Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“KRIMINOLOGI”

DISUSUN OLEH :

NAMA : ARIXELLIS J E HAHURY

NIM : 2018-21-300

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya lah kita masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul ‘KRIMINOLOGI.

Tak lupa pula kami berterima kasih kepada Dosen Pengampu penulis karena
berkat bimbingannya kami dapat menyelesaikan makalah kami.

Penulis menyadari bahwa makalah ini ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu penulis harapkan saran dari para pembaca agar dapat memberikan
saran yang membangun. Penulis harap makalah kami ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Ambon, 30 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KELOMPOK PENYUSUN ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pelopor Teori Konflik ............................................................................. 3


2.2 Teori Kontrol Konflik.. ........................................................................... 4
2.3 Kelemahan dana Kelebihan Teori Konflik……. ……………………... 8
2.4 Kasus penyimpangan Teori Konflik……. ………….………………... 9
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 12


3.2 Saran ....................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman modern ini, orang dengan berbagai aktivitas dan
kepentingan silih berganti, kadang dapat membuat seorang individu atau suatu
kelompok mengalami disjungsi atau persinggungan dengan individu atau kelompok
yang lain yang akan mengakibatkan konflik. Konflik yang berkepanjangan kadang
dapat memperburuk tatanan sosial masyarakat. Namun, konflik juga berperan
positif dalam memperkuat persatuan dan menghilangkan konflik intern dalam suatu
kelompok. Konflik dimanapun bentuknya merupakan sesuatu yang wajar terjadi.
Konflik senantiasa ada dalam setiap sistem sosial. Dapat dikatakan konflik
merupakan suatu ciri dari sistem sosial. Tanpa konflik suatu hubungan tidak akan
hidup. Sedangkan ketiadaan konflik dapat menadakan terjadinya penekanan
masalah yang suatu saat nanti akan timbul suatu ledakan yang benar- benar kacau.
Untuk itu dibutuhkan suatu teori yang dapat menekan bahkan memusnahkan
konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.

Diharapkan dengan adanya makalah ini baik pembaca maupun pendengar


suatu saat nanti dapat mempergunakan makalah ini sebagai acuan untuk memahami
dan menyelesaikan suatu konflik baik yang dihadapi oleh kelompok maupun oleh
individu itu sendiri. Sehingga dapat menyikapi konflik itu sendiri secara bijak dan
hati- hati.

1.2 Rumusan Masalah

1. Siapakah pelopor teori konflik?


2. Apa itu teori konflik?
3. Kelemahan dan kelebihan teori kontflik sosial?
4. Contoh kasus penyimpangan teori konflik sosial?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Menjelaskan siapa yang mempelopori konflik sosial.
2. Menjelaskan tentang apa itu konflik sosial.
3. Menejlaskan kelebihan dan kelemahan konflik sosial.
4. Menjelaskan contoh kasus penyimpangan dari teori konflik sosial.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pelopor Teori Kontrol Sosial

Ralf Dahrendorf adalah seorang sosiolog Jerman yang lahir pada tahun
1929. Selama kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957-1958),
iamenyadur kembali teori kelas dan konflik kelas ke dalam bahasa Inggris
(teoriDahrendorf semula diterbitkan dalam bahasa German). Dahrendorf
adalahsarjana Eropa yang sangat memahami teori Marxian. Tetapi, bagian ujung
teorikonfliknya terlihat menyerupai cerminan fungsionalisme struktural
ketimbang teori Marxian tentang konflik.
Karya utama Dahrendorf adalah Class and Class Conflictin Industrial
Society (1959) adalah bagian paling berpengaruh dalam teori konflik, tetapi
pengaruh itu sebagian besar karena ia banyak menggunakan logika struktural-
fungsional yang memang sesuai dengan logika sosiolog aliranutama. Artinya,
tingkat analisisnya sama dengan fungsionalis struktural (tingkatstruktur dan
institusi) dan kebanyakan masalah yang diperhatikan pun sama.Dengan kata lain
fungsionalisme struktural dan teori konflik adalah bagian dari paradigma yang
sama.
Dahrendorf mengakui bahwa meski aspek-aspek sistem sosial dapat
saling menyesuaikan diri dengan mantap, tetapi dapat juga terjadi ketegangan
dan konflik di antaranya.Seperti halnya Lewis Coser, Dahrendorf juga
merupakan seorang pengkritik fungsionalisme struktural, karena menurutnya
telah gagal memahami masalah perubahan. Sebagai landasan teorinya
Dahrendorf tidak menggunakan teori George Simmel (seperti yang dilakukan
Coser) melainkan membangun teorinya dengan separuh penolakan dan separuh
penerimaan serta modifikasiteori sosial Karl Marx. Dahrendorf mula-mula
melihat teori konflik sebagai teori parsial, danmenganggap teori ini merupakan
perspektif yang dapat digunakan untukmenganalisa fenomena sosial. Dahrendorf
menganggap masyarakat bersisiganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerjasama
(kemudian ia menyempurnakansisi ini dengan menyatakan bahwa segala sesuatu
yang dapat dianalisa dengan fungsionalisme struktural dapat pula dianalisa
dengan teori konflik dengan lebih baik).
Dahrendorf telah melahirkan kritik penting terhadap pendekatan yang
pernah dominan dalam sosiologi, yaitu kegagalannya di dalam menganalisa
masalah konflik sosial. Dia menegaskan bahwa proses konflik sosial itu
merupakan kunci bagi struktur sosial. Bersama dengan Coser, Dahrendorf telah
berperan sebagai suara teoritisi utama yang menganjurkan agar perspektif
konflik digunakan dalam memahami fenomena sosial dengan lebih baik.

