Anda di halaman 1dari 5

Pemikiran tentang Kuasa Penguasa: Niccolo Machiavelli

Ahmad Najib Almubarok, Alvi rahmawati, Gilang Ramadhan, Lesa Dewita


Department of political science UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstract : Machiavelli's ideas are a new methodology in political research. This change
does not lie in his analysis of actual political behavior, for in the last few centuries,
Aristotle has collected factual data as a necessary condition for political expression.
Instead, it tries to completely separate ethical backgrounds from political realities. This
study adopts qualitative methods and literature research types, and the researcher
explores the important works of the political philosopher related to Niccolo Machiavelli.
The results of the study describe the purpose of the concept of politics without morality
and its function.
Keywords: political philosophy, machiavelli, morals, politics
Pendahuluan
Pemahaman pemikiran Niccolo Machiavelli tidak terlepas dari lintasannya. Keadaan dan
peristiwa dalam hidupnya. Tokoh pemikir politik ini berasal dari Florence, Italia dan
lahir pada tanggal 3 Mei 1469. Ia dilahirkan dalam keluarga yang termasuk dalam
golongan bangsawan terkemuka, Ayahnya adalah seorang pengacara dan kadang-
kadang menangani urusan publik di Florence. Machiavelli hidup dan tumbuh di
lingkungan politik yang tidak stabil Penuh kejutan. Pengalaman teritorial semenanjung
Italia dibagi menjadi: Lima negara kota adalah Milan, Venesia, Napoli, Negara Bagian
Kepausan, dan Florence. Dimana lima kota-negara bersaing satu sama lain. Situasi
suram ini Sangat berbeda dengan situasi di zaman keemasan Italia Kekaisaran Romawi
Kuno. Keberhasilan Kekaisaran Romawi kuno Kendalikan kekuatan yang terbentang
dari Timur Tengah hingga ujung benua Eropa Selama berabad-abad, pusat
pemerintahan berada di Roma. (Tasripin Tasripin n.d.)
Pemikiran Machiavelli sepenuhnya mencerminkan hidupnya, waktunya dan lingkungan.
Kebrutalan dalam bukunya "The Prince" mencerminkan kekejaman Ia menyaksikan dan
mengalami kehidupan politik. Dalam karyanya “The Prince” menjelaskan apabila anda
menjadi seorang pangeran yang memerintah suatu negara, maka tujuan utama Anda
adalah untuk tetap berkuasa dan menjalankan pemerintah untuk kepentingannya
sendiri. Dari pengalaman ini, Machiavelli menyimpulkan bahwa kesuksesan dan Masuk
akal jika seorang pemimpin gagal untuk berhasil, bukan? Itu semua tergantung pada
kekuatan dan kekayaan militer, serta keberanian yang dia hadapi Risiko cedera. Saat
mengevaluasi dan menganalisis situasi, Machiavelli selalu mengambil pendekatan
historis komparatif dan membandingkan apa yang kita lihat sebagai sebuah fenomena
yang pernah terjadi dalam sejarah. (Tasripin Tasripin n.d.)

