Anda di halaman 1dari 10

Machiavelli adalah salah satu filsuf yang lahir pada zaman

Renaissance. Pemikiran-pemikirannya hadir atas dasar pengalamannya hidup di


zaman itu. Renaissance adalah masa ketika kekuasaan gereja telah runtuh. Kritik
Machiavelli sebagian besar ditujukan terhadap para orang-orang gereja
tersebut. Pada intinya kritiknya terhadap gereja adalah tentang dua hal, yakni
mengenai gereja yang telah mengkhianati kepercayaan umatnya serta kekuasaan
temporer Paus yang berakibat pada sulitnya unifikasi Italia tercapai.

Pemikiran-pemikiran Machiavelli dapat digolongkan sebagai pemikiran


yang kontroversial. Machiavelli cenderung jujur dalam mengkritik kebobrokan
penguasa pada masa Renaissance. Pemikiran Machiavelli pada umumnya
mengesampingkan nilai moral untuk dijunjung para penguasa. Machiavelli
cenderung berpikir berdasarkan realita bahwa manusia tidak semuanya berhati
baik serta banyak yang akan berbuat licik untuk mencapai kekuasaan. Akan tetapi,
meskipun pada zaman Renaissance pemikirannya terkesan terlalu berlebihan,
harus diakui bahwa pada dunia perpolitikan di masa sekarang, yakni abad ke-20,
praktik-praktik kotor penguasa itu kerap terjadi yang dalam hal ini membenarkan
gagasan-gagasan kontroversialnya tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Latar Belakang Kehidupan Machiavelli

Lahir di Florence pada tahun 1467, Niccolo Machiavelli hidup pada zaman
Renaissance yang baru saja terbebas dari belengu kekuasaan gereja. Machiavelli
adalah seorang filsuf juga politisi yang terkenal dengan pemikiran-pemikiran
kontroversial. Pemikirannya dikatakan kontroversial karena berbicara tentang
idealisme mencapai suatu tujuan tanpa melihat tujuan tersebut baik atau buruk
serta cenderung berorientasi pada praktik-praktik busuk kekuasaan. Pemikiran
politiknya tersebut bersifat ilmiah dan empiris berasal dari pengalaman
pribadinya. Banyak argumen yang menyatakan bahwa pemikiran-pemikiran
Machiavelli menyimpang dari suara hati yang sehat. Akan tetapi, apabila lebih
didalami lagi, gagasan Machiavelli hanya berupa ekspresinya akan zamannya
yang kala itu karut-marut oleh kehadiran kaum hipokrit yang sering melakukan
kecurangan dengan kekuasaan yang mereka miliki. Gagasannya yang menentang
kaum hipokrit tersebutlah yang kemudian menjadikannya sebagai salah satu filsuf
berpengaruh pada praktik politik dewasa ini, di abad ke 20 ini.

Machiavelli dapat dikatakan beruntung. Ayahnya adalah seorang pengacara yang


sekalipun tidak dapat disebut kaya, ayah Machiavelli tersebut dapat
menyekolahkan Machiavelli hingga perguruan tinggi. Dengan itu, tepatnya ketika
Savonarola yang menguasai Florence di eksekusi, segera Machiavelli
mendapatkan posisi politik pada pemerintahan Florence. Ia menjadi pembantu
dalam misi-misi diplomatik penting. Machiavelli, pada tahun-tahun pertamanya
masuk pemerintahan, memiliki hubungan yang erat dengan bangsawan bernama
Cesare Borgia. Cesare Borgia memiliki ambisi untuk menguasai Italia. Namun
bukannnya keluarga Borgia melainkan keluarga Medici-lah yang berhasil
menguasai Italia.

Machiavelli selalu menentang Medici, hingga pada akhirnya Machiavelli


dipenjara selama satu tahun kemudian dibebaskan dan dibiarkan hidup
menyendiri di negara dekat Florence. Pada masa-masanya menyendiri tersebut,
Machiavelli melahirkan dua bukunya yang terkenal yakni Il Principe atau The
Prince dan Discorsi sopra la prima decade di Tito Livio atau Discourse. Kedua
buku ini ditulis untuk mengambil hati Medici kendati usahanya tersebut gagal
sehingga membuatnya harus terus menulis hingga akhir hayatnya.

