Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Pemikiran tentang Kuasa Negara: Thomas Hobbes


Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Politik Barat
Dosen Pengampu : Dr. Hasan Mustapa, S.Fil.I., M.Si.

Disusun oleh :

Afniessa Agustina 1198040002


Akbar kusnadi 1198040004
Alifan Muhammad Agni 1198040007

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVESITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan


anugrah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Pemikiran Politik
Barat kali ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran Agama Islam yang
sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah
yang menjadi tugas kelompok dalam mata kuliah Pemikiran Politik Barat
ini dengan judul “Pemikiran tentang Kuasa Negara: Thomas Hobbes”.
Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalan ini
berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan akan makalah yang telah dibuat, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan
kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat kami
perbaiki, sehingga makalah ini kedepannya menjadi lebih baik lagi.

Bandung, 07 November 2021

Tim Penyusun
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL…………………………...……………………………………………….…i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………….iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………...…1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………2
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………..……...2
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………………..2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Latar belakang Thomas Hobbes..…………………………………………...3
B. Pemikiran Thomas Hobbes mengenai kuasa negara……………….3
C. Pemikiran Thomas Hobbes jika di implementasikan di era
sekarang…………………………………………………………………………………..5
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..5
B. Saran……………………………………………………………………………………5
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………...6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Thomas Hobbes merupakan seorang filsuf, sejarawan, dan


ilmuwan yang lahir di Inggris. ia dikenal dengan pemikiran filsafat
politiknya yang membenarkan kekuasaan pemerintah yang luas atas dasar
persetujuan yang mementingkan pribadi daripada warga. Hobbes adalah
seorang pemikir yang lahir ditengah kedaan yang kacau akibat peperangan
yang terjadi, diantaranya terdapat perang agama dan perang sipil di
Inggris yang telah mewarnai kehidupannya. Hobbes banyak dibenturkan
dengan kedaann pemerintah Inggris yang penuh konflik, akibatnya banyak
yang kemudian menjadi latar belakang atas pemikiran Hobbes, salah
satunya adalah dari kedaan sosial politik Inggris ketika raja Charles 1
dibunuh karena mengalami kekalahan atas parlemen yang kemudian
menjadikan Inggrtis tidak lagi menggunakan sistem raja atau kerajaan dan
dipandang menjadi negara yang lemah dan bukan lagi negara berkuasa.
Thomas Hobbes menciptakan tentang sebuah konsep negara yang
merupakan kekuasaan negara (machsaat). Pemikiran Hobbes tentu tidak
lahir atas pemikiran pribadinya, melainkan terdapat tokoh-tokoh lain yang
mempengaruhi pemikiran Hobbes, yaitu Francis Baccon, Rene Descartes,
dan Galileo Galilei. Tokoh-tokoh tersebut sedikit banyaknya memberikan
stimulus akan pemikiran Hobbes baik dari pendekatan kepada masyarakat
yang dilakukan Hobbes maupun penggunaan nalar dan metode-metode
eksperimental dalam dunia ilmu pengetahuan. Negara sebagai pengendali
atas segala kuasa warga negara merupakan landasan pemikiran Hobbes
mengenai kuasa negara. Negara bisa melakukan apapun untuk mengatur
untuk memperkecil terjadinya perselihan dan konflik, bahkan negara
menurut Hobbes bisa mengancam warga agar tatanan kehidupan
bernegara berjalan dengan damai. Hobbes juga mempunyai pandangan
yang cukup radikal mengenai kuasa negara, yaitu mengesampingkan
kebebasan kehendak manusia, serta menyerahkan segala perbuatan
manusia (warga negara) hanya pada satu perintah. Hal tersebut
membuktikan bahwa pemikiran Hobbes memang menempatkan negara
sebagai organisasi yang bisa mengatur bahkan mengancam warga
negaranya sendiri demi terwujudnya suatu kehidupan yang aman dan
bebas sejauh ia bergerak dalam batas-batas hukum.
Thomas Hobbes kemudian melakukan penelitian dan mengamati
mengenai manusia, dalam hasil penelitiannya, manusia memiliki naluri
yaitu sebuah rasa takut, dimana ketakutan tersebut dapat dikendalikan
dan dinetralisasikan. Adanya sebuah peraturan, hukum dan kontrak sosial
merupakan sebuah rencana untuk menciptakan keamanan dan
kesejahteraan, munculnya rasa takut juga kemudian bisa membuat
masyarakat tunduk dan patuh akan segala norma yang berlaku dalam
suatu negara, dengan begitu mudah bagi negara untuk menciptakan
kedamaian dalam kehidupan bernegaranya karena msyarakatnya sendiri
sudah terkondisikan dengan baik. Hobbes juga berpikir bahwasannya
kepatuhan total kepada negara merupakan sebuah esensi dari negara
kekuasaan. Masyarakat yang patuh dan tunduk kepada pemerintah
merupakan cara agar sebuah negara dapat berjalan dengan baik dengan
tidak munculnya perselisihan dan gesekan yang besar karena sudah diatur
dalam sebuah konstitusi dan mau tidak mau masyarakat harus patuh
karena negara menurut Thomas Hobbes mempunyai kuasa yang mutlak
dan bisa melakukan tindakan mengancam demi terwujudnya suatu
kedamaian antar warga negara.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang dari Thomas Hobbes.