Metodologi
Ketika melakukan penelitian lebih lanjut pada pertanyaan tertentu, metode penelitian
penting untuk menjawab pernyataan pertanyaan yang ditulis dengan benar. Metode
secara bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Yunani yaitu “Methodos” yang dapat
diartikan menjadi sebuah “cara” yang digunakan. Dalam hal ini, metode ketika dikaitkan
dalam usaha mencapai suatu hal yang ilmiah, di dalamnya terdapat masalah kerja untuk
memahami suatu objek/sebagai objek ilmiah yang relevan. Fungsi dari metode ini
adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diusulkan oleh para pengulas.
Penulisan kali ini, penulis memakai metode penelitian kualitatid, dengan metode
deskriptif dan studi pustaka. Gunakan metode perekaman untuk mengumpulkan data.
Bila menggunakan triangulasi untuk memeriksa keabsahan data, sertakan sumber dan
metode. Dan teknologi analisisnya menggunakan model interaktif Miles & Huberman
untuk mendapatkan data dari awal siklus pengumpulan data, penyederhanaan data,
penyajian data, verifikasi dan penarikan kesimpulan.
Pembahasaan
Konsep Politik Niccolo Machiavelli
Ketika berbicara tentang kekuasaan, tidak dapat dipisahkan dari level politik. Kapan
berbicara tentang kekuasaan dari perspektif ilmu politik, anda akan menemukan bahwa
ada dua kelompok. kelompok pertama percaya bahwa kekuatan politik adalah masalah
mendasar dalam ilmu politik. Hal ini didasarkan pada adanya isu-isu yang lebih penting
dan Ini adalah inti dari semua masalah politik, yaitu negara. Dan kelompok kedua
berpikir bahwa kekuatan adalah hal yang sangat penting, nyata, Bahkan esensi politik.
Menurut kelompok ini, negara hanyalah sebuah institusi kekuatan. Kekuatan dalam
beberapa konsep dianalisis secara luas dari berbagai sudut. Namun, ketika menghadapi
realitas kehidupan manusia, tuntutan yang sering muncul adalah bahwa kekuasaan
harus menciptakan demokrasi rakyat. Arti dari pertanyaan bukan apa itu kekuatan
demokrasi, tapi bagaimana cara mencapainya kekuatan demokrasi.(Tasripin Tasripin
n.d.)
Pandangan politik Machiavelli berasal dari realitas politik pada masanya. Machiavelli
mulai menangkap dan memahami realitas politik dari serangkaian aksi nasional yang
dipengaruhi oleh kepentingan masing-masing negara. Interaksi hubungan internasional
memberi Machiavelli pemahaman yang mendalam tentang sifat manusia berdasarkan
pengalamannya sendiri. Dalam konteks hubungan internasional yang saling
dimanipulasi untuk mencapai tujuan nasional masing-masing negara, wajah realitas
politik dapat ditemukan terutama pada citra pemimpin negara pada saat itu dan model
manajemen kekuasaan yang diterapkan oleh pemimpin masing-masing negara. . Selain
itu, realitas politik yang ditangkap oleh Machiavelli menyimpang dari Dia mengamati
situasi nyata dari perilaku politik anggota sosial masing-masing negara. Fakta
membuktikan bahwa keadaan kehidupan politik yang sebenarnya diwarnai oleh anarki
kekuasaan. (Jelahut, Jegalus, and Kosat 2017)
Kuasa Penguasa Niccolo Machiavelli
Dalam buku Pemikiran Politik Barat (Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya
Terhadap Dunia Ke – 3). Machiavelli memberi saran kepada pemerintah pada saat itu
tentang bagaimana seseorang musti bersikap kepada masyarakat dan cara bernegosiasi
kepada raja-raja kerajaan yang lain. Machiavelli juga menyertakan keterangan bahwa
pangeran harus bisa mempunyai rasa cinta dan rasa takut dari masyarakat pada
dirinya. Akan tetapi, jika hal tersebut susah untuk diciptakan, machiavelli menyertakan
bahwasanya seorang pangeran baiknya dianggap sebagai ancaman dari pada dicintai
oleh masyarakatnya. Lalu, ia juga memberi nasehat agar tidak selalu memegang
pedoman pada keutamaan, namun lebih baik menamengi diri dengan keburukan
apabila memang sesuai dengan tujuan. Kemudian ia juga menyebutkan agar tidak
menjadi seorang yang mulia. Karena itu, menurutnya, akan menjadikannya terlihat
lemah dan hina, dan apabila demikian maka wibawa akan jatuh di depan masyarkat.
Selanjutnya, juga tidak bersikap lembut, karena itu akan menumbuhkan rasa
pemberontakan dari masyrakat karena dianggap sang raja tidak tegas dalam mengambil
keputusan. Sedangkan dengan cara keras, akan menstabilisasi peraturan dan
menghindarkan diri dari keributan. Mengenai kerelaan masyarakat, Machiavelli
mengatakan supaya pangeran agar tidak selalu berpedoman pada hal tersebut, karena
keikhlasan dan keinginan mereka senantiasa berubah-ubah, maka dari hal tersebut,
sang pangeran diminta untuk senantiasa berpegang teguh pada kekuatan, karena
apabila dia dapat istiqomah pada kekuatan, maka kekuasaan akan bertahan. mengutip
pernyataan Machiavelli dalam hal ihwal keahlian pangeran. Machiavelli menyebutkan
bahwa tiap pangeran tidak harus menyibukkan pada hal-hal yang lain kecuali keahlian
berperang. Sebab menurutnya, keahlian itulah yang dibutuhkan dalam memerintah.
Mengenai pernyataannya ini, Ia menyadari bahwa hal ini memang terdengar buruk,
namun, hal ini tidak baik apabila setiap manusia berkepribadian baik. Namun, pada
kenyataannya, menurut Machiavelli, manusia itu tidak baik. Mereka selalu melakukan
hal-hal yang buruk, tidak menepati janji, tamak kekuasaan, penipu, munafik, dan lain
sebagainya. Bahkan Machiavelli menggambarkan bahwa menusia-manusia itu tidak
akan murka apabila ayahnya terbunuh, namun Ketika mereka kehilangan harta atau
warisan, mereka akan benar-benar murka, “…because men more quickly forget the death
of their father than the loss of their patrimony.”(Tasripin Tasripin n.d.)
Setiap daripada pemikiran politik oleh Machiavelli termasuk filsafat politik, nantinya
akan bermuara kepada keselamatan, kebebasan, kedaulatan dan kejayaan negara (Farr,
2003). Apabila dalam karyanya ia berupaya menguraikan tentang kekuasaan dan
tentang betapa perlunya memiliki militer yang tangguh, maka kesemuanya itu adalah
demi keselamatan, kebebasan, kedaulatan dan kejayaan negara. Dalam teori
kepentingan negara Machiavelli, seluruh tindakan dan perbuatan yang bersifat criminal,
amoral, licik, jahat dan kejam yang dilakukan para penguasa, dapat dibenarkan. Itu
tidak berarti bahwa Machiavelli mengesampingkan sama sekali atau menempatkan
etika ke kedudukan yang lebih rendah atau yang tidak dibutuhkan dalam kehidupan
manusia.
Machiavelli hanya bekehendak untuk memperlihatkan bahwasanya pemisahan antara
politik dari etika menjadi penting guna penempatan kedua-duanya menjadi
independen, mandiri dan tidak bergantung satu sama lain. Dengan pemisahan politik
dari etika, jelas terlihat bahwasanya Machiavelli telah membikin suatu sistem politik
menjadi suatu sistem nilai yang otonom, mandiri serta bebas dari sistem nilai yang lain.
Dan apabila Machiavelli memisahkan etika dari politik, itupun tidak serta merta
bahwasanya Machiavelli bersikap tidak peduli terhadap etika dan moralitas.
Kesepakatannya terhadap tindakan dan perbuatan para pemerintah yang bersifat
kriminal, amoral, licik dan jahat itu hanya dapat dibenarkan dalam keadaan genting, dan
demi kepentingan negara. Kejahatan tidak boleh menjadi niat bahkan capaian dari
segala tindakan dan perbuatan para pemerintah. Machiavelli pun mengamini dan sangat
percaya bahwa dekadensi moral dan etos nilai-nilai etis suatu bangsa tidak akan
mungkin, melanggengkan negaranya.
Machiavelli juga turut kagum pada nilai-nilai etis masyarakat Romawi kuno yang
terlihat lewat kebablasan, kekuatan dari diri pribadi baik fisik maupun mental,
kesederhanaan, ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas, kesatriaan,
ketulusan, kejujuran dan sebagainya. Jika Machiavelli menasehatkan para pemerintah
agar dapat bertindak seperti manusia ataupun binatang, itu berarti bahwa para
pemerintah tidak lagi memiliki sebuah tolak ukur moralitas tertentu. Etika memang
harus dipisah dari politik, namun para pemerintah harus tetap juga memiliki tolak ukur
moralitas tertentu. Tetapi yang jelas ialah bahwa para pemerintah, harus memiliki
ukuran moralitas yang berbeda dan khusus dengan yang dimiliki oleh masyarakat,
karena pemerintah dapat berperan sebagai manusia ataupun binatang, sedangkan
rakyatnya tidak seperti itu. (Jelahut, Jegalus, and Kosat 2017)