2.2. Machiavelli dan Pandangannya tentang Penguasa Negara

Machiavelli menuangkan pemikirannya mengenai bagaimana idealnya seorang


penguasa negara pada buku Il Principe atau The Prince. Karena merupakan
seorang filsuf zaman Renaissance, Machiavelli menentang tipe penguasa pada
Abad Pertengahan yang diagung-agungkan layaknya Tuhan. Menurutnya,
penguasa juga manusia yang memiliki sifat-sifat irasional dan dapat dikuasai oleh
emosi-emosi yang ada di dalam dirinya. Maka dari itu, Machiavelli berpendapat,
untuk mampu memegang kendali atas rakyatnya yang juga manusia, seorang
penguasa harus dapat membentuk opini publik serta mengendalikan nafsu-nafsu
pribadi rakyatnya untuk digunakan dalam mewujudkan keinginan penguasa
tersebut.

Dalam rangka memegang kendali atas rakyatnya tersebut, Machiavelli


beranggapan bahwa penguasa tidak perlu melakukan pertimbangan
moral. Dikaitkan dengan perubahan zaman, dunia saat ini sudah dipenuhi oleh
orang-orang dengan pikiran licik. Seorang penguasa harus mampu mengimbangi
permainan licik lawannya. Dalam pemerintahannya, seorang penguasa cerdas
adalah yang dapat menyingkirkan orang-orangnya yang berpotensi untuk menjadi
saingannya dan hanya mengisinya dengan orang-orang yang patuh dan setia saja.
Pada bab ke-18 buku Il Principe Machiavelli menulis tentang bagaimana seorang
penguasa mampu berperan sebagai manusia juga binatang, tepatnya singa dan
rubah. Seekor singa yang gagah dan kuat mampu menakut-nakuti lawannya. Di
sisi lain seekor rubah juga dapat lolos dari serangan lawan karena
kecerdikannya. Di sinilah Machiavelli berpendapat bahwa penguasa harus
mengkombinasikan keunggulan sifat dari kedua binatang tersebut. Apabila semua
manusia adalah baik, tentu prinsip ini tidak akan berguna. Namun pada
kenyataanya, manusia adalah mahluk yang labil dan banyak dari bicaranya yang
tidak dapat ditepati. Untuk itu penguasa harus dapat mengimbangi segala tipu
daya yang ada di dunia manusia.

Memang benar bahwa Machiavelli melegalkan segala cara untuk meraih dan
mendapatkan kekuasaan. Namun sentuhan moral menurutnya juga diperlukan
pada saat-saat tertentu misalnya dalam rangka mengambil hati dan menjaga agar
rakyat tetap berada di sisinya. Contohnya adalah seorang penguasa tidak boleh
mencuri harta rakyatnya. Seperti pernyataan terkenal Machiavelli yakni,
“…manusia lebih mudah melupakan kematian ayahnya daripada kehilangan
bagian warisannya”, apabila seorang penguasa melakukan hal tidak bermoral
seperti mencuri harta rakyatnya, rakyat akan kehilangan kepercayaan dan sulit
untuk patuh kembali kepada penguasanya. Seorang penguasa menurutnya harus
terlihat seperti seorang yang religius. Hal ini dapat menciptakan citra di depan
rakyat yang dapat menyeimbangkan perbuatan licik yang penguasa perbuat di
belakang karena pada dasarnya sulit bagi rakyat untuk mengetahui bagaimana
watak asli penguasanya. Machiavelli menambahkan bahwa sepatutnya seorang
penguasa membuat dirinya dicintai rakyat karena berdasarkan sifat manusia,
mematuhi orang yang dicintai lebih mudah daripada mematuhi orang yang
ditakuti.

BAB III

KESIMPULAN

Machiavelli memang mengesampingkan nilai moral pada penguasa idealis


menurut pemikirannya. Akan tetapi citra yang baik di mata rakyat tetap
diperlukan untuk menjaga rakyat tersebut tetap patuh pada
penguasanya. Machiavelli pada intinya seorang penguasa negara haruslah mampu
mengontrol sifat manusiawinya serta rakyatnya. Penguasa haruslah mampu
mengimbangi lawan dunia politiknya yang berbuat licik. Oleh karena itu,
penguasa harus licik seperti seekor rubah yang dapat mengelabui serigala, serta
ganas seperti singa yang dapat menerkam musuhnya.

