Anda di halaman 1dari 16

KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS

Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS*

Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S**

A. Pendahuluan

Dengan mengacu kepada unsur-unsur kesha an hadits, ulama menilai


bahwa hadits yang memenuhi semua unsur dinyatakan sha , yakni sha sanad
dan matannya. Apabila sebagian unsur itu tidak terpenuhi, maka hadits yang
bersangkutan bukanlah hadits sha yakni, mungkin sanadnya yang tidak sha ,
mungkin matannya, dan mungkin kedua-duanya.

Kepribadian periwayat merupakan bagian yang sangat penting dalam


menentukan kesha an suatu hadits. Ulama hadits sependapat bahwa ada dua
hal yang harus diteliti pada diri pribadi periwayat hadits untuk dapat diketahui
apakah riwayat hadits yang dikemukakannya dapat diterima sebagai ujja atau
ditolak. Kedua hal itu adalah keadilan dan kedhabithannya. Keadilan
berhubungan dengan kualitas pribadi, sedangkan kedhabithan berhubungan
dengan kapasitas intelektual.

Pengalaman para ulama dalam mengkaji periwayatan hadits ini terus


berkembang dan melahirkan kaidah-kaidah yang pada akhirnya menjadi sebuah
ilmu, disebut al-jar wa al-ta d l . Hal utama yang ditelaah dalam kajian al-jar
wa al-ta d l adalah meneliti sanad hadits untuk mengetahui sifat pribadi perawi
hadis yang diterima, yang paling kuat ingatannya dan yang paling lama belajar
dengan gurunya. Kriteria-kriteria tersebut berimplikasi kepada diterima atau
ditolaknya suatu hadits yang diriwayatkan.

B. Pengertian Kedilan dan kedh bithan Periwayat


1. Pengertian Adil

*
Diseminarkan pada perkuliahan mata kuliah Qawaid Hadits. Dosen Pengampu Dr. Syaifuddin, M.Ag./Dr.
Khairul Hudaya, M.Ag.
**
Penulis adalah mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin
2013/2014

1
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

Kata adil dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti; tidak berat sebelah
(tidak memihak) atau sepatutnya; tidak sewenang-wenang. Dalam kamus Maurid
(Arab-Ingris), kata bermakna: justice, fairness, equitability, equetabliness,
impartiality, unbiasedness.1 Namun kata adil dalam ilmu hadits bukanlah seperti
pengertian umum. Adil yakni wadh a kulla syaiin f ma allihi atau meletakkan
segala sesuatu pada tempatnya.2

Ia merupakan sifat yang tertancap dalam jiwa yang mendorong pemiliknya


untuk senantiasa bertakwa dan memelihara harga diri. Sehingga jiwa kita akan
percaya akan kejujurannya. Menjauhi dosa besar termasuk kedalamnya, juga
sebagian dosa kecil, seperti mengurangi timbangan sebiji, mencuri sesuap makan,
serta menjauhi perkara-perkara mubah yang dinilai mengurangi harga diri, seperti
makan di jalan, buang air kecil di jalan, berteman dengan orang-orang keji dan
terlalu berlebihan dalam berkelakar.3

2. Pengertian Dh bit

Pengertian dhabith menurut bahasa dapat berarti yang kokoh, yang kuat,
yang tepat, yang hafal dengan sempurna. Sedangkan pengertian dhabith menurut
istilah ialah orang yang memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna. Dia
memahami dan hafal dengan baik apa yang diriwayatkannya itu, serta mampu
menyampaikan hafalan itu kapan saja ia kehendaki.4 Maksudnya seorang perawi
harus benar-benar hafal bila ia meriwayatkan dari hafalannya dan memahami
tulisannya dari adanya perubahan, penggantian atau pengurangan bila ia
meriwayatkan dari tulisannya.