Kesimpulan
Politik sebagai suatu sistem tatanan dalam kehidupan sosial manusia mempunyai
standar dan takaran moral yang berperan penting, sehingga dapat diartikan bahwa
setiap kehidupan sosial di masyarakat tidak akan terlepas dari kegiatan politik. Politik
menjadi sangat penting dikarenakan politik lahir secara natural di masyarakat, atas
dasar kebutuhan dan kepentingan manusia mengenai keteraturan hidupnya untuk
menghindar dari konflik antar sesama manusia dalam mencapai tujuan sosial yang ada
seperti kesejahteraan, kebaikan, dan keadilan bersama. Kekuasaan pada dasarnya
menjadi sebuah orientasi dari konsep dan sistem politik yang ada. Apabila politik
adalah unsur alami dalam lingkup komunitas manusia yang disebut rakyat, maka nilai-
nilai rakyat akan sedemikian berpengaruh dalam setiap proses politik yang ada di
masyarakat. Maka kekuasaan harus didirikan di atas nilai-nilai dan norma-norma
tersebut. Pada akhirnya, penulis sampai kepada sebuah kesimpulan bahwa politik tanpa
moralitas Machiavelli ini sebenarnya bermuara pada sebuah kepentingan negara dan
pengamanan kekuasaan. Politik seperti ini meskipun tidak ada didalamnya hal-hal yang
berkaitan dengan moralitas, namun perlakuan politik seperti ini sesungguhnya adalah
perlakuan yang benar dan realistis sesuai dengan kebutuhan negara dan kekuasaan.
Tanpa perlakuan politik seperti ini, negara yang sedang mengalami ketidakstabilan
kekuasaan seperti Italia pada masa Machiavelli hidup, bisa saja akan mengalami
kejatuhan, keterpecahan bahkan kehancuran.
Daftar Pustaka
Jelahut, Felisianus Efrem, Norbertus Jegalus, and Oktovianus Kosat. 2017. “Filsafat
Politik Niccolo Machiavelli: Sebuah Konsep Politik Tanpa Moralitas.” Artikel
Skrispsi (April): 1–16.
Tasripin Tasripin. “CRITIKAL REVIEW BUKU PEMIKIRAN POLITIK BARAT (SEJARAH,
FILSAFAT, IDEOLOGI, DAN PENGARUHNYA TERHADAP DUNIA KE–3).”

Anda mungkin juga menyukai