Anda di halaman 1dari 18

TEORI KONFLIK SOSIAL (LEWIS A.

COSER)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teori-teori Sosiologi
Terapan Yang diampu oleh:

Drs. H. Ayi Budi Santosa, M. Si.

Disusun Oleh :

Novel Junika R 1600430


Ridho Dwi Adinugroho 1601024
Ananda Citra Persada 1603868
Muhamad Bintang R 1603965

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Teori Konflik Sosial menurut Lewis A. Coser.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Teori Konflik
Lewis A. Coser memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, Desember 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................3
1.1. Latar Belakang......................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................4

1.4. Manfaaat Penulisan...............................................................................4

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................5
2.1. Biografi Lewis A. Coser.......................................................................5

2.2. Awal Mula Munculnya Teori Konflik..................................................7

2.3. Perkembangan Teori Konflik menurut Lewis A. Coser........................8

2.4. Implementasi Teori Konflik Lewis A. Coser terhadap fenomena


Masyarakat..........................................................................................11

BAB 3 PENUTUP...................................................................................15
3.1. Simpulan.............................................................................................15

3.2. Saran....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................16

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fenomena sosial dalam masyarakat banyak ragamnya kadang kala
fenomena sosial berkembang menjadi suatu masalah sosial akibat perbedaan
cara pandang mengenai Fenomena tersebut. Dalam menyelesaikan masalah
sosial dibutuhkan suatu teori untuk menyelesaikannya. Teori- teori tersebut
lahir dari pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari. Karena setiap individu mengalami pengalaman yang berbeda maka
teori yang muncul juga akan berbeda pula antara satu individu dengan
individu lainnya. Disimpulkan bahwa tidak ada teori yang dapat menyeluruh
membahas mengenai masalah sosial di masyarakat.
Tentunya konflik atau perselisihan yang terjadi dalam masyarakat,
seringkali dianggap sebagai suatu masalah yang sangat kompleks, di mana
kedua belah pihak yang sedang bertikai atau berselisih tidak mampu
menciptakan suatu perdamaian, baik dalam relasi maupun dalam kehidupan
sosial lainnya. Lewis A. Coser, seorang ahli sosioligi terkenal dari Amerika
justru mempunyai pandangan lain terhadap konflik. Coser berpendapat
bahwa konflik justru memiliki “fungsionalitas” positif dalam masyarakat.
Teori konflik yang dikembangkan Coser disebut Fungsionalisme Konflik
Sosial. Asumsinya dengan kombinasi maka kedua teori itu akan menjadi
lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri.
Menurut paradigma fakta sosial kehidupan masyarakat dilihat sebagai
realitas yang berdiri sendiri. Lepas dari persoalan apakah individu-individu
anggota masyarakat itu suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, oser
menggambarkan konflik sebagi perselisihan mengenai nilainilai atau
tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumbersumber
kekayaan yang dari persediaannya tidak mencukupi.Cosermenyatakan,
perselisihan atau konflik dapat berlangsung antar individu,kumpulan
(Collectivities), atau antara individu dan kumpulan.Bagaimanapun, konflik
antar kelompok maupun intra kelompok senantiasa ada ditempat. rang hidup
bersama. Menurut Coser konflik juga merupakan unsur interaksiyang

3
4

penting, dan sama sekali tidak boleh dikatakan bahwa konflik selalutidak
baik atau memecah bela ataupun merusak. Konflik bisa saja menyumbang
banyak kepada kelesatarian kelompok dan mempererat
hubungan antar anggotanya seperti menghadapi musuh bersama dapat
mengintegrasikan orang, menghasilkan solidaritas dan keterlibatan, dan
membuat orang lupa akan perselisihan internal mereka sendiri.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka disini kami dapat
merumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Siapakah Tokoh Lewis A. Coser?