2. Bagaimana Pemikiran Thomas Hobbes mengenai kuasa negara.
3. Bagaimana jika pemikitan Thomas Hobbes diterapkan di era
sekarang.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui latar belakang dari kehidupan Thomas Hobbes


2. Mengetahui pemikiran Thomas Hobbes
3. Menganilisis pemikiran Thomas Hobbes jika diterapkan di era
sekarang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis, Hasil penulisan ini diharapkan dapat


digunakan untuk menambah wawasan mengenai pemikiran
kuasa negara oleh Thomas Hobbes.
2. Manfaat Praktisi, hasil penulisan ini diharapkan dapat
memberikan informasi yang memadai bagi setiap pemangku
kepentingan (stakeholder) terkait pemikiran kuasa negara oleh
Thomas Hobbes.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Thomas Hobbes

Thomas Hobbes (1588-1679) merupakan filsuf yang dilahirkan di


Malmesbury, London pada 15 April 1588. Ketika Hobbes dalam
kandungan, armada Spanyol menyerang negara Inggris. Ayah Hobbes
adalah pendeta yang suka bertengkar di gereja lingkungan kecil di
Wiltshire. Diturunkan setelah terlibat dalam pertempuran di pintu masuk
jemaatnya sendiri, dia menghilang dan meninggalkan ketiga anaknya
untuk diasuh oleh saudaranya, seorang pekerja kaya di Malmesbury. Pada
tahun 1603-1608, pada usia 14 tahun, Hobbes belajar di Magdalen
Corridor, Oxford. Hobbes merupakan anak yang gemar mempelajari ilmu
tentang penyelidikan pengungkapan medan baru dan mempelajari peta
bumi. Juga, bintang-bintang. Dengan demikian, pengamatan bintang
merupakan bidang ilmu yang mendapat pertimbangan dari Hobbes, dan
terus dikembangkan oleh Hobbes. Hobbes merupakan seorang peneliti
yang mempunyai komitmen yaitu menjadi seorang sarjana politik yang
membela kekuasaan pemerintah yang ekspansif berdasarkan persetujuan.
Ketika dia berusia empat tahun, Hobbes dikirim dari sekolah di Westport,
kemudian, pada saat itu, ke sekolah berbasis biaya, terakhir, pada usia 15,
ke Magdalen Lobby di College of Oxford, di mana dia mengambil gelar.
Sebagian besar kehidupan dewasanya, Hobbes bekerja untuk berbagai
bagian dari keluarga Cavendish yang makmur dan mulia. Setelah
mengambil sertifikasinya di Oxford pada tahun 1608, ia bekerja sebagai
pemandu bagi William Cavendish yang masih muda. Kemudian, untuk
waktu yang lama, Hobbes melayani keluarga raja kedua Devonshire dan
mitra mereka sebagai penerjemah, pendamping perjalanan, pengawas
akun, agen bisnis, konsultan politik, dan rekan tim yang logis. Setelah
Thomas Hobbes melakukan pendidikannya, kemudian ia melanjutkan
pekerjaan di beberapa negara seperti Inggri dan Paris.
B. Pemikiran Thomas Hobbes Mengenai Kuasa Negara