C. Syarat-syarat Kedilan dan Kedh bithan Periwayat


1. Syarat Kedilan Periwayat

1
Dr. Rohi Baalbaki, Al-maurid Q m s Arabi-Inllizi, (Dar El-Elm Lilmalayin, 1995), hal: 753
2
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits (Bandung: Angkasa, 1987), hal 179
3
DR. Muhammad Ajaj al-Khathib, Ushul al-Alhadits, Penerjm, H.M. Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq, Pokok-pokok Ilmu Hadits, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2007), hal 203
4
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, op. cit., hal 179

2
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

Berbagai ulama telah membahas siapa orang yang dinyatakan bersifat adil.
Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Untuk memberikan gambaran betapa
beragamnya pendapat ulama tersebut, berikut ini dikemukakan pokok-pokok
pendapat ulama dimaksud dalam bentuk Ikhtisar II.

Pendapat-pendapat yang diikhtisarkan dibatasi hanya berasal dari lima


belas orang ulama. Dari kelima belas orang tersebut, sepuluh ulama diantaranya
adalah ulama hadits dan kelima ulama selebihnya dikenal sebagai ulama ushul al-
fiqh, disamping dikenal juga di bidang ilmu keislaman tertentu lainnya.

Kesepuluh ulama yang disebutkan pertama ialah: (1) al-Hakim al-


Naysabury (wafat 405 H = 104 M), (2) Ibn al-Shalah (wafat 643 H = 1245 M), (3)
al-Nawawiy (wafat 676 H = 1277 M), (4) Ibn Hajar al- Asqalaniy (wafat 852 H =
1449 M), (5) al-Harawiy (wafat 873 H = 1470 M), (6) al-Syawkaniy (wafat 1250
H = 1834 M), (7) Muhammad Mahfuzh al-Tirmisiy (wafat 1329 H), (8) Ahmad
Muhammad Syakir (wafar ?), (9) Nur al-Din Itr, dan (10) Muhammad Ajjaj al-
Khathib. Lima orang ulama selebihnya ialah: (1) al-Ghazaliy (wafat 505 H = 1111
M), (2) Ibn Qudamah (wafat 620 H = 1223 M), (3) al-Amidiy (wafat 631 H =
1233 M), (4) Aliy bin Muhammad al-Jurjaniy (wafat 816 H = 1413 M), dan (5)
Muhammad al-Khudhariy Bik (wafat 1927 M).1

Dari kelima belas orang ulama yang pendapatnya diihktisarkan, telah


terhimpun lima belas butir syarat bagi periwayat yang bersifat adil. Limabelas
butir syarat tersebut yaitu: a) beragama Islam, b) baligh, c) berakal, d) taqwa, e)
memelihara muru ah, f) teguh dalam agama, g) tidak berbuat dosa besar, misalnya
syirik, h) menjauhi (tidak selalu berbuat) dosa kecil, i) tidak berbuat bid ah, j)
tidak berbuat maksiat, k) tidak berbuat fasik, l) menjauhi hal-hal yang dibolehkan,
yang dapat merusakkan muru ah, m) baik akhlaknya, n) dapat dipercaya
beritanya, o) biasanya benar.

1
Prof. Dr. H. M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadits (Jakarta, Bulan Bintang, 1995),
hal: 129-131.

3
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

Melihat limabelas butir yang diikhtisarkan ulama tersebut, dapat


disimpulkan bahwa butir-butir syarat yang dapat ditetapkan sebagai unsur-unsur
periwayat yang adil ialah: a) beragama Islam; b) mukalaf; c) melaksanakan
ketentuan agama; dan c) memelihara muru ahnya.

a. Beragama Islam

Keislaman merupakan salah satu unsur yang harus dipenuhi oleh


periwayat yang adil. Ulama berbeda pendapat tentang argumen unsur beragama
Islam ini. Kebanyakan berpendapat bahwa orang fasik saja tidak dapt diterima
haditsnya apalagi orang kafir.