2. Bagaimana awal munculnya Teori Konflik?
3. Bagaimana perkembangan teori konflik Lewis Coser?
4. Bagaimana implementasi teori di masyarakat?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tokoh Lewis A. Coser.
2. Untuk mengetahui awal munculnya Teori Konflik
3. Untuk mengetahui perkembangan teori konflik menurut Lewis A.
Coser.
4. Untuk mengetahui pengimplementasian teori di masyarkat.

1.4. Manfaaat Penulisan


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:

1. Kita dapat mengetahui Tokoh Lewis Coser


2. Dapat mengetahui kapan munculnya serta penyebab awal mula Teori
Konflik
3. Dapat memahami perkembangan teori konflik
4. Dapat memahami implementasi teori tersebut jika diterapkan di
masyarakat
5

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Biografi Lewis A. Coser
Lewis Coser, atau yang memiliki nama lengkap Lewis Alfred
Coserdilahirkan dalam sebuah keluarga borjuis Yahudi pada 27 November
1913, di Berlin, Jerman. Coser memberontak melawan atas kehidupan kelas
menengah yang diberikan kepadanya oleh orang tuanya, Martin (seorang
bankir) dan Margarete (Fehlow) Coser. Pada masa remajanya ia sudah
bergabung dengan gerakan sosialis dan meskipun bukan murid yang luar
biasa dan tidak rajin sekolah tetapi ia tetap membaca voluminously sendiri.
Ketika Hitler berkuasa di Jerman, Coser melarikan diri ke Paris, tempat ia
bekerja serabutan untuk mempertahankan eksistensi dirinya. Ia menjadi
aktif dalam gerakan sosialis, bergabung dengan beberapa kelompok-
kelompok radikal, termasuk organisasi Trotskyis yang disebut "The Spark."
Pada tahun 1936, ia akhirnya mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih
baik, menjadi seorang ahli statistik untuk perusahaan broker Amerika. Dia
juga terdaftar di Sorbonne sebagai mahasiswa sastra komparatif tetapi
kemudian mengubah fokus untuk sosiologi. Pada tahun 1942 ia
menikah dengan Rose Laub dan dikaruniai dua orang anak, Ellen dan
Steven. Pada tahun 1948, setelah periode singkat sebagai mahasiswa
pascasarjana di Columbia University, Coser menerima posisi sebagai tenaga
pengajar ilmu sosial di Universitas Chicago.
Pada tahun yang sama, ia menjadi warga negara AS naturalisasi.
Pada tahun 1950, ia kembali ke Universitas Columbia sekali lagi untuk
melanjutkan studinya, menerima gelar doktor pada tahun 1954. Ia diminta
oleh Brandeis University di Waltham, Massachusetts pada tahun
1951 sebagai seorang dosen dan kemudian sebagai profesor sosiologi. Dia
tetap di Brandeis, yang dianggap sebagai surga bagi kaum liberal, sampai
1968. Buku Coser tentang Fungsi Konflik Sosial adalah hasil dari disertasi
doktoralnya. Karya-karya lainnya antara lain adalah; Partai Komunis
Amerika: A Critical History (1957), Men of Ideas (1965), Continues in the
Study of Sosial Conflict (1967), Master of Sosiological Thought (1971) dan
6

beberapa buku lainnya disamping sebagai editor maupun distributor


publikasi. Coser meninggal pada tanggal 8 Juli 2003, di Cambridge,
Massachusetts dalam usia 89 tahun.

Coser membedakan konflik yang realistis dari yang tidak realistis.


