“KRIMINOLOGI”
DISUSUN OLEH :
NIM : 2018-21-300
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya lah kita masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul ‘KRIMINOLOGI.
Tak lupa pula kami berterima kasih kepada Dosen Pengampu penulis karena
berkat bimbingannya kami dapat menyelesaikan makalah kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu penulis harapkan saran dari para pembaca agar dapat memberikan
saran yang membangun. Penulis harap makalah kami ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman modern ini, orang dengan berbagai aktivitas dan
kepentingan silih berganti, kadang dapat membuat seorang individu atau suatu
kelompok mengalami disjungsi atau persinggungan dengan individu atau kelompok
yang lain yang akan mengakibatkan konflik. Konflik yang berkepanjangan kadang
dapat memperburuk tatanan sosial masyarakat. Namun, konflik juga berperan
positif dalam memperkuat persatuan dan menghilangkan konflik intern dalam suatu
kelompok. Konflik dimanapun bentuknya merupakan sesuatu yang wajar terjadi.
Konflik senantiasa ada dalam setiap sistem sosial. Dapat dikatakan konflik
merupakan suatu ciri dari sistem sosial. Tanpa konflik suatu hubungan tidak akan
hidup. Sedangkan ketiadaan konflik dapat menadakan terjadinya penekanan
masalah yang suatu saat nanti akan timbul suatu ledakan yang benar- benar kacau.
Untuk itu dibutuhkan suatu teori yang dapat menekan bahkan memusnahkan
konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
PEMBAHASAN
Ralf Dahrendorf adalah seorang sosiolog Jerman yang lahir pada tahun
1929. Selama kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957-1958),
iamenyadur kembali teori kelas dan konflik kelas ke dalam bahasa Inggris
(teoriDahrendorf semula diterbitkan dalam bahasa German). Dahrendorf
adalahsarjana Eropa yang sangat memahami teori Marxian. Tetapi, bagian ujung
teorikonfliknya terlihat menyerupai cerminan fungsionalisme struktural
ketimbang teori Marxian tentang konflik.
Karya utama Dahrendorf adalah Class and Class Conflictin Industrial
Society (1959) adalah bagian paling berpengaruh dalam teori konflik, tetapi
pengaruh itu sebagian besar karena ia banyak menggunakan logika struktural-
fungsional yang memang sesuai dengan logika sosiolog aliranutama. Artinya,
tingkat analisisnya sama dengan fungsionalis struktural (tingkatstruktur dan
institusi) dan kebanyakan masalah yang diperhatikan pun sama.Dengan kata lain
fungsionalisme struktural dan teori konflik adalah bagian dari paradigma yang
sama.
Dahrendorf mengakui bahwa meski aspek-aspek sistem sosial dapat
saling menyesuaikan diri dengan mantap, tetapi dapat juga terjadi ketegangan
dan konflik di antaranya.Seperti halnya Lewis Coser, Dahrendorf juga
merupakan seorang pengkritik fungsionalisme struktural, karena menurutnya
telah gagal memahami masalah perubahan. Sebagai landasan teorinya
Dahrendorf tidak menggunakan teori George Simmel (seperti yang dilakukan
Coser) melainkan membangun teorinya dengan separuh penolakan dan separuh
penerimaan serta modifikasiteori sosial Karl Marx. Dahrendorf mula-mula
melihat teori konflik sebagai teori parsial, danmenganggap teori ini merupakan
perspektif yang dapat digunakan untukmenganalisa fenomena sosial. Dahrendorf
menganggap masyarakat bersisiganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerjasama
(kemudian ia menyempurnakansisi ini dengan menyatakan bahwa segala sesuatu
yang dapat dianalisa dengan fungsionalisme struktural dapat pula dianalisa
dengan teori konflik dengan lebih baik).
Dahrendorf telah melahirkan kritik penting terhadap pendekatan yang
pernah dominan dalam sosiologi, yaitu kegagalannya di dalam menganalisa
masalah konflik sosial. Dia menegaskan bahwa proses konflik sosial itu
merupakan kunci bagi struktur sosial. Bersama dengan Coser, Dahrendorf telah
berperan sebagai suara teoritisi utama yang menganjurkan agar perspektif
konflik digunakan dalam memahami fenomena sosial dengan lebih baik.
Teori konflik menurut Karl Marx terjadi karena adanya pemisahan kelas
di dalam masyarakat, kelas sosial tersebut antara kaum borjuis dan kaum
proletar, di mana kaum borjuis yang mempunyai modal atas kepemilikkan
sarana-sarana produksi sehingga dapat menimbulkan pemisahan kelas dalam
masyarakat. Karl Marx menunjukkan bahwa dalam masyarakat pada abad ke-19
di Eropa terdiri dari kelas pemilik modal (kaum borjuis) dan kelas pekerja miskin
(kaum proletar). Kedua kelas tersebut tentunya berada dalam struktur sosial
hierarki yang jelas sekali perbedaannya. Dengan jahatnya kaum borjuis kepada
kaum proletar maka kaum borjuis memanfaatkan tenaga dari kaum proletar.
Teori konflik menurut Coser dibagi menjadi dua, yang pertama konflik
realistis dan konflik non realistis. Konflik realistis berasal dari kekecewaan
terhadap adanya tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan yang
ditujukan kepada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya seperti para
karyawan perusahaan yang melakukan mogok kerja supaya gaji mereka dapat
dinaikkan oleh atasannya. Sedangkan konflik non realistis berasal dari
kebutuhan untuk meredakan ketegangan yang paling tidak dari salah satu pihak.