2.2 Teori Kontrol Sosial

Teori konflik menurut Karl Marx terjadi karena adanya pemisahan kelas
di dalam masyarakat, kelas sosial tersebut antara kaum borjuis dan kaum
proletar, di mana kaum borjuis yang mempunyai modal atas kepemilikkan
sarana-sarana produksi sehingga dapat menimbulkan pemisahan kelas dalam
masyarakat. Karl Marx menunjukkan bahwa dalam masyarakat pada abad ke-19
di Eropa terdiri dari kelas pemilik modal (kaum borjuis) dan kelas pekerja miskin
(kaum proletar). Kedua kelas tersebut tentunya berada dalam struktur sosial
hierarki yang jelas sekali perbedaannya. Dengan jahatnya kaum borjuis kepada
kaum proletar maka kaum borjuis memanfaatkan tenaga dari kaum proletar.

Kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam


proses produksi, keadaan seperti ini akan terus berjalan selama beriringnya
waktu, karena kaum proletar yang pasrah, menerima keadaan yang sudah ada,
kaum proletar menganggap bahwa dirinya itu sudah takdirnya menjadi buruh
atau kaum pekerja. Dari ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum
borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar yang disebut revolusi, hal
ini bisa terjadi karena adanya kesadaran dari kaum proletar yang dieksploitasi
kepada kaum borjuis, dari kesadaran tersebut menjadikan persaingan yang
merebutkan kekuasaan, sehingga lahir tatanan kelas masyarakat pemenang yang
kemudian mampu membentuk tatanan ekonomi dan peradaban yang maju dalam
masyarakat.

Teori konflik menurut Dahrendorf dalam setiap kelompok seseorang


berada dalam posisi dominan berupaya mempertahankan status quo yang berarti
orang tersebut mempertahankan keadaan sekarang yang tetap seperti keadaan
sebelumnya. Sedangkan masyarakat yang dalam posisi marginal atau kaum yang
terpinggirkan berusaha mengadakan perubahan. Konflik dapat merupakan
proses penyatuan dan pemeliharaan stuktur sosial. Jadi tidak selamanya konflik
itu bersifat negatif ada juga segi positifnya. Konflik dapat saling menjaga garis
batas antara dua atau lebih kelompok, konflik dengan kelompok lain dapat
memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak terpecah
ke dalam dunia sosial sekelilingnya. Misalnya perang yang terjadi di Timur
Tengah antara Saudi Arabia dan Israel yang telah memperkuat identitas
kelompok masing-masing negara.

Teori konflik menurut Coser dibagi menjadi dua, yang pertama konflik
realistis dan konflik non realistis. Konflik realistis berasal dari kekecewaan
terhadap adanya tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan yang
ditujukan kepada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya seperti para
karyawan perusahaan yang melakukan mogok kerja supaya gaji mereka dapat
dinaikkan oleh atasannya. Sedangkan konflik non realistis berasal dari
kebutuhan untuk meredakan ketegangan yang paling tidak dari salah satu pihak.
Contohnya pada masyarakat yang buta huruf yang dalam membalaskan
dendamnya dengan pergi ke dukun santet supaya dendam-dendamnya
terbayarkan, sedangkan pada masyarakat maju yang melakukan
pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan untuk melawan
kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.