Konflik yang realistis berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan
khusus yang
terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para
partisipan dan yang ditunjuk pada objek yang dianggap
mengecewakan. Sedangkan konflik yang non-realistis, yakni konflik yang
bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari
kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak
(Chotimah, 2015, hlm. 1). Latar belakang munculnya pemikiran Coser
tentang fungsi konflik sosial dapat dijelaskan dengan melihat kondisi
inlektual, sosial dan politik pada saat itu. Kondisi intelektual adalah respon
Coser atas dominasi pemikiran teori struktural fungsional dari Talcot
Parsons dan Robert K. Merton yang merupakan orientasi teoritis dominan
dalam sosiologi Amerika pada pertengahan tahun 1950. Teori struktural
fungsional sangat menekankan prosesproses sosial yang didasarkan pada
nilai atau konsensus normatif, keteraturan dan keselarasan. Teori ini juga
memandang masyarakat berada dalam posisi yang aman, damai tentram,
bersatu tanpa ada konflik diantara mereka (Rofiah,2016. Hlm 473).
Teori konflik yang dikembangkan Coser disebut Fungsionalisme
Konflik Sosial. Asumsinya dengan kombinasi maka kedua teori itu akan
menjadi
lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri.Kedua teori
ini mengandung kebenaran tetapi tidak mampu menjelaskan
kenyataan sosial secara menyeluruh, karena nyatanya masyarakat itu
sesekali terlibat konflik, tetapi sesekali juga terlibat
kesepakatankesepakatan.
Coser mendasarkan analisanya dalam ”The Functions of Social
7

Conflict ”pada ide-ide Simmel bahwa konflik merupakan salah satu


bentuk interaksi sosial yang dasar, dan bahwa proses konflik
dihubungkan dengan bentuk-bentuk alternatif seperti kerjasama.
Coser bukan tidak setuju dengan tekanan Parson pada tingkat
analisa sistem sosial, juga tidak sepenuhnya mengikuti Simmel
bahwa analisa sosial harus dipusatkan terutama pada bentuk-bentuk
interaksi. Coser pada prinsipnya memiliki pandangan utama bahwa
konflik tidak harus merusakkan atau bersifat disfungsional.
Coser menyatakan bahwa konflik sosial seringkali diabaikan oleh para ahli
sosiologi, karena mereka cenderung menekankan pada sisi yang negatif
yakni bagaimana telah meremehkan tatanan, stabilitas dan persatuan;
pendek kata menggambarkan suatu keadaan yang terpecah belah. Coser
ingin memperbaikinya dengan cara menekankan pada sisi konflik yang
positif yakni bagaimana
konflik itu dapat memberi sumbangan pada ketahanan dan adaptasi dari
kelompok, interaksi dan sistem sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa konflik
adalah merupakan
suatu gejala yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia.
Namun, konflik yang terjadi dalam masyarakat bukanlah suatu
persoalan yang tidak dapat diselesaikan. Coser mengatakan bahwa
“tidak selamanya konflik berkonotasi negatif (Rofiah, 2016, hlm. 476)
Menurut Lewis Coser, Konflik tidak saja mengarah kepada perubahan
sosial tapi juga mempererat integrasi sosial Coser berusaha memahami
berbagai segi positif dari konflik selain dampak perubahan sosialnya bagi
keberlangsungan suatu masyarakat (Wardana, 2016, hlm. 8).

2.2. Awal Mula Munculnya Teori Konflik


Lewis A. Coser lahir di kota Berlin, tahun 1913. Setelah perang dunia
II, Lewis A. Coser mengajar di Universitas Chicago. Lewis A. Coser
mendapat gelar Ph.D dari Universitas Columbia pada tahun 1968. Selain itu
gelar guru besar Coser didapat dari Universitas Bramdeis dan di universitas
inipula Coser banyak berkiprah di dunia Sosiologi. Pada tahun 1975, Coser
terpilih menjadi Presiden American Sosiologycal Assosiation (ASA). Coser
8