Pandangannya yang mengesampingkan nilai moral ini sebenarnya menuai


kritik dari banyak kalangan. Idealisme masa Renaissance nampaknya kurang
cocok dengan filsafat Machiavelli. Namun apabila diterapkan pada abad kini
yaitu abad ke-20, dunia manusia yang kini dipenuhi oleh manusia-manusia yang
akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya dalam praktik-praktik
perpolitikan dapat dikatkan sejalan dengan pemikiran Machiavelli. Demikian cara
Machiavelli yang membenarkan kekerasan militer, propaganda, maupun
peperangan masih relevan dijumpai di masa kini.

DAFTAR PUSTAKA

Hardiman, Budi F., 2011. Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern:


Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Russel, Bertrand, 2002. Sejarah Filsafat Barat: Dan Kaitannya dengan Kondisi
Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Offset.

Machiavelli Secara Singkat

Pada masa ketika Italia mengalami perubahan politik dan berada dalam masa
pembentukan kembali aktifitas politik yang sebelumnya mengalami kemunduran
luarbiasa akibat pengaruh yang terlalu mengikat dari pihak gereja dan kerajaan
kristen, seorang yang kemudian merupakan seorang filsuf dan seorang teoritis
ilmu politik lahir pada tanggal 3 Mei 1469 di Florence. Seorang filsuf yang
kemudian dikenal dengan sebutan sebagai bapak teori ilmu politik modern ini
memiliki nama Niccolo Machiavelli. Machiavelli sendiri mendapatkan pendidikan
pada masa renaissance Italia dengan berdasarkan pada Yunani dan juga romawi
kuno. Peran pertamanya didalam hubungan politik datang saat ia berusia 29 tahun,
saat rezim Savonarola yang berkuasa saat itu jatuh dari kekuasaannya di kota
kelahirannya. Meskipun Machiavelli tidak memiliki latar belakang administrasi, ia
terpilih untuk mengabdi sebagai ketua kedutaan kedua atas republik Fiorentina
dibawah pemerintahan yang baru. Posisinya sebagai ketua kedutaan kedua
memiliki tanggung jawab penting untuk hubungan asing maupun hubungan
diplomatik dari negaranya dan memberikan kesempatan pada machiavelli untuk
bepergian dan menganalisa kesuksesan dan kegagalan dari para pemimpin-
pemimpin negara-negara di Eropa (gradesaver.com).

Melalui pengalamannya sebagai diplomat dan juga duta besarlah, Machiavelli


membentuk pendirian mendasarnya mengenai metodologi kepemimpinan yang
efektif. Tugas pertama Machiavelli adalah kepada pengadilan dari Louis XII dari
perancis untuk menenangkan para pemimpin Perancis setelah usibah yang mereka
alami dalam persekutuannya melawan Pisa. Setelah beberapa tahun kemudian,
pada Oktober 1502, Machiavelli dikirim untuk bertemu dengan Cesare Borgia,
seorang bangsawan dari Romagna dan seorang pemberani didalam mengancam
kekuatan militer yang kemudian meminta sebuah persekutuan formal dengan
Fiorentina. Machiavelli sendiri terkesan pada keberanian Borgia sebagai seorang
pemimpin. Dalam perjalanannya, Machiavelli juga bertemu dengan salh satu
pemimpin berpangaruh yang bernama Julius II yang juga adalah seorang Paus
yang baru terpilih (egs.edu). melalui orang-orang yang ditemuinya inilah,
membantu Machiavelli untuk membantuk suatu kontribusi terhadap pemikiran
politik yang dengan segera, tidak bisa diacuhkan dan bertahan lama secara
kontroversial. Pemikirannya dituangkan pada salah satu bukunya yang singkat,
mengandung teka-teki, berhubungan dengan epigram, dan sulit untuk dipahami,
berjudul The Prince. Dalam The Prince, Machiavelli memberikan nasehat
praktikal kepada petinggi-petinggi negara Italia untuk membuat suatu negara yag
baru. Nasehat yang diberikan Machiavelli pun terang-terangan mengatakan bahwa
dalam usahanya agar menjadi suksesdalam penyelengaraan negara, seorang
petinggi negara harus menggunakan segala alat yang ada padanya, termasuk
kekerasan, penipuan, dan pengkhianatan (Nigro, 2006:6).

