yang memadukan beberapa
kebudayaan setempat dengan kebudayaan Islam.
Makam
Makam adalah tempat dikebumikannya seseorang setelah meninggal dunia.
umumnya pada makam kuno yang bercorak Islam terdiri dari tiga komponen,
yaitu Jirat, Nisan, dan Cungkup. Jirat atau Kijing adalah bangunan yang terbuat
dari batu yang berbentuk persegi panjang. Sedangkan, nisan adalah tonggak
pendek dari batu atau kayu yang ditanamkan di atas Jirat. Umumnya, di dalam
nisan terdapat beberapa tanda mengenai peristiwa atau sejarah orang yang
dikuburkan.
Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni melukis indah yang diperoleh dengan merangkai huruf-huruf
Arab. Selain itu, kaligrafi juga dapat menuliskan ayat suci Al Qur'an menjadi
bentuk yang kita inginkan. Kita sering kali melihat tulisan kaligrafi di dalam
bangunan masjib atau nisan kubur.
Karya Sastra
Karya sastra juga merupakan hasil kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan
Islam. Umumnya, karya sastra akan berisikan tasawuf atau budi pakerti yang
baik. Selain itu, juga dapat beberapa filsafat kemasyarakatan.
80
Menghargai jasa para pahlawan muslim yang telah mengorbankan
segalanya demi tersebarnya syiar Islam.
Berusaha memahami dan menganalisis sumber-sumber sejarah untuk
mendapatkan informasi terkini dan valid mengenai sejarah
Islam,mengingat terbatasnya sumber data dan perdebatan para pakar
tentang validitas data sejarah.
Meneladani sikap dan perilaku para tokoh teladan pada masa permualaan
masuknya Islam yang mengedepankan cara damai.
Menjadikan semua aktivitas dalam hidup (pernikahan, perdagangan,
kesenian, dan lain-lain) sebagai sarana syiar Islam dan dakwah.
Belajar dari para tokoh penyebar Islam di Indonesia yang
memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat
tentang Islam, dengan prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut.
Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling
menghormati dan tolong menolong.
Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah Swt., derajat semua manusia
sama, kecuali takwanya.
Islam mengajarkan bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih,
bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah Swt.
dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik
terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.
81
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah dan proses Islamisasi di Indonesia menampilkan bukti-bukti sejarah
yang sangat sedikit untuk bisa dijadikan gambaran tentang bagaimana Islam
mengalami perkembangan di Indonesia, tetapi beberapa bukti seperti batu nisan
setidaknya memberi sedikit gambaran tentang terjadinya proses Islamisasi. Islam
dimulai di wilayah Indonesia lewat kehadiran Individu-individu dari Arab, atau dari
penduduk asli sendiri yang telah memeluk Islam. Dengan usaha mereka, Islam
tersebar sedikit demi sedikit dan secara perlahan-lahan. Langkah penyebaran Islam
mulai dilakukan secara besar-besaran ketika telah memiliki orang-orang yang khusus
menyebarkan dakwah.
Dalam hal ini sesuai dengan reinterpretasi teori-teori kedatangan Agama Islam
yang berasal dari beberapa pendapat yaitu: berita dari Arab, Eropa, India, Cina, dan
berita dari dalam negeri. Sementara itu perkembangan dan bagaimana proses
Islamisasi terjadi, banyak faktor yang mendukungnya, termasuk peran para penyebar
Agama Islam di beberapa daerah baik oleh para ulama maupun penguasa sebuah
negara, sehingga Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, beberapa saluran
penyebaran Islam di Indonesia adalah melalui: perdagangan, pernikahan, tasawuf,
pendidikan, kesenian, dan politik.