Teori konflik menurut Max Weber baginya konflik merupakan unsur


dasar kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat tentunya memiliki
pertentangan-pertentangan dan pertentangan tersebut tidak bisa dilenyapkan dari
kehidupan masyarakat. Max Weber juga menyatakan bahwa masalah kehidupan
modern dapat dirujuk ke sumber materialnya yang riil (misalnya struktur
kapitalisme). Bagi Max Weber konflik sebagai suatu sistem otoritas atau sistem
kekuasaan, dimana kekuasaan cenderung menaruh kepercayaan kepada
kekuatan. Orang yang kuat itulah yang akan berkuasa. Sedangkan otoritas adalah
kekuasaan yang dilegitimasikan artinya kekuasaan yang dibenarkan. Tindakan
manusia itu di dorong oleh kepentingan-kepentingan bukan saja kepentingan
materiil melainkan juga oleh kepentingan-kepentingan ideal. Oleh karena itu,
antara konflik dan integrasi akan terjadi di dalam masyarakat.
Teori konflik menurut Karl Marx menekankan pada tiga isu sentral yaitu:

Pertama, teori perjuangan kelas dimulai dari konsep revolusi, revolusi


harus terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Di dalam kehidupan masyarakat
Karl Marx membagi dua kelas yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Yang kedua,
teori materialisme dialektika, yang menentukan struktur masyarakat dan
perkembangan dalam sejarah adalah kelas-kelas sosial, bukan kesadaran
manusia yang menentukan keadaan sosial, melainkan sebaliknya, keadaan
sosiallah yang menentukan kesadaran manusia. Yang ketiga, teori nilai dan nilai
lebih artinya buruh mendapat upah sesuai dengan kerja buruh tersebut, intinya
hanya cukup untuk memulihkan tenaganya dengan kebutuhan keluarganya.

Karl Marx juga mengembangkan analisis politis dan ekonomi yang


beranggapan bahwa konflik adalah bagian yang terelakkan dalam sebuah
masyarakat. Semua peristiwa digerakkan oleh konflik antara kelas-kelas properti
dan ketidakpunyaan alat-alat produksi. Terdapat beberapa asumsi yang
mendasari teori Marx ini adalah:

a. Manusia tidak memiliki kodrat yang persis dan tetap


b. Tindakan, sikap dan kepercayaannya individu tergantung pada
hubungan sosialnya, dan hubungan sosialnya tergantung pada situasi
kelasnya dan struktur ekonomis masyarakatnya
c. Manusia tidak mempunyai kodrat, lepas dari apa yang diberikan oleh
posisi sosialnya
d. Dalam suatu sistem pasti ada benih-benih konflik kepentingan
e. Konflik adalah fakta sosial
f. Koflik merupakan suatu gejala yang ada dalam setiap sistem sosial
g. Konflik sangat mungkin terjadi terhadap distrbusi sumber daya yang
terbatas
h. Konflik merupakan suatu sumber terjadinya perubahan pada sistem
sosial

Teori konflik menurut Karl Marx bahwa berpendapat bahwa bentuk-


bentuk konflik yang terstruktur antara berbagai individu dan kelompok muncul
terutama melalui terbentuknya hubungan-hubungan pribadi dalam produksi.
Jadi, Marx beranggapan bahwa asas kepada pembentukan sesebuah masyarakat
adalah disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi seperti tanah, modal, industri dan
perdagangan.

Asas kepada perubahan sebuah struktur masyarakat adalah disebabkan


faktor-faktor yang berkaitan dengan pengeluaran ekonomi. Faktor lain seperti
agama, institusi politik, kekeluargaan dan pendidikan pula menjadi superstruktur
masyarakat. Yang dapat berkuasa yaitu Kaum Kapitalis yang mana Kaum
Kapitalis memiliki modal sendiri milik pribadi seperti uang, mesin, peralatan,
pabrik dan benda-benda lain yang digunakan dalam sistem produksi. Sehingga
terjadi struktur sosial antara kaum borjuis dan kaum proletar. Kaum borjuis
dengan jahatnya mengeksploitasi besar-besaran kepada kaum proletar, mereka
hanya di upah sangat minim tidak sesuai dengan kerja ekstra mereka. Eksploitasi
ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis dalam diri proletar, yaitu
berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Seiring
berjalannya waktu kaum proletar mulai sadar akan pengeksploitasian kepada
dirinya selama ini. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis
mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan
tersebut terjadi karena kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis
terhadap mereka.

2.3 Kelemahan dan Kelebihan Teori Konflik

Kekuatan Marxist Theory didalam Menganalisa Konflik

Didalam teory marxis pertentangan dan solidaritas terbangun karena


adanya hubungan produksi dan membentuk pertentangan kelas. Masyarakat
miskin hidup dalam perjuangan kelas secara terus-menerus dengan kekuatan
alam. Kebiasaan dan aturan dalam menyelasaikan konflik internal dan
eksternal dapat diselesaikan meskipun hal tersebut diterapkan secara kolektif
akibat dari keterbelakangan, ketidaktahuan ketakutan dan kepercayaan-
kepercayaan magis.
Para kaum yang tertindas ini muncul dan membentuk organisasi ataupun
serikat yang muncul secara berlahan-lahan dari komunitas primitif tersebut.
Dalam hal ini terbentuknya organisasi buruh, yang dijadikan suatu badan untuk
mengumpulkan atau menyatukan buruh serta mengangkat derajat buruh dan
memperjuangkan untuk memperoleh hak-haknya yang patut didapatkan.
Organisasi ataupun serikat buruh cukup mendominasi, ini disebabkan lebih
banyaknya jumlah buruh ataupun pekerja. Pertentangan kelas ini lah yang
nantinya akan mendominasi dan ingin menguasai.
Persatuan kelas Proletarian memiliki kelebihan, hal ini disebabkan
karena kapitalisme menghidupi proletarian dan mengkonsentrasikannya pada
perusahaan yang semakin besar, menanamkan disiplin industri padanya dan
sekaligus mendorong kerja sama dan solidaritas elementer didalam tempat
kerja. Tetapi semua ini ditujukan untuk pencarian keuntungan maksimal untuk
setiap perusahaan kapitalis dan bagi kelas borjuis secara keseluruhan. Kapitalis
jelas sadar ditunjukkan oleh adanya ledakan perjuangan kaum pekerja, bahwa
konsentrasi dan persatuan kelas tersebut menandai adanya ancaman besar bagi
dirinya. Kita dapat melihat dalam kehidupan sehari-hari, dibeberapa daerah di
indonesia sering terjadi aksi masal buruh ataupun demonstrasi. Contohnya
dalam beberapa waktu ini dalam memperingati hari buruh diikuti oleh beberapa
serikat-serikat buruh. Kaum buruh ini yang sering disebut kaum proletarian
memiliki massa yang sangat banyak, sasaran aksi mereka biasanya adalah pihik
pemerintah ataupun perusahaan tempat mereka bekerja. Banyak tuntutan para
buruh yang ingin dipenuhi antara lain yaitu penghapusan buruh kontrak,
memperbanyak jumlah tenaga pengawas perusahaan.

Kelemahan Pendekatan Marxist Theory


Pertentangan kelas menjadi teori konflik sosial dimana pertentangan
dijadikan ketegangan ataupun konflik-konflik kepentingan yang dilakukan oleh
beberapa pihak. Hal ini lah yang menyebabkan banyaknya pergerakan dan
tuntutan dari kelas buruh kepada pemerintah dan perusahaan tempat mereka
bekerja. Persatuan kaum proletar maupun buruh ini menjadi sangat kuat karena
jumlah massanya yang sangat banyak, sehingga memberanikan untuk
melakukan pertentangan secara terus menerus yang tak kunjung selesai. Karena
banyaknya jumlah buruh disebuah negara mengakibatkan upah yang diterima
juga relatif kecil, disisi lain perusahaan tidak dapat memfasilitasi dan
memberikan penghasilan yang cukup kepada pekerjanya, hal ini lah yang sering
menjadi pokok permasalahan terjadinya konflik dalam bidang Industri.
Sedangkan antara masyarakat dengan pihak perkebunan sering terjadi konflik
perebutan lahan ataupun sengketa lahan oleh pihak perkebunan.
Perkembangan modus produksi kapitalis selalu diiringi oleh gerakan
ganda yang kontradiktif. Disatu sisi lain ada kecenderungan historis yang ada
dalam waktu yang sangat panjang menuju persatuan hegemoni proletariat, dari
pekerja upahan secara keseluruhan. Tetapi disisi lain adanya usaha untuk
memecah kelas pekerja, sehingga usaha tertentu dibuat mengalami eksploitasi
dan penindasan. Pihak-pihak perusahaan mengklasifikasikan antara buruh-
buruh tersebut, ada sebahagian yang diistimewakan dan disisi lain dieksploitasi,
hal ini dilakukan agar tidak terjadi garakan-gerakan yang ingin menuntut pihak
perusahaan karena disisi lain ada kelas buruh yang sudah mendapat kecukupan
ataupun lebih.
Kaum proletar tidak memiliki kebebasan memilih kecuali pilihan antara
menjual tenaga kerjanya dan hidup dalam kelaparan permanen, maka ia
diwajibkan untuk menerima harga yang didiktekan oleh kondisi ” pasar kerja”
kapitalis normal sebagai harga tenaga kerjanya yaitu sejumlah uang yang hanya
cukup untuk membeli komoditi yang memuaskan kebutuhan dasar yang diakui
secara sosial. Kelas proletarian adalah kelas dari mereka yang diwajibkan
karena paksaan ekonomi untuk menjual tenaga kerja mereka dalam suatu cara
yang berlangsung secara terus menerus1 Artinya masyarakat harus bekerja
untuk memenuhi kehidupannya, sebahagian besar masyarakat miskin banyak
yang berprofesi sebagai buruh, mereka melakukan itu karena tuntutan hidup
yang cukup tinggi, pendidikan yang sendah serta keahlian yang biasa saja
membuat mereka mendapatkan upah yang hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan primer mereka saja yang di bayar dengan tenaga dan jam kerja yang
panjang.
Dalam hal ini ajaran Marxis tidak mampu melakukan upaya revolusi,
seharusnya dapat melakukan perubahan dengan sewajarnya secara kecil-kecilan
melalui reformasi. Karena reformasi adalah realitas dari kondisi ekonomi
politik. Sampai dengan saat ini tidak ada perubahan yang signifikan dalam
perjuangan kelas buruh ini, Kehidupan buruh masih saja belum banyak berubah.
Reformasi besar-besaran belum dapat dilakukan, hal ini karena penguasa
ataupun pihak pemilik perusahaan sebagai kaum borjuis dapat menentukan
hukum yang berlaku di tempatnya, pemerintah juga tidak dapat berbuat banyak,
karena setiap keputusan-keputusannya selalu dipengaruhi oleh orang-orang
yang berkuasa ataupun pemilik modal dan pemilik perusahaan. Marx

1
Mandel,Ernest, Tesis-Tesis Pokok Marxisme, Penerbit :ResistBook, Yogyakarta, 2006, hal 41
mengatakan tidak mungkin melakukan perubahan, seharusnya merubah
kebijakan negra dan membubarkan kapitalis negara, karena negaralah yang bisa
menentukan cara pembagian, dalam hal ini negara adalah aktornya karena
mempunyai legitimasi. Distibusi yang tidak adil ataupun tidak rata terjadi juga
karena adanya campur tangan pemerintah ataupun negara, oleh sebab itu negara
harus pro kepada kaum kepada kaum proletar bukannya pro terhadap kaum
kapitalis yang dapat dengan mudah melakukan eksploitasi. Dengan pronya
negara terhadap kaum proletar maka perubahan sosial akan dicapai.
Dengan adanya kelas sosial sperti ini akan terjadi perluasan konflik dan
perjuangan kelas sampai pada titik final dalam pencapaian yang diingikan oleh
masyarakat miskin, kaum proletar ataupun buruh. Ini akan menyebabkan tidak
terbatasnya perjuangan anti kapitalis. Hal ini akan terus terjadi perseteruan-
perseteruan antar kelas karena tidak adanya negosiasi dan kompromi oleh kedua
belah pihak, keputusan hanya ditentukan oleh oleh satu pihak saja yaitu oleh
kelas yang berkuasa.
Ajaran marxis tidak bisa menjelaskan secara detail dalam menjelaskan
fenomena politik dan dampak dari keterbelahan.2 Dari beberapa penjelasannya
hanya menyalahkan kaum kapitalis saja. Padahal masih banyak faktor-faktor
lainnya yang mempengaruhi terjadinya konflik-konflik di dalam masyarakat
dan seharusnya memikirkan dampak dari adanya klasifikasi antar kelas-kelas
dalam masyarakat sehingga membuat perjuangan kelas baik dari kelas proletar
maupun borjuis itu sendiri.