Konsep Negara yang dijelaskan oleh Thomas Hobbes ialah tentang


negara kekuasaan (machstaat), tentu saja negara yang memiliki kekuasaan
ini tentu berdasarkan pembangun yang ada di dalamnya, salah satunya
yaitu kontrak sosial, dasar pemikiran yang membuat Hobbes memikirkan
tentang konsep yang ada di suatu negara berawal dari pola sosio-historis
baik dalam ruang lingkup politik yang selalu dilakukan oleh manusia.
Hobbes mengatakan bahwasannya manusia itu tidak bisa hanya didekati
atau menggunakan pendekatan dengan melakukan normative-religious,
karena menurut penuturan yang dikatakan Hobbes, menggunakan
pendekatan normative-religious ini akan mengakibatkan manusia malah
menjauh dari realitas sosial yang ada. Hobbes sendiri menyarankan atau
memiliki pandangan bagaimanakah cara terbaik jika pendekatan
normative-religious hanya menjadikan manusia jauh dari realitas sosial
yang ada, Hobbes pun mempunyai pemikiran bahwa kita sesama manusia
melihat makhluk sosial yang lain dengan menganalogikan sebagai alat-alat
yang mekanis juga menggunakan pendekatan yang lebih signifikan yakni
matematis-geometris.
Francis Bacon adalah orang yang pertama dan berhasil membuat
Thomas Hobbes mengeluarkan pemikiran-pemikiran tentang konsep
negara ini, Bacon menyarankan kepada Hobbes bahwasannya penggunaan
akan nalar lebih penting digunakan juga di dalam ilmu pengetahuan itu
sendiri, metode-metode yang sangat experimental juga wajib dilakukan.
Bacon pun telah berhasil menggunakan asas politik otoritarianismesnya
yang berhasil digunakan kembali oleh Thomas Hobbes. Kita semuanya
sama di mata Tuhan, kesetaraan, yang tentu saja kita dapat dengan
mudahnya untuk melakukan apa yang ingin dilakukan, salah satunya yaitu
tidak lain dan tidak bukan memuaskan hawa nafsu. Manusia akan selalu
memiliki cara untuk menempuh baik dengan jalan yang benar maupun
salah, terkadang tidak peduli akan keberadaan sekitar yang terpenting
tujuan yang ia kehendakinya terpenuhi. Namun terkadang, di dalam diri
manusia pun tidak semuanya berbau hal yang negative, memuaskan hawa
nafsu. Tentu saja manusia mempunyai sisi baik yang terkadang apa yang
melenceng dari peraturan, norma maupun hukum yang berlaku tidak
seharusnya dilakukan. Naluri baik dan buruk ini merupakan kodrati yang
diberikan sang Ilahi kepada manusia, tentu saja Hobbes pun
memanfaatkan naluri manusia ini untuk lebih memahami akan
keberlangsungan mahkluk sosial ini. Kesenangan akan kebahagiaan tentu
saja akan terus diperjuangkan oleh setiap manusia dan rasa sakit, kecewa
bahkan penderitaan yang dialami akan sangat dijauhi dari kehidupannya.
Tentu saja Hobbes pun telah memikirkan tentang naluri alamiah yang ada
pada manusia ini yang tentu saja membuat manusia berpikir bagaimana
cara menggunakan nalurinya untuk suatu hal yang ingin ia dapatkan. Tidak
dapat dipungkiri lagi bahwasannya dasar pemikiran naluri ilmiah yang
dimiliki manusia inilah yang membuat manusia sering berseteru dengan
manusia lainnya,
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan manusia menjadi atau
memiliki rasa persaingan antar sesama manusia lainnya, diantaranya :
1. Anti sosial yang menjadi watak akan setiap keberadaan manusia,
yang dimana kepuasan tertinggi merupakan punyak kebahagiaan
tersendiri dan tentu saja dimana untuk mencapai kebahagiaan
tersebut, tidak peduli dengan cara apapun mendapatkannya maka
pergesekan antar sesame manusia bisa terus saja terjadi.
2. Manusia tentu saja memiliki tingkat kodrati yang sama dengan
manusia lainnya, kesetaraan. Dikutip dalam Leviathan Hobbes
“Alam telah menjadikan manusia sama, dalam kemampuan
tubunya dan akal (bahwa) yang paling lemah pun memiliki cukup
kekuatan untuk membunuh yang paling kuat, baik dengan senjata
rahasia, atau bersekutu dengan yang lainnya.” Berdasarkan dari
apa yang Hobbes katakan, bahwa manusia pun cenderung memiliki
rasa lemah meskipun dia memiliki fisik dan tubuh yang kuat.
Semuanya sama tidak ada yang lemah maupun kuat, namun
dengan cara apakah kita bisa melakukan hal tersebut,
melakukannya lebih dulu sebelum orang lain atau tertikam dan
termakan umpan.
3. Agama terkadang menjadi faktor perseteruan antar sesama
manusia, timbulnya ketegangan dan tidak sering menimbulkan
konflik. Terkadang apa yang memotivasi seseorang akan
kebenaran dan atas nama Tuhan pun dilakukan jika diharuskan
untuk membunuh orang yang bersalah menurutnya.