Kalangan ulama lainnya menyatakan bahwa hadits itu sumber ajaran


Islam. Orang yang tidak beragama Islam, bagaimana mungkin dapat diterima
beritanya tentang sumber ajaran ajaran Islam, hanaya orang yang beragama Islam
saja yang dapat diterima beritanya tentang sumber ajaran Islam.

b. Mukallaf

Syarat berakal itu identik dengan kemampuan seseorang untuk


membedakan. Jadi, agar dapat menanggung dan menyampaikan suatu hadits,
1
Ibid

4
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

seseorang harus memasuki usia akil baligh. 1 Orang yang belum atau tidak
memiliki tanggung jawab tidak dapat dituntut apa yang diperbuat dan
dikatakannya.

c. Melaksanakan ketentuan agama

Orang yang tidak melaksanakan ketentuan agama Allah tidak merasa berat
berbuat berita bohong, baik yang sifatnya umum maupun yang bersifat khusus,
dalam hal ini hadits Nabi. Karena, orang yang tidak melaksanakan ketentuan
agama tidak dapat dipercaya beritanya, termasuk berita yang disandarkan kepada
rasul.

d. Memelihara muru ah

Orang memelihara rasa malunya berarti orang yang memelihara


muru ahnya. Muru ah merupakan satu nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Orang yang memelihara muru ahnya tidak akan membuat berita bohong. Karena,
orang yang membuat berita bohong adalah orang yang melakukan perbuatan
hina. Perbuatan hina adalah perbuatan yang selalu dihindari oleh orang yang
memelihara muru ahnya.

Untuk mengetahui adil tidaknya periwayat hadits, para ulama hadits telah
menetapkan beberapa cara yaitu:2

Melalui popularitas keutamaan periwayat dikalangan ulama hadits.


Penilaian melalui para kritikus hadits
Penetapan melalui kaidah al-jar wa al-ta d l

Jadi, penetapan keadilan periwayat diperlukan kesaksian dari ulama,


dalam hal ini ulama ahli kritik periwayat.

1
Dr. Subhi ash-Shalih, 'Ulum al-Hadits wa Musthalahuhu, Tim Pustaka Firdaus, Membahas Ilmu-
ilmu Hadis,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hal: 115
2
Dr. Idri, M.Ag, Studi Hadis,(Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010), hal: 162

5
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

2. Syarat Kedh bithan Periwayat

Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian dhabith, namun apabila


pendapat-pendapat ulama tersebut digabungkan, maka butir-butir sifat dhabith
adalah sebagai berikut:

a. Periwayat memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya


(diterimanya);
b. Periwayat itu hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya
(diterimanya);
c. Periwayat itu mampu menyampaikan riwayat yang telah dihafalnya itu
dengan baik:
1. Kapan saja dia menghendakinya
2. Sampai saat dia menyampaikan riwayat itu kepada orang lain.

Untuk butir (a) tidak semua ulama menyebutkannya. Sedangkan untuk


butir (b) ulama sependapat menyatakannya, dan untuk butir (c) pendapat ulama
terbagi kepada dua versi; ada yang tidak membatasi waktu dan ada yang
membatasi waktu. Walaupun terbagi dua pendapat, tetapi pada dasarnya kedua
pendapat itu sama. Sebab, kemampuan hafalan yang dituntut dari seorang
periwayat, sehingga karenanya dia dapat dinyatakan sebagai seorang yang
dhabith, adalah tatkala periwayat itu menyampaikan riwayat kepada orang lain.
Periwayat yang mengalami perubahan kemampuan hafalan tetap dinyatakan
sebagai periwayat yang dhabith sampai saat sebelum mengalam perubahan.
Sedangkan sesudah mengalami perubahan dia dinyatakan tidak dhabith.

Adapun cara penetapan kedhabithan seorang periwayat menurut berbagai


pendapat ulama dapat dinyatakan sebagai berikut;

a. Kedhabithan periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama.


b. Kedhabithan periwayat dapat diketahui juga berdasarkan kesesuaian
riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang

6
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

telah dikenal kedhabithannya. Tingkat kesesuannya itu mungkin hanya


sampai ke tingkat makna atau mungkin ke tingkat harfiah.
c. Apabila seorang periwayat sesekali mengalami kekeliruan, maka dia
masih dapat dinyatakan sebagai periwayat yang dhabith. Tetapi
apabila kesalahan itu sering terjadi, maka periwayat yang bersangkutan
tidak lagi disebut sebagai periwayat.

