Anda di halaman 1dari 25

MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah SPI dan Budaya Lokal

Disusun Oleh:

Khairun Nisa (22211978)


Lutfiah Azhar Bansir (22211991)
Zirlyana Zia Ulhaq (22212106)

Dosen Pengampu:

Al- Mukarromah, S. Sos. I., M. I. Kom.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1444 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah SPI dan Budaya Lokal yang
berjudul “Masuknya Islam ke Indonesia”

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Almukaromah selaku


dosen pembimbing mata kuliah SPI dan Budaya Lokal. Terima kasih pula
kepada pada pemakalah yang telah bekerja sama dan saling membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mohon kepada para pembaca agar bersedia
memberikan kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan makalah ini
lebih baik. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi para pembaca.

Tangerang, 1 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ II


DAFTAR ISI ............................................................................ III
BAB I : PENDAHULUAN .......................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................. 4
C. Tujuan Masalah ..................................................................... 5
BAB II: PEMBAHASAN ............................................................ 6
A. Sejarah Perkembangan Islam di Asia Tenggara ...................... 6
B. Kemajuan Islam di Asia Tenggara ......................................... 8
C. Modernisasi Islam di Asia Tenggara .................................... 13
D. Aliran Islam Dan Pengaruhnya ............................................ 15
E. Proses Persinggungan Islam dengan Budaya Lokal .............. 19
BAB III: PENUTUP .................................................................... 23
A. Kesimpulan.......................................................................... 23
B. Saran ................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 30 Hijrih atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20


tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA
mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang
belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun
ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan
Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti
Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera.
Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu
para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad.
Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
dalam makalah ini akan di bahas lebih mendalam mengenai sejarah
perkembangan islam di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah masuknya Islam ke Indonesia?
2. Apa saja Teori-teori tentang masuknya Islam ke Indonesia?
3. Bagaimana Strategi penyebaran Islam di Indonesia?
4. Apa saja Aliran-aliran Islam dan pengaruhnya?
5. Bagaimana proses persinggungan Islam dengan budaya lokal?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Sejarah masuknya Islam ke Indonesia

2. Mengetahui Teori-teori tentang masuknya Islam ke Indonesia


3. Mengetahui Strategi penyebaran Islam di Indonesia
1
4. Mengetahui Aliran-aliran Islam dan pengaruhnya
5. Mengetahui proses persinggungan Islam dengan budaya lokal

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah masuknya Islam ke Indonesia


Siapakah yang pertama kali membawa Islam ke Indonesia?
Terjadi perbedaan pendapat para sejarawan untuk menjawab
pertanyaan ini, apakah orang Arab atau orang India? Menurut Snouck
Horgounje, orang Indialah yang pertama kali membawa Islam ke
Indonesia menjelang akhir abad ke-13 Masehi. Pendapat ini
sekaligus menjawab dari daerah mana Islam berasal. Pendapat ini
didukung oleh Van Bonkel seorang Profesor asal Belanda dengan
menunjukkan adanya pengaruh bahasa Tamil dalam bahasa Indonesia
yaitu adanya istilah“lebai” yang berasal dari “labbai” atau “lappai”
yang artinya pedagang dalam bahasa Tamil. Meski sama-sama
mendukung pendapat Snouck Horgrounje, O’Sullivan tidak sepakat
bahwa adanya istilah bahasa Tamil dalam bahasa Melayu menjadi
alasan bahwa orang Indialah yang membawa Islam ke Indonesia. 1
Pendapat tentang orang Indialah yang pertama kali membawa
Islam ke Indonesia juga di dukung oleh G.E Marrison, namun
menurutnya bukan dari Gujarat melainkan dari India Selatan, pantai
Koromandel. Menurutnya keberadaan batu-batu nisan dari Gujarat
tidak berarti Islam dari Gujarat. Diantara alasan Masrrison adalah:
a) Jika diyakini Islam berasal dari Gujarat maka bagaimana dengan
fakta bahwa Islam sudah berada di Indonesia sebelum Malikul
Saleh mangkat yaitu tahun 1297. Bilapun ada kemungkinan Islam
telah berada di Gujarat 1297 bagaimana pula dengan temuan
Marcopolo yang menyebutkan bahwa penduduk Cambay di tahun

1
Fauziah Nasution, “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no. 1 (2020).
3
1298 masih kafir.
b) Catatan Ibn Batutah tentang indahnya bangunan masjid yang
dibangun saudagar-saudagar pendatang di Cambay pada tahun
1325 Masehi.
c) Adanya jalur dagang di zaman lampau, saudagar-saudagar
Arabtelah giat lalu-lalang di perairan Arab dan Indonesia
dengan persinggahan di Srilangka. Oleh karenanya Islam
sampai ke India bersamaan dengan kedatangan saudara Arab ke
India.
d) Temuan Ibn Batutah bahwa Indonesia, Asia Selatan, Asia
Tenggara dan India Utara penganut Mazhab Syafi’i, sedangkan
orang Gujarat adalah Sunni atau Syi’ah. 2
Tregonning dalam bukunya “World History For Malaya, from
Earliest time to 1551” berpendapat Saudara Arab dan India adalah dua
bangsa yang memegang peran penting dalam membawa Islam ke
Indonesia tapi masih belum terjawab, siapa yang memegang peranan
utamanya? Dalam pembahasannya lebih jauh Tregonning
menunjukkan peranan Arab dalam pelayaran dan perdagangan.
Menurutnya lama sebelum Islam datang, pedagang Arab telah
menguasai perdagangan hampir di semua pelabuhan India, dan dari
pelabuhan India inilah pedagang Arab menguasai perdagangan
rempah-rempah dan membawa Islam ke Asia Tenggara3
Menurut penulis dari uraian terakhir ini dapat dipahami bahwa
pedagang Arablah yang pertama kali membawa Islam ke Indonesia,
dimana dalam perjalanannya yang sangat jauh telah pula singgah di
pelabuhan-pelabuhan India karena beberapa sebab; baik karena faktor
ekonomi maupun karena alasan subsidi bahan bakar dan air bersih,