Hidup manusia ketika apa yang dinamakan negara, pemerintahan


dan kekuasaan bahkan norma yang berlaku sungguh jauh dari apa yang
dikatakan layak. Ketika alam menjadi titik ukur dalam melaksanakan
kehidupan, hukum alam yang selalu melekat pada diri manusia ketika
negara belum terbentuk. Yang kuat bertahan, sedangkan yang lemah pasti
saja tersingkirkan, Lalu melihat hal ini, Hobbes pun berusaha
merealisasikan konsep negara, yang menurutnya Konsep negara yang baik
itu harus berdasarkan Leviathan. Leviathan ini adalah mahkluk laut yang
ganas, yang tentu saja pasti akan ditakuti oleh kawanan sekitarnya dan
juga pasti ketika kita takut akan sesuatu tentu saja kita akan mematuhi
perintahnya. Hobbes pun mengkonsepkan negara leviathan sebagai
landasan negara dalam menjalankan kekuasaannya (Machstaat). Ketika
Negara pun berdasarkan Leviathan akan ditakuti dan dipatuhi
peraturannya sehingga tidak adanya orang-orang yang melanggar akan
hukum.
Hobbes yang dari awalnya sudah memiliki pemikiran filsafat akan
manusia, tentu saja jika melihat dasar dari pemikiran manusia itu sendiri
setiap individu tentu mengharapkan kesejahteraan akan hidupnya, hidup
tentram, tenang, damai, kebahagiaan selalau datang menghampiri dan
sedikit akan kecewa. Ia pun berpendapat bahwasannya manusia itu
cenderung tidak bersifat sosial, lebih kea rah mementingkan diri sendiri,
kebahagiannya sendiri dan Hobbes pun menganalogikan bahwa manusia
itu seperti serigala di mata manusia yang lain, ini disebut dengan Homo
Homini Lupus. Maka daripada itu lah, Hobbes pun mengemukakan
pandangannya terhadap negara itu sebagai leviathan, tentu saja negara
yang sangat kokoh berdiri dalam menjalankan roda pemerintahan, punya
aturan yang wajib dilaksanakan, dan mempunyai ketakutan terhadap
warga negaranya. Ketakutan disini bisa diartikan tidak adanya warga yang
melanggar hukum, melanggar aturan yang berlaku, hidup berdampingan,
sejahtera dan tidak adanya manusia yang saling berseteru bahkan
memangsa atau saling membunuh antar sesama manusi. Tentu saja negara
tidak mungkin sewenang-wenang dalam melakukan apa saja, dalam artian
membuat hukum yang berlaku, yang harus dilakukan negara itu sendiri
tentu saja jika ada warga yang mentaati peraturan, tidak melanggar norma
aturan yang berlaku. Negara disini memposisikan sebagai tempat yang
memberi rasa nyaman dan keamanan kepada setiap warganya. Ini
merupakan reward ketika para warga negara mentaati dan menghormati
aturan yang berlaku. Namun jika negara kondisinya tidak sesuai fakta di
lapangan yang terjadi, tidak kembali kepada peraturan yang seharusnya
negara memberi rasa aman, nyaman, tentram ini tidak dilakukan maka
konsep negara leviathan itu sendiri tidak terjadi. Takut disini bisa
diartikan jika negara membuat peraturan dan aturan yang mengikat dan
berlaku, maka warga negara wajib mentaati dan mematuhinya. Jika
terdapat penyelewengan dan pelanggaran terhadap hukum tersebut, maka
para pelanggarnya harus di hukum sebagaimana mestinya sehingga
menimbulkan efek jera di kemudian hari.
Maka daripada itu, kontrak sosial diperlukan dalam menjalankan
negara, karena kontrak sosial ini menjalin hubungan antara pengurus
negara (yang mungkin saja presiden, raja bahkan perdana menteri) kepada
rakyatnya yang selaku sebagaimana syarat terbentuknya suatu negara dan
orang yang dipimpinnya. Teori kontrak sosial ini terjadi dan digunakan
ketika manusia yang asalnya tidak memiliki aturan yang mengikat, faktor