Dalam hubungan ini, yang menjadi dasar penetapan kedhabithan


periwayat secara implisit ialah hafalannya dan bukan tingkat kefahaman
periwayat tersebut terhadap hadits yang diriwayatkan.

Karena bentuk kedhabithan para periwayat yang dinyatakan bersifat


dhabith tidak sama, maka dhabith terbagi dua istilah, yaitu:

a. Istilah dhabith diperuntukkan bagi periwayat yang


1. Hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya;
2. Mampu menyampaikan dengan baik hadits yang dihafalnya itu
kepada orang lain.
b. Istilah tamm dhabith yang bila diindonesiakan dapat dipakai istilah
dhabith plus, diperuntukkan bagi periwayat yang;
1. Hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya;
2. Mampu menyampaikan dengan baik hadits yang dihafalnya itu
kepda orang lain;
3. Faham dengan baik hadits yang dihafalnya itu.1

Kedhabithan yang dibahas di atas termasuk dalam kategori dhabith shadr.


Selain itu ada lagi kedhabithan yang lain yaitu, dhabith kitab. Yang dimaksud
dengan periwayat dhabith kitab ialah periwayat yang ada padanya; apabila ada
kesalahan tulisan dalam kitab, dia mengetahui letak kesalahannya.

D. Kaidah Ilmu al-Jar wa al-Ta d l Menilai Pribadi Perawi

1
Prof. Dr. H. M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadits Op, Ct., hal: 135-138

7
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

Ilmu al-jar wa al-ta d l merupakan satu ilmu yang sangt penting untuk
menilai para perwi-perawi hadist. Dengan ilmu ini dapat menentukan kedudukan
sesuatu hadits atau riwayat itu dapat diterima atau ditolak. Tidak mungkin seorang
pengkaji dapat menyelidiki sanad hadits tanpa berpegang kepada prinsip al-jar
wa al-ta d l yang telah digariskan oleh ulama dalam bidang ini.

a. Syarat-syarat Bagi Ulama al-jar wa al-ta d l

Ulama sependapat atas kewajiban terpenuhinya syarat-syarat itu dalam diri


penta dil dan pentajrih, siapa saja yang menekuni bidang ini harus memenuhi
beberapa criteria, yaitu:

1) Alim
2) Bertakwa
3) Wira i
4) Jujur
5) Tidak terkena jarh
6) Tidak fanatik terhadap sebagian perawi
7) Mengerti betul sebab-sebab jarh dan adl.1

b. Metode Ulama Dalam Menjelaskan Hal-ihwal Para Perawi

Ada beberapa patokan yang mencirikan metode ulama dalam menjelaskan


hal-ihwal para perawi, yaitu:

1) jujur dan tuntas dalam memberikan penilaian. Mereka menyebutkan sifat


positif maupun negative para perawi. Kejujuran merupakan ideology
mereka yang tertancap kuat dan patokan umum yang mereka terapkan
dalam menjelaskan kebenaran, meski membawa dampak negative atas diri
mereka sendiri.
2) kecermatan dalam meneliti dan menilai. Dengan mencermati pernyataan-
pernyataan ulama tentang al-jar wa al-ta d l kita bisa menemukan

1
DR. Muhammad Ajaj al-Khathib, Ushul al-Alhadits, Op, Ct., hal: 240

8
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

kecermatanmereka dalam meneliti dan kedalaman pengetahuan mereka


tentang seluk-beluk perawi yang mereka kritik.
3) Mematuhi etika al-jar wa al-ta d l dalam menyatakan penilaian tidak
akan keluar dari etika penilaian ilmiah.
4) Secara global menta dil dan secara rinci dalam mentarjih.1

c. Sebab-sebab Ditolaknya Riwayat

Ada lima hal yang menjadi penyebab ditolaknya seorang perawi, yaitu:

1) Dusta

Yang dimaksud dusta ialah bahwa orang itu telah berbuat dusta pada suatu
hadits (pernah membuat hadits palsu/maudhu ). Orang yang sudah diketahui
pernah berdusta dalam suatu hadits, walaupun hanya satu kali saja seumur
hidupnya, tidak diterima haditsnya, meskipun ia bertaubat.