2
Fauziah Nasution, “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no. 1 (2020).
3
Fauziah Nasution, “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no. 1 (2020).
4
baru kemudian melanjutkan perjalanan ke Indonesia. 4
Mmenurut Syaefuddin Zuhri, hampir semua ahli sejarah dan
pengamat sejarah merasakan betapa amat sukarnya memperoleh
kepastian tentang hari, tanggal dan tahun kapankan Islam datang ke
Indonesia pertama kali. Letak kesulitannya adalah berpangkal pada
bahan penyelidikan yang ditemukan atau catatan-catatan yang harus
ditelaah itu bercampur baur sedemikian rupa sehingga memerlukan
penyelidikan lagi. Mana yang mengandung nilai dan fakta sejarah,
mana yang hanya berupa dongeng.5
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang masuknya Islam
ke Indonesia yang sampai hari ini masih dibahas oleh sarjana Barat
dan juga sarjana Islam. Setidaknya ada tiga teori yang menjelaskan
tentang masuknya Islam ke Timur Jauh termasuk ke Nusantara 6

B. Teori-teori Tentang Masuknya Islam ke Indonesia


Lalu kapan Islam datang ke Nusantara, diperkenalkan pada
masyarakat Nusantara. Berikut ada beberapa teori kedatangan Islam di
Nusantara:
1. Teori Gujarat dan Malabar
Teori Gujarat pada awalnya dikemukakan oleh Pijnappel yang
mengaitkan kesamaan orang-orang Arab mazhab Syafi’i yang melakukan
migrasi ke wilayah India kemudian membawa Islam ke Nusantara. Teori
ini kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang menyatakan
begitu Islam berpijak kokoh di beberapa kota pelabuhan anak benud
India, muslim Deccan yang banyak bermukim di sana sebagai pedagang
perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara, datang
ke dunia Melayu sebagai penyebar islam pertama. Baru kemudian disusul

4
Fauziah Nasution, “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no. 1 (2020).
5
Abdul Kadir Badjuber, “Sejarah Masuknya Dakwah Islam Di Indonesia” 4, no. 1 (2021).
6
Abdul Kadir Badjuber, “Sejarah Masuknya Dakwah Islam Di Indonesia” 4, no. 1 (2021).

5
oleh orang-orang Arab yang kebanyakan keturunan Nabi Muhammad
saw. karena menggunakan gelar sayyid atau syarif yang menyelesaikan
penyebaran Islam di Nusantara. Hurgronje tidak menyebut secara
eksplisit asal wilayah yang dimaksudkan di wilayah India Selatan sebagai
asal Islam tetapi hanya menyebut abad ke 12 sebagai periode paling awal
yang memungkinkan bagi penyebaran Islam di Nusantara.7
Teori Gujarat ini kemudian dikembangkan oleh Moquette yan
mendasarkan kesimpulannya pada hasil pengamatan terhadap batu nisan
di Pasai, kawasan utara Sumatera khususnya yang bertanggal 17
Zulhijjah 831 H/27 September 1428 M. Batu nisan tersebut mirip dengan
batu nisan Maulana Malik al-Shalih (w. 822/1419) di Gresik, Jawa Timur
dan memiliki kesamaan dengan batu nisan yang terdapat di Cambay,
Gujarat. Berdasarkan temuan ini, ia berkesimpulan batu nisan di Gujarat
dihasilkan untuk pasar-pasar local dan kawasan lain di luar Gujarat
termasuk Sumatera dan Jawa.8
2. Teori Bengal
Teori ini berasumsi bahwa Islam yang datang di Nusantara berasal dari
Bengal yang dibuktikan oleh kemiripan yang terdapat pada seluruh batu
nisan di Pasai, termasuk nisan Malik al-Shalih. Teori ini menolak teori
yang menyatakan bahwa Islam berasal dari Gujarat sebagaimana
pendapat Moquette, seorang sarjana Belanda yang berpendapat bahwa
batu nisan pada makam Maulana Malik al-Shalih yang terdapat di Pasai
berasal dari Gujarat. Menurut Fatimi, sebagimana dikutip oleh
Azyumardi Azra, batu nisan tersebut dan batu-batu nisan lainnya yang
ditemukan di Nusantara justru memiliki kemiripan dengan batu nisan
yang berasal dari Bengal. Lebih lanjut Fatimi mengkritik para ahli yang

7
Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2
(2018).
8
Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2
(2018).