Selain itu, terdapat aspek-aspek umum, yang mempengaruhi peranan dan
kontribusi Agama Islam bagi Sejarah Indonesia yaitu kebesaran Kerajaan Majapahit
dan Kesultanan Malaka yang berhasil membangun jaringan perdagangan yang sangat
luas yang membentang sampai pulau-pulau di Indonesia. Kepentingan ekonomi
menjadi benang merah penghubung dalam proses Islamisasi, pada saat bertukar
barang-barang atas dasar saling menguntungkan dan membutuhkan, mereka
memasuki jaringan hubungan yang menjadikan daerah itu bukan sebuah negara
melainkan sebuah jaringan ekonomi yang saling berhubungan dan juga merupakan
jaringan kultural. Sistem perdagangan Indonesia dihubungkan dengan jalur-jalur yang
membentang ke barat sampai India, Persia, Arabia, Suriah, Afrika Timur dan Laut
Tengah, ke utara sampai Siam dan Peru, serta ke timur sampai Cina dan mungkin
Jepang. Termasuk peran dan kontribusi yang diberikan oleh wali songo dalam
penyebaran serta perkembangan agama Islam di Indonesia. Serta gerakan
pembaharuan Islam yang terjadi di Indonesia dan hasil-hasil kebudayaan masyarakat
Indonesia pada masa Islam juga nilai-nilai keteladanan yang bisa kita pelajari dari para
82
tokoh-tokoh penyebar agama Islam.
83
B. Saran
Untuk memahami peristiwa yang terjadi pada masa lalu, sangat penting
memperkaya pengetahuan tentang bagaimana dan mengapa suatu kejadian masa lalu
dapat terjadi serta hubungannya dengan masa kini sehingga dapat diperoleh dasar
yang rasional terhadap kejadian-kejadian di masa kini, maka merekonstruksikan
peristiwa masa lalu dapat membantu memprediksi sesuatu yang akan terjadi di masa
mendatang.
Dengan mengetahui akar-akar historis kedatangan dan perkembangan Islam di
masa lampau, maka diharapkan akan diperoleh keterampilan sejarah untuk bisa
menganalisis peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa kini yang berkaitan dengan
perkembangan Agama Islam. Di samping itu, menjadi menarik mempelajari Sejarah
Islam di Indonesia karena menjadi bagian dari perkembangan peradaban modern
termasuk dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan lembaga-lembaga pendidikan
Islam.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk mengkaji perkembangan sejarah
Islam di Indonesia dan menambah referensi bagi para guru serta siswa dan siswi SMA
Negeri 2 Kebumen
84
DAFTAR PUSTAKA
85
Kartodirdjo, Sartono. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta: Pustaka Jaya
Krom, N.J. (1950). Zaman Hindu. Translated by Arif Effendi form the
original version titled
De Hindoe-Javaansche Tijd. Jakarta: P.T. Pembangunan.
Kuntowijaya. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Leirissa. 2001. Sejarah dan Demokrasi. Makalah Disampaikan Dalam
Konferensi Nasional
Sejarah Indonesia VII. Jakarta. 28-31 Oktober 2001.
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarikat, Tradisi-Tradisi Islam
di Indonesia, (Bandung: 1995, Mizan), hlm. 115.
M. C. Ricklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi.
Mohd. Zariat Abdul Rani, The History Of Hinduism and Islam In Indonesia: A Review
On Western Perspective, MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 14, NO. 1,
JULI 2010:51-55.
Morrison, G.E. 1951. “The Coming of Islam to the East India”, JMBRAS, 24, 1, pp.: 31-37.
P.A. Hoesain Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, (Jakarta: Pustaka
Jaya,1983), hlm.119
Piah, H.M. (1989). Puisi Melayu tradisional: Satu pembicaraan genre dan fungsi . Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Purwanto, Bambang. 1997. Nusa Jawa: Tantangan Bagi Historiografi Indonesia Sentris .
Dalam Lembaran Sejarah. Vol 1.No.1.1997.
Renier, G.J. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suswanti. 2003. Ada Apa Dengan Sejarah. Dalam VISI. Tahun IV.No.1
(januari-Juni).
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka,
1984)Van Leur, J.C. (1955). Indonesian trade and society, Den Haag: W.
Van Hoeve.
Vlekke, B.H.M. (1959). Nusantara: A history of Indonesia. The Hague & Bandung: W.
Van Hoeve.
Zamachsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup Kya,
(Jakarta: LP3S, 1982).
Zed, Mestika. 2001. Menggugat Tirani Sejarah Nasional Suatu Telaah Pendahuluan
Tentang Wacana Sejarah Nasional Dalam Perspektif Perbandingan. Makalah.
Disampaikan Dalam Konferensi Nasional Sejarah Indonesia VII. Jakarta. 28-31
Oktober 2001.
86