Teori politik Machiavelli adalah sebuah refleksi atas kebangkitan sistem negara di
Italia dan aksi diplomasi baru yang membuat Italia dapat terus berjalan. Teori
politik Machiavelli merupakan petunjuk bagi para penguasa dan pembantu negara
baru seperti diplomat dan juga pemimpin militer didalam aktifitas mereka dalam
lingkungan internasional yang baru. Machiavelli menginstruksikan kepada para
pemimpin negara mengenai negara baru dan mengatur perjanjian dengan dunia
mengenai bagaimana kesuksesan di dalam keahlian dibawah kondisi internasional
yang baru. Pemikiran Machiavelli mengenai keahlian, perang dandiplomasi pada
dasarnya berlaku untuk negara monarki dan juga republik. Machiavelli
mengatakan, penguasa negara bertanggung jawab atas kesejahteraan negaranya,
keselamatan dan juga stabilitas serta keamanan negaranya. Salah satu warisan
pemikiran Machiavelli adalah konsep mengenai bahwa peran utama sebuah
negara adalah eretak pada aspek eksternal, dengan mengadakan persetujuna untuk
negara lain melalui diplomai dan juga perang utnuk membentuk kebijakan luar
negeri utama. Machiavelli juga berpendapat bahwa semua negara, termasuk
republik, membutuhkan kekuasaan ekskutif yang kuat didalam konstitusi mereka
untuk memfasilitasi aksi diplomasi mereka didalam mengatasi ancaman eksternal
(Nigro, 2006:7).
Latar Belakang Pemikiran

Niccolo Machiavelli sendiri adalah merupakan seorang yang lahir pada zaman
pencerahan atau zaman Renaissance yang lahir pada tahun 1467 di kota Florence,
Italia. Ayahnya sendiri bernama Bernardo Machiavelli yang juga adalah seorang
ahli hukum dari keturunan keluarga bangsawan. Ayahnya sendiri adalah seorang
pengagum karya-karya klasik seperti Livius, History dan juga The Making of an
Orator. Dalam usia 12 tahun, Niccolo Machiavelli mengambil studi untuk belajar
mengenai ilmu tentang kemanusiaan dengan seorang tokoh bernama Paulo
Rensiglione dan mempelajari kajian ilmu klasik dari seorang yang bernama
Marcello Adriani di Universitas di Florence, Italia. Niccolo machiavelli sendiri
terbilang ahli didalam melakukan diplomasi sehingga ia pernah menjadi seorang
diplomat karena keahliannya didalam melakukan aksi diplomasi tersebut. karya
klasik yang disukai oleh sang ayah yaitu karya klasik Livisu kemudian menjadi
sebuah dasar pemikiran dan juga argumentasi pendapat didalam karya Niccolo
Machiavelli yaitu The Prince. Karya-karya Niccolò Machiavelli sendiri telah
meninggalkan warisan berupa kontroversi yang cukup luas mengenai hal yang
sangat beragam, mulai dari tuduhan mengenai ketidak adaannya etika didalam
melakukan manuver berpolitik, sampai konsep teori milik Niccolo Machiavelli
yang dianggap untuk bertujuan dengan menghalalkan segala cara didalam
melakukan aksi politik atau untuk memperoleh kepemimpinan. Pada tahun 1513,
Niccolo Machivelli menyelesaikan beberapa karya miliknya dan diantaranya
adalah Il Principe dan beberapa yang tidak dipublikasikan hingga kematiannya
pada tahun 1532. Pemikiran dan ide-ide Niccolo Machiavelli yang tertuang
didalam karya-karyanya sendiri telah meninggalkan kesan beragam bagi
pembacanya. Pada usia 25 tahun dia menyaksikan terjadinya sebuah peristiwa
politik yang mengakibatkan perubahan kekuasaan di Florence. Pada tahun 1494
terjadi pertempuran antara Raja Charles VIII dari Perancis melawan keluarga
Medici, yang diakhiri dengan tergulingnya keluarga Medici. Niccolò melihat
perubahan kekuasaan di Florence dengan munculnya sosok pemimpin
berkharismatik, seorang rahib Dominikan yaitu Girolamo Savonarola –yang tentu
saja sekaligus adalah lawan politik dari keluarga Medici Girolamo Savonarola
merupakan orator ulung dan bergaya ‘kenabian’, Girolamo memerintah Florence
dengan tatanan Negara teokratik-demokratis. Savonarola merupakan rahib yang
sangat menentang ‘korupsi moral’ di kepausan.