6
mengabaikan batu nisan Siti Fatimah (bertahun 475/1082) yang
ditemukan di leran, Jawa Timur.5 Teori tentang batu nisan ini banyak
menuai kritik dari para ahli seperti Kern, Winstedt, Bousquet, Vlekke,
Gonda, Schrikke, dan Hall. Mereka lebih mendukung teori yang
dikemukakan oleh Moquette.9
3. Teori Arab
Teori Arab dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold, Crawford, Nieman,
dan Hollander. Arnold mengemukakan bukti yang menjadikan
argumentasi tentang kesamaan mazhab antara Arab dan Nusantara, yaitu
mazhab Syafi’i. Para pedagang Arab sejak abad 7 M telah menguasai
perdagangan Barat-Timur. Arnold mengungkapkan bahwa menjelang
perempat ketiga abad abad ke 7 seorang Arab telah menjadi pemimpin
pemukiman Arab muslim di pesisir barat Sumatera. Mereka membentuk
komunitas muslim dan melakukan assimilasi melalui perkawinan dengan
penduduk setempat. Asumsi tersebut menurut Azyumardi lebih mungkin
apabila mempertimbangkan fakta yang berasal dari sumber-sumber Cina
bahwa menjelang akhir perempatan abad ke 7 seorang pedagang Arab
menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab muslim di pesisir pantai
Sumatera. Sebagian orang-orang Arab ini kemudian membentuk nucleus
sebuah komunitas muslim yang terdiri dariorang-orang Arab pendatang
dengan penduduk local, khususnya melalui perkawinan dengan wanita
local. Arnold beranggapan anggotaanggota komunitas itu juga melakukan
penyebaran agama Islam. 6Pendapat tersebut diperkuat oleh Holander
yang menyatakan bahwa kemungkinan pada abad ke 13 sudah ada orang
Arab (Hadramaut) yang bermukim di Jawa. Mereka berasal dari Arab
yang menganut mazhab Syafi’i dan mimiliki persamaan mazhab dengan
muslim Nusantara. Pendapat ini menegaskan bahwa Islam telah masuk ke

9
Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2
(2018).

7
Nusantara pada abad ke 7 (674 M) dan berasal dari Arab. Pendapat ini
sejalan dengan para sejarawan seperti Hamka yang menambahkan alasan
lain bahwa gelar sultan Pasai yaitu al-Malik adalah pengaruh dari gelar
raja-raja Mamluk yang berasal dari Mesir, bukan berasal dari India atau
Persia yang member gelar Khan pada raja-rajanya atau para bangsawan.
Teori yang menyebutkan persamaan mazhab ini juga dikemukakan oleh
Snouck Hurgronje dengan menggunakan pendekatan sosial pada abad ke
19 terhadap masyarakat Islam Nusantara terutama masyarakat Aceh.
Namun menurutnya Islam yang datang di Nusantara berasal dari India
yang menganut mazhab Syafi’i, bukan berasal dari Arab. Teori Snouck
ini ditentang oleh Marrison dalam artikelnya berjudul The Coming of
Islam to The East Indies yang menyatakan bahwa masuknya Islam di
Indonesia berasal dari India Selatan (bukan dari Gujarat oleh para
pedagang). Teorinya ini berdasarkan teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan
Sejarah Melayu. Kesimpulan dari teori Marrison bahwa islamisasi di
Nusantara terjadi pada abad ke 13 di mana: 1) Islam di Nusantara berasal
dari India Selatan yaitu Mu’tabar (nama ini juga dibaca Ma’abri atau
Mangiri) yang sekarang bernama Malabat. Sultannya bernama Sultan
Muhammad yang kemudian berganti nama menjadi Fakir Muhammad
dan masih memiliki pertalian dengan Abu Bakar, 2) kerajaan yang
diislamkan ialah Samudra Pasai yang dipimpin oleh raja Merah Silu
kemudian bergantinama menjadi Sultan Malikush-Shaleh (w.1297 M), 3)
yang mengislamkan Nusantara beraliran tasawuf karena para mubalignya
bergelar Fakir. Gelar Fakir diberikan kepada para sufi yang memilih
meninggalkan kesenangan dunia dan hidup semata-mata untuk
keagamaan.10
4. Teori Persia

10
Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2
(2018).