alam yang menjadi penentu, hidup anti sosial yang lebih mementingkan
diri sendiri. Di dalam kontrak sosial disebutkan bahwa mari kita hidup
bersama, mementingkan kepentingan orang banyak daripada kepentingan
pribadi sehingga kesejahteraan dan perdamaian akan terjadi. Oleh karena
itu, semua hajat hidup masyarakat ini baik itu kebahagiaan, ketentraman,
rasa aman, rasa dilindungi oleh hukum sepenuhnya telah diserahkan
kepada pemimpin negara yang harus dikelola dengan baik supaya
terbentuk lah apa itu konsep negara yang baik. Ini dilakukan karena
sejatinya manusia itu adalah makhluk sosial yang seharusnya hidup
berdampingan, bergantung kepada orang lain dan tidak saling berseturu
bahkan membunuh. Karena menurut Hobbes itu sendiri, kepatuhan warga
negara merupakan ciri khas dari negara kekuasaan.
Kekuasaan negara menurut Thomas Hobbes itu harus absolut, yang
dimana tidak ada pembagian kekuasaan kepada legislative, eksekutif dan
yudikatif maupun ke dalam entitas sistem pemerintahan yang lain. Karena
menurutnya, ketika negara mempunyai kekuatan absolut, yang hanya
terfokus pada satu kekuasaan saja, maka masyarakat akan mudah untuk
mematuhi peraturan yang berlaku dan juga meminimalisir terjadinya
pandangan ganda terhadap negara itu sendiri. Bahkan menurut Thomas
Hobbes, para pemuka agamapun adalah pemimpin negara itu sendiri, dan
Agama hanya boleh ada jika pemimpin negara tersebut menghendakinya.
C. Bagaimana jika pemikiran Thomas Hobbes Diterapkan di Era
Sekarang
Gelombang demokrasi yang kian merajalela telah membuat hampir
banyak negara meninggalkan sistem lama dari pemerintahan yang otoriter
kemudian mengalami pergerakan ke sistem demokrasi baru. Tetapi, masih
ada negara yang mempertahankan sistem kerajaan atau monarki. Salah
satunya adalah Inggris, Inggris merupaka negara yang menganut sistem
pemerintahan monarki atau kerajaan. Dulu, Inggris dalam sejarahnya
pernah menjadi negara yang monarki absolut, tetapi berbeda dengan
status monarki negara inggris yang sekarang yang menganut sistem
pemerintahan monarki konstitusional atau pemerintahan parlementer,
dengan adanya sistem ini, maka kekuasaan dipegang oleh perdana menteri
dan kebinet-kebinet lain. Hal ini menandakan bahwa Inggri bukan lagi
sebagai negara monarki absolut, dimana kekuasaannya hanya dipegang
oleh raja atau satu etnis saja, melainkan Inggris sekarang telah melakukan
reformasi yang menuju ke arah lebih baik.
Berdasarkan pemikiran Thomas Hobbes yang merupakan pemikir
mengenai kuasa negara dengan segala peraturannya, jika dikaitkan dengan
sekarang maka kepemimpinan yang otoriter dan monarki otokratis atau
absolut yang diusulkan Hobbes tidak berlaku lagi saat ini atau di era
sekarang, karena hak asasi manusia yang paling mendasar yaitu
kebebasan, telah sangat dijaga dan dijungjung tinggi, kemudian
pembatasan kebebasan individu atau warga negara untuk
mengekspresikan dan mengungkapkan pendapat merupakan sebuah
peristiwa yang menandakan kemunduran bagi suatu negara. Model
monarki otoktaris atau absolut tidak lagi sesuai dengan perkembangan
daripada sistem mengenai negara modern seperti sekarang. Bukan tidak
mungkin dan masih ada negara yang menganut sistem monarki absolut,
tetapi akan timbul banyak spekulasi dan pertanyaan apakah negara yang
menganut monarki absolut tersebut bisa sejalan dengan sistem yang
berkembang sekarang atau tidak yaitu sistem demokrasi.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Konsep negara menurut Thomas Hobbes adalah kekuasaan negara