meninggal pada tanggal 8 Juli 2003, di Cambridge, Massachusetts dalam


usia 89 tahun.
Dalam teori konflik yang dikemukakan Coser ini, ia banyak
mengutip dan mengembangkan gagasan dari George Simmel, Coser
mengambil pembahasan konflik dari Simmel, mengembangkan proposisi
dan memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi-
kondisi dimana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila
terjadi secara negative akan memperlemah kerangka masyarakat. (Margaret,
1987, hlm. 106-108).
Teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser sering kali
disebut teori fungsionalisme konflik karena ia menekankan fungsi konflik
bagi sistem sosial atau masyarakat. Didalam bukunya yang berjudul The
Functions of Social Conflicts, Lewis Coser memusatkan perhatiannya pada
fungsi-fungsi dari konflik. Dari judul itu bisa dilihat bahwa uaraian Coser
terhadap konflik bersifat fungsional dan terarah kepada pengintegrasian
teori konflik dan teori fungsionalisme structural. Salah satu hal yang
membedakan Coser dari pendukung teori konflik lainnya ialah bahwa ia
menekankan pentingnya konflik untuk mempertahankan keutuhan
kelompok. Pada hal pendukung teori konflik lainnya memusatkan analisa
mereka pada konflik sebagai penyebab perubahan sosial. (Bernard, 2007,
hlm. 82-83)
Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau
lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali
identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur kedalam dunia
sosial sekelilingnya. Di dunia internasional kita dapat melihat bagaimana
konflik, apakah dalam bentuk tindakan militer atau di meja perundingan,
mampu menetapkan batas-batas geografis nasional (Margaret, 1987, hlm.
108-109)

2.3. Perkembangan Teori Konflik menurut Lewis A. Coser


Menurut Khusniati (2016, hal. 474) mengemukakan bahwa teori
tentang fungsinonal sosial konflik adalah salahsatu teori konflik yang
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1956 melalui karya Lewis Coser
9

yang berjudul “The Functions of Social Conflict” yang diangkat dari


desertasi doktoralnya. Teori konflik ini merupakan teori konflik modern
pada saat itu. Coser lebih memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi
konflik yang membawa penyesuaian sosial yang lebih baik daripada
menyoroti disfungsional konflik sebagaimana teori struktural sebelumnya
Pada umumnya istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian
fenomena pertentangan dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik
kelas sampai pada pertentangan dan peperangan internasional. Konflik
dalam pandangan Coser adalah perjuangan atas nilai-nilai dan menuntut
status yang langka, kekuasaan dan sumber yang menetralisasikan tujuan-
tujuan lawan untuk melukai atau mengeliminasi lawan-lawan mereka
(Khusniati, 2016, hal. 475)
Menurut pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa teori konflik
yang dikemukakan oleh Coser merupakan suatu teori yang dimana sebuah
konflik itu memiliki fungsi atau manfaaat sosial untuk mencapai tujuan
tertentu. Dengan adanya konflik diharapkan sebuah tujuan akan tercapai
atau terpenuhi.
Menurut Khusniati (2016, hal. 475-476) mengemukakan bahwa Coser
memadukan anatar dua teori, yakni teori fungsional struktural vs teori
konflik. Oleh karena itu, teori yang dikembangkan oleh Coser disebut
Fungsionalisme Konflik Sosial. Asusminya dengan kombinasi maka kedua
teori itu menjadi kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri. Kedua teori
ini mengandung kebenaran tetapi tidak mampu menjelaskan kenyataan
sosial secara menyeluruh, karena nyatanya masyarakat itu sesekali terlibat
konflik, tetapi sesekali juga terlibat kesepakatan-kesepakatan. Coser
berusaha menyempurnakan sebuah teori sosial yang ada, agar dapat
menjelaskan kenyataan sosial secara menyeluruh.
Dalam membahas berbagai konflik, Coser membedakan konflik
menjadi dua, yakni konflik yang realistik dan konflik yang tidak realistik.
Pertama konflik realistik memiliki ciri-ciri, yakni a) berasal dari
kekecawaan terhadap tuntutan–tuntutan khusus yang terjadi dalam
hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan dan
10