2.4 Kasus Penyimpangan Teori Konflik

Kasus Gender : Mahasiswi Jadi Korban Pelecehan Seksual di Busway


(kutipan dari internet) 03 Aug 2010 Jakarta, Pelita Mahasiswi UIN Syarif
Hidayatullah dan Trisakti menjadi korban pelecehan seks oleh PNS BPKP DA,
ketika korban naik bus TransJakarta darishelter Cempaka Putih menuju

2
Paper ( Relatifisme Etik dan Politik di dalam Pendekatan Dekonstruksi Post-Marxism) oleh
Ahmad Taufan Damanaik hal 18.
Harmoni. Tersangka pada awalnya mencium tangan korban saat bus
melakukan pengereman mendadak, namun melihat korban tak melawan,
tersangka melanjutkan aksinya lebihjauh hingga meraba payudara. Akibat
merasa dibiarkan, DA pun terus saja menggerayangi kedua mahasiswi
tersebut. Pelaku adalah seorang pegawai negeri yang harusnya menjadi
panutan masyarakat.

Contoh kasus ini adalah bentuk kejahatan yang dikategorikan sebagai


kasus kekerasan gender. Kasus ini sering terjadi dikalangan perempuan itu
sendiri menunjukan ketidaksetaraan gender sering terjadi dimasyarakat jadi
dilihat dari prospek teori kasus gender dibagi menjadi dua yaitu Teori
Fungsional Struktural dan teori Konflik. Kasus ini bisa dimasukan kedalam
dua teori diatas tetapi lebih utama dan pas terhadap kasus pelecehan ini adalah
Teori Konfik mengapa? Teori konfik itu membahas tentang gagasan atau nilai
nilai selalu dipergunakan dalam menguasai kedudukan laki laki terhadap
perempuan yang mengubah tingkatnya bisa menilai bahwa laki laki lebih tinggi
derajatnya dari perempuan.

Berdasarkan contoh kasus diatas menunjukan sikap para laki laki lebih
hebat daripada perempuan sehingga laki laki berani melakukan hal tersebut.
Padahal didalam teori konflik memang menjelaskan bagaimana kepentingan
(interest) dan kekuatan (power) yang merupakan hal terpenting dari hubungan
antara laki laki dan perempuan.

Oleh sebab itu contoh kasus diatas akan menimbulkan konflik yang
berakibat mengubah posisi dan hubungan antara laki laki dan perempuan . dua
hal besar faktor konflik : Kepentingan (interest) : Laki laki terhadap nafsu dan
syahwat untuk melecehkan perempuan itu muncul dari perempuannya itu
sendiri karena penampilan atau style nya yang menimbulkan nafsu syahwat laki
laki muncul diantara itu juga faktor atau keadaan didalam angkutan umum yang
penuh sehingga bisa menghidupkan peluang. Disebutkan juga dalam aliran
feminis radikal dalam kelompok teori bahwa penguasaan fisik laki laki terhadap
perempuan yang melecehkan kaum perempuan adalah bentuk penindasan
terhadap perempuan tetapi menurut teori konfik hal ini adalah kepentingan atau
interest laki laki terhadap hasratnya pada perempuan yang belum terpenuhi.
Kekuatan (power) : Laki laki pada dasarnya memiliki kekuatan yang lebih
dibanding perempuan,tetapi setelah ada emansipasi wanita muncul argument
bahwa perempuan dengan laki laki derajatnya sama tetapi pada dasarnya power
yang menentukna derajat seseorang jaman sekarang, selama para laki laki
mengaggap dirinya paling kuat dan tertinggi wanita akan selalu dilecehkan
seperi yang terjadi didalam contoh diatas perempuan atau mahasiswa selalu
terkena kasus pelecehan seksual karena laki laki merasa memiliki power yang
besar terhadap perempuan sehingga peristiwa itu dapat terjadi apalagi terjadi di
dalam busway yang sehari hari digunakan warga Jakarta jika pergi ke kampus
atau kantor sisi padat nya menjadi tameng terhadap "power of men" itu sendiri.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa Teori konflik menurut Karl Marx terjadi


karena adanya pemisahan kelas di dalam masyarakat, kelas sosial tersebut
antara kaum borjuis dan kaum proletar, di mana kaum borjuis yang mempunyai
modal atas kepemilikkan sarana-sarana produksi sehingga dapat menimbulkan
pemisahan kelas dalam masyarakat.

3.2 Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menjadi pengetahuan bagi semua
orang yang membaca agar tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik agar
dalam kehidupan segala sesuatu dapat diatur sebagaimana mestinya dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Journal.uin-alauddin.ac.id yang di tulis oleh Muhammad Rusydi Rasyid


tahun 2015
2. Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi dan Konsep Teori. Jakarta: PT Refika
Aditama
3. https://www.kompasiana.com/azispratama/550058e5a33311a872510c45/c
ontoh-kasus-gender-dan-pengertian-teori-konflik

Anda mungkin juga menyukai