2) Tertuduh dusta

Yang dimaksud tertuduh dusta ialah perawi itu telah terkenal berdusta
dalam pembicaraan, tetapi belum terbukti berdusta dalam meriwayatkan hadits.
Hadits orang yang tertuduh dusta dinamai hadits matruk dan orang tersebut
dinamai matruk al-hadits. Orang ini apabila bertobat dan baik tobatnya, boleh
diterima haditsnya.

3) Fusuk (melanggar perintah)

Fusuq yang dimaksud adalah dalam hal amal, amal yang lahir bukan
dalam hal akidah, karena fusuq dalam urusan akidah termasuk dalam penganut
bid ah. Meskipun dusta termasuk suatu maksiat fusuq, namun ualam
mejadikannya tersendiri, karena kecacatan lantaran dusta lebih nyata untuk
dijadikan dasar menolak hadits.

4) Jahalah

1
Ibid, hal 238-239

9
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

Tidak dikenal (jahalah) perawinya dijadikan dasar dalam menolak hadits


adalah karena orang yang tidak dikenal namanya dan pribadinya, tentu tidak
dikenal keadaanya, apakah ia orang yang dapat dipercaya ataukah sebaliknya.

Bila seorang perawi adil meriwayatkan dari seorang perawi lain tanpa
menyebut namanya, maka periwayatannya itu tidak merupakan pentadilan.
Namun bila perawi adil menyertakan penilaian adil, misalnya dengan mengatakan
telah meriwayatkan kepadaku orang yang aku percayai atau orang tsiqat
ataupun orang yang saya ridhai , maka terdapat dua pendapat diakalangan
ulama.1

Pertama, penilaian tsiqat seperti itu belum cukup tanpa menyebutkan


nama, karena bisa jadi perawi yang bersangkutan tsiqat menurutnya, tetapi tidak
tsiqat menurut yang lain. Kedua, pentadilan diterima secara mutlak, sama halnya
ketika ia menyebut nama perawi yang bersangkutan secara tegas. Hal tersebut
dikarenakan perawi adil bisa dipercaya dalam dua keadaan, yaitu ketika menyebut
nama secara tegas dan menilai tsiqat perawi yang dikritiknya, dan ketika
menilainya tsiqat atau menyembunyikan namanya.2

5) Penganut bid ah

Yang dimaksud penganut bid ah ialah mempunyai sesuatu yang i tiqad


yang menyalahi agama (al-Quran dan as-Sunnah) dengan tidak sengaja lantaran
kesamanaran atau kesalahan pengertian. Apabila bid ah ini karena disengaja,
maka dinamakan kufur.3

E. Perawi-perawi Yang Tidak Langsung Ditolak Riwayatnya

Perawi-perawi yang tidak langsung ditolak riwayatnya dan tidak terus diterima
riwayatnya ialah:

1. Orang yang diperselisihkan tentang cacatnya dan tentang keadilannya.

1
Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits (Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra), hal: 180
2
DR. Muhammad Ajaj al-Khathib, Ushul al-Alhadits, Op, Ct., hal: 243
3
Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Op, Ct., hal: 181

10
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

2. Orang yang banyak sesilapan (menyalahi)nya dan menyalahi imam-imam


yang kenamaan/terpercaya dalam riwayat-riwayatnya.
3. Orang yang banyak lupa.
4. Orang yang rusak akal di akhir umurnya.
5. Orang yang tidak baik hafalannya
6. Orang yang menerima hadits dari sembarang orang saja, baik dari orang
terpercaya maupun dari orang yang lemah (tidak terpercaya).1

F. Pertentangan Antara al-jar wa al-ta d l

Kadang-kadang pernyataan-pernyataan ulama tentang al-jar wa al-ta d l


terhadap orang yang sama bisa saling bertentangan. Sebagian mentarjihkannya,
sedang sebagian lain mentadilkannya. Bila demikian maka diperlukan penelitian
lebih lanjut tentang yang sebenarnya.