8
Teori ini diperkenalkan oleh P.A. Hoesein Djajadiningrat yang
berpendapat bahwa Islam masuk di Nusantara pada abad ke 13 melalui
Samudra Pasai. Pendapat ini di angkat dari beberapa persamaan budaya
yang berkembang di kalangan masyarakat Nusantara dengan Persia
utamanya tradisi keagamaan penganut syi’ah yaitu9pertama, peringatan
10 Muharram atau as-Syura sebagai hari kematian cucu Nabi, Husein di
Karbala. Tradisi ini diperingati dengan membuat bubur as-Syura bahkan
di Minangkabau dinamakan bulan Hasan-Husein. Adapun di Sumatera
Tengah dikenal istilah bulan Tabut yaitu bulan untuk membuat keranda
bagi Husein yang disebut Keranda Tabut untuk kemudian dilemparkan ke
sungai, kedua, persamaan peninggalan arkeologi berupa batu nisan yang
berasal dari Gujarat sebagaimana ditunjukkan pada makam Malik al-
Shalih (1297 M) di Pasai dengan makam Malik Ibrahim (1419 M) di
Gresik, ketiga, kesamaan ajaran al-Hallaaj, tokoh sufi dari Persia, Iran
dengan paham Syekh Siti Jenar dari Jawa, keempat, menurut Nurcholish
Madjid, penyebutan akhir dari beberapa kata-kata Arab pada masyarakat
muslim Nusantara merupakan kata-kata yang tidak murni dari bahasa
Arab tetapi berasal dari bahasa Persia, seperti kata yang berakhiran ta
marbuta dibaca “h” pada saat berhenti yaitu shalat-un dibaca shalat,
zakat- un dibaca zakah dan lain-lain. Kata-kata tersebut juga biasa dibaca
shalat dan zakat (ta marbutah menjadi ta maftuha, sehingga menunjukkan
bahwa kata-kata tersebut tidak langsung dipinjam dari bahasa Arab tetapi
dari bahasa Persia dan bahasa-bahasa Islam di Asia daratan yang
menjadikan Persia sebagai rujukan budaya leluhurnya seperrti bahasa-
bahasa Urdu, Pustho, Turki dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan
bahwa islam di Nusantara tidak langsung berasal dari Arab melainkan
melalui Persia.11

11
Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2
(2018).

9
5. Teori Cina.
Teori ini berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari Cina yaitu
Kanton. Muslim kanton, Cina datang ke Jawa, sebagian ke Kedah dan
Sumatera pada abad ke 9 M. kedatangan mereka sebagai pengungsi
akibat penumpasan yang dilakukan pada masa Huang Chouterhadap
penduduk di kanton Selatan yang mayoritas muslim. Pada
perkembangannya peranan bangsa Cina semakin nampak dengan
ditemukannya berbagai artefak yang memiliki unsur-unsur Cina misalnya
arsitektur masjid-masjid Jawa Kuno semisal masjid Banten, Mustaka
yang berbentuk bola dunia menyerupai stupa dengan dikelilingi empat
ular yang hampir selalu ada di masjid-masjid kuno di Jawa sebelum
arsitektur Timur Tengah mempengaruhi arsitektur masjid-masjid yang
didirikan kemudian. Selain karena pengungsian tersebut, sebelumnya
telah terjalin hubungan antar orang-orang Jawa dengan orang-orang Cina
memalui jalur perdagangan. Oleh sebab itu dapat dipahami apabila pada
abad ke 11 telah terdapat komunitas muslim Cina di Jawa yanag
dibuktikan dengan adanya makam Islam dan kematramik Cina di situs
Leran. Bukti lain berupa arsitektur mesjid Demak dan catatan sejarah
menunjukkan bahwa beberapa sultan dan sunan yang memiliki peran
dalam penyiaran Islam di Nusantara adalah berasal dari keturunan Cina,
misalnya Raden Patah yang mempunyai nama Cina, Jin Bun, demikian
juga Sunan Ampel dan lain-lain. 12

C. Strategi Penyebaran Islam di Indonesia


Dalam penyebaran Islam di Nusantara terdapat strategi yang
dilakukan sehingga Islam lebih mudah diterima dibandingkan dengan
agama lain.Strategi yang dilakukan bermacam-macam dan tidak

12
Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2
(2018).

10
terdapat unsur paksaan. Diantara strategi penyebaran islam tersebut
adalah:
Pertama, melalui jalur perdagangan awalnya islam merupakan
Komunitas kecil yang kurang berarti. Interaksi antar pedagang muslim
dari berbagai negeri seperti Arab,Persia,India,Melayu,dan Cina yang
berlangsung lama membuat komunitas islam semakin berwibawa,dan
pada akhirnya membentuk masyarakat muslim. Selain berdagang,para
penyebar agama Islam dari berbagai kawasan tersebut,juga menyebarkan
agama yang dianutnya,dengan menggunakan sarana pelayaran.13
Kedua, melalui jalur dakwah bi al-hāl yang dilakukan oleh para
muballigh yang merangkap tugas menjadi pedagang.proses dakwah
tersebut pada mulanya dilakukan secara individual. mereka
melaksanakan kewajiban-kewajiban syari’at Islam dengan
memperhatikan kebersihan, dan dalam pergaulan mereka menampakan
sikap sederhana.14
Ketiga, melalui jalur perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang
Muslim, muballigh dengan anak bangsawan Nusantara. Berawal dari
kecakapan ilmu pengetahuan dan pengobatan yang didapati dari tuntunan
hadits Nabi Muhammad Saw. ada di antara kaum muslim yang berani
memenuhi sayembara yang diadakan oleh raja dengan janji, bahwa
barang siapa yang dapat mengobati puterinya apabila perempuan akan
dijadikan saudara, sedangkan apabila laki-laki akan dijadikan
menantu.Dari perkawinan dengan puteri raja lah Islam menjadi lebih kuat
dan berwibawa.15
Keempat, melalui jalur pendidikan. Setelah kedudukan para pedagang
mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar seperti
Gresik. Pusat-pusmelalui jalur pendidikan. Setelah kedudukan para