Suasana Politik Pada Era Tersebut

Niccolò Machiavelli seringkali disebut sebagai bapak “politik kekuasaan,”


sebutan yang mempunyai arti penting dalam era modern. Kekuasaan adalah bagi
mereka yang mempunyai ketrampilan untuk meraihnya dan kemampuan untuk
mempertahankan kekuasaan. Pengalaman empiris Niccolò membuat dirinya
mencatat bahwa misteri kekuasaan bukanlah persoalan yang spenuhnya bersifat
politik dan demi kepentingan rakyat, alasan nafsu kekuasaan bersumber pada diri
nilai-nilai manusia. Cita-citanya menggantikan feodalisme dinastik pada abad ke-
16 dengan pemerintahan yang bersifat nasional dengan pemimpin tunggal
membuat pemikirannya menjadi kontroversial. Ketika Kristendom berkembang
menjadi negara-negara yang berdiri sendiri dan saling bersaing membuat tradisi
persatuan Italia mulai ditinggalkan. Selama jaman pertengahan tidak terdapat
konsepsi yang jelas dengan kehadiran dua wilayah kekuasaan yang saling
tumpang tindih antara Gereja dan Negara.

Pada masa institusi kristendom, gereja dikuasai sepenuhnya oleh kekuasaan pada
paham absolutisme, dimana kekuasaan raja dicirakan monarki, monarki absolut,
depotisme (Salamah, 2014). Dengan gereja yang dikuasai oleh paham absolutise
ini, peraturan yang beredar dan wajib untuk dipatuhi ialah bahwa gereja dan juga
raja adalah selalu benar. Didalam masa absolutisme ini, penguasa yang dinilai
ideal ini adalah seseorang yang berada di puncak teratas atau tangan kanan Tuhan,
dan segala keperluan diplomasi adalah untuk keperluan gereja semata. Beberapa
ciri-ciri lain pada masa absolutisme ini adalah bahwa kekuasaan yang dijalankan
tidak berdasarkan pada undang-undang, anggaran kenegaraan tidak disusun secara
jelas, tidak adanya kepastian hukum dan kekuasaan dijalankan tanpa batas.
Mereka menggambarkan kekuatan dan sistem legitimasi mereka berdasarkan pada
praktek tradisional feodal yang mencampuradukkan jasapublik dan fungsi publik
dengan kepemilikan pribadi dan juga hak turun temurun. Tatanan politik pada era
kristendom memiliki karakteristik dengan menyambungkan jaringan keadila dan
hak serta tanggung jawab yang terbagi-bagi menjadi bagian yang kecil dan
otonom. Fakus dari otoritas poitiknya bersifat personal, feodal dan lokal (Nigro,
2006:2). Charlemagne atau Charles ini kemudian muncul sebagai penguasa suatu
kekaisaran dan juga adalah seorang kaisar suci yang pandai dan ahli di dalam
berdiplomasi dengan memberi bantuan pada gereja. Sistem politik pada masa
kristendom sendiri adalah memiliki sifat yang penuh dengan ambiguitas, rumit,
bisa dikatakan berantakan dan tidak logis. Namun, hal tersebuat tetap akan
berjalan selama masyarakat meyakininya. Namun, pada pertengahan dari tatanan
kristendom ini mulai mengalami keruntuhan dibawah tekanan dari lahir dan
bangkitnya unit-unit politik lain yang menggambarkan kekuatan dan juga sitem
legitimasi mereka adalah berdasarkan dari daerah teritorial yag baru dan realitas
demografis, yang menyetujui kegunaan praktek kekuatandaripada agama dan juga
tradisi, dan mengembangkan lintas batas yang lebih yang lebih nyata dan lebih
membatasi aripada poros yang lama, mulai untuk meyusul unit-unit dari politik
zaman medieval (Nigro, 2006:2).
Pemikiran Politik Machiavelli