Pertama, mendahulukan jarh daripada ta dil, meski yang menta dil lebih
banyak daripada yang mentajrih. Kedua, ta dil didahulukan daripada jarh, bila
yang menta dil lebih banyak. Pendapat ini tidak bisa diterima, sebab yang
menta dil meski lebih banyak jumlahnya tidak memberitahukan apa yang bisa
menyanggah pernyataan yang mentajrih. Ketiga, bila al-jar wa al-ta d l
bertentangan, maka salah satunya tidak bisa didahulukan kecuali dengan adanya
perkara yang mengukuhkan salah satunya. Yakni keadaan dihentikan sementara
sampai diketahui mana yang lebih kuat di antara keduanya.2

G. Martabat-martabat al-jar wa al-ta d l

Perawi yang memindahkan hadits tidak semuanya berada pada tingkat


yang sama dalam hal hafalan, ilmu dan kedhabitan. Ada hafidz yang tidak
diragukan lagi kehandalannya. Ada yang lebih rendah kedhabitan dan hafalannya.

1
Ibid, hal: 183
2
Lihat Ibid, hal: 241

11
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

Ada juga yang sedikit melakukan kesalahan atau sering lupa dan salah, meski
memilki sifat adil dan jujur.1

1) Martabat-martabat al-ta dil


Kata-kata yang menunjukkan mub laghah (intensitas maksimal) dalam hal
ta dil dengan bentuk af al at-tafdhil dan sejenisnya:
( ) orang paling tsiqah
( ) orang yang hafalannya paling kuat
( ) tiada tandingannya

Kedua, misalnya seperti pernyataan:


( ) fulan tidak dipertanyankan
( ) orang semisal fulan tidak perlu dipertanyakan

Ketiga, julukan yang dikuatkan dengan suatu sifat yang menunjukka


bahwa orang itu terpercaya baik dengan kata yang sama atau kata yang
searti:
( ) orang yang tsiqah lagi hafiz
( ) orang yang tsiqah lagi amanat
( ) orang yang tsiqah lagi tsiqah

Keempat, kata-kata yang menunjukkan sifat adil dengan kata yang


menyiratkan kedhabitan:
( ) orang yang teguh (hati-hati lidahnya)
( ) orang yang meyakinkan ilmunya
( )
( ...)

Kelima, kata yang menunjukkan sifat adil, tetapi mengggunakan kata yang
tidak menyiratkan kedhabithan, misalnya:

1
Ibid, hal: 245

12
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

( ) orang yang sangat jujur


( ) orang yang memegang amanat
( ) orang yang idak cacat
( ) orang yang berstatus jujur
( ) orang yang baik haditsnya

Keenam, kata-kata yang sedikit menyiratkan makna tajrih, seperti


penyertaan kata-kata di atas dengan kalimat masyi ah:
( ) dia syaikh yang imbang
( ) insya Allah dia benar
( ) orang yang agak baik
( ) dia tidak jauh dari kebenaran
Para ahli menggunakan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh rawi-rawi
yang dita dilkan menurut tingkatan pertama sampai tingkatan keempat sebagai
hujjah, adapun hadits-hadits para rawi yang dita dilkan menurut tingkatan kelima
dan keenam hanya dapat berbentuk af alu yang ditulis dan baru dapat
dipergunakan bila dikuatkan oleh hadits periwayat lain.

2) Martabat-martabat al-jarh
Pertama, dengan kata-kata yang menunjukkan mubalaghah dalam hal al-
jarh, misalnya:
( ) sumber kebohongan
( ) orang yang paling berdusta
( ) padanya terdapat kedustaan yang besar

Kedua, al-jarh dengan kedustaan atau pemalsuan. Misalnya:


( ) orang yang pembohong
( ) orang yang pendusta
( ) orang yang penipu

13
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

Ketiga, kata-kata yang menunjukkan ketertuduhan perawi sebagai


pendusta, pemalsu atau sejenis. Misalnya:
( ) orang pencuri hadits
( ) orang yang tertuduh dusta
( ) hafalannya tidak kuat
( ) orang yang binas
( ) orang yang dusta