(Machstaat). Kekuasaan negara yang hampir tidak terbatas. Dimana,
kekuasaan tersebut hanya dikuasai oleh satu entitas atau satu orang saja.
Lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak dipisahkan tetapi
dikendalikan oleh satu orang, sedangkan kekuasaan negara bentuk
sistemnya adalah monarki otokratis atau monarki absolut, dengan raja
memegang berbagai kekuasaan, terpusat atau sentralistis dan otoriter.
Oleh karena itu, kemutlakan kekuasaan yang dipegang raja menurut
Hobbes memang harus mencakup semua jenis kekuasaan, dan jenis
kekuasaan apapun jika terbagi-bagi atau dengan kata lain tidak hanya raja
yang mempunyai kekuasaan maka akan menimbulkan perebutan
kekuasaan atau distribusi kekuasaan di antara para pemilik kekuasaan dan
hal tersebut tidak baik menurut Hobbes. Raja juga harus berperan sebagai
pemuka agama. Oleh karena itu, pandangan Hobbes tentang sistem
kekuasaan negara lebih condong pada sistem kekuasaan monarki yang
dipimpin oleh raja dan keturunannya.
B. SARAN

1. Pemikiran mengenai kuasa negara oleh Thomas Hobbes diharapkan


dapat menjadi acuan untuk pembaca memahami bagaimana sistem
moarki absolut berjalan menurut pemikiran Hobbes, dan dapat
membandingkan sistem monarki yang dahulu dengan yang sekarang
atau membandingkan dengan sistem demokrasi yang berkembang
sekarang.
2. Kepada peneliti dan penulis selanjutnya, penulis menyarankan agar
lebih banyak lagi mencantumkan referensi mengenai pemikiran kuasa
negara oleh yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes.
DAFTAR PUSTAKA

Nursanik, N., & Mursidah, I. (2021). KRITIK NALAR PEMIKIRAN POLITIK


THOMAS HOBBES. Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik
Ketatanegaraan, 11(2), 18-45.

Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta:


Kanisius. Hal. 227-236.

Harun Hadiwijono. 1983. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta:


Kanisius. Hal. 32-35.

Syam, Firdaus. 2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta. Bumi Aksara

Jessop, T. E. (1960). Thomas Hobbes.

Pavin Chachavalpongpun, ‘Kerajaan di Asia Tenggara’ Universitas Kyoto.

Anda mungkin juga menyukai