Contohnya pada masyarakat yang buta huruf yang dalam membalaskan
dendamnya dengan pergi ke dukun santet supaya dendam-dendamnya
terbayarkan, sedangkan pada masyarakat maju yang melakukan
pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan untuk melawan
kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
1
Mandel,Ernest, Tesis-Tesis Pokok Marxisme, Penerbit :ResistBook, Yogyakarta, 2006, hal 41
mengatakan tidak mungkin melakukan perubahan, seharusnya merubah
kebijakan negra dan membubarkan kapitalis negara, karena negaralah yang bisa
menentukan cara pembagian, dalam hal ini negara adalah aktornya karena
mempunyai legitimasi. Distibusi yang tidak adil ataupun tidak rata terjadi juga
karena adanya campur tangan pemerintah ataupun negara, oleh sebab itu negara
harus pro kepada kaum kepada kaum proletar bukannya pro terhadap kaum
kapitalis yang dapat dengan mudah melakukan eksploitasi. Dengan pronya
negara terhadap kaum proletar maka perubahan sosial akan dicapai.
Dengan adanya kelas sosial sperti ini akan terjadi perluasan konflik dan
perjuangan kelas sampai pada titik final dalam pencapaian yang diingikan oleh
masyarakat miskin, kaum proletar ataupun buruh. Ini akan menyebabkan tidak
terbatasnya perjuangan anti kapitalis. Hal ini akan terus terjadi perseteruan-
perseteruan antar kelas karena tidak adanya negosiasi dan kompromi oleh kedua
belah pihak, keputusan hanya ditentukan oleh oleh satu pihak saja yaitu oleh
kelas yang berkuasa.
Ajaran marxis tidak bisa menjelaskan secara detail dalam menjelaskan
fenomena politik dan dampak dari keterbelahan.2 Dari beberapa penjelasannya
hanya menyalahkan kaum kapitalis saja. Padahal masih banyak faktor-faktor
lainnya yang mempengaruhi terjadinya konflik-konflik di dalam masyarakat
dan seharusnya memikirkan dampak dari adanya klasifikasi antar kelas-kelas
dalam masyarakat sehingga membuat perjuangan kelas baik dari kelas proletar
maupun borjuis itu sendiri.
2
Paper ( Relatifisme Etik dan Politik di dalam Pendekatan Dekonstruksi Post-Marxism) oleh
Ahmad Taufan Damanaik hal 18.
Harmoni. Tersangka pada awalnya mencium tangan korban saat bus
melakukan pengereman mendadak, namun melihat korban tak melawan,
tersangka melanjutkan aksinya lebihjauh hingga meraba payudara. Akibat
merasa dibiarkan, DA pun terus saja menggerayangi kedua mahasiswi
tersebut. Pelaku adalah seorang pegawai negeri yang harusnya menjadi
panutan masyarakat.
Berdasarkan contoh kasus diatas menunjukan sikap para laki laki lebih
hebat daripada perempuan sehingga laki laki berani melakukan hal tersebut.
Padahal didalam teori konflik memang menjelaskan bagaimana kepentingan
(interest) dan kekuatan (power) yang merupakan hal terpenting dari hubungan
antara laki laki dan perempuan.
Oleh sebab itu contoh kasus diatas akan menimbulkan konflik yang
berakibat mengubah posisi dan hubungan antara laki laki dan perempuan . dua
hal besar faktor konflik : Kepentingan (interest) : Laki laki terhadap nafsu dan
syahwat untuk melecehkan perempuan itu muncul dari perempuannya itu
sendiri karena penampilan atau style nya yang menimbulkan nafsu syahwat laki
laki muncul diantara itu juga faktor atau keadaan didalam angkutan umum yang
penuh sehingga bisa menghidupkan peluang. Disebutkan juga dalam aliran
feminis radikal dalam kelompok teori bahwa penguasaan fisik laki laki terhadap
perempuan yang melecehkan kaum perempuan adalah bentuk penindasan
terhadap perempuan tetapi menurut teori konfik hal ini adalah kepentingan atau
interest laki laki terhadap hasratnya pada perempuan yang belum terpenuhi.
Kekuatan (power) : Laki laki pada dasarnya memiliki kekuatan yang lebih
dibanding perempuan,tetapi setelah ada emansipasi wanita muncul argument
bahwa perempuan dengan laki laki derajatnya sama tetapi pada dasarnya power
yang menentukna derajat seseorang jaman sekarang, selama para laki laki
mengaggap dirinya paling kuat dan tertinggi wanita akan selalu dilecehkan
seperi yang terjadi didalam contoh diatas perempuan atau mahasiswa selalu
terkena kasus pelecehan seksual karena laki laki merasa memiliki power yang
besar terhadap perempuan sehingga peristiwa itu dapat terjadi apalagi terjadi di
dalam busway yang sehari hari digunakan warga Jakarta jika pergi ke kampus
atau kantor sisi padat nya menjadi tameng terhadap "power of men" itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menjadi pengetahuan bagi semua
orang yang membaca agar tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik agar
dalam kehidupan segala sesuatu dapat diatur sebagaimana mestinya dengan
baik.
DAFTAR PUSTAKA