yang diarah pada objek yang frustasi. Di samping itu, konflik merupakan
keinginan untuk mendapatkan sesuatu; b) konflik merupakan alat untuk
mendapatkan hasil-hasil tertentu. Langkah-langkah untuk mencapai hasil ini
jelas disetujui oleh kebudayaan mereka. Dengan kata lain, konflik realistik
sebenarnya mengejar: power, status yang langka, resources (sumber daya)
dan nilai-nilai; c) konflik akan berhenti jika aktor menemukan pengganti
yang sejajar dan memuaskan untuk mendapatkan hasil akhir; d) konflik
realistik terdapat pilihan-pilihan fungsional sebagai alat untuk mencapai
tujuan (Setiyawan, 2018, hal. 7).
Dari ciri-ciri konflik realistik diatas jelas bahwa sebuah kelompok
orang melakukan konflik bertujuan untuk mendapatkan keuntungan atau
manfaat bagi kelompoknya. Ketika keuntungan atau manfaatnya telah
dicapai, kelompok orang akan berhenti berkonflik dan akan membuarkan
diri.
Kemudian yang kedua, ada konflik yang tidak realistik. Konflik kedua
ini kurang stabil. Pilihan-pilihan fungsional bukan sebagai alat tetapi objek
itu sendiri. Kepentingan yang berbeda bersatu dengan keinginan untuk
melakukan aksi permusuhan yang sebenarnya merupakan konflik realistik.
Namun, tidak sedikit elemen non realistik bercampur dengan perjuangan
yang dilakukan bersama-sama atau mendorong adanya peran tertentu
(Setiyawan, 2018, hal. 7).
Konflik yang kedua menurut Coser diatas mencoba mengungkapkan
bahwa orang yang ada di konflik bukan orang-orang yang memprakarsai
adanya konflik. Mereka hanya ikut dalam konflik karena memandang
semisal seuatu yang dikonflikan mereka anggap benar atau mereka merasa
empati.
Dalam cara menyelasaikan konflik, menurut Khusniati (2016, hal.
482) menyatakan bahwa Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai
jalan keluar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan-
hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam.
Katup penyelamat (safety-value) ialah salahsatu mekanisme khusus yang
dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik
11

sosial atau sautu meaknisme yang dipakai untuk mempertahnkan kelompok


yang mengahadapi konflik tanpa merusak hubungan kelompok itu sendiri.
Misalnya, rasa kekecewaan, marah terhadap kelompok dapat disalurkan
melalui lelucon, gambar atau lukisan dan lain sebagainya. Katup penyelamat
ini bisa berupa sebuah instititusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah
sistem atau struktur.

2.4. Implementasi Teori Konflik Lewis A. Coser terhadap fenomena


Masyarakat
Apabila kita kaitkan dengan teori Lewis Coser yang dijelaskan dalam
bukunya yang berjudul The Function of Social Conflict, Coser
mengembangkan gagasan dari George Simmel untuk kemudian
dikembangkan lagi menjadi pembahasan mengenai konflik yang menarik.
Pembahasan yang diciptakan Coser mengenai konflik antara lain, konflik
realistis, konflik non realistis, konflik in group, konflik out group, dan
fungsi konflik social. (Nursantari, 2018, hlm. 2)
Penulis mengambil salah satu contoh dari Novel karya Eka Kurniawan
yang berjudul O. Di dalam bukunya dijelaskan beberapa permasalah yang
dikaitkan dengan teori Konflik Sosial menurut Lewis Coser. Di dalam cerita
dijelaskan permasalahan mengenai konflik realistis,