Niccolo Machiavelli adalah seorang pejuang yang hidup pada masa


renaissance yang merupakan gerakan melawan gereja yang bersifat multidimensi
dimana dalam masa tersebut segalanya tampak terlahir kembali atau memiliki
kelahirannya kembali. Pusat dari pemerintahan yang dahulunya adalah gereja
sebagai sebuah kekuasaan yang independen dengan paus sebagai pimpinan
utamanya dan Vatikan adalah negara pusat yang merupakan sebuah purwarupa
negara Tuhan pun mulai bergeser dari “God or Jesus Center” ke “You or Us
Center” dimana hal tersebut berarti bahwa pusat dari pemerintahan dan pimpinan
bukanlah pada Tuhan dan juga gereja, melainkan tiap-tiap individu-individu itu
sendiri yang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin atau penguasa yang
memiliki kemampuan untuk menjalankan pemerintahan yang ada didalam sebuah
negara. Dunia pun kemudian berubah menjadi memasuki masa dimana kekuasaan
dan juga agama yang kemudian dipisah. Dunia ini kemudain memasuki masa
sekularisme awal, yaitu harus ada pemisahan yang tegas antara agama dan juga
negara.

Karena pemikiran inilah, Machiavelli memiliki pemikiran yang


disalurkannya melalui karyanya yang berjudul The Prince, dimana ia memiliki
pemikiran bahwa seorang penguasa harus bisa memperjuangkan ketertiban dan
juga persatuan dengan cara apapun yang bisa ia lakukan termasuk bahkan dengan
mengabaikan mengenai masalah dan juga tujuan etis. Machiavelli juga berpikir
bahwa seorang pemimpin haruslah lebih besar dari orang-orang yang kemudian
akan dipimpinnya. Untuk itulah Machiavelli mengatakan bahwa panglima perang
adalah merupakan pemimpin didalam medan perang dan pertempuran, karena
seorang panglima memiliki kecakapan didalam bidang militer untuk dapat
memimpin pertempuran. Machiavelli sendiri adalah merupaka seorang pemikir
yang melihat bahwa sifat dasar manusia itu sendiri adalah jahat dan juga realis.
Negara menurut Machiavelli haruslah menjadi perwujudan tertinggi dari
kekuasaan politik dan hubungan antara penguasa dan juga rakyatnya adalah
seperti tuan dan juga budaknya, untuk itulah penguasa yang ideal haruslah berasal
dari panglima militer perang karena memang negara mengakui keberadaan militer
sebagai sebuah kekuatan negara. Seorang pemimpin adalah harus dapat
menyeleksi orang-orang yang akan dipercayai untuk diberi kekuasaan didalam
melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan. Machiavelli juga memiliki pemikiran
bahwa seorang pemimpin haruslah dapat menghalalkan segala cara yang bisa ia
lakukan untuk melaksanakan pemerintahan dan kekuasaannya adalah digunakan
sebagai sebuah alat untuk dapat menjaga dan mempertahankan eksistensi suatu
negara tersebut.
Sifat seorang penguasa menurut Machiavelli adalah didibaratkan dalam
sebuah analogi dan penggambarab sebagai sebuah Singa dan Serigala atau istilah
“Fox And Lion”. Machiavelli berpikir bahwa seorang pemimpin haruslah
memiliki sifat dan sikap sebagai seekor singa pada suatu waktu dan harus dapat
bersikap seperti serigala disuatu waktu yang lain. Sebagai seorang pemimpin yang
memiliki sikap dan sifat seperti singa, pemimpin haruslah kuat untuk dapat
menghadapi musuh-musuh lainnya yang dapat mengancam keeksistensian diri
individunya. Dan sebagai seekor singa, seorang pemimpin haruslah dapat bersikap
seperti bahwa dia adalah seorang pemimpin atau seorang penguasa bagi seluruh
yang akan dikuasainya. Namu, dilain hal, menurut Machiavelli, seorang penguasa
juga harus memiliki sikap dan sifat sebagai seekor serigala yang dapat dengan
cerdik dan icik merencanakan sebuah taktik dan juga strategi serta memiiki
kemampuan untuk bermuka dua. Seekor serigala juga cuup cerdik untuk
mengidentifikasi perangkap yang disediakan untuk dirinya. Dalam analogi ini
Machiavelli memiliki pemikiran bahwa seorang penguasa haruslah fleksibel
didalam berbgai keadaan dan harus dapat selalu megetahui situasi yang terjdai
untuk dapat menyesuaikan dirinya sendiri sebagai sebuah pemimpin dan penguasa
didalam sebuah pemerintahan didalam negara.