Keempat, dengan manunjukkan kata-kata yang menunjukkan kedhaifan


yang sangat. Misalnya:
( )
( ) orang yang tidak ada apa-apanya
( ) orang yang sangat dha if
( ) orang yang ditolak haditsnya

Kelima, kata-kata yang menunjukkan penilaian dha if atas perawi atau


kerancuan hafalannya. Misalnya:
( ) ulama mengatakan lemah
( ) orang yang tidak dapat dibuat hujjah
( ) hadits mudhtharab
( ) haditsnya munkar

Keenam, menyifati perawi dengan sifat-sifat yang menunjukkan


kedhaifannya, akan tetapi dekat dengan ta dil. Misalnya:
( ) perkataan yang rendah
( ) dinyatakan dha if
( ) ada kebodohan padanya
( ) tidak bisa diterima
( ) hafalan yang buruk

14
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

Orang yang mentajrih menurut tingkaatan pertama sampai dengan


tinggkatan keempat, haditsnya tidak dapat dibuat hujjah sama sekali. Adapun
orang yang mentajrihkan menurut tingkatan kelima dan keenam, haditsnya dapat
dipakai sebagai I tibar (tempat pembanding).

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan:

1. Pengertian keadilan dan kedhabithan periwayat:


a. Adil merupakan sifat yang tertancap dalam jiwa yang mendorong
pemiliknya untuk senantiasa bertakwa dan memelihara harga diri.
Sehingga jiwa kita akan percaya akan kejujurannya. Menjauhi dosa besar
termasuk kedalamnya, juga sebagian dosa kecil, seperti mengurangi
timbangan sebiji, mencuri sesuap makan, serta menjauhi perkara-perkara
mubah yang dinilai mengurangi harga diri, seperti makan di jalan, buang
air kecil di jalan, berteman dengan orang-orang keji dan terlalu berlebihan
dalam berkelakar
b. Dhabith ialah orang yang memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna.
Dia memahami dan hafal dengan baik apa yang diriwayatkannya itu, serta
mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja ia kehendaki. Maksudnya
seorang perawi harus benar-benar hafal bila ia meriwayatkan dari
hafalannya dan memahami tulisannya dari adanya perubahan, penggantian
atau pengurangan bila ia meriwayatkan dari tulisannya.
2. Syarat-syarat keadilan dan kedhabithan periwayat yaitu:
a. Syarat adil: 1) beragama Islam; 2) mukalaf; 3) melaksanakan ketentuan
agama; dan 4) memelihara muru ahnya.
a. Syarat dhabith: 1) Hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya; 2)
Mampu menyampaikan dengan baik hadits yang dihafalnya itu kepda
orang lain; 3) Faham dengan baik hadits yang dihafalnya itu 4) mampu
mengetahui kesalahan tulisan dalam kitab.

15
KEADILAN DAN KEDHABITHAN PERIWAYAT HADITS
Oleh: Muhammad Firliadi Noor Salim, S.S

3. Ilmu al-jar wa al-ta d l menilai kelayakan perawi dari ketsiqahannya. Tsiqah


adalah gabungan dari unsur keadilan dan kedhabithan. Sedangkan unsur yang
menggugurkan atau ditolaknya riwayat adalah: a) dusta, b) fusuq, c) jahalah,
e) penganut bid ah.

DAFTAR PUSTAKA

Ajaj al-Khathib, Muhammad, Ushul al-Alhadits, Penerjm, Qodirun Nur dan


Ahmad Musyafiq, Pokok-pokok Ilmu Hadits, Jakarta, Gaya Media
Pratama, 2007
Baalbaki, Rohi, Al-maurid Q m s Arabi-Inklizi, Dar El-Elm Lilmalayin, 1995
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan
Binang, 2009
Ash-Shalih, Subhi, 'Ulum al-Hadits wa Musthalahuhu, Penerjm, Tim Pustaka
Firdaus, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993
Idri, Studi Hadis, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010
Syuhudi Ismail, M., Kaedah Kesahihan Sanad Hadits Jakarta, Bulan Bintang,
1995
_________________, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1987

16

Anda mungkin juga menyukai