Banyak monyet mulai berpikir bisa mengikuti jejak Armo Gundul untuk
menjadi manusia. Mereka pergi ke Rawa Kalong untuk bergabung dengan
sirkus topeng monyet, yang tak mereka ketahui, sebab mereka percaya
melalui sirkus semacam itulah seekor monyet bisa menjadi manusia.
sebagian besar di antara mereka mati hanya beberapa langkah setelah keluar
dari Rawa Kalong, saat harus menyeberang jalan toldan dihajar truk atau
sedan yang melintas cepat. Beberapa mungkin selamat melewati jalan tol,
tapi kemudian mati juga karena kelaparan (Nirsantari dalam Kurniawan,
2018: 5).
Bahwa dalam cerita diatas bisa kita analisis dilihat dari penyebab
konfliknya, koflik tersebut termasuk kedalam konflik realistis, karena
monyet yang kecewa karena keadaan disekitarnya tidak menunjukkan
adanya tanda yang dapat membantu dirinya menjadi seorang manusia, maka
ia pergi dari Rawa Kalong untuk menjadi seorang sirkus topeng monyet
12

karena menurutnya menjadi sirkus topeng monyet akan membantu menjadi


manusia. Menjadi sirkus topeng monyet dijalaninnya agar ia dapat
mengetahui apa saja yang dilakukan manusia kemudian ia akan
menirukannya.
Apabila kita kaitkan dengan fenomena didalam masyarakat saat ini,
rata-rata masyarakat pedesaan yang memang taraf hidup belum seperti
masyarakat kota ingin berubah seperti masyarakat yang hidup di kota. Maka
dilakukanlah urbanisasi untuk merubah hidup mereka. Namun hal itupun
tidak selalu berhasil ketika mereka hidup dikota, malah hal yang terjadi
adalah lebih buruk dari itu. Maka dari itu apabila kita kaitkan dengan teori
konflik social Lewis Coser hal ini terjadi karena kekeceweaan masyarakat
pedesaan yang taraf hifupnya tidak berubah seperti yang mereka inginkan,
maka dari itu melakukan urbanisasi ke kota untuk mengubah hidupnya.
Konflik yang kedua yaitu konflik non realistis, konflik non realistis
adalah konflik yang yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang
antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak
dari salah satu pihak. (Nursantari dalam Coser, 2018, hlm. 5).
Untuk menganalisis konflik yang kedua, penulis mengambil contoh
cerita dari sebuah Novel yang berjudul Kambing & Hujan Karya Mahfud
Ikhwan, terdapat permasalahan dalam cerita,

Pak kades, Pak Carik, Pak Kamituwo, Sarjan, Juga orang tua Nardi, Misno,
dan Jamari, tidak terima dengan perlakuan kami terhadap Mujibat dan
kawan-kawan. Malam itu juga kami berenam, ditambah Cak Ali, dibawa ke
mapolsek. Setelah menginap sehari semalam di mapolsek, kami sempat
dikembalikan ke rumah untuk menunggu proses berikutnya (Linggar dalam
Ikhwan, 2017, hlm. 8).
Dari cerita diatas bisa kita analisis, bahwasannya dapat dilihat banyak
yang membela Mujibat dalam kasus perkelahian yang terjadi dalam
pertunjukkan wayang. Padalah Mujibat sudah ditetapkan bersalah dalam
kasus ini, para pembela Mujibat tetap tidak terima terhadap keputusan
pengadilan. Mereka justru menuduh Cak Ali melakukan penyogokan kepada
hakim, karena Cak Ali dianggap dekat dengan tantara dan juga pejabat. Cak
Ali yang tidak bersalah justru dituduh tanpa ada alasan yang dapat
13

membuktikan bahwa Cak Ali memang bersalah dan melakukan penyogokan


di pengadilan.
Apabila kita kaitkan dengan fenomena masyarakat zaman sekarang
banyak yang memanipulasi sebuah permasalahan, seakan-akan yang
bersalah menjadi benar bahkan sebaliknya. Hal ini karena terdapat beberapa
kelompok yang memang merasa dirinya apabila disalahkan akan menjadi
suatu hambatan baginya.
Terdapat konflik yang ketiga ialah konflik in group, dalam karya
yang sama dari Mahfud Ikhwan yang mana konflik memang tidak selalu
berbentuk perlawanan yang ditandai dengan kekerasan, namun konflik
internal akan terjadi apabila terdapat perbedaan tujuan dalam sebauh
kelompok atau keluarga tersebut. Seperti yang dialami Miftah saat berbicara
kepada bapaknya tentang gadis yang sudah dikenalnya (Fauzia, anak dari
Muhammad Fauzan). Muhammad Fauzan adalah orang yang memiliki
aggapan berbeda dengan Iskandar. Iskandar merupakan seorang pengurus
masjid Utara (Muhammadiyah), sedangkan Muhammad Fauzan pengurus
masjid Selatan (Nahdatul Ulama). Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
cerita berikut

Meski dengan sedikit getar, semua akhirnya kelar. Mengalir juga.


Kenekatannya untuk dianggap telah dewasa menolongya bertutur. Itu
kalimat-kalimat paling aneh yang pernah ia ucapkan dihadapan bapaknya.
“Demikian, Pak.” Ia menutupnya dengan lega. Namun, juga waswas. Rasa
waswas itu beralasan ketika, setelah sekian lama, Mif tak menemukan wajah
terkejut. Tak juga ada rona gembira. Wajah bapaknya datar sajak kedataran
yang mengejutkan – akan lebih tepat jika disebut mengkhawatirkan. Ia tentu
tidak berharap orang tua di depannya itu marah, tetapi ia jauh lebih tidak
suka dengan kebekuan ini (Linggar dalam Ikhwan, 2017, hlm. 8-9).

Dilihat dari cerita tersebut dapat diketahui bahwa terdapat penolakan


yang tertahan dalam diri Iskandar. Ekspresi wajah yang datar dan tidak
adanya rona gembira yang tercemin dalam diri Iskandar tergambar jelas
pada mata Miftah. Pada situasi seperti ini, Miftah pasti berprasangka buruk
kepada Bapaknya dan mengartikan raut wajah sang Bapak sebagai
penolakan. Penolakan tersebut juga terlihat dari mata pandangan Iskandar
yang seolah kosong dan memikirkan sesuatu. Hal tersebut dapat dibuktikan
14

dengan lanjutan cerita, “Mata si Bapak menatap lurus ke arah anaknya,


tetapi si anak yakin mata tua itu tidak sedang memandangnya. Sepertinya,
ke sesuatu yang entah apa, di mana, dan kapan” (Linggar dalam Ikhwan,
2017, hlm. 9).
Apabila kaitkan hal ini dengan fenomena masyarakat sekarang, dalam
suatu ikatan keluarga pastilah terdapat suatu konflik, khususnya dalam
ruang lingkup yang ekcil yaitu keluarga. Hal ini tergambar jelas
bahwasannya dalam cerita tersebut terdapat prasangka buruk dari sang anak
kepada Bapaknya karena melihat dari rautan wajah sang Bapak, yang mana
dari Iskandar sendiri belum mengetahui secara pasti kejelasannya dari sang
Bapak, namun Iskandar menyimpulkan sendiri yang pada akhirnya dia
berprasangka buruk kepada Bapaknya.
Dan konflik yang terakhir adalah konflik out group, yang mana
dicerita yang sama dalam novel yang sama dijelaskan bagaimana adanya
suatu konflik yang dalam artian konflik ini berusaha untuk berjuang
melawan musuh dari luar, maka kelompok itu tidak mungkin memberikan
toleransi pada perselisihan internal. Kelompok tipe seperti ini berusaha
mempertahankan kesatuan dalam kelompoknya dan akan beraksi pada setiap
usaha yang akan meninggalkan kelompok itu. Hal ini diceritakan kembali
dalam novel yang sama,

Sidang di balai desa itu ditonton banyak orang. Para perangkat desa
sepertinya memang sengaja ingin mempermalukan Cak Ali dan kita semua
di depan banyak orang. Di antara kerumunan itulah ada yang teriak -teriak.
Si Suwarjo itu salah satunya. Katanya Cak Ali itu PKI, PKI yang mau
merusak ketenangan Centong yang hampir seluruhnya Masyumi. (Linggar
dalam Ikhwan, 2017, hlm. 9).
15

BAB 3
PENUTUP
3.1. Simpulan
Coser merupakan sosiolog yang mengembangkan teori konflik dari
George simmel. Oleh karena banyaknya analisa kaum fungsionalis yang
melihat bahwa konflik adalah disfungsional bagi suatu kelompok, coser
mencoba untuk menjelaskan kondisi-kondisi di mana secara positif, konflik
membantu memperrtahankan struktur social dan mencegah pembekuan
social. Konflik sebagai proses sosial dapat merupakan mekanisme di mana
kelompok - kelompok dan batas batasnya dapat terbentuk dan
dipertahankan. Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi masyarakat.
Jika bisa dikelola dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan hal-hal
yang positif. Misalnya, sebagai pemicu perubahan dalam masyarakat,
memperbarui kualitas keputusan, menciptakan inovasi dan kreativitas,
sebagai sarana evaluasi, dan lain sebagainya.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik
tidak dikelola dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak
negatif dan merugikan bagi masyarakat. Coser membedakan antara konflik
in group dengan out group, antara nilai inti dengan masalah yang bersifat
pinggiran, antara konflik yang menghasilkan perubahan structural lawan
konflik yang disalurkan lewat lembaga lembaga katup penyelamat (safety
valve). Di samping itu coser juga menjelaskan mengenai konflik realistis
dan konflik non relaistis. Keseluruhan teori tersebut merupakan faktor factor
yang menetukan fungsi konflik sebagai suatu proses sosial.

3.2. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan mengenai Teori
Konflik menurut Lewis A. Coser dengan sumber- sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Teori Konflik Sosial
sebaiknya perlu diterapkan oleh pendidik kepada peserta didik agar sesuai
16

dengan tuntutan kurikulum yang berlaku saat ini. Kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan dikemudian hari.
17

DAFTAR PUSTAKA
Buku:

Poloma, M. M. (1987). Sosiologi Kontemporer. Jakarta: CV Rajawali.

Raho, B. SVD. (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Jurnal:

Linggar, S. W. E. (2017). Konflik Sosial dalam Novel Kambing & Hujan Karya
Mahfud Ikhwan (Kajian Konflik Sosial Lewis A. Coser). Jurnal Bapala,
5(1). 1-13.

Nursantari, R. A. (2018). Konflik Sosial dalam Novel O Karya Eka Kurniawan


(Kajian Konflik Sosial Lewis A. Coser). Jurnal Bapala, 5(2). 1-7.

Website:

Chotimah. (2015). Teori Konflik Sosial Lewis Coser. Jurnal. Diakses dari
http://digilib.uinsby.ac.id/4281/6/Bab%202.pdf.

Khusniati, R. (2016). Dinamika Relasi Muhammadiyah dan NU Dalam Perspektif


Teori Konflik Lewis A. Coser. Conaplin Journal: 469 KALAM, P-ISSN:
0853-9510 E-ISSN: 2540-7759 http://ejournal ..., 10, (2). Diakses dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM/article/download/10/10

Rofiah, K. (2016). Dinamika Relasi Muhammadiyah dan NU Dalam Perspektif


Teori Konflik Fungsional Lewis A. Coser. Jurnal. Diakses dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/KALAM/article/download/10/10

Setiyawan, K. B. (2018). Teori-Teori Sosiologi Modern Teori Konflik Lewis A.


Coser. Diakses dari
http://www.researchgate.net/publication/327497761_LEWIS_COSER_BIO
GRAPHY (PDF) LEWIS COSER BIOGRAPHY – ResearchGate

Wardana, A. (2014). Teori Konflik Non Marxis. Jurnal. Diakses dari


http://staffnew.uny.ac.id/upload/132309998/pendidikan/Handout+Kuliah+0
6+Teori+konflik+2+Non+Marxist+(TSK)+(Wardana).pdf.

Anda mungkin juga menyukai