13
Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).
14
Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).
15
Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).
11
pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-
bandar seperti Gresik. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang
menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam. Pusat-pusat pendidikan
dan dakwah Islam di kerajaan Samudra Pasai berperan sebagai pusat
dakwah pertama yang didatangi pelajar-pelajar dan mengirim muballigh
lokal, diantaranya mengirim Maulana Malik Ibrahim ke Jawaat
perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran
Islam. Pusat-pusat pendidikan dan dakwah Islam di kerajaan Samudra
Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang didatangi pelajar-
pelajar dan mengirim muballigh lokal, di antaranya mengirim Maulana
Malik Ibrahim ke Jawa. 16
Kelima, melalui jalur kultural. Awal mulanya kegiatan islamisasi selalu
menghadapi benturan denga tradisi Jawa yang banyak dipengaruhi
Hindu-Budha. Setelah kerajaan Majapahit runtuh kemudian digantikan
oleh kerajaan Islam. Di Jawa Islam menyesuaikan dengan budaya lokal
sedang di Sumatera adat menyesuaikan dengan Islam. 17

D. Aliran-aliran Islam dan pengaruhnya


Lahirnya beragam aliran atau sekte di dalam Islam tak lepas dari
situasi sosial-politik, di samping dinamika pemikiran dan pencarian
spiritualitas. Perbedaan paham antaraliran yang rentan menyulut konflik
mestinya tak semata-mata dilihat dari kacamata teologis, tetapi juga
sosiologis. Dalam sejarah pemikiran Islam awal, faktor politik begitu
dominan, terutama setelah wafatnya Rasulullah.
Sebagai sebuah realitas historis, sosiologis, dan kultural, maka Islam
harus teraktualisasi dalam kehidupan nyata. Tetapi, aktualisasi pesan-
pesan Islam bisa terjadi hanya apabila Alquran telah ditafsirkan dan

16
Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).
17
Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).

12
diperjelas, tidak saja dengan menggunakan hadis-hadis Nabi Muhammad
SAW, melainkan juga dengan ijtihad para ulama, yang sering
dipengaruhi konteks sosio-historis, dan kultural tertentu. Ketika
intervensi seperti ini terjadi, tidak bisa dihindari muncul berbagai corak
paham, aliran, dan mazhab. 18 Salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan
adalah karena dangkalnya akidah dan pengetahuan sebagian umat Islam.
Sehingga pada saat bersamaan, jika ada upaya pendangkalan akidah umat
Islam karena tidak suka dengan berkembangnya Islam, akan mudah
terpengaruhi. 19
Secara umum, Islam di Indonesia bercorak sunnī Syāfiʻiyyah dan
‘Asyʻariyyah yang biasanya terafiliasi dengan organisasi-organisasi
mapan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, al-Wasliyah, Persis,
dan lain-lain. Tentu penulis tidak akan mendiskusikan aliran dan corak
organisasi-organisasi tersebut. Namun, dalam bagian ini kita perlu
menginventarisasikan kelompok-kelompok minoritas Islam terutama
yang dilabeli “sesat” oleh MUI, tentu saja tanpa juga “menghakimi”
aliran dan organisasi tersebut dengan label-label tertentu dan juga bukan
mewakili seluruhnya. Begitu juga tanpa mengkelompokkan secara
teologis mana yang masih dalam “aliran Islam” mana yang “aliran
sesat.” Sebab, sebagaimana dijelaskan sebelumnya kedua istilah itu
memiliki problem.
Berikut aliran dan organisasi tersebut yang penulis rangkum dengan
mengkelompokkan dari tingkat lokal, nasional, dan internasional. Di
tingkat lokal beberapa aliran muncul dari tokoh lokal seperti:
1. Paham Yusman Roy dari Pesantren itikaf dari Malang yang
mengajarkan salat dengan membaca terjemahan bacaan.

18
Redaksi, “Fenomena Aliran Keagamaan dalam Islam,” UIN Sunan Gunung Djati Bandung
(blog), 22 Oktober 2012, https://uinsgd.ac.id/fenomena-aliran-keagamaan-dalam-islam/.
19
Sevenlight, “Membingkai Aliran-Aliran Islam Di Indonesia,” Blasemarang.Kemenag.Go.Id
(blog), diakses 4 April 2023, https://blasemarang.kemenag.go.id/berita/membingkai-aliran-
aliran-islam-di-indonesia.
13
2. Pengajian Nurul Yaqin di Tangerang yang gurunya mengaku
berjumpa langsung dengan Tuhan lewat mikraj. Rumahnya dibakar
massa.
3. Di Sulawesi pernah muncul seorang yang mengatakan bacaan salat
dengan bersiul, ada juga paham bahwa salat harus langsung ke tanah,
tidak boleh berlapis, seperti papan dan tegel. Anehnya, menurut
penganjur paham ini, boleh salat dengan memakai sandal dan sepatu.
Ada juga yang mengatakan bahwa salat tidak wajib dalam Alquran.
Salat menurutnya diwajibkan Imam Syāfi‘ī melalui kaedah usul
fikihnya.
4. Di Sumatera Selatan, seorang oknum Kepala SD di Kabupaten
Bungo, Jambi mengaku nabi dan rasul terakhir diutus Allah sesudah
Nabi Muhammad SAW.
5. Di Sumatera Utara, ada Soul Training, sebuah kelompok yang
mengklaim bahwa Nabi Muhammad SAW. tidak meninggalkan
apapun kecuali Alquran. Mereka mengklaim tidak ada salat
Tarāwiḥ.MUI Kabupaten Deli Serdang menfatwakannya
sebagaipaham sesat. Soul Taraining sudah dilarang oleh
PemerintahSerdang Bedagai.
6. Aliran al-Haq di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Aliran ini
merupakan aliran yang mengajarkan kepada pengikutnya secara
rahasia. MUI Pematangsiantar menfatwakan “sesat”.
7. Satu pengajian di Langkat mengajarkan perubahan bacaan ayat-ayat
Alquran. Misalnya, Iyyâka na‘budu wa iyyâka nasta‘în menjadi
iyyâka a‘budu wa iyyâka asta‘in. Qulwuwallâhuahad menjadi
huwallâhu ahad saja. Lalu difatwakan sesat oleh MUI Langkat.
8. Pengajian Ismayani dan pengikutnya di Sentang, Kisaran difatwakan
sesat oleh MUI Asahan. Di antara ajarannya adalah salat dan puasa
waktu haid boleh dikerjakan, mendapat petunjuk atau ilham, jin