Menurut Machiavelli, penguasa sebagai elemen pokok dalam mempertahankan


kekuasaan dan negara memiliki ajaran agama dan moralitas dengan melemahkan
kekuasaan dan tidak dapat menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan maka
perlu untuk dikesampingkan. Apabila seorang penguasa memiliki kelemahan
kekuasaan, maka akan menjadi terlalu baik dengan mengedepankan moralitas dan
agama tidak cukup mampu mengatasi berbagai kesulitan yang ada dalam
kehidupan kenegaraan dan kekuasaan, meskipun termasuk dalam hal-hal yang
baik jika dinilai secara manusiawi dan juga dinilai secara moralitas. Dari sini
dapat kita pahami bahwa bagi Machiavelli, seorang penguasa diperbolehkan
melakukan apa saja dan menggunakan segala macam cara untuk dapat
memperoleh kekuasaan dan berkuasa serta dalam usahanya untuk
mempertahankan kekuatan negara. Sebab tujuan sebenarnya adalah menciptakan
satu wujud negara yang tangguh dan rakyat yang patuh demi sebuah kebaikan
bersama.

Kesimpulan

Machiavelli memiliki sebuah konsep penguasa yang ia jabarkan didalam karya


berjudul The Prince yang sejatinya dapat dijadikan sebagai sebuah acuan dan
petunjuk untuk dapat menilai bahwa sikap dan juga sifat seorang penguasa sangat
mempengaruhi pertahanan, keamanan dan juga kekuatan negara. Ketika penguasa
lebih mengedepankan moralitas, kemanusiaan serta agama, sedangkan ia tidak
memiliki kemampuan didalam akan menentukan taktik serta strategi perang maka
kecil kemungkinan bagi seorang penguasa tersebut untuk dapat memimpin sebuah
pemerintahan didalam sebuah negara dan mewujudkan suatu bentuk negara yang
tangguh dan juga kuat. Penguasa yang terlalu bermurah hati dan
mengesampingkan kekejaman bagi Machiavelli justru tidak akan mampu
menciptakan sebuah keadaan yang sarat akan kepatuhan dan kesetiaan yang tinggi
bagi rakyat. Penguasa tidak boleh segan menggunakan kekejaman dan cara
apapun asalkan demi keselamatan keamanan negara dan persatuan, untuk dapat
mencegah pemberontakan bahkan perpecahan yang dapat terjadi karenanya. Ide
alternatif mengenai konsep penguasa bagi Machiavelli pun tercipta berdasarkan
pada kondisi nyata dan pengamatannya selama hidupdan kondisi politik ketika
pada masa ia hidup. Adanya penguasa yang tidak mampu mengendalikan rakyat
dan kondisi negara dianjurkan menggunakan kekerasan selama tujuan dasarnya
adalah demi negara. Hal yang diutamakan adalah kekuasaan, keamanan, serta
pertahanan negara.

Referensi

Deliar Noer. 1997. Pemikiran Politik Di Negeri Barat (Edisi Revisi). Bandung:
Mizan Pustaka

Fitrianto, Hari. 2014. Niccolo Machiavelli. Dalam perkuliahan Pemikiran Politik


Barat. Pada hari Senin 29 September 2014. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu politik.
Universitas Airlangga

Niccolo Machiavelli. Dalam http://www.gradesaver.com/author/niccolo-


machiavelli/. Diakses pada Jumat 26 September 2014.

Niccolò Machiavelli – Biography. Dalam


http://www.egs.edu/library/niccolo machiavelli/biography/.
The european graduate school. Diakses pada Jumat 26 September 2014.

Nigro Jr, Louis. 2006. Theory and Practice of Modern Diplomacy: Origins and
Development to 1914. Chapter 14. Hal 1-13.

Salamah, Lilik. Absolutisme. Dalam perkuliahan Sejarah Diplomasi. Pada hari


senin 29 September 2014. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu politik. Universitas
Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai