Anda di halaman 1dari 10

Makalah

KAJIAN GENDER

LANDASAN TEORITIS SOSIOLOGIS PEMAHAMAN GENDER

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Kajian Gender.

Dosen Pengampuh: Silvia Tabah Hati, M.Si

Disusun Oleh:

RIAN RIFKI ELIANDY (0309193098)

EN RISKINTA TUMANGGOR (0309193105)

PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini pada
tepat waktu. Tak lupa pula shalawat serta salam kita ucapkan kepada junjungan Nabi
Besar Muhammad SAW. beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh ummatnya
yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Kajian
Gender. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Kajian Gender
yaitu ibu Silvia Tabah Hati, M.Si., yang telah memberikan kami tugas makalah ini.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Karena itu kami mengharapkan kritik dan saran konstruktif demi perbaikan
penulisan ini di masa yang akan datang. Harapan kami semoga penulisan makalah ini
bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak. Amiin.

Medan, 06 Oktober 2022

Kelompok II

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................... 3

BAB I ........................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4

I. Latar Belakang ................................................................................................... 4

II. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4

III. Tujuan ............................................................................................................ 4

BAB II ......................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

A. Teori Struktural Fungsional ................................................................................ 5

B. Teori Konflik ..................................................................................................... 6

C. Interaksionisme Simbolik ................................................................................... 7

BAB III ........................................................................................................................ 9

PENUTUP ................................................................................................................... 9

A. Kesimpulan ........................................................................................................ 9

B. Kritik dan Saran ................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 10

3
BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Konsep gender sangatlah beragam, namun demikian terdapat satu garis besar dari
pemahaman tentang gender, yaitu suatu konstruksi sosial masyarakat terhadap
perbedaan status dan peran yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam menjalani
kehidupan sehari-harinya.

Berbicara mengenai gender, sering kali seseorang itu kemudian mengaitkannya


dnegan jenis kelamin atau sex. Padahal, konsep diantaranya sangatlah berbeda. Jika alat
kelamin menyinggung pada kodrat yang diterima oleh manusia sebagai anugrah dari
Tuhannya, gender menyinggung penilaian terkait dengan peran seseorang dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Bagaimana mereka bertingkah laku, bagaimana mereka
harus bersikap, serta bagaimana mereka harus menempatkan diri mereka masing-masing
dalam suatu titik tertentu dalam kehidupan.

II. Rumusan Masalah


A. Teori struktural fungsional?
B. Teori konflik?
C. Interaksionisme simbolik?

III. Tujuan
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh dosen
pengampuh mata kuliah Kajian Gender, yaitu ibu Silvia Tabah Hati, M.Si., dan
sekaligus menambah pengetahuan dan wawasan bagi kami pribadi sebagai masalah.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Teori Struktural Fungsional
Asumsi dasar teori struktural fungsional terletak pada konsep tatanan sosial. Teori
ini berasumsi bahwa masyarakat itu statis atau malah seimbang, dengan masing-masing
elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas itu (Ida Bagus Wirawan, 2012).
Secara makro, teori ini mengkaji perilaku manusia dalam konteks organisasi
(masyarakat) dan bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi keadaan keseimbangan
organisasi atau masyarakat. Teori fungsi struktural telah mempengaruhi perkembangan
teori sosiologi hingga saat ini (Pip Jones, 2009a). Pusat pertumbuhan teori sosial itu
sendiri ada di Amerika Serikat (Peter Burke, 1992). Negara ini juga menjadi tempat
runtuhnya teori struktural fungsional itu sendiri, yang populer antara tahun 1930-an dan
1960-an. Akar teori struktural fungsional terdapat pada karya Emile Durkheim (Mustafa
Emirbayer, 2008) dan berbagai antropolog seangkatannya, seperti Aguste Comte (Mary
Pickering dan Herbet Pencer. Mereka menawarkan sistem sintesis yang komprehensif
dalam sistem pemikiran sosial. Asumsi utama teori ini adalah asumsi bahwa masyarakat
adalah organisme biologis yang terdiri dari organ-organ yang akibatnya saling
bergantung agar organisme ini dapat bertahan hidup. Dengan pendekatan fungsional
struktural ini, sosiolog mengharapkan adanya tatanan sosial dalam masyarakat.

Emile Durkheim (Mustafa Emirbayer, 2008) adalah pelopor terpenting dalam


pengembangan teori struktural fungsional ini. Akar pertimbangannya pada teori ini,
bagaimanapun berasal dari Auguste Comte dan Herbert Spencer. Aguste Comte pertama
kali memulai dengan refleksinya tentang analogi organisme. Pemikiran Comte ini
kemudian dikembangkan oleh Herbert Spencer. Spencer membuat perbandingan untuk
menemukan kesamaan antar masyrakat dan organisme. Dari pengamatan ini, Spencer
mengembangkan gagasan fungsionalisme yang diperlukan, yang kemudian menjadi
panduan Spencer untuk analisis substanif dan kekuatan pendorong dibalik analisis
fungsional. Itu adalah studi Comte dan Spencer yang begitu mempengaruhi pemikiran
Durkheim, sehingga ia mampu menghasilkan terminologi organisme.

5
Menurut Durkheim, masyarakat adalah suatu kesatuan berupa sistem yang
didalamnya terdapat bagian-bagian yang berbeda. Keseimbangan sistem dapat dibangun
dan dipelihara ketika setiap bagian dari sistem menjalankan fungsinya masing-maisng.
Masing-masing bagian saling berhubungan dan saling bergantung, sehingga jika salah
satu bagian tidak berfungsi maka timbul kondisi patologis dimana keseimbangan sistem
terganggu.

Kritik terhadap teori struktural fungsional banyak dilontarkan karena teori ini
dianggap masih memiliki beberapa kelemahan, seperti:

a. Teori ini mengabaikan konflik yang merupakan keniscayaan dalam masyarakat.


Penganut teori ini cenderung menuntut masyarakat berada pada tingkatan yang
harmonis, dan stabil. Sehingga dapat berjalan dengan baik. Padahal, faktanya
dalam masyarakat sering kali tidak terhindarkan dari kejadian kontradiksi yang
dapat memicu konflik. Konflik inilah yang pada akhirnya dapat menimbulkan
guncangan dalam sistem.
b. Teori ini terlalu kaku terhadap perubahan terutama yang berasal drai luar. Teori
ini cenderung berfokus pada sistem beserta bagian-bagiannya yang bersifat
stabil. Faktanya kehidupan masyarakat bersifat dinamis sehingga sering harus
menghadapi perubahan.

B. Teori Konflik
Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang
masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagianatau komponen-
komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang
satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya
atau memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Pada dasarnya, pandangan teori konflik tentang masyarakat sebetulnya tidka banyak
berbeda dari pandnagan teori fungsionalisme struktural. Karena keduanya sama-sama
memandnag masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian. Perbedaan
antara keduanya terletak dalam asumsi mereka yang berbeda-beda tentag elemen-
elemen pembentuk masyarakat itu. Menurut teori fungsionalisme struktural, elemen-

6
elemen itu fungsional sehingga mereka berjuang untuk slaing mengalahkan satu sama
lain guna memperoleh keuntunfan sebesar-besarnya.

Guna memahami itu secara lebih baik, kita melihat kembali contoh yang telah
dipakai untuk menjelaskan teori fungsionalisme struktural, yakni bisnis penerbangan di
bandara udara. Seturut teori fungsional struktural, elemen-elemen itu berfungsi dengan
baik sehingga keseluruhan bisnis penerbangan bisa berjalan normal. Sebaliknya, teori
konflik berminat untuk mencari tahu persaingan diantara elemen atau komponen yang
berbeda-beda itu seperti pihak manajemen dan karyawan supaya masing-masing
memperoleh keuntungan yang lebih besar. Bisa saja pilot mendesak manajemen untuk
tidak menerima karyawan baru agar bayarannya tetap tinggi, atau petugas menara
menuntut peralatan baru yang memudahkan pekerjaan mereka. Perbedaan kepentingan
itu akan menimbulkan konflik.

C. Interaksionisme Simbolik
Teori interaksi simbolik berangkat dari pemikiran bahwa realitas sosial merupakan
sebuah proses yang dinamis. Individu-individu berinteraksi melalui simbol, yang
maknanya dihasilkan dari proses negoisasi yang terus-menerus oleh mereka yang
terlibat dengan kepentingan masing-masing (Abdullah, 2006, p.5). Makna suatu simbol
bersifat dinamis dan variatif, tergantung pada perkembangan dan kepentingan individu,
yang dibingkai oleh ruang dan waktu. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
individu diletakkan sebagai pelaku aktif, sehingga konsep mengenai diri (self) menjadi
pening. Konsep diri yang dikaitkan dengan emosi, nilai, keyakinan, dan kebiasaan-
kebiasaan, serta pertimbangan masa lalu dan masa depan, turut mempengaruhi diri
dalam pengambilan peran.

Dalam interaksi manusia dengan menggunakan simbol, manusia menginterpretasi


situasi pikiran (mind). Pikiran manusia melibatkan kegiatan mental didalamnya.
Manusia menggunakan pikiran untuk dapat menempatkan diri di dalam posisi orang lain
dan kemampuan menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama,
sehingga manusia mampu menafsirkan arti dari suatu pikiran dengan tepat. Kemampuan
tersebut diekspresikan melalui bahasa, baik bahasa verbal maupun non verbal, yang
disebut juga sebagai simbol. Serupa dnegan pikiran manusia, diri (self) juga merupakan

7
suatu proses sadar yang memiliki beberapa kemampuan yang terus berkembang melalui
interaksi dengan individu lain.

Teori interaksi simbolik memiliki perspektif teoritik yang cenderung menekankan


perilaku manusia dalam masyarakat atau kelompok, pada pola-pola dinamis dari
tindakan sosial, dan hubungan sosial. Hubungan dan struktur sosial
dikonseptualisasikan secara lebih kompleks, lebih tak terduga, dan aktif. Di sisi
masyarakat ini, terdiri dari individu-individu yang berinteraksi yang tidak hanya
bereaksi, namun juga menangkap, menginterpretasi, bertindak, dan mencipta. Perspektif
teoritik tersebut melahirkan pendekatan dramaturgis dari Erving Goffman (1922-1982),
etnometodologi dari Harold Garfinkel, dan fenomenologi.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Asumsi dasar teori struktural fungsional terletak pada konsep tatanan sosial. Teori
ini berasumsi bahwa masyarakat itu statis atau malah seimbang, dengan masing-masing
elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas itu (Ida Bagus Wirawan, 2012).
Secara makro, teori ini mengkaji perilaku manusia dalam konteks organisasi
(masyarakat) dan bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi keadaan keseimbangan
organisasi atau masyarakat.

Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang


masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagianatau komponen-
komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang
satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memenuhi kepentingannya
atau memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Teori interaksi simbolik berangkat dari pemikiran bahwa realitas sosial merupakan
sebuah proses yang dinamis. Individu-individu berinteraksi melalui simbol, yang
maknanya dihasilkan dari proses negoisasi yang terus-menerus oleh mereka yang
terlibat dengan kepentingan masing-masing (Abdullah, 2006, p.5).

B. Kritik dan Saran


Kami sebagai pemateri sangat sadar bahwasanya sangat banyak kekurangan pada
makalah kami ini, maka dari itu kami meminta kritik dan saran dari para pembaca
sekalian agar kami dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuni, 2017. Teori Sosiologi Klasik. Makassar: Pusat Kegiatan Belajar


Masyarakat (PKBM) Rumah Buku Carabaca Makassar.

Bernard Raho, 2021. Teori Sosiologi Modern. Yogyakarta: Ledalero.

Laksmi, 2018. PUSTABIBLIA: Journal of Library and Information Science. Teori


Interaksionisme Simbolik dalam Kajian Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Volume 1
No. 1, Hlm: 124-126.

Dadi Ahmadi, 2008. MEDIATOR: Jurnal. Volume 9 No. 2, Hlm: 304.

Ari Cahyo Nugroho, 2021. Jurnal: MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER


KOMUNIKASI MASSA. Teori Utama Sosiologi Komunikasi (Fungsionalisme
Struktural, Teori Konflik, Interaksi Simbolik). Volume 2 No. 2, Hlm: 186-188.

10

Anda mungkin juga menyukai