14
tidak punya agama (kafir) tetapi selalu berzikir, bidadari adalah
perempuan, sedang malaikat adalah laki-laki.
9. Ajaran H. Mahmuddin Rangkuti di Mandailing Natal mengenai
adanya nama Tuhan sebelum Allah, adanya keyakinan bahwa
gambar seseorang dapat memberikan manfaat atau mudrat, adanya
lukisan Nabi Muhammad, dan adanya amalan yang disebut
qulhuwallâh sungsang. MUI Kabupaten Mandailing Natal
memfatwakannya sesat dan menyesatkan.
10. Ajaran Rudi Chairuddin di Desa Sei Rampah Kabupaten
Serdang Bedagai difatwakan sesat oleh MUI Kabupaten Sergei pada
tanggal 21 Mei 2013. Di antara ajarannya adalah mengubah syahadat
menjadi “asyhadu an lâ ilâha illallâh wa asyhadu anna Chairuddin
rasûlullah
11. Pengajian Ar-Rahman di Desa Sambirejo Timur, Kabupaten
Deli Serdang difatwakan sesat oleh MUI Sumatera Utara, karena
menyatakan bahwa al-Fâtihah diturunkan Allah Ta‘ala kepada nabi-
nabi. Kedua, al-Fâtihah menjadi anggota tubuh. Ketiga, menafsirkan
qalam dengan zakar (kemaluan laki-laki) dan Pintu Kakbah
dengan faraj (kemaluan perempuan) serta dengan air mani
disebut manikam. Keempat, Tuhan = manusiasecara syariat yang
mendapat risalah rasul dan kewalian.
12. Pengajian tarekat Syaikh Muda Ahmad Arifin di
PangkalanMasyhur, Medan, Sumatera Utara. Syekh Muda Ahmad
Arifinmembangsakan dirinya kepada tarekat Sammaniah.
Difatwakan oleh MUI Sumatera Utara sebagaialiran yang
menyimpang dari ajaran Islam.
Semua itu hanya beberapa contoh lokal kemunculan aliran-aliran
dan pemahaman yang lahir dari korpus ajaran Islam di tingkat lokal.
Sementara di level nasional beberapa contohnya seperti:

15
1. Islam Jama’ah yang kemudian bertransformasi menjadi
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pernah diputuskan
sesat dan dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1971 silam. Pada
dasarnya ajaran mereka bersikap puritan: kembali ke al-Qur’ān
dan Ḥadits. Namun, setelah berubah menjadi LDII dan
menjalankan “paradigma baru” yang salah satu poinnya, “LDII
bukan penerus ajaran Islam Jama’ah.”Lambat laun nama LDII
memulihkan nama baiknya.
2. Aliran al-Qiyādah al-Islāmiyyah pimpinan Ahmad Musaddeq
yang mengklaim dirinya sebagai nabi pada 23 Juli 2006 di
Bogor. Setelah diganjar sesat oleh MUI, gerakan menjadi
Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) yang kembali mendapat label
sesat pada 2016.
3. Ajaran Lia Eden yang mengaku mendapat pesan Ilahi dari
Jibril dan membangun agama baru bernama Salamullah. Lia
mengaku sebagai imam mahdi. Sehingga selain diberi label
sesat, Lia juga dihukum penjara karena dinilai menistakan
agama Islam.
4. Kelompok Inkar al-Sunnah yang dianggap tidak mau mengikuti
sunnah Nabi. Jaringan Islam Liberal (JIL) karena dianggap
berpandangan bebas terhadap penafsiran agama. “penyesatan”
JIL oleh MUI berbuntut juga “penyesatan” paham
pluralisme, liberalisme, dan sekularisme.
Aliran Darul Arqam yang didirikan oleh Ashari Muhammad
yang merupakan alumi Ma‘had Hishamuddin di Klang, Selangor,
Malaysia Sementara di level internasional adalah beberapa ajaran dan
kelompok yang lahir dan berkembang di berbagai daerah, lalu masuk ke
Indonesia. Di antaranya:
1. Ahmadiyyah khusunya Qodliyan yang dianggap memiliki nabi

16
selain Muḥammad yakni Mirza Gulam Ahmad sekaligus sebagai
pendiri jamaah ini. Gerakan Ahmadiyyah lahir di Pakistan. Selain
Qodliyan ada Ahmadiyyah Lahore.
2. Syiʻah yang di Indonesia umumnya tergabung dalam IJABI (Ikatan
Jamaah Ahl Bait) dan ABI (Ahl Bait Indonesia). Secara eksplisit
MUI memang tidak melabeli sesat tapi menegaskan untuk
mewaspadainya. Namun, Syiʻah banyak memiliki haters terutama
sejak konflik Syiʻah di Sampang, Madura pada tahun 2012 lalu.
Syiʻah masih banyak dianggap sesat karena beberapa
perbedaan terutama oleh Sunni Salafī, meskipun dalam beragam
literatur klasik Islam menyatakan Syiʻah adalah bagian dari mazhab
Islam, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. 20

E. Proses persinggungan Islam dengan budaya lokal


Jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, di Indonesia telah
berkembang agama Hindu, Budha dan agama-agama primitif animistis
lainnya, serta tradisi sosial kemasyarakatan. Manusia yang hidup dalam
masyarakat tersebut sudah jelas di pengaruhi oleh berbagai paham dan
tradisi yang ada di masyarakatnya. kita dapat melihat bahwa Islam
masuk dan menyebar ke Indonesia nyaris tanpa ada ketegangan dan
konflik. Islam dengan mudah diterima oleh masyarakat sebagai
sebuah agama yang membawa kedamaian , sekalipun kala itu
masyarakat sudah mempunyai sistem kepercayaan tersendiri, baik
berupa animisme maupun agama Hindu-Budha.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia “akulturasi” adalah
percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling
mempengaruhi atau proses masuknya pengaruh kebudayaan asing

20
Moh Ariful Anam, “Kemunculan Aliran Islam Dan Prospek Pluralisme Di Indonesia,”
INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAM, LAW, AND SOCIETY (INCOILS) 2021 1, no.
1 (2022): 5.
17
dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau
banyak unsur kebudayaan asing itu.
Islam adalah agama universal, yang tidak di khususkan pada
umat dan bangsa tertentu sebagaimana agama-agama samawi
sebelumnya. Misi utama Islam adalah rahmatan lil alamin, membawa
kedamaian kepada seluruh alam. Dengan misi ini, Islam disebarkan ke
seluruh dunia, termask Indonesia.Penyebaran Islam ke berbagai wilayah
di dunia ini, menyebabkan corak dan varian Islam memiliki kekhasan
dan keunikan tersendiri dari pada Islam yang berkembang di Jazirah
Arab. Demikian pun saat Islam menyebar ke Indonsia, Islam tidak
terlepas dari budaya lokal yang sudah ada dalam masyarakat.Islam
yang yang berdialektika dengan budaya lokal tersebut pada
akhirnya membentuk suatu varian Islam yang khas dan unik, seperti
Islam Jawa, Islam Aceh, Islam Padang, Islam Sunda, Islam Sasak,
Islam Bugis dan seterusnya.Varian Islam tersebut bukanlah Islam
yang tercerabut dari akar kemurniannya, tapi Islam yang di dalamnya
yang telah berakulturasi dengan budaya lokal. Jadi untuk strategi
pengembangan budaya Islam di Indonesia, kita perlu bervisi ke depan.
Sebelum Islam datang ke Indonesia, di Nusantara (Indonesia)
telah berdiri kerajaan-kerjaan yang bercorak Hinduisme dan
Budhisme. Seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Akan tetapi
setelah proses islamisasi dimulai sejak abad ke XIII, unsur agama
Islam sangat memegang peranan penting dalam membangun jaringan
komunikasi antara kerajaan-kerajaan pesisir dengan kerajaan-kerajaan
pedalaman yang masih bercorak Hindu-Budha. Misalnya di daerah
pesisir utara Jawa, kerajaan-kerajaan yang berdiri umumnya diperintah
oleh pangeran-pangeran saudagar. Mereka takluk kepada raja
Majapahit. Tetapi setelah raja-raja setempat memeluk agama Islam,
maka mereka menggunakan Islam sebagai senjata politik dan ekonomi

18
untuk membebaskan diri sepenuhnya dari kekuasaan Majapahit.
Setelah runtuhnya Majapahit 1520 M; di daerah pesisir proses
Islamisasi berjalan sangat intensif hingga akhirnya berdirilah
kerajaan-kerajaan Islam seperti, Demak, Banten dan Cirebon. Namun
dalam segi pemahaman aqidah Islam, tidak serta merta mantap, dan
melenyapkan alam pikiran filsafat lama, seperti Hindu dan Budha.
Mereka memang mengucapkan kalimat Syahadat, akan tetapi kenang-
kenangan dan praktik-praktik kepada kepercayaan kepada Bata
Guru, Batara Wisnu, Dewata Sewwa’E , dan lain masih tetap
hidup. Disinilah muncul kecenderungan sinkritisme.
Dengan demikian, maka Islam yang berkembang di pedalaman
Jawa berbeda dengan Islam yang berkembang di pesisir adalah Islam
yang mobilitas sosialnya tinggi dan mengikuti perkembangan dunia
Islam.Setelah kerajaan Majapahit runtuh, maka muncul penggantinya di
daerah pedalaman, muncullah kerajaan Mataram Islam tahun 1575 M.
Karena masa peralihan yang lama antara kerajaan Islam pedalaman
dan Islam pesisir, menyebabkan mereka saling berebut pengaruh yang
menyebabkan terjadinya peperangan. Sultan Agung (1613 – 1645 M) dari
kerajaan Mataram berusaha merebut kekuasaan kerajaan pesisir,
sehingga unsur agama memegang peranan kembali, yakni di mata
kerajaan-kerajaan pesisir kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam
yang sinkritisme. 21
Di keraton kesultanan berkumpul segolongan pujangga yang
mencampuradukkan antara Islam dengan Hindu, seperti terbukti pada
Babad Tanah Jawa yang mengandung pencampuran Islam dengan
Hinduisme.Dalam kisah Babad Tanah Jawa di katakan bahwa, adapun
raja-raja jawa berasal dari Nabi Adam yang mempunyai anak Sis,
seterusnya mempunyai anak Nurcahya. Lalu Nurasa, kemudian Sang

21
Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Amzah, 2018).
19
Hyang Wening, seterusnya sang Hyang dan akhirnya dijumpai Batara
Guru yang gilirannya mempunyai Batara Wisnu sebagai salah
seorang puteranya yang kemudian menjadi raja jawa dengan nama
Pabru Set.
Inilah sebuah contoh sinkritisme yang tidak disenangi oleh para
alim ulama dan sultan-sultan pesisir. Sebagai bentuk kepeduliannya,
maka para ulama di pesisir giat memasuki daerah pedalaman, melakukan
gerakan dakwah di daerah kerajaan Mataram, menyerukan
perlawanan rakyat terhadap Sultan Agung. Dari kisah Babad Tahan Jawa
itu, maka kita dapat melihat bahwa telah menyebabkan terjadinya
pertentangan antara kerajaan Islam di pesisir dengan sikap ortodoksnya ,
dengan kerajaan Islam pedalaman yang sinkritisme.
Disinilah awal munculnya pertentangan antara Islam Sinkritisme
dan ortodoks dalam arti telah terjadi pergumulan antara
mempertahankan kemurnian akidah dengan pencampuran akidah
yang dilakukan oleh kerajaan Islam di pedalaman(Hindu Budha
kedalam Islam) demi mempertahankan pemburuan hegemoni
kekuasaannya. 22

22
Muhammad Haramain, “AKULTURASI ISLAM DALAM BUDAYA LOKAL,” Stain
ParePare 11, no. 2 (2017).
20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha
masih kuat. Kala itu, Majapahit masih menguasai sebagian besar
wilayah yang kini termasuk wilayah Indonesia. Masyarakat Indonesia
berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur
perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan
Buddha. Melalui aktifitas niaga, masyarakat Indonesia yang sudah
mengenal Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran Islam.
Persebaran Islam ini pertama kali terjadi pada masyarakat pesisir laut
yang lebih terbuka terhadap budaya asing. Setelah itu, barulah Islam
menyebar ke daerah pedalaman dan pegunungan melalui aktifitas
ekonomi, pendidikan, dan politik.

Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung


secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-
laun, dan sangat beragam. Dan dalam perkembangan selanjutnya
bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti
samudera pasai dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.

B. Saran
Sehubungan dengan banyaknya pengetahuan sejarah yang masih
belum diketahui, khusunya sejarah Islam yang seharusnya dikaji oleh
umat Islam masa kini, maka penulis menyarankan kepada para pembaca
agar semakin giat membaca dan mengkaji lagi sejarah yang ada.

21
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Syafrizal. “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).


Anam, Moh Ariful. “Kemunculan Aliran Islam Dan Prospek Pluralisme Di
Indonesia.” INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAM, LAW, AND
SOCIETY (INCOILS) 2021 1, no. 1 (2022): 57–64.
Badjuber, Abdul Kadir. “Sejarah Masuknya Dakwah Islam Di Indonesia” 4,
no. 1 (2021).
Haramain, Muhammad. “AKULTURASI ISLAM DALAM BUDAYA
LOKAL.” Stain ParePare 11, no. 2 (2017).
Mursan, Sirojudin. “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di
Nusantara” 13, no. 2 (2018).
Nasution, Fauziah. “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no.
1 (2020).
Pulungan, Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Amzah, 2018.
Redaksi. “Fenomena Aliran Keagamaan dalam Islam.” UIN Sunan Gunung
Djati Bandung (blog), 22 Oktober 2012. https://uinsgd.ac.id/fenomena-
aliran-keagamaan-dalam-islam/.
Sevenlight. “Membingkai Aliran-Aliran Islam Di Indonesia.”
Blasemarang.Kemenag.Go.Id (blog). Diakses 4 April 2023.
https://blasemarang.kemenag.go.id/berita/membingkai-aliran-aliran-
islam-di-indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai